• Tidak ada hasil yang ditemukan

NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Heart of Borneo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Heart of Borneo"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Nasional

Heart of Borneo

NatioNal StrategiS PlaN of actioN

Kalimantan Barat Kalimantan tengah Kalimantan timur DePhut

(4)

Dicetak di atas kertas/Printed on paper

New Age Soft White Acid Free

Forest Stewardship Council (FSC) Certificate Paper No. SGS-COC-2736 20% Recycle

Tim Penyusun

Kelompok Kerja Nasional

Heart of Borneo

Author Heart of Borneo National

(5)

Sambutan

Menteri

(Bahasa)

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

1. PENDAHULUAN . Latar Belakang - 10

2. Perkembangan Ditetapkannya HoB - 11

3. Tujuan dan Manfaat - 14

4. Sistematika - 15

2. LINGKUP INISIATIf HEART Of BORNEO . HoB dan Isu-Isu Pokok - 16 2. Pembangunan Berkelanjutan dan Prinsip Pengelolaan HoB - 17 3. Lingkup Area HoB - 19 3. LINGKUNGAN STRATEGIS . Potensi HoB - 22 2. Tata Ruang - 24 3. Ekonomi, Sosial dan Budaya - 26 4. Desentralisasi - 27 4. RENCANA STRATEGIS . Analisis Situatiasi - 28 2. Rencana Intervensi Strategis - 29 3. Prakondisi Yang Diperlukan - 31 5. RENCANA AKSI DAN STRATEGI . Rencana Aksi - 32 . Kerjasama Propinsi/Kabupaten - 32 .2 Pengelolaan Kawasan Lindung - 34 .3 Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Luar Kawasan Lindung - 36 .4 Penguatan Kelembagaan Dan Pendanaan Berkelanjutan - 38 2. Keterkaitan Rencana Aksi dan Strategi - 39 6. KELEMBAGAAN . Prinsip Dan Fungsi - 40 2. Kelembagaan Pengelolaan HoB - 40 3. Kelembagaan HoB Provinsi Dan Kabupaten - 42 7. PENUTUP - 45 8. LAMPIRAN - 46

10

16

22

28

32

40

(11)

1. INTRODUCTION . Background - 10 2. Development of HoB Intiative - 11 3. Objectives and Benefits - 14 4. Structures - 15 2. HOB SCOPES . HoB and Main Issues - 16 2. Sustainable Development and HoB Management Principles - 17 3. HoB Area Scope - 18 3. STRATEGIC ENVIRONMENT . HoB Potential - 22 2. Spatial planning - 24 3. Economy, Social and Culture - 26 4. Decentralization - 27 4. STRATEGIC PLAN . Situation Analysis - 28 2. Strategic Intervention Plan - 29 3. Necessary Precondition - 30

5. ACTION PLAN and STRATEGY . Action Plan - 32 . Inter Province/District Cooperation - 32 .2 Protected Area Management - 34 .3 Natural Resources Management Outside The Protected Areas - 36 .4 Institutional Strenghten and Sustainable Financing - 38 2. The Relation of National Action Plan to Trilateral Strategic Plan - 39 6. INSTITUTIONAL . Principle and Function - 40 2. HoB Management Institutions - 40 3. HoB Province and District Institutions - 42 7. CLOSING - 45 8. APENDIX - 46

10

16

22

28

32

40

(12)

1.1. LATAR BELAKANG

01. Heart of Borneo (HoB) atau Jantung Borneo

merupakan suatu kawasan di wilayah perba-tasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan serta mencakup sebagian wilayah Brunei Darussa- lam yang telah disepakati bersama antara keti-ga negara tersebut untuk dikelola berdasarkan prinsip-prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan (conservation and sustainable

development). Istilah Heart of Borneo (HoB)

kemudian dipakai sebagai nama bagi inisiatif kerja sama tiga negara tersebut. Pentingnya kerja sama regional ini sangat jelas karena secara fisik, baik letak maupun luasannya, memang sangat tidak mungkin bagi masing-masing negara untuk mengawasi secara te-rus menete-rus pemanfaatan sumberdaya alam yang ada, khususnya hutan, dengan tanpa kerjasama antar negara. Tidak terkecuali ba-gaimanapun baiknya kebijakan perundang-undangan mengenai perlindungan dan pen-gelolaan sumberdaya alam yang dimiliki, serta kemungkinan penegakan hukumnya. Hal ini sangat nyata bagi negara seperti Indonesia yang bukan saja memiliki areal terluas di HoB, akan tetapi juga sangat kaya keanekaragaman hayati namun secara geografis sangat rentan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak ramah lingkungan maupun yang illegal. 02.

Program dalam kerangka inisiatif HoB mem-bentuk kerangka kerja sub regional yang di- perlukan untuk mencegah pemanfaatan sum-berdaya alam yang bernilai tinggi dari sisi ekonomi, namun beresiko tidak ramah dari sisi lingkungan dan sosial di wilayah yang me- rupakan yurisdiksi 3 negara, yaitu Brunei Da-russalam, Indonesia dan Malaysia. Disamping itu inisiatif HoB merupakan alat kerja sama regional yang menyediakan pembagian tang-gung jawab yang seimbang dan peran nyata

yang proporsional antara ketiga negara. Bah-1.Pendahuluan

1. Introduction

1.1. BACKGROUND

0. The Heart of Borneo, an area stretching along the Indonesia-Malaysia border on the island of Borneo and extending into Brunei Darus- salam, has been agreed among the three coun-tries to be managed based on conservation and sustainable development principles. The term of Heart of Borneo (HoB) is also the fo-cus of the trilateral partnership signed as ‘the Heart of Borneo Declaration’ on February 2, 2007. The importance of this partnership is very clear, in regard to location and size, it is impossible for each country to monitor natural resources utilization continuously, especially forest resources, in the absence of trans-boundary cooperation between coun-tries. Joint action will strengthen the legal frameworks and policy conditions concerning conservation and national resources manage- ment, including law enforcement. This initia- tive is very important for the Republic of Indo-nesia which owns the largest portion of forest area in the HoB, yet is faced with numerous challenges regarding natural resources utiliza-tion and illegal activities.

02. The national program for the HoB initiative consists of a sub-regional framework to en-sure rational and sustainable development of the natural resources and coordination of en-vironment and social aspects across various jurisdictions from national to provincial to dis-trict levels. In addition, the HoB initiative is a tool for regional partnership in providing joint responsibility and coordinated action among the three countries. Moreover, the HoB is one of the three largest remaining tropical rain-forests in the world, and its high conservation

(13)

kan, HoB sebagai satu dari tiga kawasan hu-tan hujan tropis terbesar didunia dengan ni-lai konservasi sangat tinggi dan penting bagi penanganan pemanasan global, memiliki nilai penting bagi masyarakat dunia sehingga men-jadi fokus dukungan dunia.

03. Program atau inisiatif HoB bukan merupakan program konservasi semata namun yang lebih penting lagi merupakan program pembangu-nan berkelanjutan di wilayah Jantung Borneo dengan konservasi (lingkungan) sebagai salah satu pilar utama disamping pilar ekonomi dan sosial. Untuk itu khususnya bagi Indonesia, kerjasama lintas sektoral dan peran serta se-cara aktif kabupaten/provinsi, dimana secara administrasi pemerintahan area HoB berada, sangatlah diperlukan. Disamping itu, pem-berdayaan dan pemberian peran kepada ma-syarakat lokal, yaitu kelompok mama-syarakat setempat yang berinteraksi langsung dan oleh karenanya penting bagi kelangsungan sum-berdaya yang ada, harus menjadi bagian yang mendasar dalam pembangunan di area HoB.

1.2. PERKEMBANGAN DITETAPKANNYA HOB

04. Diawali pada pertemuan para pihak di Brunei Darussalam pada 5-6 April 2005, HoB dan tema

”Three Countries – One Conservation Vision”

values and climate change relevance are im-portant to the global community and therefore a focus of international support.

03. The HoB initiative is developed not only for conservation purposes, but also, more impor-tantly, for the sustainable development of the area. Environment and biodiversity are pillars of the programs alongside socioeconomic and institutional development. Thus, for Indonesia, the cross-sector collaboration and active partic-ipation of provincial and district governments inside the HoB area are of critical importance. Empowerment and equitable participation for local communities (groups having direct inter-action with and over natural resources in the HoB), should be a central component of the de-velopment of the HoB.

1.2. DEVELOPMENT Of HOB INTIATIVE

04. Initiated on 5-6 April 2005, delegations from the three countries met in Brunei Darussalam to launch the creation of the Heart of Borneo Initiative. The theme “Three Countries – One

Conservation Vision” was agreed and

pro-posed as the title for its launching at CBD COP

GelondonGan Kayu di sunGai

Foto: WWF Indonesia

BunGai BanGKai MenGanyaM

Hutan denGan KaBut

Foto: WCS Indonesia Programme

Foto: WWF Indonesia

(14)

disepakati dan diusulkan untuk diluncurkan pada pertemuan COP 8 – CBD, Maret 2006 di Brazil. Sebagai tindak lanjut oleh Indonesia, pada Agustus-September 2005 dilakukan lo-kakarya tingkat Provinsi (Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur), dengan hasil antara lain: a) Disepakati konsep area HoB, b) Mendorong formalisasi inisiatif HoB melalui deklarasi (non-legally binding

instrument), c) Melaksanakan lokakarya ting-kat nasional, regional dan internasional, serta d) Sosialisasi HoB kepada seluruh pemangku kepentingan terkait. Kemudian, pada 6–8 De-sember 2005, dilakukan lokakarya nasional HoB di Jakarta dan menghasilkan draft dek-larasi HoB.

05. Pada 4 Maret 2006, Menteri Kehutanan mem- presentasikan inisiatif HoB pada rapat koordi-nasi terbatas di kantor Menko Perekonomian. Disepakati bahwa inisiatif HoB hanya diluncur-kan (belum deklarasi) pada side event COP 8– CBD pada 27 Maret 2006 di Brasil. Peluncuran

(launching) inisiatif HOB tersebut dilaksanakan

8 (Brazil 2006). Following the seminal meet-ing, the Republic of Indonesia held provincial level workshops (East Kalimantan, Central Kalimantan and West Kalimantan) in August – September 2005. The results included: (a). The HoB area concept was agreed; (b). Deci-sion to pursue the HoB initiative formaliza-tion through declaration (non-legally binding instrument); (c). Agreement to hold national, regional and international level workshops; and (d). Coordinated engagement with rel-evant stakeholders. The HoB national work-shop was held in Jakarta on December 6-8, 2005.

05. On 4 March 2006, Indonesia’s Minister of Forestry presented the HoB initiative during a restricted coordinating meeting convened by the Coordinating Minister for Economic Af-fairs. It was agreed that HoB initiative would be launched by the three countries at an HoB side event during the 8th Conference of the

PeMBerdayaan dan PeMBerian Peran KePada MasyaraKat loKal

(15)

dengan pernyataan oleh perwakilan masing-ma- sing negara Indonesia, Malaysia dan Brunei Da-russalam pada 27 Maret 2006.

06. Pada 24 November 2006, dilaksanakan perte-muan Pokja HoB antar negara di kota Cebu, Filipina (dalam rangka pertemuan Senior

Offi- cial Meeting/SOM Brunei Darussalam-Indo-nesia-Malaysia-Phillipines East Asia Growth Area/BIMP-EAGA), dengan hasil antara lain:

a) Menyepakati deklarasi HoB pada acara BIMP-EAGA/KTT ASEAN, b) Penyempurn-aan naskah deklarasi, c) Pertemuan trilateral pada 4 Desember 2006 di Jakarta.

07. Pada 2 Februari 2007, dilaksanakan penan-datanganan Deklarasi HoB di Nusa Dua, Bali oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia,

Minister of Natural Resources and Environ-ment, Malaysia, dan Minister of Industry and Primary Resources, Brunei Darussalam.

Dengan adanya deklarasi ini, ketiga negara sepakat untuk bersama-sama mengelola HoB dengan prinsip konservasi dan kesejahteraan masyarakat, sukarela, serta dengan tetap men-junjung tinggi peraturan perundangan di ne-gara masing-masing.

08. Pada 8 – 20 Juli 2007, dilaksanakan The 1st

HoB Trilateral Meeting di Brunei

Darussa- lam. Beberapa hasil pertemuan tersebut anta-ra lain: a) masing-masing negara agar segera merumuskan national project document, b) usulan untuk membentuk secretariate/center

of HoB oleh Brunei akan disampaikan kepada

otoritas yang relevan di setiap negara, c) me-nerima tawaran ADB untuk melaksanakan misi bantuan teknis di 3 Negara, d) Malaysia akan menjadi penyelenggara rangkaian eks-pedisi HoB (HoB Expedition Series) pertama Juni 2008 di Sarawak, e) Indonesia akan me-nyelenggarakan lokakarya pengelolaan kon- servasi dan pembangunan secara lestari perta-ma tahun 2008, f) disepakati pertemuan HoB Trilateral kedua akan dilaksanakan di Pontia-nak, Kalimantan Barat, Januari 2008

09. Pada 24 – 25 Oktober 2007, pertemuan para pejabat senior BIMP-EAGA di Kota Davao – Filipina, menyepakati beberapa hal diantara-nya: a) Malaysia menyatakan belum diperlu-kan sekretariat HoB, cukup dengan Trilateral

meeting, b) Brunei menyampaikan project do-cument HoB akan selesai tanggal 8 November

2007, c) Indonesia mempertimbangkan untuk menjadi tuan rumah (host) sekretariat HoB.

Parties at the UN Convention on Biological Diversity meeting March 27, 2006 in Brazil. The launching included representatives’ state-ments from the three countries: Brunei Da-russalam, Indonesia and Malaysia.

06. On 24 November 2006, the HoB Working Group meeting was held in Cebu, Philippines (during the Senior Officials Meeting of the Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Phil-ippine East Asia Growth Area, BIMP-EAGA), with results as follows: (a). Agreed on HoB declaration at BIMP-EAGA or ASEAN High Level Conference; (b). Finalization of declara- tion text; (c). Agreement to hold HoB Trilat-eral meeting on 4 December 2006 in Jakarta. 07. On 2 February 2007, the HoB Declaration

was signed by Indonesia’s Minister of Forest-ry, Malaysia’s Minister of Natural Resources and Environment, and Brunei Darussalam’s Minister of Industry and Primary Resources in Nusa Dua, Bali. Through this declaration, the three countries agreed to cooperatively man-age the biodiversity and natural resources of the HoB under conservation and community’s welfare principles, voluntarily, as well as in re-spect to each respective country’s legislation. 08. On 8-20 July, 2007, The 1st HoB Trilateral

Meeting was held in Brunei Darussalam. The

results were: (a). Each country will draft na-tional project documents immediately; (b). Proposal by Brunei Darussalam to establish trilateral secretariat or HoB center to be made up of relevant authorities in each country; (c). Acceptance of Asian Development Bank offer for technical support mission in 3 countries; (d). Malaysia will hold the first HoB Expedi- tion Series on June 2008 in Sarawak; (e). In-donesia will hold the first conservation and the sustainable development workshop on 2008; (f). The 2nd HoB Tri-lateral meeting was agreed to be held in Pontianak, West Kali-mantan, on January 2008.

09. On 24-25 October 2007, the BIMP-EAGA meeting in Davao City – Philippines, resulted in the following : (a). Malaysia stated that the HoB secretariat is not necessary to be formed, suggesting he Tri-lateral meeting is sufficient;

(16)

(b). Brunei Darussalam stated that their na-tional HoB project documents will be finalized by 8 November 2007; (c). Indonesia offered to be host of the HoB secretariat.

0. On 4-5 April 2008 second HoB Trilateral meet-ing was held in Pontianak, Indonesia. The meeting resulted in the adoption of Trilateral Strategic Plan of Action (SPA), and agreed to further discuss institutional and financial ar-rangement of the HoB for the tri-lateral level 1.3. OBJECTIVES AND BENEfITS

. The objectives of HoB area management are as below: a. To support sustainable natural

re-sources management in the network of conservation areas and protected areas as well as production forests and other land uses;

b. The implementation of policy and law enforcement that supports sustainable HoB area management in line with both multilateral and bilateral existing agreements;

0. Pada tanggal 4-5 April 2008 pertemuan HoB trilateral kedua diselenggarakan di Pontia-nak, Indonesia. Pertemuan ini menghasilkan

Strategic Plan of Action (SPA) tiga negara,

dan menyepakati untuk membahas lebih lan-jut institusi dan pengaturan finansial HoB di tingkat tiga negara pada pertemuan ketiga di Malaysia.

1.3. TUJUAN DAN MANfAAT

. Tujuan pengelolaan area HoB adalah sebagai berikut:

a. Mendorong pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan di dalam jaringan kawasan konservasi, kawasan lindung serta hutan produksi dan areal peng-gunaan lahan lainnya;

b. Terwujudnya pelaksanaan kebijakan dan hukum yang mendukung peng-elolaan berkelanjutan area HoB yang sesuai dengan perjanjian multilateral maupun bilateral yang telah ada; c. Terwujudnya pembangunan

ber-ruanG Kerja

Foto: WWF Indonesia

KeBun jaGunG

Foto: WWF Indonesia Foto: WWF Indonesia

MenGanyaM tudunG dari rotan

Foto: WWF Indonesia Foto: WWF Indonesia Menenun Kain sonGKet KataK PoHon

(17)

kelanjutan berbasis kaidah-kaidah ilmiah dan kearifan lokal bagi pe-ningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penerapan pengelolaan ber-kelanjutan, perlindungan, pendidi-kan dan pelatihan, maupun kegiatan lainnya yang relevan dengan peng-elolaan lintas batas, konservasi dan pengembangan wilayah di area HoB. 2. Manfaat Rencana Strategis dan Aksi Nasional

HoB adalah sebagai berikut:

a. Terdapat prinsip, batasan dan lang- kah-langkah sebagai landasan pelak-sanaan kebijakan pengelolaan HoB baik untuk skala nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;

b. Terdapat landasan sinkronisasi pe-laksanaan pengelolaan sumberdaya alam, pengembangan masyarakat, serta pembangunan ekonomi di selu-ruh tingkatan pemerintahan di area HoB;

c. Terdapat acuan dalam penetapan program prioritas serta mobilisasi sumberdaya dalam pengelolaan HoB oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

1.4. SISTEMATIKA

3. Dalam dokumen ini, diuraikan batasan dan lingkup HoB – kepentingan internasional, perencanaan pulau, pembangunan berkelan-jutan yang menjadi dasar pengelolaan HoB, serta lingkup area HoB – yang dituangkan dalam Bab II. Bab III menguraikan landasan penetapan kebijakan dan strategi pengelolaan HoB berupa isu-isu pokok dan kondisi ling-kungan strategis dalam pengelolaan HoB. Bab IV menguraikan rencana strategis men-cakup analisis situasi dan kondisi, intervensi strategis serta prakondisi yang diperlukan dalam pengelolaan HoB. Bab V mengurai-kan rencana aksi dan strategi nasional meli- puti kerjasama antar wilayah, pengelolaan ka-wasan lindung dan di luar kaputi kerjasama antar wilayah, pengelolaan ka-wasan lindung, serta mobilisasi sumberdaya yang diperlukan dalam pengelolaan HoB. Rencana Aksi dan Strategi Nasional tersebut dibagi ke dalam be-berapa tema program. Bagian akhir dokumen ini memaparkan bentuk kelembagaan sebagai instrumen pelaksanaan pengelolaan HoB.l c. The implementation of sustainable de-velopment based on scientific methods and local wisdom for community’s wel- fare improvement. This will include ap-plication of sustainable management, protection, education and training ini-tiatives, as well as other activities rel-evant to cross boundary management activities, conservation and responsible production in the HoB area.

12. Benefits of HoB’s Strategic and National Ac-tion Plan are as follows:

a. There will be principles, restrictions, and procedures as the basis for the im-plementation of the HoB management policy at national, province, and dis-trict/ city scale;

b. Natural resources management imple-mentation, community development, and economic development will be co- ordinated between all government lev-els in HoB area; c. HoB is a focus of priority program im-plementation and resource mobilization both by Central and local governments. 1.4. STRUCTURES 3. In this document there are explanations about HoB definition and scope - international in-terests, island spatial planning, sustainable development which became HoB management basis. The scope of the HoB initiative will be described in Chapter II. Chapter III describes the foundation for policy implementation and HoB management strategy including key is- sues and strategic orientation of HoB manage- ment. Chapter IV describes strategic plans in- cluding condition and situation analysis, stra-tegic intervention and preconditions needed in HoB management. Chapter V describes the national action plan and strategy on interre-gional cooperation, management of protected and non protected areas, and resources mo-bilization needed in HoB management. This national action plan and strategy is divided into several intervention areas. The final part of this document describes institutional struc-tures for the HoB management implementa-tion.l

(18)

2. Lingkup Inisiatif Heart

of Borneo

2.1. HOB DAN ISU-ISU POKOK

4. Area HoB dengan luas total sekitar 22 juta Ha mempunyai arti penting baik dalam ling-kup lokal, nasional, trilateral maupun global. Arti penting yang dimaksud mencakup kepen-tingan ekonomi, sosial-budaya, maupun jasa lingkungan, sehingga sangat dimungkinkan terjadi perbedaan kepentingan, baik dalam hal menetapkan tujuan maupun alokasi peman-faatan sumberdaya alam antar berbagai pihak dan/atau tingkatan. Oleh karena itu, dalam mewujudkan implementasi konservasi dan pembangunan berkelanjutan di dalam area HoB, terutama bagi Indonesia, terdapat isu-isu pokok seperti hak atas sumberdaya alam, kemiskinan, tata ruang, pengembangan inves-tasi baik dalam pelaksanaan pembangunan lingkup kabupaten/kota, provinsi, dan nasio- nal, maupun hubungan trilateral atau interna-sional terhadap fungsi dan manfaat HoB. 5.

Isu-isu dimaksud hanya dapat ditangani apa-bila orientasi pemanfaatan sumberdaya alam

di area HoB tidak hanya didasarkan pada ke-2.1. HOB AND MAIN ISSUES

4. The Heart of Borneo covers around 22 million hectares and presents many important assets and values at local, national, trilateral and global scale. These assets enable the following: economic development, strengthening socio-culture values and enhancing environment goods and services. These different roles involve many parties and stakeholders thereby making it inclusive of many agendas. Thus, to implement conservation and sustainable development in the HoB area, especially in Indonesia, there will be an emphasis on natural resources rights, poverty alleviation, spatial planning, sound investments in districts and cities, provincial and national economic development, and trilateral or international cooperation in support of HoB objectives and benefits.

5. The issues can only be realized through multi-stakeholder involvement and agreement on natural resources protection and responsible

2. Heart of Borneo

Initiative Scope

MeMeras teBu

Foto: WWF Indonesia Foto: WWF Indonesia

(19)

pentingan pihak-pihak dalam wilayah admini-stratif tertentu, melainkan perlu mempertim-bangkan kepentingan yang lebih luas. Dalam kaitan ini, rencana tata ruang Pulau Kaliman-tan atau Borneo secara keseluruhan, menjadi arahan yang perlu diacu oleh Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

2.2. PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN PRINSIP PENGELOLAAN HOB

6. Kelangsungan hidup keanekaragaman hayati hutan-hutan tropis tidak dapat dipertahankan dengan kondisi penataan ruang yang dikelola secara parsial. Bukti ilmiah menunjukkan ba-hwa konservasi hutan memerlukan penataan kawasan hutan yang saling berhubungan da-lam skala yang cukup luas, dan tanpa pena-taan seperti itu akan timbul efek samping pada faktor iklim, hidrologi, kepunahan spesies, dan dampak negatif lanjutan lainnya. Oleh karena itu, untuk penataan hutan lestari, uku-ran hutan merupakan hal yang sangat penting, khususnya dalam perlindungan spesies liar. Pemanfaatan, pengelolaan serta kon¬servasi area HoB secara baik, bijak dan bertanggung jawab dapat membantu memberi kepastian keberlanjutan fungsi dan dengan demikian juga manfaat hutan-hutan di HoB bagi gene-rasi sekarang dan yang akan datang.

7. Dalam konsepsi pembangunan berkelanjutan kegiatan ekonomi tetap dimungkinkan untuk terus berjalan di area HoB, termasuk kegiatan budidaya seperti perkebunan, pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan alam, serta eksploitasi sumberdaya alam seperti pertam-bangan. Saat inipun sebagian kegiatan terse-but telah berlangsung di area HoB. Inisiatif HoB pada dasarnya justru akan memperkuat keg¬iatan pemanfaatan sumberdaya alam ter-sebut dengan mendorong penerapan prinsip dan kriteria pengelolaan berkelanjutan dan bertanggung jawab. Penerapan skema-skema praktek pengelolaan terbaik (best management practices) dan ekolabeling akan meningkatkan nilai ekonomi sumberdaya tersebut, terutama dalam menjawab tantangan “pasar hijau” yang telah ada dan di masa yang akan datang. 8. Masyarakat adat dan lokal lainnya adalah salah satu parapihak kunci (key stakeholders) yang diharapkan memperoleh manfaat dari Inisia-tif HoB, sehingga dalam implementasi inisiatif tersebut, kepentingan masyarakat adat/lokal lainnya dapat diakomodasi. HoB juga diharap-kan dapat membantu masyarakat adat/lokal lainnya dalam menjalankan dan melestarikan

utilization across the entire Heart of Borneo area. There cannot be a preference for only certain interests or administrative priorities. Therefore, Kalimantan island spatial planning should become a guiding blueprint for all economic development, business growth and conservation by central government agencies as well as all three provinces and 0 districts inside the HoB.

2.2. SUSTAINABLE DEVELOPMENT AND HOB MANAGEMENT PRINCIPLES

6. The biodiversity of tropical rainforests cannot be maintained under a patchwork of protected areas and partially managed landscapes. Scientific evidence shows that forests’ conservation needs large scale, contiguous forest landscapes. Without it, there will be side effects on climate, hydrology, species’ extinction, and other negative impacts. Thus, in sustainable forests management, forest size is essential, especially in natural species protection. Utilization, management and conservation of the HoB area in sound and responsible manners will help ensure sustainable functions and benefits of forests in HoB for present and future generations. 7. Within the sustainable development concept,

it is still possible to continue with economic activities in the HoB area. Economic activities may include: cultivation activities such as agricultural and forest plantations, logging, as well as natural resources exploitation such as mining. These activities have a long history in or near the HoB area. The HoB initiative seeks to strengthen natural resources utilization by encouraging implementation of sustainable and responsible management principles and criteria. Implementation of best management practices schemes and eco-labeling will increase economic values of the resources by exploiting the opportunities of the existing and future “green markets” as well as ensuring the long term viability of the assets.

8. Traditional and other local people are one of key stakeholders that are expected to benefit from the HoB program. In HoB implementation, customary and other local community interests can be well-accommodated. HoB also expected to help customary and other local community in continuing and perpetuating culture, especially natural resources based

(20)

budaya, terutama budaya berbasis sumberda-ya alam yang dibutuhkan bagi kelangsungan dan kesejahteraan ekonomi dan sosial serta lingkungan hidup.

9. HoB sebagai program konservasi dan pem-bangunan berkelanjutan diharapkan menjadi salah satu program yang dapat memberi man-faat langsung bagi masyarakat dalam jangka pendek dan panjang. HoB juga akan memper-kuat berbagai inisiatif pemberdayaan masy-arakat yang telah ada sebelumnya. HoB akan mengintegrasikan program-program tersebut dalam tahapan implementasi HoB. Program pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu pilar utama program implementasi HoB. Disamping itu, keterlibatan masyarakat dalam Inisiatif HoB diharapkan dapat meningkatkan kapasitas mereka dalam pengelolaan sumber-daya alam secara berkelanjutan.

2.3. LINGKUP AREA HOB

20. Prinsip pengelolaan HoB adalah: a) Keberlan- jutan sistem penyangga kehidupan, b) Perha- tian terhadap fungsi-fungsi sosial budaya, eko-nomi dan ekologi, c) Kerjasama antar negara dan daerah. Dengan memperhatikan karakte- ristik HoB, maka kriteria lingkup wilayah ada-lah sebagai berikut:

Pola sebaran kawasan konservasi di ka-wasan dataran tinggi dan perbatasan ne-gara di pulau Borneo, yang dibatasi dengan memperhatikan aspek-aspek hidrologi, sta-tus kawasan hutan (Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi, Hutan Produksi Konversi), tutupan hutan (forest cover), ha- bitat penting satwa, dataran tinggi pada ka-wasan perbatasan negara RI-Malaysia.

2. Berdasarkan prinsip dan kriteria di atas, distri-busi area HoB di tiga negara adalah (Tabel ):

culture, which are necessary for economic, social, and environment sustainability. 9. HoB, as a conservation and sustainable

development program, is expected to be one of the programs that is capable of generating direct benefits for communities in short and long term. HoB will also strengthen the existing community empowerment initiatives. HoB will integrate those programs in HoB implementation stages. Community empowerment programs will become one of the program’s main pillars and community involvement in HoB initiative is expected to increase their capacity in sustainable natural resources management.

2.3. HOB AREA

20. The management principles embodied by the Heart of Borneo are: (a). Provision of a sustainable life support system; (b). Attention to socio-cultural economical and ecological functions; (c). Partnerships among countries and districts. By considering the HoB characteristics, the area of HoB is defined to include the following elements :

The network of conservation area on the highlands of the Indonesia-Malaysia border areas of framed by areas which refer to aspects of hydrologiy, forest area status (National Park, Wildlife Sanctuary, Game Reserve, Limited Production Forest, Production Forest, Conversion Production Forest), forest cover and priority species’ habitats.

2. Based on the above principles and criteria, the HoB area distribution in three countries Tabel . Distribusi Area HoB di Tiga Negara

Negara Lokasi (Hektar) Luas (%)

Indonesia

Kalimantan Timur 6.137.000 27,7 Kalimantan Barat 2.466.000 11,13 Kalimantan Tengah 4.021.380 18,10 Total Indonesia 12.624.380 56,56 Brunei* Brunei Darussalam 355,278 1,59 Malaysia*

Sarawak 5.373.000 24,25 Sabah 3.968.000 17,91 Total Malaysia 9.341.000 41,85

(21)

Table . HoB Area Distribution in Three Countries

CouNtry LoCatioN (HeCtare) WidtH (%)

Indonesia

East Kalimantan 6.137.000 27,7 West Kalimantan 2.466.00 11,13 Center Kalimantan 4.021.380 18,10

total indonesia 12.624.380 56,56

Brunei Brunei Darusalam 355.278 1,59 Malaysia

Serawak 5.373.000 24,25 Sabah 3.968.000 17,91 Total Malaysia 9.341.000 42,85

total HoB 23.309.278 100,0

Indonesia (56,54%), Malaysia (4,87%), dan Brunei Darussalam (,59%). Sedangkan untuk wilayah Indonesia HoB mencakup 0 kabu-paten di tiga provinsi di Kalimantan, yaitu: ) Kalimantan Timur (Kabupaten Nunukan, Ma- linau, Kutai Barat); 2) Kalimantan Barat (Ka-bupaten Kapuas Hul u, Melawi, Sintang); dan 3) Kalimantan Tengah (Kabupaten Katingan, Gunung Mas, Murung Raya, Barito Utara). 22. Fungsi hutan area HoB di ketiga provinsi di Indonesia adalah sebagai berikut: . KALIMANTAN TIMUR : a. Hutan Konservasi : .360.500 Ha b. Hutan Lindung : 63.000 Ha c. Hutan Produksi : 2.676.32 Ha d. Areal Penggunaan Lainnya : .469.79 Ha 2. KALIMANTAN TENGAH a. Hutan Konservasi : 325.624 Ha b. Hutan Lindung : 36.392 Ha c. Hutan Produksi : .088.975 Ha d. Areal Penggunaan Lainnya : 735.009 Ha 3. KALIMANTAN BARAT a. Hutan Konservasi : .023.380 Ha b. Hutan Lindung : 252.04 Ha c. Hutan Produksi : .4.837 Ha d. Areal Penggunaan Lainnya : .604.22 Ha Peta dan angka tersebut merupakan hasil perhitung-an dengPeta dan angka tersebut merupakan hasil perhitung-an menggunakPeta dan angka tersebut merupakan hasil perhitung-an batas area HoB seperti pada Gambar . Pada April 2008, Bappeda seluruh Provinsi yang ada di area HoB telah berkumpul di Yogyakarta dan menyepakati batas baru area HoB sebagaimana ditampilkan di lampiran 2. Untuk kerja Kelompok Kerja HoB Nasional dan Kelompok Kerja HoB Daerah pada dokumen ini masih akan meng- gunakan batas lama sambil mempersiapkan kegiat-an di kabupaten-kabupaten baru yang masuk ke area HoB berdasarkan hasil pertemuan di Yogyakarta.l

is (Table ): Indonesia (56,54%), Malaysia (4,87%), and Brunei Darussalam (,59%). Indonesia’s area of HoB includes 0 districts in three provinces in Kalimantan: ) East Kalimantan (Nunukan, Malinau and Kutai Barat Districts); 2) West Kalimantan (Kapuas Hulu, Melawi and Sintang Districts); and 3) Central Kalimantan (Katingan, Gunung Mas, Murung Raya and Barito Utara Districts). 22. The forest function of HoB area in the three

provinces in Indonesia are as below: . EAST KALIMANTAN: a. Conservation Forest : .360.500 Ha b. Protected Forest : 63.000 Ha c. Production Forest : 2.676.32 Ha d. Other Land Use : .469.79 Ha 2. CENTRAL KALIMANTAN: a. Conservation Forest : 325.624 Ha b. Protected Forest : 36.392 Ha c. Production Forest : .088.975 Ha d. Other Land Use : 735.009 Ha 3. WEST KALIMANTAN: a. Conservation Forest : .023.380 Ha b. Protected Forest : 252.04 Ha c. Production Forest : .4.837 Ha d. Other Land Use : .604.22 Ha The map and figure are refer to HoB scope in figure . On April 2008, all Provinces’ Bappeda (Regional Development Planning Agency) of HoB has gathered in Yogyakarta and decided the new boundary for HoB area on Indonesian side. The result of the meeting is HoB Indonesia boundary as presented in Appendix 2. The work of HoB National and Regional Working Group of Indonesia will continue refer to the previous boundary while preparing the work for newly included districts in HoB area.l

(22)

Gambar .

(23)

Picture .

(24)

3. Lingkungan Strategis

3. Strategic Environment

3.1. POTENSI HOB

23. Berdasarkan peta tutupan hutan, hutan alam di dataran rendah Borneo yang masih tersisa telah terfragmentasi. Sementara itu, hutan yang masih relatif baik kondisinya berada di daerah dataran tinggi yang tersebar luas di se-panjang perbatasan Indonesia dan Malaysia. HoB didominasi oleh kawasan dataran tinggi dengan ketinggian di atas 500 m dpl, topografi bergunung-gunung dengan tingkat kemiringan lahan yang curam hingga sangat curam antara 20-70%. 24. Konservasi hutan ini menjadi pusat perhatian di tingkat lokal, nasional dan internasional ka-rena tingginya keanekaragaman hayati (flora dan fauna) di dalamnya, dimana sedikitnya terdapat 40 – 50 % jenis flora dan fauna yang

3.1. HOB POTENTIAL

23. Based on forest cover maps, the remaining natural forests in Borneo’s lowland are largely fragmented. Meanwhile, intact forests with relatively good condition attributes are spread along the Indonesia-Malaysia border. Over two-thirds of the HoB is dominated by high-land forests which are over 500 meters above sea level, with mountainous topography and with a steep slope level, between 20-70%. 24. The conservation of this forest has become a

local, national, and international priority be-cause of its rich biodiversity (flora and fauna), with high rates of endemism across Borneo. The biodiversity has an important role for

Kura-Kura

Foto: WWF Indonesia

ular BelanG Hijau

Foto: WWF Indonesia

oranGutan

Foto: WWF Indonesia

BeKantan

Foto: WWF Indonesia

eKsPloitasi suMBerdaya Hutan

Foto: WWF Indonesia

(25)

hanya dapat ditemui di Borneo. Kekayaan alam tersebut memiliki arti penting bagi pen-duduk dan negara-negara yang memilikinya, karena hutan Borneo merupakan warisan alam berharga yang telah memberikan berbagai je-nis manfaat dan jasa. Topografi, struktur tanah yang kompleks, dengan perbedaan ketinggian daerah telah menjadi habitat hidup yang luas bagi berbagai jenis tumbuhan. Secara garis be- sar, Borneo menjadi tempat tinggal bagi seki-tar 5.000 spesies tumbuhan vascular, yang jumlahnya 5-6% dari total jumlah di seluruh dunia. Dari jumlah ini, 40-50% adalah ende-mik asli. Dalam perkembangannya, diketahui bahwa 36 spesies baru telah ditemukan dalam kurun waktu 0 tahun terakhir.

25. Fungsi penting lain area ini adalah sebagai “menara air” bagi seluruh Pulau Borneo. Dari area ini mengalir sumber air bagi 4 dari 20 sungai utama di Pulau Borneo. Sungai Kapuas, Katingan, Barito dan Mahakam adalah bebe-rapa sungai besar yang hulunya berada dan airnya berasal dari kawasan dataran tinggi di area HoB. Indonesia dan Malaysia dipisahkan oleh pegunungan yang membentang di hampir sepanjang perbatasan yang tidak lain adalah inti HoB. Pada beberapa titik, batas kedua ne- gara tersebut tepat berada di puncak pegunun-gan yang berarti terdapat sungai lintas negara, bahkan beberapa diantaranya mengalir hingga ke Brunei Darussalam. 26. HoB juga menjadi “rumah” bagi sedikitnya 50 suku Dayak, dengan bahasa dan budaya yang beragam. Air, hutan dan tanah memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat yang berada di Borneo. Menjaga keberlanjutan manfaat air, hutan dan tanah di HoB akan ikut menjaga keberlangsungan hidup masyarakat dan budaya yang dimilikinya. Sebaliknya dengan menjaga budaya masyarakat, aspek-aspek positif yang telah dipelihara secara tu-run-temurun tidak terkecuali etika konservasi

(conservation ethics) dan kearifan lokal (local wisdom) terhadap lingkungan lainnya, akan

mendukung upaya konservasi fungsi dan man-faat ekosistem HoB.

27. Pada area HoB di wilayah Indonesia sampai Desember 2008 terdapat 4,9 juta ha (38%) ar-eal hutan produksi yang dikelola dengan sistem Ijin Usaha Pengusahaan Hasil Hutan Kayu/ Hak Pengusahaan Hutan (IUPHHK/HPH). Berdasarkan catatan yang ada, di HoB terda-pat 52 HPH, 28 HPH diantaranya masih aktif beroperasi dan 24 tidak aktif atau telah dicabut ijinnya oleh pemerintah. Dari HPH yang aktif 2

the community and the countries who own it, because Borneo’s forest is a valuable natu-ral legacy that provides various benefits and services. The topography, complex soil struc-tures and different elevations have lead to a vast number of habitats for a huge number of plant species. In general, Borneo is home to more than 5,000 species of vascular plant with around 40-50% being locally endemic. Additionally, there have been about 400 new species discovered in the Heart of Borneo be-tween 995-2006. 25. Another important function of HoB is that this area acts as “water tower” for the entire island. The HoB is the source of 4 of 20 main river systems on Borneo Island. Kapuas, Katingan, Barito and Mahakam are main rivers located upstream whose waters come from HoB high-lands. Indonesia and Malaysia are separated by mountains which stretch almost all the way along the border line, which is the core of HoB. The source of some of these rivers lie in one country but flow into another, thereby making emphasizing the importance of cross-bound- ary recognition of shared values. Several riv-ers even reach into Brunei Darussalam. 26. HoB is also the home of at least 50 Dayak tribes,

with various languages and cultures. Water, forest and “wild” land play important roles for the existence and health of the communi-ties which live in Borneo island. By ensuring the sustainability of water, forest and land in HoB, the life of the local community and cul-ture are also protected. Furthermore, the local community’s culture is a positive force that for generations has included conservation eth-ics and resource sustainability guided by lo-cal wisdom. This can support conservation of HoB ecosystem’s function and benefit.

27. In the Indonesian part of HoB there are 4.9 million hectares (38%) of production forest, which is managed by Forest Concessionaires (IUPHHK/HPH). Based on the existing data, in HoB there are 52 HPHs, 28 of them are still active and the remaining 24 are inactive or in the process of having their licenses revoked by the government. However, from the active

(26)

diantaranya telah memiliki sertifikat pengelo-laan hutan lestari dari Forest Stewardship

Council (FSC). Untuk itu program HoB perlu

diarahkan agar HPH yang belum bersertifikat diarahkan untuk mencapai standar pengelo-laan hutan lestari. Selain itu masih banyak usaha perkebunan dan pertambangan yang perlu diarahkan untuk menjalankan praktek pengelolaan terbaik, dan diarahkan untuk memperoleh sertifikat pengelolaan sesuai dengan sistem yang berlaku.

3.2. TATA RUANG

28. Provinsi Kalimantan Timur memiliki wilayah daratan seluas 20.039.500 Ha. Dari luas wila-yah daratan tersebut berdasarkan paduserasi tata ruang (TGHK-RTRWP), terdapat kawasan hutan seluas 5.95.620 Ha, yang berdasarkan fungsinya terdiri dari: a). Kawasan lindung seluas 5.594.900 Ha, b). Hutan Penelitian se-luas 7.560 Ha, c). Kawasan Budidaya Kehu- tanan (KBK) seluas 0.339.60 Ha dan Kawa-san Budidaya Non Kehutanan (KBNK) seluas 4.087.880 Ha.

29. Pemerintah daerah Kalimantan Timur telah mengajukan perubahan terhadap paduserasi tata ruang provinsi, yang sampai saat ini masih dalam proses penyelesaian, dan akan menga-kibatkan perubahan luasan fungsi-fungsi hu-tan sebagai berikut: a. KBK menjadi = 7.985.939 Ha (- .788.985 Ha) b. KBNK menjadi = 6.305.47 Ha (+ .34.378 Ha) c. Cagar Alam menjadi = .483.6 Ha (- 4.25 Ha) d. Taman Nasional menjadi = 80.930 Ha (- 23.469 Ha) e. Hutan Lindung menjadi = 3.505.204 Ha (+ 688.886 Ha) f. Taman Hutan Raya menjadi = 64.48 Ha (- 6.95 Ha) g. HPP menjadi = 26.78 Ha (+ 392 Ha) 30. Tata ruang Provinsi Kalimantan Tengah yang

dijadikan acuan oleh Departemen Kehutanan dalam mengatur kawasan hutannya adalah Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Provinsi Kalimantan Tengah yang ditetapkan pada tanggal 2 Oktober 982 berdasarkan Lampiran Surat Keputusan Menteri Pertanian No.759/Kpts/Um/0/982. Kawasan hutan Provinsi Kalimantan Tengah ditetapkan seluas 5.86.000 Ha dirinci menurut fungsi dan luas

HPHs, only two of them have achieved For-est Stewardship Council (FSC) certification, which verifies sustainable forest management (SFM). The HoB initiative aims to work with the remaining HPHs to direct them to obtain FSC certification and conduct sustainable for-est management practices. In addition, the HoB initiative should also work on guiding the mining and plantation estates to under-take best management practices or to obtain certification in accordance with the current systems.

3.2. SPATIAL PLANNING

28. East Kalimantan Province covers an area of 20,039,500 Ha. Of the land, based on the syn-chronized spatial planning (TGHK-RTRWP), there are 5,95,620 Ha forest areas based on its function: a). 5,594,900 Ha of Protect-ed Area, b). 7,560 Ha of Research Forest, c). 0,339,60 Ha of Forestry Production Area (KBK) and 4,087,880 Ha Non Forestry Pro-duction Area (KBNK). 29. The government of East Kalimantan has pro- posed an amendment toward provincial syn-chronized spatial planning, which is still to be finalized. The proposed changes will result in forest zoning as follows: a. KBK become = 7,985,939 Ha (- ,788,985 Ha) b. KBNK become = 6,305,47 Ha (+ ,34,378 Ha) c. Strict Nature Reserve become = ,483,6 Ha (- 4,25 Ha) d. National Park become = 80,930 Ha (- 23,469 Ha) e. Protection Forest become = 3,505,204 Ha (+ 688,886 Ha) f. Grand Forest Park become = 64,48 Ha (- 6,95 Ha) g. Restricted Production Forest become = 26,78 Ha (+ 392 Ha) 30. The Central Kalimantan Province spatial plan, used by the Ministry of Forestry in forest man- agement is based on the map of Agreed For-est Land Use (TGHK) of Central Kalimantan Province issued on 2 October 982, which

(27)

sebagai berikut: a). Hutan Lindung 840.000 Ha, b). Hutan Konservasi 632.700 Ha, c). Hu-tan Produksi Terbatas 6.04.900 Ha, d). Hutan Produksi 3.383.700 Ha, e). Hutan Produksi Konversi 4.34.700 Ha.

3. Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kaliman-tan Tengah menggunakan RTRWP tahun 2003 yang ditetapkan melalui PERDA No. 8/2003 dimana fungsi kawasan hutan secara garis be-sar dibagi menjadi kawasan pemanfaatan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Ka- wasan hutan yang dimanfaatkan sebagai kawa-san lindung seluas 2.465.640,93 Ha (6,06%) dan kawasan budidaya kehutanan seluas 8.038.972,06 Ha (52,37%) serta kawasan bu-didaya selain kehutanan seluas 4.847.083,0 Ha (3,57%). Sampai saat ini Departemen Kehutanan masih mengacu TGHK, semen-tara itu Provinsi Kalimantan Tengah mengacu kepada RTRWP Kalimantan Tengah tahun 2003. Paduserasi antara TGHK dan RTRWP ini serta sinkronisasi dengan UU Tata Ruang No. 26/2007 masih sedang dalam proses fina-lisasi dan penyelesaian.3. Luas kawasan hu-tan Provinsi Kalimanhu-tan Barat berdasarkan Peta Penunjukan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat (SK Menhut No. SK.259/ Kpts-II/2000, tanggal 23 Agustus 2000), ter- dapat kawasan hutan seluas 9.79.740 Ha, ter-diri dari kawasan suaka alam dan pelestarian alam darat seluas .568.560 Ha, kawasan su-aka alam dan pelestarian alam perairan seluas 77.000 Ha, hutan lindung seluas 2.307.045 Ha, hutan produksi terbatas seluas 2.445.985 Ha, hutan produksi tetap seluas 2.266.800 Ha, dan hutan produksi konversi seluas 54.350 Ha.

32. Luas kawasan hutan Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan Peta Penunjukan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat (SK Menhut No. SK.259/Kpts-II/2000, tanggal 23 Agustus 2000), terdapat kawasan hutan seluas 9.79.740 Ha, terdiri dari kawasan suaka alam dan pelestarian alam darat seluas .568.560 Ha, kawasan suaka alam dan pelestarian alam perairan seluas 77.000 Ha, hutan lindung selu- as 2.307.045 Ha, hutan produksi terbatas selu-as 2.445.985 Ha, hutan produksi tetap seluas 2.266.800 Ha, dan hutan produksi konversi seluas 54.350 Ha.

33. Hasil kajian di tiga provinsi di atas yang dilaku-kan oleh Departemen Kehutanan pada tahun 2007 menunjukkan bahwa di lapangan masih terdapat tumpang tindih penggunaan kawasan

is attached to the Decree of Minister of Agri- culture No. 759/Kpts/Um/0/982. The Cen-tral Kalimantan Province forest is declared as 5,86,000 Ha according to its function and size: a). Protected Forest of 840,000 Ha, b). Conservation Forest of 632,700 Ha, c). Lim-ited Production Forest of 6,04,900 Ha, d). Production Forest of 3,383,700 Ha, e). Con-version Production forest of 4,34,700 Ha. 3. Meanwhile, Central Kalimantan Government

is currently using the Provincial Spatial Plan (RTRWP) of 2003 determined through local government regulation No. 8/2003, where the general function of the forest area is divided into two usages area: protected and produc-tion areas. The forest area used for protected area is 2,456,640.93 Ha (6.06%), forest area 8,038,972.06 Ha (52.37%) and production area outside forestlands is 4,847,083.0 Ha (3.57%). Until to now, Ministry of Forestry still refers to TGHK, while Central Kaliman-tan Province refers to Central KalimanKaliman-tan RTRWP. The document of synchronization between TGHK and RTRWP is still in the pro-cess of finalization.

32. Based on the map of the establishment of for-ests and waters conservation areas for West Kalimantan Provinces (Decree of the Min-ister of Forestry - SK Menhut - No. SK.259/ Kpts-II/2000, dated 23 August 2000), the forest areais 9,79,740 Ha , which in-cludese ,568,560 Ha terrestrial protected areas, 77,000 Ha marine protected areas, of 2,307,045 Ha protection forest, 2,445,985 Ha restricted production forest, 2,266,800 Ha permanent production forest, and 54,350 Ha convertible production forest. 33. Assessment in 2007 by the Ministry of Forestry on the spatial plans of three provinces showed that inconsistencies happened in landuse plans and designations of forest areas for other uses. This must be rectified as it will be counterpro-ductive in consistent management efforts, both in conservation and sustainable development inside and outside the forest area. This unfa- vorable condition was worsened by slow prog-ress in forest areas boundary consolidation

(28)

hutan. Kondisi demikian akan menghambat atau kontra produktif terhadap upaya peng- elolaan, baik dalam pelestarian kawasan kon-servasi maupun pelaksanaan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di dalam dan di luar kawasan hutan. Belum lagi, kegiatan pemantapan kawasan hutan masih sangat lambat pelaksanaannya akibat berbagai faktor.

3.3. EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

34. Secara umum, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat mempunyai kekayaan sumberdaya alam dan secara eko-nomi dicirikan adanya disparitas nyata antara wilayah pantai dan pedalaman/perbatasan. Pembangunan pesat berlangsung di kota-kota besar wilayah pantai yang memiliki aksesibili- tas tinggi dan fasilitas yang memadai. Semen- tara wilayah pedalaman dan terutama perbata- san yang sebagian besar terpencil dengan ken-dala fisik alam dan keterbatasan infrastruktur secara umum masih tertinggal, antara lain aki-bat perbedaan harga jual berbagai produk yang dihasilkan. Di sisi lain, berbagai bahan kebutu-han pokok yang harus didatangkan ke wilayah pedalaman/perbatasan selain seringkali sulit diperoleh kalaupun tersedia harganya melam-bung tinggi di luar batas daya beli masyarakat setempat. Sementara, industri pengolahan be-lum berkembang dan kegiatan perekonomian bergantung pada produk bahan mentah atau ekstraktif, seperti kehutanan, perkebunan/ pertanian, pertambangan dan perikanan. 35. Pelaku ekonomi dan sistem produksi di

wi-layah perbatasan Indonesia-Malaysia memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut: a) Perekonomian masyarakat sebagian besar pe- tani lahan berpindah dan mencari/ mengum-pulkan hasil hutan atau hasil alam lainnya; b) Transaksi perdagangan dilakukan dengan cara jual-beli hasil bumi secara langsung dengan penduduk tetangga di Malaysia, terkadang dilakukan dalam bentuk barter; c) Hasil usaha yang diperoleh langsung dikonsumsi keluarga (subsisten); dan d) Nilai tukar yang diandalkan masyarakat dan sangat tinggi permintaannya adalah nilai tukar negara Malaysia.

36. Secara demografis, penyebaran penduduk di wilayah perbatasan Kalimantan tidak merata dan sangat rendah (kepadatan 4-0 jiwa per km2). Pada umumnya kualitas sumberdaya manusia relatif rendah dan angka kematian cukup tinggi akan tetapi arus mobilitas tenaga

caused by many factors.

3.3. ECONOMY, SOCIETY AND CULTURE 34. In general, the three provinces: East, Central

and West Kalimantan are rich in natural re-sources but there is a clear disparity in eco-nomic development between the coastal areas and the border or remote areas. Rapid devel-opment occurs in big cities near coastal areas because of a high accessibility and sufficient commercial and industrial facilities. While remote and especially border areas are most-ly secluded with limited infrastructures and have generally been left behind in economic development terms. One of the causes is the different market values of products in coastal regions (higher prices) as compared to remote areas (lower prices). On the other hand, vari- ous staples and necessities that should be de-livered to remote/border areas are difficult to obtain, sometimes because the price is very high (above local community buying ability). While the processing industry is not yet devel-oped, the economy is still dependent on raw material products or little to no added-value extractives such as forestry, plantation/agri-culture, mining and fisheries.

35. Economic players and production systems in the border area of Indonesia-Malaysia have several characteristics such as: a) Community economies are dominated by nomadic farm-ing systems and collecting forest products or other natural products; b) Trade is conducted by direct trading of natural products with Ma-laysian neighboring communities, sometimes in the forms of barter trade; c) The products are consumed by the household itself (sub-sistence); and d) The Malaysian ringgit is the currency that is more accountable and in high-er demand than Indonesian rupiah.

36. Demographically, the population in the border areas in Kalimantan is not equally distributed and is very low (with the population density of 4-0 people per km2). In general, the qual-ity of life is relatively low and mortality rate is quite high. However, with the abundant natu-ral resources, labor and people mobility are

(29)

quite high. Ethnically, majority of the people living in the border areas are Dayak, who have family relationships with Malaysia and Brunei Darussalam. Since the areas are secluded with small populations which are unevenly distrib- uted, the area is prone to security disturbanc-es, smuggling, and other crimes. 3.4. DECENTRALIZATION

37. Following the implementation of the decen- tralization act in 200, East Kalimantan, Cen-tral Kalimantan and West Kalimantan prov-inces were administratively expanded; and several new districts created. New districts in general are striving for economic develop-ment to catch up with the original districts or other districts/cities. The development policy is based on the Act No.22 of 999, which fur- ther replaced by Act No.32 of 2004. In gener- al, in districts in remote/border areas, the eco-nomic development policy is based on existing natural resources utilization (such as forest, land, mining, and waters), especially on Non-Forest Production Areas (KBNK) over which each district issues various natural resource utilization permits.

38. Most of the areas of Malinau (East Kaliman- tan) and Kapuas Hulu (West Kalimantan) dis-tricts are categorized as conservation areas. It is coincident that the major proportion of the district area is in the form of protected area, namely Kayan Mentarang National Park and Betung Kerihun National Park in Malinau and Kapuas Hulu district respectively. Realizing this fact and the vision of the two districts on conservation, the two districts declared them-selves as Conservation Districts. Though this initiative is expected to render great benefits for HoB program implementation in the fu-ture, the main issue is that conservation areas management under the authority of Central Government has not yet achieved a solid co-operation mechanism with local government. The Conservation District also requires a stronger legal framework, across the different jurisdictions. l kerja dan penduduk keluar-masuk cukup ting- gi terkait kekayaan sumberdaya alam yang di-milikinya,. Secara etnis, mayoritas penduduk di wilayah perbatasan yang berasal dari Suku Dayak banyak yang memiliki hubungan kelu- arga dengan warga di negara tetangga Malay-sia dan Brunei Darussalam. Karena lokasinya yang terpencil dengan jumlah penduduk yang sedikit dan penyebaran tidak merata, area ini rawan dari sisi keamanan, penyelundupan dan tindak kriminal lainnya. 3.4. DESENTRALISASI

37. Terkait implementasi otonomi daerah setelah tahun 200, Provinsi Kalimantan Tengah, Ka-limantan Timur dan Kalimantan Barat secara administratif berkembang dan terdapat se-jumlah kabupaten baru. Kabupaten baru hasil pemekaran pada umumnya giat melakukan pembangunan ekonomi guna mengejar keter-tinggalan dari kabupaten induk atau kabupa-ten/kota lainnya. Kebijakan pembangunan daerah memanfaatkan kewenangan yang diperoleh atas dasar UU No.22/999 yang selanjutnya diganti dengan UU No.32/2004. Pada umumnya, kebijakan pembangunan eko-nomi kabupaten di pedalaman/perbatasan berbasis pada upaya pemanfaatan sumberdaya alam yang ada (seperti hutan, lahan, tambang dan perairan), terutama pada Kawasan Bu-didaya Non-Kehutanan (KBNK) menjadi ke- wenangan masing-masing kabupaten. Berba-gai bentuk ijin pemanfaatan sumberdaya alam diterbitkan oleh masing-masing kabupaten. 38. Kabupaten Malinau (Kalimantan Timur) dan

Kapuas Hulu (Kalimantan Barat) yang seba-gian besar wilayahnya dalam kategori kawasan konservasi, terutama dengan keberadaan Ta-man Nasional (TN) Kayan Mentarang dan TN Betung Kerihun, telah mendeklarasikan diri menjadi Kabupaten Konservasi. Meskipun ini-siatif ini akan sangat membantu implementasi program-Inisiatif HoB di masa depan, persoa-lan mendasarnya adalah bahwa pengelolaan kawasan konservasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat belum mempunyai meka- nisme kerjasama yang solid dengan Pemerin-tah Daerah. Sementara, deklarasi Kabupaten Konservasi hingga saat ini juga belum memi-liki ’payung hukum’ yang kuat.l

(30)

4. Rencana Strategis

4.1. ANALISIS SITUASI

39. Dari penjelasan pada Bab sebelumnya, dapat ditunjukkan bahwa dalam area HoB terdapat kekayaan alam yang tinggi dengan intensitas pemanfaatan sumberdaya alam yang cukup tinggi. Penggunaan lahan yang tidak lestari dan eksploitasi sumberdaya alam antara lain dipicu oleh pelanggaran dan belum disepakatinya tata ruang, tingginya ketergantungan kehidupan masyarakat terhadap konsumsi langsung ko-moditas sumberdaya alam, kemiskinan, serta belum berkembangnya infrastruktur ekonomi dan sosial bagi pengembangan pendidikan dan kapasitas masyarakat. Sementara itu, dalam pelaksanaan pemanfaatan sumberdaya alam, seperti pemanfaatan perkebunan, hutan alam, dan bahan tambang, sebagian besar belum diselenggarakan dengan menggunakan cara kelola yang lebih baik (better management

pratices).

40. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumber-daya alam dan penggunaannya kurang dida-sarkan pada informasi ilmiah seperti potensi sumberdaya alam, termasuk informasi dan

4.1. SITUATION ANALYSIS

39. From the explanation in the previous Chapter, it is shown that the HoB area has highly val-ued natural resources and natural resources utilization intensity is relatively high. Unsus-tainable land uses and exploitation of natu-ral resources was triggered by violations and disputes over spatial planning, human de- pendency on natural resources for direct con-sumption, poverty, and an under-developed economy and social infrastructure to strength-en community capacity. Meanwhile, most natural resources-based production , such as plantation, exploitation of natural forests, and mining, has not yet implemented better man-agement practices.

40. Policies for natural resources management and uses are rarely based on natural scien-tific information such as resources potential, including knowledge on the type, magnitude and distribution of risks. Therefore, possible

4. Strategic Plan

Konsultasi denGan MasyaraKat loKal

Foto: WWF Indonesia

ruMaH Kayu MasyaraKat KaliMantan

(31)

pengetahuan mengenai jenis resiko, besaran resiko dan sebaran resiko, sehingga dampak negatif yang mungkin timbul kurang diantisi- pasi secara dini dan dipecahkan akar masalah- nya. Dalam hal ini, dampak pengelolaan sum-berdaya alam merupakan kesatuan dampak sektor-sektor yang memanfaatkan komoditas sumberdaya alam. Sementara itu, koordinasi sektor-sektor masih menjadi persoalan, baik pada konteks kebijakan maupun implementa-sinya.

4.2. RENCANA INTERVENSI STRATEGIS

4. Apabila dalam pengelolaan HoB dihadapkan pada situasi seperti dikemukakan di atas, maka intervensi strategis diharapkan dapat men-jangkau seluruh pelaku pembangunan, baik pada tingkatan pembuatan maupun imple-mentasi kebijakan. Dengan demikian, rencana intervensi strategis pengelolaan HoB adalah sebagai berikut:

a. Alokasi penggunaan lahan secara berke-lanjutan (sustainable land use)

b. Penyempurnaan kebijakan sektor

(sec-tor reform)

c. Manajemen pengelolaan kawasan lin-dung (protected area management) d. Pengembangan kapasitas lembaga dan

pendanaan berkelanjutan (institutional

capacity building and sustainable fi-nancing)

42. Sesuai prinsip pengelolaan HoB yaitu konser-vasi dan pembangunan berkelanjutan, maka diperlukan penetapan prioritas untuk men-cegah semakin besarnya kerusakan kawasan konservasi khususnya dan kawasan lindung pada umumnya. Oleh karena itu, dalam upaya penguatan manajemen pengelolaan kawasan lindung, maka intervensi strategis pada

ma-negative impacts cannot be anticipated and the root of the problem is not addressed. In this case, natural resources management im-pact is the accumulation of sectoral impacts of utilized natural resources. Coordination be- tween sectors, at the policy and implementa-tion levels, is still a problem.

4.2. STRATEGIC INTERVENTION PLAN

4. The above situation outlines the situation fac-ing HoB implementation on the ground. In this situation, strategic intervention is expected to reach all development players’, both in policy making and implementation. The interven-tion plan in HoB management is, therefore directed toward the following strategies: a. Sustainable land use b. Sector reform c. Protected area management d. Institutional capacity building and sustain- able financing

42. Based on the HoB management principles of conservation and sustainable development, the priority is to prevent further damage in conservation areas in particular and protect-ed areas in general. Therefore, to strengthen protected area management, strategic inter-ventions in protected area management are further elaborated into sub-strategic interven-tions:

a. Inventory the potential and implement the management of protected areas, including enhancement of the effectiveness of conser-vation area management (Information and

PerteMuan KaMPunG

Foto: WWF Indonesia Foto: WWF Indonesia

(32)

najemen pengelolaan kawasan lindung perlu dijabarkan lebih lanjut ke dalam turunan in-tervensi strategis, yaitu:

a. Inventarisasi potensi dan manajemen pengelolaan kawasan lindung (informa-tion and conserva(informa-tion management)

termasuk peningkatan efektifitas penge-lolaan kawasan konservasi

b. Pemberdayaan masyarakat (community

empowerment)

c. Penguatan peran sektor swasta melalui penerapan better management

prac-tices, sertifikasi, dan dukungan sektor

swasta/BUMN untuk mewujudkan pen-danaan yang berkelanjutan (sustainable

financing) bagi pengelolaan kawasan

lindung (private sector engagement) d. Advokasi kebijakan (policy advocacy) Secara grafis, rencana intervensi strategis pengelo-laan HoB dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

conservation management) b. Community empowerment

c. Strengthening roles of private sectors through implementation of best manage-ment practices, certification, and support from private sector to achieve sustainable financing of protected area management (private engagement)

d. Policy advocacy

The strategic intervention of HoB management can be seen below:

4.3. NECESSARY PRECONDITION

43. HoB management does not work indepen-dently in developing implementation policy. When policy development is not conducive to achieving the HoB management objectives, the HOB management policy basic framework

Gambar . Intervensi Strategis Pengelolaan HoB

(33)

must take an alternative approach or stimu- late the creation of ongoing development ap-proach improvement. To play this role, several strategies are needed:

a. Strategy to bring HoB and its sustainable development principles to all stakehold-ers at all levels to ensure that they work on the same platform, with the same vision for sustainable development and conservation of the HoB area; b. Strategy to improve values and benefits of environmental services;

c. Strategy to improve coordination through institutional capacity improvement, for ex-ample in the relationship of upstream and downstream in watershed management; in order to measure the performance of the management of natural resources as an in- tegrated unit whose impacts of its misman-agement are inter-related. 44. Equality of administration procedures among the districts within HoB area needs to be cre-ated. For this purpose flexibility or adjustment in the format, task and function of the organi- zations, creation of shared funding from Lo- cal Government and human resources capac-ity development are all necessary. l

4.3. PRAKONDISI YANG DIPERLUKAN

43. Pengelolaan HoB dalam prakteknya tidak ber-diri senPengelolaan HoB dalam prakteknya tidak ber-diri terhadap pelaksanaan kebijakan pembangunan pada umumnya. Pada saat ke-bijakan pembangunan pada umumnya belum kondusif untuk mencapai tujuan pengelolaan HoB, maka seluruh kerangka dasar kebijakan pengelolaan HoB diupayakan dapat menjadi alternatif pendekatan atau bahkan diupayakan sebagai pendorong mewujudkan perbaikan pendekatan pembangunan yang sedang ber-jalan. Agar dapat mempunyai peran demikian itu, beberapa hal perlu dipersiapkan, antara lain:

a. Strategi untuk memastikan HoB dan prinsip pembangunan berkelanjutan-nya diterima oleh semua parapihak di berbagai tingkatan sehingga pelaksana-annya berdasarkan pada landasan dan persepsi yang sama untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan konservasi di areal HoB;

b. Strategi untuk meningkatkan nilai dan manfaat jasa lingkungan;

c. Strategi untuk meningkatkan koordinasi melalui peningkatan kapasitas lembaga, terkait pengelolaan hulu dan hilir dae-rah aliran sungai (DAS), untuk menca-pai ukuran-ukuran kinerja pengelolaan sumberdaya alam sebagai suatu unit yang terintegrasi yang dampak pengelo-laannya saling berkaitan.

44. Untuk mewujudkan kesetaraan antar wilayah administrasi dalam lingkup areal HoB, diper-lukan fleksibilitas atau penyesuaian bentuk, tugas dan fungsi dalam pengorganisasian, mewujudkan sharing pendanaan dari Pe-merintah Daerah, serta pengembangan kapa-sitas sumber daya manusia.l

PeMBerdayaan MasyaraKat Melalui PenGelolaan rotan

Foto: WWF Indonesia

riset dalaM MenduKunG inventarisasi Potensi

(34)

5. Rencana Aksi dan

Strategi

5.1. RENCANA AKSI

Rencana Aksi inisiatif Heart of Borneo di tingkat nasional akan dilaksanakan pada empat program utama, yang diterjemahkan ke dalam beberapa tema program sebagaimana diuraikan pada bagian 5.. – 5..4 berikut.

5.1.1 KERJASAMA PROVINSI/KABUPATEN

45. Pelaksanaan rencana kerja terkait isu kerjasa-ma di perbatasan internasional akan dilakukan pemerintah nasional. Lingkup rencana aksi dan strategi untuk mewujudkan kerjasama antar provinsi/kabupaten adalah sebagai be-rikut:

45.1. Penggunaan Lahan Berkelanjutan

. Menetapkan batas area HoB. Batas area HoB sangat diperlukan agar semua wi-layah yang termasuk dalam areal HoB di masing-masing provinsi dapat dike- tahui, meskipun tidak selalu dalam ben-tuk batas fisik.

2. Mendorong terselesaikannya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi dan kabupaten/kota guna mewujudkan pelaksanaan pembangunan berkelan-jutan di area HoB. Penggunaan lahan berkelanjutan merupakan salah satu program utama HoB. Tata ruang yang menjamin kelestarian fungsi ekosistem merupakan prasyarat untuk implemen-tasi HoB yang efektif. Untuk itu, RTRW yang sesuai dengan kaidah-kaidah dan tujuan HoB perlu segera diselesaikan dengan memperhatikan keutuhan ekosi-

stem pada tingkat bentang lahan (lands-cape).

45.2. Penyempurnaan Kebijakan Sektor

3.

Menyusun kriteria dan indikator penge-5.1. ACTION PLAN

The HoB initiative action plan at the national level has four main programs, further described in sev-eral intervention areas (themes) as shown in 5.. – 5..4:

5.1.1 INTER PROVINCE/DISTRICT COOPERATION 45. Implementation of an action plan which

re- lates to issues of international border coopera-tion shall be undertaken by the Government at national level. The scope of this action and strategic plan to implement inter-province/ district cooperation, are as follows:

45.1. Sustainable Land Use

. Determine HoB area boundary. A de-fined boundary for the HoB area which recognizes areas contained within HoB area in each province, is highly needed because it will not always be a physical border.

2. Encourage immediate finalization of provincial and district spatial plans (RTRW) to ensure sustainable develop- ment implementation in HoB area. Sus-tainable land use is one of HoB’s main programs. Spatial planning that ensures sustainability of ecosystem functions is pre-requisite for the effective imple-mentation of HoB. Thus, RTRW, which is in accordance with HoB’s principles and objectives, must immediately be fi-nalized, taking into account ecosystem sustainability at landscape level.

45.2. Policy Reform

3.

Establish criteria and indicators for sus-5. Action Plan and

Gambar

Tabel 2. Kelembagaan Pengelolaan HoB
Table	3.	HoB	Institution	Output	and	Indicators	in	Provincial	and	District/City	Levels
Tabel	4.	Distribusi	Area	HoB	di	Tiga	Negara Negara Lokasi Luas (Hektar) (%) Indonesia Kalimantan Timur 8.874.950 33.46Kalimantan Tengah3.027.21611.41 Kalimantan Barat 4.892.136 18.44 Total Indonesia 16.794.301 63.32

Referensi

Dokumen terkait

Through its infrastructure, the firm strives to effectively and consistently identify external opportunities and threats, identify resources and capabilities, and support

Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan bentonit mampu menyerap impuritis dalam limbah spent acid dan bentonit asal daerah Rengas merupakan bentonit dengan kinerja yang baik

3 of 2016 concerning the Acceleration of the Implementation of National Strategic Projects, including the Infrastructure Development Project of Kisaran - Tebing

Dalam hal ini pustakawan harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang baik , dapat menganalisis kebutuhan dengan tepat , mempunyai pengetahuan tentang sumber-sumber informasi

Memberikan pelayanan pada Ibu Hamil Fotocopy laporan pelayanan ibu hamil, diverifikasi oleh atasan langsung.. Memberikan pelayanan pada

PT KRAKATAU STEEL (PERSERO) Tbk untuk menghindari ketidakpastian permintaan, perusahaan sudah melakukan peramalan permintaan berdasarkan data penjualan tahun – tahun.tetapi

Menurut penelitian terdahulu, yang dilakukanoleh Utami dan Dewi (2016) berjudul “Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur Yang

Hasil penelitian yang diperoleh adalah: (1) pencapaian pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pendekatan M-APOS lebih baik