HUBUNGAN SUBJECTIVE WELL BEING DENGAN HAPPINESS PADA REMAJA PONDOK PESANTREN DAARUL FALAH JUNREJO KOTA
BATU
SKRIPSI
DISUSUN OLEH :
MAIMUNA KUNIYO
2016610044
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG 2020
RINGKASAN
Subjective well being merupakan suatu persepsi individu terhadap pengalaman di dalam hidupnya. Hal ini terdiri dari evaluasi afeksi, dan kognitif hidup, serta kesejahteraan psikologis. Dapat dikatakan remaja yang mempunyai subjective well being tinggi mengalami kepuasan hidup, dan lebih sering merasa kegembiraan, dan jarang merasa emosi tidak menyenangkan berupa kesedihan atau kemarahan. Remaja dengan subjective well being rendah cenderung lebih merasa kurang puas dengan hidup yang dijalaninya, serta lebih mengalami sedikit afeksi dan kegembiraan, sering merasakan berbagai macam emosi negatif berupa kecemasan dan kemarahan. Subjective well being ada hubungannya dengan Happiness dimana kebahagiaan merupakan kondisi fisikologis yang positif dimana tingkat emosi positif lebih tinggi dari emosi negatif. Sehingga remaja dengan Subjective well being kategori tinggi mempunyai Happiness dengan tinggi, dan remaja subjective well being kategori rendah mempunyai happiness rendah.
Di dalam penelitian ini ada suatu aspek yang dilihat dari parameter tujuan sekolah yang mempengaruhi remaja di pesantren untuk tidak percaya hal-hal yang dipelajari dapat membantu dalam hidup nantinya, sehingga membuat subjective well being dan happiness nya rendah. Namun ada faktor lain yang dapat membuat subjective well being dan happiness pada remaja di pondok pesantren tinggi yaitu lingkungan seperti diperlakukan dengan baik selama di pesantren, merasa senang dengan lingkungan pesantren dan menjalin hubungan baik dengan teman sebaya serta mempunyai harga diri yang positif.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata remaja dalam bahasa Latin adolescene yang artinya to grow atau to grow maturity (Jahja, 2011). Remaja ialah suatu periode perkembangan seseorang, yang begitu banyak mengalami berbagai macam perubahan. Meliputi perubahan fisik, sosial, emosional, religiusitas dan moral. Masa remaja dimulai dari keanak-anakan hingga dewasa. Macam-macam perubahan dapat dilihat dari berbagai aspek kehidupan, yang mendasari perubahan yang dialami oleh remaja tersebut. Mempunyai keinginan terkait dengan menemukan identitas diri, serta rasa keingintahuan begitu tinggi sehingga dapat menyebabkan remaja ingin berusaha untuk dapat mencoba sesuatu hal yang baru. Hal yang sering terjadi dalam kehidupannya merupakan konflik batin yang terjadi antara ajaran agama, dan norma yang terdapat di masyarakat dengan tertanamnya keinginan di dalam diri remaja (Rahma dan Reza, 2013).
Berdasarkan data Kementerian Agama RI tahun 2012, jumlah pondok pesantren mencapai angka 27.230 pondok pesantren. Berdasarkan hasil Analisis dan Interpretasi data pada Pondok Pesantren pada tahun 2011-2012, Jumlah para santri Pondok Pesantren keseluruhan berjumlah 3.759.198 santri, yakni 1.886.748 santri laki-laki (50,19%), dan sebanyak 1.872.450 santri perempuan (49,81%). Lihat dari jumlah santri berkategori tinggal, didapatkan 3.004.807 atau (79,93%), jumlah tersebut 1.517.314 atau (50,50%) jenis kelamin laki-laki, dan yang jenis kelamin perempuan berjumlah 1.487.493 atau (49,50%) santri. Untuk santri tidak tinggal berjumlah 754.391 atau (20,07%),
dari jumlah tersebut 369.434 atau (48,97%) berjenis kelamin laki-laki, dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 384.957 atau (51,03%). Pada umumnya pondok pesantren yang terletak di pulau jawa rata-rata santrinya memilih tinggal, seperti di Provinsi Jawa Timur sebanyak 95,45%. Sedangkan untuk diluar pulau Jawa terdapat sebagian besar santri yang memilih tinggal di pesantren sebanyak (40-60%), selain itu tidak tinggal. Berdasarkan catatan kementrian agama provinsi jawa timur tahun 2013 menyatakan bahwa kabupaten malang memiliki santri laki-laki berjumlah 10.028 dan santri perempuan berjumlah 15.866. Santri (remaja) yang berada di pesantren dimana mereka memiliki suatu persoalan baik dari perasaan serta perilaku mereka, sedangkan dalam masa tumbuh kembang remaja memiliki psikologis yang labil begitu pula dengan sosial-emosionalnya, dan masa-masa ini sangat sering memunculkan masalah tersendiri misalkan merasa bukan lagi anak-anak, dan lebih ingin menjadi sangat bebas, tetapi beberapa dari remaja ada yang merasa bermasalah karena jauh dari orang tua dan keluarga ( Putro, K.Z, 2017)
Remaja yang tinggal di pesantren mempunyai latar belakang budaya yang berbeda-beda. Pendidikan di pondok pesantren adalah merupakan sebagian dari sistem pendidikan yang berstandar nasional untuk ikut mencerdaskan bangsa dan mensukseskan pembangunan nasional. Remaja harus lebih sering terbiasa menghadapi permasalahan di lingkungan pesantren (Abidin. Z, 2016). Remaja yang memilih masuk pesantren membutuhkan proses beradaptasi dengan lingkungan disekitar pesantren serta sistem belajarnya. Tahun pertama adalah masa adaptasi dan tidak gampang bagi para remaja pondok pesantren harus menyesuaikan diri dengan keadaan dan lingkungan, serta sistem di pondok
pesantren. Permasalahan lainnya, remaja yang berada di pondok pesantren cenderung merasa kurang bebas untuk menggali potensi dalam diri serta rendah dalam memilih sesuatu yang dipilihnya, sering selisih paham antar teman dan ada beberapa remaja yang tinggal di pondok pesantren lebih merasa dirinya tersisihkan oleh orang tua dan merasa kurang diperhatikan oleh orang tuanya (Wilis, S.S, 2014). Remaja lebih mendapatkan banyak pengalaman, baik pengalaman menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan (Soetijiningsih, 2010).
Subjective Well Being adalah suatu kajian di dalam psikologi yang positif, baik terhadap kehidupan dan orang yang mempunyai tujuan sangat penting serta berjuang untuk dapat meraihnya cenderung akan menjadi sosok individu yang lebih energik, dapat mengalami berbagai macam emosi yang positif dan lebih merasa bahwa hidup sangat bermakna (Stone Dan Mackie, 2013). Menurut Hoffman & Compton (2013) adapun faktor yang dapat mempengaruhi subjective well being, adalah: Pola pikir atau kognitif, harga diri, optimisme dan harapan, arti atau makna hidup, memiliki efikasi diri dan kendali pribadi, berhubungan positif terhadap orang lain, sifat kepribadian, jenis kelamin, serta usia. Terdiri dari dua komponen dasar di dalam subjective well being, ialah: merasa puas terhadap kehidupan (life satisfaction) serta kebahagiaan (happiness), Happiness dibagi menjadi dua yakni afeksi positif, dan afeksi negatif. Life satisfaction adalah keadaan kognitif dari Subjective well being. Life satisfaction merupakan penilaian secara reflektif didalam diri seseorang, tentang bagaimana sesuatu hal yang berjalan baik terjadi untuk dirinya. Satisfaction dikatakan melalui tingkat kepuasan dalam hidup baik secara global, maupun tingkat kepuasan domain yang begitu spesifik. Afeksi
positif meliputi beberapa contoh tingkat emosional serta perasaan mood atau suasana hati. Menurut Seligman (Arieanti, 2011) . Emosi positif bisa dibagi sebagai emosi positif terhadap masa lalu, masa sekarang, dan masa akan datang. Emosi positif yang mencangkup masa depan terdapat optimisme, kepercayaan, serta keyakinan dan harapan. Emosi positif dimasa sekarang mencakup ketenangan, kegembiraan, semangat yang meluap-luap, keriangan, ekstase, dan flow. Emosi positif terhadap masa lalu merupakan suatu kesuksesan, kebanggaan, kedamaian, kelegaan dan kepuasan. Efek negatif merupakan perasaan mood atau suasana hati serta emosi yang begitu tidak menyenangkan. Arieanti (2011) mengatakan bahwa jika emosi negatif yang paling dominan dirasakan ialah kecemasan, stress, frustasi, kesedihan, merasa malu dan bersalah, khawatir, kemarahan serta iri hati. Seseorang disebutkan mempunyai subjective well being yang tinggi apabila dapat mencapai kriteria, yaitu dengan mempunyai perasaan bahagia, sangat bahagia, merasa puas terhadap kehidupannya, serta mempunyai tingkat neurotisme rendah.
Happiness adalah sesuatu yang begitu penting, dapat membentuk perilaku positif (Diener & Chan, 2011). Happiness terdapat dari tiga komponen pokok, yaitu (a) emosi yang positif, (b) tingkat kepuasan hidup, serta (c) tidak mempunyai emosi negatif yakni tekanan psikologis. Happiness di masa remaja mempunyai arti menumbuhkan sikap percaya pada diri sendiri, optimis, riang, ceria, merasa senang, dan merasa nyaman (Seligman, 2010). Happiness dimasa remaja terbentuk dari kesadaran dalam diri (self-awareness), unsur pembentuk kesadaran dalam diri merupakan konsep diri (self– concept) yang terkait dengan kepercayaan didalam diri (self - believe), kepercayaan diri dapat membentuk spiritualitas (Heitzman, 2010). Penelitian sebelumnya yang
dilakukan anggraeni (2011) menyatakan ada hubungan stres dan religiusitas terhadap psychological well being pada remaja pondok pesantren. Wahidin (2017) dalam hasil penelitiannya menunjukan bahwa spiritualitas terdapat hubungan yang begitu signifikan terhadap happiness pada remaja akhir di Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya. Primada (2016) membuktikan bahwa hubungan positif antara psychological well being tinggi dengan happiness tinggi. Dapat diambil kesimpulan bahwa subjective well being dengan happiness sangat erat hubungannya dengan kehidupan remaja.
Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 28 september 2019 di di pondok pesantren Daarul Falah Junrejo Kota Batu, peneliti melakukan wawancara terhadap 15 orang remaja mengatakan Subjective well being dan remaja happiness nya masih belum seutuhnya baik. Diantaranya 3 remaja masih belum beradaptasi dengan lingkungan, 5 remaja sering berselisihan dengan teman, dan 7 remaja yang merasa kurang diperhatikan oleh orang tuanya serta tidak merasa nyaman di lingkungan pesantren. Berdasarkan latar belakang dan studi pendahuluan tersebut, maka dapat di angkat judul ini yaitu: Hubungan Subjective well being dengan happiness pada remaja pondok pesantren daarul falah junrejo kota batu.”
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan subjective well being dengan happiness pada remaja pondok pesantren Daarul Falah Junrejo Kota Batu?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan subjective well being dengan happiness pada remaja pondok pesantren Daarul Falah Junrejo Kota Batu.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi subjective well being pada remaja di pondok pesantren Daarul Falah Junrejo Kota Batu.
2. Mengidentifikasi happiness pada remaja di pondok pesantren Daarul Falah Junrejo Kota Batu.
3. Menganalisis hubungan subjective well being dengan happiness pada remaja di pondok pesantren Daarul Falah Junrejo Kota Batu.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoristis
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan informasi mengenai Hubungan Subjective Well Being Dengan Happiness Pada Remaja di Pondok Pesantren Daarul Falah Junrejo Kota Batu.
1.4.2 Manfaat Praktis 1. Remaja
Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan subjective well being dengan happiness pada remaja yang tinggal di Pondok Pesantren Daarul Falah Junrejo Kota Batu.
2. Pondok pesantren
Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi, secara tertulis ataupun tidak, tentang sudut pandang yang negatif dan positif subjective well being dengan happiness pada remaja yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kesadaran santri terhadap lingkungan tempat tinggalnya.
3. Institusi
Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang harapannya dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada Remaja dipondok Pesantren untuk mengembangkan pengetahuan yang terkait dengan Subjective Well Being dengan Happiness pada remaja di Pondok Pesantren Daarul Falah Junrejo Kota Batu.
4. Pengasuh
Hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi pemikiran bagi Pengasuh Pondok Pesantren yang menjadi orang tua pengasuh bagi anak-anak di Pondok Pesantren Daarul Falah Junrejo Kota Batu, dalam mengembangkan pengetahuan terkait dengan masalah yang terdapat pada remaja santri pondok yang ada kaitan dengan subjective will being dengan happiness di Pondok Pesantren Daarul Falah Junrejo Kota Batu.
5. Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti penelitian yang sejenis ini, diharapkan dapat memberikan dan memperkaya kerangka pemikiran bagi penelitian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2016. Pengaruh Hukuman terhadap Penanggulangan Kenakalan Remaja (Studi Kasus Pandangan Santri tentang Pengaruh Hukuman terhadap Penanggulangan Kenakalan Remaja Di Pondok Pesantren Darussalam). Jurnal pendidikan, komunikasi, dan pemikiran hukum islam. Vol. 6 No. 2 Hal. 95-109
Alimul Hidayat A.A., (2012). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif, Jakarta: Heath Books
Anggraeni, Rahmawati Dwi. 2011. Hubungan Antara Religiusitas Dan Stres Dengan Psychological Well Being Pada Remaja Pondok Pesantren Urnal Psikologi. teori & terapan, vol. 2, no.1. https://journal.unesa.ac.id/index.php/jptt/article/view/1853 Diakses 20 September 2019 pukul 18.00 WIB
Arieanti, S. N. (2011). Subjective well-being pada penderita epilepsi. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Malang.
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Bungin, Burhan. 2010.Metode Penelitian Kualitatif. Rajawali Pers. Jakarta
Carr, W (2004). Positive Psychology: The Science of Happiness and Human Strengths. Journal of Philosophy of Education. Volume 38, Issue 1, p:55–73 Compton, W. C. (2005). An Introduction to Positive Psychology. California:
Thomson Wadsworth.
Compton, W. C., Hoffman, E. (2013). Positive Psychology: The Science of
Happiness and
Flourishing. 2nd Edition. Belmont, CA: Cengage Learning.
Cruse, D., and Jordan, L., 2011, HTML 5 Multimedia Development Cookbook, 1st ed., PACKT Publishing, Birmingham
Dewi, Sofia Rhosma. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Penerbit Deepublish
Diener & Chan. (2011). Happy People Live Longer: Subjective Well-Being Contributes to Health and Longevity. Journal of Applied Psychology: Health and Well Being, 3 (1), 1-43. doi:10.1111/j.1758- 0854.2010.01045.x
Diener, E. 2009. The Science of Well-Being The Collected Works of Ed Diener. USA: Springer
Eid, M. & Larsen R.J. 2008. The Science of Subjective Well-Being. London: The Guilford Perss
Eva Meizara Puspita Dewi. 2014 .konsep kebahagiaan pada remaja yang tinggal di jalanan, panti asuhan dan pesantren. Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 7 No. 1. https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/INTUISI/article/view/11912. Diakses tanggal 21 september 2019 pukul 10.00 WIB
Fadhilla. 2016. Hubungan Antara Psychological Well-Being Dan Happiness Pada Remaja
Di Pondok Pesantren. Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 9. No. 1.
https://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/view/1545. Diakses tanggal 22 september 15.30 WIB
Hafiza, Sarah dan Marty Mawarpury. (2018). Pemaknaan Kebahagiaan oleh Remaja Broken Home. Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 5, Nomor 1 https://www.researchgate.net/publication/326206318_Pemaknaan_Kebahagia an_oleh_Remaja_Broken_Home. Diakses 5 Januari 2019 Pukul 19.00
Hickin S, Renshaw J, Williams R (2013). Respiratory System, Edisi 4. Mosby: Elsevier, pp: 185-187
Hidayat, A.A..(2014). Metode penelitian keperawatan dan teknis analisis data. Jakarta : Salemba Medika
Indriana, Y. (2012). Gerontologi Dan Progeria.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Juita R. dan Harmaini . 2017. Perilaku Lesbian Santri Pondok Pesantren. Jurnal
Psikologi Islami Vol. 3 No. 1.
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/psikis/article/view/1219. Diakses tanggal 21 September 2019 pukul 11.00 WIB
Kemenag RI (2012). Analisis Data Pendidikan Islam Tahun 2011/2012. Jakarta.
Kementerian Agama.
RIhttp://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=analisis2011. Diakses pada tanggal 20 September 2019 pukul 10.00 WIB
Kusmiran, E. (2011). Kesehatan reproduksi remaja dan wanita. Jakarta: Salemba Medika
Linley, P.A & Joseph S. 2004. Positive Psychology in Practice. New Jersey: John Wiley & Sons. Inc
Lopez, S. J & Synder, C.R. 2007. Positive Psychological Assessment A Handbook of Model and Measures: The Measurement and Utility of Adult Subjective Well-Being. Washington, DC, US: American Psychological Assosiation Lyubomirsky Sonja. 2019. Subjective Happiness Scale.
https://ppc.sas.upenn.edu./resources/queslinetionnaires Diakses 17 November 2019 pukul 13.44 WIB
Mardliyah, Durotul. 2010. Kebahagiaan Pada Pemimpin Perempuan. Skripsi. Fakultas Psikologi Malang. UIN Malang
Myers, D. G. (2012). Psikologi Sosial.Edisi 10. Jilid 2.Jakarta: Salemba Humanika
Notoatmodjo,S. (2012) Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis :
Jakarta : Salemba Medika
Pracasta Samya Dewi dan Muhana Sofiati Utami. 2011. Subjective Well‐Being Anak Dari Orang Tua Yang Bercerai. Jurnal Psikologi Volume 35, NO. 2. https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7952. Diakses tanggal 20 September 2019 pukul 19.00 WIB
Putro, K. Z. (2017). Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa Remaja. APLIKASIA: Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama, Vol. 17, No. 1, http://ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/aplikasia/article/view/1362. Diakses tanggal 23 September 2019 pukul 08.00 WIB
Rahma, F. A., & Reza, M. (2013). Hubungan Antara Pembentukan Identitas Diri Dengan Perilaku Konsumtif Pembelian Merchandise Pada Remaja, Vol 1 No 3, 1-6
Ryff. C. & Keyes. C. 2005. The Ryff Scales of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology. Vol 69. No. 4. https://centerofinquiry.org/uncategorized/ryff-scales-of-psychological-well-being/. Diakses tanggal 23 September pukul 09.00 WIB
Santoso, Slamet.(2009). Dinamika Kelompok, Edisi Revisi cetakan ke III. Jakarta : Bumi Aksara
Santrock, John W. (2011). Perkembangan Anak Edisi 7 Jilid 2. (Terjemahan: Sarah Genis B) Jakarta: Erlangga.
Sarwono SW (2013). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers
Seligman, M. E. P. (2010). Positive health. Applied psychology: an international review, 15 (1), 3-18
Seligman, M.E.P (2005). Positive Psychology Progress: Empirical Validation of Interventions. Psychological Science, 7, 186-189.
Soetjiningsih. 2010.Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta :SagungSeto
Sofyan S. Willis. (2005). Remaja dan Masalahnya Mengupas Berbagai bentuk Kenakalan Remaja seperti Narkoba, Freesex dan Pemecahannya. Bandung : CV Alfabeta
Stanford. 2010. The Psychology of Happiness.Upper Saddle River, NJ: Pearson Education International
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Utami, B.S & Budiman, A. (2014). Hubungan antara self esteem dengan subjective well being pada model wanita bandung. Prosiding Psikologi. Unisba (Sosial dan Humaniora)
Wahidin. 2017. Spiritualitas Dan Happiness Pada Remaja Akhir Serta
Implikasinya Dalam Layanan Bimbingan Dan Konseling. Journal of innovative counseling : theory, practice & research vol.1, no.1. https://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling/article/view/26/ 10. Diakses tanggal 22 September 2019 pukul 15.00 WIB
Willis, Sofyan S. 2014. Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta Yudrik, Jahja. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta. Kencana