V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Eksisting Perairan Kali Surabaya
Evaluasi kondisi eksisting perairan Kali Surabaya dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis parameter fisik dan kimia kualitas air dari contoh air yang diambil dengan kriteria mutu kualitas air yang berlaku, yaitu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kali Surabaya telah ditetapkan sebagai badan air golongan B (berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 187 Tahun 1988 tentang Peruntukan Air Sungai di Jawa Timur), yaitu sebagai bahan baku air minum dan keperluan rumah tangga lainnya (sama dengan kelas 1 berdasarkan Peraturan Daerah Jatim Nomor 2 Tahun 2008), maka berdasarkan peraturan tersebut dalam penelitian ini sebagai pembanding digunakan Kriteria Mutu Air (KMA) kelas 1.
5.1.1 Suhu Air
Suhu air memiliki efek langsung dan tidak langsung di hampir semua aspek ekologi sungai serta mempunyai kaitan erat dengan kualitas perairan. Semakin tinggi suhu perairan semakin menurun kualitasnya, karena kandungan oksigen terlarut akan menurun sehingga banyak mikroorganisme perairan yang mati. Tinggi rendahnya suhu air dipengaruhi oleh suhu udara, kedalaman air, tutupan vegetasi di sempadan sungai dan kekeruhan air. Suhu perairan juga dapat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi-reaksi kimia yang berlangsung dalam air. Pada umumnya, semakin tinggi suhu akan semakin cepat proses berlangsungnya reaksi kimia. Suhu perairan yang tinggi akan meningkatkan kelarutan senyawa-senyawa kimia dan mempengaruhi dampak polutan pada kehidupan akuatik.
Hasil pengukuran suhu air diperlihatkan pada Gambar 13. Nilai suhu air Kali Surabaya berfluktuasi dari zona hulu, zona tengah, dan zona hilir. Secara umum, suhu rata-rata perairan Kali Surabaya berkisar antara 28.54 – 29.56 oC, dengan rata-rata keseluruhan 28.99 oC. Nilai suhu tertinggi terdapat di Karang Pilang (32.50 oC) dan nilai terendah terdapat di Gunungsari, Tambangan Cangkir, dan Jembatan Jrebeng (27.00 oC). Hal ini sesuai dengan pendapat Abowei & George (2009), yang menyatakan bahwa suhu air sungai di daerah tropis umumnya bervariasi antara 25 oC dan 35 oC.
26.00 27.00 28.00 29.00 30.00 31.00 32.00 33.00 Periode Pengamatan Suhu (oC) GS 29.00 28.50 31.50 29.50 27.00 JS 28.90 29.00 31.90 29.00 27.50 KP 29.80 29.00 32.50 29.00 27.50 TB 28.80 29.50 29.60 29.00 27.50 TC 28.50 28.40 29.80 29.00 27.00 JJ 28.00 29.60 29.50 29.00 27.00
Agt Sep Okt Nop Des
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP: Karangpilang TB: Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng
Gambar 13 Profil suhu perairan Kali Surabaya.
Perbedaan suhu pada setiap titik pengamatan dipengaruhi oleh suhu udara, perbedaan intensitas cahaya matahari pada saat pengukuran, kondisi iklim, dan cuaca pada saat pengukuran.
28,59 28,73 29,50 29,80 29,60 32,50 31,90 31,50 29,62 27,00 28,00 29,00 30,00 31,00 32,00 33,00 34,00 35,00 40,40 35,20 24,10 15,60 12,00 8,25 6,50 2,60 0,00 Jarak Upstream (km) S u h u
Gambar 14 Profil suhu berdasarkan jarak upstream (km).
Hasil pengukuran suhu ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti Kali Surabaya sebelumnya. Bapedal Jatim (2006) melaporkan rentang suhu Kali Surabaya 28 – 31.7 oC, BLH Kota Surabaya (2008) antara 29.6 – 30.3 oC, dan PJT I (2009) antara 28.0 – 31.9 oC. Secara umum suhu perairan Kali Surabaya
memenuhi Kriteria Mutu Air (KMA) kelas 1 dan dapat digunakan sebagai sumber air baku air minum karena deviasi suhu dari keadaan alamiahnya kurang dari 3 oC. 5.1.2 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter penting dalam pemantauan kualitas air dan penentuan nilai daya guna perairan baik untuk keperluan rumah tangga, irigasi, kehidupan organisme perairan dan kepentingan lainnya. Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman atau kekuatan asam dan basa dalam air. Besarnya pH air mempengaruhi kelarutan dan bentuk senyawa kimia dalam badan air. Perubahan pH dalam perairan akan mempengaruhi perubahan dan aktivitas biologis. Menurut Adeyemo et al. (2008), pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH 6.5 – 8.2. Kategori pH dikatakan buruk jika hasil uji laboratorium mendekati nilai ≤ 6 (bersifat asam) atau mendekati nilai ≥ 9 (bersifat basa). Derajat keasaman yang dianjurkan menurut baku mutu air minum kelas 1 adalah pada kisaran 6 – 9.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH air Kali Surabaya berfluktuasi dari zona hulu, zona tengah dan hilir, namun masih berada pada kisaran pH air normal yaitu pH 6 – 9. Nilai rata-rata pH air Kali Surabaya pada enam titik pengamatan berkisar antara 6.85 - 6.98, dengan nilai rata-rata keseluruhan 6.91. Nilai pH tertinggi terdapat di Jembatan Jrebeng (pH 7.60), sedangkan nilai pH terendah terdapat di Stasiun Tambangan Bambe (pH 5.90). Variasi nilai pH yang teramati dalam penelitian ini sesuai dengan hasil studi sebelumnya yang dilakukan oleh Ekeh dan Sikoki (2003) di sungai Calabar, Ansa (2005) di Delta Niger, dan Abowei dan George (2009) di sungai Bonny yang mencatat nilai pH antara 6.68 – 7.03. Fluktuasi nilai pH pada air sungai menurut Siradz et al. (2008) dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain (i) bahan organik atau limbah organik. Meningkatnya kemasaman dipengaruhi oleh bahan organik yang membebaskan CO2
Secara umum pH perairan Kali Surabaya masih berada pada kisaran yang aman sebagai sumber air baku air minum berdasarkan ambang batas KMA kelas 1 yang mensyaratkan nilai pH antara 6-9. Gambar 15 menampilkan variasi pH
jika mengalami proses penguraian, (ii) bahan anorganik atau limbah anorganik. Air limbah industri bahan anorganik umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga kemasamannya juga tinggi, (iii) basa dan garam basa dalam air, (iv) hujan asam akibat emisi gas.
perairan Kali Surabaya (profil pH) pada setiap titik pengamatan selama periode Agustus – Desember 2009. 5,50 5,70 5,90 6,10 6,30 6,50 6,70 6,90 7,10 7,30 7,50 7,70 7,90 Periode Pengamatan p H GS 6,99 6,80 6,43 6,98 7,10 JS 6,91 6,83 6,66 7,10 7,01 KP 7,10 7,10 6,68 6,80 7,10 TB 7,10 5,90 6,66 7,50 7,10 TC 7,00 7,20 6,35 7,10 6,90 JJ 7,10 6,90 6,41 7,60 6,90
Agt Sep Okt Nop Des
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP: Karangpilang TB: Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng
Gambar 15 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter pH).
Untuk melihat profil pH Kali Surabaya antara hulu-tengah-hilir dapat dilihat hasil pengukuran pH di 9 titik pengamatan mulai Jembatan Canggu (km 40.40) hingga Dam Jagir/Ngagel (km 0) seperti ditunjukan pada Gambar 16.
6,56 6,12 6,41 6,35 6,66 6,68 6,66 6,43 6,05 5,90 6,00 6,10 6,20 6,30 6,40 6,50 6,60 6,70 6,80 40,40 35,20 24,10 15,60 12,00 8,25 6,50 2,60 0,00 Jarak upstream (km) p H
Gambar 16 Profil kualitas air (pH) Kali Surabaya berdasarkan jarak upstream. Fluktuasi nilai pH pada setiap lokasi pengamatan diduga juga dapat disebabkan oleh perbedaan waktu dilakukannya pengambilan contoh dan pengaruh masukkan pencemar industri yang juga bersifat fluktuatif. Rata-rata
nilai pH air Kali Surabaya pada 9 titik pengamatan adalah 6.43 yang berarti sedikit asam. Industri yang diduga berkontribusi terhadap nilai pH Kali Surabaya yang sedikit asam adalah adanya lima perusahaan tahu pada km 2.70 hingga km 23.5 yang membuang air limbahnya secara langsung ke Kali Surabaya. Industri tahu umumnya menggunakan cuka atau asam asetat (CH3COOH) untuk
memadatkan tahu, sehingga menyebabkan kadar pH air limbah rendah dan bersifat asam. Menurut Adeyemo et al. (2008), masalah utama yang terkait dengan asidifikasi adalah peningkatan kelarutan beberapa logam, di samping pengaruhnya terhadap kerusakan daerah pengaliran sungai. Ketika nilai pH perairan < 4.5, maka kelarutan/konsentrasi logam dalam air akan meningkat. Hal ini menyebabkan logam di dalam air dapat bersifat racun bagi ikan dan menjadikan air tidak sesuai lagi untuk peruntukannya.
5.1.3 Konduktivitas
Konduktivitas (DHL) merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui kadar elektrolit terlarutkan dalam air. Nilai konduktivitas dipengaruhi oleh konsentrasi ion, suhu air, dan jumlah padatan terlarut. Pada suatu perairan, semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, nilai DHL semakin tinggi. Air suling memiliki DHL sekitar 1 μS/cm. Perairan alami memiliki nilai DHL sekitar 20 – 1500 μS/cm, sedangkan perairan laut memiliki nilai DHL sangat tinggi karena banyak mengandung garam terlarut. Limbah industri memiliki nilai DHL mencapai 10 000 μS/cm.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai DHL berbeda antara titik pengamatan. Nilai rata-rata DHL pada enam titik pengamatan berkisar 462.6 – 530.6 μS/cm, dengan rata-rata keseluruhan 491.47 μS/cm. Nilai rata-rata DHL tertinggi ditemukan di Tambangan Bambe (530.6 μS/cm) dan terendah di Jembatan Jrebeng (462.6 μS/cm). Secara keseluruhan nilai DHL Kali Surabaya berada di bawah KMA kelas 1, yang mensyaratkan nilai DHL maksimum 500
μS/cm, meskipun pada beberapa titik pengamatan nilai DHL melebihi batas KMA kelas 1. Gambar 17 menampilkan variasi nilai DHL (profil DHL) Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan.
400 450 500 550 600 650 700 Periode Pengamatan D H L (uS/cm) GS 505 485 477 423 487 JS 543 522 478 427 486 KP 532 517 474 443 483 TB 530 590 475 513 545 TC 512 639 457 429 459 JJ 465 473 460 439 476
Agt Sep Okt Nop Des
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP: Karangpilang TB: Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng
Gambar 17 Profil konduktivitas Kali Surabaya.
Pola perubahan nilai DHL Kali Surabaya antara zona hulu, zona tengah dan hilir dapat dilihat dari hasil pengukuran DHL tanggal 5 Oktober 2009 mulai Jembatan Canggu (km 40.40) hingga Dam Jagir (Ngagel, km 0) seperti ditunjukkan pada Gambar 18.
429 459 460 457 473 474 478 477 485 420 430 440 450 460 470 480 490 40.4 35.2 24.1 15.6 12 8.25 6.5 2.6 0 Jarak Upstream (km) D H L (uS/cm)
Gambar 18 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DHL) berdasarkan jarak upstream.
Secara umum terdapat kecenderungan peningkatan nilai DHL pada zona hulu ke hilir dari 429 μS/cm (hulu) menjadi 485 μS/cm (hilir). Hasil penelitian ini sesuai pendapat Abowei dan George (2009) dan Alam et al. (2007), yang
menyatakan bahwa nilai DHL air sungai meningkat dari hulu ke hilir dan nilai DHL musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan. Hal ini diduga terkait dengan meningkatnya pembuangan limbah di zona tengah dan hilir daerah aliran sungai yang sejalan dengan makin meningkatnya kepadatan penduduk dan industri di daerah tersebut. Kondisi tersebut sejalan pendapat Saeni (1989), yang mengatakan bahwa peningkatkan nilai DHL merupakan akibat kenaikan garam-garam terlarut (seperti garam-garam natrium, magnesium, klorida, dan sulfat) dan padatan terlarut yang berasal dari buangan penduduk, limbah industri, limpasan daerah pertanian, dan masuknya bahan-bahan aerosol ke dalam air.
5.1.4 Total Padatan Tersuspensi (TSS)
Padatan tersuspensi terdiri atas partikel-partikel tersuspensi berupa lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Padatan tersuspensi mengandung bahan organik dan anorganik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai total padatan tersuspensi (TSS) di perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar antara 56.67 – 74.67 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan adalah 65.01 mg/l. Nilai TSS tertinggi ditemukan di Jembatan Jrebeng (74.67 mg/l) dan terendah di Tambangan Cangkir (56.67 mg/l). Fakta lain yang teramati adalah pada musim hujan terjadi peningkatan nilai TSS secara signifikan dari rata-rata 28.25 – 60.48 mg/l pada periode Agustus- Nopember (musim kemarau) menjadi 153.05 mg/l periode Desember (musim hujan). Tingginya kadar TSS di Kali Surabaya disebabkan oleh banyaknya partikel-partikel tersuspensi yang terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air atau akibat pengendapan dan pembusukan bahan organik yang bersumber dari limbah pemukiman dan industri. Hal ini sesuai dengan pendapat Alam et al. (2007) yang menyatakan bahwa peningkatan nilai TSS ini disebabkan oleh keberadaan lumpur (silt) dan partikel-partikel lempung (clay) yang meningkat di air sungai. Hasil pengukuran TSS Kali Surabaya ditunjukkan pada Gambar 19.
Baku mutu air tahun 2001 menetapkan bahwa kadar maksimum TSS yang diperbolehkan dalam penggunaan air kelas 1 adalah 50 mg/l. Dengan demikian, secara umum Kali Surabaya tidak layak untuk dimanfaatkan sebagai sumber baku
air minum. 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Periode Pengamatan TSS (mg/l) GS 65.20 34.00 22.00 45.00 166.35 JS 24.00 20.00 34.00 56.00 163.07 KP 74.00 28.30 36.00 37.00 165.60 TB 68.64 38.00 55.00 38.00 123.53 TC 64.33 19.20 39.00 39.70 121.10 JJ 66.71 30.00 48.00 50.00 178.63 BM-TSS 50 50 50 50 50
Agt Sep Okt Nop Des
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB: Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-TSS: Baku Mutu TSS
Gambar 19 Sebaran nilai TSS Kali Surabaya.
Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Menurut Adedokun et al. (2008), padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga menghambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam badan air. Kedua, secara langsung TSS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang.
5.1.5 Kandungan Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas air kunci yang menggambarkan kondisi kesegaran air. Menurut Raja et al. (2008), kadar DO menunjukkan jumlah oksigen terlarut dalam air atau mengindikasikan status oksigen dalam badan air. Kadar DO dalam perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l. Kandungan DO merupakan hal penting bagi kelangsungan organisme
perairan, sehingga penentuan kadar oksigen terlarut dalam air dapat dijadikan ukuran untuk menentukan mutu air. Oksigen terlarut merupakan kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup organisme suatu perairan dan dapat menjadi faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup dalam air. Perairan yang tercemar bahan organik akan mengalami penurunan kandungan oksigen terlarut karena oksigen yang tersedia dalam air akan digunakan mikroorganisme untuk menguraikan bahan pencemar organik. Pencemaran organik yang berlebihan akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme pengurai, sehingga akan menimbulkan kondisi perairan tanpa oksigen (anoksik). Pada kondisi perairan anoksik, penguraian bahan organik tetap berlanjut namun terjadi secara anaerobik yang akan menghasilkan gas berbau busuk, diantaranya gas metan (CH4), amoniak
(NH3) atau hidrogen sulfida (H2S) (Bapedal 2006).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut (DO) di perairan Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan di zona hulu lebih tinggi dibandingkan zona tengah dan hilir. Nilai DO tertinggi terdapat di Jembatan Jrebeng (6.0 mg/l), sedangkan nilai DO terendah terdapat di Jembatan Sepanjang (2.5 mg/l). Nilai DO rata-rata berkisar 3.24 - 5.44 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 4.06 mg/l. Nilai DO ini lebih baik dibandingkan hasil penelitian Bapedal (2006) di dua titik pengamatan (Bambe dan Pagesangan) dengan nilai DO berkisar 0.77 – 1.87 mg/l, PJT I (2008) pada titik pantau Gunungsari, Karang Pilang dan Ngagel menemukan kadar DO berkisar 2.91 – 3.78 mg/l dan Maulidya dan Karnaningroem (2010) yang menemukan kadar DO Kali Surabaya segmen Gunungsari-Jagir sebesar 2 – 5 mg/l. Menurut Akan et al. (2010), standar DO yang ditentukan untuk keberlanjutan kehidupan organisme perairan adalah 5 mg/l, di bawah nilai tersebut berdampak negatif terhadap kehidupan organisme perairan. Jika konsentrasi DO di perairan berada di bawah 2 mg/l menyebabkan kematian pada kebanyakan ikan. Data kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter DO ditunjukkan pada Gambar 20.
Gambar 20 menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut berfluktuasi antara periode pengamatan. Fluktuasi tersebut diduga akibat proses pencampuran (mixing) dan pergerakan massa air (turbulence), aktifitas fotosintesis, respirasi dan pengaruh limbah (effluent) yang masuk ke dalam badan air.
2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 Periode Pengamatan Kadar DO (mg/l) GS 3.2 3.5 3.8 3.0 3.2 JS 3.4 3.2 2.5 3.2 3.9 KP 3.4 3.4 3.8 3.2 4.0 TB 3.6 3.4 3.6 3.9 4.8 TC 4.9 4.8 3.9 5.4 5.5 JJ 5.9 5.9 4.6 4.8 6.0 BM-DO 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0
Agt Sep Okt Nop Des
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-DO : Baku Mutu DO
Gambar 20 Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter DO.
Secara umum, kadar oksigen terlarut Kali Surabaya tidak memenuhi KMA kelas 1 yang mensyaratkan kadar DO > 6 mg/l. Kadar DO tersebut memberikan gambaran bahwa secara umum Kali Surabaya sudah tercemar oleh bahan organik yang mudah terurai. Hal ini sejalan dengan pendapat Rahayu dan Tontowi (2005) yang menyatakan bahwa besarnya oksigen terlarut dalam air menunjukkan tingkat kesegaran air di lokasi tersebut, sehingga apabila kadar oksigen terlarut rendah maka ada indikasi telah terjadi pencemaran oleh zat organik. Hal ini terjadi karena semakin banyak zat organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme, semakin banyak pula oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme. Di samping itu, menurunnya kadar DO juga disebabkan oleh banyaknya limbah organik yang berasal dari limbah domestik dan limbah industri terutama di sekitar Kali Tengah. Profil kadar DO Kali Surabaya pada zona hulu-tengah-hilir ditunjukan pada Gambar 21 berikut:
6.6 5.5 4.6 3.9 3.6 3.8 2.5 3.8 2.7 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 40.4 35.2 24.1 15.6 12 8.25 6.5 2.6 0 Jarak Upstream (km) Kadar DO (mg/l)
DO terukur Baku Mutu-DO
Gambar 21 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DO) pada bulan Oktober berdasarkan jarak upstream.
Kadar DO pada zona hulu lebih tinggi daripada zona tengah dan hilir dengan nilai tertinggi 6.6 mg/l teramati di Canggu (km 40.4) dan terendah 2.5 mg/l di Gunungsari (km 6.5) (Gambar 21). Kecenderungan serupa juga dilaporkan oleh Hart dan Zabbey (2005) dan Davies et al. (2008). Menurut Ayoade et al. (2006) dan Siradz et al. (2008), kadar DO yang lebih rendah pada zona hilir menunjukkan bahwa kondisi sungai pada zona hilir lebih tercemar terutama oleh bahan organik. Limbah domestik, pertanian, efluen industri dan sampah yang di buang ke dalam sungai menjadi penyebab utama tingginya tingkat pencemaran di bagian hilir sungai. Penurunan kadar DO dapat terjadi karena adanya penambahan beban pencemaran organik dalam jumlah besar, yang disebabkan oleh buangan limbah cair yang melebihi kemampuan self purifikasi sungai dan adanya bahan kimia yang dapat teroksidasi oleh oksigen. Selain itu, peristiwa resuspensi akibat penambahan debit air secara tiba-tiba mengakibatkan larutan-larutan racun di dasar sungai dapat terangkat dan tersuspensi dalam air sehingga meningkatkan kekeruhan.
5.1.6 Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)
BOD adalah kebutuhan oksigen untuk mendegradasi bahan organik menjadi anorganik tidak stabil kemudian menjadi senyawa lebih stabil. Besaran BOD digunakan sebagai cara untuk mengindikasikan pencemaran organik di perairan. Semakin banyak bahan organik yang terdapat dalam perairan, maka makin besar
jumlah oksigen yang dibutuhkan, sehingga harga BOD semakin besar yang mengindikasikan tingginya tingkat pencemaran.
Hasil penelitian memperlihatkan, bahwa nilai BOD antar titik pengamatan dan periode pengamatan sangat beragam (Gambar 22). Nilai BOD Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan rata-rata berkisar antara 3.35 - 10.75 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 4.84 mg/l. Hasil ini sesuai dengan pemantauan BLH (2008) di tiga titik pantau Kali Surabaya (Kedurus, Gunungsari, dan Wonokromo) dengan nilai BOD 3.50 – 5.51 mg/l, PJT I (2010) di titik pantau Karang Pilang dengan nilai BOD 3.33 – 17.75 mg/l, Gunungsari 3.07 – 6.03 mg/l dan Jagir 3.12 – 14.85 mg/l, namun berbeda dengan hasil penelitian Maulidya dan Karnaningroem (2010) di segmen Gunungsari – Jagir dengan nilai BOD berkisar 11 – 48 mg/l. Keseluruhan nilai rata-rata BOD Kali Surabaya berada di atas ambang batas KMA kelas 1 yang mensyaratkan nilai BOD maksimum 2 mg/l. Menurut Siradz et al. (2008), nilai BOD yang tinggi secara langsung mencerminkan tingginya kegiatan mikroorganisme di dalam air dan secara tidak langsung memberikan petunjuk tentang kandungan bahan-bahan organik yang tersuspensikan. 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 Periode Pengamatan B O D (mg/l) GS 3.22 2.64 2.79 1.92 6.17 JS 4.95 2.52 3.09 4.22 5.17 KP 3.77 3.21 3.72 3.13 5.81 TB 4.07 35.63 3.15 4.94 5.98 TC 2.75 2.78 3.39 3.21 5.22 JJ 3.13 2.89 2.95 3.62 5.08 BM-BOD 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
Agt Sep Okt Nop Des
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-BOD : Baku Mutu BOD
Secara umum, nilai BOD hasil pengukuran tidak selalu meningkat dari hulu ke hilir, karena di setiap titik dapat terjadi pemasukan buangan organik ke sungai dengan konsentrasi BOD dan debit tertentu yang dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan konsentrasi BOD sungai. Hal tersebut diperkuat Abowei & George (2009) yang menyatakan bahwa nilai BOD secara umum tidak berbeda secara signifikan antar musim dan antara hulu – hilir. Nilai BOD ekstrem ditemukan pada pengukuran bulan September 2009 di Stasiun Tambangan Bambe dengan nilai BOD mencapai 35.63 mg/l.
5.1.7 Kebutuhan Oksigen Kimia Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) menunjukkan jumlah oksigen total yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar dibiodegradasi secara biologis (non-biodegradable). Nilai COD dapat digunakan sebagai ukuran bagi pencemaran air oleh bahan-bahan organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya kadar DO di dalam air.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kadar COD perairan Kali Surabaya pada enam titik pengamatan rata-rata berkisar 11.21 – 28.89 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 16.03 mg/l. Nilai rata-rata COD tertinggi ditemukan di Tambangan Bambe (28.89 mg/l) dan nilai terendah di Jembatan Jrebeng (11.21 mg/l). Hasil penelitian ini sesuai hasil pemantauan PJT I (2010) periode Januari – Juni 2010 di titik pantau Karang Pilang dengan nilai COD 12.54 – 52.82 mg/l, Gunungsari 9.26 – 28.37 mg/l dan Jagir 12.00 – 42.97 mg/l. Perbandingan nilai rata-rata antara BOD5
Secara keseluruhan, perairan Kali Surabaya ditinjau dari kadar COD tidak layak sebagai sumber air baku air minum berdasarkan ambang batas KMA kelas 1 dan COD adalah 4.84/16.03 atau 0.30. Menurut Alaerts dan Santika (1984), hal ini memperlihatkan bahwa di samping terdapat bahan-bahan pencemar organik yang dapat dibiodegradasi oleh mikroorganisme terdapat juga bahan-bahan yang tidak dapat dibiodegradasi. Hal tersebut diperkuat pendapat Raja et al. (2008), yang menyatakan bahwa nilai COD yang lebih tinggi dari nilai BOD mengindikasikan keberadaan bahan-bahan yang dapat teroksidasi secara kimia terutama adalah bahan-bahan non-biodegradable.
yang mensyaratkan nilai COD maksimum 10 mg/l. Data hasil pengukuran kadar COD perairan Kali Surabaya disajikan pada Gambar 23.
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 Periode Pengamatan C O D (mg/l) GS 12.30 9.35 9.40 6.55 32.11 JS 16.28 7.54 10.49 13.69 25.21 KP 12.58 11.63 15.51 10.12 22.27 TB 14.63 74.90 10.10 20.06 24.74 TC 10.89 9.36 14.68 11.30 19.20 JJ 9.66 8.78 9.04 10.28 18.31 BM-COD 10 10 10 10 10
Agt Sep Okt Nop Des
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-COD : Baku Mutu COD
Gambar 23 Kualitas Kali Surabaya (parameter COD).
Sumber pencemar BOD dan COD di Kali Surabaya yang dominan adalah limbah domestik dan limbah industri. Kontribusi limbah domestik terhadap tingginya nilai BOD dan COD Kali Surabaya adalah 59.77% dan 54.11%, sedangkan sumber BOD sebesar 40.05% dan COD sebesar 45.75% berasal dari limbah industri. Kontribusi sektor industri terhadap tingginya konsentrasi BOD dan COD Kali Surabaya terutama berasal dari buangan limbah empat industri kertas, satu industri MSG, satu industri RPH, dan lima industri tahu.
Di Sepanjang Kali Surabaya setidaknya terdapat lima industri tahu yang membuang air limbahnya secara langsung ke Kali Surabaya. Kelima industri tersebut adalah Perusahaan Tahu Kedurus, CV Sidomakmur, Perusahaan Tahu Purnomo, Perusahaan Tahu Halim, dan Perusahaan Tahu Gunungsari. Kapasitas produksi masing-masing industri tahu tersebut adalah 4 – 7 ton/hari. Industri tahu
merupakan industri yang banyak menggunakan air dalam proses produksinya baik sebagai bahan pencuci, pendingin dan bahan baku produksinya. Air yang digunakan dalam proses produksinya sekitar 25 liter/kg bahan baku kedelai. Mengingat kedelai sebagai bahan baku tahu mengandung protein (34.9%), karbohidrat (34.8%), lemak (18,1%) dan bahan-bahan nutrisi lainnya, maka limbah cair yang dihasilkan dapat mengandung bahan organik yang tinggi. Akibatnya limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemar BOD dan COD. Hal tersebut dikuatkan dengan hasil penelitian Nuriswanto (1995) yang menunjukkan bahwa air limbah industri tahu memiliki angka BOD 1070 - 2600 mg/l, COD 1940 - 4800 mg/l, dan nilai pH 4.5 – 5.7.
Rumah Potong Hewan (RPH) Kedurus merupakan RPH milik Pemerintah Kota Surabaya. RPH Kedurus yang setiap hari memotong sekitar 50 - 75 ekor sapi juga membuang langsung limbahnya ke Kali Surabaya. Limbah bekas pemotongan hewan mengalir melalui parit sepanjang sekitar 30 meter, limbah tersebut berwarna merah tua dan mengeluarkan bau busuk menyengat. Limbah RPH mengandung bahan pencemar organik yang tinggi. Hasil pemantauan PJT I (2009), limbah RPH Kedurus pernah mencapai 12,965 mg/l untuk BOD dan 13,902.6 mg/l untuk COD serta pH 8.01 (basa). Padahal baku mutu BOD dan COD limbah RPH masing-masing adalah 100 dan 250 mg/l.
5.1.8 Nitrat, Nitrit dan Amonia
Nitrat adalah salah satu bentuk senyawa nitrogen dan nutrien penting bagi pertumbuhan, reproduksi, dan kehidupan organisme. Menurut Adedokun et al. (2008), senyawa nitrat terbentuk sebagai produk akhir oksidasi biokimia amonia yang dihasilkan dari pemecahan protein. Kandungan nitrat dan nitrit dalam air sungai sangat bergantung pada transpormasi secara mikrobial yang juga bergantung pada nilai DO. Kontaminasi nitrat pada air permukaan secara signifikan ditemukan pada daerah dengan tekanan penduduk tinggi dan daerah pengembangan pertanian (Adedokun et al. 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar nitrat perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar 0.693 – 1.203 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.923 mg/l. Nilai rata-rata kadar nitrat tertinggi ditemukan di Jembatan Jrebeng (0.923 mg/l) dan terendah di Tambangan Bambe (0.693 mg/l). Keberadaan nitrat tersebut diduga berasal dari penggunaan pupuk pada lahan pertanian dekat sungai di
bagian hulu Kali Surabaya. Dugaan tersebut didasarkan atas beberapa laporan tentang kontaminasi nitrat pada air sungai akibat limbah pertanian, buangan domestik, dan limbah peternakan seperti yang dilaporkan Alam (1995), Adedokun et al. (2008), Raja et al. (2008), dan Hassan et al. (2008). Fakta lain yang teramati adalah nilai rata-rata kadar N-NO3 pada saat terjadi hujan (Desember) lebih tinggi
dibandingkan pada musim kemarau. Pada bulan Desember rata-rata nilai N-NO3
1.31 mg/l, sedangkan pada bulan Agustus – November berkisar 0.68 – 0.94 mg/l. Kondisi tersebut sesuai hasil penelitian Adeyemo et al. (2008), Hassan et al. (2008), dan Nwankwoala et al. (2009), yang menyimpulkan bahwa kadar nitrat pada musim hujan lebih tinggi dari musim kemarau, karena air hujan dapat membilas deposit nitrat yang terdapat pada permukaan tanah, namun kadar nitrat juga dapat menurun secara drastis jika terjadi musim hujan berkepanjangan. Selain itu tingginya kadar nitrat pada musim hujan mungkin juga disebabkan meningkatnya kadar DO, sebaliknya penurunan kadar nitrat pada musim kemarau mungkin akibat penyerapan oleh fitoplankton (Hassan et al. 2008). Profil penyebaran kadar N-NO3
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 Periode Pengamatan Kadar N-NO3 (mg/l) GS 0.761 0.978 0.921 0.600 1.503 JS 0.519 1.024 1.075 0.621 1.102 KP 0.659 0.688 0.982 0.508 1.287 TB 0.790 0.029 0.857 0.445 1.342 TC 0.855 0.864 0.919 0.928 1.407 JJ 1.844 1.080 0.876 0.998 1.216 BM-[N-NO3] 10 10 10 10 10
Agt Sep Okt Nop Des
Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan disajikan pada Gambar 24.
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[N-NO3] : Baku Mutu N-NO3
Secara umum, kadar N-NO3 perairan Kali Surabaya masih berada di bawah
KMA kelas 1 yang mensyaratkan kadar N-NO3 maksimum 10 mg/l. Berdasarkan
kadar N-NO3 Kali Surabaya tidak tercemar oleh senyawa nitrat dan masih layak
sebagai sumber air baku air minum.
Hasil pengukuran kadar nitrit (N-NO2) perairan Kali Surabaya rata-rata
berkisar 0.108 – 0.187 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.139 mg/l. Nilai rata-rata kadar N-NO2 tertinggi ditemukan di Gunungsari (0.187 mg/l) dan
terendah di Jembatan Sepanjang (0.108 mg/l). Gambar 25 memperlihatkan sebaran nilai rata-rata N-NO2 Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan yang
mewakili bagian hulu, tengah dan hilir Kali Surabaya.
Secara umum, nilai nitrit di perairan Kali Surabaya suda h melampaui ambang batas baku mutu air kelas 1 yang mensyaratkan kadar nitrit maksimum 0.06 mg/l. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, Kali Surabaya ditinjau dari parameter N-NO2
0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 0.400 0.450 0.500 Periode Pengamatan Kadar N-NO2 (mg/l) GS 0.116 0.454 0.120 0.084 0.161 JS 0.092 0.133 0.120 0.066 0.130 KP 0.135 0.085 0.120 0.249 0.127 TB 0.116 0.002 0.132 0.358 0.149 TC 0.061 0.073 0.173 0.161 0.111 JJ 0.067 0.147 0.173 0.049 0.210 BM-[N-NO2] 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06
Agt Sep Okt Nop Des
tidak layak digunakan sebagai sumber air baku air minum. Tingginya kadar nitrit Kali Surabaya diduga berasal dari masukan limbah rumah tangga dan limbah industri di sepanjang Kali Surabaya terutama industri makanan dan industri percetakan.
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[N-NO2] : Baku Mutu N-NO2
Hasil analisis kadar N-NH3 di perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar
antara 0.130 – 0.363 mg/l dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.216 mg/l. Nilai rata-rata kadar N-NH3 di temukan di Karang Pilang dan terendah di Jembatan
Jrebeng. Kadar N-NH3 yang lebih besar dari 0.1 mg/l tersebut mengindikasikan
terjadinya pencemaran air dan mengganggu kehidupan ikan dan organisme
akuatik lainnya
1 mensyaratkan kadar N-NH3 maksimum 0.5 mg/l maka ditinjau dari parameter
N-NH3 Kali Surabaya masih layak digunakan sebagai sumber air baku air minum.
Hasil analisis kadar N-NH3
0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 Periode Pengamatan Kadar N-NH3 (mg/l) GS 0.317 0.248 0.208 0.082 0.164 JS 0.215 0.102 0.182 0.087 0.173 KP 0.492 0.395 0.233 0.460 0.237 TB 0.280 0.152 0.131 0.135 0.196 TC 0.199 0.350 0.246 0.315 0.227 JJ 0.139 0.142 0.097 0.099 0.172 BM-[N-NH3] 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50
Agt Sep Okt Nop Des
diperlihatkan pada Gambar 26.
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[N-NH3] : Baku Mutu N-NH3
Gambar 26 Profil kualitas Kali Surabaya (paramater N-NH3
Amonia bebas (NH
).
3) yang tidak terionisasi bersifat toksik bagi organisme
akuatik. Persentase amonia bebas meningkat dengan meningkatnya pH dan suhu perairan. Menurut Effendi (2003), toksisitas amonia terhadap organisme akuatik dipengaruhi oleh pH, kadar oksigen terlarut, dan suhu. Pada pH rendah amonia akan bersifat racun jika jumlahnya banyak, sedangkan pada kondisi pH tinggi amonia akan bersifat racun meskipun kadarnya rendah. Ketika kadar N-NH3
mencapai 0.06 mg/l, ikan akan mengalami kerusakan insang dan pada kadar 0.2 mg/l, ikan yang sensitif seperti beberapa jenis ikan air tawar dan ikan salmon
mulai mati, bahkan jika kadar N-NH3 mendekati 2.0 mg/l beberapa jenis ikan
yang toleran (seperti ikan gurame) mulai mati ( 5.1.9 Kadar Fosfat
Posfat merupakan anion yang tidak diinginkan dalam air, karena keberadaannya menjadi faktor pembatas eutrofikasi dan menimbulkan efek negatif bagi kehidupan akuatik. Menurut Adeyemo et al. (2003), kandungan fosfat dan nitrat yang tinggi dalam perairan dapat menyebabkan eutrofokasi yakni meningkatkan pertumbuhan alga dan menurunkan kandungan oksigen terlarut dalam air. Senyawa fosfat di perairan dapat berasal dari sumber alami (seperti erosi tanah, buangan dari hewan, dan lapukan tumbuhan) dan dari limbah industri, limbah pertanian, dan limbah domestik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fosfat (P-PO4) di perairan Kali
Surabaya rata-rata berkisar 0.140 – 0.202 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.165 mg/l. Nilai rata-rata kadar P-PO4
0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 Periode Pengamatan Kadar P-PO4 (mg/l) GS 0.131 0.201 0.192 0.108 0.211 JS 0.065 0.191 0.209 0.084 0.260 KP 0.192 0.189 0.175 0.213 0.240 TB 0.065 0.187 0.202 0.116 0.163 TC 0.166 0.179 0.176 0.083 0.261 JJ 0.098 0.176 0.123 0.113 0.192 BM-[P-PO4] 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20
Agt Sep Okt Nop Des
ditemukan di Karang Pilang (0.202 mg/l) dan terendah di Jembatan Jrebeng (0.140 mg/l). Hasil analisis kadar fosfat di perairan Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan disajikan pada Gambar 27.
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[P-PO4] : Baku Mutu P-PO4
Gambar 27 Sebaran kadar P-PO4
Berdasarkan KMA kelas 1 yang mempersyaratkan kadar P-PO perairan Kali Surabaya.
4 maksimum
Surabaya hanya Stasiun Karang Pilang yang tidak memenuhi baku mutu. Keberadaan fosfat di Kali Surabaya diduga bersumber dari limbah domestik (terutama kotoran manusia dan deterjen) dan limbah industri terutama industri makanan dan minuman, industri percetakan, industri plastik, dan industri deterjen Wing Surya serta limbah pertanian. Hal ini sesuai dengan pendapat Alaerts dan Santika (1984), yang menyatakan bahwa sumber senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan pertanian. Di daerah pertanian (hulu Kali Surabaya) senyawa fosfat berasal dari bahan pupuk, yang masuk ke dalam sungai melalui saluran pembuangan dan aliran air hujan. Fosfat dapat memasuki sungai melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan deterjen yang mengandung fosfat. Pendapat tersebut diperkuat Adedokun et al. (2008), yang menyatakan bahwa keberadaan ion posfat dalam air sungai disebabkan oleh pelepasan limbah pertanian ke dalam sungai dan atau penggunaan aditif posfat dalam formulasi deterjen (Na5P3O10
Hasil penelitian kandungan logam berat Hg, Pb, dan Cd di perairan Kali Surabaya memperlihatkan, bahwa kandungan logam berat terutama Pb dan Cd tidak selalu terdeteksi pada setiap titik pengamatan (Tabel 28). Untuk Hg, dari tiga kali pengukuran pada enam titik pengamatan, sebanyak 16 (89%) contoh mengandung Hg dengan kadar yang bervariasi dan 83% sampel diantaranya mengandung Hg dengan kadar yang melebihi KMA kelas 1 yang mensyaratkan kadar Hg maksimum 0.001 mg/l. Tingkat pencemaran merkuri cukup tinggi ditemukan pada zona tengah (Tambangan Bambe) dan zona hulu (Tambangan ) yang masuk ke dalam badan air melalui produksi limbah cair industri, domestik/perkotaan dan atau dari industri pakaian dan pencelupan warna.
5.1.10 Logam Merkuri, Timbal, dan Kadmium
Logam merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) merupakan kelompok logam berat yang tidak dapat didegradasi oleh tubuh, bersifat toksis walaupun pada konsentrasi rendah, dan keberadaannya dalam lingkungan perairan telah menjadi permasalahan lingkungan hidup. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi, yakni peningkatan konsentrasi unsur logam tersebut dalam tubuh makluk hidup mengikuti tingkatan dalam rantai makanan. Akumulasi konsentrasi logam berat di alam mengakibatkan konsentrasi logam berat di tubuh manusia menjadi tinggi, karena jumlah logam berat yang terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan jumlah yang terekresi/terdegradasi.
Cangkir), konsentrasi rata-rata merkuri masing-masing mencapai 0.0212 mg/l atau 21.2 kali lipat dan 0.0159 mg/l atau 15.9 kali lipat dari KMA kelas 1, sedangkan nilai rata-rata kadar Hg keseluruhan adalah 0.0092 mg/l. Dengan demikian, secara umum Kali Surabaya tercemar merkuri hingga 9.2 kali lipat dari standar peruntukan air kelas 1 sebagai bahan baku air minum. Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan rerata kadar Hg, Pb, dan Cd pada enam titik pengamatan ditunjukkan pada Gambar 28.
Tabel 28 Konsentrasi Hg, Pb, dan Cd perairan Kali Surabaya
No. Lokasi Tanggal Konsentrasi (mg/l)
Hg Pb Cd 1 Gunungsari 12/09/2009 0.0014 0.0504 tt 05/10/2009 0.0046 0.0774 tt 24/11/2009 0.0028 0.0306 tt 0.0029* 0.0528* tt* 2 Sepanjang 12/09/2009 0.0002 0.0180 tt 05/10/2009 0.0143 0.0153 tt 24/11/2009 0.0028 tt tt 0.0058* 0.0111* tt* 3 K. Pilang 12/09/2009 0.0045 0.0221 tt 05/10/2009 0.0089 0.0114 0.0102 24/11/2009 0.0103 tt tt 0.0079* 0.0112* 0.0034* 4 T. Bambe 12/09/2009 0.0014 tt tt 05/10/2009 0.0390 tt tt 24/11/2009 0.0233 0.0103 tt 0.0212* 0.0034* tt* 5 T. Cangkir 12/09/2009 0.0206 tt 0.0107 05/10/2009 0.0133 tt 0.0168 24/11/2009 0.0138 tt tt 0.0159* tt* 0.0092* 6 J. Jrebeng 12/09/2009 tt tt 0.0160 05/10/2009 0.0040 tt tt 24/11/2009 tt tt tt 0.0013* tt* 0.0053* Rerata Total 0.0092 0.0131 0.0030 Baku Mutu 0.001 0.03 0,01
Ket.: *= rerata, tt = tidak terdeteksi, LOD Hg 0.002 µg/l, Pb = 0.0010 mg/l, Cd = 0.0018 mg/l.
Konsentrasi rata-rata Hg yang terukur dalam badan air Kali Surabaya berada di bawah nilai rata-rata Hg dalam sedimen, hasil penelitian Amtasi (2010) menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi Hg di sedimen Kali Surabaya adalah 0.190 mg/l atau 190 kali lipat dari KMA kelas 1. Kelarutan Hg dalam air dipengaruhi oleh pH, pada pH tinggi kelarutan Hg rendah sehingga konsentrasi Hg dalam badan air yang terukur menjadi rendah. Hal tersebut sesuai pendapat Pikir (1991) dan Palar (2004) yang menyatakan bahwa, kenaikan pH menurunkan
kelarutan logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur. Kondisi ini menyebabkan kandungan logam berat dalam sedimen jauh lebih tinggi dibandingkan dalam badan air. 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 Stasiun Pengamatan Kadar Rerata (mg/l) Hg 0.0029 0.0058 0.0079 0.0212 0.0159 0.0013 Pb 0.0528 0.0111 0.0112 0.0034 0 0 Cd 0 0 0.0034 0 0.016 0.0053 GS JS KP TB TC JJ
Gambar 28 Rerata kadar Hg, Pb, dan Cd di beberapa lokasi Kali Surabaya. Tingginya kadar merkuri di Kali Surabaya, diduga bersumber dari limbah penyemakan kulit, industri kertas, dan industri logam di sepanjang Kali Surabaya. Industri penyamakan kulit (terdapat di km 18.55) mengeluarkan limbah cair yang umumnya mengandung merkuri dalam bentuk senyawa HgCl2 atau Hg(CN)2.
HgCl2 adalah garam yang paling mudah larut dan juga digunakan pada pelapisan
logam dan pembersih hama. Hg(CN)2 banyak digunakan pada industri kimia.
Industri pulp dan kertas (terdapat di km 11.40, km 13.20, km 19.80 dan km 24.20) diduga sebagai penyumbang logam ini. Selain dua jenis garam merkuri di atas, jenis lain dari garam merkuri juga biasa digunakan sebagai fungisida untuk membunuh jamur di dalam pulp, kertas, cat dan industri-industri pertanian. Menurut Fardiaz (1992), senyawa Fenil merkuri asetat (FMA) merupakan komponen organomerkuri terpenting secara komersial yang banyak digunakan oleh industri pulp dan kertas untuk mencegah pembentukan lendir pada pulp kertas yang masih basah selama pengolahan dan penyimpanan. Pada industri-industri pertanian, komponen organomerkuri digunakan sebagai pelapis benih untuk mencegah pertumbuhan kapang, sedangkan pada industri kimia terutama
industri klor-alkali yang banyak memproduksi klorin dan soda kaustik (NaOH) dan industri plastik yang banyak menggunakan vinil klorida, logam merkuri digunakan sebagai katalis atau katoda dalam sel elektrolisis.
Industri logam di sapanjang Kali Surabaya yang berlokasi di km 11.60, km 11.90, dan km 17.10 juga berpotensi sebagai sumber pencemar Hg. Hal tersebut didukung hasil penelitian Sudarmaji dan Yudhastuti (2005), yang menyatakan bahwa di sepanjang Kali Brantas, Kali Surabaya, dan Kali Mas terdapat 19 industri dengan cemaran limbah berupa logam berat (Hg, Cu, Fe, Cr, Mn, Pb, Cd, Zn, dan Ni) dan terdapat 15 industri yang limbahnya mengandung Hg. Jenis industri di maksud adalah industri kertas, industri penyamakan kulit, industri kimia, dan industri logam.
Nilai kandungan logam berat Pb di badan air Kali Surabaya memiliki variasi yang cukup tinggi, namun secara umum masih memenuhi KMA kelas 1 yang mensyaratkan nilai maksimum 0.03 mg/l. Rata-rata konsentrasi Pb berkisar tt – 0.0528 mg/l, dengan rata-rata keseluruhan 0.0131 mg/l. Konsentrasi Pb tertinggi ditemukan di Gunungsari dengan konsentrasi 0.0774 mg/l atau 2.56 kali lipat nilai baku mutu, sedangkan pada Stasiun Jrebeng dan Cangkir keberadaan Pb tidak terdeteksi. Nilai ini masih berada di bawah KMA kelas 1 yang mensyaratkan nilai maksimum 0.03 mg/l. Tingginya konsentrasi Pb di Stasiun Gunungsari diduga bersumber dari limbah industri keramik dan tegel serta industri logam yang banyak terdapat di daerah Sepanjang dan Karangpilang yang merupakan bagian hulu Dam Gunung Sari. Industri tersebut banyak menggunakan logam timbal sebagai campuran pada pembuatan pelapis keramik yang disebut glaze. Glaze adalah lapisan tipis gelas yang menyerap ke dalam permukaan tanah liat yang digunakan untuk membuat keramik. Komponen timbal yaitu PbO ditambahkan ke dalam glaze untuk membentuk sifat mengkilap yang tidak dapat dibentuk dengan oksida lainnya. Industri keramik dan tegel yang cukup besar di daerah tersebut adalah PT IKI Mutiara, Perusahaan Tegel LTS, PT Asia Victory, dan CV Bangun. Industri logam seperti PT. Spindo, PT. Timur Megah Steel, PT. Kedawung Setia, PT. Surabaya Wire dan PT. WIM Cycle yang berada di bagian hulu Kali Surabaya, selain menggunakan bahan-bahan kimia seperti larutan basa ataupun larutan asam, juga menggunakan bahan kimia mengandung logam-logam berat dan sedikit mengandung bahan-bahan organik. Jenis logam berat yang umumnya digunakan dalam bentuk garamnya adalah kromium, timbal, dan merkuri. Bahkan
pada pelapisan logam selain garam logam berat juga menggunakan garam-garam tembaga dan komponen sianida. Senyawa-senyawa tersebut dapat mencemari lingkungan dan mengumpul di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Fardiaz 1992). Hal tersebut diperkuat hasil identifikasi Sudarmaji dan Yudhastuti (2005), yang menyatakan bahwa cemaran Pb di Kali Brantas, Kali Surabaya, dan Kali Mas bersumber dari industri kimia, industri kertas, industri keramik, industri logam, dan industri sepeda.
Hasil analisis konsentrasi Cd pada enam titik pengamatan pada tiga kali sampling menunjukkan bahwa keberadaan Cd terutama pada bagian tengah dan hilir tidak terdeteksi. Konsentrasi kadmium tertinggi ditemukan di Tambangan Cangkir yaitu sebesar 0.0168 mg/l atau 1.68 kali nilai baku mutu air kelas 1. Konsentrasi Cd rata-rata yang ditemukan adalah 0.0030 mg/l. Dengan demikian, ditinjau dari konsentrasi logam Cd Kali Surabaya memenuhi baku mutu air kelas 1 yang mensyaratkan konsentrasi Cd maksimum 0.01 mg/l.
5.2 Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran Kali Surabaya
Beban pencemaran menggambarkan jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah. Sumber pencemar air Kali Surabaya adalah air limbah industri, air limbah rumah tangga, dan air limbah lainnya. Pencemar tersebut masuk ke Kali Surabaya melalui beberapa cara pengalirannya. Aliran masuk ini dapat berupa point source atau aliran dengan saluran pada titik tertentu, seperti saluran drainase atau irigasi, anak sungai, dan outlet limbah industri. Sumber pencemar juga bisa berupa non point source atau aliran masuk yang tidak berupa saluran tertentu dan merata di sepanjang sungai sehingga debitnya sulit diukur. Data sumber pencemar point source yang telah dikumpulkan adalah data debit dan data kualitas limbah.
5.2.1 Beban Pencemar dari Limbah Domestik
Sumber pencemar Kali Surabaya dari limbah domestik berasal dari sanitasi masyarakat yang tinggal di sepanjang Kali Surabaya, sampah, detergen dan bahan buangan non-industri lainnya. Besarnya potensi beban pencemar dari sumber domestik dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD atau COD dengan jumlah penduduk. Emisi BOD atau COD adalah besarnya BOD atau COD
yang dihasilkan per orang setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban pencemaran dari limbah domestik yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan atas hasil kuesioner pembuangan air limbah rumah tangga di sepanjang sisi kiri-kanan Kali Surabaya dan jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam zona lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya.
Berdasarkan data BPS (2008, 2009), data Dinas PU Pengairan Jatim dan Perum Jasa Tirta I (2009), diketahui bahwa jumlah penduduk yang tinggal dalam zona lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya adalah 134,124 jiwa. Hasil kuesioner terhadap 200 responden yang tinggal di stren Kali Surabaya diperoleh data yang dapat dipakai dalam perhitungan beban limbah domestik, yaitu pembuangan air limbah, bekas masak, mandi dan cuci yang disalurkan ke Kali Surabaya/anak sungainya sebanyak 32.50% (65 responden). Dengan demikian, persentase pembuangan limbah domestik ke Kali Surabaya yang dipakai untuk perhitungan adalah 32.50% dari jumlah penduduk di stren Kali Surabaya yaitu 43,590 jiwa. Data pemakaian jumlah air rata-rata menggunakan nilai rata-rata pemakaian air bersih berdasarkan hasil survei Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya tahun 2006, yaitu 144 liter/orang/hari, sedangkan jumlah air buangan adalah 80% pemakaian air atau 115.2 liter/orang/hari, sehingga total debit air buangan penduduk di stren Kali Surabaya adalah 5,021.68 m3/hari. Data jumlah penduduk dan volume pembuangan limbah domestik ke Kali Surabaya disajikan pada Lampiran 1.
UNEP (1989) mengasumsikan bahwa secara teoritis beban BOD domestik adalah 25-70 g/orang/hari. Menurut Harnanto dan Hidayat (2003), estimasi beban pencemaran akibat limbah domestik dapat dilakukan dengan mengalikan jumlah penduduk dengan faktor konversi, di mana untuk daerah perkotaan beban BOD adalah 46 gram BOD/orang/hari, sedangkan untuk daerah perdesaan 35 gram BOD/orang/hari, sedangkan menurut Salim (2002), beban pencemaran domestik untuk setiap orang di Indonesia diperkirakan akan mengeluarkan COD sebesar 57 g/orang/hari. Berdasarkan beban BOD dan COD tersebut maka, konsentrasi BOD adalah 46/115.2 gram/liter atau 399.31 mg/l, sedangkan konsentrasi COD adalah 494.79 mg/l. Dengan demikian, beban pencemaran perairan Kali Surabaya bersumber limbah domestik (pemukiman) di bantaran Kali Surabaya untuk parameter pencemar BOD dan COD adalah :
Beban BOD = 43 590 orang x 46 g/orang/hari = 2 005 140 g/hari ≈2,005.140 kg/hari Beban COD = 43 590 orang x 57 g/orang/hari = 2 484 630 g/hari ≈ 2,484.630 kg/hari
Berdasarkan KepMen Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003, baku mutu air limbah domestik sebagai ukuran batas atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dibuang atau dilepas ke air permukaan mencakup parameter pH, BOD, TSS, dan minyak dan lemak. Tabel 29 menunjukkan baku mutu limbah domestik.
Tabel 29 Baku mutu limbah domestik
Parameter Satuan Baku Mutu
pH BOD
TSS Minyak dan lemak
- mg/l mg/l mg/l 6 – 9 100 100 10
Sumber: KepMen LH No. 112, 2003.
Beban limbah domestik yang masuk ke Kali Surabaya selain bersumber dari limbah penduduk pada zona 500 meter pada sisi kiri-kanan Kali Surabaya juga bersumber dari tujuh saluran/drainase mulai Wonokromo hingga Pagesangan serta buangan limbah domestik melalui anak Kali Surabaya. Nilai parameter pencemar BOD, COD, TSS dan besarnya beban pencemaran limbah domestik yang bersumber dari drainase ditunjukkan pada Tabel 30 dan Tabel 31.
Tabel 30 Kadar BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik dan anak sungai
No. Nama Lokasi (KM) Debit (m3 Kadar (mg/l) /hari) BOD COD TSS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Saluran Pagesangan Saluran Jambangan Saluran Karah Saluran Pakuwon Saluran Gunungsari Saluran Ketintang Saluran Pulo W. Kali Kedungsumur Kali Marmoyo Kali Kedurus Kali Banjaran 6.70 4.50 3.60 3.20 2.80 2.45 0.80 40.8 36.8 2.5 21.6 43,200 43,200 43,200 86,400 43,200 1,209.6 259.2 199,843.2 831,945.6 41,644.8 9,244.8 4.4 5.1 24.9 79.9 49.1 71.1 253.1 5.9 22.25 16.1 14.9 11.0 14.3 63.7 139.2 92.1 115.3 615.7 10.5 54.14 40.4 30.7 9.0 44.0 6.0 78.5 183.0 32.0 686.0 17.0 167.11 31.0 52.0
Tabel 31 Beban BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik
No Nama Beban (kg/hari)
BOD COD TSS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Saluran Pagesangan Saluran Jambangan Saluran Karah Saluran Pakuwon Saluran Gunungsari Saluran Ketintang Saluran Pulo W. Kali Kedungsumur Kali Marmoyo Kali Kedurus Kali Banjaran 190.08 220.32 1,075.68 6,903.36 2,121.12 86.00 65.60 1,179.07 18 510.79 670.48 137.75 475.20 617.76 2,751.84 1,2026.9 3,978.72 139.47 159.59 2,098.35 45,041.53 1,682.45 283.81 388.80 1,900.80 259.2 6,782.4 7,905.6 38.71 177.81 3,397.33 139,026.43 1,290.99 480.73 Total 31,160.25 69,255.62 161,648.26
5.2.2 Beban Pencemar dari Limbah Hotel
Limbah domestik yang berasal dari aktivitas pariwisata/hotel merupakan bagian dari keseluruhan beban pencemaran yang masuk ke dalam sistem Kali Surabaya. Jumlah hotel yang terdapat di kota Surabaya sebanyak 141 unit yang terdiri atas 29 unit hotel berbintang dan 112 unit hotel melati. Sebagian besar hotel berlokasi di pusat Kota Surabaya sehingga tidak membuang limbah ke Kali Surabaya, namun membuang limbahnya pada Kali Mas. Berdasarkan data BLH Kota Surabaya (2009) dan PJT-I (2009), jumlah hotel yang sudah memiliki dan mengoperasikan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) sebanyak 18 buah atau 12.77%. Jumlah hotel yang membuang limbah secara langsung ke Kali Surabaya 1 buah, yaitu hotel Singgasana dengan debit rata-rata air limbah sebesar 37.65 m3/hari. Hotel Singgasana terletak dekat Kali Surabaya tepatnya di sisi kanan Dam Gunungsari dari arah Ngagel. Hotel Singgasana termasuk hotel bintang 4 dengan jumlah kamar 124 dan karyawan sebanyak 30 orang. Rata-rata jumlah pengunjung 43,321 orang/tahun (Dinas Pariwisata Kota Surabaya 2009). Hasil pemantauan PJT-I terhadap air limbah Hotel Singgasana terhadap parameter BOD, COD, dan TSS ketiganya masih memenuhi baku mutu. Kadar BOD 4.00 mg/l, COD 20.44 mg/l dan TSS 48.00 mg/l, sedangkan baku mutu untuk ketiga parameter tersebut masing-masing adalah 50, 80, dan 80 mg/l. Besarnya beban pencemaran yang bersumber dari limbah hotel ditunjukkan pada Tabel 32.
Tabel 32 Beban pencemaran Kali Surabaya bersumber dari limbah hotel Parameter Debit Limbah
(m3 Kadar (mg/l) /hari) Beban (kg/hari) BOD COD TSS 37.65 37.65 37.65 4.00 20.44 48.00 0.151 0.769 1.807
Beban pencemar BOD, COD, dan TSS dari hotel Singgasana yang masuk ke Kali Surabaya tergolong rendah karena selain parameter pencemar masih memenuhi baku mutu, debit buangan limbah juga kecil. Kondisi berbeda terjadi sebelum September 2009, di mana IPAL tidak difungsikan secara maksimal sehingga air limbahnya mengandung BOD dan COD mencapai 133.1 dan 308.7 mg/l (PJT-I 2009). Saat ini, hotel Singgasana masih berada dalam pengawasan BLH Jatim dan Tim Sidak Kali Surabaya dan diwajibkan memiliki ijin pembuangan limbah cair (IPLC) serta melakukan uji kualitas air limbah secara rutin setiap tiga bulan ke laboratorium yang ditunjuk Gubernur.
5.2.3 Beban Pencemar dari Limbah Industri
Banyaknya industri yang berdiri di sepanjang bantaran Kali Surabaya akan meningkatkan kualitas dan kuantitas limbah industri yang masuk ke badan air Kali Surabaya, yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas air sungai tersebut. Di sepanjang Kali Surabaya terdapat sekitar 36 industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya. Selain itu juga terdapat industri-industri yang letaknya di luar wilayah Kota Surabaya yang membuang limbahnya ke Kali Tengah (± 34 industri) yang akhirnya bermuara ke Kali Surabaya. Penyebaran industri pada daerah aliran sungai Kali Surabaya terutama sekali berlokasi di Driyorejo dan Karang Pilang. Jenis industri yang ada terutama adalah industri pulp dan kertas, industri makanan dan minuman, industri MSG, industri tekstil, industri minyak dan deterjen, dan industri kimia dan metalurgi. Daftar industri di Daerah Pengaliran Kali Surabaya disajikan pada Lampiran 3.
Besarnya debit limbah dan kualitas air limbah industri sangat bervariasi untuk tiap jenis industri. Data debit limbah dan parameter pencemar air limbah industri di DPS Kali Surabaya disajikan pada Lampiran 4, sedangkan besarnya beban pencemaran yang bersumber dari limbah industri di DPS Kali Surabaya disajikan pada Lampiran 5.
Beban pencemar Kali Surabaya selain bersumber dari industri yang membuang limbahnya langsung ke Kali Surabaya juga bersumber dari buangan industri melalui Anak Sungai (Kali Tengah dan Kali Perning) dan saluran pembuangan Waru Gunung. Terdapat 26 industri yang membuang air limbahnya ke Kali Tengah yang merupakan anak Kali Surabaya. Industri tersebut adalah: PT. Multipack Unggul (kertas karton), PT. Samator (aneka gas), PT. Wim Cycle (sepeda), PT. Keramik Diamond Indah (keramik), PT. Surabaya Acetylene (gas), PT. Air Mas Murni (bahan baku sabun), PT. Platinum Ceramic (keramik), PT. Malindo Feedmill (industri makanan ternak), PT. Adyabuana Persada (keramik lantai), PT. Ever Industry Textil Mills (tekstil), PT. Atlantic Ocean Paint (industri cat), PT. Sinar Berlian Chemindo (industri kimia), PT. Surya Plastindo (industri plastik), PT. Unimos (biscuit), PT. Agrindo (mesin pertanian), PT. Sura Indah Wood (kayu lapis), PT. Tri Ratna (mesin diesel), PT. Golden Great Wall (makanan beku), PT. Bumisaka Steelindo (kawat), PT. Wira Logam (mur & baut), PT. Fendi Mungil (meubel rotan), PT. Indotama Megah Indah (karet), PT. Silikon Utama (stiker), PT. Forgindo Prima Steel (mur & baut), PT. Forindo Pandutama (tekstil), dan PT. Indopicri Co (sabun).
Banyaknya industri yang membuang limbah ke Kali Tengah menyebabkan beban pencemaran Kali Surabaya meningkat. Hasil pengukuran in situ terhadap contoh air Kali Tengah (Oktober 2009), menunjukkan bahwa nilai pH 6.27 (bersifat asam), DO 1.2 mg/l, DHL 1405 µS, dan suhu 30.7 o
No
C, sedangkan hasil analisis laboratorium untuk parameter BOD, COD, dan TSS masing-masing adalah 45.88, 136.67, dan 96.01 mg/l. Tabel 33 dan 34 menunjukkan kadar BOD, COD, TSS dan beban pencemaran yang bersumber dari anak sungai dan saluran limbah industri.
Tabel 33 Kadar BOD, COD, dan TSS saluran limbah industri melalui anak sungai dan saluran Waru Gunung
Nama Anak Sungai/Saluran Lokasi (km) Debit Air (m3 Kadar Rata-rata (mg/l) /detik) BOD COD TSS 1 2 3 Saluran W. Gunung Kali Tengah Kali Perning 9.70 11.9 36.3 0.031 0.793 0.090 55.1 45.88 241.1 143.1 136.67 528.1 420.0 96.01 166.0
Tabel 34 Beban pencemar dari buangan industri melalui anak sungai dan saluran pembuangan
No Nama Anak Sungai Debit Air (m3
Beban Pencemar (kg/hari) /detik) BOD COD TSS 1 2 3 Saluran W. Gunung Kali Tengah Kali Perning 0.031 0.793 0.090 147.58 3,143.48 1,874.79 383.28 9,363.97 4,106.50 1,124.93 6,578.14 1,290.82 Jumlah 5,165.85 13,853.75 8,993.89
5.2.4 Beban Pencemar dari Limbah Pertanian
Selain dari industri, kegiatan pertanian juga berpotensi mencemari air terutama air sungai. Limbah pertanian biasanya terdiri atas bahan padat bekas tanaman yang bersifat organis, bahan pemberantas hama dan penyakit (pestisida), bahan pupuk yang mengandung nitrogen (N), fosfor (P), sulfur (S), dan mineral lainnya. Limbah kegiatan pertanian dapat berupa insektisida, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk trisuper fosfat, pupuk ZA, dan lain-lain. Pupuk dan insektisida tersebut dapat terbawa air irigasi dan masuk kembali ke sungai. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida dapat menyebabkan eutrofikasi lingkungan perairan. Lahan pertanian di DPS Kali Surabaya terdapat di bagian hulu Kali Surabaya dengan luas lahan 1015 ha. Daerah yang berpotensi menjadi sumber pencemaran limbah pertanian adalah Kramat Temenggung dan Wonoayu. Data debit saluran pertanian dan parameter pencemar serta beban pencemaran yang bersumber dari limbah pertanian ditunjukkan pada Tabel 35 dan 36.
Tabel 35 Debit dan parameter pencemar dua saluran limbah pertanian No Nama Saluran Lokasi (KM) Debit (m3 Kadar (mg/l)
/hari) BOD COD TSS N-NO3 P-PO4
1 2 Kramat T. Wonoayu 39.30 37.10 29,894.4 1,382.4 3.2 3.2 5.9 10.1 21.5 13.0 0.330 0.193 0.233 0.289
Tabel 36 Beban pencemaran dari limbah pertanian
No Nama Beban (kg/hari)
BOD COD TSS N-NO3 P-PO4
1 2 Saluran Kramat T. Saluran Wonoayu 95.66 4.42 176.37 13.96 642.73 17.97 9.86 0.27 6.96 0.40 Total 101.08 190.33 660.70 10.13 7.36
Secara keseluruhan besarnya beban pencemaran Kali Surabaya bersumber dari limbah domestik, limbah industri, dan limbah pertanian dirangkum menjadi tiga kelompok sesuai Tabel 37.
Tabel 37 Resume beban pencemaran Kali Surabaya No Sumber Pencemar Beban Pencemaran (kg/hari)
BOD COD TSS 1 2 3 Limbah Domestik Limbah Industri Limbah Pertanian 33,165.54 22,222.25 101.08 71,741.02 60,645.03 190.33 161,650.07 38,823.35 660.70 Total 55,488.87 132,576.38 201,134.12
Berdasarkan Tabel 37, terlihat bahwa limbah domestik memberikan kontribusi beban pencemar terbesar dibandingkan sumber pencemar lain. Pada parameter BOD kontribusi limbah domestik mencapai 59.77%, limbah industri 40.05%, dan limbah pertanian 0.18%. Beban pencemar COD Kali Surabaya sebesar 54.11% bersumber dari limbah domestik, 45.74% (industri), dan 0.15% (pertanian). Sementara, ditinjau dari pencemar TSS beban pencemaran Kali Surabaya 80.37% disebabkan limbah domestik, 19.30% oleh limbah industri, dan 0.33% akibat limbah pertanian.
Limbah domestik yang dihasilkan dari rumah tangga cenderung tidak dikelola dengan baik akibatnya beban pencemaran air Kali Surabaya oleh limbah domestik menjadi tinggi. Hal sama juga terjadi di Jakarta dan Bandung. Berdasarkan data BLH Jawa Barat, kontribusi limbah domestik terhadap pencemaran air di Kota Bandung telah mencapai 80%, sedangkan di Jakarta mencapai 75%.
Limbah industri yang mencemari Kali Surabaya sebagian besar berasal dari buangan limbah industri dari Kali Tengah dan industri-industri sepanjang Kali Surabaya yang membuang langsung limbahnya ke Kali Surabaya. Berdasarkan data pada Lampiran 5, dapat dirangkum sumber pencemar beban BOD dan COD dari industri di sepanjang Kali Surabaya yang tersaji dalam Tabel 38.
Berdasarkan Tabel 38 dan data pada Lampiran 5, terlihat bahwa beban pencemar dari industri yang mencemari Kali Surabaya terutama bersumber dari empat industri kertas dan pulp dan satu industri MSG, yaitu PT Surya Agung Kertas, PT Surabaya Mekabox, PT Adiprima Suraprinta, PT Suparma dan PT
Miwon. Kelima industri tersebut menyumbang sekitar 63% beban BOD dan 64% beban COD sektor industri ke Kali Surabaya.
Tabel 38 Klasifikasi sumber pencemar Kali Surabaya dari limbah industri
Jenis Industri Jumlah
Industri Beban (kg/hari)
Beban pencemar terhadap industri
Beban pencemar terhadap total
BOD COD BOD COD BOD COD
Kertas dan Pulp 5 10,877.40 30,097.60 48.95% 49.63% 19.60% 22.70%
Makanan dan Minuman 9 2,449.24 5,548.72 11.02% 9.15% 4.41% 4.18% MSG 1 3,207.35 9,003.42 14.43% 14.85% 5.78% 6.79% Minyak dan Deterjen 6 349.46 708.78 1.57% 1.17% 0.63% 0.53%
Tekstil dan Kulit 5 327.68 867.49 1.47% 1.43% 0.59% 0.65%
Kimia, keramik dan Metalurgi
10 217.11 565.16 0.98% 0.93% 0.39% 0.43%
PT Surya Agung Kertas merupakan industri kertas dan pulp terbesar kedua di Jawa Timur dengan kapasitas produksi 336,800 ton/tahun atau sekitar 923 ton/hari. Pabrik Kertas PT Adiprima Suraprinta merupakan industri kertas koran dengan kapasitas produksi 400 ton/hari. PT Surabaya Mekabox merupakan industri kertas pembungkus/karton box dengan produksi rata-rata 220 ton/hari, sementara kapasitas produksi industri kertas PT Suparma adalah sekitar 500 ton/hari. Menurut Sugiharto (2005), jumlah air limbah yang berasal dari industri adalah sebesar 85 – 95% dari jumlah air yang dipergunakan. Total pemakaian air keempat industri pulp dan kertas di atas adalah sekitar 60,000 m3/hari. Oleh karena itu, jumlah buangan limbah yang berupa lumpur dihasilkan kurang lebih 51,000 – 57,000 m3/hari.
Limbah dari industri pulp dan kertas bersumber pada pembuangan boiler dan proses pematangan kertas yang menghasilkan konsentrat lumpur beracun. Selain itu pada proses percetakan juga dihasilkan produk samping berupa konsentrat lumpur sebesar 1 – 4% dari volume limbah cair yang diolah. Pada industri pulp dan kertas, bahan baku utama yang digunakan adalah serat dari tanaman dengan kandungan utama berupa selulosa. Adanya komponen selulosa pada buangan limbah cair industri pulp dan kertas dapat menimbulkan bau busuk pada sungai jika tertimbun di dasar sungai dan meningkatkan kandungan COD.
5.2.5 Tingkat Pencemaran Kali Surabaya
Pada penelitian ini tingkat pencemaran air Kali Surabaya relatif terhadap parameter kualitas air yang diijinkan didasarkan pada hasil analisis parameter fisik kimia air, yaitu: pH, TSS, DO, BOD, COD, N-NH3, N-NO2, N-NO3, P-PO4,
dan kadar Hg, Pb, Cd. Hasil analisis parameter fisik kimia, dibandingkan dengan baku mutu air sesuai peruntukannya menggunakan langkah-langkah penentuan Indeks Pencemaran. Perairan akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan (j) jika nilai (Ci/Lij)R dan atau (Ci/Lij)M lebih besar dari 1.0. Tingkat pencemaran
suatu badan air akan semakin besar jika nilai maksimum Ci/Lij dan atau nilai
rata-rata Ci/Lij
No
makin besar. Perhitungan indeks pencemaran air Kali Surabaya dapat dilihat pada Lampiran 9. Rangkuman hasil perhitungan indeks pencemaran air Kali Surabaya diperlihatkan pada Tabel 39.
Tabel 39 Indeks pencemaran air Kali Surabaya pada enam titik pengamatan
Lokasi Ci/Lij IP Kategori Rerata Maks 1 2 3 4 5 6 Gunungsari Jemb. Sepanjang Karang Pilang Tamb. Bambe Tamb. Cangkir Jemb. Jrebeng 1.66 1.55 1.72 2.08 1.62 1.09 3.66 4.82 5.49 7.63 7.01 2.66 2.86 3.58 4.07 5.59 5.09 2.03 Cemar ringan Cemar ringan Cemar ringan Cemar sedang Cemar sedang Cemar ringan
Berdasarkan hasil perhitungan indeks pencemaran (Tabel 39) dan nilai indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow, menunjukan bahwa perairan Kali Surabaya telah mengalami pencemaran pada tingkat ringan hingga sedang oleh beberapa parameter kimia dan fisika. Kondisi ini berbeda dengan status mutu air berdasarkan indeks STORET. Berdasarkan indeks STORET, perairan Kali Surabaya berada dalam kondisi buruk atau tercemar berat. Perbedaan ini menunjukkan bahwa indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap pencemaran. Tabel 39 juga menunjukkan bahwa untuk zona paling hulu (Jrebeng), tingkat pencemaran paling rendah dengan nilai indeks pencemaran 2.03. Nilai indeks pencemaran tertinggi berada pada zona tengah yaitu Tambangan Bambe dengan nilai indeks pencemaran 5.59 (tercemar sedang).
Berdasarkan nilai indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow, dapat diperkirakan batasan parameter pencemar yang dapat mengakibatkan perairan dalam kondisi tercemar berat melalui penggunaan pendekatan persamaan:
(Ci/Lij) = 1.0 + P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran, dengan P konstanta yang umum
digunakan yaitu 5. Suatu perairan dikatakan tercemar berat jika nilai IP > 10, dengan demikian, 10 < (1,0 + 5.log(Ci/Lij)hasil pengukuran). Penyelesaian persamaan
ini memberikan hasil (Ci/Lij)hasil pengukuran
No
kurang lebih 63. Berdasarkan hal tersebut maka evaluasi tingkat pencemaran dengan metode Pollution Index mempunyai batas toleransi yang sangat tinggi terhadap pencemaran, karena suatu perairan dinyatakan tercemar berat jika nilai parameter terukur sebagian besar nilainya lebih dari 63 kali nilai baku mutu air untuk peruntukannya.
5.3 Analisis Status Kualitas Air Kali Surabaya
Metode yang digunakan untuk menentukan status kualitas air atau indeks mutu lingkungan perairan adalah metode STORET. Indeks kualitas air-STORET (IKA-STORET) adalah suatu nilai yang dapat menggambarkan tentang kondisi kualitas air dari data mentah tentang kualitas air yang kemudian ditransformasikan menjadi suatu indeks. Indeks STORET dapat menggambarkan secara menyeluruh tentang kondisi umum kualitas air Kali Surabaya. Data parameter fisika dan kimia air hasil pengamatan dibandingkan dengan baku mutu air kelas 1, yang mencakup nilai minimum, maksimum dan nilai rata-rata setiap parameter yang kemudian diberi skor sesuai dengan tingkat pencemarannya. Baik buruknya kualitas perairan dapat diketahui dengan melihat parameter-parameter yang tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Hasil evaluasi kualitas air Kali Surabaya berdasarkan indeks STORET disajikan pada Lampiran 10, sedangkan status mutu Kali Surabaya menurut sistem STORET ditunjukkan pada Tabel 40 dan Gambar 29.
Tabel 40 Status mutu air Kali Surabaya berdasarkan indeks STORET
Lokasi/Stasiun Skor
Kelas I Kelas II Kelas III
1 2 3 4 5 6 Gunungsari Jemb. Sepanjang Karang Pilang Tamb. Bambe Tamb. Cangkir Jemb. Jrebeng -104 (cemar berat) -84 (cemar berat) -96 (cemar berat) -92 (cemar berat) -104 (cemar berat) -80 (cemar berat) -88 (cemar berat) -68 (cemar berat -72 (cemar berat) -80 (cemar berat) -68 (cemar berat) -32 (cemar berat) -40 (cemar berat) -16 (cemar sedang) -28 (cemar sedang) -24 (cemar sedang) -8 (cemar ringan) -8 (cemar ringan)
Pada Tabel 40 dan Gambar 29 memperlihatkan kondisi status mutu Kali Surabaya menurut sistem nilai STORET dengan mengacu pada baku mutu air kelas I, kelas II, dan baku mutu air kelas III. Secara umum kondisi mutu air Kali Surabaya untuk sumber air baku air minum termasuk dalam kelas D (kelas IV), artinya kondisi Kali Surabaya sangat buruk atau tercemar berat. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada Stasiun Gunungsari (-104) dan terendah terdapat pada Stasiun Jembatan Jrebeng (-80). Parameter organik (DO, BOD, COD) dan parameter anorganik (Hg) memberikan kontribusi yang tinggi terhadap rendahnya skor indeks STORET pada tiap stasiun pengamatan. Parameter lain yang juga berkontribusi bagi rendahnya indeks STORET adalah TSS, P-PO4
-120 -100 -80 -60 -40 -20 0 Lokasi Pengamatan N ila i S to r e t Kelas I -104 -80 -96 -92 -104 -80 Kelas II -88 -68 -72 -80 -68 -32 Kelas III -40 -16 -28 -24 -8 -8 GS JS KP TB TC JJ , dan kadar Pb.
Gambar 29 Skor indeks STORET perairan Kali Surabaya.
Kondisi mutu air untuk kegiatan perikanan, peternakan, dan pertamanan (kelas III) menunjukkan kecenderungan yang menurun dari zona hulu, tengah dan zona hilir, dengan status mutu bervariasi mulai tercemar ringan hingga tercemar berat. Nilai indeks STORET terendah ditemukan di bagian hulu Kali Surabaya, yaitu Stasiun Jrebeng (-8) dan Tambangan Cangkir (-8), sedangkan nilai tertinggi di Stasiun Gunungsari (-40). Parameter yang memberikan kontribusi bagi rendahnya indeks STORET untuk baku mutu air kelas III adalah kadar Hg, Pb, Cd, nilai DO, BOD, dan COD.
Berdasarkan indeks STORET, jika parameter yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat pencemaran kurang dari 10, maka sudah cukup untuk menyatakan bahwa perairan tersebut dalam kondisi buruk atau tercemar berat jika
Buruk Baik Sedang
terdapat tiga parameter kimia yang nilai konsentrasi minimum, rata-rata, dan nilai maksimumnya telah melampaui baku mutu yang ditetapkan meskipun nilai parameter lain masih memenuhi baku mutu. Jika parameter fisik-kimia yang digunakan untuk mengevaluasi kondisi perairan lebih dari atau sama dengan 10 parameter, maka kondisi perairan dapat dikatakan tercemar berat jika terdapat minimum satu parameter fisik-kimia yang nilai minimum, rata-rata, dan nilai maksimum telah melampaui baku mutu air sesuai peruntukannya.
5.4 Dampak Pencemaran Kali Surabaya terhadap Ekosistem dan Kesehatan Dampak pencemaran air pada umumnya dapat dibagi ke dalam empat kategori (Kurniawan 2009), yaitu (1) dampak terhadap kehidupan biota air, (2) dampak terhadap kesehatan manusia, (3) dampak terhadap kualitas air tanah, dan (4) dampak terhadap estetika lingkungan.
5.4.1 Dampak terhadap Ekosistem
Ekosistem sungai tidak berdiri sendiri namun berkaitan dengan berbagai ekosistem dan beranekaragam makhluk hidup, sehingga apabila terjadi gangguan yang merusak keseimbangan ekosistem sungai, maka keseimbangan lingkungan yang bergantung pada ekosistem sungai tersebut juga akan terganggu. Tingginya beban pencemaran organik yang masuk ke Kali Surabaya telah mengakibatkan terjadinya pencemaran berat, yang ditandai dengan kadar DO yang rendah dan kadar BOD, COD, dan TSS yang tinggi. Kondisi ini berdampak pada kehidupan organisme akuatik atau ekosistem Kali Surabaya.
Tingkat produktivitas sistem akuatik selain dipengaruhi unsur karbon, juga sangat ditentukan oleh keberadaan unsur nitrogen dan fosfor. Kedua unsur tersebut dapat bersumber dari bahan organik, amonia, nitrit, nitrat, dan fosfat. Fosfor masuk ke dalam sistem akuatik dari sumber natural maupun antropogenik (penggunaan pupuk, deterjen) dan dekomposisi bahan organik, sedangkan senyawa nitrogen dapat bersumber dari atmosfer, dekomposisi bahan organik, fiksasi nitrogen, dan sumber-sumber natural maupun antropogenik. Nitrogen dan fosfor dalam sistem akuatik dikenal sebagai faktor pembatas (limiting factors).
Pada ekosistem alami, nitrogen dan fosfor umumnya tersedia dalam jumlah terbatas dan membatasi pertumbuhan tumbuhan akuatik. Jika kandungan nitrogen dan fosfor bertambah, maka pertumbuhan tumbuhan akuatik akan terpacu dan menyebabkan terjadinya eutrofikasi pada badan air dan dapat berdampak negatif