• Tidak ada hasil yang ditemukan

WRAP UP PBL SKENARIO 1 BLOK RESPIRASI YARSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WRAP UP PBL SKENARIO 1 BLOK RESPIRASI YARSI"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

WRAP UP SKENARIO 1 WRAP UP BLOK RESPIRASI

BERSIN DI PAGI HARI

Kelompok B-12

Yuliana Wahyuni 1102014289

Meutia Lieska Urfa 1102015133

Muhammad Bayhaqi Rachman 1102015143

Muhammad Horman Latuconsina 1102015148

Nanda Rizki Triutami 1102015157

Raden Maurizka Chairunnisa 1102015189

Raudina Fisabila Martadipura 1102015191

Samira 1102015228

Syalma Kurnia Nur Andini 1102015233

Suci Purnama 1102015250

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510

(2)

Daftar isi...1 Skenario...2 Kata Sulit...3 Brainsorming...4 Hipotesis...6 Sasaran Belajar...6

Hasil Sasaran Belajar...7

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Atas...8

1.1 Makroskopik...8

1.2 Mikroskopik...14

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan...16

2.1 Fungsi...16

2.2 Mekanisme...18

3. Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alerfi...23

3.1 Definisi...23 3.2 Epidemiologi...24 3.3 Etiologi...24 3.4 Klasifikasi...25 3.5 Patofisiologi...26 3.6 Manifestasi klinis...28

3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding...29

3.8 Penatalaksanaan...30

3.9 Komplikasi...36

3.10 Pencegahan...37

3.11 Prognosis...37

4. Memahami dan Menjelaskan Kebersihan Hidung...37

Daftar Pustaka...39

(3)

BERSIN DI PAGI HARI

Seorang laki-laki, umur 20 tahun, selalu bersin-bersin di pagi hari, keluar ingus encer, gatal di hidung dan mata. Keluhan juga timbul bila udara berdebu. Keluhan ini sudah dialami sejak kecil. Dalam keluarga, tidak ada yang menderita penyakit yang serupa, kecuali penyakit asma pada ayah pasien.

Pada pemeriksaan fisik terlihat secret bening keluar dari nares anterior, choncha nasalis inferior udem, mukosa pucat.

Dokter menyarankan melalukan pemeriksaan penunjang yaitu: Hitung eosinophil dalam darah tepi dan sekret hidung, pemeriksaan IgE total serum dan pemeriksaan feses untuk mendeteksi cacingan. Diagnosa kerja adalah Rhinitis Alergi.

Pasien rajin sholat tahajud, sehingga dia bertanya adakah hubungan memasukkan air wudhu ke dalam hidung di malam hari dengan keluhannya ini? Pasien menanyakan ke dokter mengapa bias terjadi demikian, dan apakah berbahaya apabila menderita keluhan seperti ini dalam jangka waktu yang lama.

(4)

Kata Sulit

1. Asma : Serangan dyspnea paroxysmal berulang mengakibatkan kontraksi spasmodic Bronki, 2. Rhinitis alergi : Inflamasi pada mukosa hidung.

(5)

Brainstorming 1. Mengapa bersin terjadi pada pagi hari?

2. Mengapa hidung dan mata terasa gatal?

3. Apa pengaruh riwayat asma ayah pada pasien?

4. Mengapa dokter melakukan pemeriksaan hitung eosinophil, hitung IgE total serum dan pemeriksaan feses?

5. Apakah hubungan usia dengan gejala yang ditimbulkan? 6. Bagaimana penanganan kasus diatas?

7. Apa gejala tersebut berbahaya apabila dibiarkan dalam waktu lama? 8. Adakah hubungan memasukkan air wudhu dengan scenario?

9. Mengapa keluhan timbul bila udara berdebu? 10. Apakah penyebab dan factor risiko Rhinitis Alergi?

Jawaban

1) Bersin terjadi di pagi hari karena terdapat factor pencetus di pagi hari yaitu suhu yang lebih dingin sehingga orang akan mengalami peningkatan reaksi hipersensitivitas yang bertujuan untuk self cleaning, sehingga debu dan benda asing dalam tubuh akan dikeluarkan melalui bersin di pagi hari.

2) Rasa gatal pada hidung dan mata terjadi akibat histamine, yang dikeluarkan oleh sel mast yang mengalami degranulasi akibat IgE pada sel mast menempel dengan slergen.

3) Faktor genetikyang diturunkan adalah predesposisi produksi IgE berlebih sehingga

keturunannya akan mengalami reaksi hipersensitivitas berlebihan dan menimbulkan reaksi alergi.

4) Pemeriksaan Hitung eosinophil dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adakah infeksi parasite dalam tubuh. Pemeriksaan IgE total serum bertujuan untuk mengetahui adakah reaksi alergi dalam tubuh, dan pemeriksaan feses untuk mengetahui adakah infeksi cacing dalam tubuh.

5) Semakin muda usia, maka sistem imunitas tubuh belum sepenuhnya optimal maka anak-anak remaja lebih rentan terkena Rhinitis Alergi.

6) Terapi nonfarmakologi adalah menghindarkan diri dari allergen pemicu. Terapi farmakologi adalah pemberian anithistamin, kortikosteroid.

7) Dalam jangka pendek, gejala tersebut akan menggangu akan mengganggu aktivitas harian. Apabila dibiarkan dalam jangka panjang, maka reaksi inflamasi dan alergi yang

berkepanjangan mengakibatkan sinusitis.

8) Memasukkan air wudhu kedalam hidung bertujuan untuk membersihkan rongga hidung dari kotoran, debu dan benda asing.

9) Debu merupakan bentuk allergen eksternal yang harus dikeluarkan oleh tubuh. Dalam pajanan kedua, allergen akan diikat oleh IgE yang menempel pada sel mast, sehingga terjadi degranulasi sel mast mengakibatkan keluarnya mediator inflamasi seperti histamine,

leukotrin, bradykinin, sitokin dan lain-lain. Mediator ini dapat mengakibatkan keluhan-keluhan tersebut seperti bersin, keluar ingus encer, gatal di hidung dan mata dan lain-lain. 10) Rhinitis Alergi disebabkan oleh pajanan allergen ke dalam tubuh. Faktor Risiko rhinitis alergi

(6)

Hipotesis

Alergen adalah zat eksternal yang dapat memicu respon hipersensitivitas. Alergen akan diikat oleh IgE yang menempel pada sel mast, menimbulkan degranulasi sel mast sehingga mediator inflamasi dilepaskan, contohnya adalah histamin, sitokin, leukotrin, bradykinin dan

(7)

lain-lain. Mediator Inflamasi ini akan mengakibatkan timbulnya gejala seperti bersin, keluar ingus encer, gatal di hidung dan mata. Faktor risiko yang berpengaruh adalah factor genetic berupa predesposisi produksi IgE berlebih, Suhu dan ketinggian. Rhinitis Alergi dapat didiagnosis dengan pemeriksaan laboraturium berupa Hitung Eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung untuk mendeteksi adanya infeksi parasite, Hitung IgE total serum untuk mendeteksi reaksi alergi dan Pemeriksaan feses untuk mendeteksi adanya infeksi cacing. Rhinitis alergi dapat ditangani dengan terapi nonfarmakologi berupa menghindarkan diri dari allergen pemicu, terapi farmakologi yaitu pemberian antihistamin dan kortikosteroid.

Sasaran Belajar

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Atas 1.1 Makroskopik

(8)

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan Atas 2.1 Fungsi

2.2 Mekanisme

3. Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi 3.1 Definisi 3.2 Epidemiologi 3.3.Etiologi 3.4 Klasifikasi 3.5 Patofisiologi 3.6 Manifestasi Klinis

3.7 Diagnosis dan diagnosis banding 3.8 Tatalaksana

3.9 Komplikasi 3.10 Pencegahan 3.11 Prognosis

4. Memahami dan Menjelaskan Kebersihan Hidung dalam Pandangan Islam.

Sasaran Belajar

1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Atas a. Makroskopis

Respirasi adalah keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan pasif oksigen dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pemindahan pasif terus

(9)

menerus karbondioksida yang dihasilkan oleh metabolisme dari jaringan ke atmosfer. Sistem pernapasan berperan dalam homeostasis dengan mempertukarkan O2 dan CO2 antara atmosfer dan darah. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara sistem pernapasan dan jaringan.

Sistem respirasi:

1. Saluran napas bagian atas, pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disaring, dan dilembabkan.

2. Saluran napas bagian bawah, bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli. Alveoli, terjadi pertukaran gas antara O2 dan CO2. Sirkulasi paru, pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru.

 Paru terdiri dari:

o Saluran napas bagian bawah o Alveoli

o Sirkulasi paru

 Rongga pleura, terbentuk dari dua selaput serosa yang meliputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura visceralis.

 Rongga dan dinding dada, merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi.

SALURAN PERNAFASAN ATAS

1. RONGGA HIDUNG (terdapat concahe nasal dan meatus nasal, udara yang dihirup melalui hidung akan dihangatkan, disaring, dan dilembabkan)

2. NASOFARING (terdapat Pharyngeal Tonsil dan Tuba Eustachius)

3. OROFARING (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat pangkal lidah)

4. LARINGOFARING (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

(10)

HIDUNG

Organ pertama yang berfungsi dalam saluran pernapasan. Terdiri dari tulang, tulang rawan hyalin, otot lurik dan jaringan ikat.

Ada 2 bagian dari hidung, yaitu:

1. Eksternal : bagian menonjol dari wajah, disangga oleh os. Nasi dan tulang rawan kartilago

2. Internal : permukaan yang bermukosa berupa rongga (vestibulum nasi) yang disekat antara kanan-kiri oleh septum nasi

Terdapat vestibulum nasi yang terdapat silia kasar yang berfungsi sebagai saringan udara. Bagian dalam rongga hidung ada yang berbentuk terowongan yang disebut cavum nasi mulai dari nares anterior sampai ke nares posterior (choana) lalu ke nasofaring. Sekat antara kedua rongga hidung dibatasi dinding yang berasal dari tulang dan mucusa yaitu septum nasi yang dibentuk oleh:

1. Cartilago septi naso 2. Os vomer

3. Laminar perpendicularis os ethmoidalis

Dinding superior rongga hidung sempit, dibentuk lamina cribroformis ethmoidalis yang memisahkan rongga tengkorak dengan rongga hidung. Dinding inferior dibentuk oleh os maxilla dan os palatinum. Ada 2 cara pemeriksaan hidung yaitu rhinoscopy anterior dan posterior. Pada anterior, di cavum nasi di sisi lateral terdapat concha nasalis yang terbentuk dari tulang tipis dan ditutupi mukosa yang mengeluarkan lendir di medial terlihat dinding septum nasi. Pada posterior, dapat terlihat nasofaring, choanae, bagian ujung belakang conchae nasalis media dan inferior, juga terlihat OPTA yang berhubungan dengan telinga.

Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami 3 hal: 1. Dihangatkan

2. Disaring 3. Dilembabkan

(11)

Ketiga hal di atas merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi, yang terdiri atas Pseudostrafied Ciliated Columnar Epithelium yang berfungsi menggerakkan parikel-partikel halus ke arah faring sedangkan parikel-partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel goblet dan kelenjar serosa yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara. Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha.

Selain itu, fungsi hidung yang penting adalah menyalurkan udara ke saluran napas berikutnya, dan sebagai alat pembau.

Terdapat 3 buah concha nasalis, yaitu: 1. Concha nasalis superior 2. Concha nasalis inferior 3. Concha nasalis media

Di antara concha nasalis superior dan media terdapat meatus nasalis superior. Antara concha media dan inferior terdapat meatus nasalis media. Antara concha nasalis inferior dan dinding atas maxilla terdapat meatus nasalis inferior. Fungsi chonca untuk meningkatkan luas permukaan epitel respirasi dan untuk turbulensi udara dimana udara lebih banyak kontak dengan permukaan mukosa.

Sinus-sinus yang berhubungan dengan cavum nasi disebut sinus paranasalis :

1. Sinus sphenoidalis mengeluarkan sekresinya melaluli meatus superior 2. Sinus frontalis ke meatus media

3. Sinus maxillaris ke meatus media

4. Sinus ethmoidalis ke meatus superior dan media

Di sudut mata terdapat hubungan antara hidung dan mata melalui ductus nasolacrimalis tempat keluarnya air mata ke hidung melalui meatus inferior. Di nasofaring terdapat hubungan antara hidung dan rongga telinga melalui OPTA(Osteum Pharyngeum Tuba Auditiva) eustachii. Alurnya bernama torus tobarius.

Persarafan Hidung

(12)

1. Depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari cabang nervus opthalmicus.

2. Bagian lainnya termasuk mucusa hidung cavum nasi dipersarafi ganglion sfenopalatinum. Nasofaring dan concha nasalis mendapat persarafan sensorik dari cabang ganglion pterygopalatinum.

Nervus olfactorius memberikan sel-sel reseptor untuk penciuman. Proses penciuman: pusat penciuman pada gyrus frontalis, menembus lamina cribrosa ethmoidalis ke traktur olfactorius, bulbus olfactorius, serabut N.olfactorius pada mucusa atas depan cavum nasi.

Vaskularisasi Hidung

Berasal dari cabang A.opthalmica dan A.maxillaris interna.

a. Arteri ethmoidalis dengan cabang-cabang: arteri nasalis externa dan lateralis, arteri septalis anterior.

b. Arteri ethmoidalis posterior dengan cabang-cabang: arteri nasalis posterior, lateralis dan septal, arteri palatinus majus.

c. Arteri sphenopalatinum cabang arteri maxillaris interna.

Ketiga pembuluh tersebut membentuk anyaman kapiler pembuluh darah yang dinamakan Plexus Keisselbach. Plexus ini mudah pecah oleh trauma/ infeksi sehingga sering menjadi sumber epistaksis pada anak. Bila Plexus Kisselbach pecah, maka akan terjadi epistaksis. Epistaksis ada 2 macam, yaitu:

a. Epistaksis anterior

Dapat berasal dari Plexus Kisselbach, yang merupakan sumber perdarahan parilng sering dijumpai pada anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri ethmoidalis anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri atau spontan dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.

b. Epistaksis posterior

Berasal dari arteri sphenopalatina, dan arteri ethmoidalis posterior. Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemia, dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.

(13)

FARING

Pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan Krikoid. Maka letaknya di belakang larynx (larynx-pharyngeal). Faring terbagi menjadi 3, yaitu:

a. Nasofaring terdapat Pharyngeal Tonsil dan Tuba Eustachius

b. Orofaring merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat pangkal lidah, gabungan sistem respirasi dan pencernaan

c. Laringofaring, terjadi persilangan antara aliran dara dan aliran makanan

LARING

Daerah yang dimulai dari aditus laryngis sampai batas bawah cartilago cricoid. Rangka laring terbentuk dari tulang rawan dan tulang. Laring adalah bagian terbawah dari saluran napas atas.

a. Berbentuk tulang adalah os hyoid

b. Berbentuk tulang rawan adalah: tyroid 1 buah, arytenoid 2 buah, epiglotis 1 buah. Pada arytenoid bagian ujung ada ulang rawan kecil cartilago cornuculata dan cuneiforme.

Tulang rawan dan ototnya berasal dari mesenkim lengkung faring ke-4 dan ke-6. Mesenkim berproliferasi dengan cepat, aditus laringis berubah bentuk dari celah sagital menjadi lubang bentuk T. Mesenkim kedua lengkung faring menjadi kartilago tiroidea, krikoidea serta antenoidea. Epitel laring berproliferasi dengan cepat. Vakuolisasi dan rekanalisasi terbentuk sepasang resesus lateral, berdiferensiasi menjadi pita suara palsu dan sejati.

(14)

Os hyoid : Mempunyai 2 buah cornu, cornu majus dan minus. Berfungsi untuk perlekatan otot mulut dan cartilao thyroid

Cartilago thyroid : Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang disebut promines’s laryngis atau lebih disebut jakun pada laki-laki. Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid. Mempunyai cornu superior dan inferior. Pendarahan dari A.thyroidea superior dan inferior.

Cartilago arytenoid : Mempunyai bentuk seperti burung penguin. Ada cartilago corniculata dan cuneiforme. Kedua arytenoid dihubungkan M.arytenoideus transversus. Epiglotis : Tulang rawan berbentuk sendok. Melekat di antara cartilago arytenoid. Berfungsi untuk membuka dan menutup aditus laryngis. Saat menelan epiglotis menutup aditus laryngis supaya makanan tidak masuk ke laring.

Cartilago cricoid : Batas bawah adalah cincin pertama trakea. Berhubungan dengan thyroid dengan lig.cricothyroid dan M.cricothyroideus medial lateral.

Otot-otot laring:

1. Otot ekstrnsik laring 2. M.cricothyroid 3. M.thyroepigloticus 4. Otot intrinsik laring

(15)

5. M.cricoarytenoid posterior yang membuka plica vocalis. Jika terdapat gangguan pada otot ini maka bisa menyebabkan orang tercekik dan meninggal karena rima glottidis tertutup. Otot ini disebut juga safety muscle of larynx.

6. M.cricoarytenoid lateralis yang menutup plica vocalis dan menutup rima glottidis 7. M.arytenoid transversus dan obliqus

8. M.vocalis 9. M.aryepiglotica 10. M.thyroarytenoid Dalam cavum laryngis terdapat:

Plica vocalis, yaitu pita suara asli sedangkan plica vestibularis adalah pita suara palsu. Antara plica vocalis kiri dan kanan terdapat rima glottidis sedangkan antara plica vestibularis terdapat rima vestibuli. Persyarafan daerah laring adalah serabut nervus vagus dengan cabang ke laring sebgai N.laryngis superius dan N.recurrent.

b. Mikroskopik

Secara fungsional, saluran pernafasan dibagi menjadi dua, yaitu bagian konduksi (bagian yang mentransport udara) dan bagian respiratori (tempat pertukaran gas). Bagian konduksi meliputi saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah, sementara bagian respiratori meliputi bronchiolus respiratori, ductus alveolaris, sacus alveolaris dan alveoli.

Bagian Konduksi

Saluran pernafasan atas Vestibulum nasi

Cavitas nasalis memiliki sepasang ruangan yang dipisahkan oleh septum nasi; udara yang melewati cavitas ini dilembabkan dan dihangatkan sebelum masuk ke paru-paru. Terdapat 3 jenis epitel yang ada pada cavitas nasalis, yaitu:

1. regio vestibularis dilapisi oleh sel epitel gepeng berlapis, 2. regio mucosa nasal dilapisi oleh epitel respiratori, dan

(16)

Membrana Mucosa Nasalis

Pada kasus infeksi saluran pernfasan atas, ataupun karena reaksi alergi, dapat terjadi inflamasi pada mucosa hidung (terutama concha inferior), sehingga menghambat udara yang masuk melalui cavitas nasalis. Kondisi ini disebut rhinitis. (Cui, 2011)

Epiglotis

Laring merupakan jalur pendek yang menghubungkan faring dengan trake; fungsi utamanya adalah untuk menghasilkan suara dan untuk mencegah makanan/minuman masuk ke trakea. Bangunan yang terdapat di laring antara lain epiglottis, pita suara, dan sembilan kartilago yang terletak pada dindingnya (termasuk juga cartilago thyroidea atau ‘jakun’). Epiglottis dilapisi oleh dua jenis sel epitel, yaitu sel epitel gepeng berlapis (pada bagian lingual) dan sel epitel respiratori (pada bagian laringeal).

Saluran pernafasan bawah Trakea

(17)

Trakea merupakan penampang yang fleksibel, fungsinya adalah untuk menghubungkan laring dengan bronchus primer. Panjangnya adalah sekitar 10-12 cm, dan diameternya adalah 2-2.5 cm. Posisinya adalah anterior dari esofagus. Strukturnya terdiri dari mucosa, submucosa, tulang rawan hyaline, dan adventitia. (1) Mucosa melapisi bagian dalam dari trakea, dan terdiri dari epitel respiratori serta lamina propia. (2) pada submucosa terdapat jaringan penyambung yang lebih padat dari lamina propia. (3) Tulang rawan hyaline memiliki bentuk yang sangat khas, yaitu seperti huruf C (beberapa hewan, misalnya tikus, memiliki tulang rawan hyaline berbentuk O), dan jumlahnya adalah sebanyak 16-20 cincin sepanjang trakea. (4) Adventitia terdiri dari jaringan penyambung, yang melapisi bagian luar dari tulang rawan dan menghubungkan trakea ke jaringan sekitarnya.

1.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan Atas a. Fungsi

Proses pernapasan dibagi menjadi 2,yaitu: a. Pernapasan luar (eksternal)

Dimana terjadi penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh secara keseluruhan.

b. Pernapasan dalam (internal)

Akan terjadi penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel-sel serta pertukaran gas antara sel-sel tubuh dengan media cair sekitarnya.

Fungsi pernapasan:

a. Mengeluarkan air dan panas dari tubuh

b. Proses pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 dalam paru c. Meningkatkan aliran balik vena

d. Mengeluarkan dan memodifikasikan prostaglandin Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :

(18)

1. Dihangatkan 2. Disaring 3. Dilembabkan

Ketiga hal di atas merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi, yang terdiri atas Psedostrafied Ciliated Columnar Epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel-partikel halus ke arah faring sedangkan partikel-partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara. Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha.

Fungsi chonca :

a. Meningkatkan luas permukaan epitel respirasi

b. Turbulensi udara dimana udara lebih banyak kontak dengan permukaan mukosa

RESPIRASI merupakan dua proses terintegrasi : internal dan eksternal respirasi.

Respirasi Eksternal, merupakan proses yang mencangkup pertukaran O2 dan CO2 pada cairan intestinal tubuh dengan lingkungan luar. Tujuan dari eksternal respirasi dan fungsi primer dari system respirasi adalah memenuhi kebutuhan respirasi sel.

Respirasi internal merupakan proses absorpsi O2 dan pelepasan CO2 oleh sel tersebut. Yang diatur oleh mitokondria pada sel. (sellular respirasi).

Tahap respirasi eksternal:

1. Ventilasi pulmonal atau bernafas, dimana secara fisih udara keluar-masuk paru. 2. Diffusi gas , proses pernafasan membrane antara ruang alveolar dengan kapiler

alveolar, dan dinding kapiler antara sel darah dengan jaringan lainya.

3. Perfusi : pengangkutan O2 dan CO2 oleh sistem pembuluh darah dari paru ke jaringan,sebaliknya

4. Transport O2 dan CO2 antara kapiler jaringan dengan sel jaringan.

Kelainan pada salah satu tahap respirasi eksternal dapat mempengaruhi kadar gas cairan intestinal dan juga aktivitas sel. Contohnya Hipoksia (kurangnya level oksigen pada tingkat sel) yang mempengaruhi aktivitas sel sekitarnya. Jika suplai oksigen benar-benar terhalang ( anoxia). Dapat mengakibatkan mati.

(19)

Ventilasi pulmonal, merupakan proses pergerakan aliran udara keluar masuk saluran pernafasan. Yang tujuan utamanya mengatur kecukupan pergerakan ventikular alveolar udara keluar-masuk aveoli.

Pada saat mulai bernafas, tekanan dalam dan luar cavum toraks adalah sama, (tidak ada pergerakan udara keluar-masuk paru).

Pada saat cavum toraks membesar, paru melebar untuk mengisi udara tambahan, yang menjadikan peningkatan volume dan penurunan tekanan di dalam paru.

Aliran udara masuk kedalam paru pada saat tersebut, dikarenakan tekanan di dalam paru lebbih kecil daripada tekanan luar paru.

Udara terus masuk kedalam paru sampai volume berhenti meningkat dan pekanan internalsama dengan tekanan eksternal.

Ketika volum cavum toraks menurun, tekanan dalam paru akan meningkat, dan udara terhembus keluar system pernafasan.

2.2 Mekanisme

Fungsi utama respirasi adalah memperoleh O2 untuk digunakan oleh sel tubuh dan mengeluarkan CO2 yang diproduksi oleh sel. Respirasi selain mempunyai fungsi utama tersebut, juga memiliki fungsi non respiratorik, sebagai berikut:

1. Sistem respirasi merupakan rute untuk mengeluarkan air dan mengeliminasi panas.

2. Sistem respirasi meningkatkan aliran balik vena.

3. Sistem respirasi membantu mempertahankan kesimbangan asam-basa normal dengan mengubah jumlah CO2 penghasil H+ yang dikeluakan.

(20)

4. Sistem respirasi memungkinkan kita untuk berbicara, bernyanyi, dan vokalisasi lain.

5. Sistem respirasi merupakan sistem pertahanan terhadap benda asing yang terhirup.

6. Sistem respirasi mengeluarkan, memodifikasi, mengaktifkan, atau menginaktifkan berbagai bahan yang mengalir melewati sirkulasi paru. 7. Hidung, bagian dari sistem respirasi, berfungsi sebagai organ penciuman. Untuk melaksanakan fungsi tersebut, respirasi terbagi dua, yaitu respirasi internal dan respirasi eksternal.

1. Respirasi internal atau seluler, merujuk pada proses-proses metabolik intrasel yang dilaksanakan di dalam mitokondria, yang menggunakan O2 dan

menghasilkan CO2 selagi mengambil energi dari molekul nutrien.

2. Respirasi eksternal, merujuk ke seluruh rangkaian kejadian dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.

Respirasi eksternal, yaitu dalam hal ini mencangkup empat langkah :

1. Udara secara bergantian dimasukan ke dalam dan dikeluarkan dari paru sehingga udara dapat dipertukarkan antara atmosfer (lingkungan

eksternal) dan kantung udara (alveolus) paru. Pertukaran ini dilaksanakan oleh tindakan mekanis bernafas atau ventilasi.

2. O2 dan CO2 dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di dalam kapiler pulmonal melalui proses difusi.

3. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara paru dan jaringan.

4. O2 dan CO2 dipertukarkan antara sel jaringan dan darah melalui proses difusi menembus kapiler sistemik (jaringan).

Pada mekanisme pernafasan, udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan bernafas karena berpindah mengikuti gradient tekanan antara alveolus dan atmosfer yang berbalik arah secara bergantian yang ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernafasan.

Terdapat tiga tekanan yang berbeda:

a. Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada benda di permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut, tekanan ini sama dengan 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan ketinggian diatas permukaan laut karena lapisan-lapisan udara diatas permukaan bumi juga semakin menipis. Pada setiap ketinggian terjadi perubahan kecil tekanan atmosfer karena perubahan kondisi cuaca (yaitu, tekanan barometric naik atau turun).

b. Tekanan intra-alveolus atau tekanan intrapulmonal, adalah tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui saluran nafas penghantar, udara cepat mengalir menuruni gradien tekanannya setiap kali tekanan intra-alveolus berbeda dari tekanan atmosfer; udara terus mengalir hingga kedua tekanan seimbang.

(21)

c. Tekanan intrapleura atau tekanan intrathoraks adalah tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan yang ditimbulkan di luar paru di dalam rongga thoraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih rendah dari tekanan atmosfer, rerata 756 mmHg saat istirahat. Seperti tekanan darah yang dicatat dengan menggunakan tekanan atmosfer sebagai titik referensi (yaitu, tekanan darah sistolik 120 mmHg adalah 120 mmHg lebih besar daripada tekanan atmosfer 760 mmHg atau, dalam kenyataan, 880 mmHg).

Karena udara mengalir mengikuti penurunan gradient tekanan, tekanan intra-alveolus harus lebih kecil daripada tekanan atmosfer agar udara mengalir masuk ke dalam paru sewatu inspirasi (menarik napas) dan harus lebih besar daripada tekanan atmosfer agar udara mengalir keluar paru sewaktu ekspirasi (menghembuskan napas).

Otot-otot pernapasan yang melakukan gerakan bernapas tidak bekerja secaralangsung pada paru untuk mengubah volumenya. Otot-otot ini bekerja dengan mengubah volume rongga toraks, menyebabkan perubahan serupa pada volume paru karena dinding toraks dan dinding paru berhubungan melalui daya rekat cairan intrapleura dan gradien tekanan transmural.

(22)

a. Awitan inspirasi: Kontraksi otot-otot inspirasi

Otot-otot insirasi utama – otot yang berkontraksi untuk melakukan inspirasi sewaktu bernapas tenang, mencakup diafragma dan otot interkostalis eksternal. Sebelum melakukan inspirasi semua otot-otot respirasi dalam keadaan relaksasi. Otot inspirasi utama adalah otot diafragma, yang dipersarafi oleh saraf frenikus. Ketika berkontraksi (pada stimulasi saraf frenikus). Diafragma turun dan memperbesar volum rongga toraks dengan meningkatkan ukuran vertical (atas ke bawah). Selama pernapasan tenang, diafragma menurun sekitar 1 cm selama inspirasi. Dinding abdomen, jika melemas, menonjol keluar sewaktu inspirasi karena diafragma yang turun menekan ini abdomen ke bawah dan depan. Tujuh puluh persen pembesaran rongga tiraks sewaktu inspirasi tenang dilakukan oleh kontraksi diafragma.

Otot interkostalis eksternal terletak diatas otot interkostalis internal. Kontraksi otot interkostalis eksternal, yang serat-seratnya berjalan ke bawah dan depan antara du iga yang berdekatan, memperbesar rongga toraks dalam dimensi lateral (sisi ke sisi) dan anteroposterior (depan ke belakang). Ketika berkontraksi, otot interkostalis eksternal mengangkat iga dan selanjutnya sternum ke atas dan depan. Saraf interkostalis mengaktifkan otot-otot interkostalis ini selama inspirasi.

Sebelum inspirasi, ada akhir ekspirasi sebelumnya, tekanan intra-alveolus sama dengan tekanan atmosfer, sehingga tidak ada udara mengalir masuk maupun keluar paru. Sewaktu rongga toraks membesar selama inspirasi akibat kontraksi diafragma, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga toraksyang lebih bear. Sewaktu paru membesar, tekanan intra-alveolus menurun karena jumlah molekul udara yang sama kini menempati volume paru yang lebih besar. Pada gerakan inspirasi biasa, tekanan intra-alveolus turun 1 mmHg menjadi 759 mmHg. Karena tekanan intra-alveolus sekarang lebih redah daripada tekanan atmosfer, udara mengalir ke dalam paru. Udara terus masuk hingga tidak ada lagi gradient – yaitu hingga tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Karena itu udara mengalir masuk ke dalam paru karena penurunan tekanan intra-alveolus yang disebabkan oleh ekspansi paru.

Sewaktu inspirasi, tekanan intrapleura turun menjadi 754 mmHg karenaparu yang sangat teregang cenderung menarik paru lebih jauh lagi dari dinding dada.

b. Inspirasi dalam : peran otot inspirasi tambahan

Inspirasi dalam (lebih banyak udara yang dihirup) dapat dilakukan dengan kontraksi yang lebih kuat oleh otot interkostalis eksternal dan otot diafragma, dibantu dengan aktivasi otot inspirasi tambahan untuk memperbesar rongga toraks. Kontraksi otot-otot tambahan ini, yang terletak dileher, mengangkat ternum dan dua iga pertama, memperbesar bagian atas rongga toraks. Dengan semakin besarnya volume dibandingkan dengan keadaan istirahat, paru juga

(23)

semakin mengembang, menyebabkan tekanan intra-alveolus semakin menurun. Akibatnya terjadi peningkatan aliran masuk udara sebelum tercapai keseimbangan dengan tekanan atmosfer; yaitu tercapainya pernapasan lebih dalam.

c. Awitan Ekspirasi : Relaksasi Otot-Otot Inspirasi

Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil posisi aslinya. Ketika otot interkostalis eksternal relaksasi, iga kembali turun karena gaya gravitasi. Tanpa gaya-gaya yang menyebabkan ekspansi dinding dada dan paru, dinding dada dan paru mengalami recoil ke ukuran prainspirasinya karena sifat elastic mereka. Tekanan intra-alveolus meningkat karena jumlah molekul udara yang lebih banyak yang semula terkandung di dalam volume paru yang besar pada akhir inspirasi kini termampatkan dalam volume yang lebih kecil. Pada ekspirasi biasa, tekanan intra-alveolus meningkat sekitar 1 mmHg diatas tekanan atmosfer menjadi 761 mmHg dan meninggalkan paru menuruni gradient tekanannya. Aliran keluar udara berhenti ketika tekanan intra-alveolus menjadi sama dengan tekanan atmosfer dan gradient tidak ada lagi.

d. Ekspirasi Paksa: Kontraksi Otot Respirasi

Ekspirasi dapat menjadi aktif untuk mengosongkan paru secara lebih tuntas dan lebih cepat daripada yang dicapai selama pernapasan tenang, misalnya sewaktu pernapasan dalam ketika berolahraga. Untuk mengeluarkan lebih banyak udara, tekanan intra-alveolus harus lebih ditingkatkan di atas tekanan atmosfer daripada yang dicapai oleh relaksasi biasa otot inspirasi dan recoil elastic paru. Untuk menghasilkan ekspirasi paksa atau aktif, otot-otot ekspirasi harus lebih berkontraksi untuk mengurangi volume rongga toraks dan paru. Otot ekspirasi paling penting adalah otot dinding abdomen. Sewaktu otot dinding abdomen berkontraksi terjadi peningkatan tekanan intra0abdomen yang menimbulkan gaya ke atas ke dalam rongga toraks daripadaposisi lemasnya sehingga ukuran vertical rongga toraks menjadi semakin kecil. Otot interkostalis internal berkontraksi, menarik turun iga ke arah dalam, mendatarkan dinding dada dan semakin mengurangi ukuran rongga toraks.

Sewaktu kontraksi aktif otot ekspirasi semakin mengurangi volume rongga toraks, volume paru juga menjadi semakin berkurang karena paru tidak harus teregang lebih banyak untuk mengisi rongga toraks yang lebih kecil; yaitu, paru dibolehkan mengempis ke volume yang lebih kecil. Perbedaan antara tekanan intra-alveolus dan atmosfer kini menjadi lebih besar daripada ketika ekspirasi pasif sehingga lebih banyak udara keluar menuruni gradient tekanan sebelum tercapai keseimbangan. Dengan cara ini pengosongan paru menjadi lebih tuntas dibandingkan dengan ekspirasi tenang pasif

Selama ekspirasi paksa, tekanan intraleura melebihi tekanan intra-alveolus tetapi paru tidak kolaps. Karena tekanan intra-alveolus juga meningkat setara, tetap terdapat gradient tekanan transmural menembus dinding paru sehingga paru tetap

(24)

teregang dan mengisi rongga toraks. Sebagai contoh, jika tekanan didalam toraks meningkat 10 mmHg, tekanan intrapleura menjadi 766 mmHg dan tekanan intra-alveolus menjadi 770 mmHg-tetap terdapat perbedaan tekanan 4 mmHg.

Mekanisme Batuk

Seluruh saluran nafas dari hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan agar tetap lembab oleh selapis mukosa yang melapisi seluruh permukaan. Mukus ini disekresikan sebagian oleh sel goblet dalam epitel saluran nafas, dan sebagian lagi oleh kelenjar submukosa yang kecil. Batuk yang tidak efektif dapat menimbulkan penumpukan sekret yang berlebihan, atelektasis, gangguan pertukaran gas dan lain-lain.

Mekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase: 1. Fase 1 (Inspirasi)

Paru-paru memasukan kurang lebih 2,5 liter udara, oesofagus dan pita suara menutup, sehingga udara terjerat dalam paru-paru.

2. Fase 2 (Kompresi)

Otot perut berkontraksi, diafragma naik dan menekan paru2, diikuti pula dengan kontraksi Jntercostal internus. Pada akhirnya akan menyebabkan tekanan pada paru2 meningkat hingga 100mm/hg.

3. Fase 3 (Ekspirasi)

Spontan oesofagus dan pita suara terbuka dan udara meledak keluar dari paru Mekanisme Bersin

Reflek bersin mirip dengan reflek batuk kecuali bahwa refleks ini berlangsung pada saluran hidung, bukan pada saluran pernapasan bagian bawah. Rangsangan awal menimbulkan refleks bersin adalah iritasi dalam saluran hidung, impuls saraf aferen berjalan dalam nervus ke lima menuju medulla tempat refleks ini

dicetuskan. Terjadi serangkaian reaksi yang mirip dengan refleks batuk tetapi uvula ditekan, sehingga sejumlah besar udara dengan cepat keluar melalui hidung, dengan demikian membantu membersihkan saluran hidung dari benda asing.

3.Memahami dan menjelaskan tentang rinitis alergi 3.1 Definisi

Rhinitis alergika adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.

(25)

Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE. 3.2 Epidemiologi

Diperkirakan 400 juta orang menderita rhinitis alergi di seluruh dunia, yang mendekati sekitar 20% dari populasi orang dewasa di Amerika Serikat, dan sampai 40% dari anak anak.Data yang sama telah dilaporkan dari ingris. Insiden yang dilaporkan dalam penelitian kohort di Jerman menunjukkan bahwa 15% dari anak-anak mengembangkan alergi musiman dalam 7 tahun pertama hidup mereka, yang didefinisikan sebagai kombinasi dari gejala-paparan terkait dan bukti sensitisasi.

Di Amerika Serikat rinitis alergi merupakan penyakit alergi terbanyak dan menempati posisi ke-6 penyakit yang bersifat menahun (kronis). Rinitis alergi juga merupakan alasan ke-2 terbanyak kunjungan masyarakat ke ahli kesehatan profesional setelah pemeliharaan gigi. Angka kejadian rinitis alergi mencapai 20%.

Menurut International Study of Asthma and Allergies in Children (ISAAC, 2006), Indonesia bersama-sama dengan negara Albania, Rumania, Georgia dan Yunani memiliki prevalensi rinitis alergi yang rendah yaitu kurang dari 5%. Begitu juga dengan prevalensi asma bronkial juga kurang dari 5%. Prevalensi rinitis tertinggi di Nigeria (lebih dari 35%), Paraguay (30-35%) dan Hongkong (25-30%).

Di Indonesia, dikutip dari Sundaru, menyatakan bahwa rinitis alergi yang menyertai asma atopi pada 55% kasus dan menyertai asma atopi dan non atopi pada 30,3% kasus 3.3 Etiologi

Rhinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rhinitis alergi. Penyebab tersering adalah allergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alegi lain seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rhinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi.

Rhinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rhinitis alergi perennial diantaranya debu tungau (Dermatophagoides farinae dan

Dermatophagoides pteronyssinus), jamur, binatang peliharaan, dan binatang pengerat. Faktor resiko terpaparnya debu tungau biasanya karpet, sprei, suhu tinggi, dan

kelembaban udara. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca.

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:

a. Allergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernafasan misalnya, debu rumah, tungau, serpihan epitel bulu binatang, serta jamur.

(26)

b. Allergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan, dan udang.

c. Allergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin atau sengatan lebah.

d. Allergen kontaktan yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.

3.4 Klasifikasi

Rhinitis alergi sebelumnya dibagi berdasarkan waktu pajanan menjadi rhinitis musiman (seasonal), sepanjang tahun (perennial) dan akibat kerja. Pembaguan ini ternyata tidak memuaskan. Maka disusunlah klasifikasi baru rhinitis alergi menurut ARIA (2001), menggunakan parameter gejala, kualitas hidup dan juga berdasarkan lamanya penyakit.

1. Intermiten

a. Berlangsung kurang dari 4 hari selama seminggu b. Berlangsung kurang dari 4 minggu

2. Persisten :

a. Berlangsung lebih dari 4 hari selama seminggu b. Berlangsung lebih dari 4 minggu

3. Ringan

a. Tidur normal dan akitivitas sehari-hari normal b. Bekerja dan sekolah normal

c. Tidak ada keluhan yang menganggu 4. Sedang-Berat

a. Tidur dan akitivitas sehari-hari terganggu b. Ada keluhan yang menganggu

Berdasarkan penyebabnya, dapat dibedakan menjadi: a. Rhinitis alergi

Merupakan penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara.

Macam-macam rhinitis alergi, yaitu:

1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever),

Biasanya terjadi pada musim semi.Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.

(27)

Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat

b. Rhinitis Non Alergi

Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas karena masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.

Macam-macam rhinitis non alergi, yaitu: a. Rhinitis vasomotor

Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.

b. Rhinitis medikamentosa

Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan.

c. Rhinitis atrofi

Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi progesif tulang dan mukosa konka.

3.5 Patofisiologi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan

(28)

melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.

IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan

permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase

(29)

(EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:

1. Respon primer

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder. 2. Respon sekunder

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

3. Respon tersier

Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan

(30)

jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

3.6 Manifestasi Klinis

Gejala rhinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Seringkali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak-anak. Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung, yang disebut sebagai allergic shiner. Sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung, karena gatal yang disebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok hidung ini lama kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic crease. Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi (facies adenoid). Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance), serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue). (Soepardi, 2012)

3.7 Diagnosis dan diagnosis banding 1. Anamnesis

Perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (seperti hidung tersumbat, gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Karena rhinitis alergi seringkali berhubungan dengan konjungtivitis alergi, maka adanya gatal pada mata dan lakrimasi mendukung diagnosis rinitis alergi. Riwayat keluarga merupakan petunjuk yang cukup penting dalam menegakkan diagnosis pada anak.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute).

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan sitologi hidung tidak memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (5 sel/lapang pandang) menunjukkan kemungkinan alergi. Hitung jenis eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit. Lebih bermakna

(31)

adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan cara RAST (Radioimmuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Test). Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo.

Ada dua macam tes kulit yaitu tes kulit epidermal dan tes kulit intradermal. Tes epidermal berupa tes kulit gores (scratch) dengan menggunakan alat penggores dan tes kulit tusuk (skin prick test). Tes intradermal yaitu tes dengan pengenceran tunggal (single dilution) dan pengenceran ganda (Skin Endpoint Titration – SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen penyebab, juga dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial untuk imunoterapi. Selain itu, dapat pula dilakukan tes provokasi hidung dengan memberikan alergen langsung ke mukosa hidung. Untuk alergi makanan, dapat pula dilakukan diet eliminasi dan provokasi atau Intracutaneous Provocative Food Test (IPFT).

Diagnosis Banding Rhinitis Alergi

a. Rhinitis vasomotor : Suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinophilia, perubahan humoral, dan pajanan obat.

b. Rhinitis medikamentosa : Suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor ropikal dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. c. Rhinitis simpleks : Penyakit yang disebabkan oleh virus, biasanya rhinovirus d. Rhinitis atrofi : Infeksi hidung kronik yang ditandai adanya atrofi

progresif pada mukosan dan tulang chonca.

e. NARES (Non Allergic Rhinitis with Eosinophilic Syndrome) : NARES dapat disingkirkan bila tes kulit menunjukan positif terhadap allergen lingkungan. Penyebab keluhan pada NARES adalah alergi pada makanan.

(32)

Pengobatan terhadap penderita rhinitis alergi harus mencakup 3 prinsip: 1. Mengetahui dengan tepat faktor pencetus dan menghindarinya.

2. Penggunaan sementara obat-obatan untuk menangani gejala di saat serangan agar penderita dapat beraktifitas dengan baik.

3. Terapi daya tahan tubuh (immunotherapy). Tatalaksana terapi

1. Non-farmakologi:

a. Hindari pencetus (alergen)

b. Amati benda-benda apa yang menjadi pencetus(debu, serbuk sari, bulu binatang, dll)

c. Jika perlu, pastikan dengan skin test

d. Jaga kebersihan rumah, jendela ditutup, hindari kegiatan berkebun. Jika harus berkebun, gunakan masker wajah

2. Farmakologi :

Jika tidak bisa menghindari pencetus, gunakan obat-obat anti alergi seperti: 1) Anti histamine oral, antagonis H-1 (difenhidaramin, prometasin, loratadin,

(33)

2) Agonis alfa adrenergic, sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi anti histamine

3) Kortikosteroid topikal, bila gejala sumbatan tidak dapat diobati dengan obat lain (beklometason, budesonid, flunisolid, triamsinolon).

4) Sodium kromoglikat topikal, bekerja menstabilkan mastosit sehingga pelepasan mediator kimia dihambat.

5) Antikolinergik topikal, mengatasi rhinorea karena inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor (ipratropium bromida).

6) Anti leukotrine (zafirlukast/montelukast), anti IgE, DNA rekombinan merupakan obat-obatan baru untuk rhinitis alergi.

Jika tidak berhasil, atau obat-obatan tadi menyebabkan efek samping yang tidak bisa diterima, lakukan imunoterapi dengan terapi desensitasi

Penatalaksanaan rhinitis alergi berdasarkan ARIA 2001

Tipe rhinitis alergi Lini pertama Tambahan Sedang-Intermitten Antihistamin oral,antihistamin intranasal Dekongestan intranasal Sedang-Intermitten atau berat-intermitten Antihistamin oral,kortikosteroid intranasal, antihistamin intranasal Dekongestan intranasal dan sodium kromolin Berat-Persisten Kortikosteroid

intranasal Antihistamin oral,antihistamin intranasal,sodium kromolin,ipratropium bromida,antagonis leukotriene

Anti Histamin Antagonis H-1 A. Farmakodinamik :

Antagonis kompetitif pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamin endogen berlebihan. B. Farmakokinetik :

Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati. Penggolongan AH1

AH generasi 1

Contoh : Etanolamin Etilenedamin Piperazin

(34)

Alkilamin

Derivat fenotiazin Keterangan AH1

- sedasi ringan-berat

- antimietik dan komposisi obat flu - antimotion sickness

Indikasi AH1 berguna untuk penyakit : 1. Alergi

2. Mabuk perjalanan 3. Anastesi lokal

4. Untuk asma berbagai profilaksis Efek samping

Vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, insomnia, tremor, mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, lemah pada tangan. Antihistamin golongan 1 – lini pertama

a. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.

b. lipofilik, dapat menembus sawar darah otak, mempunyai efek pada SSP dan plasenta.

c. Kolinergik d. Sedatif

e. Oral : difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin f. Topikal : Azelastin

Dekongestan Nasal

1) Golongan simpatomimetik

2) Beraksi pada reseptor adrenergik pada mukosa hidung untuk menyebabkan

3) Vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak,dan memperbaiki pernafasan

4) Penggunaan dekongestan topikal tidak menyebabkan atau sedikit sekali menyebabkan absorpsi sistemik

5) Penggunaan agen topikal yang lama (lebih dari 3-5 hari)dapat menyebabkan rhinitis medikamentosa, di mana hidung kembali tersumbat akibat vasodilatasi perifer maka batasi penggunaan 6) Contoh Obat : nafazolin,tetrahidrozolin,oksimetazolin dan

xilometazolin

Obat dekongestan topical dan durasi aksinya :

Obat DurasiAksi

AksiPendek FenilefrinHCl

Sampai 4 jam

(35)

NafazolinHCl TetrahidrozolinHCl AksiPanjang OksimetazolinHCl XylometazolinHCl Sampai 12 jam Dekongestan oral

1) Secara umum tidak dianjurkan karena efek klinis masih diragukan dan punya banyak efek samping

Contoh obat: Efedrin,fenilpropanolamin dan fenilefrin 2) Indeks terapi sempitresiko hipertensi

3) Efedrin= Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral, masa kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta 2.

Efek kardiovaskular : Tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama.

Efek sentral : Insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yang dapat diatasi dengan pemberian sedatif.

Dosis. Dewasa : 60 mg/4-6 jam

Anak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jam Anak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam a). Fenilpropanolamin

Dekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung. Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP.

Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat. Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontra indikasi. Obat ini jika digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan.

Dosis. Dewasa : 25 mg/4 jam

Anak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jam Anak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam b). Fenilefrin

(36)

Adalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta. Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkan tekanan darah. Intranasal corticosteroids (INCS)

a. INCS menjadi obat pilihan untuk anak-anak yang menderita rhinitis alergi b. Dahulu di khawatirkan INCS dapat menyebabkan efek samping sistemik

seperti terganggunya pertumbuhan dan metabolism tulang

c. Tapi studi menunjukkan fluticasone tidak ada efek samping klinis yang membahayakan.Mometason juga tidak menunjukkan mengganggu pertumbuhan anak-anak usia 3-9 tahun.

d. Setelah penggunaan 3 bulan flutikason pada anak-anak usia 3-11

tahun,dilakukan rhinoskopi,dan tidak menunjukkan menipisnya jaringan hidung atau atrofi mukosa hidung

e. Macamnya : betametason,budesonide,flunisolide,flucticasone,mometasone dan triamikolon

f. Kerjanya dengan menghambat respon alergi fase awal maupun fase lambat. g. Efek utama pada mukosa hidung :

a. mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator, b. menekan kemotaksis neutrofil

c. mengurangi edema intrasel

d. menyebabkan vasokonstriksi ringan

e. menghambat reaksi fase lambat yang diperantarai oleh selmast

Efek Samping : bersin,perih pada mukosa hidung,sakit kepala dan infeksi Candida albicans

Sodium kromolin

a. Suatu penstabil sel mast sehingga mencegah degranulasi sel mast dan pelepasan mediator, termasuk histamin.

b. Tersedia dalam bentuk semprotan hidung untuk mencegah dan mengobati rhinitis alergi.

c. Efek sampingnya : iritasi lokal (bersin dan rasa perih pada membran mukosa hidung

d. Dosisnya untuk pasien di atas 6 tahun adalah 1 semprotan pada setiap lubang hidung 3-4 kali sehari pada interval yang teratur.

Ipratropium bromida

a. Merupakan agen antikolinergik berbentuk semprotan hidung b. Bermanfaat pada rhinitis alergi yang persisten atau perennial

c. Memiliki sifat anti sekretori jika digunakan secara lokal dan bermanfaat untuk mengurangi hidung berair yang terjadi pada rhinitis alergi.

d. tersedia dalam bentuk larutan dengan kadar 0,03%,diberikan dalam 2 semprotan (42 mg) 2- 3 kali sehari.

(37)

e. Efek sampingnya ringan, meliputi sakit kepala, epistaxis,dan hidung terasa kering.

Operatif

Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kateurisasi memakai

AgNO3 25 % atau troklor asetat (Roland, McCluggage,Sciinneider, 2001).

Polip mukoid jinak pada hidung sering kali dihubungkan dengan alergi hidung . dapat terjadi pada anak-anak namun lebih sering ditemukan pada orang dewasa . karena menyumbat jalan napas , polip seringkali dirasakan sangat mengganggu . setelah lesi penyumbat diidentifikasi sebagai polip jinak , maka lesi tersebut dapat diangkat . Pasien harus di peringatkan , bahwa polip dapat kembali kambuh bilamana ada alergi , sehingga polip perlu berkali-kali diangkat selama hidup . polip umumnya berasal dari sinus .

Imunoterapi (Desensitisasi) 1. Bersifat kausatif

2. Imunoterapi merupakan proses yang lambat dan bertahap dengan menginjeksikan alergen yang diketahui memicu reaksi alergi pada pasien dengan dosis yang semakin meningkat.

3. Tujuannya adalah agar pasien mencapai peningkatan toleransi terhadap alergen, sampai dia tidak lagi menunjukkan reaksi alergi jika terpapar oleh senyawa tersebut Pemberian dengan cara

a. Larutan alergen yang sangat encer (1:100.000sampai 1:1000.000.000 b/v) diberikan 1 – 2 kali seminggu.Alergen ini bisaanya disuntikkan di bawah kulit lengan

atas.Selain suntikan dapat dilakukan dengan menggunakan tablet yang mengandung allergen seperti serbuk sari rumput

b. Konsentrasi kemudian ditingkatkan sampai tercapai dosis yang dapat ditoleransi. c. Dosis ini kemudian dipertahankan setiap 2-6 minggu,tergantung pada respon klinik. d. Terapi dilakukan sampai pasien dapat mentoleransi alergen pada dosis yang

umumnya dijumpai pada paparan alergen. Parameter efektifitas ditunjukkan dengan :

a. Berkurangnya produksi IgE b. Meningkatnya produksi IgG c. Perubahan pada limfosit T

d. Berkurangnya pelepasan mediator dari sel yang tersensitisasi e. Berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap alergen.

Namun imunoterapi terbilang mahal dan butuh waktu lama dan membutuhkan komitmen yang besar dari pasien

3.9 Komplikasi

(38)

a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa. b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

b. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Soepardi, 2012)

3.10 Pencegahan

Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: 1 Pencegahan primer

Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadap alergen.Tindakan pertama adalah mengidentifikasi bayi yang mempunyai risiko atopi.Pada ibu hamil diberikan diet restriksi (tanpa susu, ikan laut, dan kacang) mulai trimester 3 dan selama menyusui, dan bayi mendapat ASI eksklusif selama 5-6 bulan. Selain itu kontrol lingkungan dilakukan untuk mencegah pajanan terhadap alergen dan polutan.

2 Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada anak berupa asma dan pilek alergi yang sudah tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal, berupa a l e r g i m a k a n a n d a n k u l i t . Tin d a k a n ya n g d i l a k u k a n d e n g a n p e n g h i n d a r a n t e r h a d a p pajanan alergen inhalan dan makanan yang dapat diketahui dengan uji kulit.

3 Pencegahan tersier

Pecegahan tersier bertujuan untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakit alergi dengan penghindaran alergen dan pengobatan

3.11 Prognosis

Secara umum, pasien dengan rinitis alergi tanpa komplikasi yang respon dengan pengobatan memiliki prognosis baik. Pada pasien yang diketahui alergi terhadap serbuk sari, maka kemungkinan rinitis pasien ini dapat terjadi musiman. Prognosis sulit diprediksi pada anak-anak dengan penyakit sinusitis dan telinga yang berulang. Prognosis yang terjadi dapat dipengaruhi banyak faktor termasuk status kekebalan tubuh maupun anomali anatomi. Perjalanan penyakit rinitis alergi dapat bertambah berat pada usia dewasa muda dan tetap bertahan hingga dekade lima dan enam. Setelah masa tersebut, gejala klinik akan jarang ditemukan karena menurunnya sistem kekebalan tubuh.

(39)

Penderita rinitis alergi mempunyai resiko berlanjut menjadi asma (3). Rinitis alergi dan asma merupakan penyakit inflamasi yang sering timbul bersamaan. Dokter perlu mengevaluasi adanya riwayat asma pada pasien dengan rinitis alergi yang menetap. Evaluasi dapat dilakukan melalui pemeriksaan sinar X, pemeriksaan adanya sumbatan saluran nafas sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator.

Bukti epidemiologis adanya hubungan antara rinitis dan asma adalah 1) prevalensi asma meningkat pada rinitis alergi dan non alergi; 2) rinitis hampir selalu dijumpai pada asma; 3) rinitis merupakan faktor resiko terjadinya asma; dan, 4) pada persisten rinitis terjadi peningkatan hipereaktivitas bronkus non spesifik.

4. Memahami dan Menjelaskan Kebersihan Hidung dalam Pandangan Islam.

Pengaruh Wudhu Bagi Kesehatan Wudhu memang memiliki peranan yang besar bagi kehidupan seorang muslim. Karena wudhu akan menjadi selalu sadar dan enegrik dalam hidup kita. Tidak diragukan lagi manfaatnya sangat besar bagi kesehatan secara uum. Berikut keajaibaan wudhu bagi kesehatan antara lain:

a) Berkumur-kumur, penelitian modern menetapkan berkumur-kumur dapat menjaga mulut dan tenggorakan dari peradangan dan menjaganya dari terjadinya peradangan gusi. Hal ini karena berkumur-kumur berfungsi memelihara gigi dan membersihkannya dari sisa-sisa makanan yang masih menempel. manfaat lain yang sangat penting adalah ia dapat menguatkan sebagian urat wjaah dan menjaga kebersihannya. Ini merupakan suatu latihan penting yang telah dikenalkan oleh para pakar pendidikan olahraga.

b) Membasuh hidung, sebuah penelitian yang dilakukan kelompok dokter di universitas Alexendria yang menetapkan pada umumnya, orang-orang yang berwudhu secara terus menerus hidungnya bersih dari debu, kuman, dan bakteri. c) Membasuh wajah dan kedua tangan hingga kedua siku memiliki manfaat yang sangat besar dalam menghilangkan keringat dari permukaan kulit, Air wudhu juga berfungsi membersihkan kulit dari kandungan minyak yang tertahan di kelenjar kulit.

d) Membasuh kedua kaki seraya memijat-mijat dengan baik akan menciptakan perasaaan tenang dan nyaman, karena dikakilah terletak semua urat yang berhubungan dengan seluruh anggota badan.

Manfaat Wudhu

Rasul SAW pernah bersabda, "Sempurnakan wudhu, lakukan istinsyaq (memasukkan air ke hidung), kecuali jika kamu berpuasa." Selain itu, wudhu juga memiliki beberapa manfaat lain

1. Sarana pembentukan karakter dan melatih kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.

(40)

2. Terapi alami yang terbukti secara ilmiah untuk menjaga kesehatan tubuh dan mencegah berbagai macam penyakit.

3. Membasuh wajah akan memberi efek positif pada usus, ginjal, sistem saraf, dan sistem reproduksi.

4. Membasuh kaki akan memberikan efek positif pada kelenjar pituitary otak yang bertugas mengatur fungsi-fungsi kelenjar endokrin (kelenjar yang bertugas mengatur pengeluaran hormon).

5. Membasuh telinga dan memijat bagian-bagiannya dapat menurunkan tekanan darah dan mengurangi rasa sakit.

6. Dapat mencegah penyakit kanker kulit, yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang setiap hari menempel dan terserap oleh kulit.

7. Membasuh wajah dapat meremajakan sel-sel kulit wajah dan membantu mencegah munculnya keriput.

8. Meremajakan selaput lendir yang memiliki peran penting bagi pertahanan tubuh.

9. Menjadikan seorang muslim selalu tersadar, bersemangat dan bersinar.

10. Wudhu dapat melindungi anda dari pengaruh guna2 atau pengaruh setan sehingga anda terhindar dari kejahatan gaib seperti guna-guna,santet,teluh,pelet,hipnotis,dsb

DAFTAR PUSTAKA

Djojodibroto, D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 151-157.

Huriyati E, Hafiz A. Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinitis Alergi yang Disertai Asma

Bronkial. Padang: Bagian Ilmu Kesehatan THT Bedah Kepala dan Leher FK Universitas

Andalas.

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC

Soepardi EA, et all. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala &

Referensi

Dokumen terkait

Dye-sensitized Solar Cell (DSSC) berhasil difabrikasi menggunakan material semikonduktor TiO 2 yang dikompositkan dengan graphene dan dye dari ekstrak bunga geranium

Kendaraan yang berada pada sisi garis utuh dilarang melintasi garis ganda tersebut, sedangkan kendaraan yang berada pada sisi garis putus-putus dilarang melintasi garis ganda

Pelaksana kebijakan sudah cukup baik dalam menjalankan tugasnya, tetapi sebagai pihak yang berwenang dalam menentukan penerima bantuan, pelaksana kebijakan harus

Majalah Hai melakukan strategi dalam penggunaan media online untuk meningkatkan citra adalah dengan merubah logo, desain dan konten menjadi lebih menarik. Selain

Puji dan syukur Penulis naikan kehadirat Allah SWT atas anugerah dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Analisis dan Perancangan Sistem Informasi

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 125 Tahun 2003 dan Nomor 532 Tahun 2003 tentang Pelaporan

• Setiap orang atau pemegang IUP operasi produksi atau IUPK operasi produksi yang menampung, memanfaatkan melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral

Dengan rujukan inilah, maka diduga cendawan penyebab penyakit hawar daun tanaman buah merah dapat disebabkan oleh Fusarium, karena gejala hawar daun yang nampak di