• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumple Leed

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rumple Leed"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KETERAMPILAN KLINIS

PERCOBAAN PEMBENDUNGAN (TEST RUMPEL LEEDE)

I. PENDAHULUAN

Test Rumpel leede bermaksud untuk menguji ketahanan kapiler darah dengan cara mengenakan pembendungan kepada vena-vena sehingga darah menekan dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak oleh pembendungan itu, darah dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan merembes kedalam jaringan sekitarnya sehingga tampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit; bercak itu disebut Petechiae.

PERCOBAAN PEMBENDUNGAN (TORNIQUET TEST/ RUMPEL LEEDE) Alat : Sfigmomanometer

Cara:

1. Pasanglah ikatan sfigmomanometer pada lengan atas dan pompalah sampai tekanan 100 mm Hg (jika tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg, pompalah sampai tekanan ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik).

2. Pertahankan tekanan itu selama 5 menit

3. Lepaskan ikatan dan tunggulah sampai tanda-tanda statis darah menghilang. Statis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang telah dibendung tadi mendapat lagi warna kulit seperti lengan yang tidak dibendung.

4. Carilah adanya petechiae dan hitunglah banyaknya petechiae yang timbul pada seluas 1 inci persegi (2,5 x 2,5 cm) kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti.

Penilaian

Pandangan mengenai apa yang boleh dianggap normal sering berbeda-beda. Dinyatakan positif jika ada 10 atau lebih petechiae pada seluas 1 inci persegi

(2,5 x 2,5 cm) maka test biasanya baru dianggap abnormal; Dikatakan juga : test itu positif seandainya dalam lingkaran itu tidak ada petechiae, tetapi lebih jauh distal ada, percobaan ini (yang sering dinamakan test Rumpel Leede) positif juga.

II.TUJUAN KEGIATAN II.1.TUJUAN UMUM

Melatih mahasiswa melakukan test rumpel leede untuk berbagai kepentingan klinis

II.2.TUJUAN KHUSUS

1. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat-alat yang diperlukan untuk test Rumpel Leede. 2. Mahasiswa mampu melakukan test Rumpel Leede secara mandiri

3. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan.

III. RUJUKAN

1. John Bernard Henry, M.D, Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods, W.B Saunders Company; 2001

2. Dacie and Lewis, Practical Haematology, Churchill Livingstone ; 2001

IV. PERALATAN DAN BAHAN o Sfigmomanometer o Stetoskop o Stop Watch

(2)

V. TEKNIK PELAKSANAAN

PERCOBAAN PEMBENDUNGAN (TORNIQUET TEST / RUMPEL LEEDE)

1. Pasang tensimeter pada lengan atas kanan dengan tekanan 100 mm Hg (jika tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg, pompalah sampai tekanan ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik).

2. Pertahankan tekanan itu selama 5 menit

3. Turunkan tekanan sampai tanda-tanda statis darah menghilang lalu lepaskan manset. Statis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang telah dibendung tadi kembali berwarna seperti lengan yang tidak dibendung.

4. Carilah adanya petechiae pada kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti dan hitunglah banyaknya petechiae yang timbul pada seluas 1 inci persegi (2,5 x 2,5 cm)

Catatan Penilaian :

Pandangan mengenai apa yang boleh dianggap normal sering berbeda-beda. Hasil disebut positif jika ada 10 atau lebih petechiae pada 1 inci persegi (2,5 x 2,5 cm).

Dikatakan juga test positif seandainya tidak ditemukan petechiae di daerah yang ditentukan, tetapi dijumpai di distal.

VI. LEMBAR PENGAMATAN

LANGKAH/TUGAS

PENGAMATAN

Ya Tidak

I. PERCOBAAN PEMBENDUNGAN (TEST RUMPEL LEEDE) 1. Memasang tensimeter pada lengan atas kanan dengan

tekanan 100 mm Hg (jika tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg, pompalah sampai tekanan ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik).

2. Mempertahankan tekanan itu selama 5 menit

3. Menurunkan tekanan sampai tanda-tanda statis darah menghilang lalu lepaskan manset. Statis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang telah dibendung tadi kembali berwarna seperti lengan yang tidak dibendung.

4. Mencarilah adanya petechiae pada kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti dan hitunglah banyaknya petechiae yang timbul pada seluas 1 inci persegi (2,5 x 2,5 cm) 5. Mendokumetasikan hasil pemeriksaan

a. Percobaan pembendungan (test rumpel leed b. Evaluasi hasil

Note Ya : Mahasiswa melakukan Tidak : Mahasiswa tidak melakukan

(3)

FORMULIR PEMERIKSAAN RUMPEL LEEDE ___________________________________________________________________ Nama Mahasiswa : Kelompok : Tanggal pemeriksaan : Instruktur : ___________________________________________________________________ IDENTITAS PASIEN Nama : Umur : Jenis kelamin : ______________________________________________________________

(4)

KETERAMPILAN KLINIS

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ABO SYSTEM DAN RHESUS FAKTOR I. PENDAHULUAN

Pemeriksaan golongan darah merupakan salah satu pemeriksaan yang penting yang harus dikuasai oleh seorang Dokter. Kepentingan klinis dari pemeriksaan golongan darah ini antara lain untuk tindakan transfusi darah atau tindakan pendonoran organ lainnya. Prinsip pemeriksaan golongan darah ini adalah pemeriksaan antigen eritrosit.

GOLONGAN DARAH ABO

 Pemeriksaan Antigen golongan darah ABO ditemukan oleh Karl Landsteiner (1901)  Terdiri dari 4 group mayor: A, B, AB atau O

 Setiap Individu mempunyai Antigen A atau B pada eritrosit, kombinasi A&B atau tidak mempunyai keduanya (group O).

 Golongan darah O : donor universal karena tak mempunyai antigen yg dapat dikenali oleh resipien

 Golongan darah AB : resepien universal karena tidak mempunyai antibodi di dalam serum

Yang diperiksa adalah antigen eritrosit :

Sejumlah darah dicampur dengan reagen antibodi dengan volume yang sama. Alat : Object glass, pengaduk plastik

Reagen : Anti A (warna biru). Anti B (warna kuning). Anti AB (warna jernih).

PENENTUAN GOLONGAN DARAH ABO Golongan Darah Antigen Antibodi

Antigen pada Aglutinin

Eritrosit Dalam serum

(aglutinogen) (antibodi)

A A anti B

B B anti A

O - anti A dan anti B

AB AB -

Interpretasi :

Golongan darah A : terjadi aglutinasi pada Anti A. Golongan darah B : terjadi aglutinasi pada Anti B.

Golongan darah O : tidak terjadi aglutinasi pada Anti A dan Anti B. Golongan darah AB : terjadi aglutinasi pada Anti A dan Anti B.

GOLONGAN DARAH RHESUS

Selain grup ABO pembagian golongan darah faktor Rhesus. Faktor Rhesus merupakan protein yang ada dipermukaan sel Eritrosit. Ada tidaknya faktor Rhesus menunjukkan Rhesus positif atau Rhesus negatif, contoh : Golongan darah O+ berarti golongan darah O dengan Rhesus positif. Gen Rhesus negatif bersifat resesive sedangkan Rhesus positif bersifat dominan sehingga Ibu dengan Rhesus negatif akan melahirkan bayi dengan Rhesus positif jika ayahnya Rhesus positif.

Jika ayahnya mempunyai gene Rh-positif dan Rh-negatif maka anaknya mempunyai kesempatan 50-50 Rh-positif tetapi jika mempunyai 2 gen Rh-positif semua anaknya Rh-positif Contoh: Ibu Rh-negatif mengandung bayi dengan Rh-positif. Pada tubuh ibu terjadi respon sistem imun terhadap faktor Rhesus yang merupakan protein asing sehingga terbentuk antibodi anti D terhadap Rh-positifJika Ibu mengandung bayi lagi dengan Rh-positif maka antibodi Anti-D akan bereaksi terhadap eritrosit bayi yang belum lahir dan disebut penyakit Rhesus. Komplikasi kehamilan ini disebut hydrops foetalis.

(5)

Yang diperiksa adalah faktor rhesus:

Sejumlah darah dicampur dengan reagen antibodi faktor rhesus dengan volume yang sama.

Alat : Object glass, pengaduk plastik Reagen : Anti D (warna jernih)

Cara Kerja :

1. Sampel berupa darah EDTA

2. Letakkan setetes reagen anti D di sebelah kiri pada kaca object yang bersih. 3. Teteskan darah disamping tetesan anti D tadi, kemudian dicampur.

4. Diamkan beberapa menit dan perhatikan adanya aglutinasi.

Interpretasi :

Golongan darah Rhesus positif : terjadi alutinasi pada Anti D.

Golongan darah Rhesus negatif : tidak terjadi aglutinasi pada Anti D.

II. TUJUAN

II.1.TUJUAN UMUM

Melatih mahasiswa agar mampu melakukan pemeriksaan golongan darah untuk berbagai kepentingan klinis

II.2.TUJUAN KHUSUS

Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan : 1. Pemeriksaan golongan darah system ABO 2. Pemeriksaan system rhesus faktor

3. Melakukan evaluasi dan interpretasi terhadap hasil pemeriksaan golongan darah

III. RUJUKAN

1. John Bernard Henry, M.D, Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods, W.B Saunders Company ; 2001

2. Dacie and Lewis, Practical Haematology, Churchill Livingstone; 2001

IV. PERALATAN DAN BAHAN 1. Darah EDTA

2. Object glass 3. Alat pengaduk 4. Reagensia :

Anti A, Anti B dan Anti AB Anti D

V. TEKNIK PELAKSANAAN

A. PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ABO SISTEM

1. Letakkan setetes reagen anti A dan reagen anti B serta reagen Anti AB pada kaca object yang bersih.

2. Teteskan darah EDTA pada masing-masing tetesan reagen 3. Kemudian masing-masing tetesan diaduk hingga merata 4. Diamkan beberapa menit dan perhatikan adanya aglutinasi.

B. PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS SYSTEM

1. Letakkan setetes reagen anti D di sebelah kiri pada kaca object yang bersih. 2. Teteskan darah EDTA disamping tetesan anti D,

3. Kemudian dicampur dan di aduk sampai merata.

(6)

VI. LEMBAR PENGAMATAN

LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN

Ya Tidak A. PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ABO SYSTEM

1. Meletakkan setetes reagen anti A dan reagen anti B serta reagen Anti AB pada kaca object yang bersih. 2. Meneteskan darah EDTA pada masing-masing tetesan

reagen

3. Mengaduk masing-masing tetesan hingga merata 4. Mendiamkan beberapa menit dan memperhatikan

adanya aglutinasi.

B. PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS SYSTEM 1. Meletakkan setetes reagen anti D di sebelah kiri pada

kaca object yang bersih.

2. Meneteskan darah EDTA disamping tetesan anti D 3. Mengaduk tetesan hingga merata

4. Mendiamkan beberapa menit dan memperhatikan adanya aglutinasi.

C. DOKUMENTASI

1. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan ABO system

2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan Rhesus system

3. Evaluasi hasil

Note : Ya = mahasiswa melakukan Tidak = mahasiswa tidak melakukan

FORMULIR HASIL PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH Nama Mahasiswa : Kelompok : Tanggal pemeriksaan : Instruktur : ___________________________________________________________________ IDENTITAS PASIEN Nama : Umur : Jenis kelamin : ___________________________________________________________________

Hasil pemeriksaan golongan darah : - Sistem ABO :

Hasil :

- Sistem rhesus : Hasil :

(7)

KETERAMPILAN KLINIS

PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL I. PENDAHULUAN

Tanda-tanda vital terdiri pernafasan, denyut nadi, tekanan darah dan temperatur dapat memberikan informasi utama pasien termasuk masalah medis akut maupun kronis atau keadaan penyakitnya.

Frekuensi penafasan normal pada dewasa adalah 14-20 x/menit. Pernafasan yang lambat disebut bradipnoe. Pernafasan yang cepat disebut tachipnoe.

Pemeriksaan frekuensi nafas dapat dilakukan dengan cara inspeksi ataupun auskultasi (dengan cara meletakkan stetoskop pada trakea penderita).

Tipe penafasan terbagi: 1. Torakal

2. Abdominal

3. Torako abdominal

Denyut nadi dinilai pada arteri – arteri besar seperti: arteri karotis, arteri femoralis, arteri radialis (yang terbanyak dilakukan).

Yang dinilai adalah:

- Frekuensi, nilai normal 60-100 kali permenit. Nadi yang lambat disebut bradikardi. Nadi yang cepat disebut takikardi.

- Ritme (irama), reguler atau irreguler. Jika irreguler, dapat dikonfirmasi dengan mendengar suara jantung.

- Volume, apakah volume normal atau menurun.

Alat yang digunakan sphygmomanometer (tensimeter air raksa) dan ukuran dalam mmHg.

Alat ini terdiri dari:

- manometer 0-300mmHg - cuff

- bladder ( karet pembalut yang dapat diisi udara bertekanan) - pompa

- pipa karet

Pemilihan cuff yang sesuai:

- Lebar bladder cuff harus ± 40% dari lingkar lengan atas ( ±12-14cm  ukuran rata – rata dewasa).

- Panjang bladder harus ± 80% dari lingkar lengan atas.

Ada 2 jenis termometer yaitu termometer gelas (termometer air raksa) dan termometer elektronik. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan pada oral, rektal, aksila dan membran timpani.

Satuan yang sering digunakan derajat Celcius. Suhu normal di: - oral : 35,80C – 37,30C

- rektal: lebih tinggi ± 0,4-0,50C dari pada oral - aksila : lebih rendah ± 10C dari pada oral

- membran timpani: lebih tinggi ± 0,80C dari pada oral

KLASIFIKASI TEKANAN DARAH DEWASA (>18 TAHUN) Kategori Sistole (mmHg) Diastole (mmHg) Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89 Hipertensi

Stage 1 140-159 90-99 Stage 2 ≥160 ≥100

(8)

Temperatur oral. Jika menggunakan termometer air raksa, turunkan air raksa sampai ≤ 35,00C, letakkan di bawah lidah, perintahkan penderita untuk menutup mulutnya, tunggu 3-5 menit, baca nilainya, masukkan lagi selama 1 menit, kemudian baca lagi.Jika suhu masih meningkat, ulangi pemeriksaan sampai suhu stabil.

Minuman dingin atau panas serta merokok dapat mengacaukan pengukuran temperatur oral. Pada situasi seperti tersebut, tunda pemeriksaan selama 10-15 menit.

Jika menggunakan termometer elektronik, masukkan termometer dibawah lidah, perintahkan penderita untuk menutup mulut, kemudian perhatikan hasil yang tertulis. Pengukuran yang akurat biasanya membutuhkan waktu ± 10 detik.

Temperatur oral tidak disarankan pada penderita: - kesadaran menurun

- restless

- tidak mampu untuk menutup mulut.

Temperatur rektal. Perintahkan penderita untuk berbaring miring ke satu sisi dengan sendi panggul flexi. Pilih termometer rectal yang memiliki ujung pendek, lubrikasi ujungnya, masukkan sedalam 3-4cm (1,5 inci) ke dalam rongga anus, dengan arah ke daerah umbilikus. Keluarkan setelah 3 menit, kemudian bada hasilnya.

Jika menggunakan termometer elektronik, setelah ujungnya dilubrikasi, tunggu selama 10 detik, kemudian catat hasilnya.

Temperatur axilla. Pengukurannnya membutuhkan waktu kira – kira 5 – 10 menit dan pada umumnya kurang akurat dibandingkan pengukuran ditempat lain.

Temperatur membran timpani. Pengukuran pada daerah ini makin sering digunakan, membutuhkan waktu yang singkat, aman dan dapat dipercaya jika dilakukan dengan tepat. Pastikan rongga telinga luar bersih dari cerumen. Posisikan ujung termometer pada rongga telinga sehingga sinar infra merah mengarah ke membran timpani. Tunggu selama 2-3 detik sampai hasil dari temperatur digital tersebut muncul. Metode ini mengukur suhu inti tubuh (core body temperature), dimana suhunya sedikit lebih tinggi dari suhu normal oral.

II. TUJUAN KEGIATAN II.1.TUJUAN UMUM

Setelah selesai latihan ini mahasiswa mampu meningkatkan keterampilan dalam pemeriksaan tanda vital dengan teknik yang benar pada penderita.

II.2.TUJUAN KHUSUS

Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tanda vital: 1. Penghitungan frekuensi pernafasan dengan cara yang benar 2. Penghitungan frekuensi denyut nadi dengan cara yang benar 3. Pengukuran tekanan darah dengan cara yang benar

4. Pengukuran suhu tubuh dengan cara yang benar

III. RUJUKAN

1. Bickley LS, Szilagyi PG. Guide to Physical Examination and History Taking. 9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins ; 2007

2. Kasper et al, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. New York : McGraw Hill ; 2005

IV. PERALAT DAN BAHAN

- Tensimeter air raksa (sphygmomanometer) - Stetoskop

- Termometer air raksa

- Stop watch / jam tangan dengan hitungan detik - Kapas dan alkohol 70%

(9)

V. TEKNIK PELAKSANAAN

V.A Cara melakukan pemeriksaan Suhu Tubuh di Aksila 1. Mempersilahkan pasien duduk

2. Bersihkan ujung termometer dengan alkohol 70%.

3. Turunkan permukaan air raksa pada termometer hingga mencapai ≤ 35,00C dengan cara mengibaskannya ke bawah.

4. Keringkan daerah aksila kiri dengan kain kasa bersih.

5. Posisikan ujung termometer air raksa yang dilapisi besi pada fossa aksila dan biarkan selama 3-5 menit.

6. Cabut dan lihat dimana posisi air raksa pada termometer

V. B Cara pemeriksaan frekuensi dan tipe pernafasan : 1. Penderita dalam posisi duduk.

2. Usahakan agar penderita tidak mengetahui bahwa pemeriksa akan menghitung frekuensi nafasnya. Cara mengalihkan perhatiannya adalah dengan berpura – pura menghitung nadi penderita.

3. Pemeriksaan frekuensi pernafasan ini dilakukan dengan cara inspeksi. 4. Frekuensi nafas dihitung selama 1 menit.

5. Pada saat menghitung frekuensi pernafasan, pemeriksa juga harus memperhatikan tipe pernafasan penderita.

V. C Cara melakukan pemeriksaan Denyut Nadi :

1. Pasien dalam keadaan duduk dan pemeriksa berada di sebelah kanan.

2. Raba arteri radialis kanan penderita dengan ujung – ujung jari kedua dan ketiga tangan kanan pemeriksa dan cari tempat pulsasi yang maksimal

3. Hitung frekuensi nadi selama 1 menit, selama melakukan penghitungan, perhatikan juga apakah ritme nya teratur atau tidak, serta volumenya normal atau menurun.

V.D Cara melakukan pemeriksaan Tekanan darah Persiapan sebelum pengukuran tekanan darah :

1. Idealnya, beritahukan penderita untuk tidak merokok atau meminum minuman yang mengandung kafein ± 30 menit sebelum pengukuran dilakukan.

2. Pastikan kamar periksa tenang dan nyaman.

3. Perintahkan penderita untuk duduk (istirahat) selama 5 menit di kursi. Lengan diletakkan sejajar dengan jantung.

4. Pastikan lengan yang akan diperiksa tidak ditutupi oleh pakaian. Pastikan juga tidak ada fistula arteri-vena untuk dialisa, skar (bekas luka) pemotongan arteri brakial, tanda – tanda limfedema.

5. Palpasi arteri brakial untuk memastikan pulsasinya baik.

6. Posisikan lengan sehingga arteri brakial pada fossa antekubiti berada sejajar dengan jantung

7. Jika penderita duduk, letakkan lengan pada meja yang lebih tinggi sedikit dari pinggang penderita. Jika berdiri, untuk mempertahankan posisi lengan setinggi pertengahan dada penderita.

Langkah – langkah untuk mengukur tekanan darah :

1. Lilitkan bagian bladder cuff di medial lengan atas, tepat di atas arteri brakialis, bagian bawah cuff berada 2,5 cm proksimal fossaantekubiti, sejajar dengan letak jantung. Pastikan lilitan cuff tidak terlalu ketat ataupun terlalu longgar. Posisikan lengan penderita sehingga sedikit flexi pada sendi siku.

2. Sebelum memompa cuff, buka kunci sphygmometer terlebih dahulu kemudian kunci katub pompa (jangan terlalu kuat). Hadapkan sphygmomanometer ke arah pemeriksa. 3. Untuk menetapkan tingginya tekanan cuff, pertama – tama perkirakan tekanan sistole

dengan cara palpasi pada arteri radialis. Rasakan pulsasi arteri radialis dengan jari kedua dan ketiga tangan kiri, secara cepat pompa cuff hingga menggembung sampai pulsasi arteri radialis menghilang. Baca tekanan yang dihasilkan pada manometer, kemudian tambahkan 30 mmHg. Jumlah tekanan tersebut merupakan target untuk menetapkan tingginya tekanan cuff pada saat pemeriksaan, sehingga dapat mencegah ketidaknyamanan yang mungkin terjadi akibat tingginya tekanan cuff yang sebenarnya tidak diperlukan. Hal ini juga mencegah error yang kadang –kadang disebabkan oleh

(10)

auscultatory gap (merupakan silent interval yang muncul antara tekanan sistole dan diastole).

4. Kempiskan cuff dengan cepat dan sempurna, dan tunggu selama 15-30 detik.

5. Pemeriksa memasang stetoskop. Kemudian letakkan bell stetoskop di atas arteri brakial (pastikan seluruh pinggir bagian bell stetoskop tersebut menempel pada lengan, sehingga suara Korotkoff dapat didengar dengan jelas). Karena suara Korotkoff tidak begitu kuat, maka sebaiknya didengar dengan bell stetoskop.

6. Pompa cuff sampai level yang telah ditetapkan tadi, kemudian kempiskan secara perlahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per detik. Perhatikan dimana terdengar suara pertama kali dan ini merupakan tekanan sistole.

7. Lanjutkan menurunkan tekanan secara perlahan sampai suara menghilang sempurna dan ini merupakan tekanan diastole. Turunkan tekanan sampai angka 0.

8. Catat kedua tekanan tersebut. Tunggu selama 2 menit, ulangi pemeriksaan. Rata – ratakan hasil yang didapat. Jika 2 pembacaan tersebut berbeda sebesar 5 mmHg atau lebih, pemeriksaan diulang.

9. Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada kedua lengan. Normalnya, didapati perbedaan sebesar 5 mmHg, kadang – kadang bisa sampai 10 mmHg. Pemeriksaan yang berikutnya sebaiknya dilakukan pada lengan yang memiliki tekanan yang lebih tinggi.

VI. LEMBAR PENGAMATAN TANDA-TANDA VITAL

LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN

Ya Tidak

I. PERKENALAN

1. Memberikan salam, memperkenalkan diri dan mempersilahkan pasien duduk

2. Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan 3. Meminta persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan II. PEMERIKSAAN SUHU TUBUH

1. Membersihkan ujung termometer dengan alkohol 70%. 2. Menurunkan permukaan air raksa pada termometer

hingga mencapai ≤ 35,00

C dengan cara mengibaskannya ke bawah

3. Mengeringkan daerah aksila kiri dengan kain kasa bersih.

4. Memosisikan ujung termometer air raksa yang dilapisi besi pada fossa aksila dan biarkan selama 3-5 menit. 5. Menyabut dan melihat dimana posisi air raksa pada

termometer dan catat

III. PEMERIKSAAN FREKUENSI DAN TIPE

PERNAFASAN :

1. Memosisikan pasien dalam keadaan duduk.

2. Mengusahakan agar penderita tidak mengetahui bahwa pemeriksa akan menghitung frekuensi nafasnya. Cara mengalihkan perhatiannya adalah dengan berpura – pura menghitung nadi penderita

3. Memeriksa frekuensi pernafasan dengan cara inspeksi. 4. Menghitung frekuensi pernafasan dalam 1 menit dan

mengamati tipe pernafasan penderita serta mencatat.

IV. PEMERIKSAAN DENYUT NADI

1. Memosisikan pasien dalam keadaan duduk dan pemeriksa berada di sebelah kanan.

2. Meraba arteri radialis kanan penderita dengan ujung – ujung jari kedua dan ketiga tangan kanan pemeriksa dan mencari tempat pulsasi yang maksimal

3. Menghitung frekuensi nadi selama 1 menit, selama penghitungan perhatikan ritme dan volumenya serta mencatat.

(11)

V. PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH

1. Melilitkan bagian bladder cuff di medial lengan atas, tepat di atas arteri brakialis, bagian bawah cuff berada 2,5 cm proksimal fossaantekubiti, sejajar dengan letak jantung. Pastikan lilitan cuff tidak terlalu ketat ataupun terlalu longgar. Posisikan lengan penderita sehingga sedikit flexi pada sendi siku.

2. Membuka kunci sphygmomanometer terlebih dahulu sebelum memompa cuff dan mengunci katup pompa serta menghadapkan sphygmomanometer ke arah pemeriksa.

3. Memompa cuff sehingga pulsasi arteri radialis menghilang serta membaca tekanan yang tertera pada manometer.

4. Memompa cuff untuk menaikkan tekanan 30 mmHg lebih tinggi dan perhatikan.

5. Mengempiskan cuff dengan cepat dan sempurna, dan tunggu selama 15-30 detik.

6. Memasang stetoskop dan meletakkan bellnya di atas arteri brakialis.

7. Memompa cuff sampai level yang telah ditetapkan pada poin 4.

8. Mengempiskan secara perlahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per detik dan menderdengar suara pertama kali terdengar sistole.

9. Menurunkan tekanan secara perlahan sampai suara menghilang sempurna dan ini merupakan tekanan diastole serta menurunkan tekanan sampai angka 0. 10. Mencatat tekanan Sistole dan Diastole.

11. Membuka cuff, menggulung, mengunci air raksa dan menutup manometer.

12. Mendokumentasikan hasil pemeriksan pada formulir terlampir.

Note : Ya = Mahasiswa melakukan Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

(12)

FORMULIR PEMERIKSAAN TANDA VITAL _____________________________________________________________ Nama Mahasiswa : Kelompok : Tanggal pemeriksaan : Instruktur : _____________________________________________________________ IDENTITAS PASIEN Nama : Umur : Jenis kelamin : Pekerjaan : Status perkawinan : Alamat : _____________________________________________________________ Tanda Vital:

- Pernafasan : kali/ menit - Denyut nadi : kali/ menit - Tekanan darah : mmHg - Suhu tubuh : 0C

Referensi

Dokumen terkait

Melihat tingginya peningkatan penderita batu saluran kemih yang akan terjadi pada 10-25 tahun ke depan dan perlunya pengetahuan masyarakat untuk mencegah terjadinya

Melihat tingginya peningkatan penderita batu saluran kemih yang akan terjadi pada 10-25 tahun ke depan dan perlunya pengetahuan masyarakat untuk mencegah terjadinya

menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu, menjelaskan pada ibu mengenai ketidaknyamanan yang biasa terjadi pada trimester III yang terdiri dari Sering

Kavitasi akan terjadi bila tekanan statis suatu aliran zat cair turun di bawah tekanan uap jenuhnya, sehingga untuk mencegah kavitasi harus diusahakan agar tidak ada satu bagianpun

• Pencegahan Tersier mencegah kecacatan lebih lanjut dari komplikasi yang sudah terjadi, seperti: pemeriksaan pada pembuluh darah mata, pemeriksaan ginjal, tungkai, pemeriksaan otak

Untuk perencanaan yaitu tentang menentukan target cakupan imunisasi, menetapkan jumlah sasaran bayi, menetapkan jadual melibatkan lintas program dan lintas sektor, dan

Untuk mencegah ketidaknyamanan dan gangguan kesehatan konsumen maupun karyawan di Kantor Pos Pusat Kota Samarinda, maka penelitian ini dilaksanakan untuk

Bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb