• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN INDEKS GIZI SEIMBANG BAGI WANITA DEWASA INDONESIA SILVIA MAWARTI PERDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN INDEKS GIZI SEIMBANG BAGI WANITA DEWASA INDONESIA SILVIA MAWARTI PERDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN INDEKS GIZI SEIMBANG BAGI WANITA

DEWASA INDONESIA

SILVIA MAWARTI PERDANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Indeks Gizi Seimbang bagi Wanita Dewasa Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Silvia Mawarti Perdana NIM I151114111

(4)

RINGKASAN

SILVIA MAWARTI PERDANA. Pengembangan Indeks Gizi Seimbang bagi Wanita Dewasa Indonesia. Dibimbing oleh HARDINSYAH dan EVY DAMAYANTHI.

Penelitian ini bertujuan mengembangkan indeks gizi seimbang (IGS) bagi wanita dewasa Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2010. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis pola konsumsi pangan wanita dewasa Indonesia, (2) mengembangkan beberapa alternatif IGS wanita dewasa Indonesia, (3) memilih IGS yang paling valid pada wanita dewasa Indonesia, (4) menganalisis faktor-faktor determinan IGS wanita dewasa Indonesia.

Penelitian ini menggunakan data konsumsi pangan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Balitbangkes Kemenkes RI). Pengumpulan data konsumsi pangan menggunakan metode food recall 1 x 24 jam dengan desain studi cross-sectional dan subjek wanita dewasa yang berjumlah 68486 orang berusia 19-55 tahun. Pengumpulan data di beberapa daerah oleh tim pengumpul data Riskesdas dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2010. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013 di Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Studi ini menggunakan 61759 orang subjek wanita dewasa. Alternatif IGS dikembangkan berdasarkan kelompok pangan/zat gizi, kuantitas, dan tiga sampai empat tingkat skor. Mutu gizi konsumsi pangan (MGP) dari 16 zat gizi digunakan sebagai standar dalam pengujian validitas IGS.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok pangan yang paling banyak dikonsumsi adalah pangan karbohidrat dengan jumlah konsumsi sebesar 539.5 ± 216.2 g (99.9%), sedangkan kelompok pangan yang paling sedikit dikonsumsi adalah buah, gula tambahan, dan susu dengan rata-rata konsumsi 31.0 ± 86.0 g (22.0%), 2.4 ± 12.5 g (7.6%), dan 3.1 ± 24.0 g (4.8%). Asupan semua zat gizi, kecuali natrium, belum memenuhi kebutuhan gizi per hari. MGP wanita dewasa di Indonesia masih tergolong kurang (44.0 ± 13.2). Alternatif IGS yang dikembangkan didasarkan pada kelompok pangan/zat gizi dan kuantitas serta tingkat skor, yang terdiri dari: IGS 3-50, IGS 3-60, IGS 3-61, IGS 3-83, IGS 3-105, IGS 4-50, IGS 4-60, IGS 4-61, IGS 4-83, dan IGS 4-105. IGS 3-60 adalah indeks gizi seimbang yang paling valid dan sederhana (korelasi koefisien dengan MGP sebesar 0.70) yang dikembangkan berdasarkan tiga tingkat skor (nol, lima, dan 10) dan enam kelompok pangan (pangan karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur, buah, dan susu), tanpa mempertimbangkan lemak total, lemak jenuh, kolesterol, gula tambahan, dan natrium. Susu dimasukkan ke dalam komponen penilaian karena mempertimbangkan manfaat yang sangat penting bagi wanita dewasa. Skor rata-rata IGS 3-60 pada wanita dewasa adalah 31.0 ± 12.1.

IGS 3-60 dipengaruhi oleh status kawin, status ekonomi, pendidikan, pekerjaan, dan usia. Wanita dewasa dengan status kawin 29% lebih tinggi memiliki skor IGS 3-60 yang tinggi dibandingkan wanita yang tidak kawin. Status ekonomi menengah hingga tinggi (kuintil 3, 4, dan 5) 39% lebih tinggi memiliki skor IGS 3-60 yang lebih tinggi dibandingkan status ekonomi rendah (kuintil 1 dan 2). Pendidikan SMP dan SMA memiliki peluang masing-masing 17% dan 30%

(5)

memiliki skor IGS 3-60 lebih tinggi dibandingkan pendidikan SD. Pegawai negeri dan wiraswasta/lainnya memiliki peluang masing-masing 11% dan 5% memiliki skor IGS 3-60 lebih tinggi dibandingkan subjek yang tidak bekerja/sekolah. Wanita berusia 30-49 tahun dan 50-55 tahun memiliki peluang masing-masing 23% dan 25% memiliki skor IGS 3-60 lebih tinggi dibandingkan wanita berusia 19-29 tahun.

IGS 3-60 yang dikembangkan berdasarkan tiga tingkat skor dan enam kelompok pangan (pangan karbohidrat, lauk pauk, sayur, buah, dan susu) dapat digunakan sebagai salah satu cara sederhana dalam mengevaluasi MGP wanita dewasa Indonesia karena penilaian hanya didasarkan pada jumlah porsi kelompok pangan/zat gizi yang dikonsumsi. IGS 3-105 mungkin bisa menjadi lebih valid dibandingkan IGS 3-60 jika kandungan gizi pangan yang diperhitungkan lebih lengkap (kolesterol, lemak jenuh, dan natrium) dari pangan Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan studi lebih lanjut.

Diperlukan promosi gizi seimbang untuk meningkatkan kualitas konsumsi pangan bagi wanita dewasa Indonesia. Promosi gizi seimbang diperlukan, terutama untuk konsumsi pangan hewani, sayur, dan buah.

Studi lanjutan dapat dilakukan dengan mengembangkan indeks gizi seimbang untuk kelompok umur yang lain dengan cara menyesuaikan satuan porsi sesuai kebutuhan gizinya; serta menganalisis hubungan skor IGS 3-60 dengan

outcome gizi dan kesehatan, seperti status gizi generasi yang dihasilkan.

(6)

SUMMARY

SILVIA MAWARTI PERDANA. Balanced Diet Index Development of Adult Females in Indonesia. Supervised by HARDINSYAH and EVY DAMAYANTHI.

The objective of this study was to develop a balanced diet index (BDI) in relation to nutritional quality of the diet (NQ) of adult females in Indonesia. The specific objectives was (1) analyze food consumption pattern of Indonesia adult females, (2) develop BDI alternatives of Indonesia adult females, (3) select the most valid BDI of Indonesia adult females, (4) analyze determinant factors of BDI of Indonesia adult females.

This study used food consumption data from the Basic Health Research (Riskesdas) of 2010 collected by the Agency for Research and Health Development of the Ministry of Health. The food consumption data were collected using 24-h food recall method through a cross-sectional study design of 68486 adult females 19-55 years on May-August 2010. This study conducted on June-November 2013 in IPB Dramaga, Bogor, West Java. The final sample of this study was 61759 adult females. Ten alternatives of balanced diet indexes (BDI) were developed based on food groups, their intake, and three to four scoring system levels. The NQ of 16 nutrients was used as a gold standard in the validity testing.

The results showed that the most food group consumed was carbohydrate food 539.5 ± 216.2 g (99.9%), whereas the least food groups consumed was the fruit, added sugar, and milk with average consumption was 31.0 ± 86.0 g (22.0%), 2.4 ± 12.5 g (7.6%), and 3.1 ± 24.0 g (4.8%). The intake of all nutrients, except sodium, did not meet the nutritional requirements per day. NQ of adult females in Indonesia was still relatively less (44.0 ± 13.2). Alternatives of BDI was developed based on the food groups/nutrients, quantity, and the score level, which consists of: BDI 3-50, BDI 3-60, BDI 3-61, BDI 3-83, BDI 3-105, BDI 4-50 , BDI 4-60, BDI 4-61, BDI 4-83, and BDI 4-105. The simplest and the most valid measurement was BDI 3-60 (correlation coefficients with the NQ 0.70) which is based on three levels of scoring system (zero, five, and 10) and six food groups (carbohydrate food, animal protein food, plant protein food, vegetable, fruit, and milk), without considering fat, saturated fat, cholesterol, and sodium. The mean score of BDI 3-60 was 31.0 ± 12.1.

BDI 3-60 affected by marital status, economic status, education, occupation, and age. Adult females who married had 29% higher scores of BDI 3-60 than others. Medium to high economic status (quintiles 3, 4, and 5) had 39% higher scores of BDI 3-60 than the low economic status (quintiles 1 and 2). Middle and high school education had opportunities 17% and 30% higher scores of BDI 3-60 than elementary education, respectively. Civil servants and self-employed/others had opportunities 11% and 5% higher scores of BDI 3-60 than subjects who did not work/school, respectively. Females aged 30-49 years and 50-55 years had opportunities 23% and 25% higher scores of BDI 3-60 than females aged 19-29 years, respectively.

BDI 3-60 which developed based on three levels of scores and six food groups (carbohydrate food, animal protein food, plant protein food, vegetable, fruit, and milk) can be used as a simple way of evaluating NQ of adult females in

(7)

Indonesia because the assessment was based only on the number of servings of food groups consumed/nutrients intake. BDI 3-105 might be more valid than BDI 3-60 if more complete calculation of nutrients (cholesterol, saturated fat, and sodium) of Indonesian food.

Promotion of balanced diet necessary to improve the quality of food consumption for adult females of Indonesia. Promotion of balanced diet is needed, especially for the consumption of animal protein food, vegetables, and fruits.

Further study can be done by developing balanced diet index for other age groups by adjusting the food servings with nutritional requirements; and analyze the relationship between the score of BDI 3-60 with nutrition and health outcomes, such as nutritional status of next generation .

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(9)

PENGEMBANGAN INDEKS GIZI SEIMBANG BAGI WANITA

DEWASA INDONESIA

SILVIA MAWARTI PERDANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Pengembangan Indeks Gizi Seimbang bagi Wanita Dewasa Indonesia

Nama : Silvia Mawarti Perdana

NIM : I151114111

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(12)

NfM 1151114111

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

ah MS Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Dodik Briawan, MeN Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulisan tesis yang berjudul “Pengembangan Indeks Gizi Seimbang bagi Wanita Dewasa Indonesia” dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS dan Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku komisi pembimbing atas arahan, masukan, kritikan, dan dorongan untuk menyelesaikan tesis; Ir. Doddy Izwardy, MA selaku penguji luar komisi pada ujian tesis; dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan izin untuk menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas bantuan Beasiswa Unggulan yang diberikan selama menjalani pendidikan di IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik, Diki Sunaryo, SPt, dan Atika Primadala Amrin, SGz, MSi atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

(14)

DAFTAR ISI

DAFAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Wanita ... 3

Konsep Gizi Seimbang ... 4

Indeks Gizi Seimbang (IGS) ... 6

Mutu gizi konsumsi pangan ... 6

Indeks keragaman makanan ... 7

PPH (Pola Pangan Harapan) ... 9

HEI (Healthy Eating Index) ... 10

HEI Amerika ... 10

HEI Australia ... 12

HEI Thailand ... 14

Prinsip Pengembangan HEI ... 15

Pengelompokan ... 15

Scoring system ... 15

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan HEI ... 16

KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

METODE Desain, Waktu, dan Tempat ... 21

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek ... 21

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 22

Pengolahan dan Analisis Data ... 23

Definisi Operasional ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi ... 31

Status Gizi ... 32

Pola Konsumsi Pangan ... 33

Alternatif Indeks Gizi Seimbang (IGS) ... 35

Pengujian Validitas IGS terhadap MGP ... 42

Faktor-faktor Determinan IGS ... 43

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 45

(15)

DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN ... 50 RIWAYAT HIDUP ... 56

(16)

DAFTAR TABEL

1 Komponen HEI-1995 dan skor masing-masing komponen ... 11

2 Komponen HEI-2005 dan skor masing-masing komponen ... 12

3 Komponen Aust-HEI dan skor masing-masing komponen ... 13

4 Komponen THEI dan skor masing-masing komponen ... 14

5 Jenis dan cara pengumpulan data ... 23

6 Kategori status gizi dewasa berdasarkan IMT ... 24

7 Perhitungan kebutuhan energi wanita dewasa menurut status gizi ... 25

8 Angka kecukupan zat gizi wanita dewasa berdasarkan usia ... 26

9 Alternatif indeks gizi seimbang (IGS) ... 27

10 Penilaian indeks gizi seimbang berdasarkan tiga kategori skor (IGS 3) ... 28

11 Penilaian indeks gizi seimbang berdasarkan empat kategori skor (IGS 4) 28

12 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik sosial ekonomi ... 31

13 Sebaran status gizi subjek berdasarkan kelompok usia ... 32

14 Konsumsi pangan (g) per kapita/hari dan tingkat partisipasi konsumsi (%) pada wanita dewasa Indonesia ... 33

15 Asupan dan tingkat kecukupan gizi per kapita/hari pada wanita dewasa menurut kelompok usia ... 34

16 Skor IGS 3-50 wanita dewasa menurut kelompok usia ... 35

17 Skor IGS 3-60 wanita dewasa menurut kelompok usia ... 36

18 Skor IGS 3-61 wanita dewasa menurut kelompok usia ... 37

19 Skor IGS 3-83 wanita dewasa menurut kelompok usia ... 37

20 Skor IGS 3-105 wanita dewasa menurut kelompok usia ... 38

21 Skor IGS 4-50 wanita dewasa menurut kelompok usia ... 38

22 Skor IGS 4-60 wanita dewasa menurut kelompok usia ... 39

23 Skor IGS 4-61 wanita dewasa menurut kelompok usia ... 40

24 Skor IGS 4-83 wanita dewasa menurut kelompok usia ... 40

25 Skor IGS 4-105 wanita dewasa menurut kelompok usia ... 41

26 Kategori MGP pada wanita dewasa menurut kelompok usia ... 42

27 Uji korelasi Pearson hubungan skor IGS dengan mutu gizi pangan ... 42

(17)

29 Hasil uji regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi IGS 3-60

pada wanita dewasa ... 44

DAFTAR GAMBAR

1 Tumpeng pedoman gizi seimbang ... 5

2 Komponen HEI-1995 ... 10

3 Kerangka pemikiran pengembangan HEI pada wanita dewasa Indonesia ... 19

4 Kerangka pemikiran faktor determinan HEI wanita dewasa Indonesia ... 20

5 Alur cleaning data subjek penelitian ... 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Cara pengumpulan data karakteristik, antropometri dan recall pangan 1x24 jam oleh tim Riskesdas 2010 ... 50

2 Kebutuhan zat gizi pada wanita dewasa menurut kelompok usia ... 53

3 Berat badan, tinggi badan, dan IMT wanita dewasa menurut kelompok usia ... 53

4 Konsumsi pangan dan asupan gizi pada wanita dewasa menurut kelompok usia per kapita/hari ... 54

5 Konsumsi pangan (g) dan tingkat partisipasi konsumsi (%) pada wanita dewasa Indonesia yang mengonsumsi per kapita/hari ... 55

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Negara berkembang menghadapi berbagai jenis transisi, salah satunya transisi epidemiologi yang menimbulkan masalah gizi ganda (double burden of

communicable and non-communicable diseases) (Kapoor & Anand 2002).

Malnutrisi dan infeksi pada awal kehidupan akan meningkatkan risiko chronic

noncommunicable diseases (NCDs) di tahap kehidupan selanjutnya. Pada usia

dewasa, kombinasi NCDs dan penyakit infeksi dapat berdampak merugikan (Bygbjerg 2012).

Hasil analisis Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan pada wanita dewasa sebesar 32.9% pada tahun 2013 yang meningkat dari sebelumnya 23.8% pada tahun 2007. Berdasarkan karakteristik, masalah kegemukan cenderung lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di perkotaan, berpendidikan lebih tinggi dan pada kelompok status ekonomi yang tertinggi pula (Balitbangkes 2013).

Wanita dewasa perlu mendapat perhatian terhadap penanganan masalah gizi ganda karena berperan penting dalam upaya pencegahan penyakit kronis bagi dirinya dan generasi mendatang. Pemenuhan gizi secara optimal yang dilakukan ibu selama masa 1000 hari pertama kehidupan (sejak janin dalam kandungan sampai berusia dua tahun), selain memberi kesempatan bagi anak untuk hidup lebih lama, lebih sehat, dan lebih produktif, juga menurunkan risiko anak menderita penyakit degeneratif di usia dewasa. Teori Barker menyebutkan bahwa gizi memiliki peranan penting dalam membentuk kehidupan. Masalah gizi yang terjadi pada awal kehidupan anak akan berdampak pada kualitas sumberdaya manusia. Status gizi dan keadaan kesehatan anak-anak sampai menjadi dewasa dimulai dari wanita dewasa yang berperan penting dalam menyiapkan generasi selanjutnya (Koletzko et al. 2011).

Diet merupakan faktor penting dalam pencegahan penyakit degeneratif (obesitas, diabetes melitus tipe dua, hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung koroner, dan stroke) dan pemeliharaan kesehatan (WHO 2002; WHO 2003). Bahan pangan dalam pola makan yang kompleks, contohnya sayur dan buah, memiliki efek protektif yang potensial dalam pencegahan penyakit degeneratif, seperti kanker, penyakit kardiovaskuler, diabetes melitus, stroke, dan obesitas (Steinmetz & Potter 1996; Gerber 2001).

Studi yang dilakukan oleh Fung et al. (2004) menunjukkan bahwa pola makanan barat, khususnya tinggi konsumsi daging yang diproses, dapat meningkatkan risiko diabetes melitus tipe dua pada wanita. Terdapat bukti yang cukup kuat, terutama dari studi observasi prospektif, bahwa pola makan yang tinggi konsumsi buah, sayur, dan whole grains; rendah daging dan refined grains; serta asupan sumber lemak yang sehat berperan dalam pencegahan CHD, stroke, dan kanker kolorektal (Schulze & Hoffmann 2006; Miller et al. 2010).

Sejak tahun 1994, Kementerian Kesehatan RI telah mengeluarkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Namun, dewasa ini PUGS belum sepenuhnya diterapkan dalam pola makan atau diet sehari-hari sehingga mengakibatkan masih tingginya masalah gizi ganda, khususnya pada kelompok

(19)

wanita dewasa. Saat ini, Kemenkes sedang menyempurnakan Pedoman Gizi Seimbang. Penilaian pemenuhan gizi seimbang pada wanita dewasa sangat diperlukan sebagai bagian upaya penanganan masalah gizi ganda.

Implikasi dari permasalahan di atas adalah diperlukannya Indeks Gizi Seimbang (IGS) sebagai cara sederhana yang memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas untuk menilai gizi seimbang dalam diet wanita dewasa Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai upaya penanganan masalah gizi ganda mengingat di Indonesia belum terdapat cara mengukur kualitas diet. Sementara itu, sejak tahun 1995 USDA (U.S. Department of Agriculture) sudah mengembangkan Healthy

Eating Index yang berpedoman pada Dietary Guidelines for Americans. Thailand

dan Australia pada tahun 2007 juga mengembangkan Healthy Eating Index yang berpedoman pada Dietary Guidelines negara masing-masing. Sampai saat ini belum ada kajian ilmiah yang membahas penilaian pemenuhan gizi seimbang pada wanita dewasa.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengembangkan Indeks Gizi Seimbang (IGS) bagi wanita dewasa Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2010, sedangkan secara khusus bertujuan:

1. Menganalisis pola konsumsi pangan wanita dewasa Indonesia 2. Mengembangkan beberapa alternatif IGS wanita dewasa Indonesia 3. Memilih IGS yang paling valid pada wanita dewasa Indonesia 4. Menganalisis faktor-faktor determinan IGS wanita dewasa Indonesia

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pola konsumsi pangan wanita dewasa Indonesia. Selain itu IGS dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi cara sederhana dalam mengukur kualitas diet dan memonitor pola konsumsi pangan wanita dewasa Indonesia yang disesuaikan dengan pedoman gizi seimbang serta memberikan informasi mengenai faktor-faktor determinan dari IGS wanita dewasa Indonesia.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Masalah Gizi Wanita

Negara berkembang sudah mulai menghadapi masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan masalah gizi ganda (kombinasi antara penyakit infeksi dan penyakit degeneratif). Prevalensi penyakit degeneratif meningkat dengan cepat di berbagai negara, termasuk negara berkembang. Kelompok usia dewasa (20-64 tahun) sebanyak lebih dari 15 juta orang mengalami kematian setiap tahun, yang sebagian besar dapat dicegah (WHO 1998). Pada tahun 2001, penyakit degeneratif memiliki kontribusi kira-kira 60% dari 56.5 juta total kematian yang dilaporkan di dunia dan kira-kira 46% dari beban penyakit secara global. Prevalensi non-communicable diseases diperkirakan meningkat hingga 57% pada tahun 2020. Hampir separuh dari kematian akibat penyakit degeneratif disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung koroner dan stroke). Sementara itu, obesitas dan diabetes juga menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan, bukan hanya karena sudah mempengaruhi populasi dalam jumlah besar, tetapi juga sudah memasuki tahap awal kehidupan (WHO 2003).

Di negara berkembang, prevalensi penyakit degeneratif semakin meningkat karena adopsi dari gaya hidup barat yang diikuti dengan beberapa faktor risiko. Faktor risiko dari masalah gizi ganda tersebut secara global terdiri dari: underweight; seks tidak aman; tekanan darah tinggi; perilaku merokok; konsumsi alkohol; sanitasi, higiene, dan air yang tidak bersih dan aman; defisiensi zat besi; polusi; asupan kolesterol tinggi; dan obesitas. Tekanan darah dan kolesterol darah yang tinggi berhubungan erat dengan meningkatnya konsumsi lemak, gula, dan garam. Hal ini menjadi semakin berbahaya, jika digabungkan dengan perilaku merokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan sebagai penyebab dari timbulnya kanker, penyakit jantung, stroke, dan penyakit degeneratif lainnya (WHO 2002).

Transisi gizi ke arah pola penyakit degeneratif terjadi secara pesat di negara berkembang. Data di negara Cina yang ditunjukkan oleh China Health and

Nutrition Survey menunjukkan bahwa antara tahun 1989 dan 1993 terjadi

peningkatan orang dewasa yang mengonsumsi diet tinggi lemak dari 22.8% menjadi 66.6%. Salah satu konsekuensi dari transisi gizi adalah menurunnya

undernutrition yang diikuti dengan meningkatnya obesitas (Popkin 2001).

Studi yang dilakukan oleh Subramanian et al. (2009) menunjukkan bahwa meskipun rasio underweight terhadap overweight pada wanita India menurun dari 3.3 pada tahun 1998-1999 menjadi 2.2 pada tahun 2005-2006, masih terdapat jumlah wanita underweight yang lebih banyak dibandingkan wanita overweight. Hanya pada kelompok wanita dengan ekonomi dan pendidikan yang tinggi, terdapat jumlah wanita overweight yang lebih banyak dibandingkan wanita

underweight. Hasil studi ini mendukung penelitian terdahulu yang menyatakan

bahwa underweight berhubungan terbalik dengan keadaan sosial ekonomi dan keadaan sosial ekonomi berhubungan positif dengan pre-overweight, overweight, dan obesitas (Subramanian & Smith 2006). Hasil berbeda ditunjukkan oleh Mendez et al. (2005) yang menyatakan di banyak negara berkembang (khususnya

(21)

dengan tingkat sosial ekonomi yang lebih tinggi), prevalensi overweight pada wanita berusia 20-49 tahun, baik di pedesaan maupun perkotaan, lebih tinggi dibandingkan wanita underweight. Di Asia dan Afrika, prevalensi overweight masih rendah tetapi kejadian ini cukup tinggi di daerah perkotaan. Penyebab utamanya adalah transisi gizi menjadi diet tinggi lemak dan berkurangnya aktivitas fisik.

Kasus diabetes pada dewasa akan meningkat menjadi dua kali lipat secara global, dari 143 juta pada tahun 1997 menjadi 300 juta pada tahun 2025 yang disebabkan oleh faktor diet dan gaya hidup yang lain (WHO 1998). Meskipun terdapat bukti bahwa obesitas adalah faktor risiko penting terhadap kejadian diabetes melitus tipe dua, bukti lain menunjukkan bahwa makanan tertentu dan faktor pola makan memiliki hubungan dengan kejadian diabetes melitus. Risiko terjadinya diabetes pada wanita karena mengonsumsi makanan dengan pola makan barat (khususnya tinggi konsumsi daging yang diproses) adalah 1.49 (Fung

et al. 2004).

Hasil analisis Riskesdas 2007 menyebutkan bahwa non-communicable

disease (59.5%) merupakan penyebab mortalitas tertinggi pada seluruh kelompok

usia. Tiga penyakit degeneratif dengan prevalensi tertinggi, terdiri atas: stroke (26.9%), hipertensi (12.3%), dan diabetes mellitus (10.2%). Sementara itu, penyakit degeneratif dengan prevalensi tertinggi pada wanita berusia 15-44 tahun dan 45-54 tahun adalah penyakit hati (9.6%) dan diabetes melitus (16.3%) (Balitbangkes 2007).

Studi cross-sectional di 57 negara dengan pendapatan rendah hingga menengah yang dilakukan oleh Corsi et al. (2011) menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yang kuat antara kecenderungan menjadi underweight dan

overweight di tingkat global (r=-0.79) dan antar negara (r=-0.51) dengan status

sosial ekonomi. Sementara itu, di tingkat global korelasi underweight dan

overweight pada wanita berusia 25-49 tahun di negara dengan pendapatan rendah

hingga menengah bernilai -0.78.

Usia, jenis kelamin, dan genetik merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi dalam kejadian penyakit kronis. Sementara itu, beberapa risiko lainnya yang dapat dimodifikasi terdiri atas faktor perilaku (diet, aktivitas fisik, perilaku merokok, dan konsumsi alkohol); faktor biologi (dislipidemia, hipertensi,

overweight, hiperinsulinemia); serta faktor sosial (sosial ekonomi, budaya, dan

lingkungan) (WHO 2003). Diet diketahui memegang peranan dalam faktor risiko terjadinya penyakit kronis. Makanan berbasis nabati saat ini telah digantikan oleh makanan hewani yang tinggi lemak dan energi. Bahan pangan seperti daging, kentang, dan serealia memiliki korelasi positif dengan risiko terjadinya kanker kolorektal pada wanita (OR = 2.20, 95% CI = 1.08–4.50) (Miller et al. 2010).

Konsep Gizi Seimbang

Slogan “empat sehat lima sempurna” yang diciptakan tahun 1950-an memiliki tujuan membuat kebiasaan makan masyarakat akan semakin sehat sehingga berbagai masalah kesehatan, baik karena kekurangan maupun kelebihan

(22)

gizi, dapat dicegah dan dikurangi. Namun pada kenyataannya, hal ini tidak terwujud baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Pada tahun 1992 diselenggarakan kongres gizi internasional di Roma yang membahas pentingnya gizi seimbang untuk menghasilkan manusia yang berkualitas. Salah satu rekomendasi kongres tersebut adalah anjuran kepada setiap negara untuk menyusun Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) (Depkes 2005).

Depkes melalui Direktorat Bina Gizi Masyarakat pada tahun 1994 telah mengeluarkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Tujuan PUGS adalah sebagai alat untuk memberikan penyuluhan pangan dan gizi kepada masyarakat luas, dalam rangka memasyarakatkan gizi seimbang. Yayasan Institut Danone (2010) mendefinisikan gizi seimbang sebagai susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal. Visualisasi prinsip gizi seimbang di berbagai negara disesuaikan dengan budaya dan pola makan setempat.

Gambar 1 Tumpeng pedoman gizi seimbang (Depkes 2005)

Terdapat beberapa alasan penggantian slogan “empat sehat lima sempurna” dengan pedoman gizi seimbang. Pertama, susunan makanan yang terdiri atas empat kelompok belum tentu sehat, bergantung pada porsi dan jenis zat gizinya apakah telah sesuai dengan kebutuhan sedangkan PGS, selain jenis makanan ditekankan pula proporsi yang berbeda pada setiap kelompok. PGS juga mencakup aspek kebersihan makanan, aktivitas fisik, dan kaitannya dengan pola hidup sehat yang lain. Kedua, susu bukan makanan sempurna. Susu adalah sumber protein hewani yang juga terdapat pada telur, ikan dan daging. Oleh karena itu, susu ditempatkan dalam satu kelompok dengan sumber protein hewani yang lain. Ketiga, slogan “empat sehat lima sempurna”yang dipopulerkan oleh Bapak Gizi Indonesia Prof. Poerwo Soedarmo dan dianggap relevan pada zamannya, sejak tahun 1990-an dianggap tak sesuai lagi dengan perkembangan iptek gizi (Yayasan Institut Danone 2010).

PUGS memuat 13 pesan dasar yang diharapkan dapat digunakan masyarakat sebagai pedoman untuk mengatur makanan sehari-hari yang seimbang dan aman guna mencapai dan mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal. Pesan dasar tersebut meliputi: (1) makanlah aneka ragam makanan; (2) makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi; (3) makanlah makanan

(23)

sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi; (4) batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi; (5) gunakan garam beryodium; (6) makanlah makanan sumber zat besi; (7) berikan ASI saja kepada bayi sampai umur enam bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya; (8) biasakan makan pagi; (9) minumlah air bersih yang aman dan cukup jumlahnya; (10) lakukan aktivitas fisik secara teratur; (11) hindari minum minuman berakohol; (12) makanlah makanan yang aman bagi kesehatan; dan (13) bacalah label makanan yang dikemas (Depkes 2005).

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pasal 60 sampai 62 menjelaskan bahwa penganekaragaman konsumsi pangan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman serta sesuai dengan potensi dan kearifan lokal yang dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Tercapainya penganekaragaman konsumsi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 diukur melalui pencapaian nilai komposisi pola pangan dan gizi seimbang. Gizi seimbang yang dimaksud dalam UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 didefinisikan sebagai asupan gizi sesuai kebutuhan seseorang untuk mencegah risiko gizi lebih dan gizi kurang. Hasil analisis Riskesdas 2010 menyatakan bahwa masalah gizi yang ada di masyarakat berkaitan dengan masalah asupan zat gizi yang tidak seimbang. Kontribusi konsumsi karbohidrat terhadap konsumsi energi adalah 61%, sedikit diatas angka yang dianjurkan PUGS. Kontribusi protein terhadap konsumsi energi hanya 13.3% dan kontribusi konsumsi lemak terhadap energi sebesar 25.6% (lebih dari anjuran PUGS).

Indeks Gizi Seimbang

Saat ini belum terdapat alat ukur gizi seimbang secara spesifik, khususnya di Indonesia. Beberapa alat ukur kualitas diet yang telah dikembangkan hingga saat ini, yaitu Mutu Gizi Konsumsi Pangan (MGP), Indeks Keragaman Makanan, Pola Pangan Harapan (PPH), dan Healthy Eating Index (HEI) dari beberapa negara.

Mutu Gizi Konsumsi Pangan (MGP)

Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2012, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan gizi pangan.

Konsep mutu gizi yang semula diartikan sebagai kandungan zat gizi pangan, berubah menjadi tingkat kecukupan semua zat gizi (nutrient adequacy),

(24)

yaitu persentase asupan zat gizi terhadap kecukupan atau kebutuhannya. Kandungan gizi pangan merupakan salah satu ukuran mutu gizi pangan. Perhitungan kandungan gizi pangan dilakukan dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang menunjukkan berbagai kandungan zat gizi dari bahan pangan dalam 100 g bagian yang dapat dimakan (BDD). Asupan zat gizi tertentu per hari yang diperoleh dari mengonsumsi aneka makanan adalah penjumlahan dari zat gizi yang sama yang diperoleh dari aneka makanan tersebut (Hardinsyah & Atmojo 2000). Konsep serupa juga digunakan oleh Jadhav dan Vali (2010) dalam mengukur mutu gizi pangan/kombinasi beberapa pangan yang dinyatakan sebagai rasio asupan zat gizi terhadap kebutuhan/kecukupan zat gizi.

Setelah diperoleh kandungan zat gizi tertentu dalam bahan pangan, kemudian dihitung tingkat kecukupan zat gizi tersebut. Penggunaan nilai tingkat kecukupan gizi lebih rasional dan mudah digunakan untuk menghitung mutu gizi makanan (Hardinsyah & Atmojo 2000). Selanjutnya perhitungan MGP dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

MGP =

Keterangan :

MGP = Mutu Gizi Pangan

TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi ke-i, yaitu (konsumsi zat gizi ke-i/kecukupan

zat gizi ke-i) x 100

n = Jumlah zat gizi yang dipertimbangkan dalam penilaian MGP

Hardinsyah (1998) mengembangkan sistem skor makanan untuk penilaian mutu gizi makanan (MGM) ibu hamil dan anak batita secara cepat dan sederhana di masyarakat. Studi tersebut menunjukkan bahwa dari empat alternatif skor makanan, terpilih SM63 yang terdiri dari enam kelompok pangan utama (makanan pokok, pangan hewani, tahu dan tempe, sayur, buah, dan susu) dan tiga tingkat skor (nol, satu, dan dua) sebagai skor makanan paling sederhana dan valid sebagai penduga sederhana MGM pada ibu hamil dan batita.

Penilaian MGP memiliki keunggulan dari segi gizi dan statistik, yaitu karena zat gizi di dalam tubuh digunakan secara interaktif bukan secara parsial, sehingga cara ini dapat menghasilkan satu nilai yang dengan mudah dapat dibandingkan dan dianalisis. Selain itu, MGP yang merupakan peubah kontinyu dapat menghasilkan nilai rataan, median, dan standar deviasi, serta dapat digunakan pada analisis regresi. Sementara itu, terdapat dua hal yang harus dipertimbangkan dalam penilaian MGP, yaitu jumlah dan jenis zat gizi yang perlu dipertimbangkan serta metode pengumpulan data konsumsi pangan yang sebaiknya digunakan (Hardinsyah & Atmojo 2000).

Indeks Keragaman Makanan

Keragaman makanan dalam diet merupakan indikator penting dalam ketahanan pangan. Sebanyak 12 kelompok pangan digunakan untuk membuat HDDS (Household Dietary Diversity Score), yaitu sereal; umbi-umbian; sayur; buah; daging; telur; ikan; kacang-kacangan; susu; lemak dan minyak; gula; bumbu, minuman, dan lainnya. Sementara itu, untuk IDDS (Individual Dietary

(25)

kaya vitamin A; umbi-umbian; sayuran berdaun hijau; sayuran lain; buah kaya vitamin A; buah lain; organ meat; flesh meat; telur; ikan; kacang-kacangan; susu dan produk susu; minyak dan lemak (FAO 2007).

Drescher et al. (2007) mengembangkan indikator keragaman makanan sehat yang mempertimbangkan tiga aspek penting, yaitu jumlah, distribusi, dan nilai kesehatan makanan yang dikonsumsi. Aspek keragaman makanan secara internasional diterima sebagai rekomendasi untuk diet yang sehat, karena dihubungkan dengan dampak kesehatan yang positif seperti mengurangi kejadian kanker atau mortalitas. Pengukuran keragaman makanan dalam konsumsi individu membutuhkan alat ukur yang tepat. Ukuran kuantitatif yang menghitung jumlah jenis makanan dan kelompok pangan yang dikonsumsi sering diterapkan. Perbandingan dengan Berry-Index dan Count-Index menunjukkan bahwa Healthy

Food Diversity lebih sesuai untuk merefleksikan keragaman makanan yang sehat.

Ukuran untuk mengevaluasi keragaman yang meliputi distribusi jenis makanan berbeda adalah Berry-Index. Indeks ini diterapkan terutama dalam studi keragaman pangan ekonomi. Katanoda et al. (2006) menerapkan Berry-Index atau

Simpson-Index untuk mengukur keragaman diet dan perubahan per tahunnya di

Jepang. Berry-Index (BI) didefinisikan sebagai 1-∑si2, dimana si adalah

pembagian produk i dalam jumlah total makanan yang dikonsumsi. Nilai indeks berkisar dari 0 hingga 1-1/n, sehingga BI = 0 mengindikasikan individu hanya mengonsumsi 1 produk makanan dan BI = 1-1/n menggambarkan situasi individu mengonsumsi pembagian yang sama dari semua produk. Nilai indeks tertinggi didefinisikan sebagai individu mengonsumsi pembagian kelompok pangan yang direkomendasikan.

Pengembangan keragaman makanan sehat didasarkan pada Berry-Index sehingga indeks akan meningkat jika distribusi makanan terdiri atas produk yang lebih sehat. Berdasarkan piramida makanan, pembagian ini dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu 73% makanan nabati, 25% makanan hewani, serta 2% lemak dan minyak. Konstruksi akhir dari indeks keragaman makanan sehat diperoleh dengan mengkombinasikan health value (hv = ∑hfi . si) dan keragaman makanan BI =

(1-∑si2). Healthy Food Diversity (HFD)-Index didefinisikan sebagai HFD = (1-∑si2) hv.

Penetapan American food guidelines (MyPyramid) sebagai dasar penyusunan

HFD-Index akan memberikan hasil yang lebih baik karena memberikan perhatian

pada produk susu rendah lemak. Pengembangan indikator keragaman makanan sehat bergantung pada pedoman gizi yang digunakan untuk distribusi makanan yang optimal (Drescher et al. 2007).

Kant et al. (1993) membuat skor keragaman makanan yang menghitung jumlah kelompok makanan yang dikonsumsi sehari-hari, seperti: susu, daging, serealia, buah, dan sayur. Nilai satu poin diberikan untuk masing-masing kelompok makanan yang dikonsumsi, sehingga skor maksimum adalah lima. Drewnowski et al. (1997) mengembangkan skor keragaman diet yang didasarkan pada jumlah kumulatif dari 164 makanan berbeda yang dikonsumsi selama periode 15 hari. Dalam indeks kualitas diet internasional, Kim et al. (2003) mengintegrasikan komponen keragaman makanan yang dievaluasi dengan dua cara, yaitu keseluruhan keragaman makanan dikumpulkan melalui jumlah lima kelompok makanan berbeda yang dikonsumsi setiap hari dan keragaman sumber protein yang diukur melalui jumlah sumber protein berbeda. Semua indeks

(26)

keragaman berfokus pada penghitungan kelompok dan sub-kelompok makanan berbeda, tetapi distribusi kuantitas makanan tersebut tidak diperhitungkan.

Pola Pangan Harapan (PPH)

Pendekatan yang dikenal selama ini untuk perencanaan penyediaan pangan dalam pembangunan pangan ada dua macam, yaitu pendekatan kecenderungan

(trend) konsumsi/permintaan dan pendekatan kecenderungan produksi. Salah satu

pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis situasi ketersediaan maupun konsumsi pangan wilayah adalah analisis pola pangan harapan (PPH). Menurut FAO-RAPA (1989) diacu dalam Hardinsyah et al. (2002), PPH (Desirable

Dietary Pattern) adalah komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi

dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. PPH pertama kali diperkenalkan oleh FAO-RAPA pada tahun 1988, yang kemudian dikembangkan oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia. Dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan penduduk berdasarkan skor pangannya (dietary score). Semakin tinggi skor mutu pangan, menunjukkan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik komposisi dan mutu gizinya. Secara umum rumus yang digunakan untuk menghitung skor PPH adalah sebagai berikut:

SPPH = ∑ (TKEi x Ri)

Keterangan :

SPPH = Skor Pola Pangan Harapan

TKEi = Tingkat kecukupan energi (%) kelompok pangan ke-i

Ri = Rating untuk kelompok pangan ke-i

Tujuan PPH adalah untuk menghasilkan suatu komposisi norma (standar) pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi penduduk, sekaligus juga mempertimbangkan keseimbangan gizi (nutritional balance) yang didukung oleh cita rasa (palatability), daya cerna (digestibility), daya terima masyarakat (acceptability), kualitas dan kemampuan daya beli (affortability). PPH berguna sebagai instrumen sederhana untuk menilai situasi ketersediaan konsumsi pangan berupa jumlah dan komposisi pangan menurut jenis pangan secara agregat. PPH dapat digunakan untuk perencanaan konsumsi dan ketersediaan pangan (Hardinsyah et al. 2002). Sejumlah golongan bahan makanan yang tersusun secara seimbang akan mampu memenuhi kebutuhan zat gizi. Golongan pangan tersebut mencakup:

1. Padi-padian, meliputi beras, jagung, terigu, dan hasil olahannya.

2. Umbi-umbian atau pangan berpati, meliputi ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas, sagu, dan hasil olahannya.

3. Pangan hewani, meliputi ikan, daging, telur, susu, dan hasil olahannya. 4. Minyak dan lemak, meliputi minyak kelapa, minyak jagung, minyak

goreng/kelapa sawit, dan margarine.

5. Buah dan biji berminyak, meliputi mete, kelapa, kenari, kemiri, dan cokelat.

6. Kacang-kacangan, meliputi kacang kedelai, kacang tanah, kacang tunggak, kacang polong, kacang merah, kacang hijau, dan kacang lainnya.

7. Gula, meliputi gula pasir, gula merah/mangkok, dan sirup.

8. Sayuran dan buah-buahan, meliputi semua jenis sayuran dan buah-buahan. 9. Lain-lain, meliputi bumbu-bumbu.

(27)

Di Indonesia, PPH telah digunakan sebagai basis perencanaan dan penilaian kecukupan gizi seimbang pada tingkat makro seperti pada tingkat negara atau wilayah. Skor PPH juga telah dimasukkan dalam kebijakan pembangunan pangan sebagai salah satu indikator output pembangunan pangan termasuk evaluasi penyediaan pangan dan diversifikasi pangan. PPH memiliki keunggulan, diantaranya: direkayasa sesuai perilaku konsumen dan produsen, sangat relevan dengan tujuan ketahanan pangan, sesuai anjuran mutu gizi, memenuhi diversifikasi pangan dan gizi, relatif mudah, dan terdapat keseimbangan antarkelompok pangan (Hardinsyah et al. 2002).

Healty Eating Index (HEI)

Healty Eating Index (HEI) adalah instrumen yang digunakan untuk menilai

kualitas diet secara menyeluruh dan memonitor pola konsumsi pangan. HEI merupakan alat ukur yang pertama kali dikembangkan oleh Center for Nutrition

Policy and Promotion USDA untuk mengukur kepatuhan konsumsi pangan yang

dihubungkan dengan angka kecukupan gizi berdasarkan piramida makanan (USDA-CNPP 1995). Beberapa negara yang telah membuat HEI adalah Amerika, Australia, dan Thailand. Indeks tersebut memiliki ciri masing-masing, menyangkut jumlah dan jenis komponen yang diukur, serta pemberian skor pada masing-masing komponen.

1. HEI Amerika

HEI-1995 adalah HEI pertama yang dibuat pada tahun 1995 oleh USDA-CNPP dengan menggunakan pedoman Dietary Guidelines for Americans. Kegunaan dari HEI-1995 ini adalah untuk memonitor perubahan diet Amerika dan mengukur kesesuaian diet Amerika dengan rekomendasi pola makan sehat. HEI terdiri atas 10 komponen (Gambar 2) yaitu lima komponen pertama berdasarkan lima kelompok pangan utama pada USDA Food Guide Pyramid 1992 yaitu serealia, buah-buahan, sayuran, daging dan susu. Komponen ke-enam sampai dengan 10 berdasarkan aspek yang tercantum dalam Dietary Guidelines for

American tahun 1995 yaitu lemak total, lemak jenuh, kolesterol, sodium dan

keragaman (USDA-CNPP 1995). Tabel 1 menunjukkan komponen HEI-1995 dan skor masing-masing komponen

Gambar 2 Komponen HEI-1995

Kelebihan dari HEI-1995 adalah memasukkan aspek keragaman serta mengukur lemak total dan kolesterol. Sementara itu, kekurangannya adalah tidak membedakan kelompok pangan berdasarkan kategori “total” dan “whole”, tidak

(28)

memasukkan minyak dan SoFAAS (solid fat, alcohol, and added sugar), dan skor ditentukan berdasarkan jumlah absolut (USDA-CNPP 1995).

Tabel 1 Komponen HEI-1995 dan skor masing-masing komponen

No Komponen

Skor

0 5 8 10

Poin

1 Buah 0 2-4 takaran saji

(sekitar 1-2 gelas)

2 Sayur 0 3-5 takaran saji

(sekitar 1.5-2.5 gelas)

3 Serealia 0 6-11 takaran saji

(sekitar 6-11 oz eq)

4 Susu 0 2-3 takaran saji (2-3

gelas) 5 Daging (dan

kacang-kacangan)

0 2-3 takaran saji

(sekitar 5.5-7.0 oz eq)

6 Natrium ≥ 4.8 ≤ 2.4 g

7 Lemak jenuh ≥ 15 ≤ 10% energi

8 Lemak total ≥ 45 ≤ 30% energi

9 Kolesterol ≥ 450 ≤ 300 mg

10 Keragaman ≤ 6 ≥ 16 makanan

berbeda selama 3 hari HEI-2005 merupakan revisi dari HEI-1995 sehubungan dengan munculnya

Dietary Guidelines 2005 di Amerika. Revisi ini meliputi peningkatan aspek-aspek

penting dalam kualitas diet, seperti whole grains, berbagai jenis sayuran, jenis spesifik lemak, dan pengenalan konsep discretionary calories. Tujuan dari pengembangan HEI ini adalah mengembangkan alat ukur yang memiliki kesesuaian dengan rekomendasi diet yaitu Dietary Guidelines for Americans 2005 (Guenther et al. 2007).

HEI-2005 memiliki 12 komponen, yaitu total buah; buah utuh (selain jus); total sayur; sayuran berwarna hijau gelap dan orange, serta legumes; total serealia; serealia utuh; susu (semua produk susu dan minuman kedelai); daging dan kacang-kacangan (daging merah, daging unggas, ikan, telur, minuman selain produk kedelai, kacang, dan seeds); minyak (minyak sayur dan lemak di dalam ikan, kacang, dan seeds); lemak jenuh; sodium; dan kalori dari lemak padat, alkohol, dan gula tambahan. Skor yang tinggi merupakan gambaran asupan yang tinggi untuk beberapa komponen, namun untuk lemak jenuh, sodium, dan kalori dari SoFAAS (solid fat, alcohol, and added sugar) skor yang lebih tinggi diberikan untuk asupan yang lebih rendah (Guenther et al. 2007). Komponen dari HEI-2005 dapat dilihat pada Tabel 2

(29)

Tabel 2 Komponen HEI-2005 dan skor masing-masing komponen

No Komponen

Skor

0 5 8 10 20

Poin 1 Total buah 0 ≥ 0.8 gelas eq/1000 Kal 2 Buah utuh 0 ≥ 0.4 gelas eq/1000 Kal 3 Total sayur 0 ≥ 1.1 gelas eq/1000 Kal 4 Sayuran berdaun

hijau dan orange, serta legumes

0 ≥ 0.4 gelas eq/1000 Kal

5 Total serealia 0 ≥ 3.0 oz eq/1000 Kal 6 Serealia utuh 0 ≥ 1.5 oz eq/1000 Kal

7 Susu 0 ≥ 1.3 gelas eq/1000 Kal 8 Daging dan

kacang-kacangan

0 ≥ 2.5 oz eq/1000 Kal 9 Minyak 0 ≥ 12 g/1000 Kal 10 Lemak jenuh ≥ 15 10 ≤ 7% energi 11 Sodium ≥ 2.0 1.1 ≤ 0.7 g/1000 Kal 12 Kalori dari SoFAAS ≥ 50 ≤20% energi

Kelebihan dari HEI-2005 ini adalah menggunakan pedoman Dietary

Guidelines for Americans 2005, skor ditentukan berdasarkan densitas energi (per

1000 Kal), memasukkan konsumsi bahan pangan yang tinggi energi dan rendah zat gizi mikro, menekankan pada aspek diet amerika yang jauh dari rekomendasi, dan dapat digunakan untuk wanita hamil dan menyusui. Sementara itu, kekurangannya adalah tidak dapat digunakan untuk anak dibawah dua tahun; validitas untuk kelompok etnik dan budaya tertentu berbeda dengan amerika; tidak memenuhi RDA vitamin E dan AI Potasium; tidak mengukur pemenuhan terhadap

MyPiramid; EAR lebih cocok digunakan untuk HEI; kebutuhan Fe dan Ca untuk

kelompok usia dan jenis kelamin tertentu meningkat meskipun kebutuhan energinya lebih rendah; tidak menunjukkan kelebihan asupan pada kelompok pangan; tidak mengukur lemak total, lemak trans, dan kolesterol; tidak menekankan pentingnya PUFA dan MUFA di dalam minyak; serta tidak memasukkan pengaturan berat badan ideal, aktivitas fisik, dan keamanan pangan (Guenther et al. 2007).

2. HEI Australia

Diet Quality Index (Aust-HEI) merupakan alat ukur untuk mengukur

kualitas diet secara keseluruhan. Indeks ini merepresentasikan pengumpulan skor yang diterapkan pada komponen diet terpilih yang merupakan gambaran dari diet yang sehat. Kualitas diet dihubungkan dengan risiko penyakit kronis dan outcome kesehatan. Pendekatan ini melihat relevansi keseluruhan diet dengan kesehatan, bukan hanya pangan, kelompok pangan, atau zat gizi spesifik. Aust-HEI diadaptasi untuk digunakan dengan data gizi dari food frequency questionnaire dan pertanyaan pendek terkait kebiasaan makan (Australian Institute of Health

(30)

Tabel 3 Komponen Aust-HEI dan skor masing-masing komponen No Komponen Kriteria untuk skor

maksimum Skor minimum Skor maksimum Sumber data 1 Keragaman Jumlah makanan

dari masing-masing kelompok pangan biasanya dimakan minimal satu kali seminggu 0 (tidak ada) 10 FFQ 2 Pilihan makanan sehat Makanan sehat biasanya dimakan minimal satu kali seminggu

0 (tidak ada)

10 FFQ

3 Konsumsi buah Dua porsi atau lebih per hari

0 (tidak ada)

10 SDQ

4 Konsumsi sayur Empat porsi atau lebih per hari

0 (tidak ada)

10 SDQ

5 Susu rendah lemak

Susu skim atau rendah lemak

0 (tidak) 5 SDQ

6 Daging rendah lemak

Biasanya (atau tidak makan daging)

0 (tidak) 5 SDQ

7 Konsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan rendah zat gizi lain

Jumlah makanan dimakan satu kali atau lebih seminggu

0 10 (tidak ada)

FFQ

Total 0 60

Keterangan:

FFQ = food frequency questionnaire; SDQ = short dietary questions

Aust-HEI memiliki fokus terhadap pilihan diet dan perilaku sehat yang relevan dengan penyakit kronis (keragaman diet, konsumsi sayur dan buah, dan asupan lemak). Aust-HEI juga menggambarkan rekomendasi Dietary Guidelines

for Australian Adults (NHMRC 2003) yang meliputi: konsumsi makanan bergizi

yang beraneka ragam (sayuran, legumes, dan buah; sereal diutamakan sereal utuh, termasuk roti, beras, pasta, dan mi; daging merah, ikan, unggas, dan/atau alternatif; susu, yoghurt, keju, dan/atau alternatif diutamakan rendah lemak; air) serta batasi asupan lemak jenuh dan lemak total, konsumsi alkohol, konsumsi gula dan makanan dengan gula tambahan, pilih makanan rendah garam, hindari penambahan berat badan, simpan dan siapkan makanan dengan aman, dan dukung pemberian ASI.

Kelebihan Aust-HEI adalah dapat memprediksi risiko penyakit kronis, FFQ yang digunakan memiliki takaran saji yang spesifik untuk makanan sehingga asupan gizi bisa dikomputasikan, dan menunjukkan konsistensi internal. Sementara itu, kekurangan dari Aust-HEI adalah perlu dikembangkan FFQ baru yang dapat mengakomodir makanan-makanan terbaru, komponen HEI yang kurang spesifik, dan cara penentuan skor komponen HEI yang kurang spesifik dan kurang sensitif (Australian Institute of Health and Welfare 2007).

(31)

3. HEI Thailand

The Healthy Eating Index for Thais (THEI) dikembangkan sebagai alat

ukur penting yang mengukur status dietary masyarakat Thailand dan memonitor perubahan dalam pola konsumsi pangan untuk memenuhi tujuan gizi dan mempelajari kualitas diet secara keseluruhan. Indeks ini mengukur kesesuaian diet masyarakat Thailand dengan rekomendasi Food Guide Thailand Nutrition Flag. THEI terdiri atas 11 komponen yang masing-masing merepresentasikan aspek diet sehat yang berbeda-beda (Taechangam et al. 2008). Komponen dari THEI dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4 Komponen THEI dan skor masing-masing komponen No Komponen Kisaran

skor

Kriteria untuk skor maksimum (10)

Kriteria untuk skor minimum (0) 1 Konsumsi

karbohidrat

0-10 8-12 sendok nasi 0 dan 14-18 sendok nasi 2 Konsumsi sayur 0-10 4-6 sendok nasi 0 3 Konsumsi buah 0-10 3-5 porsi 0 4 Konsumsi susu 0-10 1-2 gelas 0 5 Konsumsi daging

0-10 6-12 sendok makan 0 dan 12-18 sendok makan 6 Asupan lemak

total

0-10 ≤ 20% total energi ≥ 35% total energi 7 Asupan lemak

jenuh

0-10 ≤ 10% total energi ≥ 15% total energi 8 Konsumsi gula

tambahan

0-10 < 6% total energi > 10% total energi 9 Asupan kolesterol 0-10 ≤ 300 mg/hari ≥ 400 mg/hari 10 Asupan sodium 0-10 ≤ 2400 mg/hari ≥ 3300 mg/hari 11 Keragaman makanan 0-10 ≥ 30 jenis/hari ≤ 20 jenis/hari Komponen 1-5 mengukur tingkat kesesuaian diet dengan rekomendasi untuk lima kelompok pangan yang ada di dalam Thailand Nutrition Flag; komponen 6, 7, dan 8 mengukur asupan lemak total, lemak jenuh, dan gula tambahan; komponen 9 dan 10 mengukur asupan total kolesterol dan sodium; dan komponen 11 mengukur keragaman diet. Masing-masing dari 11 komponen memiliki skor yang berkisar dari 0-10, sehingga total skor adalah 110. Skor rata-rata THEI Thailand mengindikasikan bahwa diet Thailand perlu ditingkatkan. THEI dapat dijadikan sebagai dasar dalam melakukan promosi dan pendidikan gizi (Taechangam et al. 2008).

Kelebihan HEI Thailand adalah sederhana, secara praktis tidak mahal, dapat digunakan untuk pendidikan gizi, dan memasukkan aspek keragaman diet. Sementara itu, kekurangannya adalah tidak membedakan kelompok pangan

(32)

berdasarkan “total” dan “whole” dan penghitungan skor tidak didasarkan pada densitas energi (Taechangam et al. 2008).

Prinsip Pengembangan HEI Pengelompokan

Nurdiani (2011) dalam penelitiannya berjudul “Analisis Penyelenggaraan Makan di Sekolah dan Kualitas Menu bagi Siswa Sekolah Dasar di Bogor” sebelumnya telah mengembangkan Indonesian Healthy Eating Index (I-HEI) secara sederhana yang didasarkan pada PUGS untuk anak berusia 10-12 tahun. Komponen dari I-HEI tersebut terdiri dari: sumber pangan karbohidrat, sayuran, buah-buahan, protein hewani, protein nabati, total lemak, total garam, total gula, Fe/zat besi, dan keragaman.

Hurley et al. (2009) mengembangkan The Youth HEI (YHEI) yang mengadopsi HEI untuk digunakan pada anak dan remaja. Seperti halnya pada HEI, skor total YHEI bekisar antara 0-100 dengan skor tertinggi mengindikasikan kualitas diet yang lebih baik. YHEI terdiri dari 13 komponen (komponen 1-7 memiliki skor 0-10, komponen 8-13 memiliki skor 0-5), yaitu sereal utuh; sayur; buah; susu; protein hewani; makanan snack yang tinggi gula atau garam; minuman manis; multivitamin; margarin dan mentega; makanan gorengan dari luar rumah; lemak visible pada daging; sarapan; dan makan malam.

Alternate Healthy Eating Index (AHEI) memiliki skor yang didasarkan

pada sembilan komponen, yaitu sayur, buah, kacang dan kedelai, daging merah atau putih, lemak trans, lemak jenuh atau tidak jenuh, serat, multivitamin, dan alkohol. Masing-masing komponen memiliki skor sebesar 0-10 poin, kecuali untuk multivitamin dengan skor 2.5-7.5 poin. Total skor AHEI adalah 2.5 sampai 87.5 dengan skor tertinggi merefleksikan diet yang lebih sehat (McCullough et al. 2002).

Scoring System

Skoring pada Aust-HEI dilakukan berdasarkan jumlah makanan yang direkomendasikan untuk dikonsumsi per minggu. Skor keragaman untuk masing-masing dari lima kelompok pangan (serealia, sayur, buah, susu, dan daging) bernilai dua, dengan skor keseluruhan jika dijumlahkan adalah 10. Pilihan makanan sehat didasarkan pada makanan sehat yang dikonsumsi sedikitnya satu kali per minggu. Skor buah dan sayur didasarkan pada pertanyaan singkat “berapa banyak porsi sayur buah yang dikonsumsi per hari”. Skor lima diberikan untuk konsumsi buah satu porsi atau kurang. Skor konsumsi sayur satu porsi atau kurang dan dua atau tiga porsi sayur diberikan skor masing-masing tiga dan enam. Skor susu didasarkan pada pertanyaan jenis susu apa yang biasanya dikonsumsi. Skor 2.5 diberikan jika biasanya mengonsumsi kombinasi susu skim dan “whole milk”. Pertanyaan ini tidak memberikan pilihan untuk orang yang jarang atau tidak pernah mengonsumsi susu. Skor konsumsi daging yang telah dihilangkan lemaknya menunjukkan apakah orang secara aktif memilih untuk menurunkan asupan lemak jenuh. Skor 2.5 diberikan jika konsumsi dilakukan kadang-kadang.

(33)

Skor lemak jenuh (junk food) didasarkan pada konsumsi makanan tinggi lemak (Australian Institute of Health and Welfare 2007).

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan HEI

Penilaian kualitas diet pada orang Amerika tahun 1994-1996 dan 2001-2002 dengan menggunakan HEI-2005 menunjukkan skor yang masih di bawah nilai maksimum untuk seluruh komponen, kecuali total serealia, daging dan kacang-kacangan. Komponen yang memiliki skor terendah meliputi serealia utuh; sayuran berwarna hijau gelap dan orange serta legumes; sodium; dan kalori dari SoFAAS (USDA-CNPP 2007). Studi mengenai skor total HEI-2005 pada dewasa berusia di atas 20 tahun di Amerika menunjukkan bahwa orang dewasa di Amerika memiliki skor HEI-2005 di bawah skor maksimum, kecuali untuk total serealia dan daging dan kacang-kacangan. Kelompok wanita dewasa dan yang berusia lebih tua lebih memenuhi rekomendasi Dietary Guidelines for Americans

2005 untuk komponen buah dan sayur, serta discretionary calories, dan memiliki

skor kualitas diet secara keseluruhan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Kelompok dewasa yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi juga lebih mendekati rekomendasi dibandingkan dewasa dengan pendidikan yang rendah. Hasil studi di atas menunjukkan bahwa karakteristik sosial demografi mempengaruhi pemilihan makanan dan keseluruhan kualitas diet (Ervin 2011).

Exebio et al. (2011) dalam penelitiannya mengenai skor HEI-2005 dihubungkan dengan gejala depresi pada subjek Cuban-Amerika membuktikan bahwa pria dengan diabetes tipe 2 dan wanita tanpa diabetes tipe 2 dengan kualitas diet yang rendah memiliki gejala depresi yang lebih tinggi. Hurley et al. (2009) dalam penelitiannya menunjukkan wanita (64.47±11.70) memiliki skor HEI yang lebih tinggi dibandingkan pria (61.15±11.61). Skor HEI dihubungkan dengan asupan mikronutrien dan total energi yang tinggi. Selain itu, skor HEI yang rendah dihubungkan dengan tingginya persentase lemak tubuh/abdominal dan tidak berhubungan dengan IMT. Sementara itu, Gao et al. (2008) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa HEI-2005 dapat memprediksi kejadian obesitas pada populasi multi-etnis. Louzada et al. (2012) juga menunjukkan bahwa status perkawinan memiliki hubungan dengan Healthy Eating Index (individu yang menikah memiliki kualitas diet yang lebih baik). Penelitian McCabe-Sellers et al. (2007) menunjukkan bahwa faktor sosial ekonomi, seperti usia, ras, dan pendapatan mempengaruhi kualitas diet orang dewasa di Amerika.

Studi terkait dilakukan oleh McNaughton et al. (2008) dalam mengembangkan dietary guideline index (DGI) yang merefleksikan pola makan sehat orang Australia dewasa. DGI terdiri atas 15 jenis makanan yang merefleksikan dietary guidelines, seperti sayur dan legume, buah, total sereal, daging, total susu, minuman, sodium, lemah jenuh, minuman beralkohol, dan gula tambahan. Kualitas diet ditentukan menggunakan indikator yang berkaitan dengan sereal utuh, daging tanpa lemak, susu rendah lemak, dan keragaman diet. Terdapat hubungan antara skor DGI dengan jenis kelamin, usia, pendapatan, sosial ekonomi, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, rasio pinggang-pinggul, tekanan darah sistolik (laki-laki), dan status kesehatan (perempuan). Skor DGI yang lebih

(34)

tinggi dihubungkan dengan asupan energi, lemak total, dan lemak jenuh yang lebih rendah, serta asupan serat, b-carotene, vitamin C, folat, kalsium, dan zat besi yang lebih tinggi.

(35)

KERANGKA PEMIKIRAN

Penyusunan Indeks Gizi Seimbang didasarkan pada metode yang dilakukan oleh Hardinsyah (1996). Tahap pertama adalah formulasi konsep dan tujuan penilaian kualitas diet dengan Indeks Gizi Seimbang pada wanita dewasa. Konsep gizi seimbang yang dijabarkan di dalam pedoman gizi seimbang (PGS) Indonesia diperoleh melalui studi literatur. PUGS memuat 13 pesan dasar yang diharapkan dapat digunakan masyarakat sebagai pedoman untuk mengatur makanan sehari-hari yang seimbang dan aman guna mencapai dan mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal. Studi literatur juga dilakukan terhadap pengukuran gizi seimbang yang sudah ada, yaitu mutu gizi pangan (MGP), indeks keragaman makanan, dan pola pangan harapan (PPH) di Indonesia, serta healthy eating index (HEI) di Amerika, Australia, dan Thailand. Tahap selanjutnya adalah identifikasi kriteria, kelompok pangan, dan sistem skoring yang tepat. Setelah kelompok pangan sebagai komponen Indeks Gizi Seimbang berhasil dirumuskan, dilakukan formulasi sistem skoring dan pengujian validitas kriteria yang didasarkan pada MGP (Gambar 3).

Karakteristik individu yang meliputi usia, status kehamilan, pendidikan, dan pekerjaan menentukan konsumsi pangan subjek (jenis dan jumlah pangan). Konsumsi pangan ini memberikan kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan gizi makro dan mikro. Penyesuaian konsumsi pangan dan asupan zat gizi terhadap pedoman gizi seimbang dapat menjadi ukuran penentuan kualitas diet. Salah satu cara mengukur kualitas diet yang disesuaikan dengan gizi seimbang adalah Indeks Gizi Seimbang. Nilai Indeks Gizi Seimbang dapat menentukan status gizi (yang dapat diukur melalui antropometri atau komposisi tubuh), yang dihubungkan dengan kejadian penyakit degeneratif (Gambar 4).

(36)

Gambar 3 Kerangka pemikiran pengembangan Indeks Gizi Seimbang pada wanita dewasa Indonesia (modifikasi Hardinsyah 1996)

Formulasi konsep dan tujuan penilaian kualitas diet dengan Indeks Gizi Seimbang pada wanita

dewasa

Studi literatur pengukuran gizi seimbang yang sudah ada di Indonesia

A. Identifikasi kriteria yang tepat B. Identifikasi kelompok pangan C. Identifikasi konsep sistem skoring

Formulasi kelompok pangan

Formulasi sistem skoring

Pengujian validitas kriteria

Perumusan Indeks Gizi Seimbang yang tepat pada wanita dewasa Indonesia

(37)

Gambar 4 Kerangka pemikiran faktor-faktor determinan Indeks Gizi Seimbang wanita dewasa Indonesia

Keterangan :

: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti

Karakteristik individu

Konsumsi Pangan

Asupan gizi makro dan mikro Kebutuhan gizi

Kualitas diet

Indeks Gizi Seimbang

Antropometri Komposisi tubuh

Penyakit degeneratif Pedoman gizi seimbang Konsumsi makanan beragam sesuai kebutuhan Kebersihan Aktivitas fisik BB ideal

(38)

METODE

Desain, Waktu, dan Tempat

Desain penelitian ini mengacu kepada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, yaitu cross sectional. Penentuan validasi dilakukan dengan menggunakan data konsumsi pangan hasil Riskesdas 2010 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Balitbangkes Kemenkes RI) (Lampiran 1). Pengumpulan data di beberapa daerah oleh tim pengumpul data Riskesdas dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2010. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013 di Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat.

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek

Jumlah dan cara pengambilan subjek penelitian mengikuti jumlah dan cara pengambilan subjek Riskesdas 2010. Subjek Riskesdas 2010 di tingkat kabupaten/kota berasal dari 441 kabupaten/kota yang tersebar di 33 provinsi. Jumlah tersebut telah mengalami pengurangan dari jumlah keseluruhan kabupaten/kota di Indonesia (497 kabupaten/kota). Alasan pengurangan tersebut adalah terdapat kabupaten/kota yang tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan dan terdapat 1 kabupaten di Provinsi Papua (Kabupaten Nduga) yang tidak dapat dikunjungi dalam periode waktu pengumpulan data Riskesdas.

Populasi dalam Riskesdas 2010 adalah seluruh rumah tangga yang mewakili 33 provinsi di Indonesia. Sampel rumah tangga dalam Riskesdas 2010 dipilih berdasarkan listing Sensus Penduduk tahun 2010. Proses pemilihan rumah tangga dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan two stage sampling. Riskesdas memilih blok sensus yang telah dikumpulkan pada sensus penduduk 2010. Pemilihan blok sensus tersebut dilakukan sepenuhnya oleh BPS dengan memperhatikan status ekonomi dan rasio perkotaan/perdesaan. Blok sensus tersebut proporsional terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Blok sensus yang dipilih untuk kesehatan masyarakat adalah sebesar 2800 blok sensus dengan 70000 rumah tangga.

Riskesdas 2010 berhasil mengunjungi 2798 blok sensus dari 441 kabupaten/kota. Jumlah rumah tangga dari blok sensus tersebut sebanyak 69300 rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga sebanyak 251388 orang. Dari 441 kabupaten/kota tersebut didapatkan 68486 orang wanita dewasa usia 19-55 tahun. Kriteria inklusi meliputi wanita berusia 19-55 tahun. Sementara itu, kriteria eksklusi meliputi wanita yang hamil dan memiliki kondisi konsumsi tidak biasa (hajatan, hari raya, puasa, sakit, dan diet) pada saat dilakukan survey konsumsi.

Cleaning data dilakukan untuk subjek yang tidak memiliki data berat badan, tinggi

badan, status kehamilan, dan konsumsi pangan; IMT < 13 dan > 40; asupan energi < 0.3 atau > 3 kali dari energi basal; serta memiliki tingkat kecukupan zat gizi > 400%.

Total subjek yang digunakan berjumlah 61759 orang (90.2%) (Gambar

5).

(39)

Gambar 5 Alur cleaning data subjek penelitian Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder (Tabel 5). Pengumpulan data telah dilakukan oleh Kementrian Kesehatan melalui Riskesdas 2010 dengan cara pengumpulan data terlampir (Lampiran 1). Data diperoleh dalam bentuk electronic file dalam bentuk entry data dan hasil pengolahan Riskesdas 2010.

68486 orang wanita dewasa (19-55 tahun) Subjek : 61759 orang wanita dewasa Cleaning data: - IMT < 13 dan > 40 : 186 orang

- Asupan energi total < 0.3 dan > 0.3 dari Energi Metabolisme Bassal : 1472 orang

- Tingkat kecukupan zat gizi > 400% : 13 orang

Cleaning data:

- Tidak ada data berat badan : 127 orang

- Tidak ada data tinggi badan: 8 orang

- Tidak ada data status kehamilan : 1260 orang - Tidak ada data konsumsi

pangan : 101 orang Kriteria eksklusi: - Hamil : 2393 orang

- Kondisi konsumsi tidak biasa (hajatan, hari raya, puasa, sakit, dan diet) : 1167 orang

Jumlah anggota rumah tangga 251388 orang

Gambar

Tabel 1  Komponen HEI-1995 dan skor masing-masing komponen
Tabel 3  Komponen Aust-HEI dan skor masing-masing komponen  No  Komponen  Kriteria untuk skor
Tabel 4  Komponen THEI dan skor masing-masing komponen  No  Komponen  Kisaran
Gambar  3    Kerangka  pemikiran  pengembangan  Indeks  Gizi  Seimbang  pada  wanita dewasa  Indonesia (modifikasi Hardinsyah 1996)
+7

Referensi

Dokumen terkait

mendapatkan klarifikasi tentang laporan keuangan Mengeskplorasi  mengumpulkan berbagai informasi Tugas  diskusi kelompo k  membua t notula  merangk um hasil diskusi 

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya pada Biro-Biro dan Pusat-Pusat di Sekretariat Jenderal Kecuali Pusat K3,

Hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa tinjauan pelaksanaan pembelajaran industry berbasis ISO 9001 : 2008 di SMK Muhammadiyah 2 Andong Boyolali ada kesesuaian

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan

Sistem manajemen barang yang berlaku di Unit Sarana dan Prasarana FTI UKSW saat ini masih menggunakan pencatatan secara manual di dalam file excel. Pelaporan kerusakan

46 Associative Meaning Found in The Central Media News PDF 47 Syntactic Characteristics of African American Vernacular English on ‘a Raisin’ in the Sun’ Film PDF 48

Ibu Treesia Sujana, MN selaku Wali studi selama ± 1 tahun, Kemudian Ibu Natalia Ratna Yulianti, S.Kep, Ns, MAN selaku Wali studi selama ±2 tahun yang sudah

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan partisipasi masyarakat masih tergolong rendah dalam pembangunan kawasan ekowisata mangrove tersebut, namun secara