• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Robbins dan Judge (2008:97), kepercayaan adalah suatu eskpektasi dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Robbins dan Judge (2008:97), kepercayaan adalah suatu eskpektasi dan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

9

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Organizational Trust

Menurut Robbins dan Judge (2008:97), kepercayaan adalah suatu eskpektasi dan pengharapan positif bahwa orang lain tidak akan melalui kata-kata, tindakan, dan kebijakan bertindak secara oportunistik. Sedangkan, pengertian lain dari organizational trust menurut Lane Lopus dalam http://blog.bcwinstitute.org (2010), adalah keinginan organisasi berdasarkan budaya dan perilaku komunikasi dalam hubungan dan transaksi, untuk terbuka dan jujur yang didasarkan pada keyakinan bahwa individu, kelompok, atau organisasi lain juga kompeten, terbuka dan jujur, peduli, handal, dan diidentifikasi dengan tujuan, norma-norma dan nilai-nilai yang sama. Lalu, Organizational trust juga diartikan perasaan percaya diri dan komitmen tanpa adanya persepsi akan ketakutan dan ragu, di mana orang percaya bahwa ia akan menerima dukungan dan dapat bekerjasama dengan orang lain dalam memecahkan suatu masalah tanpa didasari motif-motif tersembunyi dan pikiran negatif. (Saran et al., 2004:60), dalam Serap Altuntan dan Ulku Baykal (2010).

Menurut Mayer et al. (1995), dalam Yuchun Xiao, Xiyan Zheng, Wenan Pan dan XiaoXia Xie (2010) menyatakan bahwa kepercayaan adalah kemauan untuk menjadi rentan terhadap tindakan pihak lain berdasarkan harapan bahwa pihak lain akan melakukan suatu tindakan penting bagi si pelaku. Pengertian lain dari organizational trust menurut Cummings dan Bromiley (1995) dalam Serap Altuntan dan Ulku Baykal (2010) adalah kepercayaan dari seorang individu atau kelompok secara keseluruhan

(2)

bahwa individu atau organisasi akan melakukan segala upaya, baik tersurat maupun tersirat, dengan itikad baik untuk bertindak sesuai dengan komitmen, bahwa kejujuran dalam hubungan akan memastikan sebagai konsekuensi dari komitmen dan bahwa orang-orang yang terlibat tidak akan berusaha untuk mengambil keuntungan dari orang lain, bahkan jika mereka memiliki kesempatan. Sedangkan pengertian lain dari organizational trust yaitu suatu pengharapan individu, grup atau organisasi dari individu, grup atau organisasi dengan mereka berinteraksi, dimana mereka akan membuat suatu keputusan secara etis dan mengembangkan prilaku mereka berdasarkan prinsip-prinsip beretika. Yucel (2006), dalam Serap Altuntan dan Ulku Baykal (2010).

Jadi berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan organisasi merupakan kepercayaan dari seorang individu atau kelompok secara keseluruhan bahwa individu atau organisasi akan melakukan segala upaya dengan itikad baik dalam bertindak sesuai dengan komitmennya untuk memberikan yang terbaik dimana pun ia bekerja.

Menurut (Moorman et al., 1992), dalam penelitian Yuchun, Xiyan, Wenan dan Xiaoxia (2010), kepercayaan adalah premis untuk memenuhi komitmen sementara komitmen adalah hasil dari kepercayaan. Hal ini secara luas telah dipahami dan disepakati bahwa komitmen organisasi dan kepercayaan merupakan variabel yang saling terkait. Bahkan beberapa pandangan yang berlaku mengatakan bahwa baik komitmen dan kepercayaan adalah proses yang mengalir yang diciptakan melalui interaksi simbolik dengan pelaku organisasi di mana interaksi dengan pelaku, dari waktu ke waktu akan mempengaruhi komitmen terhadap organisasinya (Tyler & Doerfel, 2006), dalam Rachid Zeffane, Syed A Tipu, James C Ryan (2011).

(3)

Kurangnya kepercayaan dipandang memiliki efek yang merugikan terhadap loyalitas karyawan. Dengan kata lain, karyawan yang tidak bisa dipercaya cenderung tidak setia kepada organisasinya dan kurang berkontribusi terhadap tujuan organisasi. (Spreitzer et al, 1997; Pearce et al, 2000; Pindah & Henkin, 2006, Panjang & Lau, 2008; Tan & Lim, 2009), dalam Zeffane Dan Al Zarooni (2012).

2.1.1.1 Dimensi Organizational Trust

Menurut Robbins dan Judge (2008:98), terdapat 5 dimensi dalam hal kepercayaan organisasi antara lain:

• Integritas, merujuk pada kejujuran dan keadaan sebenarnya. Dari kelima dimensi, ini tampaknya yang paling penting, bila seseorang menilai sifat dapat dipercaya dari pihak lain. “Tanpa pemahaman karakter moral dan kejujuran dasar orang lain, dimensi kepercayaan lain tidak akan ada artinya.

• Kompetensi, mencakup pengetahuan serta keahlian teknis dan antarpersonal individu.

• Konsistensi, terkait dengan keandalan individu, prediktabilitas, dan membuat penilaian pada diri seseorang dalam menangani situasi.

• Kesetiaan, adalah kesediaan untuk melindungi dan menyelamatkan muka orang lain.

• Keterbukaan, adalah bersikap terbuka dan transparan dalam memberikan suatu kebenaran seutuhnya.

(4)

2.1.2 Employee Empowerment

Menurut Bohlander dan Snell (2010:164), mendefinisikan bahwa Employee Empowerment adalah sebuah teknik yang melibatkan karyawan dalam pekerjaan mereka melalui proses inclusion. Empowerment mendorong para karyawan untuk menjadi seorang inovator dan manajer dalam pekerjaan mereka sendiri, dan melibatkan mereka dalam pekerjaan mereka dengan pemberian kontrol yang lebih besar dan memberikan kemampuan lebih dalam pengambilan keputusan. Sedangkan, menurut Cook dan Macaulay dalam Wibowo (2008:112), mengatakan pemberdayaan merupakan perubahan yang terjadi pada falsafah manajemen yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan dimana setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan organisasi. Seorang karyawan memiliki wewenang dan berinisiatif untuk melakukan sesuatu dipandang perlu, jauh melebihi tugasnya sehari-hari.

Menurut Randolph (1995) dalam Karim Dan Rehman (2012) menjelaskan pemberdayaan karyawan adalah dengan menetapkan kekuatan dari atasan kepada bawahannya. Lalu, menurut Blanchard et al. (1996) dalam Karim dan Rehman (2012) berpendapat bahwa pemberdayaan tidak hanya mengijinkan kebebasan untuk bertindak, tetapi juga meningkatkan tingkat tanggung jawab serta akuntabilitas. Sedangkan, menurut Clutterbuck (2003:3), mendefinisikan pemberdayaan sebagai upaya mendorong dan memungkinkan individu-individu untuk mengemban tanggung jawab pribadi atas upaya mereka memperbaiki cara mereka melaksanakan pekerjaan-pekerjaan mereka dan menyumbang pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Hal itu menuntut diciptakannya suatu budaya yang mendorong orang-orang di semua tingkat untuk merasa mereka bisa menghasilkan perubahan dan membantu mereka mendapatkan kepercayaan diri dan ketrampilan-ketrampilan untuk menghasilkan perubahan-perubahan itu.

(5)

Menurut Sedarmayanti (2011:286), pemberdayaan adalah suatu usaha atau upaya untuk lebih memberdayakan ”daya” yang dimiliki oleh manusia itu sendiri yang berupa kompetensi, wewenang, dan tanggung jawab dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. Sedangkan menurut (Bowen & Lawler 1995, Spreitzer, 1995; Koberg et al, 1999) dalam Zeffane dan Al Zarooni (2012), pemberdayaan mengacu pada sejauh mana karyawan merasa bahwa organisasi mereka memungkinkan mereka untuk berpikir, berperilaku, mengambil tindakan, dan kontrol kerja dan pengambilan keputusan dengan cara otonom.

Jadi, kesimpulan yang bisa diambil dari berbagai sumber mengenai definisi employee empowerment diatas tersebut yaitu pemberdayaan adalah suatu usaha atau upaya untuk lebih memberdayakan sumber daya manusianya dalam perusahan itu sendiri dengan cara pendelegasian kompetensi, wewenang, dan tanggung jawab terhadap para karyawan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi.

Agar empowerment dapat tumbuh dan berkembang, maka organisasi harus mendorong terjadinya kondisi – kondisi sebagai berikut.

1) Partisipasi

Yaitu karyawan harus didorong untuk mengambil kontrol terhadap tugas kerja mereka sendiri. Karyawan juga harus perduli terhadap peningkatan proses kerja mereka dan hubungan antar perseorangan dalam kerja mereka.

2) Inovasi

Sebuah lingkungan yang harus menerima masyarakat dengan ide inovasinya dan mendorong masyarakat untuk mengeluarkan sebuah perubahan baru.

(6)

3) Akses Terhadap Informasi

Para karyawan harus bisa mengakses informasi dengan ukuran yang lebih luas. Kondisi ini berguna bagi karyawan dalam memutuskan informasi apa yang mereka butuhkan dalam melakukan pekerjaannya.

4) Bertanggung Jawab

Dalam pemberdayaan, karyawan harus bertanggung jawab terhadap sikap mereka terhadap yang lain, menghasilkan sebuah persetujuan terhadap hasil, mencapai kepercayaan, dan mengoperasikan dengan pendekatan yang positif, Bohlander dan Snell ( 2010:165).

2.1.2.1 Dimensi Empowerment

Menurut Spreitzer (1995) dalam Yuen-Onn Choong, Kee-Luen Wong dan Teck-Chai Lau (2011) menetapkan empat dimensi umum yang dimiliki pemberdayaan, yaitu sebagai berikut.

1. Meaning

Menurut Spreitzer (1995) dalam Yuen-Onn Choong, Kee-Luen Wong dan Teck-Chai Lau (2011), meaning didefinisikan sebagai nilai kerja atau tujuan kerja, penilaian hubungan yang ideal terhadap individu itu sendiri. Setiap individu karyawan harus memiliki keyakinan dalam keputusan, nilai-nilai, peran kerja dan perilaku dengan menghubungkan ke pekerjaan atau karyawan harus memiliki kesempatan untuk dibimbing oleh ide-ide mereka sendiri dan mempunyai standar untuk mengevaluasi pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan menurut Thomas dan Velthouse (1990), dalam Nur Chasannah (2008), meaning merupakan nilai

(7)

tujuan pekerjaan yang dilihat dari hubungannya pada idealisme atau standar individu.

2. Competence

Menurut Spreitzer (1995) dalam Yuen-Onn Choong, Kee-Luen Wong dan Teck-Chai Lau (2011), competence didefinisikan sebagai rasa keyakinan bahwa karyawan memiliki keterampilan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan mereka dengan lebih baik. Dimensi Kompetensi juga didefinisikan sebagai sejauh mana seorang karyawan dapat melakukan kegiatan tugas secara terampil. Sedangkan menurut Thomas dan Velthouse (1990), dalam Nur Chasannah (2008), Kompetensi atau self efficacy lebih merupakan kepercayaan individu akan kemampuan mereka dalam melakukan aktivitas mereka dengan menggunakan keahlian yang mereka miliki. Dimensi ini menggunakan istilah kompetensi daripada self esteem karena difokuskan pada efficacy secara spesifik pada peran pekerjaan.

3. Self-determination

Menurut Spreitzer (1995) dalam Yuen-Onn Choong, Kee-Luen Wong dan Teck-Chai Lau (2011), self-determination adalah rasa kebebasan atau otonomi tentang bagaimana individu melakukan pekerjaan mereka. Jika karyawan merasakan pemberdayaan, maka mereka harus memiliki otonomi substansial atau kekuasaan untuk membuat keputusan tentang pekerjaan mereka. Ketika karyawan percaya bahwa mereka hanya mengikuti perintah dari atasan mereka, maka mereka tidak akan merasakan pemberdayaan tersebut karena otonomi dan kebebasan yang kecil yang diberikan. Self-determination ada ketika karyawan memiliki kontrol atas apa yang mereka lakukan, berapa banyak usaha yang harus dimasukkan ke

(8)

dalam pekerjaan mereka dan ketika mereka memiliki suara dalam kapan harus memulai dan menghentikan tugas mereka. Sedangkan menurut Thomas dan Velthouse (1990), dalam Nur Chasannah (2008), Bila kompetensi merupakan keahlian dalam berperilaku, maka self determination merupakan suatu perasaan memiliki suatu pilihan dalam membuat pilihan atau melakukan suatu pekerjaan 4. Impact

Menurut Spreitzer (1995) dalam Yuen-Onn Choong, Kee-Luen Wong dan Teck-Chai Lau (2011), impact mempunyai arti bahwa apakah karyawan percaya bahwa mereka dapat membuat perbedaan dalam organisasi mereka. Dengan kata lain, impact adalah sejauh mana karyawan dapat mempengaruhi strategi organisasi, administrasi atau hasil operasi di tempat kerja mereka. Ketika dampak ada, karyawan akan merasa bahwa mereka bisa tampil lebih baik dan memiliki pengaruh signifikan dalam organisasi. Oleh karena itu para manajer perlu menegaskan para karyawannya bahwa mereka dapat mempengaruhi hasil organisasi dengan menyelesaikan tugas yang diberikan. Manajer harus memberikan bawahan, peluang yang besar untuk memberikan pendapat dan saran tentang perubahan operasional mereka dalam lingkungan kerja mereka. Hal ini akan berdampak positif terhadap hasil kerja mereka. Sedangkan menurut Thomas dan Velthouse (1990), dalam Nur Chasannah (2008), impact atau dampak merupakan derajat dimana seseorang dapat memengaruhi hasil pekerjaan baik strategis maupun administratif.

(9)

2.1.2.2 Manfaat Empowerment

Menurut Sedarmayanti (2011:289-290), pentingnya pemberdayaan sumber daya manusia, dikarenakan manfaatnya terhadap berbagai sumber-sumber lainnya dan mensinergikan setiap proses kegiatan organisasi. Sehingga keberadaannya berperan sebagai berikut:

1. Sebagai alat manajemen dalam rangka memberdayakan berbagai sumber untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Sebagai pembaharu manajemen dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. 3. Sebagai inisiator terhadap organisasi dalam rangka memanfaatkan peluang guna

meningkatkan dan mengembangkan organisasi.

4. Sebagai mediator terhadap pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi.

5. Sebagai pemikir dalam rangka pengembangan organisasi.

2.1.3 Work Centrality

Sentralitas kerja adalah tingkat kepentingan bekerja dalam kehidupan masyarakat dan formulasi kerja sebagai kepentingan hidup yang mendasar. (Hirshfeld & Field, 2000), dalam Jacqueline De Stefano (2012). Sedangkan, menurut Kanungo dalam Basak Ucanok (2009), menyatakan sentralitas kerja adalah keyakinan normatif tentang nilai dan pentingnya pekerjaan dalam konfigurasi kehidupan seseorang dan itu merupakan fungsi dari pengkondisian budaya masa lalu seseorang atau sosialisasi. Dalam penelitian MOW, dalam Basak ucanok (2009) sentralitas kerja telah didefinisikan sebagai kepercayaan umum tentang nilai bekerja dalam kehidupan seseorang. Jadi kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian diatas yaitu work centrality adalah

(10)

kepercayaan umum tentang pentingnya nilai bekerja dalam kehidupan seseorang dengan menyelesaikan pekerjaan mereka.

Ketika orang memposisikan kerja sebagai nilai kehidupan, maka mereka dikatakan memiliki identifikasi yang kuat dengan pekerjaannya dan percaya bahwa peran mereka di tempat kerja merupakan bagian penting dari kehidupan mereka. (Hirshfeld & Field, 2000), dalam Jacqueline De Stefano (2012). Perubahan dalam tingkat sentralitas kerja akan mempengaruhi sikap berbagai pekerjaan terkait dan perilaku sebagai kinerja karyawan, perilaku warga organisasi, komitmen organisasi, dan kepuasan kerja. Seorang karyawan yang menekankan betapa pentingnya untuk bekerja akan menunjukan kinerja yang lebih baik, lebih berkomitmen untuk dirinya dan organisasinya.

Penelitian sebelumnya menemukan bahwa mereka yang memiliki tingkat sentralitas kerja tinggi, lebih cenderung untuk menikmati pekerjaan mereka (kepuasan kerja), dan yang lebih mungkin untuk memiliki ikatan kasih sayang dengan organisasi mereka (komitmen organisasi dan keterlibatan kerja) dan menunjukkan upaya yang lebih besar melakukan pekerjaan mereka (kinerja tinggi).

2.1.3.1 Dimensi Work Centrality

Sentralitas kerja telah dipelajari dalam proyek penelitian internasional MOW. Dalam penelitian MOW, dalam Basak Ucanok (2009), ada dua komponen utama teoritis pada sentralitas kerja yaitu orientasi nilai dan orientasi keputusan. Orientasi nilai terhadap bekerja sebagai peran hidup melibatkan identifikasi dengan pekerjaan, dan keterlibatan atau komitmen untuk bekerja. Orientasi Keputusan terhadap pandangan sentralitas kerja melibatkan kepentingan hidup, pengaturan perilaku dan tentang hubungan interpersonal.

(11)

2.1.4 Komitmen Organisasi

Menurut Robbins dan Coulter (2012:405), komitmen organisasi adalah tingkat dimana karyawan diidentifikasikan dengan sebuah organisasi tertentu dan tujuannya serta berharap untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut. Para peneliti mengatakan bahwa komitmen organisasi dapat mengurangi tingkat absensi dan tingkat turn over. Sedangkan, dalam penelitian Reyes (2001), dalam Mehmud, Ali, Baloch, Khan (2010), telah mendefinisikan komitmen sebagai keterikatan afektif dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi, terhadap peran seseorang dalam kaitannya dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan terhadap organisasi untuk kepentingan organisasi itu sendiri.

Menurut Gibson (2009:183), memberikan pengertian komitmen organisasi adalah merupakan suatu bentuk identifikasi, loyalitas, dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi. Sedangkan, menurut Robert L. Mathis (2008:70), komitmen organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama atau tidak meninggalkan perusahaan yang pada akhirnya tercermin dalam ketidakhadiran dan angka perputaran karyawan.

Jadi berdasarkan beberapa pandangan beberapa ahli diatas mengenai definisi komitmen organisasi, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah suatu tingkat dimana karyawan diidentifikasikan dengan organisasi dan tujuannya serta berharap untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut.

(12)

2.1.4.1 Dimensi Komitmen Organisasi

Menurut Meyer dan Allen dalam Luthans (2006:249), ada tiga dimensi komitmen organisasi yaitu sebagai berikut.

1. Komitmen afektif, yaitu keterkaitan emosional karyawan, indentifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. Keterkaitan emosional ini terbentuk karena karyawan setuju dengan tujuan dasar dan nilai-nilai organisasi tersebut, serta mengerti untuk apa organisasi tersebut berdiri. Karyawan dengan tingkat komitmen afektif yang tinggi akan memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi untuk menyokong organisasi dalam mencapai misinya.

2. Komitmen kelanjutan, yaitu komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Semangkin lama seseorang tinggal dalam sebuah organisasi, ia akan semangkin tidak rela kehilangan apa yang telah mereka investasikan di organisasi tersebut selama bertahun-tahun, misalnya senioritas, kesempatan promosi, rencana pensiun, hubungan persahabatan dengan rekan kerja. karyawan dengan tingkat komitmen kelanjutan yang tinggi akan memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi hanya karena tidak ingin mengambil risiko kehilangan hal-hal tersebut.

3. Komitmen normatif, yaitu perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu karena tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Keharusan untuk tetap tinggal dalam organisasi disebabkan karena tekanan dari orang atau pihak lain. Karyawan dengan tingkat komitmen normatif yang tinggi sangat peduli pada apa yang akan dipikirkan orang lain bila ia keluar dari organisasi tempatnya bekerja. Karyawan ini akan merasa enggan

(13)

untuk mengecewakan atasannya dan khawatir akan dianggap buruk oleh rekan kerjanya bila ia keluar dari pekerjaan tersebut.

2.1.4.2 Pedoman Peningkatan Komitmen Organisasi

Menurut Dessler dalam Luthans (2006: 250) memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan, diantaranya sebagai berikut.

1. Berkomitmen pada nilai manusia: Membuat aturan tertulis, memperkerjakan manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi.

2. Memperjelas dan mengkomunikasikan misi anda, memperjelas ideologi, berkharisma, menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai, menekankan orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan, membentuk tradisi.

3. Menjamin keadilan organisasi dengan memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif, menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif.

4. Menciptakan rasa komunitas dengan membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim, berkumpul bersama.

5. Mendukung perkembangan karyawan dengan melakukan aktualisasi, memberikan pekerjaan menantang pada tahun pertama, memajukkan dan memberdayakan, mempromosikan dari dalam, menyediakan aktivitas perkembangan dan menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan.

(14)

2.1.4.3 Manfaat Komitmen Organisasi

Seseorang yang memiliki suatu komitmen dalam hidupnya akan melihat diri mereka sebagai anggota organisasi yang berdedikasi, mereka akan mengabaikan sumber ketidakpuasan kerja dan memiliki masa jabatan yang panjang dengan organisasi. Sedangkan seseorang yang tidak memiliki komitmen dalam hidupnya akan mengekspresikan hal-hal tentang ketidakpuasannya dengan lebih terbuka, dan akan memiliki masa pendek dengan organisasi.

Selain itu komitmen memiliki manfaat lainya, yaitu karyawan yang memiliki komitmen cenderung memiliki catatan kehadiran yang lebih baik dan masa kerja yang lebih lama dari karyawan yang kurang memiliki komitmen. Menurut (Ivancevich, Konopaske, & Matteson, 2007:169), komitmen organisasional yang kuat ditandai dengan adanya:

a. Sebuah dukungan dan penerimaan tujuan dan nilai organisasi.

b. Sebuah keinginan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi. c. Sebuah keinginan untuk tetap dengan organisasi.

2.1.5 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Berikut ini adalah hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevan, dengan penelitian yang akan dilakukan penulis, antara lain:

1. Penelitian oleh Rachid Zeffane & Hana Ameen Mohammed Al Zarooni (2012) yang berjudul “Empowerment, Trust and Commitment: The Moderating Role of Work-Unit Centrality”. Berdasarkan penelitian tersebut, trust dan empowerment mempunyai peran penting dalam menentukan hasil komitmen organisasi melalui work centrality sebagai mediasi yang diperoleh karyawan. Juga diketahui, bahwa

(15)

trust memiliki korelasi positif dan pengaruh secara signifikan terhadap komitmen organisasi dengan melalui work centrality yang tinggi yang dirasakan karyawan. Empowerment juga didapati akan memiliki pengaruh signifikan dan kuat terhadap komitmen organisasi ketika dengan melalui work centrality yang rendah dalam organisasi. Ini menunjukkan bahwa work centrality sebagai variabel mediasi mempunyai peran dalam menghubungkan antara trust dan empowerment terhadap komitmen organisasi.

2. Penelitian oleh Rachid Zeffane, Syed A. Tipu dan James C. Ryan (2011) yang berjudul “Communication, Commitment & Trust: Exploring the Triad”. Hasil dari penelitian tersebut, adalah bahwa communication memiliki korelasi positif dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap trust, sedangkan communication mempunyai pengaruh yang relatif lemah terhadap variabel komitmen, lalu trust mempunyai pengaruh signifikan dan hubungan yang positif dengan komitmen, tingkat communication yang semakin efektif akan semakin membuat terciptanya trust dan komitmen yang akan saling berpengaruh secara signifikan.

3. Penelitian oleh Yuen-Onn Choong, Kee-Luen Wong dan Teck-Chai Lau (2011) yang berjudul “Psychological Empowerment And Organizational Commitment In The Malaysian Private Higher Education Institutions: A Review And Research Agenda”. Hasil dari penelitian tersebut adalah menyatakan bahwa empowerment mempunyai pengaruh yang signifikan dan berkolerasi positif dengan komitmen organisasi. Semakin tinggi tingkat empowerment, maka akan membuat tingkat komitmen organisasi yang dirasakan oleh karyawan pun menjadi tinggi juga.

(16)

2.2Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Gambar Kerangka Pemikiran Keterangan:

Menggambarkan pengaruh secara parsial

Menggambarkan pengaruh secara simultan Organizational Trust (X1) 1. Integritas 2. Kompetensi 3. Konsistensi 4. Kesetiaan 5. Keterbukaan

Robbins dan Judge (2008:98)

Employee Empowerment (X2) 1. Meaning

2. Competence 3. Self-determination 4. Impact

Spreitzer (1995) dalam Yuen-Onn Choong, Kee-Luen Wong dan Teck-Chai Lau (2011)

Work Centrality (X3) 1. Orientasi nilai

2. Orientasi keputusan Penelitian MOW dalam Basak Ucanok (2009) Komitmen Organisasi (Y) 1. Komitmen afektif 2. Komitmen kelanjutan 3. Komitmen normatif Meyer dan Allen dalam Luthans (2006:249)

(17)

2.3Hipotesis

Berdasarkan tujuan-tujuan penelitian, maka disusun rancangan uji hipotesis berikut ini yang menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95%, sehingga batas tingkat kesalahan adalah sebesar 5% atau sama dengan 0,05.

Dasar pengambilan keputusan: Sig. > 0,05 : Ho diterima, Ha ditolak Sig. ≤ 0,05 : Ho ditolak, Ha diterima

Hipotesis yang akan diuji berdasarkan tujuan-tujuan penelitian adalah sebagai berikut. 1. Hipotesis untuk T-1

H1. Hipotesis pengujian secara parsial antara X1, X2, X3 dan Y

H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel organizational trust (X1), employee empowerment (X2) dan work centrality (X3) terhadap variabel komitmen organisasi (Y).

Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel organizational trust (X1), employee empowerment (X2) dan work centrality (X3) terhadap variabel komitmen organisasi (Y).

2. Hipotesis untuk T-2

H4. Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2, X3 dan Y

H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel organizational trust (X1), employee empowerment (X2) dan work centrality (X3) terhadap variabel komitmen organisasi (Y).

Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel organizational trust (X1), employee empowerment (X2) dan work centrality (X3) terhadap variabel komitmen organisasi (Y).

Gambar

Gambar 2.1 Gambar Kerangka Pemikiran Keterangan:

Referensi

Dokumen terkait

Pesisir laut juga merupakan tempat akumulasi berbagai jenis logam berat yang berasal dari kegiatan di daratan maupun di laut sehingga pesisir laut merupakan tempat yang

 Bagaimana merancang shelter mitigasi yang memiliki fleksibilitas ruang yang dapat digunakan ketika tidak ada bencana dengan menekankan pada konsep Arsitektur

Pada wanita yang sudah berkeluarga selain dilakukan pemeriksaan colok dubur perlu juga diperiksa colok vagina guna melihat kemungkinan adanya kelainan di dalam

Akan tetapi umur partai tersebut tidak lama karena tak dapat bertahan mengahadapi tumbuhnya kecenderungan untuk berbaur di kalangan peranakan, sikapnya yang apatis

Dalam kaitan itu, kami berharap forum ini dapat menjadi momentum yang tepat untuk mengaitkan kembali benang merah diantara kita, merumuskan kembali kesamaan pandang dalam

yang diperoleh dari hasil fraksinasi ekstrak senyawa antimikrob selanjutnya diuji aktivitasnya terhadap P. dengan metode bioautografi. Hasil uji inimenunjukkan ketiga

Setelah mengetahui bahwa persepsi siswa ter- hadap perilaku interpersonal guru memberikan perbedaan kepada tingkat student well-being, selanjutnya penulis ingin mengetahui perilaku

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui Desain Pembelajaran Konsep Banjir Berbasis Cooperative Learning Tipe Team Assist Individualization