• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan anak-anaknya. Sikap yang dilakukan orang tua antara lain. norma-norma yang dilakukan di masyarakat (Suwono, 2008).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan anak-anaknya. Sikap yang dilakukan orang tua antara lain. norma-norma yang dilakukan di masyarakat (Suwono, 2008)."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pola Asuh Orang Tua 1. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh orang tua adalah sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap yang dilakukan orang tua antara lain mendidik, membimbing, serta mengajarkan nilai-nilai yang sesuai dengan norma-norma yang dilakukan di masyarakat (Suwono, 2008).

Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada pendidikan umum yang ditetapkan. Pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi (Jas & Meta, 2004).

Mengasuh anak dapat menjadi sesuatu yang menantang, tetapi membutuhkan waktu dan energi ekstra, strategi-strategi baru untuk mengasuh anak. Belajar cara-cara baru mengasuh anak mungkin sulit dilakukan, tetapi orang tua harus berusaha mencurahkan usaha untuk mengurusi anak (Drew, 2006).

(2)

Cara orang tua mendidik anaknya disebut pola pengasuhan, di dalam interaksinya dengan anak orang tua cenderung menggunakan cara-cara tertentu yang dianggapnya paling baik bagi si anak. Setiap upaya yang dilakukan dalam mendidik anak, mutlak didahului oleh tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh anak seperti :

a. Perilaku yang patut dicontoh

Artinya setiap perilaku yang dilakukan harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniruan dan identifikasi bagi anak-anaknya.

b. Kesadaran diri

Ini juga harus ditularkan pada anak-anak dengan mendorong mereka agar perilaku kesehariannya taat kepada nilai-nilai moral, oleh sebab itu orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun nonverbal.

c. Komunikasi

Komunikasi yang terjadi antara orang tua dengan aanak-anaknya terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan permasalahannya.

2. Tipe Pola Asuh

Pola asuh orang tua mempengaruhi seberapa baik anak membangun nilai-nilai dan sikap-sikap anak yang bisa dikendalikan.

(3)

Baumrind, pakar perkembangan anak telah mengelompokkan pola asuh kedalam empat tipe : (Drew, 2006).

a. Pola asuh bisa diandalkan

Orang tua yang bisa diandalkan menyeimbangkan kasih sayang dan dukungan emosional dengan struktur dan bimbingan dalam membesarkan anak-anak mereka. Orang tua tipe ini memperlihatkan cinta dan kehangatan kepada anak. Mereka harus mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian, serta menyediakan waktu bertemu yang positif secara rutin dengan anak. Orang tua tipe bisa diandalkan membiarkan anak untuk menentukan keputusan sendiri dan mendorong anak untuk membangun kepribadian.

Anak-anak dari orang tua yang bisa diandalkan cenderung memiliki kebanggaan diri yang sehat, hubungan positif dengan sebayanya, percaya diri, dan sukses.

b. Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan, keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai aturan yang harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya.

Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak dengan alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati orang tua yang telah membesarkannya.

(4)

Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti ini biasanya tidak bahagia, paranoid/selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orang tua, dan lain-lain. Namun dibalik itu biasanya anak hasil didikan orang tua otoriter lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan lebih bertanggungjawab dalam menjalani hidup.

Orang tua otoriter menekankan batasan dan larangan diatas respon positif. Orang tua sangat menghargai anak yang patuh terhadap perintah orang tua dan tidak melawan.

Penelitian telah menunjukkan bahwa anak dari orang tua otoriter bisa menjadi pemalu, penuh ketakutan, menarik diri, dan berisiko terkena depresi.

c. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang tidak peduli terhadap anak. Jadi apapun yang mau dilakukan anak diperbolehkan seperti tidak sekolah, bandel, melakukan banyak kegiatan maksiat, pergaulan bebas negatif, matrialistis, dan sebagainya.

Biasanya pola pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini diakibatkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Dengan begitu anak hanya diberi materi atau harta saja dan terserah anak itu mau tumbuh dan berkembang menjadi apa.

(5)

Anak yang diasuh orangtuanya dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain, dan lain sebagainya baik ketika kecil maupun sudah dewasa.

Orang tua tipe permisif tidak memberikan struktur dan batasan yang tepat bagi anak. Orang tua tipe ini cenderung mempercayai bahwa ekspresi bebas dari keinginan hati dan harapan sangatlah penting bagi perkembangan psikologis. Orang tua menyembunyikan ketidaksabaran, kemarahan, atau kejengkelan pada anak.

d. Pola asuh campuran

Pola asuh campuran orang tua tidak konsisten dalam mengasuh anak. Orang tua terombang-ambing antara tipe bisa diandalkan, otoriter, atau permisif. Pada pola asuh ini orang tua tidak selamanya memberikan alternatif seperti halnya pola asuh bias diandalkan, akan tetapi juga tidak selamanya melarang seperti halnya orang tua yang menerapkan otoriter dan juga tidak secara terus menerus membiarkan anak seperti pada penerapan pola asuh permisif. Pada pola asuh campuran orang tua akan memberikan larangan jika tindakan anak menurut orang tua membahayakan, membiarkan saja jika tindakan anak masih dalam batas wajar dan memberikan alternatif jika anak paham tentang alternatif yang ditawarkan.

(6)

Anak yang diasuh orang tua dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi anak yang tidak mempunyai pendirian tetap karena orang tua yang tidak konsisten dalam mengasuh anaknya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh anak adalah : (Edward, 2006)

a. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta pengalamannya sangat berpengaruh dalam mengasuh anak.

b. Lingkungan

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anak.

c. Budaya

Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggapnya berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima di masyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh terhadap anaknya.

(7)

B. Perkembangan Bahasa

1. Pengertian perkembangan bahasa

Bahasa adalah sarana komunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain (Hurlock, 1995). Proses bicara melibatkan dua stadium aktivitas mental yaitu membentuk pikiran termasuk di dalamnya memilih kata-kata yang akan digunakan dan kemudian mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi itu sendiri. Dalam sistem koordinasi tubuh manusia pusat pengendali bahasa terletak di area broca dan korteks motorik di anterior dan area wernicke di posterior pada hemisfer kiri dari otak.

Informasi yang berasal dari korteks pendengaran primer dan sekunder, diteruskan ke bagian korteks temporo parietal posterior (area wernicke), yang dibandingkan dengan ingatan yang sudah disimpan. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan oleh fasciculus arcuata ke bagian anterior otak dimana jawaban motorik dikoordinasi. Apabila terjadi kelainan pada salah satu dari jalannya impuls ini, maka akan terjadi kelainan bicara. Kerusakan pada bagian posterior akan mengakibatkan kelainan bicara reseptif, sedangkan kerusakan dibagian anterior akan menyebabkan kelainan bahasa ekspresif.

Fungsi berbahasa merupakan proses paling kompleks diantara seluruh fase perkembangan. Fungsi berbahasa bersama fungsi perkembangan pemecahan masalah visio-motor merupakan indikator paling baik dari ada tidaknya gangguan perkembangan intelek. Gabungan

(8)

kedua fungsi perkembangan ini akan menjadi fungsi perkembangan sosial. Perkembangan bahasa memerlukan fungsi reseptif dan ekspresif. Fungsi reseptif adalah kemampuan anak untuk mengenal dan bereaksi terhadap seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik, dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata. Fungsi ekspresif adalah kemampuan anak mengutarakan pikirannya, dimulai dari komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi dengan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan akhirnya dengan menggunakan kata-kata atau komunikasi verbal (Soetjiningsih, 1995).

2. Tugas-tugas perkembangan bahasa

Dalam berbahasa anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan (Yusuf, 2004). Empat tugas pokok perkembangan bahasa antara lain :

a. Pemahaman

Yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain b. Pengembangan pembendaharaan kata

Pembendaharaan kata anak-anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia pra sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah.

c. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat

Kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya berkembang sebelum usia 2 tahun. Bentuk kalimat pertama

(9)

kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai gesture (bahasa tubuh) untuk melengkapi cara berfikirnya.

Menurut Davis, Garrison & Mc Carthy (1973) dalam Hurlock (1995) menyatakan bahwa anak yang cerdas, anak wanita dan anak yang berasal dari keluarga berada, bentuk kalimat yang diucapkannya lebih panjang dan kompleks dibandingkan dengan anak yang kurang cerdas, anak pria dan anak yang berasal dari keluarga miskin.

d. Ucapan

Kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (pertama orang tua). Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar 3 tahun. Hasil studi tentang suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan kesulitan dalam huruf-huruf tertentu. Huruf yang mudah diucapkan yaitu huruf hidup (Vokal) a, i, u, e,o dan huruf mati (konsonan) b, m, n, p, dan t sedangkan yang sulit diucapkan adalah huruf mati tunggal : z, w, s, g dan huruf rangkap (diftong): st, str, sk, dan dr.

3. Tipe perkembangan bahasa

Ada dua tipe perkembangan bahasa anak yaitu sebagai berikut : a. Egosentric speech

(10)

b. Sosialized speech

Terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dapat dibagi menjadi lima bentuk yaitu :

1) Adapted Information

Terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari

2) Criticism

Menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain

3) Command (perintah), requeat (permintaan), threat (ancaman). 4) Question (pertanyaan)

5) Answer (jawaban)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa

Menurut Hurlock (1995) ada beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan perkembangan bahasa anak terkait dalam proses belajar berbicara seorang anak antara lain :

a. Kesehatan

Anak yang sehat, lebih cepat belajar berbicara dibanding anak yang tidak sehat, hal ini dikarenakan motivasi yang lebih kuat untuk menjadi anggota kelompok sosial dan berkomunikasi dengan anggota kelompok tersebut.

(11)

b. Kecerdasan

Anak dengan kecerdasan yang tinggi, dalam belajar berbicara lebih cepat dan memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih baik dibanding anak yang tingkat kecerdasan yang rendah.

c. Keadaan sosial ekonomi

Anak dari keluaraga ekonomi mampu lebih mudah belajar berbicara, pengungkapan perasaan dirinya lebih baik, dan lebih banyak berbicara dibanding anak dari keluarga berada lebih banyak mendapat dorongan dan bimbingan untuk berbicara dari anggota keluarga yang lain. Keluarga dengan ekonomi yang rendah cenderung lebih memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehingga perkembangan bahasa anak kurang diperhatikan.

d. Jenis kelamin

Anak perempuan lebih cepat belajar berbicara dibanding anak laki-laki. Pada setiap jenjang umur, kalimat anak laki-laki lebih pendek, dan kurang benar dalam tata bahasa, kosa katanya pun lebih sedikit dan pengucapan kata kurang tepat dari pada anak perempuan. e. Keinginan berkomunikasi

Semakin kuat dalam berkomunikasi dengan orang lain semakin kuat motivasi anak untuk belajar berbicara dan semakin bersedia menyisihkan waktu dan usaha yang dipergunakan untuk belajar.

(12)

f. Dorongan

Semakin banyak didorong untuk berbicara dengan mengajaknya berbicara dan didorong menanggapinya, akan semakin awal mereka belajar berbicara dan semakin baik kualitas bicaranya. Disini orang tua khususnya ibu sebagai guru yang pertama bagi anak untuk membantu kemampuan bicara anak. Pendapat ini didukung oleh Soetjiningsih (1995) yang menyatakan bahwa anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi. g. Ukuran keluarga

Anak tunggal atau anak dari keluarga kecil biasanya berbicara lebih awal dan lebih baik dari pada anak dari keluarga besar, karena orang tua dapat menyisihkan waktu yang lebih banyak untuk mengajar anaknya berbicara.

h. Urutan kelahiran

Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih cepat berbicara dibanding anak yang lahir kemudian. Hal ini karena orang tua dapat menyisihkan waktunya yang lebih banyak untuk mengajar dan mendorong anak yang lahir pertama dalam belajar dibanding untuk anak yang lahir kemudian.

i. Metode pelatihan anak

Anak-anak dalam keluarga otoriter yang menekankan bahwa ”anak harus dilihat dan bukan didengar” disini terjadi hambatan

(13)

belajar, sedangkan keluarga dengan kebebasan dan demokratis akan mendorong anak untuk belajar bicara.

j. Kelahiran kembar

Anak yang lahir kembar pada umumnya mengalami keterlambatan dalam bicara karena mereka lebih banyak bergaul dengan saudara kembarnya dan hanya memahami logat khusus yang mereka miliki. Hal ini melemahkan motivasi mereka untuk belajar berbicara agar dapat dipahami oleh orang lain.

k. Hubungan dengan teman sebaya

Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebayanya menyebabkan semakin besar keinginan mereka untuk diterima sebagai anggota kelompok sebaya, hal ini akan memperbesar motivasi anak untuk belajar berbicara.

l. Kepribadian

Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung mempunyai kemampuan bahasa yang lebih baik, baik secara kuntitatif maupun secara kualitatif. Sehingga kemampuan bahasa juga dapat dijadikan sebagai petunjuk anak sehat mental.

5. Bahaya yang dapat muncul dalam perkembangan bahasa

Dampak bicara pada penyesuaian sosial dan pribadi anak lebih besar ketimbang dampak perkembangan motorik, karena bicara melibatkan orang lain, mempengaruhi penyesuaian pribadi, sehingga menimbulkan pengaruh yang besar terhadap penyesuaian sosial anak dari

(14)

pada keterampilan motorik yang dia miliki (Hurlock, 1995). Hal-hal yang dapat mempengaruhi penyesuaian anak terhadap lingkungan sosial mereka antara lain :

a. Tangis berlebihan

Bagi bayi dan balita tangis normal (tidak berlebihan) dapat berguna karena tangisan normal merupakan kesempatan latihan untuk koordinasi dan pertumbuhan otot bayi dan juga dapat meningkatkan nafsu makan anak dan mendorong mereka untuk terlelap tidur.

Tangisan yang berlebihan dan berkepanjangan akan berkembang menjadi suatu kebiasaan. Kebiasaan yang telah terbentuk sukar ditanggulangi dan tidak akan hilang begitu saja. Sebaiknya kebiasaan ini dihilangkan dan digantikan dengan bentuk komunikasi yang lebih dapat diterima secara sosial.

b. Kesulitan dalam pemahaman

Karena kemampuan berkomunikasi bergantung pada kemampuan memahami apa yang dikatakan orang lain dan kemampuan bicara, maka anak yang tidak dapat memahami apa yang dikatakan orang lain pada waktu berkomunikasi dengan mereka akan mengalami hambatan sosial. Persaingan secara sosial akan menimbulkan perasaan tidak mampu, rendah diri dan membosankan. c. Keterlambatan bahasa

Apabila tingkat perkembangan bicara berada dibawah tingkat kualitas perkembangan bicara anak yang umurnya sama yang dapat

(15)

diketahui dari ketepatan penggunaan kata, maka hubungan sosial anak akan terhambat sama halnya apabila keterampilan bermain mereka berada dibawah keterampilan teman sebayanya akan mempengaruhi penyesuaian sosial anak. Kesan anggota kelompok sosial terhadap mereka sebagai ”bayi penangis” akan menimbulkan pengaruh yang merusak pada konsep diri anak.

d. Bicara cacat

Bicara cacat adalah bicara yang tidak tepat, secara kualitatif kemampuan anak tidak memenuhi norma usia anak dan berisi lebih besar kesalahan bicara untuk umur tersebut.

Bicara cacat berbeda dengan keterlambatan bicara, seperti apa yang digambarkan diatas, yang berada dibawah norma untuk anak tersebut yang secara kuantitatif karena kurangnya kosa kata, jeleknya pengucapan dan kurang baiknya kalimat yang dibentuk dibandingkan dengan anak yang normal pada umur tersebut.

e. Kerancuan bicara

Kerancuan bicara mengacu pada cacat ucapan yang serius. Seringkali terjadi pada keluarga yang kedua orang tuanya mengalami gangguan jiwa (neurotik), keluarga dengan hubungan antara anak dengan orang tua tidak terjalin dengan baik, keluarga dengan ibu memegang kepemimpinan/dominan dari pada ayah, keluarga dengan ibu yang mengabaikan anaknya, keluarga dengan ibu yang terlalu menuntut atau menaruh harapan yang berlebihan pada anak.

(16)

Kerancuan berkaitan dengan ketergantungan, kekotoran, kerusakan, kegelisahan tidur, watak yang pemarah, kenegatifan, malu-malu, dan kerewelan.

Kerancuan bicara anak dapat berupa : 1) Lipsing

Yaitu menggantikan bunyi huruf. Misalnya th untuk s, seperti dalam ’thimple thimon’ dan w untuk r, seperti dalam ’wed wose’. Lisping disebabkan oleh kesalahan atau pembentukan rahang, gigi atau bibir dan kecenderungan terkait dengan bicara kebayi-bayian.

2) Sluring

Yaitu bicara yang tidak jelas akibat tidak berfungsinya bibir, lidah, atau rahang dengan baik. Kadang-kadang disebabkan kelumpuhan organ suara atau karena otot lidah yang kurang berkembang. Apabila emosi terganggu atau sedang merasa gembira anak akan berkata dengan tergopoh-gopoh tanpa mengucapkan setiap huruf dengan jelas.

3) Stutering

Stuttering (gagap) yaitu keragu-raguan, pengulangan bicara disertai dengan kekejangan otot kerongkongan dan diafragma. Stuttering timbul dari gangguan pernafasan yang disebabkan oleh tidak terkoordinasinya otot bicara, disertai dengan gemetaran, terhentinya bicara dan sewaktu-waktu pembicara tidak sanggup

(17)

mengeluarkan bunyi. Kemudian, apabila ketegangan otot berlalu, kata-kata membanjiri keluar, yang kemudian disertai kekejangan yang lain.

4) Cluttering

Adalah bicara dengan cepat dan membingungkan. Biasanya terjadi pada anak yang pengendalian motorik dan perkembangan bicara berlebihan yang dilakukan oleh orang normal, tidak seperti stuttering, cluttering dapat diperbaiki jika anak memperhatikan benar hal-hal yang ingin dikatakan.

f. Dwibahasa

Dwibahasa (bilingual) adalah kemampuan menggunakan dua bahasa. Kemampuan ini tidak hanya dalam berbicara dan menulis tetapi juga kemampuan memahami apa yang dikomunikasikan orang lain, baik secara lisan maupun tulisan.

Bagi sebagian anak, dwibahasa merupakan gangguan yang serius untuk belajar berbicara dengan benar. Akan tetapi penting disadari bahwa pengarunya terhadap penyesuaian sosial dan pribadi anak tidak sangat bergantung pada kedwibahasaan, tetapi pada kondisi yang menimbulkannya. Dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan lebih merupakan hambatan dari pada kelebihan bagi anak. Khususnya usia pra sekolah karena dapat mempengaruhi penyesuaian sosialnya.

(18)

g. Kesulitan dalam percakapan

Sebagian besar anak menghadapi dua kesulitan dalam percakapan dengan orang lain.kesulitan memahami orang lain dan kesulitan mengekspresikan perasaannya, kedua kesulitan itu menimbulkan bahaya bagi penyesuaian sosial hal didahului dengan kesan yang kurang menyenangkan bagi lingkungan sosialnya.

h. Bicara yang tidak disetujui secara sosial.

Anak yang pembicaraannya menyangkut hal-hal yang tidak disukai oleh masyarakat menimbulkan kesan jelek dan seringkali memperoleh reputasi yang tidak menyenangkan.

6. Pemeriksaan pada perkembangan anak a. Anamnesis

Pengambilan anamnesis harus mencakup uraian mengenai perkembangan bahasa anak. Kecurigaan adanya gangguan bicara dan tingkah laku yang bersamaan. Pertanyaan bagaimana anak bermain dengan teman sebaya dapat mengungkap tabir tingkah laku.

b. Instrumen penyaring

Instrumen penyaring untuk menilai perkembangan bahasa. Misalnya : Early Languge Melistone Scale (Caplan dan Gleason). The Denver developmental screening test II / Denver II (Dodds dan Kenburg), Reseptife- Expresif Emergent Language Scale.

(19)

c. Pemeriksaan fisik

Dapat digunakan untuk mengungkap penyakit lain dari gangguan bahasa. Apakah ada mikrosefali, anomaly telinga luar, otitis media yang berulang, sindrom Wiliam (fasies Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung, langkah yang tidak mantap), dan celah palatum.

Gangguan otomotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak melakukan gerakan mengunyah, menjulurkan lidah dan mengulang suku kata PA, TA, PA-TA, PA-TA-KA. Gangguan kemampuan otomotor terdapat pada verbal apraksia.

d. Pengamatan saat bermain

Mengamati saat anak bermain dengan alat permainan yang sesuai dengan umurnya, sangat membantu dalam mengidentifikasi gangguan tingkah laku. Idealnya pemeriksa juga bermain dengan anaknya. Tetapi ini tidak praktis dilakukan pada ruangan yang ramai. Pengamatan anak saat bermain sendiri, selama pengambilan anamnesis dengan orang tuanya, lebih mudah dilaksanakan. Anak yang memperlakukan permainannya sebagai objek saja atau hanya sebagai satu titik pusat perhatian saja, dapat merupakan petunjuk adanya kelainan tingkah laku.

(20)

Semua anak dengan gangguan bahasa harus dilakukan tes pendengaran. Jika hasilnya mencurigakan, maka perlu dilakukan pemeriksaan “auditory brainstem responses”.

f. Konsultasi

Pemeriksaan dari psikologi/neuropsikiater anak diperlukan jika ada gangguan bahasa dan tingkah laku. Pemeriksaan ini meliputi riwayat dan tes bahasa, kemampuan kognitif dan tingkah laku. Ahli psikologi wicara akan mengevaluasi cara pengobatan anak dengan gangguan bicara. Anak akan diperiksa apakah ada masalah anatomi yang mempengaruhi produksi suara.

7. The Denver developmental screening test (Denver II) a. Pengertian

Denver II adalah salah satu metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, yang dibuat oleh Fran Kenburg & J.B. Dodds, yang mengetahui perkembangan bahasa anak pada saat pemeriksaan saja dan dapat memperkirakan perkembangan anak dimasa yang akan datang, bukan merupakan tes dignostik atau tes intelegensi, tetapi memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini dinilai lebih mudah dibanding tes perkembangan yang lain dan dapat diandalkan serta menunjukkan validitas yang tinggi. Tes ini dapat dilakukan kapan saja dengan menggunakan alat sederhana, namun begitu Denver II tidak digunakan untuk mengetahui sebab-sebab keabnormalan/keterlambatan dalam fase perkembangan.

(21)

Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan ternyata Denver II secara efektif dapat mengidentifikasikan antara 85-100% bayi dan anak prasekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan dan pada follow up selanjutnya ternyata dari 89% kelompok Denver II mengalami kegagalan sekolah 5-6 tahun kemudian.

b. Tujuan

1) Menafsirkan perkembangan personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar pada anak mulai usia 1 bulan sampai 6 tahun. 2) Mengetahui penyimpangan perkembangan secara dini, sehingga

upaya stimulasi dan upaya pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas sedini mungkin pada masa-masa kritis tumbuh kembang.

c. Kegunaan Denver II

1) Untuk menilai perkembangan anak sesuai usia

2) Memantau anak yang tampak tidak sehat umur dari lahir sampai umur 6 tahun

3) Menjaring anak tanpa gejala terhadap kemungkinan adanya kelainan perkembangan

4) Memastikan apakah anak dengan persangkaan ada kelainan. Apakah bebar-benar ada kelainan.

(22)

d. Prinsip dalam melakukan pemeriksaan Denver II 1) Bertahap dan berkelanjutan

2) Dimulai dari tahap perkembangan yang telah dicapai anak 3) Buat suasana menjadi menyenangkan bagi anak

4) Dilakukan dengan wajar (tanpa paksaan atau hukuman jika anak tidak mau melakukan) beri anak pujian jika berhasil.

5) Menggunakan alat bantu sederhana, tidak berbahaya dan mudah didapat dalam memberi stimulasi pada anak

6) Sebelum dilakukan tes, alat diletakkan diatas meja dengan tujuan anak senang dan pada saat tes hanya alat yang diperlukan.

7) Pemeriksaan menanyakan pada ibu atau pengasuh pada item yang bertanda L

8) Perhatikan apa yang telah dilakukan anak secara spontan dan beri penilaian.

e. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Anak yang ada dalam kondisi dipertanyakan, abnormal atau menolak kemampuan tes yang diberikan. Perlu tes kemampuan ulang satu sampai dua minggu kemudian dan berikan kesempatan kepada anak selama tiga kali untuk melakukan tes kemampuan yang diberikan.

Lakukan sektor yang kurang aktif terlebih dahulu. Personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar. Dimulai dari yang mudah di lakukan, jika anak kurang tepat melakukan beri stimulus dan lakukan tes ulang. Tes menggunakan alat yang sama dilakukan secara

(23)

berurutan. Tes dilakukan untuk sikap sektor dan mulailah dari sebelah kiri garis umur terus ke kanan.

f. Persiapan alat

1) Alat peraga, benang wol, manik-manik, kubus berwarna : merah, hijau, biru, kuning, bola tennis, bel kecil, kertas, pensil.

2) Lembar formulir denver II

3) Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan dan cara-cara penilaiannya.

g. Petunjuk pelaksanaan

1) Tarik garis sesuai umur kronologis untuk memotong garis horizontal tugas perkembangan pada formulir denver II

2) Tes kemampuan anak terutama yang mendekati garis umur 3) Dilakukan secara berkelanjutan

4) Satu formulir dapat dipakai beberapa kali pada satu anak 5) Didampingi ibu atau pengasuh

6) Dalam keadaan santai

7) Memberikan posisi yang aman dan nyaman untuk anak 8) Menjelaskan tentang Denver II pada ibu atau pengasuh

9) Menggunakan test form dalam menentukan tingkat perkembangan sesuai batas usia.

a) Menunjukkan standar anak normal bisa melakukan tugas/test item ini sesuai dengan usia.

(24)

b) Ada beberapa item bertanda L, menunjukkan bahwa kita bisa memperoleh skor dari orang tua

c) Nomor kecil disebelah kiri, bisa melihat petunjuk pelaksanaan pada halaman dibaliknya.

10) Berikan huruf seperti dibawah ini tip kotak tes perkembangan yang diberikan

a) P (Passed) = Lulus

Apabila anak dapat melakukan semua kemampuan tes yang diberikan dengan baik. Atau ibu/pengasuh memberi laporan L, tepat atau dapat dipercaya bahwa anak dapat melakukan.

b) F (Fail) = Gagal

Apabila anak gagal atau tidak dapat melakukan test kemampuan yang diberikan. Atau ibu/pengasuh memberi laporan bahwa anak tidak dapat melakukan dengan baik.

c) No : No opportunity = tidak ada kesempatan

Anak tidak mempunyai kesempatan melakukan test karena ada hambatan

d) R (Refusal) = menolak

(25)

e) B (By report) = Dengan bantuan orang tua

Anak melakukan test dengan bantuan dari orang tua. Apabila anak dapat melakukannya, berarti lulus (P) sedangkan apabila anak tidak dapat melakukannya, berarti gagal (F). O = F (Fail/gagal)

M = R (Refusal/menolak) V = P (Pass/lewat)

Setelah itu dihitung masing-masing sektor, berapa jumlah P, berapa jumlah F dsb. Berdasarkan pedoman hasil tes diklasifikasikan dalam normal, abnormal, meragukan dan tidak dapat dites.

h. Interpretasi hasil tes 1) Normal

a) Lulus semua tes kemampuan yang diberikan atau tidak terdapat keterlambatan / delay

b) Paling banyak satu caution/peringatan

c) Dapat dilakukan ulangan pemeriksaan pada kontrol kesehatan berikutnya

2) Suspect

a) Apabila pada satu sektor didapatkan 2 tau lebih caution atau delay atau lebih

(26)

b) Dapat dilakukan ulangan dalam 1-2 minggu untuk menghilangkan faktor sesaat (rasa takut, keadaan sakit, kelelahan).

3) Unstable/Tidak dapat diuji.

a) Apabila ada sektor menolak 1 atau lebih item sebelah kiri garis umur.

b) Menolak lebih dari 1 item pada area 75%-90% (warna kelabu) (Soetjiningsih, 1995).

(27)

C. Kerangka Teori

Keterangan :

* Variabel yang diteliti

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi (Drew, 2006), (Edward, 2006), (Hurlock, 1995) Faktor yang

mempengaruhi pola asuh orang tua :

1. Tingkat pendidikan 2. Lingkungan

3. Budaya

Pola asuh orang tua * 1. Bisa diandalkan 2. Otoriter

3. Permisif 4. Campuran

Perkembangan bahasa *

Faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa

1. Kesehatan 2. Kecerdasan

3. Keadaan sosial ekonomi 4. Jenis kelamin

5. Keinginan berkomunikasi 6. Dorongan

7. Ukuran keluarga 8. Urutan kelahiran 9. Metode pelatihan anak 10. Kelahiran kembar

11. Hubungan dengan teman sebaya 12. Kepribadian

(28)

D. Kerangka Konsep

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

E. Hipotesa Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2003), hipotesa penelitian adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga atau dari sementara, yang kebenaranya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut, hipotesa dalam penelitian ini yaitu : Ha : Ada hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan bahasa pada

anak usia 2-4 tahun.

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Asuh Orang Tua Perkembangan Bahasa Usia 2-4 Tahun

Referensi

Dokumen terkait

TIC )Tourism Information Center) yang kurang memahami KKTJ ini secara keseluruhan. Selain itu, mereka tidak menggunakan atribut guest service officer yang sesuai seperti

4 Penelitian ini menguji sikap mahasiswa kesejahteraan sosial mengenai definisi berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap istri oleh suami serta faktor-faktor yang

Motor induksi satu fasa berbeda cara kerjanya dengan motor induksi tiga fasa, dimana pada motor induksi tiga fasa untuk belitan statornya terdapat tiga belitan yang

2) Abjad yang diapit antara tanda titik pertama dan tanda titik kedua menunjukkan Subbidang Usaha.. 3) Dua angka yang diapit antara tanda titik kedua dan tanda

Secara default nama report akan disamakan dengan nama table atau form sebagai sumber data pembuatan report.Anda dapat mengganti nama report yang lebih komunikatif dan

Peranan modal intelektual sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan dalam jangka panjang akan mempengaruhi kinerja organisasi, karena modal intelektual

Sebelum dilakukan simulasi secara keseluruhan, dilakukan simulasi awal terlebih dahulu, yang bertujuan untuk melihat model yang dihasilkan jika pada proses

Setelah data dikumpulkan selama satu bulan, PIC akan melakukan analisa data terhadap ketepatan waktu pengiriman laporan catatan medic < 24 jam setelah selesai pelayanan