• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH TENTANG RUPTUR UTERI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH TENTANG RUPTUR UTERI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

TENTANG

RUPTUR UTERI

Disusun Oleh : Gibson Horas 07700198

FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas makalah tentang “ Ruptur Uteri “ dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Makalah ini dibuat berdasarkan dari beberapa sumber buku literatur dan dosen yang telah memberikan materi tersebut.

Makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya maka dari itu saya sebagai penyusun makalah ini mengharapkan saran dan kritik serta masukan dari pembaca agar makalah ini lebih sempurna dan memperbaiki tugas saya berikutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan baik bagi penyusun maupun pembaca.

Bangil 28 Juli 2012

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….………….1

BAB I. PENDAHULUAN ………3

BAB II PEMBAHASAN………...4

A.

Pengertian. ………..4

B. Penyebab ……….4

C. Patofisiologi……….5

D. Tanda-tanda dan Gejala ………...……6

E. Komplikasi……….….7

F. Pemeriksaan Penunjang ………8

G. Penatalaksanaan ………...…….9

BAB III PENUTUP ………...……….10

A. Kesimpulan ………...………….10

B. Kritik dan Saran ………..………….10

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

Ruptura uteri atau robekan rahim merupakan peristiwa yang amat membahayakan baik untuk ibu maupun untuk janin. Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati ; rupture inkomplet , robekan rahim secara parsial dan peritoneum masih utuh. Angka kejadian sekitar 0.5%.

Ruptura uteri dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi pada uterus yang utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim (pasca miomektomi atau pascasectio caesar) serta dapat terjadi pada ibu yang sedang inpartu (awal persalinan) atau belum inpartu (akhir kehamilan). Kejadian ruptura uteri yang berhubungan dengan cacat rahim adalah sekitar 40% ;r uptura uteri yang berkaitan dengan low segmen caesarean section ( insisi tranversal )adalah kurang dari 1% dan pada classical caesarean section ( insisi longitudinal ) kira kira4% – 7%.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami penyebab, gejala dan tanda serta komplikasi ruptur uteri sehingga dapat menegakkan diagnosa dengan baik dan melakukan persiapan rujukan.

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanankesehatan maternal dan neonatal ) Rupture uteri adalah robeknya dinding uteruspada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral ( Obstetri dan Ginekologi ).

Terjadinya rupture uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya. Kematian ibu dan anak karena rupture uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang tinggi kita jumpai dinegara-negara yang sedang berkembang, seperti afrika dan asia. Angka ini sebenarnya dapat diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping fasilitas pengangkutan dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting.

Ibu-ibu yang telah melakukan pengangkatan rahim, biasanya merasa dirinya tidak sempurna lagi dan perasaan takut diceraikan oleh suaminya. Oleh karena itu, diagnosis yang tepat serta tindakan yang jitu juga penting, misalnya menguasai teknik operasi.

.

B. Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dari ruptur uteri adalah sebagai berikut : 1. Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus

2. Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama 3. Presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus )

Secara etiologi penyebabnya dibagi menjadi 2:

a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC,miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual

b.Karena peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada panggul sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops fetalis, post maturitas dan grande multipara.

(6)

Rupture uteri vioventa (traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti; a. ekstraksi forsep

b. Versi dan ekstraksi c. Embriotomi

d. Versi brakston hicks

e. Sindroma tolakan (pushing sindrom) f. Manual plasenta

g. Curetase

h. Ekspresi kisteler/cred

i. Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan j.Trauma tumpul dan tajam dari luar

Kriteria pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah: 1. Persalinan dengan SC lebih dari satu kali

2. Riwayat SC classic ( midline uterine incision ) 3. Riwayat SC dengan jenis “low vertical incision “ 4. LSCS dengan jahitan uterus satu lapis

5. SC dilakukan kurang dari 2 tahun

6. LSCS pada uterus dengan kelainan congenital

7. Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam

8. Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC 9. Riwayat SC dengan janin makrosomia

10. Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi

C. Patofisiologi

. Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus uteri dan servik uteri.Batas keduanya disebut ishmus uteri pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira kurang lebih dari 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailan terbentuk SBR ishmus ini. Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dari bandl . Lingkaran bandl ini dianggap fisiologi bila terdapat pada 2 sampai 3 jari diatas simpisis, bila meninggi, kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya rupture uteri mengancam (RUM). Rupture uteri terutama disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari uterus. Sedangkan uterus yang sudah cacat, mudah dimengerti, karena adanya lokus minoris persisten. Pada waktu inpartu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan servik menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat) maka SBR yang pasif ini akan tertarik keatas, menjadi bertambah reggang dan tipis. Lingkaran bandl ikut meninggi, sehingga sewaktu-waktu terjadi robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya rupture uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparrtus untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum sacro uterina dan jaringan parametra.

(7)

Diagnosis dan gejala klinis: Gejala rupture uteri mengancam

a. Dalam tanya jawab dikatakan telah ditolong atau didorong oleh dukun atau bidan, partus sudah lama berlangsung.

b. Pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan,bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.

c. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya.

d. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged laboura), yaitu mututkering, lidah kering dan halus badan panas (demam).

e. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus menerus.

f. Ligamentum rotundum teraba seperrti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras terutama sebelah kiri atau keduannya.

g. Pada waktu datangnya his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan sbr teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.

h. Penilaian korpus dan sbr nampak lingkaran bandl sebagai lekukan melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan sbr yang semakin tipis dan teregang. sering lingkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh untuk itu lakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya sbr didinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa. Misalnya terjadi pada asinklintismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.

i. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang keatas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuria. j.Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia).

k.Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti edema portio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.

Gejala-gejala rupture uteri: 1. Anamnesis dan infeksi

a. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut,pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.

b. Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus. c.Muntah-muntah karena rangsangan peritoneum

d. Syok nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak teratur

e. Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tidak begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.

f. Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ketungkai bawah dan dibahu. g.Kontraksi uterus biasanya hilang.

h.Mula-mula terdapat defans muskuler kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis (paralisis khusus).

(8)

2. Palpasi

a. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan. b. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari PAP.

c. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada dirongga perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut, dan di sampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.

d.Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek 3. Auskultasi

Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah rupture, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk kerongga perut.

4. Pemeriksaan dalam

a. Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun kebawah, dengan mudah dapat didorong keatas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak.

b. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi maka dapat diraba usus,omentum dan bagian-bagian janin

c.Kateterisasi hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih. d.Catatan :

1) Gejala rupture uteri incomplit tidak sehebat komplit

2) Rupture uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus biasanya tidak didahului oleh uteri mengancam.

3) Sangat penting untuk diingat lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja tim setelah mengerjakan sesuatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsef, embriotomi dan lain-lain

E. Komplikasi

Komplikasi yang paling menakutkan dan dapat mengancam hidup ibu dan janin adalah ruptura uteri. Ruptura uteri pada jaringan parut dapat dijumpai secara jelas atau tersembunyi. Secara anatomis, ruptura uteri dibagi menjadi ruptura uteri komplit(symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptura uteri komplit,terjadi diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterus dan membran khorioamnion. Sedangkan disebut dehisens bila terjadi robekan jaringan parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi perdarahan.Ketika ruptura uteri terjadi, histerektomi, transfusi darah masif, asfiksia neonatus, kematian ibu dan janin dapat terjadi. Tanda ruptura uteri yang paling sering terjadi adalah pola denyut jantung janin yang tidak menjamin, dengan deselerasi memanjang. Deselerasi lambat, variabel, bradikardi, atau denyut jantung hilang sama sekali juga dapat terjadi. Gejala dan tanda lain termasuk nyeri uterus atau perut, hilangnya stasion bagian terbawah janin, perdarahan pervaginam, hipotensi.

(9)

Adapun risiko ruptura uteri adalah sebagai berikut :1. Jenis parut uterus

2. Penutupan uterus satu lapis atau dua lapis 3. Jumlah sectio caesaria sebelumnya 4. Riwayat persalinan pervaginam 5. Jarak kelahiran

6. Usia ibu

7. Demam pasca seksio

8.Ketebalan segmen bawah uterus ( SBU )

Diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi ruptura uteri, yaitu: 1.Anamnesis yang teliti mengenai riwayat persalinan sebelumnya, jumlah sectio caesaria, riwayat persalinan pervaginam, jarak antar kehamilan, riwayat demam pasca sectio caesaria serta usiaibu.

2.Faktor - faktor yang berhubungan dengan kehamilan sekarang : makrosomia, usia kehamilan, kehamilan ganda, ketebalan segmen bawah uterus, presentasi janin.

3. Faktor yang berhubungan dengan penatalaksanaan persalinan : induksi dan augmentasi, maupun kemungkinan adanya disfungsi pada persalinan.

4. Pemantauan penatalaksanaan VBAC terhadap tanda ancaman ruptura uteri seperti takikardi ibu, nyeri suprasimpisis dan hematuria.

5.Kemampuan mengadakan operasi dalam waktu kurang lebih 30 menit bila terjadi ancaman ruptura uteri

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Umum

Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan darah akut, biasanya perdarahan eksterna dan perdarahan intra abdomen

Pemeriksaan Abdomen

Sewaktu persalinan, kontur uterus yang abnormal atau perubahan kontur uterus yang tiba-tiba dapat menunjukkan adanya ekstrusi janin. Fundus uteri dapat terkontraksi dan erat dengan bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding abdomen diatas fundus yang berkontraksi. Kontraksi uterus dapat berhenti dengan mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba menghilang. Sewaktu atau segera melahirkan, abdomen sering sangat lunak, disertai dengan nyeri lepas mengindikasikan adanya perdarahanintraperitoneum.

Pemeriksaan Pelvis

(10)

Perdarahan pervaginam mungkin hebat. Ruptur uteri setelah melahirkan dikenali melalui eksplorasi manual segmen uterus bagian bawah dan kavum uteri. Segmen uterus bagian bawah merupakan tempat yang paling lazim dari ruptur. Apabila robekannya lengkap, jari-jari pemeriksa dapatmelalui tempat ruptur langsung ke dalam rongga peritoneum, yang dapat dikenali melalui :

1. Permukaan serosa uterus yang halus dan licin 2. Adanya usus dan momentum

3. jari-jari dan tangan dapat digerakkan dengan bebas

G. Penatalaksanaan

Ruptura uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin oleh karena itu tindakan pencegahan sangat penting dilakukan setiap ibu bersalin yang disangka akan mengalami distosia, karena kelainan letak janin, atau pernah mengalami tindakan operatif pada uterus seperti seksio sesarea, dan lain-lain, harus diawali dengan cermat. Hal ini perlu dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan jika timbul gejala-gejala ruptura uteri, sehingga ruptura uteri dicegah terjadinya pada waktu yang tepat

Penanganan

1. Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah laporotomi. sebelumnya penderita diberi trasfusi darah atau sekurang-kurangnya infus cairan garam fisiologik/ringer laktat untuk mencegah terjadinnya syok hipovolemik.

2. Umumyna histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam rongga perut dikeluarkan. Penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus,dimana pinggir robekan masih segar dan rata, serta tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi dan tidak terdapat jaringan yang rapuh dan nekrosis.

BAB III

PENUTUP

(11)

A. KESIMPULAN

Ruptura uteri atau robekan rahim merupakan peristiwa yang amat membahayakan baik untuk ibu maupun untuk janin. Maka dari itulah, kasus ruptur uteri bukan kasus main-main. Perlu pertimbangan matang untuk mengambil setiap keputusan mulai dari menegakkan diagnosis rupture uteri hingga tindakan operasi. Sebab bila tidak, nyawa ibu dan bayi yang akan melayang

Anamnesa dan pola pikir yang cepat dan tepat dalam menilai suatu kondisi yang mengarah pada kasus ruptur uteri akan sangat membantu. Untuk itu perlu penguasaan terhadap tanda-tanda dan prinsip penanganan rupture uteri yang secara klasik adalah nyeri abdomen akut, dan perdarahan pervaginam berwarna merah segar serta keadaan janin yang memburuk.

B. SARAN

Dalam menghadapi ruptura di daerah pedesaan, bidan atau dokter harus segera melakukan rujukan ke tempat pelayanan kesehatan dengan peralatan dan fasilitas yang lebih memadai untuk menyelamatkan jiwa pasien.

(12)

Chunningham, F., Gary., Gant, F., Norman., Leveno, J., Kenneth., et all. Obstetri Williams Edisi 21.

2005. Jakarta: EGC, 560-85.

Wiknjosastro. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1989. Jakarta. 104-07.

Referensi

Dokumen terkait

nifas dengan atonia uteri mendapatkan asuhan yang baik dan tepat. sehingga tidak terjadi kematian ibu akibat atonia uteri di

Kanker leher rahim (serviks) dalam bahasa latin disebut Carcinoma Cervicis Uteri, adalah kanker yang terjadi pada uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang

Saat hamil, mioma uteri cenderung membesar, dan sering juga terjadi perubahan dari tumor yang menyebabkan perdarahan dalam tumor sehingga menimbulkan nyeri.. Selain itu, selama

Ibu nifas dengan paritas berisiko mempunyai risiko 2.2 lebih besar mengalami perdarahan nifas karena atonia uteri Tidak adanya hubungan antara pembesaran

Uterus dalam keadaan utuh (karena pada sectio cesarea, uterus akan diinsisi). Jika terjadi ruptura uteri, maka operasi yang dilakukan adalah laparotomi, dan tidak disebut

Trauma psikologis, trauma ini adalah trauma yang muncul akibat dari suatu peristiwa atau peng- alaman yang luar biasa, yang terjadi secara spontan (mendadak) pada diri

Kanker leher rahim (serviks) dalam bahasa latin disebut Carcinoma Cervicis Uteri, adalah kanker yang terjadi pada uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang

Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat tumor Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, pasien mioma uteri