• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

6

A. Konsep Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu penglihatan, indera pendengaran, indera penciuman, indera perasa dan indera peraba. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang ( overt behavior). Berdasarkan pengalaman dan penelitian diperoleh bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan ( Maulana, 2009).

2. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan domain di atas. Pengukuran pengetahuan dimaksud untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan disajikan dalam persentase kemudian ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitatif, yaitu baik (76-100%, cukup (60%-75%), kurang (<60%) ( Notoadmojo, 2012).

3. Faktor-Faktor Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatdmojo(2007) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan

(2)

tinggi maka seseorang akan cenderung untukmendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.

Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.

b. Mass media / informasi.

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

(3)

c. Sosial budaya dan ekonomi.

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

d. Lingkungan.

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. e. Pengalaman.

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. f. Usia.

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya

(4)

upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.

Ada dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup : Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.

4. Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan ( Notoadmojo, 2012)

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan.

b. Memahami (comprhension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek tertentu harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

(5)

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan dan sebagainya.

f. Evaluasi (evaliation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya dapat membandingkan, dapat menafsirkan dan lain sebagainya.

B. Konsep Tindakan Mencegah Luka Kaki Pada Diabetes Mellitus 1. Pengertian Tindakan

Tindakan adalah wujud dari sikap yang nyata. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata (Notoadmojo, 2010). Bagi penderita diabetes melitus ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang paling menakutkan karena dapat menyebabkan luka ditungkai

(6)

dan kaki sukar sembuh, lama-lama luka menjadi borok, kematian jaringan menjalar terus menerus sampai ke lutut dan dapat menjadi sebab dilakukannnya amputasi sehingga tindakan mencegah luka kaki sangat diperlukan bagi penderita diabetes melitus (Atun, 2010). Upaya pencegahan meliputi upaya pada penderita diabetes yang belum terkena ulkus diabetikum. Setiap hari kaki harus diperiksa dengan seksama minimal satu kali.Ini sangat penting untuk menemukan luka secara dini atau perubahan warna kulit seperti kemerahan yang disebabkan oleh sepatu yang sempit.

Tindakan mencegah luka kaki diperlukan adanya keterlibatan berbagai pihak terutama dari pasien dan keluarga. Hal-hal yang dapat mencegah dan mengendalikan luka kaki yaitu : Mengontrol kadar gula darah, Memperbaiki aliran darah ke kaki, Hindari merokok, Olahraga yang teratur termasuk senam kaki untuk menjaga berat badan dan fungsi dari insulin dalam tubuh, Edukasi perawatan kaki pada pasien dan keluarga yang meliputi kebersihan kaki, perawatan kuku, pemilihan alas kaki, pencegahan dan pengelolaan cedera awal pada kaki (Soegondo, 2008).

2. Tingkatan Tindakan

Menurut Notoadmojo (2011), tingkatan tindakan terdiri dari : a. Persepsi (Peception)

Tindakan tingkat pertama adalah persepsi yaitu mengenal dan memilih berbagai objek atau sehubungan dengan tindakan yang diambil.

b. Respon Terpimpin (Gided Response)

Indikator tindakan tingkat kedua adalah respon terpimpin yaitu seseorang dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesusai dengan contoh.

c. Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Tindakan atau keterampilan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

(7)

3. Perilaku Perawatan Kaki

Perilaku perawatan kaki adalah upaya pencegahan luka kaki pada pasien diabetes mellitus yang terdiri dari deteksi kelainan kaki diabetes, perawatan kaki dan kuku serta latihan kaki. Perawatan kaki dapat dilakukan oleh pasien dan keluarga secara mandiri dimana tenaga kesehatan dalam hal ini perawat wajib memberikan edukasi bagi pasien dan keluarga dengan diabetes mellitus untuk melakukan perawatan kaki secara mandiri.

Di bawah ini beberapa komponen dari perawatan kaki yang dianjurkan bagi penderita diabetes (Monalisa,Gultom,2009):

a. Mencuci dan mengeringkan kaki harian

Penderita diabetes dianjurkan untuk mencuci kakinya menggunakan sabun lembut dan air hangat. Setelah dicuci, dilanjutkan dengan mengeringkan kaki dengan handuk lembut, dilanjutkan dengan memberikan lotion. Lotion tidak dianjurkan diberikan di sela-sela jari. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kondisi kaki tetap kering, bersih, dan lembut.

b. Memeriksa kondisi kaki setiap hari

Kondisi kaki penderita diabetes harus diperiksa dari tanda-tanda yang beresiko meningkatkan kejadian/ awal dari ulkus diabetikum. Penderita diabetes diajarkan agar mampu melihat dan mengenali kondisi punggung dan telapak kaki dari tanda-tanda: kaki kering dan pecah-pecah, lepuh, luka, kemerahan, teraba hangat dan bengkak saat diraba. Adanya bentuk kuku yang tumbuh ke arah dalam (ingrown toendils), kapalan dan kalus juga harus diwaspadai. Jika terdapat tanda-tanda tersebut, diabetisi dianjurkan segera ke tenaga kesehatan khusus untuk mendapat perawatan kaki lebih awal.

c. Merawat kuku

Cara memotong kuku juga harus mendapat perhatian dari penderita diabetes. Hal ini diharapkan mampu mencegah terjadinya infeksi di kaki. Memotong kuku dianjurkan dilakukan setelah mandi, saat kondisi kuku masih lembut. Kuku harus dipotong menggunakan alat pemotong

(8)

kuku,dipotong secara mendatar, dan tidak boleh memotong sudut-sudut pada kuku. Hindarkan terjadi luka pada jaringan sekitar kuku.

d. Melindungi kaki dengan sepatu dan kaos kaki

Penderita diabetes tidak diperbolehkan bertelanjang kaki saat bepergian. Sepatu yang dianjurkan adalah sepatu tanpa “hak” tinggi, sepatu yang menampakkan jari-jari dan tumit. Saat membeli sepatu baru, harus mencoba terlebih dahulu dengan menggunakan kaos kaki yang biasa dipakai, dan pemakaian sepatu harus dilakukan secara bertahap. Sepatu baru disarankan tidak dipakai secara terus menerus sampai lebih dari satu jam. Hal ini untuk melihat apakah sepatu tersebut nyaman dan sesuai dengan kaki diabetes. Penggunaan kaos kaki dianjurkan yang tidak ketat, dan dari bahan yang mampu menyerap keringat dengan baik (katun atau wool). Penggunaan alas kaki tepat dengan cara :

1) Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir 2) Memakai sepatu yang sesuai dan nyaman dipakai 3) Ukuran : sepatu lebih dalam

4) Panjang sepatu setengah inchi lebih panjang dari jari-jari kaki terpanjang saat berdiri (sesuai cetakan kaki)

5) Sebelum memakai sepatu memeriksa terlebih dahulu kalau ada batu dan lain-lain karena dapat menyebabkan iritasi/ gangguan dan luka terhadap kulit.

6) Memakai kaos kaki yang bersih dan mengganti setiap hari

C. Konsep TingkatanResiko Ulkus Diabetikum

Komplikasi DM kronik secara prinsip dapat dicegah dan dikurangi dengan memantau dan mengendalikan kadar glukosa darah, tekanan darah, dan kadar lipid darah. Beberapa faktor resiko yang bisa menyebabkan terjadinya ulkus diabetikum antara lain: menderita diabetes >10tahun, terdapat neuropati perifer, struktur kaki yang abnormal (kelainan bentuk tulang, kalus, penebalan kuku), perokok, riwayat ulkus atau amputasi, dan juga pengendalian glukosa darah yang kurang baik. Kalus

(9)

tebal juga sering menjadi pencetus atau menutupi terjadinya ulkus (National Diabetes Fact Sheet, 2011).

Resiko yang dapat menyebabkan timbulnya ulkus pada kaki diabetik, merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk upaya pencegahan. Salah satu faktor resiko yang sangat berperan adalah lama menyandang diabetes melitus, yang juga berperan atas timbulnya berbagai komplikasi kronis seperti : mata, jantung, ginjal, saluran pencernaan, organ genital dan lain-lain.

1. Neuropati perifer

Pasien yang mengalami neuropati perifer tidak mengetahui trauma dan cedera yang dialaminya. Neuropati mengganggu biomekanika kaki, yang menyebabkan peningkatan gesekan dan tekanan. Hal ini mengakibatkan resiko injuri dan komplikasi menjadi meningkat. Penderita diabetes yang mengalami neuropati tidak mampu mendeteksi benda asing yang terdapat di sepatu dan tidak dapat merasakan ketidaknyamanan akibat dari sepatu yang tidak sesuai di kakinya. Trauma yang tidak terdeteksi ini sering menjadi trauma yang tidak tertangani dan tidak bisa sembuh dan potensial mengalami konsekuensi amputasi ekstremitas bawah.

Neuropati perifer juga berkontribusi dalam membentuk deformitas kaki dan perubahan pada kulit kaki. Neuropati yang terjadi pada penderita diabetes meliputi neuropati pada sensorik, motorik dan autonom.Sensori neuropati merupakan hilangnya sensasi terhadap perlindungan, dimana penderita diabetes tidak bisa merasakan hilangnya sensasi pada saat adanya injuri pada kakinya. Motorik neuropati menyebabkan menurunya kemampuan otot-otot kaki, ketidakseimbangan otot, deformitas kaki seperti claw toes, charcot foot, dan juga terbatasnya pergerakan sendi.

(10)

2. Deformitas kaki

Kelainan mekanik sangat berperan terhadap terjadinya ulkus. Perlukaan akan mudah terjadi pada kaki yang sudah mengalami kelainan bentuk, seperti tulang yang menonjol, jari yang bengkok, tekanan atau beban yang tertumpu pada kaki disertai oleh adanya gesekan yang berlangsung terus-menerus sepanjang hidup akan menyebabkan kerusakan jaringan (Em Yunir, 2007).

Deformitas kaki disebabkan dari meningkatnya tekanan kaki dan jika dikombinasikan dengan adanya neuropati akan meningkatkan resiko komplikasi pada kaki. Deformitas kaki bisa didapat secara kongenital atau bisa berkembang akibat alas kaki yang kurang sesuai.

Gambar 2.1 Deformitas Kaki

3. Lama DM ≥ 10 tahun

Penelitian di USA oleh Boyko pada 749 penderita Diabetes melitus dengan hasil bahwa lama menderita DM ≥ 10 tahun merupakan faktor resiko terjadinya ulkus diabetikum. Ulkus diabetikum terutama terjadi pada penderita DM yang telah menderita 10 tahun atau lebih apabila kadar glukosa darah tidak terkendali karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami

(11)

makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki.

4. Kebiasaan Merokok

Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh WHO pada penderita diabetes yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai resiko 3x untuk menjadi ulkus diabetikum dibandingkan dengan penderita DM yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklrosis berakibat insufisensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplite, dan tibialis juga akan menurun.

5. Riwayat Ulkus dan amputasi

Riwayat ulkus dan amputasi di masa lalu merupakan faktor resiko yang sangat signifikan dalam pembentukan ulkus selanjutnya. Hal ini sebagai representasi adanya proses penyakit pada ekstremitas bawah. Penderita diabetes dengan riwayat ulkus dan amputasi bisa diklasifikasikan sebagai kelompok resiko tinggi yang memerlukan penanganan oleh perawat dan tim kesehatan lainnya.

Ulkus diabetikum yang tidak mendapatkan perawatan yang tepat dari tenaga kesehatan akan berakhir dengan amputasi. Lebih dari 24% penderita diabetis dengan ulkus diabetikum akan mengalami amputasi pada seluruh atau sebagian kakinya yang diakibatkan ulkus yang tidak bisa sembuh (Rudi, 2006).

(12)

6. Gangguan Pembuluh Darah

Penyempitan pembuluh darah sering dijumpai pada penderita DM. Hal ini disebabkan proses pengerasan pada dinding pembuluh darah, penyempitan lumen pembuluh darah ataupun sumbatan pembuluh darah yang semuanya akan menimbulkan gangguan aliran darah.

Gejala-gejala gangguan aliran darah yang serius dijumpai antara lain: nyeri saat beristirahat terutama pada malam hari, ujung-ujung jari yang menghitam, luka yang tidak sembuh-sembuh. Sedangkan tanda-tanda yang terlihat adalah :

a. Kaki yang pucat saat diangkat ke atas b. Luka pada kaki atau jari-jari

c. Kulit kering dan bersisik d. Otot kaki yang mengecil

e. Bulu-bulu rambut yang menipis (Em Yunir, 2007)

7. Penyakit vaskular perifer

Penyakit vaskular perifer bukan penyebab langsung ulkus diabetikum, namun sebagai faktor yang berkontribusi dalam menghambat penyembuhan ulkus kaki diabetes.Cara mengetahui penyakit arteri perifer secara klinis sangat mudah dilakukan dengan melakukan palpasi pada denyut arteri yang terdapat pada kaki.Tidak terabanya denyut arteri kaki mengindikasikan penyakit vaskular perifer.

Pemeriksaan fisik : Periksa suhu kulit dengan menggunakan punggung tangan sepanjang kaki turun hingga telapak kaki, kulit seharusnya hangat dan samaa suhunya pada kedua kaki (bilateral). Gunakan jari-jari, palpasi denyut pada kedua kaki di asteri dorsalis.

(13)

8. Klasifikasi Resiko

Pada tabel dibawah ini ditampilkan ringkasan dari beberapa rekomendasi organisasi-organisasi profesional dalam skrining dan pencegahan ulkus diabetikum (Ariyanti, 2012).

Tabel 2.1

Tabel Ringkasan rekomendasi dalam kategori tingkatan resiko ulkus diabetikum Organisasi Kategori tingkatan

resiko Deskripsi kategori Rekomendasiintervensi

International

Working Group on the Diabetic Foot

0 Tidak ada neuropati sensori Pemeriksaan kaki setiap tahun

1 Hanya terdapat neuropati

sensori Pemeriksaan setiap 6 bulan kaki 2 Neuropati sensori dengan:

penyakit vaskular perifer dan atau deformitas kaki

Pemeriksaan kaki setiap 3 bulan

3 Terdapat ulkus kaki Pemeriksaan kaki

setiap 1-3 bulan

American Diabetes

Assoction Resiko rendah Tidak ada faktor resikoulkus kaki diabetes Resiko tinggi Neuropati perifer, gangguan biomekanik, deformitas tulang, penyakit vaskuler perifer, riwayat ulkus, kondisi kuku patologi

Evaluasi lebih sering, edukasi pasien dan keluarga

US Veterans Health

agency and

Departement of Defense

Resiko tinggi Penyakit vaskular perifer, deformitas kaki, riwayat ulkus kaki atau amputasi

Rujuk ke spesialis perawatan kaki

Diabetes Care Program of Nova Scotia

Low risk Tidak ditemukan tanda dan

gejala apapun Pemeriksaan kaki satukali dalam setahun Moderate risk Jika terdapat salah satu atau

kombinasi dari: deformitas, gangguan vaskular

Pemeriksaan kaki 4-6 bulan

High risk Jika terdapat salah satu dari luka, riwayat ulkus, dan amputasi

Pemeriksaan kaki setiap 1-4 bulan Collaborative Group

from the United Kingdom

Low risk Sensasi normal dan denyut

nadi dapat teraba Edukasi kaki perawatan At risk Neuropati, tidak terabanya

nadi atau terdapat faktor resiko lain

Pemeriksaan kaki setiap 3-6 bulan dan meningkatkan edukasi High risk Terdapat faktor resiko

ditambah deformitas, perubahan kulit atau ulkus

(14)

Dari berbagai rekomendasi berbagai tingkatan resiko ulkus diabetikum, peneliti menggunakan format klasifikasi American Diabetes Assoctiondan Diabetes Care Program of Nova Scotiayang memiliki klasifikasi dengan resiko rendah, resiko sedang dan resiko tinggi.

D. Hubungan Pengetahuan dan Tindakan Mencegah Luka Kaki dengan Tingkatan Resiko Ulkus Diabetikum Pada Penderita Diabetes Melitus

Diabetes Melitus adalah sindrom hiperglikemia kronik akibat kekurangan insulin relatif, resisteni atau keduanya. Kondisi hiperglikemia yang terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama (kronik) dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat pada gangguan kaki diabetes sampai terjadinya ulkus diabetikum bahkan kemungkinan terjaidnya amputasi pada tungkai kaki. Kondisi penderita diabetes dengan hiperglikemia yang tidak terkontrol dengan baik akan menyebabkan sirkulasi ke ekstremitas bawah menjadi buruk atau biasa disebut penyakit arteri perifer.

Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjaidnya ulkus diabetikum adalah menderita diabetes >10tahun, terdapat neuropati perifer, struktur kaki yang abnormal (kelainan bentuk tulang, kalus, penebalan kuku), perokok, riwayat ulkus atau amputasi, dan juga pengendalian glukosa darah yang kurang baik. Mengenal faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya ulkus diabetikum merupakan salah satu faktor resiko yang sangat berperan penting untuk upaya pencegahan.

Menurut penelitian Jinadasa dan Jeewantha (2011) tentang pengetahuan dan praktek perawatan kaki pada klien dengan ulkus diabetes kronis dengan sampel 110 didapatkan hasil yang signifikan antara pengetahuan perawatan kaki dan praktek perawatan kaki.Ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang cukup pada penyakit kaki diabetik, namun praktek pencegahan perawatan kaki masih rendah.

(15)

Pencegahan agar ulkus diabetikum tidak terjadi sebenarnya sangat sederhana tetapi sering terabaikan. Kunci yang paling penting adalah mencegah terjadinya luka pada kaki. Caranya yaitu menghindarkan kaki dari benda-benda tajam yang dapat menyebabkan luka dengan menggunakan sandal atau sepatu baik didalam maupun diluar rumah dan memeriksa kaki secara rutin. Tindakan mencegah luka kaki terhadap resiko terjadinya ulkus diabetikum tergantung dari pengetahuan penderita diabetes melitus mengenali penyakitnya. Pengetahuan seseorang erat kaitannya dengan prilaku yang akan diambilnya karena dengan pengetahuan tersebut penderita memiliki alasan dan landasan untuk menentukan suatu pilihan (Notoadmojo. 2010). Pentingnya penderita diabetes melitus mengetahui cara mencegah resiko ulkus diabetikum yakni pertama guna mencegah munculnya luka kaki. Penderita diabetes harus rajin merawat dan memeriksakan kaki guna menghindari terjadinya luka kaki terhadap resiko ulkus diabetikum. Peningkatan pengetahuan penderita mengenai cara mencegah luka kaki terhadap resiko ulkus diabetikum juga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes sehingga penderita dapat menikmati hidup seperti orang normal pada umumnya yang tidak menderita diabetes melitus.

E. Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan studi pendahluan maka kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut :

Skema 2.1

Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independent Variabel Dependent

: Variabel yang ditelit : Alur penelitian Pengetahuan mencegah

luka kaki

Tindakan mencegah luka kaki

Tingkatan Resiko Ulkus Diabetikum

(16)

F. Hipotesa

Ha : Ada hubungan pengetahuan dan tindakan mencegah luka kaki terhadap tingkatan resiko ulkus diabetikum

Gambar

Gambar 2.1 Deformitas Kaki

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana data kasus kekerasan terhadap anak yang telah diuraikan dalam sub bab sebelumnya, di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara terdapat beberapa jenis

Kepentingan non pengendali mencerminkan bagian atas laba atau rugi dan aset neto dari entitas anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung maupun tidak langsung

Adapun beberapa saran yang dapat penulis berikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Penggunakan media busur derajat dapat digunakan

Data kecepatan angin pada 2 Juli 2017 Data yang ditampilkan pada gambar 13 memberikan penjelasan berupa adanya penurunan tingkat kecepatan angin pada pukul 10:00 WITA

Uji t dalam penelitian ini digunakan ntuk mengetahui pengaruh variabel independen (motivasi kerja dan kompensasi) secara parsial atau masing- masing terhadap

dilakukan dengan teladan, tidak cukup hanya dengan materi, sebab itulah konsentrasinya harus pada pendidik. Karena untuk menciptakan anak-anak yang berkarakter tidak cukup hanya

Berdasarkan hasil observasi, hasil evaluasi dan hasil ulangan harian siswa tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa siswa masih belum memahami dengan baik materi bilangan berpangkat,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa rancangan modul pembelajaran matakuliah Anatomi Tumbuhan berbasis riset menurut penilaian ahli, dan