METODE PENELITIAN
Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini ada dua aspek yang ruang lingkupnya perlu dispesifikasikan, yaitu ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah.
Ruang lingkup materi
Menurut UU 24 Tahun 1992, penataan ruang terdiri dari proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Mengingat adanya berbagai keterbatasan, terutama keterbatasan data dan waktu, maka dalam penelitian ini kajian difokuskan pada aspek perencanaan, khususnya proses teknis penyusunan RTRW. Adapun data yang digunakan dalam penelitian, seluruhnya bersumber dari data skunder. Kajian penelitian difokuskan pada tiga analisis dengan masing-masing batasan studi sebagai berikut:
Pertama, analisis konsistensi proses penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung dikaitkan dengan pedoman penyusunan dan ketentuan yang berlaku, yang meliputi: UU 24 Tahun 1992; PP 47 Tahun 1997; Kepmen Kimpraswil No 327/KPTS/M/2002; Perda 5 Tahun 2001. Adapun pedoman teknis penyusunan yang digunakan adalah Kepmen Kimpraswil No 327/KPTS/M/2002. Menurut kepmen tersebut, proses teknis penyusunan RTRW Kota meliputi:
1. Penentuan arah pengembangan
Ø Tinjauan terhadap batas wilayah perencanaan
Ø Tinjauan terhadap aspek ekonomi, sosial, budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan serta fungsi pertahanan keamanan.
Ø Tinjauan terhadap faktor -faktor determinan, yaitu UU 24/1992, RTRWN, RTRWP, Propeda Provinsi, Propeda Kota dan Rencana Sektoral.
2. Identifikasi potensi dan masalah pembangunan Ø Perkembangan sosial kependudukan Ø Prospek pertumbuhan ekonomi Ø Daya dukung fisik dan lingkungan
3. Perumusan RTRW Kota Bandar Lampung
Ø Perumusan visi, misi dan tujuan pembangunan kota Ø Perkiraan kebutuhan pengembangan
Ø Perumusan RTRW 4. Penetapan RTRW
Ø Penetapan Perda
Ø Penambahan substansi dalam Perda (pedoman perijinan, pedoman pengawasan dan pedoman penertiban)
Kedua, analisis konsistensi penyusunan rencana tata ruang Kota Bandar Lampung dengan wilayah sekitarnya untuk melihat keserasian dan kesinergian pemanfaatan ruang. Analisis yang dig unakan adalah map overlay antara peta rencana pemanfaatan ruang Kota Bandar Lampung dengan peta rencana pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Selatan.
Ketiga, analisis keterkaitan antara konsistensi penataan ruang dengan kinerja perkembangan wilayah di kota Bandar Lampung, serta keterkaitan antara perkembangan wilayah dengan konfigurasi ruang infrastruktur dasar kota dan kondisi/karakteristik fisik wilayah. Untuk mengidentifikasi kondisi fisik wilayah dilakukan overlay antara peta administrasi Kota Bandar Lampung dengan peta hidrologi, kemiringan tanah dan peta geologi.
Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis ketiga meliputi:
a. Variable -variabel ukuran perkembangan wilayah
Pembangunan dan pengembangan berasal dari akar kata yang sama dalam bahasa inggris, yaitu development dan sering digunakan dalam hal yang sama atau saling dipertukarkan penggunaannya. Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari nol atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, tetapi melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada hanya kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas (menekankan pada proses meningkatkan dan memperluas). Sebagai contoh dalam hal pengembangan masyarakat tersirat pengertian bahwa masyarakat yang dikembangkan sebenarnya sudah memiliki kapasitas, namun perlu ditingkatkan
kapasitasnya (Rustiadi et a l., 2004). Dalam penelitian ini, makna pembangunan diasumsikan sama dengan perkembangan.
UNDP mende finisikan pembangunan sebagai proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk dengan tujuan akhir adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Parameter kesejahteraan masyarakat diukur dari Inde ks Pembangunan Manusia (Human Development Index) dengan variabel tingkat pendidikan, angka harapan hidup dan daya beli.
Paradigma pembangunan manusia mencakup 2 sisi (Rustiadi et a l., 2004), yaitu:
• Formasi kapabilitas manusia (perbaikan taraf kesehatan, pendidikan & keterampilan)
• Pemanfaatan kapabilitas untuk kegiatan yang bersifat produktif, cultural, social dan politik.
Kedua aspek tersebut diperlukan secara berimbang.
Indikator kinerja pembangunan wilayah dari aspek tujuan pembangunan (Rustiadi et a l., 2004 ) meliputi:
• Growth (pertumbuhan, produktifitas & efisiensi) = tujuan ekonomi • Equity (pemerataan, kea dilan dan keberimbangan) = tujuan sosial • Sustainability (keberlanjutan) = lingkungan
Mengingat variabel-variabel tersebut sulit diperoleh sampai unit desa (unit analisis terkecil dalam penelitian ini), maka dilakukan berbagai pendekatan-pendekatan untuk mengukur kinerja perkembangan wilayah dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya , dan lingkungan. Dari berbagai pendekatan tersebut, maka yang digunakan sebagai indikator perkembangan wilayah dalam penelitian ini meliputi:
• Fisik Ruang
Ø Luas wilayah (Ha)
Ø Luas kawasan budidaya (Ha) Ø Luas kawasan terbangun (Ha) • Ekonomi
Ø Jumlah keluarga (KK) Ø Jumlah keluarga miskin (KK)
Ø Jumlah penerimaan daerah (APD) (rupiah) Ø Jumlah pengeluaran daerah (rupiah) Ø Jumlah industri (unit)
Ø Jumlah pasar (unit)
Ø Jumlah mini market/super market (unit) Ø Jumlah warung/toko (unit)
Ø Jumlah restoran (unit) Ø Jumlah bank (unit) Ø Jumlah KUD (unit) Ø Jumlah hotel (unit) • Sosial
Ø Jumlah penduduk (jiwa)
Ø Jumlah keluarga penerima kartu sehat (KK) Ø Jumlah korban kriminalitas meninggal (jiwa) Ø Jumlah korba n kriminal luka -luka (jiwa)
Ø Jumlah sarana pendidikan (TK, SD, SLTP, SLTA dan PT/Akademi)(unit) Ø Jumlah sarana kesehatan (RS, puskesmas, poliklinik, praktek dokter,
praktek bidan) (unit)
Ø Jumlah sarana ibadah (masjid, langgar/surau, gereja, pura, vihara) (unit) • Budaya
Ø Jumlah sarana hiburan (bioskop, diskotik, alun-alun, tempat penyewaan VCD, dan rumah bilyard). (unit)
• Trasportasi
Ø Jumlah pelabuhan (unit) Ø Jumlah stasiun kereta api (unit) Ø Jumlah terminal (unit)
b. Variabel-variabel infrastruktur dasar k ota
Peranan infrastruktur dasar kota dalam penataan ruang adalah untuk mendorong pertumbuhan wilayah secara optimal. Semakin tinggi ketersediaan infrastruktur dasar kota merupakan indikasi semakin baiknya perkembangan suatu
wilayah. Variabel infrastruktur dasar kota yang digunakan dalam penelitian ini adalah infrastruktur esensial dalam percepatan perkembangan wilayah:
• Panjang jalan (nasional, provinsi, kabupaten, dan lokal) (hektometer) • Jumlah pelanggan listrik (KK)
• Jumlah pelanggan air bersih (KK) • Jumlah pelanggan telepon (KK)
Gambar 8 Peta jaringan jalan Kota Bandar Lampung
c. Variabel fisik wilayah
Variabel fisik wilayah yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Hidrologi
Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penentuan Debit Pengambilan Air Bawah Tanah, air bawah tanah didefinisikan sebagai semua air yang terdapat dalam lapisan mengandung air di bawah permukaan tanah, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah. Akuifer atau lapisan pembawa air didefinisikan sebagai lapisan batuan jenuh air dibawah permukanan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah cukup dan ekonomis . Karakteristik akuifer adalah sifat dasar dari hidraulik suatu akuifer, diantaranya nilai keterusan, nilai kelu lusan, nilai koefisien
simpanan. Produktifitas akuifer didefinisikan sebagai kemampuan akuifer menghasilkan air bawah tanah dalam jumlah tertentu.
Klasifikasi produktifitas air bawah tanah menurut Kepmen tersebut adalah sebagai ber ikut:
Ø Air tanah langka atau akuifug atau lapisan kebal air adalah suatu lapisan kedap air yang tidak mampu mengandung dan meneruskan air.
Ø Akuifer produktif atau akuitar atau lapisan lambat air adalah suatu lapisan sedikit lulus air yang tidak mampu melepaskan air dalam arah mendatar, tetapi melepaskan air cukup berarti ke arah vertikal.
Ø Akuifer dengan produktifitas rendah atau akuiklud atau lapisan kedap air adalah suatu lapisan jenuh air yang mengandung air tetapi tidak mampu melepaskannya dalam jumlah berarti.
Gambar 9 Peta hidrologi bagian wilayah Kota Bandar Lampung
Ø Akuifer dengan produktifitas sedang atau akuifer bocor adalah akuifer yang dibatasi di bagian atasnya oleh lapisan lambat air dan di bagian bawahnya oleh lapisan kedap air; muka air bawah tanah pada akuifer ini disebut muka pisometrik yang mempunyai tekanan lebih besar dari tekanan udara luar.
Ø Akuifer dengan produktifitas sedang dan menyebar luas atau akuifer tertekan atau akuifer artois adalah akuifer yang dibatasi di bagian atas dan
bawahnya oleh lapisan kedap air; muka air bawah tanah pada akuifer ini disebut muka pisometrik yang mempunyai tekanan lebih besar dari tekanan udara luar.
Ø Akuifer dengan produktifitas tinggi adalah akuifer yang dibatasi di bagian atasnya oleh muka air bertekanan sama dengan tekanan udara luar (1 atmosfer) dan di bagian bawahnya oleh lapisan kedap air; muka air bawah tanah pada akuifer ini disebut muka air preatik.
2. Geologi
Keterangan geologi secara lebih rinci terdapat dalam Tabel Lampiran 6. Ø Aluvium (Ha)
Ø Batuan granit tak terpisahkan (Ha) Ø Endapan gunung api muda (Ha) Ø Formasi campang (Ha)
Ø Formasi lampung (Ha) Ø Formasi tarahan (Ha) Ø Sekis way galih (Ha)
Gambar 10 Peta geologi bagian wilayah Kota Bandar Lampung
3. Kelerangan Ø 0 – 2 % Ø 2% – 20 %
Ø 20% – 40 % Ø > 40 %
Gambar 11 Peta kelas lereng bagian wilayah Kota Bandar Lampung
Ruang lingkup wilayah
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administratif Kota Bandar Lampung, mencakup seluruh kecamatan yang ada, yaitu 13 kecamatan dan 98 desa/kelurahan. Unit analisis terkecil yang digunakan dalam penelitian ini adalah desa/kelurahan. Secara geografis Kota Bandar Lampung berada pada posisi 50°20’ - 50°30’ LS dan 105°28’ - 105°37’ BT dengan luas wilayah daratan 19.220 Ha.
Batas-batas administratif Kota Bandar Lampung a dalah:
• Sebelah utara : Kecamatan Natar (Kabupaten Lampung Selatan). • Sebelah selatan : Teluk Lampung.
• Sebelah timur : Kecamatan Tanjung Bintang (Kab. Lampung Selatan) • Sebelah barat : Kecamatan Gedung Tataan dan Padang Cermin
Tabel 1 Keterangan nomor urut dan nama desa/kelurahan
Kecamatan Nomor
Ds/Kel Nama Desa/Kel Kecamatan
Nomor
Ds/Kel Nama Desa/Kel Telukbetung Brt 1 Sukamaju 50 Enggal
2 Keteguhan 51 Pelita
3 Kota Karang 52 Palapa
4 Perwata 53 Kaliawi
5 Bakung 54 Kelapa Tiga
6 Kuripan 55 Tanjung Karang
7 Negri Olok Gading 56 Gunung Sari
8 Sukajaya 57 Pasir Gintung
Telukbetung Sel 9 Gedung Pakuon 58 Penengahan
10 Talang Tj Karang Barat 59 Susunan Baru
11 Pesawahan 60 Sukadana Ham
12 Telukbetung 61 Suka Jawa
13 Kangkung 62 Gedung Air
14 Bumi Waras 63 Segala Mider
15 Pecohraya 64 Gunung Terang
16 Sukaraja Kemiling 65 Sumber Agung
17 Geruntang 66 Kedaung
18 Ketapang 67 Pinang Jaya
19 Way Lunik 68 Beringin Raya
Panjang 20 Srengsem 69 Sumber Rejo
21 Panjang Selatan 70 Kemiling Permai
22 Panjang Utara 71 Langkapura
23 Pidada Kedaton 72 Sukamenanti
24 Way Laga 73 Sidodadi
25 Way Gubak 74 Surabaya
26 Karang Maritim 75 Per Way Halim Tj Karang Timur 27 Rawa Laut 76 Kedaton
28 Kota Baru 77 Labuan Ratu
29 Tanjung Agung 78 Kampung Baru
30 Kebon Jeruk 79 Sepang Jaya
31 Sawah Lama Rajabasa 80 Rajabasa Raya
32 Sawah Brebes 81 Gedung Meneng
33 Jaga Baya I 82 Rajabasa
34 Kedamaian 83 Rajabasa Jaya
35 Tanjung Raya Tanjung Seneng 84 Labuhan Dalam
36 Tanjung Gading 85 Tanjung Seneng
37 Campang Raya 86 Way Kandis Telukbetung Utr 38 Kupang Kota 87 Per Way Kandis
39 Gunung Mas Sukarame 88 Sukaram e
40 Kupang Teba 89 W Halim Permai
41 Kupang Raya 90 Gunung Sulah
42 Pahoman 91 Way Dadi
43 Sumur Batu 92 Harapan Jaya
44 Gulak Galik Sukabumi 93 Jagabaya II
45 Pengajaran 94 Jagabaya III
46 Sumur Putri 95 Tanjung Baru
47 Batu Putu 96 Kalibalok Kencn Tj Karang Pusat 48 Durian Payung 97 Sukabumi Indah
49 Gotong Royong 98 Sukabumi
Gambar 12 Peta administrasi Kota Bandar Lampung Pengumpulan Data
Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder. Sumber data untuk masing-masing tujuan adalah sebagai berikut: • Konsistensi penyusunan RTRW dengan pedoman yang berlaku. Seluruh
pedoman penyusunan RTRW diperoleh di Bappeda Provinsi Lampung. Dokumen RTRW Kota Bandar Lampung beserta Perda No 4/2004 tentang RTRW Kota Bandar Lampung diperoleh dari Bappeda Kota Bandar Lampung. • Konsistensi RTRW Kota Bandar Lampung ditinjau dari aspek keserasian
dengan ruang wilayah sekitarnya (Inter-Regional Context). Peta rencana pemanfaatan ruang Kota Bandar Lampung diperoleh dari Bappeda Kota Bandar Lampung, sedangkan peta rencana pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Selatan diperoleh dari Bappeda Kabupaten Lampung Selatan. • Implikasi konsistensi penataan ruang terhadap kinerja perkembangan wilayah
serta faktor -faktor pendorong perkembangan wilayah (prasarana dasar kota dan kondisi fisik wilayah). Data perkembangan wilayah diperoleh dari PODES 2005, sedangkan data prasarana dasar kota diperoleh dari PDAM Way Rilau dan P ODES 2005. Data kondisi fisik wilayah berupa peta kemiringan tanah dan peta hidrologi diperoleh dari Bappeda Kota Bandar Lampung, sedangkan peta geologi diperoleh dari P3G Bandung.
Analisis Proses Penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung
Untuk mengetahui kesesuaian antara proses penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung dengan pedoman penyusunan dan ketentuan yang berlaku dilakukan analisis pe mbandingan tabel proses penyusunan dengan pedoman. Dari hasil analisis tersebut akan diketahui konsistensi proses penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung. Jika konsisten, maka akan dilakukan analisis logika verbal untuk menghasilkan suatu kesimpulan. Jika hasil analisis menunjukkan inkonsisten, maka akan dilakukan analisis logika verbal untuk menghasilkan suatu saran dan rekomendasi untuk mencari solusi terbaik.
Ya Tidak
Gambar 13 Kerangka proses tujuan pertama
Pengumpulan Dokumen RTRW Kota Bandar Lampung & Pedoman Penyusunan RTRWK
Analisis Logika Verbal Analisis Logika Verbal
Saran/Rekomendasi Kesimpulan Teknis Penyusunan RTRW Dokumen RTRW Kota Bandar Lampung Analisis Pembandingan Pedoman Penyusunan • UU 24/1992 • PP 47/1997 • KEPMEN KIMPRASWIL 327/2002 • PERDA 5/2001 Sesuai Pedoman?
Tabel 2 Rancang an tabel analisis proses penyusunan RTRW
No Aspek Ketentuan Pelaksanaan Keterangan Prosentase 1
2 3 4
Analisis Konsistensi RTRW dalam Inter-Regional Context
Untuk mengetahui konsistensi rencana pemanfaatan ruang Kota Bandar Lampung dengan wilayah sekitarnya (Inter-Regional Context) dilakukan dengan menggunakan metode tumpang tindih (map overlay) antara peta rencana pemanfaatan ruang Kota Bandar Lampung dengan peta rencana pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Selatan. Alat kontrol yang digunakan dalam melihat konsistensi tersebut adalah peta rencana pemanfaatan ruang Provins i Lampung.
Ya Tidak
Gambar 14 Kerangka proses tujuan kedua
Dari hasil Map Overlay tersebut akan terlihat kesinergian rencana tata ruang Kota Bandar Lampung dengan ruang sekitarnya serta teridentifikasi apakah penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung sudah memperhatikan aspek kawasan
Kesimpulan
Konsisten?
Saran/Rekomendasi Peta Rencana TGT Kab Lamsel
Peta Rencana TGT Kota BDL Data Peta
Peta Rencana TGT Prov Lampung
Overlay Peta
fungsional. Analisis regional antara Kota Bandar Lampung dengan wilayah sekitarnya dilakukan dengan menggunakan analisis logika verbal.
Analisis Kinerja Perkembangan Wilayah
Untuk mengetahui implikasi konsistensi penataan ruang terhadap kinerja perkembangan wilayah dilakukan dengan analisis logika verbal.
Gambar 15 Kerangka proses tujuan ketiga
Lebih lanjut kinerja perkembangan wilayah akan dipengaruhi oleh adanya dorongan/kekuatan untuk perubahan (forces of change) yang diidentifikasi disebabkan karena aspek kondisi fisik wilayah (hasil overlay) dan konfigurasi ruang infrastruktur dasar kota (McGill, 1998).
Spatial Durbin Model Peta Kemiringan
Faktor-Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kinerja Perkembangan Wilayah
Overlay Peta
Variabel2 Indikator
Perkembangan Wil
PCA
Konfigurasi Ruang Prasarana Dasar Kota
Karakteristik Fisik Tiap Unit Ruang
Indeks Komposit Perkembangan Wilayah Data Peta Data Prasarana Dasar Kota Data Perkembangan Wilayah
Indeks Komposit Prasarana Dasar & Kondisi Fisik Wilayah
PCA Peta Geologi Peta Hidrologi
Gambar 16 Bagan alir tujuan ketiga
Tabel 3 Variabel infrastruktur dasar kota
ASPEK VARIABEL INDIKATOR UNIT SATUAN
∑ rumah tangga Infrastruktur dasar kota ↑
∑ pelanggan listrik ∑PL/∑RT ↑ KK
∑ pelanggan telepon ∑PT/∑RT ↑ KK
∑ pelanggan PDAM ∑PPDAM/∑RT ↑ KK panjang jalan rasio panjang /luas wilayah ↑ Hk/Ha
rasio panjang /∑ penduduk Hk/Jiwa
Tabel 4 Variabel fisik wilayah
ASPEK VARIABEL INDIKATOR UNIT SATUAN
hidrologi air tanah langka (x) luas (x) /luas wilayah Ha akuifer produktif (x) luas (x) /luas wilayah Ha akuifer produktifitas rendah (x) luas (x) /luas wilayah Ha akuifer produktifitas sedang (x) luas (x) /luas wilayah Ha akuifer produktif sedang &
menyebar luas(x)
luas (x) /luas wilayah Ha
akuifer produktif tinggi (x) luas (x) /luas wilayah Ha Geologi aluvium (x) luas (x) /luas wilayah Ha batuan granit tak terpisahkan (x) luas (x) /luas wilayah Ha endapan gunung api muda (x) luas (x) /luas wilayah Ha formasi campang (x) luas (x) /luas wilayah Ha formasi lampung (x) luas (x) /luas wilayah Ha formasi tarahan (x) luas (x) /luas wilayah Ha sekis way galih (x) luas (x) /luas wilayah Ha kelerengan 0 – 2% (x) luas (x) /luas wilayah Ha 2% – 20% (x) luas (x) /luas wilayah Ha 20% – 40% (x) luas (x) /luas wilayah Ha > 40% (x) luas (x) /luas wilayah Ha
Kinerja Perkembangan Wilayah X1 X2 Y1 Y2 Karakteristik Fisik Wilayah Konfigurasi Ruang Prasarana Dasar Kota Konsistensi Penataan Ruang
Tabel 5 Variabel perkembangan wilayah
INDIKATOR
ASPEK VARIABEL
Aktual Standar UNIT SATUAN
fisik ruang ↑ luas wilayah
luas kawasan budidaya ↑ rasio luas budidaya/luas wilayah ↑
0,7 Hektar
luas kawasan terbangun ↑ rasio terbangun/budidaya ↑ 0,6 Hektar ekonomi ↑ ∑ keluarga miskin ↓ rasio ∑ keluarga miskin/RT ↓ KK
∑ penerimaan daerah ↑ Rupiah
∑ pengeluarn daerah ↑
rasio (penerimaan total-pengeluaran rutin)/penerimaan total ↑
∑ industri ↑ rasio ∑ industri desa/∑ industri total ↑ Unit
∑ warung/toko ↑ ∑ wartok/1.000 pdd 1/250 Unit/Jiwa
∑ mini/ supermarket ↑ ∑ minimarket/1.000 pdd 1/30.000 Unit/Jiwa
∑ pasar ↑ ∑ pasar/1.000 pdd 1/120.000 Unit/Jiwa
∑ restauran ↑ ∑ restaurant/1.000 pdd 1/30.000 Unit/Jiwa
∑ bank ↑ ∑ bank/1.000 pdd 1/480.000 Unit/Jiwa
∑ KUD ↑ ∑ KUD/1.000 pdd 1/120.000 Unit/Jiwa
∑ hotel ↑ ∑ hotel/1.000 pdd 1/480.000 Unit/Jiwa sosial ↑ ∑ korban kriminalitas ↓ ∑ korban per desa/∑ krban total ↓ Jiwa
∑ TK ↑ ∑ TK/1.000 pdd 1/1.000 Unit/Jiwa
∑ SD ↑ ∑ SD/1.000 pdd 1/1.600 Unit/Jiwa
∑ SLTP ↑ ∑ SLTP/1.000 pdd 1/4.800 Unit/Jiwa
∑ SLTA ↑ ∑ SLTA/1.000 pdd 1/4.800 Unit/Jiwa
∑ Akademi/PT ↑ ∑ Ak/PT/1.000 pdd 1/1.000.000 Unit/Jiwa
∑ KK penerima K sehat ↑ rasio ∑ KK penerima kartu sehat/∑KK ↑ KK
∑ rumah sakit ↑ ∑ RS/1.000 pdd 1/240.000 Unit/Jiwa
∑ puskesmas ↑ ∑ puskes/1.000 pdd 1/120.000 Unit/Jiwa
∑ poliklinik ↑ ∑ polik/1.000 pdd 1/30.000 Unit/Jiwa
∑ praktek dokter ↑ ∑ praktek dokter/1.000 pdd 1/5000 Unit/Jiwa
∑ praktek bidan ↑ ∑ praktek bidan/1.000 pdd 1/3.000 Unit/Jiwa
∑ masjid ↑ ∑ masjid/1.000 pdd 1/1.750 Unit/Jiwa
∑ langgar/surau ↑ ∑ surau/1.000 pdd 1/300 Unit/Jiwa
∑ gereja ↑ ∑ gereja/1.000 pdd 1/1.750 Unit/Jiwa
∑ pura ↑ ∑ pura/1.000 pdd 1/1.750 Unit/Jiwa
∑ vihara ↑ ∑ vihara/1.000 pdd 1/1.750 Unit/Jiwa
budaya ↑ ∑ bioskop ↑ ∑ bioskop/1.000 pdd 1/30.000 Unit/Jiwa
∑ diskotik ↑ ∑ diskotik/1.000 pdd 1/30.000 Unit/Jiwa
∑ alun-alun ↑ ∑ alun2/1.000 pdd 1/2.500 Unit/Jiwa
∑ tempat sewa VCD ↑ ∑ tempat sewa /1.000 pdd 1/30.000 Unit/Jiwa
∑ rumah bilyard ↑ ∑ rmh bilyard/ 1.000 pdd 1/30.000 Unit/Jiwa transportasi ↑ ∑ pelabuhan ↑ 1/1.000.000 Unit/Jiwa
∑ stasiun KA ↑ 1/1.000.000 Unit/Jiwa
∑ terminal ↑ 1/1.000.000 Unit/Jiwa
Keterangan : Variabel ↑ menyebabkan aspek ↑ (kinerja perkembangan wilayah ↑) Sumber: Kepmen PU No 378/KPTS/1987
Dari indikator -indikator tersebut, selanjutnya dapat dihitung score dengan pendekatan sebagai berikut:
Xb Xb Xi
Yi= − Yi ≥ -1
Yi : Score relatif terhadap standar Xi : Rasio aktual (per 1000 penduduk) Xb : Rasio menurut standar
Untuk mengetahui hubungan antara kinerja perkembangan wilayah dengan konfigurasi spasial prasarana dasar kota dan kondisi fisik wilayah digunakan metode regresi.
Asumsi regresi standar antara lain:
• Antar sampel harus independent (saling bebas)
• Antar variabel penjelas harus independent (saling bebas)
Mengingat data yang digunakan adalah data hasil survey (tanpa memberi perlakuan), maka dalam data tersebut sangat potensial terjadi multicollinearity, sehingga struktur data yang dihasilkan akan menjadi bias. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, maka dilakukan Principal Components Analysis (PCA).
Mengingat variabel yang akan diukur memiliki dimensi lokasi, maka berlaku hukum geografi dan ilmu wilayah (teori lokasi), bahwa ada keterkaitan antar wilayah (spasial) yang mempengaruhi pola hubungan antara kedua variabel. Dengan menggunakan ilustrasi dalam proses pemupukan, bahwa regresi sederhana hanya sahih digunakan dalam penelitian percobaan laboratorium dimana perlakuan pemupukan antara tanaman di suatu pot hasilnya akan berbeda dengan perlakuan pemupukan di pot lain. Hal ini karena kejadian dalam suatu pot hanya dipengaruhi oleh perlakuan dalam pot tersebut dan tidak saling berpengaruh terhadap kejadian di pot lain. Kondisi berbeda akan ditemukan di lapangan, yaitu jika di suatu areal sawah dilakukan pemupukan, maka tanaman pada sawah yang memiliki aliran air sama dan terletak dibawahnya akan menjadi subur karena adanya pengaruh/faktor aliran antar lokasi. Dengan kata lain kejadian di suatu tempat tidak hanya dipengaruhi oleh peristiwa di tempat tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh kejadian di tempat lain. Untuk kasus seperti ini, regresi
sederhana menjadi kurang sahih untuk digunakan, sehingga regresi yang dapat digunakan adalah Spatial Durbin Model.
Principal Components Analysis (PCA)
Teknik analisis ini mentransformasikan secara linier satu set peubah ke dalam peubah baru yang lebih sederhana dengan ukuran lebih kecil representatif dan ortogonal (tidak saling berkorelasi) (Saefulhakim, 2005). Format data untuk PCA dapat disusun membentuk matriks yang berukuran n x p, dengan n : unit sample (jumlah desa) dan p ; jumlah peubah (kolom). Analisis komponen utama ini dilakukan sampai diperoleh nilai PC Score terbaik, yaitu: PC Score g\dengan nilai akar ciri (eigenvalues) diatas 65% ; jumlah faktor-faktor baru yang diperoleh pada tabel factor loading dibawah lima; dan kore lasi antar variabel-variabel asal dengan faktor -faktor baru pada factor loading dapat diinterpretasikan secara logis.
Tabel 6 Rancangan tabel PCA Desa Variabel Perkembangan Desa Infrastruktur Dasar Kota Variabel Karakteristik Fisik Wilayah
Persamaan umum PCA adalah:
Yk = ak1X1 + ak2X2 + ak3X3 + … + akpXp
Adapun maksud dari analisis komponen utama ini adalah untuk mengelompokkan variabel-variabel menjadi beberapa kelompok. Ada dua tujuan dasar dari PC, yaitu:
• Ortogonalisasi Variabel: mentransformasikan suatu struktur data dengan variabel-variabel yang saling berkorelasi menjadi struktur data baru dengan variabel-variabel baru (yang disebut sebagai Komponen Utama atau Faktor) yang tidak saling berkorelasi.
• Penyederha naan Variabel: banyaknya variabel baru yang dihasilkan, jauh lebih sedikit dari pada variabel asalnya, tapi total kandungan informasinya (total ragamnya) relatif tidak berubah (Saefulhakim, 2005).
Hasil PCA antara lain:
Ø Akar ciri (eigen value) merupakan suatu nilai yang menunjukkan keragaman dari peubah komponen utama dihasilkan dari analisis, semakin besar nilai eigen value, maka semakin besar pula keragaman data awal yang mampu dijelaskan oleh data baru.
Ø Proporsi dan komulatif akar ciri, nilai pembobot (eigen vector) merupakan parameter yang menggambarkan hubungan setiap peubah dengan komponen utama ke -i.
Ø Component score adalah nilai yang menggambarkan besarnya titik-titik data baru dari hasil komponen utama dan digunakan setelah PCA.
Ø PC loading menggambarkan besarnya korelasi antar variable pertama dengan komponen ke-i. PC scores ini yang digunakan jika terjadi analisis lanjutan setelah PCA. Factor Loadings (Lα) adalah sama dengan Factor Score Coefficients (Cα) kali Eigenvalue Faktor atau Komponen Utamanya (λα).
Dari proses olah kinerja perkembangan wilayah dengan PCA, dihasilkan indeks komposit yang meliputi:
• Indeks komposit untuk kinerja pembangunan wilayah • Indeks komposit untuk prasarana dasar kota
• Indeks komposit untuk kondisi fisik wilayah
Hasil analisis PCA digunakan untuk menduga parameter model hubungan antara kinerja perkembangan wilayah dengan konfigurasi ruang prasarana dasar kota dan kondisi fisik wilayah. Teknik yang digunakan untuk menganalisis tujuan tersebut adalah analisis Spatial Durbin Model (LeSage, 1999).
Spatial Durbin Model
Prinsip dasar Spatial Durbin Model hampir sama dengan regresi berbobot (weighted regression), dengan variabel yang menjadi pembobot adalah faktor lokasi. Kedekatan dan keterkaitan antar lokasi ini menyebabkan munculnya fenomena ‘autokorelasi spasial’. Spatial Durbin Model merupakan pengembangan dari model regresi sederhana yang telah mengakomodasikan fenomena-fenomena autokorelasi spasial, baik dalam variabel tujuan maupun dalam variabel penjelasnya. Misalnya untuk mengetahui tingkat perkembangan di suatu wilayah
selain dipengaruhi variabel bebas (hasil olah PCA) juga dipengaruhi oleh variabel lain, yaitu hubungan spasial. Data yang digunakan untuk variabel bebas (x) berasal dari komponen utama hasil pengolahan PCA. Representasi faktor lokasi pada Spatial Durbin Model dalam bentuk matriks kedekatan yang disebut dengan contiquity matrix (LeSage, 1999) .
Perhitungan contiguity matrix untuk mengetahui hubungan perkembangan wilayah dengan konfigurasi ruang prasarana dasar kota dan karakteristik fisik wilayah dalam penelitian ini didasarkan pada 2 (dua) aspek, yaitu:
• Ketetanggaan (batas wilayah)
Jika kedua wilayah berdekatan/bertetanggaan, maka keterkaitan antar kedua wilayah tersebut relatif tinggi. Untuk suatu fasilit as tertentu, kedua wilayah dapat memanfaatkan secara bersama -sama, misalnya penggunaan SLTP. Dengan kata lain bahwa aktivitas /peristiwa di suatu tempat akan dipengaruhi oleh kejadian di tempat lain.
• Kebalikan jarak (centroid)
Semakin besar nilai jarak antara kedua wilayah, maka semakin kecil keterkaitan antar wilayah (berbanding terbalik), sehingga interaksi antar wilayah relatif berkurang. Untuk karakteristik fisik wilayah, wilayah yang bertetanggaan akan memiliki karakteristik fisik alamiah hampir sama yang dimungkinkan karena adanya kemiripan prose alamiah.
Pendekatan rumus kinerja perkembangan wilayah:
Y2 = α + (Σkρ4kWk)Y2 + βX1 + (Σkρ1kWk)X1 + γX2 + (Σkρ2kWk)X2 + µX3 + (Σkρ3kWk)X3 + ε
Y2 : Variabel kinerja perkembangan wilayah α : Parameter konstanta regresi
ρ4 : Parameter koefisien kontiguitas spasial kinerja perkembangan wilayah W1 : Matriks kontiguitas antar wilayah desa/kelurahan berdasarkan
ke tetanggaan batas administrasi
• Jika kedua wilayah berbatasan langsung, maka diberi angka 1; • Jika ke dua wilayah tidak berbatasan langsung atau wilayah tersebut
W2 : Matriks kontiguitas antar wilayah desa/kelurahan berdasarkan kebalikan jarak antar centroid wilayah administratif
β : Parameter koefisien infrastruktur dasar kota
ρ1 : Parameter koefisien kontiguitas spasial infrastruktur dasar kota k : Variabel sampel (desa/kelurahan)
X1 : Variabel infrastruktur dasar kota
γ : Parameter koefisien karakteristik fisik wilayah
ρ2 : Parameter koefisien kontiguitas spasial karakteristik fisik X2 : Variabel karakteristik fisik wilayah
µ : Parameter koefisien konsistensi pemanfaatan ruang
ρ3 : Parameter koefisien kontiguitas spasial konsistensi pemanfaatan ruang X3 : Variabel konsistensi pemanfaatan ruang
Tabel 7 Rancangan Contiguity Matrix W terhadap ketetanggaan
Wil A Wil B Wil C Wil D Wil E Wil F
Wil A 0 1 1 0 0 0 Wil B 0 Wil C 0 Wil D 0 Wil E 0 Wil F 0
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Umum Kota Bandar Lampung
Secara administratif Kota Bandar Lampung dibentuk pada tanggal 17 Juni 1983 sebagai bagian dari wilayah kota dalam pembentukan Keresidenan Provinsi Lampung yang ditetapkan berdasarkan PP No 3 Tahun 1964. Semula kota ini terdiri dari 4 kecamatan 30 kelurahan, namun dalam perkembangannya telah terjadi beberapa kali pemekaran wilayah. Terakhir dengan ditetapkannya Perda Kota Bandar Lampung No 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Kecamatan dan Kelurahan, Kota Bandar Lampung ditetapkan terdiri dari 13 Kecamatan dengan 98 kelurahan.
Kota Bandar Lampung mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam lima tahun terakhir. Perkembangan tersebut tidak terlepas dari fungsi Kota Bandar Lampung dalam konteks pertumbuhan wilayah Provinsi Lampung sebagai pusat pemerintahan provinsi, pusat perdagangan regional, pusat pelayanan transportasi regional, pusat pendidikan dan kebudayaan regional, pusat industri maritim dan pengolah bahan baku pertanian, serta pusat penyediaan energi dan telekomunikasi.
Jumlah penduduk pada tahun 2005 tercatat sebanyak 788.337 jiwa yang terdiri dari laki-laki berjumlah 393.061 jiwa dan perempuan berjumlah 395.276 jiwa. Tingkat kepadatan rata-rata di Kota Bandar Lampung adalah 42 jiwa/ha dengan distribusi yang sangat sangat ber variasi dari yang relatif rendah yaitu Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling (2 jiwa per ha) sampai yang relatif tinggi, yaitu Kelurahan Kelapa Tiga Kecamatan Tanjung Karang Pusat (553 jiwa per ha). Wilayah dengan kepadatan tinggi didominasi oleh wilayah yang berlokasi di pusat kota , sedangkan wilayah-wilayah dengan kepadatan penduduk rendah didominasi oleh wilayah yang berlokasi di pinggiran kota.
Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah penduduk dan tingkat kepadatan penduduk di Kota Bandar Lampung tidak merata dan sangat bervariasi, bukan hanya antar kecamatan, tetapi juga antar kelurahan yang terdapat dalam kecamatan yang sama. Kondisi ini berpotensi menimbulkan terjadinya ketimpangan dalam percepatan pembangunan antar wilayah.
Tabel 8 Jumlah dan kepadatan penduduk perkelurahan di Kota Bandar Lampung
Kecamatan Kelurahan Σ Penduduk (Jiwa) Luas wilayah (Ha) Kepadatan (Jw/Ha)
Sukamaju 4,249 639 7 Keteguhan 8,483 364 24 Kota Karang 14,301 56 256 Perwata 3,842 23 168 Bakung 5,706 107 54 Kuripan 4,636 34 137
Negri Olok Gading 4,359 109 40
Telukberung Barat Sukajaya 4,236 627 7 Gedung Pakuon 4,181 36 117 Talang 7,913 46 173 Pesawahan 11,242 63 179 Telukbetung 4,643 19 245 Kangkung 12,079 30 403 Bumi Waras 17,239 73 237 Pecohraya 5,116 83 62 Sukaraja 10,209 79 130 Geruntang 6,797 110 62 Ketapang 4,370 124 36 Telukbetung Selatan Way Lunik 9,370 150 63 Srengsem 7,571 456 17 Panjang Selatan 11,998 106 114 Panjang Utara 12,679 112 114 Pidada 10,878 318 35 Way Laga 6,503 433 16 Way Gubak 3,023 546 6 Panjang Karang Maritim 8,781 105 84 Rawa Laut 5,298 51 104 Kota Baru 11,647 103 114 Tanjung Agung 7,021 22 320 Kebon Jeruk 5,424 23 236 Sawah Lama 5,815 12 485 Sawah Brebes 7,334 30 245 Jaga Baya I 2,783 17 164 Kedamaian 14,375 128 113 Tanjung Raya 5,772 54 107 Tanjung Gading 2,924 105 28 Tanjung Karang T imur Campang Raya 8,695 960 10 Kupang Kota 10,410 44 237 Gunung Mas 3,709 104 36 Kupang Teba 11,158 66 170 Kupang Raya 3,424 17 202 Pahoman 4,835 76 64 Sumur Batu 7,882 78 102 Gulak Galik 7,082 72 99 Pengajaran 5,747 116 50 Sumur Putri 4,597 92 50 Telukbetung Utara Batu Putu 4,108 93 45 Durian Payung 9,480 98 97 Gotong Royong 5,467 38 144 Enggal 5,282 64 83 Pelita 5,537 23 241 Palapa 4,317 30 144 Kaliawi 13,373 42 319 Kelapa Tiga 11,606 21 553 T anjung Karang 3,814 28 137 Gunung Sari 2,888 21 138 Pasir Gintung 5,055 30 169 Tanjung Karang Pusat Penengahan 6,382 40 160
Tabel 8 Lanjutan
Kecamatan Kelurahan Σ Penduduk (Jiwa) Luas wilayah (Ha) Kepadatan (Jw/Ha)
Susunan Baru 2,804 338 9 Sukadana Ham 2,388 954 3 Suka Jawa 14,385 82 176 Gedung Air 10,647 131 82 Segala Mider 14,436 225 65 Tanjung Karang Barat Gunung Terang 7,178 201 36 Sumber Agung 3,027 498 7 Kedaung 1,035 577 2 Pinang Jaya 3,050 195 16 Beringin Raya 13,020 711 19 Sumber Rejo 12,767 703 19 Kemiling Permai 11,403 713 16 Kemiling Langkapura 8,715 228 39 Sukamenanti 6,369 38 168 Sidodadi 11,230 86 131 Surabaya 10,339 84 124
Perumnas Way Halim 12,018 92 131
Kedaton 13,242 497 27 Labuan Ratu 17,388 312 56 Kampung Baru 7,630 155 50 Kedaton Sepang Jaya 11,829 138 86 Rajabasa Raya 6,078 227 27 Gedung Meneng 8,587 328 27 Rajabasa 16,883 319 53 Rajabasa Rajabasa Jaya 4,578 319 15 Labuhan Dalam 6,131 227 28 Tanjung Seneng 11,287 312 37 Way Kandis 5,481 307 18 Tanjung Seneng
Perumnas Way Kandis 5,970 319 19
Sukarame 17,851 403 45
Way Halim Permai 8,052 120 68
Gunung Sulah 9,271 97 96 Way Dadi 15,696 348 46 Sukarame Harapan Jaya 7,924 376 22 Jagabaya II 13,599 104 131 Jagabaya III 8,281 103 81 Tanjung Baru 5,681 140 41 Kalibalok Kencana 7,220 125 58 Sukabumi Indah 7,203 271 27 Sukabumi Sukabumi 10,019 271 37 Sumber : PODES 2005
Penataan Ruang Kota Bandar Lampung RTRW Kota Bandar Lampung
Sesuai amanat UU 24 Tahun 1992, pada tahun 1994 Pemeritah Kota Bandar Lampung menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung dan disusun kembali pada tahun 2003 serta mendapat legalitas hukum melalui Perda Nomor 4 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung Tahun 2005-2015.
Dengan posisi yang sangat strategis membawa konsekuensi kota ini memiliki peranan yang sangat strategis , baik dalam skala nasional sebagaimana diamanatkan dalam PP 47 Tahun 1997 tentang RTRWN maupun dalam skala provinsi sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 5 Tahun 2001 tentang Penataan Ruang Wilayah Provinsi Lampung, yaitu peran sebagai salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Kawasan Andalan Nasional.
Dalam perannya sebagai PKN membawa konsekuensi bahwa Kota Bandar Lampung dituntut untuk mampu memberikan pelayanan transportasi yang memadai dan mampu berperan sebagai transhipment point berbagai moda angkutan lintas regional, nasional dan internasional. Hal ini didukung oleh berba gai rencana pengembangan dalam sistem transportasi regional. Rencana pembangunan jembatan Selat Sunda yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera akan memperlancar aliran pergerakan penumpang dan barang. Pelabuhan Panjang dilengkapi dengan sistem angkutan antar moda yang memiliki akses terhadap seluruh wilayah di Provinsi Lampung dan Sumatera Bagian Selatan. Gugusan jaringan kereta api Trans Sumatera menjadi salah satu alternatif sarana pergerakan antar moda. Adanya rencana pembangunan jalan tol ke arah palembang akan turut mendukung kelancaran aksesibilitas tersebut.
Dalam perannya sebagai kawasan andalan, Kota Bandar Lampung dituntut untuk mampu menjadi stimulan perkembangan wilayah-wilayah disekitarnya, artinya kebijakan-kebijakan pembangunan diarahkan untuk mewujudkan kesinergian pembangunan dan mampu mendistribusikan hasil-hasil pembangunan kepada kawasan-kawasan sekitarnya (spreed effect), bukan menghisap potensi sekitarnya (backwash effect) yang hanya akan menimbulkan berbagai permasalahan ketimpangan pembangunan
Selain mempertegas dua peran nasional tersebut, dalam RTRW Provinsi Lampung disebutkan peran Kota Bandar Lampung sebagai pusat pelayanan primer bagi kawasan-kawasan disekitarnya. Prioritas pengembangan/penanganan Kota Bandar Lampung berdasarkan kebijakan Provinsi Lampung adalah sebagai pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, pariwisata, pendidikan, pelayanan, pelabuhan dan industri.
Strategi pengembangan kawasan andalan Kota Bandar Lampung yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Lampung (Dokumen Rencana Kawasan Andalan Kota Bandar Lampung dan Sekitarnya) dalam keterkaitan dengan perannya sebagai pusat pelayanan primer adalah:
1. Berorientasi pada kegiatan jasa, perdagangan, perbankan, pariwisata, pendidikan, riset dan industri yang ramah lingkungan.
2. Pengembangan pelabuhan panjang dan Pelud Radin Inten II.
3. Keterpaduan pengembangan Kota Bandar Lampung dan kota satelit.
4. Pengembangan Bandar Lampung Waterfront City yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, pariwisata dan jasa.
5. Pengembangan prasarana ekonomi yang selaras dengan prasarana pemenuhan kebutuhan pokok warga kota.
6. Orientasi sebagai pusat pelayanan regional yang dipersiapkan menghadapi tantangan globalisasi.
Visi Kota Bandar Lampung Tahun 2020 adalah ‘Kota Berbudaya, Nyaman dan Berkelanjutan (BERNYALA)’. Berbudaya adalah suatu kondisi dan sikap masyarakat yang menjunjung tinggi nilai agama, moral/etika, hukum dan budaya yang didukung oleh imtaq (iman dan taqwa) serta iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Nyaman adalah sutau kondisi dimana masyarakat merasa aman, tertib dan sejahtera. Berkelanjutan adalah suatu kondisi yang menjamin kontinyuitas pengelolaan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam secara bertanggungjawab.