PENGARUH GOAL FRAMING DAN TEKANAN WAKTU DALAM SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR
Oleh: Diah Chandra Dewi
Abstrak
SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik, 2011), menyatakan skeptisisme profesional auditor sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Auditor dituntut secara profesional agar dapat menghasilkan laporan audit berkualitas yang nantinya dapat digunakan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan. Skeptisisme profesional auditor berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh sifat-sifat dasar yang ada dalam diri auditor. Auditor dengan tingkat skeptis yang sama dapat menunjukkan penilaian dan perilaku yang berbeda dalam konteks yang berbeda. Selain itu, karakteristik pribadi seseorang dapat berubah apabila pengaruh situasional dirasa cukup kuat. Pengaruh situasional yang dimaksud adalah tekanan waktu dan goal framing. Tekanan waktu dimanipulasi tinggi dan sedang, sedangkan goal framing dimanipulasi menjadi frame positif dan frame negatif. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali faktor-faktor yang berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner. Rancangan eksperimen menggunakan 2x2 factorial design. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa individu dengan level skeptisisme profesional yang tinggi akan menunjukkan perilaku lebih skeptis, individu dengan level keadaan skeptisisme profesional yang tinggi akan menunjukkan perilaku lebih skeptis, keadaan skeptisisme profesional bertindak sebagai perantara hubungan antara sifat skeptisisme profesional dan perilaku skeptis, individu di bawah tekanan waktu tinggi akan meunjukkan level keadaan skeptisisme profesional yang rendah, dan individu yang diberikan frame negatif akan menunjukkan level keadaan skeptisisme profesional yang lebih tinggi daripada individu yang diberikan frame
positif.
Kata Kunci: Skeptisisme Profesional, Sifat Skeptis, Keadaan Skeptis, Tekanan Waktu, Framing, Goal Framing, Frame Positif, Frame Negatif, Trait Theory
1.1. Latar Belakang Masalah
SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik, 2011), menyatakan skeptisisme profesional auditor sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Auditor dituntut secara profesional agar dapat menghasilkan laporan audit yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan. Skeptisisme profesional yang dimiliki auditor berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh sifat-sifat dasar skeptisisme yang ada dalam diri masing-masing auditor. Pada dasarnya skeptisisme merupakan keadaan sementara yang dapat dipengaruhi oleh aspek situasional (Robinson,2011). Keadaan inilah yang sering dipengaruhi oleh tekanan waktu dalam pelaksanaan audit.
Kesediaan individu untuk terlibat dalam perilaku tertentu sangat dipengaruhi
oleh jenis pembingkaian yang mereka terima (Robinson,2011). Kahneman dan Tversky (1981) mengatakan bahwa frame yang diadopsi oleh pembuat keputusan tergantung pada formulasi masalah yang dihadapi, norma, kebiasaan, dan karakteristik pembuat keputusan itu sendiri, dalam hal ini adalah
goal framing. Penelitian kali ini akan diuji keadaan skeptis sebagai mediator antara sifat skeptis dan perilaku skeptis, selanjutnya akan dicermati mengenai goal framing dan tekanan waktu yang dapat mempengaruhi keadaan skeptis.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka topik pengaruh goal framing dan tekanan waktu dalam skeptisisme profesional auditor menarik untuk diteliti lebih lanjut. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali faktor-faktor yang berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor, sehingga dapat diketahui apakah hasil yang diperoleh dari penelitian
sebelumnya konsisten dan dapat dilakukan di Indonesia. Beberapa acuan yang digunakan dalam penelitian kali ini yaitu, working paper
Hurtt et al. (2008) yang berjudul An Experimental Examination of Professional Skepticism, disertasi Robinson (2011) yang berjudul An Experimental Examination of The Effects of Goal Framing and Time Pressure on Auditor’s Professional Skepticism, dan A
Person-Situation Approach to the
Examination of Professional Skepticism: Consideration of Time Pressure and Goal Framing (Robinson et al., 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Robinson et al., 2013, memiliki kelemahan pada responden yang digunakan. Pemilihan auditor senior pada Kantor Akuntan Big4 dirasa kurang tepat, karena semakin tinggi jam terbang seorang auditor maka semakin tinggi level skeptisisme profesional yang dimiliki dan bersifat homogen. Berbeda pula dengan pengujian yang dilakukan oleh Robinson (2011), responden menggunakan sampel mahasiswa yang baru saja memperoleh mata kuliah pengauditan. Pengujian eksperimen ini menggunakan sampel mahasiswa Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB, UGM) di Yogyakarta yang dianalogikan sebagai novice auditor (auditor pemula) yang memiliki level sifat skepisisme profesional tinggi dan rendah. Perbedaan lainnya adalah 4(empat) kriteria khusus yang harus dipenuhi sebelum partisipan dapat mengikuti eksperimen. Pengujian pemahaman dasar akuntansi dan audit diberikan untuk menyeleksi partisipan yang benar-benar sesuai dan diharapkan mampu berpartisipasi pada eksperimen ini. Jenjang yang lebih tinggi dan pemilihan yang selektif terhadap calon responden dirasa mampu memberikan kontribusi pada penelitian kali ini. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner. Rancangan eksperimen menggunakan 2x2 factorial design.
2. Landasan Teori 2.1. Konsep Sifat
Setiap individu memiliki sifat yang berbeda-beda, sifat tersebut dapat ditimbulkan oleh situasi sosial tertentu (Allport, 1937
dalam Barkhuus, 1999). Perilaku seseorang dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu tersebut.
2.1.1. Skeptisisme Profesional Sebagai Sifat Skeptisisme profesional yang dimiliki auditor berbeda-beda, hal tersebut dipengaruhi oleh sifat-sifat dasar skeptisisme yang ada dalam diri masing-masing auditor. Hurt (2010) menyatakan bahwa sebagai karakteriktik individu, skeptisisme profesional menjadi sifat yang stabil dan merupakan kondisi sementara yg dipengaruhi oleh faktor situasional. Pernyataan di atas didukung oleh Larimbi (2012), beberapa sifat dapat menunjukkan skeptisisme profesional auditor yang menjadi sebuah aspek kepribadian auditor yang stabil. Hurt (2010) juga mengatakan bahwa skeptisisme profesional merupakan konsep multidimensional yang mencirikan kecenderungan seseorang untuk menunda kesimpulan sampai bukti memberikan dukungan yang cukup kuat. Hal tersebut menjadi dasar yg kuat bahwa skeptisisme profesional merupakan sifat individu dan sifat skeptis mempengaruhi perilaku auditor. H1 : Individu dengan level sifat skeptisisme
profesional yang tinggi akan menunjukkan perilaku lebih skeptis daripada individu dengan level sifat skeptisisme profesional yang rendah. 2.2. Konsep Keadaan Skeptisisme Profesional
Keadaan skeptis merupakan kondisi sementara yang dapat dipengaruhi oleh situasional dan kontekstual (Robinson, 2011). Dalam hal ini situasional dan kontekstual yg dimaksud adalah tekanan waktu dan goal framing. Costa dan McCrae (1992) mengatakan bahwa perilaku seseorang tidak terlepas dari kondisi lingkungan. Untuk membedakan sifat dan keadaan skeptis, maka diajukan hipotesis untuk membangun hubungan langsung antara keadaan dan perilaku skeptis
H2: Individu dengan level keadaan skeptisisme profesional yang tinggi akan menunjukkan perilaku lebih
skeptis daripada individu dengan level keadaan skeptisisme profesional yang rendah.
2.3. Efek Mediasi Keadaan Skeptisisme Profesional
Robinson (2011) mengatakan seseorang yang berperilaku konsisten tanpa memperhatikan perubahan situasi yang ada, tidak dapat bertindak sebagaimana mestinya sesuai dengan perubahan yg terjadi. George (1992) mengatakan bahwa keadaan sebagai penghubung langsung ke perilaku, sehingga dapat disimpulkan bahwa sifat skeptisisme profesional mempengaruhi keadaan skeptis yang nantinya berdampak langsung pada perilaku skeptis.
H3: Keadaan skeptisisme profesional bertindak sebagai perantara hubungan antara sifat skeptisisme profesional dan perilaku skeptis.
2.4. Pengaruh Tekanan Waktu, Goal Framing pada Keadaan Skeptis
2.4.1. Tekanan Waktu
Sales et al, 1986 dalam Robinson, 2011 mengatakan bahwa tekanan waktu menyebabkan individu bekerja lebih cepat namun ketepatan kinerja mengalami penurunan, sehingga tekanan waktu merupakan alasan utama auditor melakukan penghentian prematur atas prosedur audit
yang mengakibatkan menurunnya kualitas audit. Tekanan waktu nantinya akan mempengaruhi cara auditor dalam mengevaluasi bukti audit yang ada.
H4: Individu dibawah tekanan waktu yang tinggi akan menunjukkan level keadaan skeptisisme profesional yang rendah daripada dibawah tekanan waktu sedang. 2.4.2. Framing: Goal Framing
Menurut Levin et al, 1998 dan Suartana, 2005 framing adalah sebuah fenomena yang menunjukkan bahwa pengambil keputusan akan memberikan respon yang berbeda pada masalah yang sama jika disajikan dalam format yang berbeda.
Goal framing melibatkan situasi dimana individu didorong untuk menunjukkan perilaku tertentu. Secara khusus, masalah ini dibingkai untuk memusatkan perhatian untuk meberikan manfaat atau keuntungan (frame
positif) atau untuk mencegah maupun menghindari (frame negatif). Frame negatif menjadi lebih persuasif daripada frame positif dalam memotivasi perilaku tertentu (Robinson, 2011).
H5: Individu yang diberikan frame negatif dalam skeptisisme profesional akan menunjukkan level yang lebih tinggi pada keadaan skeptisisme profesional daripada individu yang diberikan frame positif.
Gambar 1. Model Penelitian
Sumber :
1. An Experimental Examination of The Effects of Goal Framing and Time Pressure on Auditor’s Professional
Skepticism (Robinson, 2011) hal 32.
2. A Person-Situation Approach to the Examination of Professional Skepticism: Consideration of Time Pressure and Goal Framing (Robinson et al., 2013) hal 39.
Keadaan Skeptis Sifat Skeptis Keputusan (Perilaku Skeptis) Goal Framing Tekanan Waktu H1 H2 H4 H5 H3
3. Metoda Penelitian 3.1. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian ini dimodifikasi dari instrumen yang digunakan oleh Kaplan dan Reckers (1995), Hurtt (2010, Robinson (2011), Robinson et al.(2013), dan Utami (2013).
3.2. Prosedur Eksperimen
Ada tiga tahap penelitian, yaitu: (1) Partisipan yang sudah lulus seleksi 4(empat) kriteria di awal dibagi menjadi 2 kelompok pada ruangan terpisah secara random. Mahasiswa dijelaskan mengenai
prosedur-prosedur pengerjaan kuesioner. (2) Sesi brainstorming mengenai goal framing serta penjelasan singkat meliputi konsep rekening piutang, cadangan kerugian piutang, dan biaya kerugian piutang. Selanjutnya mengisi pemahaman dasar akuntansi dan audit serta mengisi skala skeptisisme profesional. (3) Menyelesaikan kasus audit.
3.3. Pengukuran variabel
Tabel 1. Pemetaan instrumen eksperimental untuk hipotesis
No. Variabel Nomor pertanyaan/
Perlakuan Hipotesis terkait 1 Perilaku skeptis Q5-Q7, Q10, Q11
(Diukur) H1, H2, H3
2 Keadaan skeptis Q18-Q29 (Diukur) H2, H3, H4, H5 3 Sifat skeptis Skala Hurtt (2010)
(Diukur) H1, H2, H3
4 Goal framing Sesi brainstorming H5
5 Tekanan waktu Instruksi H4
Pengecekan manipulasi Q12-Q16, Q30-Q32 Variabel kontrol (demografis) Q17, Q33-Q39 Kelayakan evaluasi Q9 Analisis tambahan Q1-Q4, Q8 Dimodifikasi dari Robinson (2011)
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1. Pengecekan manipulasi
Nahartyo (2013) mengatakan bahwa dalam penelitian keperilakuan, subjek penelitian harus dapat memahami dan mengintepretasikan manipulasi yang diterima untuk dapat merespon atau bereaksi terhadap suatu manipulasi. Pemahaman subjek mengenai manipulasi tekanan waktu ada pada pertanyaan Q12-Q13, bingkai informasi pada pertanyaan Q14-16, kemudian untuk menguji apakah subjek memiliki sifat skeptis yg rendah atau tinggi dengan pertanyaan Q30-32.
Tabel 2. Hasil Cek Manipulasi Keterangan N Minimu m Maximu m Mean Std. Deviation Q12 53 1,00 5,00 3,4340 0,97091 Q13 53 2,00 6,00 3,5849 0,94937 Q30 53 1,00 6,00 3,6981 1,16989 Q31 53 2,00 5,00 3,8679 0,96152 Q32 53 2,00 6,00 4,1321 1,07485 Q14 53 40,00 100,00 81,3208 15,93710 Q15 53 20,00 100,00 79,0566 16,67150 Q16 53 2,00 7,00 4,5849 1,64590
4.2. Eksperimen dan Subjek Penelitian 4.2.1. Distribusi Pengumpulan Data
Sebanyak 63 kuesioner disebar kepada responden, 10 modul kuesioner yang tidak lolos tes pemahaman dasar akuntansi dan audit, sedangkan modul kuesioner yang dapat diolah (lolos tes pemahaman dasar akuntansi dan audit) ada sebanyak 53 kuesioner. Jumlah responden yang didapat sudah memenuhi syarat yang dijelaskan Nahartyo (2013) bahwa dalam melaksanakan suatu eksperimen dibutuhkan paling sedikit 10 (sepuluh) subjek dalam setiap sel eksperimen yang dilakukan. Selanjutnya data yang sudah terkumpul diolah menggunakan bantuan program statistik komputer SPSS for Windows Release 16.0.
4.2.2. Uji Validitas dan Reliabilitas
Berdasarkan 30 item pertanyaan sifat skeptis, 5 item pertanyaan perilaku skeptis dan 12 item pertanyaan keadaan skeptis
memiliki factor loading (Confirmatory Factor Analysis) yang nilainya diatas 0,5. Dengan demikian seluruh item pertanyaan tersebut dapat dinyatakan valid. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa instrumen kuesioner memiliki nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6 sehingga instrumen kuesioner pada variabel perilaku skeptis, keadaan skeptis dan sifat skeptis dapat dinyatakan reliabel sehingga dapat digunakan untuk penelitian. 4.3. Pengujian hipotesis
4.3.1. Path Analysis
Analisis jalur digunakan untuk membuktikan hipotesis 1 sampai hipotesis 3. Untuk mengetahui sifat mediasi sebagai mediasi parsial atau mediasi penuh digunakan
hierarchical regression analysis menurut Baron dan Kenny (1986). Hasil hierarchical regression analysis dalam penelitian ini dapat ditunjukkan pada Tabel 3.
Gambar 2. Diagram Analisis Mediasi
Keadaan Skeptis Sifat Skeptis Keputusan (Perilaku Skeptis) B C A
Tabel 3. Hasil Hierarchical Regression Analysis Variabel DV = Perilaku Skeptis DV Mediator = Keadaan Skeptis DV = Perilaku Skeptis Variabel Independent Sifat Skeptis Variabel Mediating Keadaan Skeptis R2 Adjusted R2 Cange in R2 F statistic p-value 0,536** 0,287 0,273 0,287 20,520 0,000 0,411** 0,169 0,152 0,169 10,337 0,002 0,412** 0,302* 0,363 0,337 0,363 14,232 0,000 Hipotesis pertama (H1) dalam
penelitian ini menyatakan bahwa Individu dengan level sifat skeptisisme profesional yang tinggi akan menunjukkan perilaku lebih skeptis daripada individu dengan level sifat skeptisisme profesional yang rendah. Hasil penelitian pada langkah pertama menemukan bahwa sifat skeptisisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku skeptis (β = 0,536; t=4,530, p<0,01; R2 = 0,287).
Hipotesis kedua (H2) dalam penelitian ini menyatakan bahwa individu dengan level keadaan skeptisisme profesional yang tinggi akan menunjukkan perilaku lebih skeptis daripada individu dengan level keadaan skeptisisme profesional yang rendah. Hasil penelitian pada langkah kedua menemukan bahwa keadaan skeptisisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku skeptis (β = 0,302; t=2,440; p<0,05; R2 = 0,363).
Hipotesis ketiga (H3) dalam penelitian ini menyatakan bahwa keadaan skeptisisme profesional bertindak sebagai perantara hubungan antara sifat skeptisisme profesional dan perilaku skeptis. Hasil regresi bertingkat atau hirarki pada langkah pertama menemukan bahwa sifat skeptisisme berpengaruh signifikan terhadap perilaku skeptisisme (β = 0,536; t=4,530, p<0,01; R2 = 0,287), dan langkah kedua menemukan bahwa sifat skeptisme berpengaruh signifikan terhadap keadaan skeptisisme (β = 0,411;
t=3,215; p<0,01; R2 = 0,168). Pada saat dimasukkan variabel keadaan skeptisisme sebagai variabel pemediasi (langkah 3) didapatkan hasil bahwa variabel sifat skeptisisme tetap berpengaruh signifikan terhadap perilaku skeptis (β = 0,412; t=3,325; p<0,01; R2 = 0,363).
Hasil analisis koefisien determinasi sebesar 0,287 yang berarti perilaku skeptis sebesar 28,7% dapat dijelaskan oleh variabel sifat skeptisisme. Koefisien determinasi mengalami peningkatan setelah ditambahkan atau dimasukkannya variabel keadaan skeptisisme menjadi 36,3%. Selain itu, hasil signifikansi sifat skeptis juga mengalami penurunan dari yang semula nilai signifikansinya 0,000<0,05 menjadi 0,002. Dengan demikian, variabel keadaan skeptisisme merupakan variabel pemediasi sebagian atau partial mediation dalam pengaruh sifat skeptisisme terhadap perilaku skpetis.
4.3.2. ANOVA
Berdasarkan Kolmogorov-Smirnov, data keadaan skeptis memiliki probabilitas lebih besar dr 0,5 sehingga dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi normal. Hasil uji homogenitas juga menyatakan data bersifat homogen. Pengujian H4 dan H5 dilakukan dengan one way ANOVA. Hasil pengujian H4 menunjukkan bahwa Fhitung sebesar 13,042 dan nilai p-value signifikan karena 0,001 <
0,05 yang berarti signifikan pada level 5%. Perbedaan menunjukkan bahwa individu dengan tekanan waktu yang tinggi memiliki keadaan skeptis yang lebih rendah (50,586) dibandingkan individu dengan tekanan waktu yang sedang (57,667) atau terjadi selisih sebesar 7,080. Berdasarkan hasil tersebut maka H4 dinyatakan diterima.
Hipotesis kelima memprediksi bahwa ada perbedaan rata-rata nilai keadaan skeptis pada tingkatan Goal Framing. Hasil pengujian H5 menunjukkan bahwa Fhitung sebesar 9,603 dan nilai p-value signifikan karena 0,003 < 0,05 yang berarti signifikan pada level 5%. Perbedaan menunjukkan bahwa individu yang diberikan frame positif memiliki keadaan skeptis yang lebih rendah (50,375) dibandingkan individu yang diberikan frame negatif (56,621) atau terjadi selisih sebesar 1,124. Berdasarkan hasil tersebut maka H5 dinyatakan diterima. 4.4. Pembahasan
1. Pengaruh Sifat Skeptis terhadap Perilaku Skeptis
Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa sikap skeptis berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku skeptis. Hal ini berarti individu dengan sifat skeptisisme yang tinggi akan menunjukkan perilaku lebih skeptis daripada individu dengan level sifat skeptisisme profesional yang rendah. Tidak berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Robinson (2011) dan Robinson et al. (2013), individu dengan sifat skeptis yang tinggi akan menujukkan perilaku lebih skeptis yang dapat dilihat dari banyaknya bukti audit yang mereka buka. Menurut Larimbi (2012), beberapa sifat dapat menunjukkan skeptisisme profesional auditor yang menjadi sebuah aspek kepribadian auditor yang stabil. Sifat skeptis yang dimiliki seseorang cenderung lebih stabil dibandingkan dengan skeptisisme profesional yang dipengaruhi kondisi dari luar diri auditor. Selain itu, auditor dengan tingkat skeptisisme profesional yang lebih tinggi akan berperilaku secara sistematis (Hurtt et al, 2008).
2. Pengaruh Keadaan Skeptis terhadap Perilaku Skeptis
Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa keadaan skeptis berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku skeptis. Konsisten dengan penelitian terdahulu (Robinson, 2011 dan Robinson et al., 2013), hal ini berarti individu dengan keadaan skeptis yang lebih tinggi akan menunjukkan perilaku yang lebih skeptis dibandingkan dengan individu dengan keadaan skeptisisme yang rendah. Keadaan skeptis merupakan kondisi sementara yang dapat dipengaruhi oleh situasional atau kontekstual (Robinson, 2011). Sifat skeptis yang didukung dengan keadaan skeptis akan memberikan pengaruh yang lebih tinggi terhadap perilaku skeptis seseorang.
3. Pengaruh Sifat terhadap Perilaku Skeptis Dimediasi oleh Keadaan Skeptis
Sesuai dengan hasil penelitian terdahulu, hasil perhitungan hipotesis ketiga pada penelitian ini menunjukkan bahwa keadaan skeptis merupakan variabel yang bertindak sebagai mediasi hubungan antara sifat skeptis terhadap perilaku skeptis. Sifat skeptis yang tinggi pada individu akan menyebabkan keadaan skeptis individu meningkat sehingga akan menunjukkan perilaku skeptisisme profesional yang lebih tinggi. Individu dengan level sifat skeptisisme profesional yang rendah cenderung lebih sensitif untuk berubah pada keadaan skeptis daripada individu dengan level sifat skeptisisme profesional yang tinggi (Robinson et al., 2013).
Seseorang yang berperilaku secara konsisten tanpa memperhatikan perubahan situasi yang ada tidak dapat bertindak sebagaimana mestinya sesuai dengan perubahan yang terjadi (Robinson, 2011). Sama halnya pada saat pelaksanaan audit, auditor harus dapat berperilaku skeptis pada kondisi tertentu tergantung pada tingkat dugaan kecurangan atau kesalahan dalam audit. George (1992) menjelaskan bahwa keadaan sebagai penghubung langsung ke perilaku. Keadaan ini dipengaruhi oleh sifat individu, selain itu keadaan merupakan mediator antara sifat dan perilaku skeptis. 4. Perbedaan Keadaan Skeptis berdasarkan Tekanan Waktu
Hasil hipotesis keempat juga sesuai dengan penelitian terdahulu, terdapat
perbedaan secara signifikan individu yang memiliki tekanan waktu tinggi terhadap keadaan skeptisisme profesionalnya dibandingkan individu dengan tekanan waktu yang sedang. Artinya tekanan waktu memberikan dampak secara signifikan terhadap keadaan skeptis seseorang.
Menurut Jansen dan Glinow dalam Malone dan Roberts (1996) menyatakan bahwa perilaku individu merupakan refleksi dari sisi personalitasnya sedangkan faktor situasional yang terjadi saat itu akan mendorong seseorang untuk membuat suatu keputusan. Bukti empiris secara konsisten menunjukkan bahwa tekanan waktu mempengaruhi cara auditor mengevaluasi bukti yang nantinya akan mempengaruhi keputusan akhir. Auditor cenderung lebih berhati-hati mempertimbangkan informasi yang tersedia dan berperilaku kurang efektif ketika tekanan waktu meningkat (Robinson, 2011). Pada saat mengevaluasi bukti dibawah tekanan waktu yang ekstrim inilah skeptisisme profesional auditor berkurang. 5. Perbedaan Keadaan Skeptis berdasarkan Tekanan Waktu
Penelitian yang dilakukan oleh Robinson (2011) dan Robinson et al. (2013) menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara goal framing dan tekanan waktu pada keadaan skeptis. Berbeda dengan penelitian kali ini yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan individu yang diberikan frame positif dibandingkan individu yang diberikan frame negatif dalam keadaan skeptisisme profesional. Artinya goal framing
memberikan dampak secara signifikan terhadap keadaan skeptis seseorang.
Framing adalah sebuah fenomena yang menunjukkan bahwa pengambil keputusan akan memberikan respon yang berbeda pada masalah yang sama jika disajikan dalam format yang berbeda (Levin et. al., 1998 dan Suartana, 2005). Sebagian besar penelitian dalam bidang audit menemukan frame negatif (rugi) menjadi lebih persuasif daripada frame positif
(keuntungan) dalam memotivasi perilaku tertentu (Robinson, 2011). Dalam kasus ini,
goal framing merupakan jenis framing yang cocok untuk mendorong perilaku tertentu.
5. Keterbatasan dan Saran 5.1 Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan pada penelitian ini antara lain adalah kasus yang diberikan merupakan kasus sederhana belum mencerminkan secara penuh kasus yang ada di lapangan, keterbatasan waktu dalam pemberian materi, penggunaan mahasiswa sebagai sampel penelitian, sebagian besar belum pernah terlibat langsung dalam proses audit yang sebenarnya dan terakhir tidak dilakukannya pengujian interaksi tekanan waktu dan goal framing, sehingga hasil dari penelitian ini dirasa belum terlalu banyak memberikan kontribusi lebih lanjut.
5.2 Saran
Bagi KAP, hendaknya mampu menyiapkan sumber daya auditor dengan kemampuan skeptisisme profesional yang tinggi. Perilaku skeptis auditor dapat ditingkatkan dengan pemberian supervisi sebelum proses audit dimulai. Penelitian selanjutnya hendaknya dapat mengembangkan model penelitian ini dengan menggunakan responden yang berbeda misalnya pada pelaku langsung seperti auditor pada beberapa KAP sehingga diharapkan hasilnya lebih mendekati dari kondisi yang sebenarnya serta menambahkan variabel lain misalnya kompetensi, independensi, etika, situasi audit dan variabel lainnya. Pada penelitian selanjutnya hendaknya dapat menganalis pengaruh goal framing dan tekanan waktu dalam skeptisisme profesional auditor di sektor pemerintahan. Pengambilan sampel dapat dilakukan pada Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
DAFTAR PUSTAKA
Alderman, C. W., dan J. W. Deitrick. 1982. Auditors' perceptions of time budget pressures dan premature sign-offs: A replication dan extension. Auditing
(1): 54.
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). 2002. Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit. Statement on
Auditing Standards No. 99. New York, NY: AICPA.
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). 2003. Hasil Pemeriksaan Kasus Laporan Keuangan dan Perdagangan Saham PT. Bank Lippo, Tbk. Siaran Pers. Departemen Keuangan RI. Jakarta.
Barkhuus, Louise. 1999.Allport’s Theory of
traits. A Critical Review of the Theory
and Two Studies. Corcondia
University.
Baron, R. M., & Kenny, D. A. (1986). The moderator-mediator variable distinction in social psychological research: Conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6), 1173-1182.
Beasley, M. S., J. V. Carcello, dan D. R. Hermanson. 2001. Top 10 audit deficiencies. Journal of Accountancy
191 (4): 63-66.
Cook, E. dan T. Kelley. 1988. Auditor stress dan time-budgets. The CPA Journal
(July): 83-86.
Costa, P. T., Jr., dan R. McCrae. 1992. Revised NEO Personality Inventory dan NEO Five-Factor Inventory professional manual. Odessa, FL: Psychological Assessment Resources. DeZoort, F. T. 1998. Time pressure research
in auditing: Implications for practice.
The Auditor's Report 22 (1): 11-14. Ganzach, Y. dan N. Karsahi. 1995. Message
framing dan buying behavior: A field experiment. Journal of Business Research (32): 11–17.
George, J. M. 1992. The role of personality in organizational life: issues dan evidence. Journal of Management 18 (2): 185.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Gudono dan Hartadi. 1998. Apakah Teori Prospek Tepat untuk Kasus Indonesia?: Sebuah Replikasi Penelitian Tversky dan Kahneman.
Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 1 (1): 29-42.
Hurtt, R. K. 2010. Development of a Scale to Measure Professional Skepticism.
Auditing 29 (1):149-171.
Hurtt, R. K., M. Eining, and D. Plumlee. 2008. An Experimental Examination of Professional Skepticism. Working paper. Baylor University.
Institute Akuntan Publik Indonesia (IAPI). 2011. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta. IAPI.
Johnson, O. A. 1978. Skepticism and Cognitivism. Berkeley, CA: University of California Press, Ltd.
Kahneman, D., dan A. Tversky. 1979. Prospect Theory: An analysis of decision under risk. Econometrica 47 (2): 263-291.
Larimbi, D., dan Rosidi, B. S. 2012. Pengaruh Faktor-faktor Personal Terhadap Skeptisisme Profesional. Jurnal Ekonomi dan Keuangan.
Levin, I. P., S. L. Schneider, dan G. J. Gaeth. 1998. All frames are not created equal: A typology dan critical analysis of framing effects. Organizational Behavior & Human Decision Processes 76 (2): 149-188.
Malone, C. F., dan R. W. Roberts. 1996. Factors associated with the incidence of reduced audit quality behaviors.
Auditing 15 (2): 49-64.
Mautz, R. K., dan H. A. Sharaf. 1961. The Philosophy of Auditing. American Accounting Association Monograph No. 6. Sarasota, FL: American Accounting Association.
McCrae, R. R., dan P. T., Costa Jr. 1990. Personality in Adulthood. New York: Guilford.
______. 1996. Toward a New Generation of Personality Theories: Theoretical Contexts for the five-factor Model. In J.S. Wiggins (Ed.), The Five-Factor Model of Personality: Theoretical Perspectives: 51-87. New York: Guilford.
Meyerowitz, B. E., dan S. Chaiken. 1987. The effect of message framing on breast selfexamination attitudes, intentions,
dan behavior. Journal of Personalit dan SocialPsychology 52 (3): 500-510. Nahartyo, Ertambang. 2013. Desain dan Implementasi Riset Eksperimen. Yogyakarta. UPP STIM YKPN. Nelson, M. 2009. A model dan literature
review of professional skepticism in auditing. Auditing 28 (2): 1-34.
Rhode, J. G. 1978. The Independent Auditor's Work Environment: A survey. The Commission on Auditors' Responsibilities Research Study No. 4. New York, NY: AICPA.
Robinson, S. N. 2011. An Experimental Examination of The Effects of Goal Framing dan Time Pressures on Auditors’ Professional Skepticism, Dissertations, Publishing: University North of Texas.
Robinson, S. N., M. B. Curtis, and J. C. Robertson. 2013. A Person-Situation Approach to the Examination of Professional Skepticism: Consideration of Time Pressure and Goal Framing. Working Paper. SSRN.
http://papers.ssrn.com/ 2276478
Sekaran, U. 2007. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Salemba Empat. Jakarta. Sososutikno, C. 2003. “Hubungan tekanan
Anggaran Waktu dengan perilaku Disfungsional serta Pengaruhnya terhadap Kualitas Audit”, SNA VI, Surabaya.
Stough, C. L. 1969. Greek Skepticism. Berkeley, CA: University of California Press, Ltd.
Suartana, I, W. 2005. Model Framing dan Belief Adjustment dalam Menjelaskan Bias Pengambilan Keputusan Pengauditan, Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, September.
Tsui, J. S. L., dan F. A. Gul. 1996. Auditors' behavior In an audit conflict situation: A research note on the role of locus of control dan ethical reasoning.
Accounting, Organizations &Society
21 (1): 41-51.
Tuanakotta, T. M. 2011. Berpikir Kritis dalam Auditing. Jakarta: Salemba Empat. Tversky, A., dan D. Kahneman. 1981. The
framing of decisions dan the
psychology of choice. Science 211
(4481): 453-458.
Utami, Intiyas. et.al.. 2013. Halo Effect in Analytical Procedure : The Impact of Client Profile dan Information Scope.
Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Indonesia.
Waggoner, J. B., dan J. D. Cashell. 1991. The Impact of Time Pressure on Auditors' Performance. Ohio CPA Journal 50 (1): 27.