• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDUKSI MUTASI PLANLET ANGGREK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INDUKSI MUTASI PLANLET ANGGREK"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI.

INDUKSI MUTASI PLANLET ANGGREK Spathoglottis plicata Blume. MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR GAMMA DAN KARAKTERISASI

BERDASARKAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF DI RUMAH KAWAT

INDUCED MUTATION LINE CLONE OF PLANTLET

Spathoglottis plicata Blume. USING GAMMA-RAY IRRADIATION AND CHARACTERIZATION OF MUTANT BASE ON VEGETATIVE AND

GENERATIF CHARACTER AT SCREEN HOUSE SCREENING

Abstract

Spathoglottis plicata Blume is one type of orchids with low level of genetic diversity, especially in flower color compared to the other ochids. The experiment obtained (1) to induce the genetic diversity of S. plicata accession Bengkulu using gamma irradiation to plantlets, (2) to determine a lethal dose 50% (LD50) for plantlets through gamma irradiation, and (3) to identify the genetic variability of S. plicata mutants base on morphological characters of vegetative and generative growth phase during on the screen house. The experiment used Completely Randomized Design with 11 doses gamma irradiation (0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, and 100 Gy). The result showed that the increase of genetic variability of orchid plantlets after gamma-ray irradiation treatment with doses ranged 30-100 Gy. The LD50 of percentage of plantlet survival was 50.74 Gy, seven months after gamma irradiated. The LD30 of percentage of new plantlet formation was 33.78 Gy. There were 7 plant mutants base on shape and color of flower diffrences and 2 plant mutant base on morphological vegetative characters. There were some color of flower petal and cepal color resulted gamma-ray iradiation, which were yellow-pink gradation color (mutant 1), almost white (mutant 2), light yellow with dark pink spotted (mutant 3), and brigh yellow (mutant 4). Beside, the color changes was also produced two kind shape of flower such as wavy petal (mutant 8), and lateral sepal fusion (mutant 9).

Keywords : Spathoglottis plicata, orchid, mutant, gamma irradiation, variegation, planlet

(2)

Pendahuluan

Anggrek Spathoglottis sp. memiliki keragaman genetik yang sempit bila dibandingkan dengan jenis anggrek yang lain, sehingga hibrida hasil persilangannya sangat terbatas. Anggrek Spathoglottis sp. yang umum dikenal oleh masyarakat hanya yang berbunga pink-ungu (Kartikaningrum dan Puspasari 2005, Kartikaningrum et al. 2007, Handoyo dan Prasetya 2006).

Persilangan menggunakan induk dari spesies yang ada, telah diperoleh beberapa hibrida yang telah dilepas oleh BALITHI Segunung sebagai kultivar baru yaitu S. plicata cv. Kartika, cv. Ani Yudhoyono dan cv. Bintang Segunung (SK MENTERI PERTANIAN NOMOR : 506Kpts/PD.210/10/2003). Hasil Persilangan anggrek S. plicata yang belum dilepas sebagai varietas baru dilanjutkan penelitiannya untuk melihat keragaan karakter kualitatifnya (Kartikaningrum et al. 2007)

Keberhasilan upaya iradiasi untuk meningkatkan keragaman populasi sangat ditentukan oleh radiosensitivitas genotipe yang diradiasi. Tingkat sensitivitas tanaman sangat bervariasi antar jenis dan antar genotipe tanaman tanaman (Banerji dan Datta 1992). Radiosensitivitas dapat diukur berdasarkan nilai LD50 (Lethal dose 50) yaitu dosis yang menyebabkan kematian 50% populasi tanaman. Beberapa hasil studi induksi mutasi menunjukkan bahwa dosis optimum yang dapat menghasilkan mutan terbanyak biasanya terjadi disekitar LD20 - LD50 (Ibrahim 1999, van Harten 2002). LD50 sudah berhasil didapat pada tanaman jagung (Herison et al. 2008), Thai Tulip (Abdullah et al. 2009), stek pucuk anyelir (Aisyah et al. 2009) dan krisan klon ungu (Lamseejan et al. 2000).

Pendeteksian awal terjadinya mutasi antara lain dapat dilakukan menggunakan penanda morfologi seperti perubahan warna, bentuk dan ukuran dari bahan yang iradiasi (Ismachin 2007). Penanda morfologi umumnya ditujukan pada karakter kualitatif seperti karakter bentuk dan warna akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Karakter kualitatif dikendalikan oleh gen sederhana (satu atau dua gen) dan sedikit dipengaruhi oleh lingkungan (Talhinhas et al. 2006). Perbedaan karakter morfologi pada organ akar, batang dan daun dapat diamati dengan membandingkannya dengan tanaman kontrol sebagai pembanding (Tjitrosoepomo 2005).

(3)

Radiosensitivitas yang umumnya diukur menggunakan LD50 sangat ditentukan oleh jenis tanaman, organ, jaringan dan sel yang digunakan sebagai bahan iradiasi. Selain menggunakan LD50, radiosensitivitas juga dapat diamati dari adanya hambatan pertumbuhan atau lethalitas, mutasi somatik, patahan kromosom, serta perubahan jumlah dan ukuran kromosom (Datta 2001). Perubahan morfologi baik untuk karakter kualitatif maupun karakter kuantitatif dapat pula dijadikan salah satu indikator telah terjadi perubahan pada tanaman yang telah diradiasi. Perubahan karakter kualitatif yang terjadi antara lain terjadinya perubahan bentuk dan warna daun dan bunga, dihasilkan tanaman mandul jantan, dihasilkan tanaman kimera dan variegata. Terjadinya perubahan warna bunga sangat erat hubungannya dengan terpengaruhnya senyawa pembawa warna pada tanaman (To dan Wang 2006). Ada tiga kelompok pigmen tanaman yaitu flavonoid, carotenoid dan betalain (Bartley dan Scolnik1995, Strack et al. 2003, Cai et al. 2005). Pigmen warna bunga yang paling dominan adalah dari kelompok flavonoid (Winkel-Shirley 2001). Perubahan karakter kuantitatif diantaranya adalah terjadinya perubahan ukuran morfologi tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun, besar bunga, jumlah bunga, lama mekar bunga, dan lain-lain.

Percobaan ini bertujuan untuk menginduksi keragaman genetik planlet anggrek S. plicata aksesi Bengkulu menggunakan iradiasi sinar gamma, menentukan radiosensitivitas planlet anggrek S. plicata hasil iradiasi sinar gamma menggunakan indikator lethal dosis 50% (LD50) dan mengidentifikasi keragaman genetik populasi mutan anggrek S. plicata berdasarkan karakter morfologi fase vegetatif dan generatif tanaman yang ditumbuhkan di rumah kawat dengan paranet 45%.

Bahan dan Metode

Percobaan ini terdiri dari dua tahap penelitian. Tahap pertama untuk menentukan LD50 lini klon planlet. Tahap kedua adalah iradiasi lini klon planlet pada dosis sekitar LD50 untuk mendapatkan mutan terbanyak. Iradiasi lini klon planlet anggrek S. plicata menggunakan alat Iradiator Gamma Chamber 4000A di lakukan di PATIR BATAN Jakarta. Botol yang berisi lini klon planlet diradiasi akut sebanyak 1 kali dengan dosis sesuai dengan perlakukan.

(4)

Penentuan LD50 Lini Klon Planlet S. plicata Aksesi Bengkulu

Waktu dan Tempat

Iradiasi sinar gamma dilakukan pada bulan Maret 2009. Aklimatisasi dan karakteriasasi morfologi planlet setelah diradiasi dilakukan di rumah kawat dengan naungan 45% standar untuk pertumbuhan anggrek S. plicata di Cibanteng Bogor mulai dari bulan Maret 2009 – Oktober 2009.

Metode Percobaan

Bahan iradiasi yang digunakan adalah lini klon planlet anggrek S. plicata yang berumur 6 minggu setelah sub kultur yang keempat, menggunakan medium MS padat dengan penambahan air kelapa sebanyak 75 ml L-1 dan 2% arang aktif.

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Perlakuannya adalah lima dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan pada lini klon planlet anggrek S. plicata asli Bengkulu, yang terdiri dari : D0 (kontrol) tanpa diradiasi, D1 = 75 Gy, D2 = 150 Gy, D3 = 225 Gy, D4 = 300 Gy. Setiap dosis menggunakan planlet awal sebagai bahan iradiasi sebanyak ± 250 tanaman atau sebanyak 10 botol (± 25 planlet/botol). Planlet diradiasi didalam botol kultur, setelah diradiasi langsung diaklimatisasi pada medium non steril berupa campuran tanah : kompos : akar pakis dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Selama 2 bulan pertama planlet ditanam secara kompot sebanyak 25 tanaman per pot ukuran 17 cm.

Pengamatan dilakukan mulai dari 1 bulan setelah diradiasi sampai 7 bulan setelah iradiasi. Tanaman yang bertahan hidup dengan ciri-ciri sudah nampak hijau, akar baru mulai muncul selanjutnya dipindahkan ke pot baru dengan medium yang sama sebanyak 5 tanaman per pot. Selanjutnya setelah umur 4 bulan baru dipindahkan ke pot tunggal (1 tanaman per pot diameter 17 cm).

Peubah yang diamati adalah persentase tanaman hidup, persentase tanaman mati, persentase tanaman dorman (tidak hidup tapi tidak pula tumbuh, sementara cormus tetap berwarna hijau), perubahan warna daun setelah diradiasi dan persentase tanaman mutan.

(5)

Analisis data dilakukan menggunakan metode Best Curve Fit Analysis untuk peubah persentase tanaman hidup, persentase tanaman mati, persentase populasi akhir dan persebtase anakan baru.

Induksi Mutasi dan Karakterisasi Lini Klon Planlet Anggrek S.plicata

Waktu dan Tempat

Iradiasi sinar gamma dilakukan pada bulan Oktober 2009. Aklimatisasi dan karakteriasasi morfologi planlet setelah diradiasi dilakukan di rumah kawat dengan naungan 45% standar untuk pertumbuhan anggrek S. plicata di Cibanteng Bogor mulai dari bulan Oktober 2009 – Februari 2012.

Metode Percobaan

Bahan iradiasi yang digunakan adalah lini klon planlet anggrek S. plicata yang berumur 6 minggu setelah sub kultur keempat, menggunakan medium MS padat dengan penambahan air kelapa sebanyak 75 ml L-1 dan 2% arang aktif. Setiap botol dipilih planlet yang seragam pertumbuhannya sebanyak ± 25 planlet per botol. Botol yang berisi planlet selanjutnya diradiasi akut sebanyak 1 kali dengan dosis sesuai dengan perlakuan.

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Perlakuannya adalah sebelas dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan pada lini klon planlet anggrek S. plicata aksesi Bengkulu, yang terdiri dari : D0 (kontrol) tanpa diradiasi, D1 = 10 Gy (1' 09''), D2 = 20 Gy (1' 37''), D3 = 30 Gy (1' 37''), D4 = 40 Gy (2' 06''), D5 =50 Gy (3' 15''), D6 = 60 Gy (3' 43''), D7 = 70 Gy (4' 12''), D8 = 80 Gy (5' 20''), D9 = (5' 49''), D9 = 90 Gy (6' 18''), D10 = 100 Gy (7' 16''). Setiap dosis perlakuan diulang sebanyak 10 kali atau sebanyak 10 botol yang setara dengan 250 planlet. Sehingga totol planlet yang diradiasi adalah sebanyak 2 500 planlet. Setelah diradiasi planlet diaklimatisasi secara kompot menggunakan medium campuran tanah : kompos : akar pakis 1 : 1 : 1 selama 2 bulan menggunakan pot plastik dengan diameter 17 cm. Setiap pot ditanam 25 planlet anggrek S. plicata. Setelah 2 bulan dilakukan pemindahan anakan yang mampu bertahan hidup ke pot baru menggunakan medium yang sama satu tanaman per pot.

(6)

Pemupukan dilakukan setiap dua minggu sekali dengan cara menyiram larutan pupuk merata diatas permukaan medium tanam. Volume pemupukan adalah 20 ml/pot. Pemupukan dilakukan pada pagi atau sore hari. Pemupukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif menggunakan pupuk cair dengan komposisi NPK 32-10-15. Setelah tanaman tumbuh baik memiliki daun 4 helai (fase remaja) selanjutnya dilakukan induksi pembungaan dengan mengganti pupuk daun dengan komposisi NPK 20-20-20.

Pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprot tanaman setiap bulan menggunakan Previcur-N dengan dosis 2 ml L-1, sementara untuk mengendalikan hama digunakan Dimicron EC. Penyemprotan dilakukan sebulan sekali dengan dosis 2 ml L-1. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut setiap gulma yang tumbuh setiap minggu.

Pengamatan dilakukan pada tanaman yang diradiasi langsung (M1V1), dilakukan setiap bulan untuk persentase planlet hidup, persentase planlet mati, dan jumlah planlet baru. Pengamatan selama fase vegetatif dilakukan setiap bulan terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun serta jumlah anakan. Pengamatan selama fase generatif dilakukan setiap bulan terhadap jumlah tangkai bunga fluorescent, posisi tumbuh tangkai bunga, bentuk bunga, warna bunga, jumlah bunga yang mekar bersamaan dan panjang tangkai bunga. Pengamatan yang dilakukan pada akhir penelitian antara lain, jumlah bunga total, bentuk stomata, penampang melintang daun dan penampang melintang akar.

Pengamatan juga dilakukan pada pertumbuhan anakan tanaman yang telah diradiasi sinar gamma (M1V2) dan pada anakan berikutnya (M1V3) untuk melihat kestabilan mutan hasil perbanyakan secara klonal. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 14.

Analisis Data.

Data kuantitatif hasil pengamatan dianalisis menggunakan Uji F pada taraf 5%, bila terdapat beda nyata dianjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan’s (UJBD) pada taraf 5%. Sementara persentase planlet hidup, persentase planlet mati, persentase populasi akhir, dan persentase anakan baru dianalisis menggunakan Best

(7)

Curve Fit Analysis untuk mendapatkan model kurva dan nilai LD50 (Finney dan Philip 2005, Findlay dan Dillard 2007).

Data kualitatif hasil pengamatan pada fase vegetatif dan fase generatif ditampilkan menggunakan foto, untuk menampilkan perbedaan antara tanaman tipe liarnya (wildtype) dengan tanaman mutan hasil iradiasi sinar gamma.

Lini klon plantlet S. plicata aklimatisasi Pertumbuhan Vegetatif/remaja Pertumbuhan Generatif Tanaman Mutan Data kualitatif Iradiasi sinar gamma Tahap II : (11 dosis) 0 Gy,10 Gy, 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy,

50 Gy, 60 Gy, 70 Gy, 80 Gy, 90 Gy,

100 Gy Data kuantitatif Ditampilkan dalam bentuk foto Uji F 5% UJBD 5% Best Curve Fit

Analysis Iradiasi sinar gamma Tahap I : (5 dosis) 0 Gy 75 Gy 150 Gy 225 Gy 300 Gy Lini klon plantlet S. plicata

Gambar 14. Skema bagan alir penelitian induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma pada lini klon planlet anggrek S. plicata.

Hasil dan Pembahasan

Penentuan LD50 Lini Klon Planlet S. plicata Aksesi Bengkulu

Hasil pengamatan pada 7 bulan setelah iradiasi (bsi) diketahui bahwa semakin tinggi dosis iradiasi maka persentase tanaman hidup semakin menurun. Persentase planlet kontrol (tanpa diradiasi) yang mampu hidup hanya 92%, artinya terjadi kematian planlet akibat dilakukan aklimatisasi sebesar 8%. Kematian tanaman

(8)

disebabkan oleh karena terjadinya perubahan lingkungan tumbuh dari lingkungan yang aseptik dengan pemberian nutrisi lengkap sesuai dengan kebutuhan tanaman dan lingkungan tumbuh yang terkontrol suhu dan cahaya ke lingkungan non aseptik dan nutrisi yang kurang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Penampilan tanaman yang mampu tumbuh sampai 7 bulan sangat prima, daun hijau segar, anakan baru sudah tumbuh, tangkai bunga juga sudah mulai terbentuk. Pengamatan terhadap bentuk dan warna daun serta bentuk dan warna bunga tidak ada tanaman yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi variasi somaklonal akibat subkultur berulang selama produksi lini klon (Gambar 15).

Gambar 15. Diagram pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap persentase tanaman hidup, persentase tanaman mati dan persentase tanaman dorman pada 7 bsi.

Persentase planlet yang hidup setelah diradiasi dengan dosis 75 sangat rendah yaitu hanya 12%, sementara persentase kematian planlet mencapai 60%. Daun yang terpapar sinar gamma mulai menguning dan mengering yang dimulai dari ujung daun, setelah itu daun planlet akan mati. Terbentuknya daun baru terjadi pada 3 bulan setelah iradiasi dan planlet mulai tumbuh kembali. Tinggi tanaman rata-rata dari 12% tanaman yang hidup hanya mencapai 35% saja atau hanya mencapai 26 cm, dibandingkan dengan tanaman normal yang mampu mencapai 98 cm.

Peningkatan dosis menjadi 150 Gy atau lebih tinggi lagi menyebabkan planlet tidak mampu memulihkan diri setelah terpapar sinar gamma. Semua planlet yang diradiasi mati, yang ditandai dengan mengeringnya semua bagian tanaman setelah 2

0 50 100 150 200 250 Jumlah Tanaman Awal Persentase Tanaman Hidup Persentase Tanaman Mati Persentase tanaman dorman 200 92 5 0 212 12 60 28 208 0 82 18 205 0 100 0 217 0 100 0 0 Gy 75 Gy 150 Gy 225 Gy 300 Gy

(9)

bsi. Fenomena yang menarik dapat diamati pada planlet yang diradiasi dengan dosis 75 dan 150 Gy, karena adanya tanaman yang dorman sebanyak 28% dan 12%. Kriteria dorman adalah setelah semua daun rontok, kormus tetap hidup yang ditandai dengan warna kormus yang tetap hijau, namun tidak mampu berkembang menjadi tanaman ataupun menghasilkan anakan baru sampai 7 bsi (Gambar 15).

Penentuan LD50 untuk planlet anggrek S. plicata sangat penting dilakukan sebagai acuan untuk pelaksanaan iradiasi selanjutnya guna mendapatkan mutan harapan yang akan memperbesar keragaman genetik anggrek S. plicata. Hasil analisis menggunakan Best Curve Fit Analysis terhadap persentase tanaman hidup dan persentase tanaman mati disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16. Kurva hubungan dosis iradiasi sinar gamma dengan (a) persentase tanaman hidup dan (b) persentase tanaman mati pada 7 bsi.

Hasil analisis persentase tanaman hidup pada 7 bsi menggunakan Best Curve Fit Analysis menghasilkan pola Rational Fuction (y = (91.99 - 0.36 x)/(1 – 0.022 x + 0.0005 x^2), sementara pola regresi untuk persentase tanaman mati mengikuti pola Richards Model (y = 10.03/(1 + exp (0.34 – 0.029 x)^(1/0,35). Berdasarkan kurva persentase kematian planlet setelah 7 bulan diradiasi dengan 5 taraf dosis sinar

(10)

gamma didapat LD30 = 34.54 Gy, LD50 = 56.93 Gy dan LD70 = 81.98 Gy. Lethal dose 30% sampai 70% merupakan taraf dosis yang dianjurkan untuk pelaksanaan iradiasi planlet anggrek S. plicata. Seleksi mutan sebaiknya dilakukan setelah 6 bulan diradiasi, karena pada saat tersebut tanaman sudah stabil dan sudah terjadi pemulihan sehingga tanaman sudah mulai menumbuhkan daun baru dari tanaman yang sudah diradiasi (M1V1), terbentuknya tunas baru (M1V2), dan mulai terbentuknya tangkai bunga pada tanaman yang diradiasi.

Induksi Mutasi dan Karakterisasi Lini Klon Planlet Anggrek S.plicata

Hasil uji F terhadap semua data kuantitatif pada 7 bsi menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata terhadap semua peubah kuantitatif yang diuji, kecuali untuk jumlah daun rata-rata per planlet dan tinggi tunas. Pertumbuhan dan perkembangan planlet anggrek S. plicata terbaik dapat diketahui dengan melakukan uji lanjut menggunakan UJBD pada taraf uji 5% (Tabel 8).

Tabel 8. Pengaruh sebelas dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan dan multiplikasi lini klon planlet anggrek S. plicata pada 7 bsi. Dosis iradiasi (Gy) Jumlah planlet awal (plt/btl) Jumlah tanaman hidup (tan/pot) Jumlah tanaman mati (tan/pot) Jumlah anakan baru (tan/plt) Jumlah populasi akhir (tan/pot) Jumlah daun total (helai/ pot) Jumlah daun mati (helai/ pot) 0 25.20 25.00 a 0.20 d 77.50 a 102.50 a 149.20 a 0.00 d 10 25.80 25.40 a 0.40 d 83.40 a 108.36 a 148.00 a 0.00 d 20 26.20 22.00 a 4.20 c 9.40 b 31.40 b 96.60 b 16.80 c 30 25.00 22.40 a 2.60 c 14.00 b 36.40 b 24.80 c 53.20 b 40 25.20 13.40 b 11.80 b 0 c 13.40 c 6.40 d 44.84 b 50 25.60 11.00 b 14.60 b 0 c 11.00 c 0.20 e 58.40 b 60 25.20 12.20 b 13.00 b 0 c 12.20 c 0.00 e 50.70 b 70 25.40 0.40 c 25.00 a 0 c 0.40 d 0.40 e 97.25 a 80 25.60 0 c 25.60 a 0 c 0 d 0 e 100 a 90 25.60 0 c 25.60 a 0 c 0 d 0 e 100 a 100 25.00 0.01 c 24.99 a 0 c 0.01 d 0 e 100 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada UJBD, α = 0.05.

Aklimatisasi menyebabkan terjadinya stres pada planlet tanpa iradiasi (kontrol) yang telah diradiasi. Perubahan lingkungan tumbuh dari kondisi anaerob

(11)

menggunakan medium steril di ruang kultur ke kondisi aerob menggunakan medium non steril di rumah kawat mengakibatkan kematian planlet mencapai 20% pada saat 1 bulan setelah diaklimatisasi. Tanaman mulai pulih kembali setelah bulan kedua dan pada bulan keempat sudah mulai terlihat adanya pertumbuhan anakan pada beberapa planlet yang diradiasi dosis rendah, sementara pada dosis tinggi pemulihan kondisi planlet menjadi semakin lama, bahkan planlet tidak mampu pulih pada dosis lebih dari 70 Gy. Persentase pertumbuhan dan perkembangan planlet setelah diradiasi selanjutnya diaklimatisasi di rumah kawat dengan paranet 45% disajikan pada Gambar 17.

Gambar 17. Persentase pertumbuhan dan perkembangan planlet anggrek S. plicata setelah diradiasi dengan sebelas dosis iradiasi sinar gamma sampai 7 bsi.

Jumlah anakan yang terbentuk sampai dengan 7 bsi mencapai 164% dibandingkan dengan jumlah planlet awal, artinya dari 250 planlet yang diaklimatisasi dihasilkan 410 tanaman pada kontrol (tanpa iradiasi). Kematian tanaman mencapai 20% pada umur 1 bulan setelah aklimatisasi, berarti tanaman yang hidup sebanyak 200 planlet yang selanjutnya mampu menghasilkan anakan rata-rata 1 anakan per tanaman. Anakan mulai terbentuk pada umur 5 bulan setelah

(12)

aklimatisasi. Selanjutnya tangkai bunga mulai terbentuk pada umur 6 bsi. Persentase tanaman membentuk tangkai bunga fluorescent pada perlakuan tanpa diradiasi mencapai 25% pada 6 bsi dan mencapai 38% pada 7 bsi.

Tanaman yang diradiasi secara umum memperlihatkan terjadinya gejala menguning (klorosis) dimulai dari ujung daun terlihat pada umur 2 minggu setelah iradiasi (msi), selanjutnya daun mulai mengering (nekrosis) pada 4 bsi dan mati pada 6 bsi. Planlet yang diberi perlakuan iradiasi sinar gamma dengan dosis 10 Gy memperlihatkan gejala kematian mulai dari 2 msi, kematian planlet mencapai 11.11%. Kematian tanaman terus meningkat sampai 6 bsi hingga mencapai 40% dan tetap stabil sampai 7 bsi. Tanaman yang hidup setelah iradiasi mulai terlihat adanya tanda-tanda pemulihan yang ditandai dengan terbentuknya daun baru dan mulai terjadi pembengkakan pangkal batang membentuk kormus dan pada 6 bsi sudah terlihat adanya pertumbuhan anakan baru. Tanaman baru (anakan dari M1V1) diberi kode M1V2 (M1 adalah tanaman yang diradiasi sinar gamma, V2 adalah anakan tanaman yang diradiasi).

Gejala yang sama juga diamati pada tanaman yang diradiasi dengan dosis 20 Gy dan 30 Gy. Planlet yang diradiasi dengan 20 Gy setelah diaklimatisasi, mati sebanyak 22.22% pada 2 bsi, kematian tanaman terus meningkat sampai 6 bsi yaitu mencapai 62.22%, pada 7 bsi sudah tidak ada tanaman yang mati. Planlet yang diradiasi dengan dosis 30 Gy mulai menunjukkan gejala klorosis pada 1 minggu setelah iradiasi (msi). Tanaman mulai mati sebanyak 17.59% pada 1 bsi. Kematian tanaman terus meningkat sampai 74.26% pada 6 bsi. Jumlah tanaman yang hidup tetap stabil pertumbuhannya sampai 7 bsi.

Kematian planlet yang telah diradiasi akut menggunakan dosis lebih dari 40 Gy menyebabkankan kematian planlet > 50%, planlet hanya mampu bertahan hidup selama 2 bulan. Peningkatan dosis menjadi 50 Gy, planlet yang mati > 70% pada 1 bsi. Paparan dosis yang lebih tinggi dari 50 Gy yaitu 60 - 100 Gy, tanaman mulai memperlihatkan gejala klorosis yang diikuti dengan nekrosis akut, sebagian besar tanpa bisa pulih kembali mulai dari 2 hari setelah iradiasi (hsi). Daun mengalami nekrosis akut dan mati seluruhnya mulai dari 2 msi, sementara tanaman yang mampu bertahan hidup < 95% setelah 1 bsi. Dosis iradiasi 80 Gy dan 90 Gy menyebabkan seluruh tanaman mati pada 1 bsi, terdapat fenomena yang menarik

(13)

pada planlet yang diradiasi pada dosis 100 Gy, karena terdapat 1 tanaman yang mampu pulih, tumbuh dan berkembang menjadi tanaman setelah mengalami dormansinya selama 12 bsi (Gambar 18).

Gambar 18. Kurva hubungan dosis iradiasi sinar gamma dengan : (a) persentase planlet hidup, (b) persentase anakan baru, (c) persentase populasi akhir pada 7 bsi.

(14)

Hasil analisis menggunakan program Best Curve Fit Analysis untuk persentase tanaman hidup menghasilkan bentuk kurva 3rd degree Polynomial Fit : y = 55.91+35.01x-0.01x2+0.0006x3. Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh nilai LD30 = 40.58 Gy, LD50 = 50.74 Gy dan LD70 = 60.18 Gy. Persentase jumlah anakan baru menghasilkan bentuk kurva Linear Fit : y = 56.65 – 0.67x. Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh nilai LD30 = 33.78 Gy. Persentase populasi akhir yang diamati pada 7 bsi didapatkan bentuk kurva 3rd degree Polynomial Fit : y = 61.85+10.85x-0.057x2+0.0004x3 , diperoleh nilai LD50 untuk persentase populasi akhir sebesar 36.58 Gy. Radiosensitivitas planlet, melalui pengukuran nilai LD50 dihasilkan pada kisaran dosis iradiasi sinar gamma 36.58 Gy – 50.74 Gy. Diperkirakan pada dosis sekitar LD50 akan mampu menghasilkan mutan potensial yang sangat beragam (Gambar 18).

Dosis LD50 pada beberapa jenis tanaman merupakan dosis terbaik untuk mendapatkan mutan terbanyak (Herison et al. 2008). Biasanya untuk keperluan perbaikan kecil sifat morfologi digunakan dosis rendah yaitu sekitar LD30 . Untuk mendapatkan perubahan yang cukup besar seperti perubahan warna daun dan bunga beberapa spesies tanaman menggunakan dosis sekitar LD50, sementara perubahan besar seperti terjadinya mandul jantan, tanaman kerdil dilakukan iradiasi dengan dosis mencapai LD70 (Human 2003).

Kematian tanaman disebabkan terjadinya kerusakan materi genetik di dalam sel. Saat terjadi paparan sinar gamma elektron yang dilepas sinar gamma mampu menghasilkan energi yang cukup untuk mengionisasi partikel di dalam sel. Proses ionisasi menghasilkan radikal ion positif dan elektron bebas. Elektron akan terjebak di dalam lingkungan polar di dalam sistem biologi, sehingga cukup waktu bagi ion radikal yang labil dan aktif untuk bereaksi dengan molekul lain atau masuk ke dalam susunan jaringan yang lebih dalam. Materi biologi umumnya banyak mengandung air. Elektron bebas dapat mempolarisasikan sejumlah molekul air menjadi elektron berair (e-aq). Radikal bebas yang terbentuk dalam larutan lambat laun akan bergabung membentuk produk yang stabil, bila ada molekul oksigen (satu biradikal), ia akan bereaksi dengan radikal bebas yang terbentuk karena iradiasi, menjadi radikal–peroksida yang sangat beracun bagi sel. Adanya oksigen akan mengubah dan memperbanyak produk sistem iradiasi (Ismachin 2007). Materi biologi selalu

(15)

mengandung jumlah air yang cukup banyak. Oleh karena itu, penyerapan sinar pengion, disamping berperan dalam proses fisika maka peran proses kimiapun perlu diperhitungkan sebagai penyebab kerusakan genotipe (van Harten 2002).

Karakterisasi Pertumbuhan Vegetatif

Hasil analisis data kuantitatif menggunakan Uji F pada taraf 5% dihasilkan pengaruh yang berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, panjang daun dan lebar daun. Hasil analisis uji lanjut menggunakan UJBD 5% (Tabel 9).

Akibat iradiasi sinar gamma pada planlet terjadi perubahan morfologi fase vegetatif anggrek S. plicata. Perubahan positif antara lain terjadi peningkatan jumlah anakan pada mutan 6 (50 Gy) sebanyak 9 anakan per tanaman, lebih banyak dibandingkan dengan tanaman tipe liarnya yang biasanya hanya mempunyai 1-2 anakan saja. Tinggi tanaman berkurang hampir terjadi pada semua mutan. Penurunan tinggi tanaman berkisar antara 20.45% – 71.98%. Tanaman terendah diamati pada mutan 4 (60 Gy) dengan tinggi hanya sekitar 34.8 cm atau terjadi penurunan sebesar 71.98% dibandingkan dengan tipe liarnya yang mampu mencapai tinggi 124.2 cm setelah dilakukan domestikasi, sementara di habitat aslinya tanaman mampu mencapai tinggi 196 cm (Tabel 9).

Panjang dan lebar daun juga terjadi penurunan ukuran dibandingkan dengan tipe aslinya. Penurunan panjang daun berkisar antara 4.24% - 66.37%, sementara penurunan lebar daun berkisar antara 0.65% - 71.98%. Ukuran daun terkecil (panjang dan lebar daun) terjadi pada mutan 4 (60 Gy). Berdasarkan hasil analisis terhadap tinggi tanaman, panjang dan lebar daun telah didapat idieotipe baru yaitu tanaman kecil hasil iradiasi planlet dengan dosis 60 Gy (mutan 4) yang lebih cocok di jadikan tanaman pot (Tabel 9). Besarnya perubahan yang terjadi pada mutan 4, hasil iradiasi 60 Gy, lebih tinggi dari LD50, menyebabkan terjadinya perubahan genotipe dari heterozigot menjadi homozigot resesif. Diduga akibat iradiasi yang lebih tinggi dari LD50 menyebabkan terjadinya delesi pada segmen DNA, yang dapat memberikan pengaruh yang sangat nyata dan kuat terhadap ekspresi fenotipe tanaman, diantaranya tanaman menjadi kecil. IAEA (1977) menyatakan bahwa hasil iradiasi dari tanaman yang memeiliki genotipe heterozigot dapat berubah menjadi

(16)

homozigot resesif atau terjadi delesi memberikan pengaruh yang nyata dan kuat terhadap genotipe dan probabilitas kejadiannya tinggi. Selain itu, pada mutan 4 juga terjadi inaktifasi enzim flavanone 3-hydroxylase (F3H) yang berperan dalam biosintesis anthocyanin berbasis delphinidin yang menghasilkan warna ungu cerah pada anggrek S. plicata tipe standar, sehingga adanya substrat pembentukan anthocyanin hanya mampu membentuk senyawa naringenin chachone atau senyawa chalchone yang berwarna kuning cerah (Tsuda 2004). Besarnya perubahan fenotipe yang terjadi pada mutan 4 dibandingkan dengan tipe liarnya diduga dapat pula terjadi sampai pada level kromosom atau terjadi perubahan besar. Perubahan yang terjadi akibat iradiasi dapat terjadi pada gen tunggal, terhadap sejumlah gen atau terhadap susunan kromosom (Poepodarsono 1988). Mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sequent) nukleotida DNA kromosom yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada protein yang dihasilkan oleh tanaman (van Harten 2002).

Selain terjadi penurunan ukuran daun dan tinggi tanaman, terdapat pula fenomena yang menarik, yaitu terjadinya peningkatan tinggi tanaman menjadi 124.8 cm, panjang daun 90.98 cm dan lebar daun 4.65 cm pada mutan 3 (50 Gy). Pertambahan panjang daun sangat signifikan dan berbeda nyata dibandingkan dengan tipe liarnya yang memiliki panjang daun 76.22 cm. Penambahan ukuran daun dan tinggi tanaman akibat iradiasi sinar gamma pada 50 Gy diduga terjadi perubahan gen resesif menjadi gen dominan. IAEA (1977) mengemukakan bahwa akibat iradiasi sinar gamma dapat merubah genotipe tanaman dari Aa menjadi AA atau A- dengan frekwensi lemah. Penelitian ini telah membuktikan bahwa perubahan tersebut dapat terjadi walaupun dengan kemungkinan yang sangat kecil yaitu 1 tanaman dari 2 500 tanaman yang diradiasi atau sebesar 0.04% (Tabel 9).

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pemuliaan mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma memberikan hasil yang positif dan memberikan peluang untuk menghasilkan beberapa mutan yang sangat bermanfaat dalam meningkatkan keragaman anggrek S. plicata. Frekuensi keberhasilan mendapatkan mutan yang diinginkan melalui induksi mutasi sangat rendah, tapi dengan meningkatkan jumlah populasi dan melakukan iradiasi pada dosis sekitar LD50 dapat memperbesar frekuensi keberhasilan menghasilkan mutan harapan.

(17)

Tabel 9. Perubahan karakter vegetatif tanaman M1V1 anggrek S. plicata pada 12 bsi. Tanaman Panjang daun (cm) Tinggi tanaman (cm) Lebar daun (cm) panjang daun (%) Tinggi tanaman (%) Lebar daun (%) Bentuk daun Warna daun SpBa (Wildtype) 76.22 b 124.20a 4.44b 100 100 100 Jorong HK MUTAN 1(50 Gy) 58.28 c 79.40c 4.25b 76.47 63.93 95.65 Jorong HT MUTAN 2(70 Gy) 52.22 c 79.40c 3.56bc 68.51 63.93 80.12 Jorong HT-V MUTAN 3(50 Gy) 90.98 a 124.80a 4.65b 119.36 100.48 104.64 Jorong HT MUTAN 4(60 Gy) 25.63 e 34.80d 1.71d 33.63 28.02 38.52 lancelot HT MUTAN 5(100Gy) 44.40 cd 75.00c 4.35b 58.26 60.39 98.05 membulat HT MUTAN 6(50 Gy) 54.24 c 77.50c 4.41b 71.16 62.40 99.35 Jorong HK MUTAN 7(40 Gy) 36.22 d 72.80c 2.42c 47.52 58.62 54.41 Jorong HT MUTAN 8(30 Gy) 65.84 bc 92.20b 4.02a 86.38 74.24 113.06 Jorong HT-V MUTAN 9(60 Gy) 49.75 cd 80.00bc 3.75bc 65.27 64.41 84.37 Jorong HT-V SpBH 72.96a 149.60a 5.28a 95.73 120.45 118.80 Jorong HT S04 76.39a 112.80a 5.29a 100.23 90.82 119.08 Jorong HK

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada UJBD, α = 0.05. Warna daun (HK = hijau kekuningan, HT = hijau tua, HT-V= hijau tua terdapat varietaga)

Perubahan negatif akibat iradiasi sinar gamma antara lain terjadi kematian tanaman pada iradiasi dosis tinggi. Sebagian besar tanaman mengalami gugur daun yang ditandai dengan terjadinya klorosis mulai dari ujung daun selanjutnya menjadi nekrosis sampai akhirnya daun akan gugur. Sebagian tanaman sudah tidak mampu membentuk daun baru maupun tunas baru sampai dengan 12 bsi, sementara bonggolnya (kormus) masih tetap hidup. Kejadian hasil mutasi yang seperti ini tidak dapat dikriteriakan hidup namun tidak dapat pula dikatakan mati, maka untuk fenomena ini dikatagorikan sebagai tanman dorman.

(18)

Gambar 19. Perbedaan morfologi pada fase vegetatif anggrek S. plicata setelah diradiasi sinar gamma. (a) bentuk dan ukuran daun, (b) variegata hijau-ungu, (c) variegata hijau putih, (d) variegata hijau-kuning.

Gambar 20. Perbedaan morfologi pada fase vegetatatif anggrek S. plicata setelah diradiasi sinar gamma. (a) kormus dorman, (b) kormus tumbuh setelah dorman, (c-d) penampilan mutan 5 (100 Gy), (e-f), penampilan mutan 6 dengan jumlah anakan yang banyak, (g-n) perbedaan tangkai daun/pangkal batang anggrek S. plicata pada mutan 1,2,3,4,7,8,9.

(19)

Terdapat fenomena yang menarik untuk iradiasi planlet dengan dosis 100 Gy, hampir semua planlet mati setelah 2 bsi sinar gamma, tetapi ada satu planlet yang mengalami dormansi sampai 11 bulan setelah diradiasi, pada bulan ke dua belas terdapat satu tunas yang mampu tumbuh menjadi tanaman utuh namun sampai dengan 28 bulan belum mampu membentuk bunga, walaupun demikian tanaman tersebut sudah mampu bermultiplikasi membentuk anakan baru yang mencapai 8 tanaman (Gambar 20).

Karakter kualitatif seperti bentuk dan warna daun juga terjadi perubahan. Perubahan bentuk daun dari lonjong menjadi lonjong membulat pada mutan 5 (100 Gy), dan lonjong menyempit pada mutan 4 (60 Gy). Hasil percobaan ini juga dapat diamati terjadinya daun variegata (hijau-putih) pada mutan 2 (70 Gy), variegata hijau-kuning pada mutan 8 (30 Gy) dan mutan 9 (60 Gy), variegata hijau- pink pada mutan 1 dan 3 (50 Gy). Hasil penelitian ini telah mampu mendapatkan varian daun variegata, namun belum didapat daun variegata yang stabil baik warna, bentuk maupun polanya. Daun variegata umumnya terjadi pada saat daun masih muda, setelah dewasa hanya sebagian kecil daun saja yang variegata (Gambar 19).

Perubahan warna tangkai daun (pangkal batang) dan tunas/anakan terjadi pada mutan 2, mutan 4, mutan 5, dan mutan 6 menjadi hijau, untuk mutan 1, mutan 7 dan mutan 9 tangkai daun dan tunas muda berubah menjadi ungu pucat. Warna tangkai daun dan tunas tetap ungu cerah dijumpai hanya pada mutan 3 (Gambar 20).

Karakterisasi Pertumbuhan Generatif

Hasil uji F pada taraf α 5% terhadap 20 karakter kuantitatif fase generatif, didapatkan pengaruh dosis iradiasi sinar gamma yang berbeda nyata terhadap sepuluh karakter generatif, yaitu lebar bunga, panjang bunga, panjang petal, lebar petal, panjang sepal dorsal, jumlah bunga mekar bersamaan, panjang tangkai bunga fluorescent sampai bunga pertama, panjang tangkai bunga fluorescent total, jumlah bunga total dan lama mekar bunga. Hasil analisis menggunakan UJBD 5% dapat diketahui bahwa mutan 3 (50 Gy) menghasilkan bunga yang paling besar dan tangkai bunga fluorescent yang terpanjang dibandingkan dengan mutan lainnya dan tipe liarnya. Jumlah bunga mekar bersamaan paling banyak dan lama mekar bunga

(20)

terlama diperoleh pada mutan 1 (50 Gy). Hasil pengamatan kuantitatif karakter generatif diperoleh mutan terbaik pada 50 Gy atau sekitar LD50, karena pada dosis sekitar LD50 dihasilkan mutan positif yang sangat penting untuk memperbaiki kekurangan yang terdapat pada tipe liarnya, seperti, ukuran bunga, panjang tangkai bunga, lama mekar bunga dan jumlah bunga yang mekar bersamaan (Tabel 10).

Tabel 10. Perbedaan karakter fase generatif secara kuantitatif tanaman mutan hasil iradiasi sinar gamma (M1V1) anggrek S. plicata dan pembandingnya pada 12 bsi.

Tanaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

SpBA 3.84b 3.40b 2.02b 1.14b 2.02ab 0.94 1.98 0.86 1.36 1.45

Mutan 1 5.48 a 5.15a 2.74b 1.81ab 2.80 ab 1.61 2.53 1.18 1.58 1.76

Mutan 2 6.26a 5.34 a 2.84ab 1.26 ab 2.96ab 1.16 1.64 1.08 1.32 2.00

Mutan 3 6.62a 6.28a 3.28a 2.18a 3.32a 1.65 2.90 1.52 2.08 2.38

Mutan 4 3.97b 3.54b 2.10b 1.00 b 1.74 b 0.90 1.80 0.76 1.20 1.48

Mutan 7 4.54ab 4.36ab 2.26b 1.34ab 2.50ab 1.10 2.04 1.00 1.36 1.74

Mutan 8 5.48a 5.24a 2.86ab 1.76ab 2.82ab 1.26 2.62 1.12 1.72 2.34

Mutan 9 5.06a 5.04 a 2.66b 1.32ab 2.80ab 1.18 2.60 0.98 1.16 1.78

SpBH 3.87b 3.44b 2.06b 1.22b 2.80ab 1.18 2.60 0.98 1.16 1.78

S04 4.01b 3.79b 2.01b 1.20b 2.16 ab 1.12 2.08 0.90 1.21 1.44

Tanaman 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

SpBA 2.50d 55.40 b 69.90 c 18.70c 3.00 d 0.88 0.76 0.48 3.62 1.40

Mutan 1 6.75a 53.38b 94.50b 38.82b 11.67a 1.15 1.08 0.60 4.05 2.17

Mutan 2 4.87b 50.34b 89.65b 48.45a 5.67 b 1.18 0.90 0.40 4.46 1.38

Mutan 3 3.23cd 97.58a 138.8a 49.70a 5.76 b 1.52 1.60 1.14 4.06 2.30

Mutan 4 2.34d 19.44d 34.50 d 22.25c 4.30 c 0.74 1.00 0.46 2.58 1.24 Mutan 7 4.80b 39.30c 77.60bc 38.40b 6.20 b 1.04 0.88 0.40 3.18 1.62 Mutan 8 4.25b 49.30b 78.90 bc 34.85b 4.50 c 1.74 0.90 0.40 4.24 1.82 Mutan 9 2.05d 42.10d 67.80c 34.20 b 4.52 c 1.06 1.00 0.30 4.24 1.70 SpBH 1.80d 51.30b 80.32b 22.50c 2.40 d 1.06 1.00 0.30 4.24 1.70 S04 1.80d 58.40 b 63.70 c 22.10c 2.10 d 0.65 0.82 0.30 3.73 1.70

Keterangan : 1 = lebar bunga, 2 = panjang bunga, 3 = panjang petal, 4 = lebar petal, 5 = panjang sepal dorsal, 6 = lebar sepal dorsal, 7 = panjang sepal lateral, 8 = lebar sepal lateral, 9 = panjang coulom, 10 = panjang labellum, 11 = jumlah bunga mekar bersamaan, 12 = panjang tangkai fluorescent sampai bunga pertama, 13 = panjang tangkai bunga fluorescent total, 14 = jumlah bunga total, 15 = lama mekar bunga, 16 = lebar labellum/apical lobe, 17 = panjang lateral lobe, 18 = lebar lateral lobe, 19 = panjang tangkai bunga, 20 = panjang bakal buah. Ukuran peubah (cm). Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada UJBD, α = 0,05

(21)

Frekuensi terbentuknya tanaman mutan berdasarkan hasil seleksi bentuk dan warna bunga, sangat rendah yaitu 0.36% atau hanya didapat 9 mutan dari total sekitar 2 500 planlet yang diradiasi dengan sebelas dosis iradiasi sinar gamma. Tanaman mutan dihasilkan pada kisaran dosis iradiasi sinar gamma 30-100 Gy. Mutan terbanyak dan beragam didapatkan pada dosis sekitar LD50. Penamaan mutan dilakukan berdasarkan urutan kejadian dihasilkan tanaman mutan sebagai berikut : 1. Dosis iradiasi sinar gamma 30 Gy menghasilkan 1 mutan dari 250 planlet yang

diradiasi atau 0.4%. Tanaman mutannya diberi kode 8SpBa30 (Mutan 8), terjadi perubahan bentuk petal dari rata menjadi bergelombang dan ukuran bunga menjadi lebih besar. Terdapat 3-4 bunga mekar bersamaan dan lama mekar bunga 3-5 hari.

2. Dosis iradiasi sinar gamma 40 Gy menghasilkan 1 mutan dari 250 planlet yang diradiasi atau 0.4%. Tanaman mutannya diberi kode 7SpBa40 (Mutan 7). Perubahan yang terjadi adalah warna sepal menjadi pink muda, terdapat 4 bunga mekar bersamaan, lama mekar satu bunga menjadi 4-6 hari.

3. Dosis iradiasi sinar gamma 50 Gy menghasilkan 3 mutan dari 250 planlet yang diradiasi atau 1.2%. Tanaman mutannya diberi kode 1SpBa50 (mutan 1), 3SpBa50 (mutan 3) dan 6SpBa50 (mutan 6). Perubahan yang terjadi pada mutan 1 adalah warna sepal dan petal menjadi gradasi warna kuning muda dengan pink cerah kemerahan, warna apical lobe menjadi pink kemerahan dan side lobe menjadi pink cerah, warna callus menjadi kuning muda bintik-bintik pink fanta, terdapat 6 - 7 bunga mekar bersamaan, lama mekar satu bunga menjadi 11-14 hari, jumlah tangkai bunga mencapai 4 tangkai bunga per tanaman. Perubahan yang terjadi pada mutan 3 adalah warna sepal dan petal menjadi warna kuning muda dengan bintik-bintik pink fanta, warna apical lobe pink fanta, side lobe dan kalus warna kuning cerah bintik-bintik merah cerah, terdapat 3-5 bunga mekar bersamaan, lama mekar satu bunga menjadi 5-6 hari, ukuran bunga menjadi lebih besar 1.5 kali, ukuran tangkai bunga menjadi lebih panjang. Perubahan yang terjadi pada mutan 6, antara lain jumlah anakan meningkat menjadi 8-11 anakan per tanaman, sampai umur 28 bsi tanaman mutan belum berbunga, pertumbuhan tanaman tidak tegak, tapi menyamping agak membentuk sudut sekitar 65o (semi tegak).

(22)

4. Dosis iradiasi sinar gamma 60 Gy menghasilkan 3 mutan dari 250 planlet yang diradiasi atau 1.2%. Tanaman mutannya diberi kode 4SpBa60 (mutan 4), 9SpBa60 (mutan 9a) dan 9SpBa60 (mutan 9b). Perubahan yang terjadi pada mutan 4 sangat besar antara lain tinggi tanaman berkurang, daun mengecil, panjang tangkai bunga menjadi lebih pendek yaitu sekitar 19-23 cm, warna sepal, petal dan apical lobe menjadi kuning cerah, warna side lobe kuning cerah pada bagian ujung sementara pada bagian pangkal pink kemerahan, ukuran bunga menjadi lebih kecil, terdapat 2-4 bunga mekar bersamaan, lama mekar satu bunga menjadi 3-5 hari, jumlah tangkai bunga mencapai 2-3 tangkai bunga per tanaman, terjadi perubahan posisi tangkai bunga selain pada sisi bulb juga tumbuh pada bagian terminal tanaman/ujung kormus. Diantara semua mutan yang dihasilkan, mutan 4 merupakan mutan terkecil dan merupakan idiotipe baru dari anggrek S. plicata. Perubahan yang terjadi pada mutan 9a adalah warna sepal dan petal menjadi warna pink muda, warna side lobe dan apical lobe pink, bentuk apical lobe menggulung keatas. terdapat 4-5 bunga mekar bersamaan, lama mekar satu bunga menjadi 4-5 hari, sepal lateral bersatu saat bunga mekar 1-3 hari, dan baru membuka pada hari keempat. Perubahan yang terjadi pada mutan 9b, antara lain terjadi kehilangan resupinasi/perpuntiran bunga, sehingga penampilannya mirip dengan S. ungiculata, namun mutan yang dihasilkan tidak stabil, karena pada anakan kedua (M1V2) resupinasi kembali terjadi.

5. Dosis iradiasi sinar gamma 70 Gy menghasilkan 1 mutan dari 250 planlet yang diradiasi atau 0.4%. Tanaman mutannya diberi kode 2SpBa70 (Mutan 2). Perubahan yang terjadi pada mutan 2 antara lain warna sepal, petal, apical lobe dan side lobe menjadi pink sangat muda mendekati putih, jumlah bunga mekar bersamaan meningkat menjadi 4-5 bunga, lama mekar bunga menjadi 6 - 8 hari.

Hasil pengamatan visual terhadap perubahan morfologi karakter kualitatif fase generatif mati pada 9 tanaman mutan dan tipe liarnya disajikan pada Gambar 21, 22, 23 dan 24. Jumlah mekar bunga secara bersamaan disajikan pada Gambar 21, bentuk dan warna bunga disajikan pada Gambar 22, bentuk dan warna labellum, callus dan coulom disajikan pada Gamar 23, sedangkan bentuk dan warna apical lobe disajikan pada Gambar 24.

(23)

Gambar 21. Perbedaan jumlah bunga mekar bersamaan anggrek S. plicata dan 7 mutan hasil iradiasi sinar gamma.

Gambar 22. Perbedaan bentuk dan warna bunga anggrek S. plicata dan 7 mutan hasil iradiasi sinar gamma.

(24)

Gambar 23. Perbedaan bentuk dan warna labellum, callus dan coulom anggrek S. plicata dan 7 mutan hasil iradiasi sinar gamma.

Gambar 24. Perbedaan bentuk dan warna apical lobe anggrek S. plicata dan 7 mutan hasil iradiasi sinar gamma.

(25)

Perubahan fase generatif secara umum yang terjadi pada tanaman mutan bila dibandingkan dengan tipe liarnya, antara lain terdapat perubahan pada bentuk dan warna petal, sepal, apical lobe, side lobe, callus, lama mekar bunga, kelopak tangkai bunga dan panjang tangkai bunga. Deskripsi lengkap tanaman anggrek S. plicata dan mutannya dapat dilihat pada Lampiran 3-12.

Hasil pengamatan terhadap bentuk dan warna bunga juga terlihat bahwa semakin tinggi dosis iradiasi sinar gamma, maka warna bunga akan semakin berkurang, sampai dengan dosis 70 Gy warna yang dihasilkan mendekati putih (Gambar 25).

Gambar 25. Model perubahan warna dan bentuk bunga mutan anggrek S. plicata akibat iradiasi sinar gamma.

Perubahan warna bunga yang terdapat pada anggrek S. plicata akibat dipengaruhi oleh enzim yang aktif dan substrat yang tersedia. Tanaman anggrek memiliki substrat berupa dihydromyricetin dengan adanya enzim DFR dan ANS akan mengubahnya menjadi delphinidin. Aktifnya antosianin berbasis delphinidin akan menghasilkan warna pink sampai ungu pada tanaman anggrek. Semakin sedikit enzim yang tersedia warna bunga semakin memudarnya warna bunga atau terdpat korelasi yang positif antara warna bunga dengan aktivitas enzim seperti yang terdapat pada mutan 2, mutan 7 dan mutan 9. Memudarnya warna bunga secra tidak

(26)

merata sehingga menghasil warna dasar pink muda dengan bintik-bintik ungu cerah pada mutan 3 serta dihasikan gradasi warna kuning muda dengan ungu cerah pada mutan 1.

Perubahan warna bunga dari ungu cerah menjadi kuning pada mutan 4, diduga diakibatkan tidak aktifnya enzim flavanone 3-hydroxylase (F3H) yang akan merubah substrat dihydro kaemferol (substrat penghasil warna kuning sampai orange pada bunga) menjadi dihydroquercetin yang akan menghasilkan warna merah pada bunga, selain itu enzim flavonoid 3’5'-hydroxylase( F35H) juga tidak aktif atau rusak akibat iradiasi sinar gamma, sehingga menyebabkan substrat dihydroquercetin, tidak mampu berubah menjadi dihydromyricein dan terjadi akumulasi senyawa naringenin, sehingga warna ungu cerah yang terdapat pada tanaman tipe liarnya tidak terbentuk pada mutan 4 yang berwarna kuning, seperti dijelaskan pada Gambar 26.

Gambar 26. Lintasan umum biosintetik flavonoid yang berhubungan dengan warna bunga (Tsuda 2004).

(27)

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Tsuda (2004), pada tanaman Petunia hybrida , perubahan warna bunga ungu cerah menjadi berbagai warna yang lebih muda bahkan mendekati putih dengan pola warna yang sangat banyak variasinya. Fenomena perubahan warna yang terjadi diakibatkan terjadinya ekspresi gen endogen akibat mengalami penurunan regulasi dari gen flavonoid 3-hydroxylase (Gambar 26).

Penelitian rekayasa genetik terhadap enzim pembungaan pada tanaman Nierembergia sp. kultivar Fairy Bells Patio warna biru cerah (NPLB, Suntory Flowers, Ltd.) dan kultivar Fairy Bells warna biru pucat (NPB, Suntory Flowers, Ltd.) menghasilkan warna biru sangat muda mendekati putih (Ueyama 2006).

Akibat iradiasi sinar gamma terjadi perubahan fase generatif, terutama bentuk dan warna bunga. Fenomena Perubahan bentuk dan warna bunga akibat iradiasi sinar gamma hasil penelitian ini juga terjadi pada tanaman krisan (Datta dan Chakrabarty 2009, Datta et al. 2005), kecombang (Dwiatmini et al. 2009), mawar (Soedjono 2003), Portulaca grandiflora (Wongpiyasatid dan Roongtanakiat 1992). Hasil Pengamatan Mikroskopis Akar dan Daun.

Hasil pengamatan mikroskopis terhadap penampang melintang akar menujukkan bahwa terdapat korelasi antara akumulasi warna akar dengan warna bunga. Sel akar yang mempunyai pigmen warna ungu antara lain ditemukan pada mutan 1, mutan 3, mutan 6, mutan 7, mutan 8 dan mutan 9, sementara untuk mutan 2, mutan 4, mutan 5 tidak terdapat warna ungu, sel akar berwarna agak kekuningan.

Hasil pengamatan pada pada stomata antara lain didapatkan ukuran stomata lebih kecil pada mutan 5, bentuk stomata yang oval ditemukan pada mutan 1 dan 5. Jumlah kloroplas pada sel penjaga juga terdapat perbedaan, jumlah sel kloroplas pada sel penjaga lebih sedikit dibandingkan dengan tipe liarnya dapat diamati pada mutan 2, mutan 4, mutan 5 dan mutan 9, sementara pada mutan 1, mutan 3 dan mutan 8 dihasilkan jumlah kloroplas yang banyak dan padat (Gambar 27).

Perubahan pada bentuk stomata dan jumlah sel kloroplas pada sel penjaga di duga akibat terjadinya perubahan genotipe (level lokus) yang sering terjadi setelah dilakukan iradiasi. Perubahan yang terjadi pada level genotipe telah dapat diamati

(28)

dengan jelas perubahannya pada mutan-mutan yang telah dihasilkan dan secara nyata telah menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan tipe liarnya. Perlakuan induksi mutasi pada genotipe awal yang heterozigot mempunyai peluang yang lebih besar untuk menghasilkan mutan yang mudah terlihat (fenotipe nyata berbeda) (IAEA, 1977).

Gambar 27. Pengamatan mikroskopis (1) irisan melintang akar, (2) bentuk stomata pada permukaan bawah daun (3) jumlah sel kloroplas pada sel penjaga stomata.

Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dihasilkan dari percobaan ini adalah :

1. Iradiasi sinar gamma 30-100 Gy pada planlet anggrek S. plicata telah menghasilkan 9 tanaman mutan.

2. Lethal Dose 50% (LD50) dapat dijadikan acuan untuk iradiasi planlet S. plicata guna mendapatkan populasi mutan terbanyak. LD50 persentase tanaman hidup adalah 50.74 Gy, LD50 persentase anakan baru adalah 33.78 Gy dan LD50 persentase populasi akhir adalah 36.58 Gy.

3. Perubahan warna bunga akibat iradiasi sinar gamma adalah gradasi warna pink-kuning (mutan 1), pink sangat muda (muatan 2), kuning muda bintik-bintik pink fanta (mutan 3), kuning cerah (mutan 4). Perubahan warna petal menjadi lebih muda (mutan 7). Perubahan bentuk mahkota menjadi bergelombang (mutan 8), serta terjadi penyatuan sepal lateral (mutan 9).

(29)

Daftar Pustaka

Aisyah SI, Aswidinnor H, Saefuddin A. 2009. Induksi mutasi stek pucuk Anyelir (Dianthus caryophyllus Linn.) melalui iradiasi sinar gamma. J. Agron. Indonesia 37(1):62-70.

Banerji BK, Datta SK. 1992. Gamma ray induced flower shape mutation in crisanthemum cv ‘Java’. J. Nuclear Agric. Biol. 21(2):73-79.

Bartley GE, Scolnik PA. 1995. Plant carotenoids: pigmen for protection, visual attraction, and human health. Plant Science 153:33-42.

Cai YZ, Sun M, Corke H. 2005. Characterization and application of betalain pigments from plant of Amaranthaceae. Trends in Food Science and Technology. 16:370-376.

Datta SK, Chakrabarty D. 2009. Management of chimera and in vitro mutagenesis for development of new flower color/shape and chlorophyll variegated mutants in chrysanthemum. Shu QY (ed.), Induced Plant Mutations in the Genomics Era. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome 303-305 Datta SK, Misra P, Mandal AKA. 2005. In vitro mutagenesis – a quick methodfor

establishment of solid mutant in chrysanthemum. Current Science. 88(1): 155-158.

Dwiatmini K, Kartikaningrum S, Sulyo Y. 2009. Induksi mutasi kecombrang (Etlingera elatior) menggunakan iradiasi sinar gamma. J. Hort. 19(1):1-5. Findlay JWA, Dillard RF. 2007. Appropriate Calibration Curve Fitting in Ligand

Binding Assays. AAPS Journal. 9(2):260-267.

Finney DJ, Phillips P. 1977. The form and estimation of a variance function, with particular reference to radioimmunoassay. Appl. Stat. 26:312-320.

Handoyo F, Prasetya R. 2006. Native Orchids of Indonesia. Indonesian Orchid Sosiety of Jakarta. PAI Jakarta.

Herison C, Rustikawati, Sutjahjo SH, Aisyah SI. 2008. Induksi mutasi melalui iradiasi sinar gamma terhadap benih untuk meningkatkan keragaman populasi dasar jagung (Zea mays L.). J. Akta Agrosia 11(1):57-61.

Human, S. 2003. Peran iptek nuklir dalam pemuliaan tanaman untuk mendukung industri pertanian. Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Jakarta.

Ibrahim R. 1999. In vitro Mutagenesis in roses. [Phd. Thesis]. Applied Biological Sci.Cell and Gene Biotechnology Fac. Univ. Gent, Belgium. 162 p. [unpublished].

Ismachin M. 2007. Ilmu Pemuliaan Mutasi [Materi Diklat] BATAN. Jakarta

Kartikaningrum S, Puspasari D. 2005. Keragaman Genetik Plasma Nutfah Anggrek Spathoglottis. J. Hort. 15(4):260-269.

(30)

Kartikaningrum S, Sulyo Y, Hayati NQ, Suryanah, Bety YA. 2007. Keragaan karakter kualitatif hasil persilangan anggrek Spathoglottis. J Hort. Edisi Khusus 2:138-147.

Lamseejan S, Jompok P, Wongpiyasatid A, Deeseepan S, Kwanthammachart P. 2000. Gamma-rays induced morfological change in Crysanthemum (Crysanthemum morifolium). Kasetsart J. (Nat. Sci.) 34:417-422.

Sastrosumarjo S, Yudiwanti, Aisyah SI, Sujiprihati S, Syukur M, Yunianti R. 2006. Sitogenetika. Satrosumarjo S (ed). Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen AGH Faperta IPB, Bogor.

Soedjono S. 2003. Aplikasi mutasi induksi dan variasi somaklonal dalam pemuliaan tanaman. Jurnal Litbang Pertanian 22(2):70-78.

Strack D, Vogt T, Schliemann W. 2003. Recent advances in betalain research. Phytochemistry 62:247-269.

Talhinhas P, Leitao J, Neves-Martins J. 2006. Collection of Lupinus angustifolius L. Gemrplasm and characterization of morphological and molecular diversity. Genetic Resources and Crop Evolution 53: 563-578

Tjitrosoepomo G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Cetakan ke-15. Gadjah Mada University Press.

To KY, Wang CK. 2006. Ornamental and Plant Biotechnology Volume I : FloricultureMolecular breeding of flower color. Global Science Books. United Kingdom.

Tsuda S, Fukui Y, Nakamura N, Katsumoto Y, Yonekura-Sakakibara K, Mizutani MF, Ohira K, Ueyama Y, Ohkawa H, Holton TA, Kusumi T, Tanaka Y. 2004. Flower color modification of Petunia hybrida commercial varieties by metabolic engineering. Plant Biotechnology 21(5), 377–386.

Ueyama Y, Katsumoto Y, Fukui Y, Mizutani MF, Ohkawa H, Kusumi T, Iwashita T, Tanaka Y. 2006. Molecular characterization of the flavonoid biosynthetic pathway and flower color modification of Nierembergia sp. Plant Biotechnology 23:19–24.

Van Harten AM. 2002. Mutation breeding of vegetatively propagated ornamentals. In Vainstein A (ed). Breeding for Ornamentals: classical and Molecular Approaches. Kluwer Academic Press. Boston.

Venkatachalam P, Jayabalan N. 1992. Analysis of leaf proteins in gamma rays induced mutants of Zinia. Crop Improv. 19:97-99.

Winkel-Shirley B. 2001. Flavonoid biosinthesis : a colorful model for genetics, biochemistry, cell biology, and biotechnology. Plant Science 166:1087-1096. Wongpiyasatid A, Roongtanakiat N. 1992. Effects of gamma radiation on flower

colors and types of perennial Portulaca grandiflora Hook. pp. 695–704. In. Tthe 30th Kasetsart University Conference Proceedings, Bangkok Thailand.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan pola pikir masyarakat nelayan terhadap pendidikan di Desa Panimbawang Kecamatan Bungku Selatan Kabupaten

Di antara arahannya yang sempat saya catat yaitu: tentang pelaksanaan kegiatan akademik untuk sementara dilakukan dengan online atau jenis lainya, kegiatan yang

Dari gambar 3, hasil analisa kadar abu cookies cokelat yang dihasilkan, menunjukkan bahwa kadar air pada perlakuan penambahan bubuk sebanyak 10% memiliki nilai

Sejalan dengan hal itu ditetapkan beberapa peraturan yang dapat memenuhi tuntutan reformasi, yaitu merealisasikan kebutuhan Otonomi Khusus Provinsi Papua, dalam rangka

Hasil analisis dan pembahasan sebagaiaman yang telah peneliti lakukan dimana terdapat perbedaan yang signifikan antara minat belajar siswa sebelum dan sesudah

[r]

Dalam kesempatan ini akan hadir juga Rektor Universitas Surabaya, Ketua Yayasan, dosen, mahasiswa, mitra rumah sakit pendidikan, serta beberapa dokter dan profesor yang