• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA KINERJA DAS BANGO BERDASARKAN ASPEK TATA AIR DAN PENGGUNAAN LAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA KINERJA DAS BANGO BERDASARKAN ASPEK TATA AIR DAN PENGGUNAAN LAHAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA KINERJA DAS BANGO BERDASARKAN ASPEK TATA AIR

DAN PENGGUNAAN LAHAN

Muhammad Aditya Rahmadhan1, Dr.Eng. Donny Harisuseno, ST., MT2, Dr. Ery Suhartanto, ST., MT2

1Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2Dosen Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, Indonesia email: muhammadadityarahmadhan@gmail.com

ABSTRAK : Belum optimalnya pengelolaan dan penggunaan sumber daya air merupakan indikasi adanya penurunan kualitas DAS. Oleh karena itu, pelaksanaan pengelolaan DAS secara terpadu di Hulu Brantas khususnya Sub DAS Bango di Hulu DAS Brantas sudah saatnya mendapatkan perhatian serius dari semua pihak yang terkait. Kriteria yang dikaji yaitu berdasarkan dari segi tata air (koefisien regim sungai, koefisien varian, sedimentasi, koefisien limpasan) dan dari segi penggunaan lahan (indeks penutupan lahan, kesesuaian penggunaan lahan, indeks erosi). Untuk mengetahui nilai erosi menggunakan program ArcSWAT. Dan untuk mengetahui setiap perubahan – perubahan tata guna lahan yang terjadi setiap tahunnya adalah menggunakan peta tata guna lahan yang telah dibuat dari hasil pengolahan citra satelit landsat tahun 2006, 2009, dan 2014. Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui bahwa nilai klasifikasi kinerja DAS Bango berdasarkan dari segi tata air (koefisien regim sungai, koefisien varian, sedimentasi, koefisien limpasan) dan dari segi penggunaan lahan (indeks penutupan lahan, kesesuaian penggunaan lahan, indeks erosi) pada tahun 2005, 2007 sampai dengan tahun 2014 dapat diklasifikasikan dalam kategori kelas baik. Sedangkan, pada tahun 2006 dapat diklasifikasikan dalam kategori kelas agak baik.

Kata kunci: Kinerja DAS, Tata Air, Penggunaan Lahan, ArcSWAT

ABSTRACT : Not optimal management and use of water resources is an indication of impairment quality of the watershed. Therefore, the implementation of integrated watershed management in Brantas Upstream particular subbasin Bango in Upstream Brantas was time to get serious attention from all parties concerned. Criteria that were examined, namely based on terms of the water system (coefficient of river regime, the coefficient of variance, sediment, runoff coefficient) and in terms of land use (land cover index, suitability of land use, erosion index). To determine value of erosion using ArcSWAT program. And to determine any changes of landuse changes that occur each year are using land use maps that have been created from the processing of Landsat satellite images in 2005, 2009, and 2014. Based on the results of the analysis can be seen that the value of the

classification performance of the watershed of 9 tributaries contained in DAS Bango based terms of the water system (coefficient of river regime, the coefficient of variance, sediment, runoff coefficient) and in terms of land use (index land cover, suitability land use, erosion index) in 2005, 2007 until 2014 can be classified in good categories. However, in 2006 can be classified in rather good categories.

Key words: Performance of watershed, water system, land use, ArcSWAT

PENDAHULUAN

Secara umum, sektor sumber daya air di Indoneia menghadapi permasalahan jangka panjang terkait dengan pengelolaan, yang akan mempengaruhi pembangunan ekonomi negara dan menyebabkan berkurangnya keamanan pangan, kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan. Seperti di banyak negara lain, kondisi sumber daya air di Indonesia telah

sampai pada tahap dimana tindakan

pengelolaan DAS terpadu diperlukan untuk membalikkan tren yang terjadi saat ini. Oleh karena itu, diperlukan penentuan kinerja kelestarian pengelolaan DAS terlebih dahulu. Untuk mengetahui hasil klasifikasi parameter

yang dikaji meliputi Indeks Penggunaan Lahan (IPL), Kesesuaian Penggunaan Lahan (KPL), Indeks Erosi (IE), Koefisien Regim Sungai (KRS), Koefisien Varian (CV), sedimentasi, dan Koefisien Limpasan (C).

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan dalam penentuan kinerja Sub DAS Junggo dengan evaluasi kinerjanya, dikatakan bahwa kondisi penggunaan lahan di Sub DAS Junggo pada tahun 2012 dapat dikatakan “Baik” berdasarkan pada kedua indikator penentu yaitu IPL dan KPL, dan kinerja Sub

DAS Junggo termasuk dalam kategori

(2)

penentuan (IPL, KPL, IE, dan KRS) (Riskihadi, 2012).

Penelitian Sodikin (2012) di DAS Padang Guci Bengkulu menemukan kasus yang sama, kinerja Daerah Aliran Sungai berdasarkan indikator penggunaan lahan pada DAS Padang Guci Bengkulu yang didasarkan pada Indeks Penggunaan Lahan (IPL), Indeks Bahaya Erosi (IBE) dan Pengelolaan Tanaman secra umum DAS Padang Guci masih terkategori sehat, dimana Indeks Penutupan Lahan (IPL) masih sebesar 30 – 75% dari luas DAS Padang Guci, Indeks Bahaya Ersi (IBE) adalah 1 – 4% yang menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi masih relatif sedang, dan Indeks Pengelolaan Lahan masih dibawah 0,10%, yang berarti bahwa pola tanam (C) dan tindakan konservasi (P) masih baik.

Selain itu dalam penelitian lainnya, yang dilakukan oleh Anggara Cahyo (2012) pada Sub DAS konto hulu, dapat diketahui hasil klasifikasi dan perhitungan rata – rata tahun 2003 - 2012 meliputi indek penutupan lahan

sebesar 45,71% klasifikasi sedang, kesesuaian penggunaan lahan sebesar 85,21% klasifikasi baik, indek erosi sebesar 85,98 klasifikasi sedang, koefisien regim sungai 8,88 klasifikasi baik, koefisien varian sebesar 0,18, klasifikasi sedang, indeks penggunaan air sebesar 0,34 klasifikasi baik, sedimentasi sebesar 2,23 klasifikasi sedang, koefisien limpasan 0,52 klasifikasi jelek.

Dengan parameter yang sama, maka dalam studi ini akan dilakukan suatu analisa kinerja DAS berdasarkan dari segi tata air dan penggunaan lahan pada DAS Bango, sehingga dapat diketahui hasil klasifikasi dari kinerja DAS Bango.

BAHAN DAN METODE

Studi ini dilakukan pada wilayah hulu DAS Brantas tepatnya pada wilayah sungai K. Bango beserta anak-anak sungainya. Luas

DAS Bango sebesar 245,25 km2.

(3)

Data – data yang diperlukan antara lain:

 Data primer:

1. Pengambilan tanah langsung ke lapangan

2. Survey langsung ke sungai Bango bagian hilir untuk mengetahui nilai

TSS (Total Suspended Solid).

 Data sekunder:

1. Peta topografi

2. Data curah hujan harian tahun

2005-2014.

3. Peta sebaran jenis tanah.

4. Peta kemiringan lereng.

5. Peta tata guna lahan.

6. Peta stasiun penakar hujan.

Dalam studi ini diawali dengan

pembuatan batas DAS menggunakan SRTM

dan pembuatan peta tata guna lahan

menggunakan data citra satelit landsat. Melakukan uji konsistensi pada data hujan menggunakan lengkung massa ganda. Setelah

itu, menentukan nilai erosi dengan

menggunakan program ArcSWAT.

Tahap selanjutnya, menganalisa kinerja

DAS Bango, kinerja DAS diperoleh

berdsarkan nilai standar evaluasi yang sesuai

dengan Peraturan Direktur Jenderal

Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor: P.04/V-SET/2009. Adapun klasifikasi

parameter yang dikaji antara lain: 1. Koefisien Regim Sungai (KRS)

Koefisien regim sungai (KRS) adalah perbandingan antara debit maksimum (Qmaks) dengan debit minimum (Qmin) dalam suatu DAS.

(1)

Ket: Qmaks (m3/det) = debit harian rata-

rata (Q) tahunan tertinggi

Qmin (m3/det) = debit harian

rata-rata (Q) tahunan terendah

Data Qmaks dan Qmin diperoleh dari nilai rata-rata debit harian (Q) dari hasil pengamatan SPAS di DAS/Sub DAS yang dipantau. Klasifikasi nilai KRS untuk menunjukkan karakteristik tata air DAS disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Nilai KRS

No Nilai KRS Kelas Skor

1 < 50 Baik 1

2 50-120 Sedang 3

3 >120 Jelek 5

Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor: P.04/V-SET/2009.

2. Koefisien Limpasan (C)

Koefisien limpasan adalah perbandingan antara tebal limpasan tahunan (Q, mm) dengan tebal hujan tahunan (P, mm) di DAS atau dapat dikatakan berapa persen curah hujan yang menjadi limpasan (runoff) di DAS.

(2)

Ket: Q (mm) = tebal impasan tahunan P (mm) = tebal hujan tahunan

Tebal limpasan (Q) diperoleh dari volume debit (Q, dalam satuan m3) dari hasil pengamatan SPAS di DAS/Sub DAS selama satu tahun dibagi dengan luas DAS/Sub DAS (ha atau m2) yang kemudian dikonversi ke satuan mm. Sedangkan tebal hujan tahunan (P) diperoleh dari hasil pencatatan pada SPH baik dengan alat Automatic Rainfall Recorder (ARR) dan atau ombrometer.

Tabel 2. Klasifikasi koefisien limpasan (C) tahunan

No Nilai C Kelas Skor

1 < 0,25 Baik 1

2 0,25-0,50 Sedang 3

3 0,51-1,0 Jelek 5

Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor: P.04/V-SET/2009.

3. Koefisien Variansi (CV)

Koefisien variansi (CV) adalah gambaran kondisi variasi dari debit aliran air (Q) tahunan dari suatu DAS.

(3)

Ket: Sd = standar deviasi data debit

(Q) tahunan dari SPAS

Qrata-rata = data debit rata-rata

(4)

Jika variasi debit (Q) tahunan kecil maka kondisi debit (Q) dari tahun ke tahun tidak banyak mengalami perubahan. Di sisi lain, jika variasi debit (Q) tahunan besar maka kondisi debit (Q) dari tahun ke tahun banyak mengalami perubahan, yang menunjukkan kondisi DAS/Sub DAS yang kurang stabil, misalnya disebabkan perubahan penggunaan lahan dan atau pola penggunaan air di DAS, kejadian El Nino dan La Nina.

Tabel 3. Klasifikasi nilai CV

No Nilai CV Kelas Skor

1 < 0,1 Baik 1

2 0,1-0,3 Sedang 3

3 >0,3 Jelek 5

Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor: P.04/V-SET/2009.

4. Sedimentasi

Kadar muatan sedimen dalam aliran air diukur dari pengambilan contoh air pada berbagai tinggi muka air (TMA) banjir saat musim penghujan. Debit sedimen dalam ton/th dapat dijadikan dalam ton/ha/th dengan membagi nilai debit sedimen dengan luas DAS. Selanjutnya nilai debit sedimen dalam ton/ha/th dikonversikan menjadi debit sedimen dalam mm/tahun dengan mengalikannya dengan berat jenis (BJ) tanah menghasilkan nilai tebal endapan sedimen. Berat jenis tanah sebaiknya diukur berdasarkan analisis sifat fisik tanah di daerah yang bersangkutan. . Klasifikasi tingkat sedimentasi disajikan pada Tabel 4. Sebagai gambaran Berat Jenis tanah pada berbagai macam tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 5.

(4) Ket: Qs (ton/hari) = debit sedimen

C (mg/l) = kadar muatan sedimen

Q (m3/dt) = debit air sungai

Tabel 5. Klasifikasi tingkat sedimen

No Sedimentasi (mm/th) Kelas Skor

1 < 2 Baik 1

2 2-5 Sedang 3

3 >5 Jelek 5

Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor: P.04/V-SET/2009.

Tabel 5. Berat jenis tanah rata-rata dan kisarannya pada berbagai tekstur tanah

No. Tekstur Tanah Berat Jenis (g/cm3)

1 Pasir (sandy) 1,65 (1,55 – 1,80) 2 Lempung berpasir (sandy loam) 1,50 (1,40 – 160) 3 Lempung (loam) 1,40 (1,35 – 1,50) 4 Lempung berliat (clay loam) 1,35 (1,30 – 1,40)

5 Liat berdebu (silly

clay) 1,30 (1,25 – 1,35)

6 Liat (clay) 1,25 (1,20 – 1,30)

Sumber: Beasley & Huggins (1991).

5.Indeks penutupan lahan oleh vegetasi (IPL)

Monev terhadap penutupan lahan oleh vegetasi di DAS adalah untuk mengetahui indeks penutupan lahan (IPL) dari luas lahan bervegetasi permanen yang ada di DAS.

(5)

Ket: LVP (ha) = luas lahan bervegetasi

permanen

Luas_DAS (ha) = luas DTA atau DAS yang menjadi sasaran Tabel 6. Klasifikasi nilai Indeks Penutupan Lahan

No Nilai IPL (%) Kelas Skor

1 < 75 Baik 1

2 30-75 Sedang 3

3 >30 Jelek 5

Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor: P.04/V-SET/2009

LVP diperoleh dari peta penutupan lahan aktual dan atau analisis foto udara atau citra satelit terbaru yang meliput wilayah DAS. Vegetasi permanen yang dimaksudkan adalah tanaman tahunan seperti vegetasi hutan dan atau kebun yang dapat berfungsi lindung dan atau konservasi, dimana keberadaan vegetasi tersebut di DAS tidak dipanen dan atau ditebang.

6.Kesesuaian penggunaan lahan (KPL) Monev kesesuaian penggunaan lahan

(KPL) DAS adalah untuk mengetahui

kesesuaian penggunaan lahan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan atau zona kelas kemampuan lahan dan yang ada di DAS.

(5)

(6)

Ket: LPS (ha) = luas penggunaan

lahan yang sesuai di DAS

Luas_DAS (ha) = luas DTA atau DAS yang menjadi sasaran Tabel 7. Klasifikasi nilai kesesuaian Penggunaan Lahan

No Nilai KPL (%) Kelas Skor

1 < 75 Baik 1

2 40-75 Sedang 3

3 >40 Jelek 5

Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor: P.04/V-SET/2009.

Penilaian LPS didasarkan pada

kesesuaian antara penggunaan lahan aktual (sesuai jenisnya) dengan RTRW (kawasan lindung dan kawasan budidaya), dan atau kelas kemampuan lahan (kelas I s/d. VIII). Cara penilaian LPS dilakukan dengan overlay peta

penggunaan lahan aktual dengan peta

RTRWK, atau peta Kelas Kemampuan Lahan, untuk melihat tingkat kesesuaiannya.

7. Indeks erosi (IE)

(7)

Ket: A (ton/ha/th) = nilai erosi aktual T (ton/ha/th) = nilai toleransi erosi Nilai erosi aktual (A) didapatkan dengan menggunakan program ArcSWAT.

Tabel 8. Klasifikasi nilai Indeks Erosi

No Nilai IE (%) Kelas Skor

1 < 50 Baik 1

2 50-100 Sedang 3

3 >100 Jelek 5

Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor: P.04/V-SET/2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengolahan peta tata guna lahan

Data yang diperlukan untuk

menginterpretasi adalah data citra landsat. Dalam studi ini dibutuhkan data landsat dan

data landsat didapat dari

earthexplorer.usgs.gov. Data landsat yang diambil dari web usgs adalah Landsat 7 untuk tahun 2006, dan tahun 2009, Landsat 8 OLI untuk tahun 2014.

(6)

Gambar 3. Peta Tata Guna Lahan Tahun 2009 Daerah Aliran Sungai Bango

Gambar 4. Peta Tata Guna Lahan Tahun 2014 Daerah Aliran Sungai Bango

Hasil dari klasifikasi citra satelit adalah informasi tentang tataguna lahan di daerah studi. Pada DAS Bango, untuk tata guna lahan

permukiman dan perkebunan selalu

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sedangkan untuk tata guna lahan padang rumput, hutan rimba, sawah, semak belukar,

dan tegalan/ladang selalu mengalami

penurunan setiap tahunnya.

2. Uji konsistensi data

Data-data hujan harian tiap-tiap stasiun selama 10 tahun terlebih dahulu diuji kekonsistenan datanya dengan teknik lengkung

massa ganda. Uji ini bertujuan

membandingkan data dari stasiun yang diamati dengan stasiun sekitarnya. Adapun stasiun pengamatan hujan yang digunakan untuk mengambil data hujan dari DAS Bango meliputi 4 stasiun hujan.

(7)

Tabel 9. Uji konsistensi data stasiun hujan Belimbing

Gambar 5. Grafik uji konsistensi data stasiun hujan Belimbing

Berdasarkan hasil uji konsistensi data pada DAS Bango, maka dapat dinyatakan data pada stasiun Belimbing, Stasiun Karangploso, Stasiun Pendem, dan Stasiun Singosari adalah konsisten.

5. Hasil pemodelan ArcSWAT

Dalam perhitungan prediksi ini yang ingin didapatkan adalah nilai keluaran berupa erosi pada setiap sub DAS. Dimana fator-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut dalam perhitungan kali ini berdasarkan input adalah jenis tanah, tata guna lahan dan curah hujan.

Nilai erosi rata – rata dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Rekapitulasi nilai erosi rata – rata tahun 2005 sampai dengan 2014

Tahun Luas Erosi

(ha) (ton/ha/th) 2005 18764.64 38.656 2006 18764.64 30.289 2007 18764.64 62.383 2008 18764.64 24.875 2009 18764.64 20.31 2010 18764.64 6.173 2011 18764.64 2.588 2012 18764.64 8.596 2013 18764.64 21.857 2014 18764.64 29.316

6. Analisa Kinerja DAS

Untuk menganalisa kinerja DAS pada DAS Bango dilakukan dari segi tata air yang meliputi koefisien regim sungai, koefisien varian, sedimentasi, koefisien limpasan dan dari segi penggunaan lahan yang meliputi

indeks penutupan lahan, kesesuaian

penggunaan lahan, indeks erosi. Pada analisa kinerja DAS Bango ini menganalisa anak – anak sungai yang terdapat di DAS Bango. Anak – anak sungai yang terdapat di DAS Bango tersebut meliputi 9 anak sungai.

7. Evaluasi Debit Air Sungai

Penilaian indikator debit air sungai di DAS menggunakan nilai parameter koefisien regim sungai (KRS), indeks penggunaan air (IPA), koefisien limpasan (C), dan koefisien varian (CV).

a. Koefisien Regim Sungai (KRS)

Dari tabel 11 dapat disimpulkan bahwa untuk penentuan klasifikasi koefisien regim sungai (KRS) termasuk dalam kelas Baik dengan nilai < 50 skor (1).

b. Koefisien Varian (CV)

Berdasarkan hasil perhitungan nilai

koefisien varian (CV) pada tabel 12 dari tahun 2005-2014, maka dapat disimpulkan bahwa untuk penentuan klasifikasi koefisien varian (CV) termasuk dalam kelas Baik dengan nilai < 0,1 skor (1), kelas Sedang dengan nilai 0,1-0,3 skor (3), dan kelas Jelek dengan nilai > 0,1-0,3 skor (5). 0 500 1000 1500 2000 0 500 1000 1500 2000 Hu jan R at a - rat a ko m u lat if st B lim b in g (m m )

Hujan Rata - rata Komulatif St Karangploso, Pendem, Singosari (mm)

(8)

Tabel 11. Skor koefisien regim sungai

Tabel 12. Skor koefisiensi varian (CV)

c. Koefisien Limpasan (C)

Dari hasil analisa pada tabel 13 dapat

diketahui bahwa penentuan klasifikasi

koefisien limpasan (C) dari tahun 2005-2014 termasuk dalam kelas Baik dengan nilai < 0.25 skor (1).

Tabel 13. Skor limpasan

Tabel 14. Skor sedimentasi

d.Sedimentasi

Hasil perhitungan nilai sedimentasi (Qs) pada tahun 2005-2014 dapat dilihat pada tabel 14. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk penentuan klasifikasi sedimentasi (Qs) termasuk dalam kelas Baik dengan nilai < 2 skor (1).

8. Evaluasi penggunaan lahan DAS

Evaluasi penggunaan lahan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kerentanan dan potensi lahan pada DAS/Sub DAS sebagai akibat alami maupun dampak intervenasi manusia terhadap lahan, misalnya erosi. Parameter-parameter yang dikaji pada suatu DAS/Sub DAS meliputi: indeks penutupan

lahan oleh vegetasi (IPL), kesesuaian

penggunaan lahan (KPL), indeks erosi (IE). Tabel 15. Skor indeks penutupan lahan

Tabel 16. Skor kesesuaian penggunaan lahan

2005 110,410 9,390 11,758 Baik 1 2006 36,000 2,620 13,740 Baik 1 2007 12,210 5,560 2,196 Baik 1 2008 18,800 4,080 4,608 Baik 1 2009 14,800 3,830 3,864 Baik 1 2010 29,020 20,290 1,430 Baik 1 2011 85,860 22,180 3,871 Baik 1 2012 15,540 5,170 3,006 Baik 1 2013 12,020 6,200 1,939 Baik 1 2014 8,640 5,540 1,560 Baik 1 Skor Tahun Q maks (m³/det) Q min (m³/det) KRS (Q maks/Q min) Kelas Q P C 2005 33,261 1662 0,0200 Baik 1 2006 22,284 1750 0,0127 Baik 1 2007 16,821 1394 0,0121 Baik 1 2008 10,048 1421 0,0071 Baik 1 2009 10,683 1672 0,0064 Baik 1 2010 15,418 3704 0,0042 Baik 1 2011 46,249 2099 0,0220 Baik 1 2012 16,173 1715 0,0094 Baik 1 2013 16,883 2189 0,0077 Baik 1 2014 12,774 2089 0,0061 Baik 1 Skor Tahun Q Inflow / Luas Lahan Curah Hujan Rerata Q Tahunan / P Tahunan Kelas

(9)

a. Perhitungan indeks penutupan lahan oleh vegetasi (IPL)

Klasifikasi indeks penggunaan lahan (IPL) pada DAS Bango termasuk dalam kelas Jelek dengan nilai <30 skor (5). Untuk hasil perhitungan nilai indeks penggunaan lahan (IPL) dapat dilihat pada tabel 15.

b. Perhitungan kesesuaian penggunaan lahan (kpl)

Dari hasil perhitungan kesesuaian

penggunaan lahan pada tabel 16 didapatkan hasil klasifikasi kesesuaian penggunaan lahan (KPL) termasuk dalam kelas Baik dengan nilai >75 skor (1).

c. Indeks erosi (IE)

Berdasarkan hasil perhitungan nilai

indeks erosi (IE) pada tabel 17 dari tahun 2005-2014, maka dapat disimpulkan bahwa untuk penentuan klasifikasi indeks erosi (IE) termasuk dalam kelas Baik dengan nilai <50 skor (1)

Tabel 17. Skor indeks erosi

9. Hasil kinerja DAS

Hasil menyeluruh terhadap kondisi tata air dan daerah tangkapan air. Nilai skor penilaian kinerja pada kriteria tata air diperoleh dari “hasil analisis” terhadap masing-masing nilai bobot dan skor dari

indikator dan parameter-parameternya.

Penentuan nilai bobot didasarkan pada

perannya dalam mempengaruhi kinerja

DAS/Sub DAS. Penentuan kinerja

(DAS/subDAS) dilakukan dengan

menjumlahkan dari hasil kali nilai skor dengan nilai bobot masing – masing dan dibagi dengan total nilai bobot.

Prosentase bobot kinerja DAS adalah sebesar 51% untuk tahun 2006, 2009 dan 2014, sedangkan sebesar 43% untuk tahun 2005, 2007, 2008, 2010, 2011, 2012, dan 2013. Dari hasil analisa kinerja DAS pada DAS Bango diatas menunjukkan bahwa hasil kinerja DAS Bango rata-rata termasuk dalam kategori baik. Kecuali, pada tahun 2006 yang termasuk dalam kategori Agak Baik. Tetapi meskipun begitu, pemerintah daerah dan masyarakat harus bekerja sama untuk tetap menjaga kelestarian kawasan DAS Bango agar tetap terjaga keseimbangan hidrologisnya. KESIMPULAN

1. Hasil klasifikasi kriteria tata air di DAS

Bango yaitu:

 Dari hasil perhitungan nilai Koefisien

Regim Sungai (KRS) pada tahun 2005-2014, maka dapat disimpulkan bahwa untuk penentuan klasifikasi koefisien regim sungai (KRS) dapat diklasifikasikan dalam kelas Baik dengan nilai < 50 skor (1).

(10)

 Hasil perhitungan nilai Koefisien Varian (CV) dari tahun 2005-2014, didapatkan

klasifikasi koefisien varian (CV)

termasuk dalam beberapa kelas, yaitu:

o Pada tahun 2005, 2006, dan 2012

diklasifikasikan dalam kelas Jelek dengan nilai > 0,3 skor (5).

o Pada tahun 2007, 2008, 2009,

2011, 2013, dan 2014

diklasifikasikan dalam kelas

Sedang dengan nilai 0,1 – 0,3 skor (3).

o Pada tahun 2010 diklasifikasikan

dalam kelas Baik dengan nilai < 0,1 skor (1).

 Pada hasil perhitungan nilai Koefisien

Limpasan (C) dari tahun 2005-2014,

dapat disimpulkan bahwa untuk

penentuan klasifikasi koefisien limpasan (C) termasuk dalam kelas Baik dengan nilai < 0.25 skor (1).

 Berdasarkan hasil perhitungan nilai

Sedimentasi (Qs) dari tahun 2005-2014, maka dapat disimpulkan bahwa untuk penentuan klasifikasi sedimentasi (Qs) termasuk dalam kelas Baik dengan nilai < 2 skor (1).

2. Hasil klasifikasi kriteria penggunaan lahan

di DAS Bango yaitu:

 Pada hasil perhitungan nilai Indeks

Penggunaan Lahan (IPL), dapat

disimpulkan bahwa untuk penentuan klasifikasi indeks penggunaan lahan (IPL) termasuk dalam kelas Jelek dengan nilai <30 skor (5).

 Dari hasil perhitungan nilai Kesesuaian

Penggunaan Lahan (KPL), maka dapat disimpulkan bahwa untuk penentuan klasifikasi kesesuaian penggunaan lahan (KPL) termasuk dalam kelas Baik dengan nilai >75 skor (1).

 Berdasarkan hasil perhitungan nilai

indeks erosi (IE) dari tahun 2005-2014, maka dapat disimpulkan bahwa untuk

penentuan klasifikasi indeks erosi (IE) termasuk dalam 2 kelas, yaitu:

o Pada tahun 2005, 2006, 2008

sampai dengan tahun 2014 diklasifikasikan dalam kelas Baik dengan nilai <50 skor (1).

o Pada tahun 2007 diklasifikasikan

dalam kelas Sedang dengan nilai 50-100 skor (3).

3. Hasil kinerja DAS Bango dari segi tata air

dan penggunaan lahan pada tahun 2005-2014 didapat nilai kinerja sebagai berikut:

 Pada tahun 2005, 2007 sampai dengan

tahun 2014 dapat diklasifikasikan dalam kelas baik dengan nilai kinerja < 1,7.

 Pada tahun 2006 dapat diklasifikan

dalam agak baik dengan nilai kinerja 1,7 – 2,5.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, Chay. 2004. Hidrologi dan

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah

Mada University Press. Yogyakarta.

Beasley, D.B. dan L.F. Huggins, 1991.

ANSWER (Areal Nonpoint Source

Watershed Environment Response

Simulation) Users Manual. Indiana

Cahyo, Anggara. 2012. Studi Penentuan

Kinerja Pengelolaan Das Di Sub Das Konto Hulu. Jurnal. Malang.

Dephut. 2009. Peraturan Direktur Jenderal

Rehabilitasi Lahan Dan Perhutanan Social

Tentang Pedoman Monitoring Dan

Evaluasi Daerah Aliran Sungai. Jurnal

Dephut. Jakarta.

Riskihadi, Afrike. 2012. Penentuan Kinerja

Sub DAS Junggo Dalam Pengelolaan Daerah Hulu DAS Brantas. Jurnal. Malang.

Sodikin. 2012. Kinerja Daerah Aliran Sungai

Berdasarkan Indikator Penggunaan Lahan Pada DAS Padang Guci Bengkulu. Jurnal.

Soemarto, CD. 1999 Hidrologi Teknik. Jakarta :Erlangga

Gambar

Gambar 1.  Peta Daerah Aliran Sungai Bango
Tabel 1. Klasifikasi Nilai KRS
Tabel  5.  Berat  jenis  tanah  rata-rata  dan  kisarannya pada berbagai tekstur tanah
Gambar 2.  Peta Tata Guna Lahan Tahun 2006 Daerah Aliran Sungai Bango
+5

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah mendapatkan item pekerjaan yang dapat dilakukan value engineering untuk mendapatkan alternatif pengganti

Kandou Manado dalam kurun waktu 1 tahun, yaitu dari 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2012, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan diantaranya adalah didapatkan

Negeri Mranggen Bid.studi lain di MTs yg belum tercantum (125) 166 AKHMAD SIDQON, S. Al Ghazali Kebonbatur Sejarah Kebudayaan

Aspek teknis industri garam tradisional masih menggunakan peralatan sangat sederhana, dengan proses pembuatan garam dilakukan secara tradisional.Pembaharuan atau

3.1 Proses Bongkar Muat Kondisi Existing Data kondisi existing yang dikumpulkan adalah data mengenai waktu standar bongkar muat existing dengan menggunakan bantuan

No.  Inflasi terjadi terutama disebabkan karena kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok bahan makanan sebesar 0,24 persen, kelompok makanan

Secara keseluruhan perkembangan realisasi retribusi daerah cukup baik karena tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi 31,17% mendekati 50% dengan demikian retribusi masih berpotensial

Variabel yang digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan nelayan pancing ulur di PPN Palabuhanratu Sukabumi adalah berdasarkan Nilai Tukar Nelayan (NTN), indikator