• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Batimetri Perairan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5. HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Batimetri Perairan"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian 5.1.1 Batimetri Perairan

Hasil pemetaan batimetri dari data echogram di seluruh perairan Laut Jawa khususnya pada Laut Jawa bagian timur dan utara Jawa Tengah menunjukkan bahwa perairan tersebut memiliki kedalaman yang relatif dangkal, yaitu berkisar antara 15 – 76 m, dengan rata-rata kedalaman 25,28 m. Selain data echogram, juga dilakukan pemetaan batimetri menggunakan data kedalaman perairan yang diambil dari situs http://topex.ucsd.edu/cgi-bin/get-data.cgi untuk menggambarkan peta batimetri pada lokasi survei tahun 2002 maupun 2005. Hasil dari dua peta batimetri perairan Laut Jawa memberikan informasi tidak jauh berbeda, yaitu kedalaman berkisar 40 m pada bagian tengah dan ke arah pantai semakin dangkal.

Batimetri di perairan Kepulauan Seribu menunjukkan kisaran dari 12 m hingga 86 m. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Kepulauan Seribu sangat bervariasi .

Perairan Pulau Belitung termasuk perairan Laut Jawa. Perairan Belitung berhubungan langsung dengan Laut Cina Selatan, dan berada dekat dengan Pulau Bangka yang terletak di timur Sumatera Selatan. Peta batimetri hasil pemetaan data topex memiliki kedalaman perairan yang lebih dangkal dibandingkan Laut Jawa bagian timur yaitu berkisar 20 m – 40 m.

Perairan Kalimantan Timur termasuk perairan Selat Makasar, yang dibatasi oleh dua pulau besar yaitu Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. ketersediaan air berasal dari Laut Sulawesi yang mengalir memasuki Selat Makasar menunju ke selatan. Pada bagian selatan bertemu dengan Laut Flores yang ikut mempengaruhi kondisi oseanografi pada bagian selatan selat.

Selat Makasar meskipun merupakan Paparan Sunda namun tidak seperti daerah lain yang memiliki dasar perairan yang dangkal. Selat Makasar diindikasikan merupakan bagian dari Palung sulawesi, yang memiliki batimetri yang cukup dalam. Hasil pemetaan data topex menunjukkan kedalaman perairan hingga kedalaman >2000 m pada lokasi tengah-tengah perairan. Lampiran 4 menggambarkan batimetri di setiap lokasi survei.

(2)

5.1.2 Substrat Dasar Perairan

Tipe substrat dasar perairan Laut Jawa berdasarkan komposisi ukuran partikel yang terambil pada saat survei dengan mempergunakan alat grab, umumnya adalah lumpur. Survei Desember 2005 dengan pengambilan 17 stasiun grab menunjukkan 15 stasiun dari contoh substrat yang diambil adalah lumpur dan 5 stasiun adalah lumpur berpasir. Hasil survei Mei 2006 masih dalam area survei Laut Jawa 2002 dan 2005 menunujukkan 50 stasiun grab menunjukkan 45 stasiun contoh substrat memiliki jenis substrat lumpur dan 5 stasiun contoh substrat memiliki jenis substrat lumpur berpasir dan pasir berlumpur. Hasil analisis di laboratorium tanah IPB menunjukkan contoh lumpur tersebut memiliki kisaran bulk density 1,02 -1,37 g/m3, dengan rata-rata1,14 g/m3.

Hasil analisis komposisi ukuran partikel pada contoh substrat di perairan Belitung dan sekitarnya pada survei September 2005 dengan mempergunakan grab menunjukkan bahwa dari 46 stasiun ditemukan 16 stasiun bersubstrat pasir, 13 stasiun bersubstrat pasir berlumpur, 4 stasiun bersubstrat lumpur dan 13 stasiun bersubstrat lumpur berpasir.

Hasil komposit kanal 3-2-1 citra Landsat 7 ETM tahun 2002, hasil akhir ditemukan 7 kelas utama, yaitu pasir terbuka, karang, lamun, substrat campuran dengan dominasi pasir, karang, lamun, dan lumpur (Gambar 20). Komponen terbesar penyusun ekosistem pesisir Belitung zona A adalah pasir terbuka dan substrat campuran dominan lumpur dengan luasan masing-masing sebesar 1454,749 ha dan 1124,336 ha. Berdasarkan tampilan citra Landsat, pasir terbuka diwakili oleh warna kuning terletak di sepanjang Tanjung Batu sampai Tanjung Lingka, dan di sekitar Teluk Pring, sedangkan daerah lumpur terlihat di Teluk Buding, Tanjung Manggar dan Tanjung Asem sebagai warna coklat pada tampilan citra. Lokasi terumbu karang yang potensial di zona ini berada di sekitar perairan Pulau Bukau dan Pulau Mempirak di Kecamatan Manggar, juga di seklitar perairan Pulau Pemulut di Kecamatan Sijuk dengan total luasan daerah terumbu karang itu sebesar 1021,082 ha. Kondisi terumbu karang di sekitar Pulau Bukau dan Pulau Mempirak termasuk kedalam kriteria memuaskan dengan persentase penutupan karang sebesar 81,8% - 83,6%.

Wilayah pesisir Belitung Zona B didominasi oleh pasir terbuka (3923,740 ha) dan substrat campuran dominasi lumpur (1118, 428 ha). Daerah pasir dan

(3)

lumpur berada di sepanjang pantai Tanjung Medong sampai di dekat muara Sungai Linggang. Luasan daerah terumbu karang adalah 1011,708 ha, sebagian besar berada di sekitar Pulau Tapok, Pulau Linding, Pulau Tepi dan di Gosong Batu Gajah yang termasuk dalam kriteria sedang sampai memuaskan dengan persentase penutupan karangnya sebesar 42,88%-78,5%.

Pada zona C, luasan pasir sebesar 6153,618 ha dan substrat campuran dominasi pasir sebesar 3756,843 ha, tersebar dari Tanjung Ular sampai di sekitar Pulau Batang dan di daerah Tembelan sampai Gerisik di Kecamatan Membalong. Luasan daerah karang adalah 2053,162 ha, tersebar di sekitar Pulau Seliu, Gosong Pulau Roe, Gosong Pulau Mendulu, di pesisir Mentigi sampai Jepun, dan pulau-pulau kecil lainnya. Persen penutupan karang hidup sebesar 35,5%-83,6%.

Zona D, Luasan terbesar adalah pasir terbuka (3583,839 ha) namun sebanding dengan luasan karang (3472,158 ha). Daerah pasir tersebar di sepanjang pesisir barat dari Tanjung Pandan sampai Tanjung Binga. Daerah karang yang berpotensi adalah di sekitar perairan dekat Batu Penyu, Pulau Mendulu, Tanjung Kubu, Tanjung Jemang dan Pulau Babi, Pulau Langkuas, Pulau Kepayang, di Selat Nasik sampai utara Pulau Hoorn, Pulau Langir, Pulau Batudinding, dan di sekitar Tanjung Kelayang dan Pantai Bilik. Kondisi karangnya termasuk dalam ketegori baik dengan persentase penutupan sebesar 65,16% .

Analisis komposisi ukuran partikel dari hasil survei di perairan Kalimantan Timur pada bulan Juli 2005, pada 20 stasiun grab menunjukkan 6 stasiun memiliki substrat berpasir, 5 stasiun memiliki substrat lumpur, 4 stasiun bersubstrat pasir berlumpur, 3 stasiun bersubstrat lumpur berpasir dan 2 stasiun bersubstrat lumpur berpasir. Perbedaan jenis substrat ini diakibatkan adanya sedimentasi yang berasal dari sungai-sungai yang bermuara di pantai Kalimantan Timur juga adanya arus yang kuat di tengah perairan yang sanggup membawa partikel pasir hingga jauh ke tengah perairan.

Analisis ukuran partikel dari data pengambilan substrat di Kepulauan Seribu di 20 stasiun, menunjukkan 12 stasiun berupa pasir berlumpur, 3 stasiun bersubstrat karang, 3 stasiun dengan substrat berpasir dan 1 stasiun masing-masing bersubstrat pasir berliat dan 1 stasiun bersubstrat lumpur berpasir.

(4)

Gambar 20. Sebaran substrat di perairan Belitung berdasarkan citra Landsat 7 ETM (2002)

5.1.3 Kondisi Oseanografi

Kisaran suhu dan salinitas hasil survei Laut Jawa pada tahun 2002 bertepatan dengan Musim Peralihan II ditampilkan pada Tabel 6. Kondisi suhu perairan cenderung lebih dingin dibandingkan hasil survei tahun 2005 yang bertepatan dengan Musim Barat.

Tabel 6. Kisaran suhu dan salinitas di Laut Jawa

2002 2005 Parameter

Oceanografi Permukaan Dekat dasar Permukaan Dekat dasar

Kisaran suhu (oC) 29,61 - 27,26 27,74 – 29,58 28,77–29,93 28,85– 29,70 Rata-rata Suhu (oC) 28,53 ± 0,62 28,47± 0,46 29,34± 0,34 29,36

±

0,27 Kisaran Salinitas (psu) 33,39 – 34,83 33,74– 34,81 30,47 – 33, 75 32,43 – 33, 88 Salinitas rata-rata (psu) 34,4 ± 0,32 34,47 ± 0,19 32,73 ± 0,80 33,27 ± 0,47

(5)

Kisaran suhu dan salinitas hasil survei di perairan Belitung tahun 2002 bertepatan dengan Musim Peralihan I dan data tahun 2005 bertepatan Musim Peralihan II dapat dilihat pada Tabel 7. Musim Peralihan I (2002) menunjukkan suhu yang lebih hangat dibandingkan pada Musim Peralihan II (2005). Namun untuk Musim Peralihan I memiliki salinitas lebih sedikit pekat dibanding Musim Peralihan II (2005). Arus permukaan yang terukur pada Musim Peralihan II (2005) adalah 19,67 -21,48 m/dtk, dengan rata-rata arus adalah 20,55 m/dtk ±0,43, dan arus dekat dasar 20,10 m/dtk - 21,49 m/dtk dan rata-rata arus dasar adalah 20,62 m/dtk

±

0,41.

Tabel 7. Kisaran suhu dan salinitas di perairan Belitung

2002 2005 Parameter

Oceanografi Permukaan Dekat dasar Permukaan Dekat dasar

Kisaran suhu (oC) 29,48- 30,33 29,37 - 29,61 28,86 – 30,63 28,83 - 30,11

Rata-rata Suhu (oC) 30,02 ± 0,28 29,51± 0,08 29,50 ± 0,37 29,41 ±0,30

Kisaran Salinitas (psu) 32,87 - 32,98 32,87 – 32,93 32,54 – 34,16 32,80 - 34,18

Salinitas rata-rata (psu) 32,96

±

0,04 32,9

±

0,02 33,21

±

0,46 33,25

±

0,44 Saat pengambilan data tahun 2002 juga dilakukan pengolahan citra satelit Landsat-7. Ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai sebaran suhu lebih luas. Citra satelit Landsat-7 ETM band 6a dan band 6b (Lampiran 5-g) Berdasarkan hasil pengolahan citra diketahui suhu perairan berkisar dari 21 - 310C. Pada perairan sebelah timur suhu perairan berkisar 27 - 31°C dan suhu dominan pada 280C. Penyebaran suhu ke arah lepas pantai didominasi suhu 290C. Pada perairan sebelah barat suhu perairan berkisar 24 - 290C dan suhu dominan pada 270C.

Survei di perairan Kalimantan Timur bertepatan dengan Musim Peralihan

II. Kisaran suhu permukaan menyebar dari 25,03 – 32,810C, salinitas

permukaan menyebar dari 33,78 psu – 37.89 psu. Suhu dasar berkisar dari 16,78 0C – 28,97 0C dan salinitas dasar berkisar 34,12 psu – 35,55 psu. Sebaran suhu dan salinitas di seluruh lokasi survei dapat dilihat pada Lampiran 5.

Berdasarkan selang kelas kedalaman perairan baik untuk rata-rata suhu dan salinitas di perairan Laut Jawa maupun perairan Belitung menunjukkan nilai yang tidak berbeda kecuali di perairan Kalimantan Timur yang mengalami perubahan suhu cukup besar (Tabel 8).

(6)

Tabel 8. Nilai rata-rata suhu dan salinitas di perairan Laut Jawa, Belitung dan Kalimantan Timur berdasarkan selang kelas kedalaman perairan Laut Jawa 2002 Laut Jawa 2005 Belitung 2002 Belitung 2005 Kalimantan Timur 2004 Selang Kelas

Kedalaman Dasar (o) Suhu

Salinitas Dasar (psu) Suhu Dasar (o) Salinitas Dasar (psu) Suhu Dasar (o) Salinitas Dasar (psu) Suhu Dasar (o) Salinitas Dasar (psu) Suhu Dasar (o) Salinitas Dasar (psu) <29,50 28,56 34,57 29,45 33,50 29,54 32,89 29,58 33,11 28,27 34,43 29,60-36,50 28,22 34,70 29,56 33,80 29,51 32,91 29,21 33,37 28,32 34,45 36,60-43,50 28,38 34,52 29,52 33,28 29,47 32,90 29,29 33,12 28,46 34,38 43,60-50,50 28,29 34,50 29,26 33,06 - - 29,06 33,62 28,87 34,89 50,60-57,50 27,99 34,51 - - - - 29,01 34,06 28,17 34,49 57,60-64,50 28,08 34,55 - - - - - - 25,51 35,00 64,60-71,50 - - - - - - 29,22 33,19 24,17 35,18 71,60-78,50 27,99 34,58 - - - - - - 22,69 35,18 >78,60 27,67 34,70 - - - - - - 19,73 35,30

(7)

5.2 Nilai hidroakustik Hambur Balik Dasar Perairan

Analisis hambur balik dasar perairan meliputi lima kali survei yaitu Laut Jawa 2002 ,2005 perairan Belitung 2002, 2005 dan Kepulauan Seribu 2007. Analisis data ini menggunakan dua metode yang berbeda yaitu data tahun 2002 diolah dengan Program EP-500 dan data 2005-2007 dengan menggunakan Program EchoView.

5.2.1. Nilai Hambur Balik Dasar Perairan Hasil Olahan Program EP-500 5.2.1.1 Perairan Jawa (2002)

Hasil pengolahan data hambur balik dasar perairan Laut Jawa 2002 sepanjang lintasan penelitian menunjukkan Nilai hambur balik dasar menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup besar antara lapisan-1 hingga lapisan-4 (Tabel 9). Hal ini terjadi karena setiap lapisan substrat memiliki kepadatan yang berbeda, juga tersusun dari jenis yang berbeda. Semakin ke dalam dasar perairan maka sedimen akan semakin padat. Pada studi ini, lapisan -1 diduga merupakan partikel-partikel lumpur yang sudah diendapkan namun belum solid. Wibisono (2005) menjelaskan bahwa sedimen pada lapisan -1 bersifat tidak kompak (unconsolidated) yaitu sedimen yang selalu dalam keadaan siap terurai sehingga dengan kekuatan arus yang lemah sekalipun berakibat partikel mudah lepas. Lapisan-2 adalah lapisan lumpur semi kompak (semi consolidated) hingga lapisan 4 akan semakin kompak (consolidated). Hal ini yang menjelaskan mengapa pada lapisan-1 memiliki nilai hambur balik dasar perairan sangat kecil dan semakin menuju lapisan-4 nilai hambur balik semakin besar.

Tabel 9. Nilai hambur balik dasar perairan di Laut Jawa 2002

Lapisan Nilai Kisaran Hambur Balik

Dasar Perairan (dB)

Rata-rata Nilai Hambur Balik Dasar Perairan (dB)

Lapisan -1 –51,70 dB hingga -57,50 -54,94

±

0.98

Lapisan -2 -31,40 dB hingga -43,60 -37,74 ± 2,38

Lapisan -3 -18,20 dB sampai -36,60 -26,29 ±3,37

Lapisan -4 -16,20 dB sampai -34,90 -24,33 ±3,41

Partikel-partikel lumpur yang terdapat di Perairan Laut Jawa, merupakan hasil transportasi sedimen lithogenous ( jenis sedimen yang berasal dari pelapukan maupun kegiatan vulkanik) yang diangkut dari daratan ke laut oleh sungai-sungai, begitu sedimen ini sampai di laut maka penyebarannya

(8)

ditentukan oleh sifat-sifat fisik dari partikel itu sendiri. Lumpur umumnya akan mengendap membutuhkan waktu 185 hari dan semakin besar ukuran partikel maka akan lebih cepat mengendap (Wibisono, 2005).

Gambar 21 terlihat bahwa lapisan-2 hingga lapisan-4 memiliki bentuk grafik yang sama, hal ini sangat berbeda dengan lapisan-1, dimana kenaikan maupun penurunan nilai hambur balik pada nilai lapisan-2 akan diikuti juga oleh turun naiknya nilai rata-rata lapisan-3 dan 4. Bentuk ini dapat dijelaskan bahwa berat jenis setiap lapisan berbeda. Semakin tinggi berat jenis suatu lapisan akan memberikan nilai hambur balik dasar perairan yang lebih besar. Berat jenis ini juga menjadi suatu faktor penting yang mempengaruhi perubahan impedansi akustik kekompakan (consolidated) atau litifikasi (litification) dari sedimen yang kompak yang merupakan hasil dari beban berlebih sediment-sedimen lain diatasnya, pengeringan dari sedimen saat surut maupun proses diagenetik karena ketidaksamaan kimia dari butiran-butiran memproduksi mineral-mineral baru yang menambah koherensi sedimen.

-59 -56 -53 -50 -47 -44 -41 -38 -35 -32 -29 -26 -23 -20 < 29.5 29.6 -36.5 36.6 -43.5 43.6 -50.5 50.6 -57.5 57.6 -64.5 64.6 -71.5 71.6 -78.5 > 78.6

Selang Kelas Kedalaman

Ni la i R e ra ta Ha m b u r Ba li k D asar P er a ir an ( d B )

Lapisan-1 Lapisan-2 Lapisan-3 Lapisan-4 Rata-rata Lapisan 1-4

Gambar 21. Rata-rata nilai hambur balik dasar perairan di selang kelas kedalaman Sebaran nilai hambur balik dasar perairan sepanjang lintasan survei digambarkan berdasarkan nilai rata-rata dari nilai hambur balik Lapisan-1 hingga lapisan-4. Nilai hambur balik dasar perairan ini berkisar antara -20,02 dB hingga -38,29 dB, dengan rata-rata -28,09 dB dan simpangan baku 3,35. Pada lokasi mendekati Pulau Kalimantan nilai hambur balik dasar perairan cukup besar hingga -25 dB, namun semakin ke arah selatan mendekati pantai utara Jawa nilai hambur balik semakin kecil. (Gambar 22).

Nilai hambur balik dasar perairan dikelompokkan untuk mengetahui sebaran kedalaman perairan. Ditemukan pada kisaran -38,00 dB sampai -35,01

(9)

dB pada kedalaman perairan 62,00 – 75,00 m, diikuti kisaran hambur balik dasar perairan 35,00 dB sampai 32,01 dB yaitu terdeteksi pada perairan 32 – 66 m. -32,00 dB sampai -29,01 dB menyebar pada kedalaman 25,00 – 65,00 m, kisaran -29,00 sampai -26,01 pada kisaran kedalaman 25,00 – 65,00 m. Kisaran -26,00 dB sampai -23,01 dB menyebar pada kedalaman 23,00 – 60,00 m dan terakhir kedalaman 28,00 – 40,00 m memiliki selang hambur balik dasar perairan terbesar yaitu -23,00 dB sampai -20,00 dB (Gambar 23).

110°

111°

112°

113°

114°

115°

116°

Bujur

-7°

-6°

-5°

-4°

-3°

Lin

tan

g

Laut Jawa Kep. Karimunjawa Semarang

Gambar 22. Sebaran nilai rata-rata hambur balik dasar perairan Laut Jawa

-80 -60 -40 -20 0 -50 -40 -30 -20 -10 0

Nilai Hambur Balik Dasar Perairan (dB)

Ke d a la m a n ( m )

Gambar 23. Sebaran nilai hambur balik dasar perairan (dB) pada kedalaman perairan di Laut Jawa

(10)

5.2.1.2 Perairan Belitung (2002)

Hasil pengolahan data di perairan Belitung menunjukkan penyebaran nilai hambur balik dasar perairan yang sama dengan Laut Jawa yaitu lapisan-1 lebih kecil dibandingkan lapisan lainnya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 10. Hal ini terjadi karena jenis substrat yang berada pada setiap lapisan berbeda, dimana lapisan-1 adalah lapisan unconsolidated, sedangkan lapisan-2 hingga lapisan-4 adalah lapisan consolidated.

Tabel 10. Kisaran nilai hambur balik dasar perairan di perairan Belitung

Lapisan Nilai Kisaran Hambur

Balik Dasar Perairan (dB)

Rata-rata Nilai Hambur Balik Dasar Perairan (dB)

Lapisan -1 -54,40 hingga -59,70 -57,43 ±1,51

Lapisan -2 -31,30 hingga -46,80 -37,65 ± 5,10

Lapisan -3 -15,80 hingga -38,30 -23,47 ±7,41

Lapisan -4 -11,10 hingga -33,90 -18,77

±

7,27

Berdasarkan selang kelas kedalaman (Gambar 24), lapisan-1 memiliki nilai terendah pada selang kelas kedalaman 29,60 -36,50 m dan tertinggi pada selang kelas kedalaman 1. Lapisan-2 sampai lapisan- 4 menunjukkan nilai rata-rata paling tinggi pada selang kelas kedalaman 29,60 -36,50 m, dibawahnya selang kelas kedalaman 36,60 -43,50 m dan paling kecil adalah selang kelas kedalaman kurang dar 29,5 m .

-70 -64 -58 -52 -46 -40 -34 -28 -22 -16 < 29.5 29.6 -36.5 36.6 -43.5 43.6 -50.5 50.6 -57.5 57.6 -64.5 64.6 -71.5 71.6 -78.5 > 78.6 Se la ng Ke la s Ke da la ma n (m) N il a i R at a-ra ta H am b u r B a lik D asa r P er a ir an (d B )

Lapisan-1 Lapisan-2 Lapisan-3 Lapisan-4 rata-rata

Gambar 24. Nilai rata-rata hambur balik dasar perairan pada setiap selang kelas kedalaman

Gambaran mengenai hambur balik dasar perairan sepanjang lintasan survei diperoleh berdasarkan nilai rata-rata dari 4 lapisan berkisar -15 sampai -36

(11)

dB. Lokasi di timur laut Pulau Belitung memiliki nilai rata-rata hambur balik lebih besar dibandingan dengan lokasi barat laut Pulau Belitung (Gambar 25).

Nilai hambur balik dasar perairan dikelompokkan untuk mengetahui sebaran kedalaman perairan. Ditemukan pada kisaran -38,00 dB sampai -35,01 dB pada kedalaman perairan 25,60 – 32,80 m, diikuti kisaran hambur balik dasar perairan -35,00 dB sampai -32,01 dB yaitu terdeteksi pada kedalaman perairan 26,40 -33,60 m, kisaran -32,00 dB sampai -29,01 dB menyebar pada kedalaman 25,80 – 26,00 m, kisaran -29,00 sampai -26,01 tidak ditemukan. Kisaran -26,00 dB sampai -23,01 dB menyebar pada kedalaman 23,00 – 39,80 m, diikuti -23,00 dB sampai -20,01 dB pada kisaran kedalaman 23,20 – 39,60 m, kisaran -20,00 dB sampai -17,01 dB berada pada kisaran kedalaman 23,20 sampai 35,20 m dan yang memiliki kisaran hambur balik dasar perairan terbesar yaitu -17,00 dB sampai -14,01 dB pada kisaran 30 – 32,8 m (Gambar 26)

107.4° 108.4° Bujur -3° -2.5° Lin tan g Belitung Tanjungpandan

Gambar 25. Sebaran hambur balik dasar perairan di perairan Belitung

-40 -30 -20 -10

-50 -40 -30 -20 -10 0

Nilai Hambur Balik Dasar Perairan (dB)

Ke d a la m a n ( m )

Gambar 26. Sebaran nilai hambur balik dasar perairan pada kedalaman perairan di perairan Belitung

(12)

5.2.2 Nilai Hambur Balik Dasar Perairan dengan Program Echoview 3.5 5.2.2.1 Perairan Laut Jawa (2005)

Hasil pengolahan data menunjukkan nilai hambur balik dasar perairan di Laut Jawa memiliki nilai maksimum yang diperoleh 35,91 dB, nilai minimal -38,57 dB dan nilai rata-rata -37,10 dB dengan simpangan baku 0,46 dB. Penyebaran nilai hambur balik dasar sepanjang lintasan survei menunjukkan nilai yang sama (Gambar 27). Hal ini menjelaskan bahwa substrat pada lokasi survei di Laut Jawa 2005 memiliki substrat yang sama. Hasil data in-situ pengambilan contoh di lokasi ini diperoleh data yang menunjukkan bahwa substrat yang ada berupa lumpur, hasil analisis di laboratorium menunjukkan bahwa berat jenis lumpur tersebut kurang dari 1 gram/m3 .

109° 110° 111° Bujur -7.5° -6.5° -5.5° Lintan g Kep. Karimunjawa Semarang

Gambar 27. Penyebaran nilai hambur balik dasar perairan Laut Jawa

Sebaran Nilai rata-rata hambur balik dasar perairan berdasarkan selang kelas kedalaman diperoleh hasil nilai rata-rata pada selang kelas 1 sampai 5 sama yaitu berkisar dari -37,41 hingga -36,87 dB. Ini menunjukkan bahwa pada selang kedalaman perairan ini memiliki tipe substrat yang sama atau merupakan kelompok yang sama pada selang kedalaman 6 -9 tidak diperoleh data (Tabel 10).

5.2.2.2 Perairan Belitung (2005)

Hasil deteksi hidroakustik dasar perairan Belitung pada bulan September 2005 menunjukkan nilai hambur balik dasar perairan beragam yaitu dengan nilai

(13)

maksimum -20,93 dB, nilai minimum -41,05 dB dan nilai rata-rata -32,65 dB dengan simpangan baku 6,83.

Nilai hambur balik sepanjang survei pemberangkatan dari Semarang menunjukkan nilai hambur balik berkisar -35 dB. Menuju perairan Belitung, nilai hambur balik semakin besar bahkan mencapai -23,10 dB, dan di sebelah timur Pantai Sumatera nilai hambur balik mulai menurun kembali hingga -31 dB. Ini menunjukkan di lintasan survei pemberangkatan dari Semarang, memiliki substrat lumpur hal ini ditunjukkan berdasarkan data pengambilan contoh substrat dengan menggunakan grab. Di sekitar perairan Belitung substrat sudah mulai berbeda, yaitu berupa substrat pasir yang banyak mendominasi di lokasi ini. Di timur Pantai Sumatera memiliki substrat yang berbeda juga dan diduga merupakan campuran lumpur dan pasir (Gambar 28).

106° 107° 108° 109° 110° 111° Bujur -6° -5° -4° -3° -2° Li nt a ng Laut Jawa Kep. Karimunjawa Bangka P. Lepar P. Liat Belitung Pangkalpinang Tanjungpandan J A K A R T A

Gambar 28. Penyebaran nilai hambur balik dasar perairan Belitung

Nilai hambur balik pada setiap selang kelas kedalaman dapat menunjukkan bahwa memliki rata-rata nilai habur balik yang berkisar -34,60 hingga -30,10 dB. Nilai ini tidak menunjukkan tipe substrat yang berbeda antar selang kelas kedalaman (Tabel 11).

(14)

Tabel 11. Nilai rata-rata hambur balik dasar di perairan Laut Jawa dan perairan Belitung

Selang kelas kedalaman Laut Jawa (2005) Perairan Belitung (2005)

<29.5 -42,77 -32,73 29.6-36.5 -42,34 -33,27 36.6-43.5 -42,23 -32,57 43.6-50.5 -42,46 -31,10 50.6-57.5 -42,63 -30,51 67.6-64.5 - - 64.6-71.5 - -33,51 71.6-78.5 - -34,60 >78.6 - -30,51

Keterangan : - data tidak ada

5.2.2.3 Perairan Kepulauan Seribu (2007)

Perairan Kepulauan seribu memiliki data hambur balik yang berasal dari pantulan pertama (E-1) yang berksar -36,66 sampai -11,85 dB dengan rata-rata -24,14 dB dan pantulan kedua (E-2) yang berkisar -70,00 sampai -36,46 dB dengan rata-rata -58,75 dB. Hasil pemetaan terhadap nilai hambur balik pantulan pertama digambarkan sebagai berikut (Gambar 29):

106.3° 106.5° 106.7° 106.9° Bujur -6.3° -6.1° -5.9° -5.7° -5.5° Linta n g J A K A R T A

Gambar 29. Penyebaran nilai hambur balik dasar pertama di perairan Kepulauan Seribu

(15)

5.3 Estmasi Stok Ikan Demersal Secara Hidroakustik

Hasil dari penelitian ini meberikan informasi mengenai sebaran nilai pantulan ikan tunggal (target strength) maupun densitas ikan berdasarkan lima kali survei, yaitu Laut Jawa 2002 – 2005, perairan Belitung 2002-2005 dan perairan Kalimantan Timur (2004).

5.3.1 Perairan Laut Jawa (Musim Peralihan II - 2002)

Nilai target strength menggambarkan besarnya pantulan yang diberikan oleh ikan tunggal yang terdeteksi oleh alat hidroakustik. Kisaran nilai target strength menyebar dari –51,00 dB hingga –24,01 dB, dengan jumlah ikan tunggal yang terdeteksi sebanyak 4.372 ekor. Jumlah ikan tunggal terbanyak pada kisaran nilai target strength –48,00 sampai -45,01 dB yaitu 1.883 ekor, disusul kisaran target strength –51,00 hingga -48,01 dB sebanyak 1.004 ekor dan urutan ke tiga kisaran nilai –45,00 sampai -42,01 dB sebanyak 831 ekor, dengan rata-rata target strength di seluruh perairan sebesar –41,11 dB, dan standar deviasi sebesar 14,68 dB. Penyebaran nilai rata-rata target strength ikan demersal sepanjang lintasan survei di seluruh perairan Laut Jawa sangat bervariasi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 30.

110° 111° 112° 113° 114° 115° 116° Bujur -7° -6° -5° -4° -3° Lintan g Laut Jawa Kep. Karimunjawa Semarang

Gambar 30. Penyebaran rata-rata target strength ikan demersal di perairan Laut Jawa pada Musim Peralihan II

(16)

Gambar 31 yang menggambarkan histogram frekuensi jumlah ikan tunggal pada setiap nilai target strength. Kisaran nilai target strength yang terdeteksi adalah -48,00 hiungga -45,01 dB memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan yang lainnya. Semakin besar ukuran target strength jumlah ikan semakin kecil, atau dengan kata lain di perairan Laut Jawa banyak ditemukan ikan-ikan tunggal berukuran kecil. Jumlah ikan tunggal dengan ukuran besar terdapat 0,88% atau 38 ekor dengan kisaran ukuran target strength –33,00 sampai -24,01 dB. 1004 831 379 151 66 22 13 3 1883 0 500 1000 1500 2000 -51,00 s/d -48,01 -48,00 s/d -45,01 -45,00 s/d -42,01 -42,00 s/d -39,01 -39,00 s/d -36,01 -36,00 s/d -33,01 -33,00 s/d -30,01 -30,00 s/d -27,01 -27,00 s/d -24,01 Nilai Target strength (dB)

Jum lah I k a n Tunggal ( ekor )

Gambar 31. Jumlah ikan tunggal pada kisaran nilai target strength saat Musim Peralihan II di Laut Jawa

Rata-rata jumlah ikan tunggal berdasarkan kisaran kelas kedalaman perairan berturut-turut dari kelas 1 sampai kelas 9 dapat dilihat pada Gambar 52. Hal ini menunjukkan bahwa pada selang kelas kedalaman 71,60-78,50 m memiliki ukuran ikan paling besar, diikuti selang kelas kedalaman lebih besar dari 78,60 m. Ini menjelaskan bahwa ikan-ikan besar menyukai perairan dengan kedalaman lebih dari 72 m, sedang ikan-ikan kecil menyukai perairan dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 29,5 m.

Berdasarkan Gambar 32 ditemukan tiga kelompok yaitu : kelompok I adalah kelompok ikan yang memiliki nilai target strength kurang dari -47,00 dB yang berada pada kedalaman kurang dari 29,50 m. Kelompok II yaitu ikan-ikan yang memiliki selang nilai rata-rata target strength antara -47,00 hingga -44,00 dB pada kedalaman antara 29,60 hingga 71,50 m, dan kelompok III adalah ikan yang berada pada kedalaman lebih dari 71,60 m dengan nilai target strength lebih dari -44,00 dB.

(17)

-48.24 -45.75 -46.17 -44.39 -44.93 -44.66 -45.82 -41.43 -42.34 -50 -47 -44 -41 -38 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6

Selang Kelas Kedalaman

Ni la i Re ra ta Tar g et St re n gt h (d B )

Gambar 32. Rata-rata nilai target strength pada setiap selang kelas kedalaman perairan

Adapun jumlah ikan tunggal pada setiap kelas selang kedalaman juga sangat bervariasi. Jumlah terbanyak rata-rata ikan tunggal yaitu pada kelas selang kedalaman 6 yaitu pada kedalaman 57,60 - 64.50 m yaitu 27,05 ekor ikan, disusul pada kelas selang kedalaman 4 (43,60 - 50,50 m) dan 7 (64,60 - 71,50 m) yaitu sebanyak 21,65 ekor dan 20,84 ekor ikan (Gambar 33).

3.22 14.91 12.16 21.65 13.81 27.05 21.95 20.85 15.17 0 10 20 30 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6

Selang Kelas Kedalaman

Jum lah R a ta -r at a I k an Tunggal (e k o r)

Gambar 33. Rata-rata jumlah ikan tunggal ikan demersal pada setiap selang kelas kedalaman perairan

Berdasarkan data densitas yang ada untuk setiap integrasi dikalikan berat ikan rata-rata yang mendominasi dari sapuan tangkapan trawl yaitu 29,17 gram, diperoleh informasi bahwa densitas berkisar dari 0,00 gram/m3 hingga 1,64 gram/m3 dengan rata-rata 0,33 gram/m3 dan simpangan baku 0,33. (Gambar 34). Densitas ikan lebih dari 0,5 gram/m3 di lokasi perairan dangkal dan mendekati pantai. Lokasi yang dalam seperti di lokasi Laut Jawa bagian timur di utara Pulau Kangean memiliki densitas relatif rendah. Hal ini bisa disebabkan karena

(18)

daerah dangkal dan mendekati pantai merupakan daerah yang subur, akibat nutrien yang terbawa oleh arus sungai yang mampu mencapai daerah tersebut sehingga terdapat persediaan makanan bagi detritus.

110° 111° 112° 113° 114° 115° 116° Bujur -7° -6° -5° -4° -3° Lint a n g Laut Jawa Kep. Karimunjawa Semarang

Gambar 34. Penyebaran nilai rata-rata densitas ikan demersal pada Musim Peralihan II di perairan Laut Jawa

Perhitungan densitas ikan (gram/m3) berdasarkan selang kelas

kedalaman di gambarkan pada Gambar 35. Data menunjukkan bahwa pada selang kelas 2 (29,60-36,50 m) memiliki densitas ikan yang paling besar yaitu 0,60 gram/m3, diikuti selang kelas kedalaman 5 (50,60-57,50 m) yaitu 0,36 gram/m3, dan paling rendah pada selang kedalaman lebih dari 78,60 m, dan cenderung semakin bertambahnya kedalaman densitas ikan menurun.

0.36 0.60 0.32 0.31 0.36 0.31 0.24 0.00 0.16 0 0.5 1 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6

Selang Kelas Kedalaman

Ni la i Ra ta -r a ta De n s it a s I k a n De m er sa l ( g /m 3)

Gambar 35. Nilai densitas ikan demersal pada selang kelas kedalaman di perairan Laut Jawa saat Musim Peralihan II

(19)

5.3.2 Perairan Laut Jawa (Musim Barat - 2005)

Penyebaran nilai target strength pada Musim Barat 2005 menunjukkan

kisaran nilai target strength -24,21 hingga -59,98 dB, dengan rata-rata -44,86 dB. Gambar 36 menggambarkan sebaran nilai rata-rata target strength di sepanjang lintasan survei, dengan nilai yang beragam. Rata-rata nilai target strength menyebar merata, namun demikian bila diamati secara cermat nilai rata-rata target strength berkisar -42,00 hingga -48,00 dB yang terdapat di lokasi mendekati pantai, bahkan mendekati Pantai Karimun Jawa yang terdeteksi hingga -54,00 dB. Namun di beberapa lokasi terlihat ikan tunggal berukuran besar hingga -30,00 dB.

Sebaran nilai rata-rata target strength di setiap selang kelas kedalaman menunjukkan ikan-ikan yang berukuran besar terdapat di perairan dalam sedang ikan-ikan kecil terdapat di perairan dangkal. Berdasarkan Gambar 37, penyebaran ikan pada selang kelas kedalaman I (<29,5 m) memiliki ukuran sendiri yaitu -42,15 dB. Pada selang kelas kedalaman 2 dan 3 (29,6 -43,5 m) memiliki ukuran ikan tunggal yang sama. Demikian juga untuk kelas kedalaman 4-5 ( 43,6 -57,5 m) memiliki ukuran yang lebih besar.

109° 110° 111°

Bujur

-7° -6°

Lint

a

ng

Kep. Karimunjawa Semarang

(20)

-42.15 -44.46 -44.42 -40.26 -39.98 -50 -47 -44 -41 -38 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6

Selang Kelas Kedalaman

N ila i R e ra ta Ta rg e t S tr e ngth (dB )

Gambar 37. Nilai rata-rata target strength di setiap selang kelas pada Musim Barat di Laut Jawa

Total jumlah ikan tunggal adalah 28.479 ekor, sebaran jumlah ikan tunggal pada setiap nilai target strength menunjukan bahwa ikan-ikan berukuran kecil (-60,00 hingga -57,01 dB) berjumlah 6.612 ekor atau 23,22% dari jumlah ikan tunggal yang terdeteksi, diikuti ikan-ikan dengan nilai -57,00 - -54,01 dB sebanyak 6.190 ekor (21,74%). Ikan-ikan berukuran besar yaitu lebih dari -33,00 dB ditemukan sebanyak 155 ekor atau hanya 0,54% saja dari seluruh ikan tunggal (Gambar 38). 6612 6190 5354 4324 2832 1631 858 384 139 79 30 46 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 -60,00 s/d -57,01 -57,00 s/d -54,01 -54,00 s/d -51,01 -51,00 s/d -48,01 -48,00 s/d -45,01 -45,00 s/d -42,01 -42,00 s/d -39,01 -39,00 s/d -36,00 -36,00 s/d -33,01 -33,00 s/d -30,01 -30,00 s/d -27,01 -27,00 s/d -24,01 Nila i Ta rge t Stre ngth (dB)

Ju m la h I k a n Tun gga l ( e k o r)

Gambar 38. Jumlah ikan tunggal pada kisaran nilai target strength saat Musim Barat di Laut Jawa

Sebaran densitas ikan berkisar dari 0 sampai 2,10 gram/m3, dengan rata-rata 0,53 gram/m3. Penyebaran densitas ikan sepanjang lintasan survei dapat dilihat pada Gambar 39. Kecenderungan mendekati pantai jumlah densitas lebih besar dibandingkan lokasi yang menjauhi pantai .

(21)

Sebaran nilai rata-rata densitas di setiap selang kelas kedalaman menunjukkan ikan-ikan banyak ditemukan di perairan dangkal, dan semakin dalam perairan densitas ikan semakin berkurang. Berdasarkan Gambar 40, penyebaran ikan pada selang kelas kedalaman I (<29,5 m) memiliki rata-rata

densitas 1,95 g/m3. Pada selang kelas kedalaman 2 (29,60 – 43,50 m)

mengalami kenaikan yang signifikan yaitu 3,20 g/m3 dan cenderung menurun jumlah densitas ikan dengan bertambahnya selang kelas kedalaman.

109° 110° 111°

Bujur

-7° -6°

Lint

a

n

g

Kep. Karimunjawa Semarang

Gambar 39. Sebaran densitas ikan sepanjang lintasan pada Musim Barat di Laut Jawa 1.95 3.20 1.76 2.29 1.12 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6

Selang Kelas Kedalaman

N ila i R at a-rat a D ensi ta s I kan D em er sal ( g /m 3)

Gambar 40. Rata-rata densitas ikan demersal di setiap selang kelas Kedalaman pada Musim Barat di Laut Jawa

(22)

5.3.3 Perairan Belitung (Musim Peralihan I - 2002)

Hasil survei Musim Peralihan I di perairan Belitung , memiliki data ikan tunggal yang relatif sedikit dibandingkan hasil survei di lokasi lain. Nilai target strength pada Musim Peralihan I berkisar -47,00 dB hingga –59,00 dB, dengan nilai rata-rata -55,73 dB. Penyebaran nilai rata-rata target strength di lintasan survei dapat dilihat pada Gambar 41.

107.25° 107.75° 108.25° Bujur -3.5° -2.5° Linta n g Belitung Tanjungpandan

Gambar 41. Penyebaran nilai rata-rata target strength ikan tunggal di perairan Belitung pada Musim Peralihan I

Hasil deteksi hidroakustiik di perairan Belitung menunjukkan jumlah ikan tunggal yang terdeteksi sangat sedikit yaitu 48 ekor. Hal ini diduga disebabkan oleh perairan yang umumnya bersubstrat karang dimana banyak dihuni oleh ikan-ikan yang bergerombol. Sebaran jumlah ikan pada setiap nilai target strength dapat di lihat pada Gambar 42. Nilai target strength berkisar -60,00 hingga -57,01 dB memiliki jumlah individu terbanyak yaitu 18 ekor, dan semakin besar nilai target strength terlihat jumlah ikan tunggal semakin sedikit.

18 14 13 1 2 0 10 20 60,00 s/d -57,01 57,00 s/d -54,01 54,00 s/d -51,01 51,00 s/d -48,01 48,00 s/d -45,01

Nilai Ta rge t Strength (dB)

Jum la h Tar g et Tu ngg al ( e kor )

Gambar 42. Jumlah ikan demersal tunggal pada setiap nilai target strength di perairan Belitung pada Musim Peralihan I

(23)

Sebaran nilai rata-rata target strength menurut selang kelas kedalaman hanya ditemukan pada dua kelas kedalaman yaitu selang kelas kurang dari 29 m dan selang kelas 29,60 -36,50 m (Gambar 43). Ikan tunggal pada selang kelas kedalaman 2 memiliki nilai target strength lebih besar dibandingkan nilai target strength pada selang kelas kedalaman 1. Bila dilihat dari nilai target strength ini merupakan kelompok yang berbeda.

-56.79 -54.33 -62 -59 -56 -53 -50 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6

Selang Kelas Kedalaman

N ila i R a ta -r a ta Ta rg e t St re ngt h (d B )

Gambar 43. Nilai rata-rata target strength ikan demersal di perairan Belitung pada Musim Peralihan I

Nilai rata-rata densitas ikan adalah 0,47 g/m3 dengan simpangan baku 0,28 dan nilai densitas berkisar antara 0 – 1,24 g/m3. Penyebaran nilai densitas di sebelah barat Pulau Belitung lebih besar dibandingkan di sebelah utara maupun sebelah timur Pulau Belitung (Gambar 44).

107.25° 107.75° 108.25° Bujur -3.5° -2.5° Li nta ng Belitung Tanjungpandan

Gambar 44. Nilai rata-rata densitas ikan demersal di perairan Belitung pada Musim Peralihan I

(24)

Densitas berdasarkan selang kelas kedalaman ditemukan pada selang kelas kedalaman kurang dari 29 m sebesar 0,67 g/m3 dan pada selang kelas kedalaman 29,60 -36,50 m memiliki densitas 0,44 g/m3 (Gambar 45).

0.67 0.44 0 0.5 1 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6

Selang Kelas Kedalaman

N ila i R a ta -R a ta D e n s it a s Ik a n D e m e rs a l (g /m 3 )

Gambar 45. Rata-rata densitas ikan di setiap selang kelas kedalaman pada Musim Peralihan I di perairan Belitung

5.3.4 Perairan Belitung (Musim Peralihan II-2005)

Survei Belitung tahun 2005 bertepatan dengan Musim Peralihan II. Hasil deteksi ikan tunggal dengan menggunakan alat hidroakustik menunjukkan ikan demersal tunggal memiliki nilai target strength antara -42,00 hingga -59,98 dB dengan rata –51,53 dB dan simpangan baku 4,43. Berdasarkan nilai rata-rata target strength, ikan-ikan tunggal yang berukuran besar umumnya di sekitar pulau-pulau kecil yang terletak di barat Pulau Belitung. Ikan-ikan kecil menyebar di timur pantai Sumatera hingga ke tengah perairan (Gambar 46).

Penghitungan jumlah ikan tunggal pada lokasi penelitian masih didominasi oleh ikan-ikan yang memiliki nilai target strength antara -60,00 hingga -57,01 dB yaitu sebanyak 3.323 ekor, dan semakin bertambah besar ukuran nilai target strength, jumlah ikan tunggal semakin berkurang (Gambar 47).

Berdasarkan selang kelas kedalaman, diperoleh informasi bahwa ikan-ikan yang berukuran besar nilai rata-rata target strength-nya berada di perairan dalam (64,60 – 78,50 m), sedangkan pada perairan dangkal nilai rata-rata target strength semakin kecil yaitu di bawah -40,00 dB (Gambar 48).

(25)

106° 107° Bujur -6° -5° -4° -3° -2° Li n ta n g Bangka P. LeparP. Liat Pangkalpinang J A K A R T A

Gambar 46. Penyebaran nilai rata-rata target strength di perairan Belitung pada Musim Peralihan II 3323 2636 1672 1173 820 418 0 1000 2000 3000 4000 -60,00 s/d -57,01 -57,00 s/d -54,01 -54,00 s/d -51,01 -51,00 s/d -48,01 -48,00 s/d -45,01 -45,00 s/d -42,01

Nilai Target Strength (dB)

Jum lah I k an Tunggal ( e kor )

Gambar 47. Jumlah ikan demersal tunggal pada setiap kisaran nilai target strength di perairan Belitung pada Musim Peralihan II

-42.41 -46.54 -46.17 -39.84 -45.33 -37.87 -37.88 -48 -45 -42 -39 -36 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6

Selang Kelas Kedalaman

N il a i R a ta -r at a T ar g et S tr en g th (d B )

Gambar 48. Nilai rata-rata target strength ikan demersal di perairan Belitung pada Musim Peralihan II

(26)

Densitas ikan demersal pada Musim Peralihan II di perairan Belitung menunjukkan kisaran nilai densitas 0 hingga 10.82 gram/m3 . Densitas rata-rata yang ditemukan adalah 0.5 g/m3 dengan simpangan baku 1,52. Densitas ikan demersal di perairan Belitung menunjukkan di lokasi di sekitar Pulau Belitung sangat sedikit namun di timur Pantai Sumatera lebih banyak (Gambar 49). Lokasi yang memiliki densitas sebesar 10,82 g/m3 hanya pada posisi 106 o 33‘ 03” BT; 05o05’30’’LS. 106° 107° Bujur -6° -5° -4° -3° -2° Li nt a ng Bangka P. LeparP. Liat Pangkalpinang J A K A R T A

Gambar 49. Penyebaran densitas di perairan Belitung pada Musim Peralihan II Rata-rata densitas ikan paling banyak terdapat di kedalaman kurang dari 29,50 m dan semakin bertambah kedalaman jumlah densitas ikan semakin kurang (Gambar 50). 0.7008 0.1252 0.0547 0.0154 0.0139 0.0002 0.0025 0 0.5 1 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6 Selang Kelas Kedalaman

N ila i R a ta -r a ta D e n s it a s Ik a n D e m e rs al ( g /m 3)

Gambar 50. Rata-rata densitas ikan di setiap selang kelas kedalaman pada Musim Peralihan I di perairan Belitung

(27)

5.3.5 Perairan Kalimantan Timur (Musim Peralihan II-2004)

Hasil survei di perairan Kalimantan Timur meliputi perairan dangkal hingga perairan dalam. Perairan dangkal umumnya terletak di dekat pantai dan perairan dalam menjauhi pantai. Umumnya hasil deteksi akustik yang jauh dari pantai sudah tidak dapat mendeteksi dasar perairan, sehingga tidak dapat dilakukan analisis untuk mendapatkan informasi mengenai ikan-ikan yang dekat dasar perairan.

Target strength yang terdeteksi di perairan Kalimantan Timur berjumlah 4.687 ekor ikan tunggal dengan nilai target strength menyebar dari –61,00 dB hingga –34,00 dB, dan rata-rata Target strength adalah –51,01 dB dengan simpangan baku 0,003 dB. Total ikan tunggal terbanyak ditemukan pada target strength ukuran –61,00 - -58,01 dB yaitu 1.893 ekor ikan tunggal, diikuti oleh Target strength ukuran –58,00 - -55,01 dB sebanyak 947 ekor ikan tunggal, dan semakin besar nilai target strength jumlah ikan tunggal yang terdeteksi semakin sedikit (Gambar 51). 1893 947 684 454 305 194 98 69 43 0 1000 2000 -61,00 s/d -58,01 -58,00 s/d -55,01 -55,00 s/d -52,01 -52,00 s/d -49,01 -49,00 s/d -46,01 -46,00 s/d -43,01 -43,00 s/d -40,01 -40,00 s/d -37,00 -37,00 s/d -34,01

Nilai Target Strength (dB)

Jum la h I kan Tunggal ( ekor )

Gambar 51. Jumlah target tunggal pada setiap kisaran nilai target strength di perairan Kalimantan Timur

Penyebaran nilai target strength sepanjang lintasan survei yang teramati dapat dilihat pada Gambar 52. Ikan tunggal yang memiliki rata-rata target strength yang kecil (-52,00 dB) terdapat perairan dangkal di dekat pantai, dan daerah yang lebih dalam dan menjorok ke tengah Selat Makasar (menjauhi pantai) umumnya memiliki ikan tunggal berukuran besar yaitu dengan nilai target strength hingga -37,00 dB.

Kedalaman perairan yang terdeteksi oleh alat hidroakustik di perairan Kalimantan Timur ini sangat bervariasi yaitu mulai dari 6 hingga 100 m. Gambar

(28)

53 adalah penyebaran nilai Target strength untuk masing-masing kelas kedalaman. Kelas kedalaman 9 (>78,6 m) memiliki rata-rata target strength paling besar (-40,10 dB) dibandingkan delapan kelas kedalaman lainnya. Nilai Target strength paling rendah (-51,72 dB) ditemukan pada selang kelas kedalaman 3. Hal ini memberikan gambaran bahwa secara hidroakustik ikan-ikan tunggal yang berukuran besar di perairan Kalimantan Timur banyak menghuni perairan dalam dan ikan-ikan kecil menjadi penghuni perairan dangkal. Melihat grafik di bawah ini di duga bahwa berdasarkan selang kelas kedalaman ditemukan tiga kelompok ikan yang berbeda yaitu : kelompok I yang merupakan penghuni selang kelas kedalaman 1 - 3 yang memiliki ukuran ikan tunggal yang sama berkisar (-49,71 sampai -51,72 dB), demikian juga pada selang kelas kedalaman 4 – 8 memiliki ukuran ikan yang sama juga (-45,97 sampai -49,00 dB), dan kelompok terakhir adalah selang kelas kedalaman 9 yang memiliki ikan tunggal berukuran -40,00 dB. 117° 118° 119° Bujur 1° 2° 3° 4° Li nt a n g

Gambar 52. Sebaran nilai rata-rata target strength di perairan Kalimantan Timur pada Musim Peralihan II

-49.71 -50.23 -51.72 -49.18 -47.31 -49.38 -46.52 -45.97 -40.10 -55 -52 -49 -46 -43 -40 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6 Se la ng Ke la s Ke da la ma n N il a i R a ta -r a ta T a rg e t S tr e n g th

Gambar 53. Nilai rata-rata target strength di setiap selang kelas kedalaman di perairan Kalimantan Timur pada Musim Peralihan II

(29)

Densitas ikan di perairan Kalimantan Timur ini berkisar 0 sampai 8,47 gram/m3, dengan rata-rata 0,45 gram/m3 dan simpangan baku 0,97 dimana perhitungan densitas berdasarkan berat ikan yang mendominasi perairan yaitu jenis Leioqnathus bindus dengan berat 13,9 gram (Gambar 54). Densitas tertinggi terletak pada posisi 117o 51’ 3” BT; 02o 56’ 25”LU. Semakin ke tengah Selat Makasar densitas semakin rendah.

Berdasarkan selang kelas kedalaman penyebaran densitas ikan demersal di perairan Kalimantan Timur sangat menonjol pada selang kelas kedalaman I (<29,50m) yaitu 4,74 g/m3, selang kelas kedalaman lainnya memiliki densitas rendah (Gambar 55).

Gambar 54. Sebaran nilai densitas di perairan Kalimantan Timur pada Musim Peralihan II 4.74 0.09 0.07 0.04 0.04 0.06 0.04 0.01 0.03 0 2.5 5 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6

Selang Kelas Kedalaman

N il ai R at a -r at a D ens it as I kan D em er sal ( g /m 3)

Gambar 55. Nilai densitas di setiap selang kelas kedalaman di perairan Kalimantan Timur pada Musim Peralihan II

117° 118° 119° Bujur 1° 2° 3° 4° L intang

(30)

5.4 Estimasi Stok Ikan Demersal Hasil Sapuan Trawl 5.4.1 Perairan Laut Jawa (Musim Peralihan II-2002)

Total hasil sapuan area yang diperoleh dengan menggunakan alat tangkap trawl dasar (Bottom trawl) di 20 stasiun penelitian dengan kedalaman perairan yang beragam ditemukan 39 famili, dengan 91 spesies ikan demersal dan total hasil sapuan 953,81 kg.

Stasiun-stasiun yang memiliki hasil sapuan terbesar yaitu Stasiun 5 merupakan stasiun yang memiliki total sapuan ikan demersal paling banyak yaitu 240,15 kg. Diikuti Stasiun 6 yang memiliki total sapuan 103,06 kg, Stasiun 14 dengan hasil sapuan 87,55 kg (Gambar 56).

Berdasarkan jumlah spesies terlihat terjadi fluktuasi yang sangat besar. Stasiun dengan hasil sapuan tinggi tidak selalu diikuti dengan jumlah spesies yang tinggi pula. Di lihat dari jumlah spesies pada Stasiun 5 dan 6 memiliki spesies yang sedang yaitu 24 spesies (26,09%) dan 19 spesies (20,65%). Namun untuk Stasiun 14 memiliki jumlah spesies yang cukup tinggi yaitu 37 spesies (40,22%) dari seluruh spesies yang ada yaitu 92 spesies.

Berdasarkan jumlah spesies yang mendominasi perairan, maka di perairan Laut Jawa ada 9 spesies yang memiliki jumlah tangkapan yang paling besar. Di mana Leiognathus splendens menduduki posisi teratas dengan total tangkapan 90,70 kg diikuti Nemipterus hexodon dengan total tangkapan 85,90 kg dan D.kuhli dengan 70 kg. 83 dan spesies lainnya memiliki jumlah yang sangat bervariasi antara 40 – 0,5 kg (Gambar 57).

Bila dicermati penyebarannya, ternyata Leiognathus splendens ini hanya tertangkap di 3 stasiun dengan jumlah yang besar yaitu pada Stasiun 14,15 dan 18. Nemipterus hexodon hampir menyebar di seluruh stasiun yang ada (15 stasiun) namun untuk D.kuhli hanya tertangkap di 1 stasiun yaitu Stasiun 5. Hal ini cukup menarik di analisa lebih lanjut, sebab hasil sapuan besar namun tidak menyebar di seluruh perairan. Hal ini diduga bahwa Leiognathus splendens dan D.kuhli membutuhkan suatu kondisi perairan tertentu sebagai tempat hidupnya. Stasiun dimana Leiognathus splendens berada merupakan stasiun di utara Jawa dengan kedalaman berkisar 40 m, dan stasiun dimana D.kuhli berada pada perairan dangkal yaitu 24 m.

(31)

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 Hasil Sapuan (kg) 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 Keda lam a n (m ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 16 17 18 19 20

Gambar 56. Total sapuan ikan demersal di perairan Laut Jawa pada Musim Peralihan II (2002) 85.90kg 90.70kg 40.74kg 41.23kg 41.60kg 43.12kg 47.91kg 68.07kg 70.00kg Leioqnathus splendens Nemipterus hexodon D.kuhli Surida undosquamis Pentaprion longimanus Dasyiatis sp. Nemipterus marginathus Priacanthus tayenus Abalistes stellaris

Gambar 57. Spesies ikan demersal yang mendominasi sapuan di Laut Jawa pada Musim Peralihan II (2002)

Pengamatan terhadap spesies ikan yang muncul di setiap stasiun diperoleh hasil yaitu 18 spesies yang muncul di 10 stasiun atau lebih. Saurida undosquamis merupakan spesies yang muncul pada 19 stasiun, dilanjutkan dengan Pentaprion longimanus dan Psetodes erumai yang muncul pada 17 stasiun. Saurida undosquamis meskipun tertangkap pada 19 stasiun tetapi tidak

(32)

memiliki jumlah tangkapan paling banyak. Spesies lainnya sangat bervariasi dari 1 stasiun sampai 15 stasiun. Tabel 12 adalah frekuensi kemunculan spesies di 20 stasiun yang ada.

Tabel 12. Frekuensi kemunculan spesies pada Musim Peralihan II di Laut Jawa

Nama Spesies

Jumlah Frekuensi

Kemunculan Nama Spesies

Jumlah Frekuensi Kemunculan

Saurida undosquamis 19 Nemipterus marginathus 13

Pentaprion longimanus 17 Saurida micropectoralis 12

Psetodes erumai 17 Abalistes stellaris 11

Nemipterus japonicus 15 Nemipterus japonicus 11

Ephinephellus sp. 15 Nemiptorus nematophorus 10

Leiognathus bindus 14 Nemipterus mesoprion 10

Saurida longimanus 14 Dasyiatis sp. 10

Priacanthus macracanthus 14 Pseudorhombus sp 10

Priacanthus tayenus 14 Upenus sulphureus 10

Kedalaman perairan dimana trawl dioperasikan berkisar 23,00 m hingga 74,40 m. Namun bila diklasifikasikan berdasarkan selang kelas kedalaman di seluruh perairan maka dapat dilihat jumlah rata-rata hasil sapuan ikan pada setiap selang kelas kedalaman (Gambar 58).

1.13 0.89 0.46 0.39 0.28 0.39 0 0.36 0 0 1 2 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6

Selang Kelas Kedalaman

R at a-ra ta D e n si tas I kan D em er sal (g/ m 3)

Gambar 58. Rata-rata densitas ikan demersal di setiap selang kelas kedalaman Pada selang kelas kedalaman 1 yaitu < 29,5 m memiliki rata-rata densitas ikan demersal paling tinggi yaitu 1,13 g/m3, diikuti selang kelas kedalaman 2 yaitu 0,89 g/m3. Pada selang kelas 7 dan 9 tidak ada data sehingga kosong.

data tidak ada data tidak ada

(33)

Gambar 59 menggambarkan jumlah rata-rata spesies ikan demersal pada setiap selang kelas kedalaman. Dimana pada selang kelas kedalaman 2 memiliki jumlah rata-rata spesies ikan tertinggi yaitu 30 spesies disusul selang kelas kedalaman 6 yang berjumlah 27 spesies. Jumlah rata-rata famili juga beragaman, stasiun 2 memiliki jumlah rata-rata famili paling besar yaitu 17 famili (Gambar 60). 18.75 30.00 26.00 25.50 18.33 27.00 15.50 0 10 20 30 40 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 78.6-85.5

Selang Kelas Ke dalam an

R e ra ta J u m lah S p esi es

Gambar 59. Rata-rata jumlah spesies di setiap selang kelas kedalaman

12.75 17.00 15.33 14.00 11.67 15.67 0.00 10.50 0.00 0 10 20 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 78.6-85.5

Se lang Ke las Ke dalam an

R er a ta Ju m lah F am il i

Gambar 60. Rata-rata jumlah famili di setiap selang kelas kedalaman

Hasil pengamatan terhadap spesies yang dominan pada setiap selang kelas kedalaman terlihat sangat beragam, seperti yang terlihat pada Tabel 13 di bawah ini. Terdapat 5 spesies yang dominan yaitu Nemipterus hexodon,

Leiognathus splendens, Nemipterus japonicus, Nemiptorus nematophorus dan Priacanthus tayenus. data tidak ada data tidak ada data tidak ada data tidak ada

(34)

Tabel 13. Spesies yang dominan di setiap selang kelas kedalaman

Selang Kelas Kedalaman Spesies dominan

1 Nemipterus hexodon 2 Leiognathus splendens 3 Leiognathus splendens 4 Nemipterus japonicus 5 Nemiptorus nematophorus 6 Nemipterus japonicus 7 - 8 Priacanthus tayenus 9 -

Keterangan : (-) = tidak ada data

5.4.2 Perairan Laut Jawa (Musim Barat-2005)

Hasil survei di perairan Laut Jawa pada bulan Desember 2005 di 31 stasiun sapuan area, diperoleh total tangkapan sebanyak 1.383,28 kg, yang terdiri 46 famili dan 99 spesies. Spesies yang dominan adalah pepetek (Leiognathus splendens) sebanyak 349,53 kg (25,27%) dan spesies ini hanya ditemukan pada 19 stasiun. Total sapuan terbanyak ditemukan di Stasiun 9 yaitu sebanyak 257,44 kg dan terendah adalah Stasiun 27 sebanyak 2,38 kg. Stasiun 6 adalah stasiun yang tidak diperoleh tangkapan (Gambar 61).

Banyaknya spesies yang tertangkap untuk setiap stasiun sangat bervariasi. Stasiun 14 dan 16 merupakan stasiun dengan jumlah spesies terbanyak yaitu 50 spesies, Stasiun 24 dan 27 merupakan stasiun terendah dalam jumlah spesies yaitu 15 spesies.

Berdasarkan total sapuan ikan demersal untuk setiap spesiesnya, diperoleh hasil terbanyak yaitu Leiognathus splendens (349,53 kg) diurutan pertama disusul Upeneus sulphureus (99,63 kg) dan Nemipterus japonicus (75,77kg) pada urutan dua dan tiga (Gambar 62).

Pengamatan terhadap 31 stasiun sapuan trawl, diperoleh data bahwa terdapat 19 spesies yang memiliki frekuensi kemunculan lebih dari 20 kali antara lain spesies Upeneus sulphureus yang ditemukan pada 29 stasiun dan Saurida longimanus, dan Leiognathus bindus ditemukan pada 28 stasiun. Informasi lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini.

(35)

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 Hasil Sapuan (kg) 35.00 40.00 45.00 50.00 Kedala man (m) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 25 26 27 29 30 31

Gambar 61. Total sapuan ikan demersal di perairan Jawa Musim Barat 2005

42,02 kg 48,94 kg 50,09 kg 51,89 kg 53,19 kg 65,59 kg 75,77 kg 99,63 kg 349.53 kg Leiognathus splendens Upeneus sulphureus Nemipterus japonicus Leiognathus dacorus Saurida longimanus Saurida micropectoralis Pentaprion longimanus Dasyiatis sp. Saurida undusquamis

Gambar 62. Spesies ikan demersal yang mendominasi hasil sapuan di perairan Laut Jawa pada Musim Barat 2005

(36)

Tabel 14. Frekuensi kemunculan spesies pada Musim Barat di Laut Jawa

Spesies Ikan Demersal Frekuensi

kemunculan Upeneus sulphureus 29 Leiognathus bindus 28 Saurida longimanus 28 Nemipterus japonicus 27 Pentaprion longimanus 25 Saurida undusquamis 24 Siganus canaliculatus 23 Diodon sp 23 Leiognathus equulus 22 Priacanthus tayenus 22 Nemipterus hexodon 21 Priacanthus macracanthus 21 Uranuscopis sp. 21 Nemipterus nemurus 20 Psettodes erumei 20 Saurida micropectoralis 20

Berdasarkan pembagian kelas kedalaman hanya ditemukan empat kelas yang memiliki hasil sapuan yaitu selang kelas kedalaman 1 sampai 4, sedangkan selang kelas kedalaman 5-9 tidak ditemukan. Selang kelas kedalaman 3 (36,60 – 43,50 m) memiliki rata-rata densitas ikan demersal tertinggi yaitu 8,71 g/m3 disusul selang kelas kedalaman 4 (43,60 -50,50 m) dengan rata-rata hasil sapuan sebanyak 5,84 g/m3 menduduki urutan ke dua (Gambar 63).

1.09 0.41 8.71 5.84 0 5 10 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6

Selang Kelas Kedalaman

R a ta -r a ta D e n s it a s Ik a n D e m e rs a l (g /m 3)

Gambar 63. Rata-rata densitas ikan demersal di setiap selang kelas kedalaman

Berdasarkan jumlah spesies pada setiap selang kelas kedalaman menunjukkan bahwa selang kelas kedalaman ke 4 memiliki jumlah spesies yang tertangkap paling banyak yaitu 93 spesies disusul selang kelas kedalaman 3

(37)

yaitu 78 spesies. Hal ini menarik untuk diamati lebih lanjut sehubungan jumlah sapuan pada selang kelas 4 justru lebih rendah dibandingkan selang kelas kedalaman 3 tetapi memilik jumlah spesies terbanyak (Gambar 64).

78 33 51 93 0 20 40 60 80 100 <29.5 29.6 -36.5 36.6 -43.5 43.6 -50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.5

Selang Kelas Kedalaman

R e ra ta Ju m la h S p es ie s

Gambar 64. Rata-rata jumlah spesies di setiap selang kelas kedalaman

Penyebaran jumlah famili untuk setiap selang kelas kedalaman tidak berbeda dengan penyebaran spesies di setiap selang kelas kedalaman, dimana selang kelas kedalaman ke 4 memiliki jumlah famili yang tertangkap paling banyak yaitu 43 famili disusul selang kelas kedalaman 3 yaitu 40 famili (Gambar 65). 20 40 43 27 0 10 20 30 40 50 <29.5 29.6 -36.5 36.6 -43.5 43.6 -50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.5

Selang Kelas Kedalaman

Jum lah R e ra ta Fa m il y

Gambar 65. Rata-rata jumlah famili di setiap selang kelas kedalaman

Hasil analisis spesies yang mendominasi di setiap selang kelas kedalaman perairan menunjukkan adanya spesies yang berbeda dimana selang kelas kedalaman 1 spesies yang mendominasi adalah Leiognathus dacorus dimana jumlah sapuannya mencapai 69,13% dari total sapuan pada selang kelas kedalaman 1. Selang kelas kedalaman 2 memiliki dua spesies yang

data tidak ada data tidak ada

(38)

mendominasi yaitu Gaza achlamys dan famili Tetraodontidae yang memiliki hasil sapuan 26,97% dari total sapuan pada selang kelas kedalaman 2. Selang kelas kedalaman 3, spesies yang mendominasi adalah Leiognathus splendens dimana jumlah sapuannya mencapai 40,93% dari total sapuan pada selang kelas kedalaman 3 dan Selang kelas kedalaman 4, spesies yang mendominasi adalah Upeneus sulphureus dan Nemipterus japonicus dimana jumlah sapuannya mencapai 26% dari total sapuan pada selang kelas kedalaman 4 (Tabel 15).

Tabel 15. Spesies yang mendominan di setiap selang kelas kedalaman

Selang Kelas Kedalaman Spesies Dominan 1 Leiognathus dacorus 2 Gaza achlamys 3 Leiognathus splendens 4 Upeneus sulphureus Nemipterus japonicus

5.4.3 Perairan Kalimantan Timur (Musim Peralihan II-2004)

Total sapuan trawl dari 20 stasiun di perairan Kalimantan Timur sebanyak 5.598 kg, dengan total sapuan di setiap stasiun yang bervariasi. Stasiun 14 merupakan stasiun dengan jumlah sapuan ikan demersal paling banyak yaitu 1.454,00 kg. dan paling rendah di Stasiun 6, 15 dan 17 tidak diperoleh tangkapan. Gambar 66 menunjukkan penyebaran hasil sapuan ikan demersal di 20 stasiun.

Jumlah spesies di setiap stasiun juga menunjukkan variasi yang berbeda pula. Stasiun 2 merupakan stasiun yang memiliki spesies terbanyak yaitu 38 spesies. Hal ini menunjukkan bahwa stasiun terbanyak hasil sapuan ikan demersal tidak selalu diikuti dengan jumlah spesies yang banyak pula. Hal ini dimungkinkan ada satu spesies yang memiliki hasil sapuan sangat besar.

(39)

0.00 300.00 600.00 900.00 1200.00 1500.00 Hasil Sapuan (Kg) 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 Kedala man (m) 1 2 3 4 5 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Gambar 66. Total sapuan ikan demersal di perairan Kalimantan Timur pada Musim Peralihan II (2004)

Hasil spesies yang mendominasi seluruh stasiun dapat dilihat pada Gambar 67 dimana Leiognathus bindus memiliki hasil sapuan paling banyak (1.800,7 kg) diikuti oleh Leiognathus splendens (1.315,4 kg). Frekuensi kemunculan spesies pada 20 stasiun menunjukkan Carangoides sp dan Leiognathus bindus yang sering tertangkap, yaitu ditemukan pada 15 stasiun dari 20 stasiun sapuan (Tabel 16).

67.8kg 92.2kg 66.0kg 72.4kg 100.0kg 64.7kg 44.4kg 43.4kg 42.7kg 192.3kg 193.5kg 212.8kg 257.9kg 328.3kg 1,315.4kg 1,800.7kg Leiognathus bindus Leiognathus splendens Gaza minuta Ilisha spp. Thryssa sp Leiognathus leusiscus Carangoides sp. Dasyatidae Secutor insidiator Upeneus sulphureus Leiognathus equulus Secutor ruconius Pomadasys argyreus Dussumieria acuta Drepane longimanna Nemipterus japonicus

(40)

Gambar 67. Spesies ikan demersal yang mendominasi hasil sapuan di perairan Kalimantan Timur 2004

Tabel 16. Frekuensi kemunculan spesies pada Musim Peralihan II di perairan Kalimantan Timur Spesies Ikan Demersal Frekuensi Kemunculan Carangoides sp. 15 Leiognathus bindus 15 Gaza minuta 14 Upeneus sulphureus 14 Stolephorus spp. 13 Leiognathus splendens 13 Leiognathus leusiscus 12 Thryssa sp 11 Secutor ruconius 11 Nemipterus hexodon 11 Ilisha spp. 10 Drepane longimanna 10 Leiognathus equulus 10 Polynemus sextarius 10 Pomadasys argyreus 10 Lepturacanthus savala 10

Berdasarkan data yang dikelompokkan per selang kelas kedalaman hanya ditemukan dua kelas selang kelas kedalaman yaitu selang kelas kedalaman 1 (<29,50 m) dan selang kelas kedalaman 2 (29,60 – 36,50 m). Kemudian untuk data densitas ikan demersal, jumlah spesies dan jumlah famili menunjukkan keteraturan yang sama yaitu selang kelas kedalaman 1 lebih banyak dibandingkan selang kelas kedalaman 2 (Gambar 68 – Gambar 70). Dimana selang kelas kedalaman 1 lebih tinggi dibandingkan selang kelas kedalaman 2. 3.81 2.74 0 2 4 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6

Selang Kelas Kedalaman

R at a -r at a D en s it as I k an D e m e rs al (g /m 3 )

Gambar 68. Rata-rata densitas ikan demersal di setiap selang kelas kedalaman data tidak ada

(41)

74 54 0 20 40 60 80 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6

Selang Kelas Kedalaman

R a ta -r a ta J u m la h S p e s ie s

Gambar 69. Total spesies di setiap selang kelas kedalaman

29 24 0 10 20 30 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-50.5 50.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6

Selang Kelas Kedalaman

R at a-rat a Ju m lah Fam il i

Gambar 70. Total famili di setiap selang kelas kedalaman

Hasil analisis sapuan trawl menunjukkan spesies yang mendominasi setiap selang kelas kedalaman perairan yaitu ikan pepetek tetapi dari spesies yang berbeda. Selang kelas kedalaman 1 spesies yang mendominasi adalah Leiognathus bindus dimana jumlah sapuannya mencapai 39,11% dari total sapuan pada selang kelas kedalaman 1. Selang kelas kedalaman 2 spesies yang mendominasi yaitu Leiognathus splendens yang memiliki hasil sapuan 48,64% dari total sapuan pada selang kelas kedalaman 2 (Tabel 17).

Tabel 17. Spesies yang mendominasi pada setiap selang kelas kedalaman

Selang Kelas Kedalaman

Spesies dominan Kg

1 Leiognathus bindus 1542,58 2 Leiognathus splendens 804,27

data tidak ada

Gambar

Gambar 20. Sebaran substrat di perairan Belitung berdasarkan citra Landsat 7 ETM  (2002)
Gambar 24.  Nilai rata-rata hambur balik dasar perairan pada setiap selang   kelas kedalaman
Gambar 28.   Penyebaran nilai hambur balik dasar perairan Belitung
Tabel 11.  Nilai rata-rata hambur balik dasar di perairan Laut Jawa dan perairan  Belitung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perlumbaan bot berkuasa suria dan pemasangan sistem lampu berkuasa suria 1. Pelajar dibahagikan kepada kumpulan. Masa yang diberikan adalah 24 jam untuk menyiapkan rekabentuk

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk mendapatkan hasil yang lebih bermakna, dengan variabel lain yang mempengaruhi

• Untuk menampilkan klas-klas obyek tersebut, lakukan pengeditan kelas, dengan mengklik Edit pada menu bar lalu pilih Edit Class/Region Color and Name sehingga

Dengan kegiatan berlatih menjawab pertanyaan, siswa dapat menyampaikan perkiraan informasi dari teks nonfiksi berdasarkan kata-kata kunci yang terdapat pada judul

Militer asing yang dengan persetujuan penguasa militer menyertai atau mengikuti suatu satuan Angkatan Perang yang disiap- siagakan untuk perang, militer tawanan perang, dan

a) Variabel harga (X1) tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi loyalitas pelanggan kartu CDMA dan GSM. Karena menurut persepsi responden harga yang ditawarkan provider

Definisi lain Multimedia menurut Hofstetter(2001,p2),multimedia merupakan penggunaan perangkat komputer untuk mengkombinasikan teks, suara, gambar, animasi, dan video dengan

Sebelum ditemui bukti sejarah berupa tulisan pada batu bersurat tentulah bahasa Melayu telah digunakan untuk masa yang panjang kerana didapati bahasa yang ada pada batu