• Tidak ada hasil yang ditemukan

Polimiositis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Polimiositis"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Polimiositis adalah suatu peradangan otot yang etiologinya belum diketahui, dan merupakan kelainan jaringan ikat yang jarang terjadi. Gangguan imunologi mempengaruhi derajat variasi dari polimiositis. Polimiositis ini biasanya terjadi pada dewasa dan merupakan kelainan yang didapat, walaupun mungkin ada predisposisi genetik.

Polimiositis merupakan penyakit jaringan ikat menahun yang ditandai dengan peradangan yang menimbulkan nyeri dan degenerasi dari otot-otot.

Insidens polimiositis biasanya terjadi pada dewasa (usia 40-60 tahun) atau pada anak-anak (usia 5-15 tahun). Insidens polimiositis diperkirakan 5-10 kasus / 1 juta penduduk / tahun, dengan prevalensi 6-7 kasus/100.000 penduduk. Polimiositis lebih banyak ditemukan pada wanita, dengan perbandingan pria dan wanita adalah 1:2.

Penyebab polimiositis tidak diketahui secara pasti, namun virus atau reaksi autoimun diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Kanker juga bisa memicu timbulnya penyakit ini, dimana reaksi autoimun terhadap kanker mungkin diarahkan untuk melawan bahan yang terkandung di dalam otot. Sekitar 15% penderita laki-laki berusia diatas 50 tahun, juga menderita kanker.

Gejala polimiositis pada semua umur hampir sama, tetapi biasanya pada anak-anak gejalanya timbul secara lebih mendadak. Gejalanya bisa dimulai selama atau sesudah suatu infeksi, yaitu berupa kelemahan otot (terutama otot lengan atas, panggul dan paha), nyeri otot dan sendi, kemerahan (ruam kulit), kesulitan menelan, demam, kelemahan, hingga penurunan berat badan.

Terapi untuk komponen otot dermatomiositis melibatkan penggunaan kortikosteroid, dengan atau tanpa agen imunosupresif. Penyakit kulit diobati dengan menghindari sinar matahari, tabir surya,

(2)

kortikosteroid topikal, agen antimalaria, metotreksat, mycophenolate mofetil, atau intravena (IV) imunoglobulin. Terapi fisik dan tindakan rehabilitatif diperlukan pada pasien tertentu. Langkah-langkah pelindung matahari diperlukan untuk pasien dengan penyakit kulit.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah Tindakan pada pasien dengan polimiositis? 1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan pengertian tentang polimiositis 1.3.2 Tujuan Khusus

a. Menjelaskan definisi Polimiositis b. Menjelaskan klasifikasi Polimiositis c. Menjelaskan etiologi Polimiositis d. Menjelaskan patofisiologi Polimiositis e. Menjelaskan manifestasi Klinis Polimiositis f. Menjelaskan penatalaksanaan Polimiositis g. Menjelaskan komplikasi Polimiositis

(3)

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Polimiositis adalah suatu peradangan otot yang etiologinya belum diketahui, dan merupakan kelainan jaringan ikat yang jarang terjadi. Gangguan imunologi mempengaruhi derajat variasi dari polimiositis. Polimiositis ini biasanya terjadi pada dewasa dan merupakan kelainan yang didapat, walaupun mungkin ada predisposisi genetik.

Polimiositis merupakan penyakit jaringan ikat menahun yang ditandai dengan peradangan yang menimbulkan nyeri dan degenerasi dari otot-otot. Polimiositis biasanya menyebabkan kelemahan simetris disertai atropi otot, terutama mengenai otot-otot paroksimal gelang bahu dan panggul, leher dan faring. Apabila peradangan otot disertai bercak merah disebut dermatomiositis.

Polimiositis dan dermatomiositis adalah inflamasi miopati idiopatik (IMI). Walaupun penyakit tersebut diakui dapat dibedakan dari penyakit jaringan ikat lainnya, namun sulit dibedakan dengan inflamasi otot yang menyertai penyakit autoimun.Polimiositis dan dermatomiositis jarang terjadi, insiden pertahun 5-10 kasus per sejuta. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada wanita dari pada pria pada semua kelompok umur.

2.2 Klasifikasi Polimiositis

a. Polimiositis dewasa (tanpa keterlibatan kulit)

b. Dermatomiositis dewasa (keterlibatan otot dan kulit)

c. Polimiositis atau dermatomiositis dengan penyakit keganasan

d. Polimiositis pada anak-anak

e. Polimiositis atau dermatomiositis bersama kelainan-kelainan jaringan ikat lain

(4)

2.3 Etiologi

Penyebabnya tidak diketahui secara pasti, diduga faktor pencetusnya yaitu virus atau reaksi autoimun yang berperan dalam timbulnya penyakit ini. Picorna virustelah diidentifikasi pada otot penderita polimiositis, dan pemeriksaan serologis juga membuktikan keterlibatan virus Coxsackie baik pada anak maupun dewasa.Toksoplasmosis juga ditemukan pada polimiositis, tetapi pemeriksaan serologis menimbulkan dugaan bahwa toksoplasmosis hanya berperan pada miositis idiopatik.

Polimiositis juga ditemukan pada infeksi retrovirus HIV dan human T-lymphocyte virus-1 (HTLV-1). Polimiositis dilaporkan juga ditemukan pada penggunaan obat-obatan seperti D-penicillinamine, simetidin, ranitidine, analgesik (pentazocine), implantasi silikon atau kolagen, dan beberapa toksin (cyanoacrylate glues, kontaminasi silica). Obat yang terutama menginduksi polimiositis adalah D-penicillinamine.

Kanker juga bisa memicu timbulnya penyakit ini, dimana reaksi autoimun terhadap kanker mungkin diarahkan untuk melawan bahaya yang terkandung didalam otot.

2.4 Patofisiologi

Penyakit ini dapat terjadi pada segala usia. Menurut patologi didapat dari pemeriksaan histologi hasil biopsi otot bervariasi, kelainan-kelainan tersebut adalah:

1. Degenerasi serat-serat otot, baik setempat maupun meluas.

2. Basopilia dari sebagian serat dengan migrasi sentral dari nuklei sarkolemal.

3. Nekrose sebagian atau sekelompok serat-serat otot.

4. Inflamasi dari pembuluh darah yang memberi suplai kepada otot. 5. Fibrosis interstitia yang bervariasi tingkatannya dan lamanya dalam waktu timbulnya penyakit.

(5)

Kelainan ini diduga berhubungan dengan sistem imun tubuh. Adanya cedera otot yang diperantarai oleh virus atau mikrovaskuler menyebabkan pelepasan dari autoantigen otot. Autoantigen ini kemudian disampaikan ke T Limfosit oleh makrofag dalam otot. Aktifasi T Limfosit menyebabkan proliferasi dan pelepasan sitokin seperti interferon gamma (IFN-gamma) dan Interleukin 2 (IL-2). IFN-gamma menyebabkan aktivasi makrofag lagi dan pelepasan mediator inflamasi seperti IL-1 dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-alfa).

Sitokin kemudian menyebabkan ekspresi yang menyimpang dari histokompabilitas kompleks mayor (MHC) molekul kelas I dan Iidan adesi molekul pada sel otot. Kerusakan serat otot terjadi ketika CD8+ T Limfosit (sitotoksik) bertemu dengan antigen bersama dengan MCH molekul kelas I pada sel otot. Makrofag kemudian menyebabkan kerusakan otot, baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui sekresi sitokin.

Penyakit ini biasanya timbul dan sering dijumpai pada otot-otot paroksimal khususnya pelvis dan bahu. Mendaki tangga, berdiri dari kursi dan kegiatana lain yang mengakibatkan badan menjadi semakin sukar atau tidak mungkin melakukannya. Mengangkat lengan semakin lama semakin sukar dan menyisir rambut menjadi tidak mungkin. Otot lain (fleksor leher, otot menelan) juga terserang.

Sakit otot atau lemah terjadi terutama pada tingkat awal. Tanda eritema menunjukan dermatomiositis. Lesi merah yang menyerupai serbuk dapat terlihat didaerah periorbital yang disertai edema. Eritema dapat meluas ke muka, dahi, leher, bahu bagian atas, dada, punggung sebelah atas. Lesi pada lengan dan kaki menyerang permukaan ekstensor, jalur-jalur itu kadang mengelupas.

2.5 Manifestasi Klinis

Gejalanya pada semua umur hampir sama, tetapi biasanya pada anak-anak gejalanya timbul secara lebih mendadak. Gejalanya bisa dimulai selama atau sesudah suatu infeksi, yaitu berupa:

(6)

a. Kelemahan otot (terutama otot lengan atas, panggul dan paha)

b. Nyeri otot dan sendi c. Fenomena Raynaud d. Kemerahan (ruam kulit) e. Kesulitan menelan f. Demam

g. Kelemahan

h. Penurunan berat badan.

Kelemahan otot bisa dimulai secara perlahan atau secara tiba-tiba, dan bisa memburuk dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Karena yang paling sering terkena adalah otot-otot yang dekat dengan pusat badan, penderita akan mengalami kesulitan dalam mengangkat lengannya melampaui bahu, menaiki tangga dan bangun dari posisi duduk di kursi. Jika menyerang otot leher, penderita akan mengalami kesulitan pada saat mengangkat kepalanya dari bantal. Kelemahan pada bahu atau panggul menyebabkan penderita harus duduk di kursi dorong atau di tempat tidur.

Kerusakan otot pada bagian atas kerongkongan bisa menyebabkan kesulitan menelan dan regurgitasi makanan. Kerusakan otot tidak terjadi pada otot-otot tangan, kaki dan wajah.

Pada 1/3 kasus terjadi pembengkakan dan nyeri sendi, tetapi cenderung ringan. Fenomena Raynaud lebih sering terjadi pada penderita polimiositis yang disertai penyakit jaringan ikat lainnya.

Polimiositis biasanya tidak mengenai organ-organ dalam selain tenggorokan dan kerongkongan. Tetapi paru-paru bisa terkena, menyebabkan sesak nafas dan batuk. Perdarahan pada ulkus di lambung atau usus, bisa menyebabkan tinja berdarah atau tinja kehitaman, yang lebih sering terjadi pada anak-anak.

Pada dermatomiositis, kemerahan cenderung timbul bersamaan dengan melemahnya otot dan gejala lainnya. Pada wajah bisa timbul bayangan kemerahan (ruam heliotrop). Yang khas adalah

(7)

seluruh bagian tubuh, tetapi yang paling sering muncul di buku-buku jari. Bantalan kuku jari tampak kemerahan. Pada saat kemerahan ini memudar, timbul bercak kecoklatan, jaringan parut, pengkerutan atau bercak pucat di kulit.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Creatinin kinase dengan isoenzim b. Elektrolit, kalsium, magnesium c. Serum mioglobin

d. Kreatinin serum dan BUN

e. Urinalisis: Mioglobinuria diindikasikan bila urinalisis positif dengan sedikit RBCs pada evaluasi mikroscopik.

f. Hitung darah lengkap g. Laju endap darah h. Tes fungsi tiroid i. AST

Test lainnya:

a. Elektrokardiogram, untuk menemukan tanda-tanda hipokalemia di bawah ini:

- Perubahan nonspesifik difuse gelombang ST-T - Peningkatan interval PR

- Gelombang U - QRS lebar

b. Terapi steroid, sebaiknya diberikan sampai diagnosis pasti ditegakkan, tetapi banyak tes penting untuk menggambarkan ragam penyebab dari miopati yang tidak bersifat emergensi. Berikut ini diantaranya:

- Tes Genetik

- Antibodi antinuklir (ANA) - MRI

- Elektromiogram (EMG) - Biopsi otot

(8)

2.7 Penatalaksanaan

Pada saat peradangan, hendaknya aktivitas atau pergerakan penderita dibatasi. Biasanya diberikan kortikosteroid (misalnya

prednison

) dosis tinggi per-oral, yang secara perlahan akan memperbaiki kekuatan otot dan meringankan nyeri dan pembengkakan, serta mengendalikan penyakit.

Setelah sekitar 4-6 minggu, jika kadar enzim otot dan kekuatan otot telah kembali normal, dosisnya diturunkan secara bertahap. Sebagian besar orang dewasa harus terus menerus mengkonsumsi prednison dosis rendah untuk beberapa tahun atau untuk mencegah kekambuhan. Setelah sekitar 1 tahun, anak-anak tidak lagi mendapatkan kortikosteroid dan bebas dari gejala.

Kadang-kadang prednison memperburuk penyakit atau tidak sepenuhnya efektif. Jika hal ini terjadi, diberikan obat imunosupresan sebagai pengganti atau sebagai tambahan terhadap prednison. Jika obat-obat lainnya tidak efektif, bisa diberikan gamma globulin (bahan yang banyak mengandung antibodi) intravena (melalui pembuluh darah).

Jika poliomiositis disertai dengan kanker, biasanya tidak akan menunjukkan respon yang baik terhadap prednison. Tetapi polimiositis akan membaik bila kankernya berhasil diatasi. Penderita dewasa dengan penyakit yang berat dan progresif, yang mengalami kesulitan menelen malnutrisi , pneumonia atau kegagalan pernafasan, bisa meninggal.

2.8 Komplikasi

a. Kesulitan menelan b. Aspirasi

c. Otot  atrofi dan kontraktur d. Pada anak vasculitis

(9)

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Polimiositis merupakan penyakit jaringan ikat menahun yang ditandai dengan peradangan yang menimbulkan nyeri dan degenerasi dari otot-otot. Penyebabnya tidak diketahui,di duga adanya virus atau reaksi autoimun berperan dalam timbulnya penyakit ini.

Kanker juga bisa memicu timbulnya penyakit ini, dimana reaksi autoimun terhadap kanker mungkin diarahkan untuk melawan bahan yang terkandung di dalam otot. Sekitar 15% penderita laki-laki berusia diatas 50 tahun, juga menderita kanker.

Gejalanya pada semua umur hampir sama, tetapi biasanya pada anak-anak gejalanya timbul secara lebih mendadak. Untuk pengobatannya pada saat peradangan, hendaknya aktivitas/pergerakan penderita dibatasi.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Inflamasi Miopati Idiopatik. http://indonesiamedicals.blogspot. com/2008/12/inflamasi-miopati-idiopatik.html (diakses pada tanggal 16

September jam 22.50 WITA)

Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Volume 2 Jakarta : EGC

Stanley L. Robbins. 1998. Buku Ajar Patologi I. Jakarta:EGC

Referensi

Dokumen terkait

Ehlers-Danlos Syndrome adalah suatu penyakit herediter yang jarang terjadi pada jaringan ikat ( connective tissue ) dan memiliki manifestasi pada rongga mulut.. Mula-mula

b) EVD adalah penyakit yang sering ditandai dengan : demam mendadak, lemah, nyeri otot, sakit kepala, sakit tenggorokan. c) Penyakit ini menular melalui kontak langsung dengan

Sistem otot utama yang menyusun tubuh manusia terdiri dari otot lurik dan jaringan ikat, jaringan saraf yang mengontrol kontraksi otot juga jaringan epitel yang

menimbulkan reaksi peradangan, dari reaksi peradangan tersebut akan melepaskan mediator kimiawi yang menyebabkan timbulnya nyeri hebat dan akut, nyeri yang timbul berkepanjangan

Strengthening exercise memiliki kelebihan yaitu dapat meningkatkan kinerja otot, terjadinya peningkatan kekuatan pada jaringan ikat (tendon, ligamen dan jaringan

Periodontitis kronis merupakan penyakit peradangan pada jaringan periodontal yang disebabkan terutama oleh bakteri spesifik pada subgingiva, yang dapat menimbulkan respon

Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri otot

a) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kerusakan inkontinuitas jaringan sekunder. Tindakan atau kontraksi otot uterus yang ditandai dengan wajah klien ekspresi