• Tidak ada hasil yang ditemukan

II.2 Analisis Dalam Pengambilan Keputusan Dalam rangka pengamblan keputusan banyak analisis yang dapat digunakan diantaranya yaitu :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II.2 Analisis Dalam Pengambilan Keputusan Dalam rangka pengamblan keputusan banyak analisis yang dapat digunakan diantaranya yaitu :"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Bab II Tinjauan Pustaka

II. 1 Perencanaan Strategi

Menurut Rangkuti (2004) Proses analisis, perumusan dan evaluasi strategi-strategi itu disebut perencanaan strategi. Tujuan utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan dapat melihat secara obyektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal.

Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Strategi dapat dikelompokan berdasarkan tiga tipe strategi yaitu :

1). Strategi manajemen yaitu strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen dengan orientasi pengembangan strategi secara makro.

2). Strategi investasi merupakan kegiatan yang berorientasi pada investasi.

3). Strategi bisnis yaitu strategi yang berorientasi pada fungsi-fungsi kegiatan manajemen.

Sedangkan menurut Muljadi (2006) Perencanaan stratejik (RENSTRA) merupakan suatu cara untuk mengendalikan “organisasi” secara efektif dan efisien, sampai pada implementasi paling depan dalam mencapai “Tujuan” dan “Sasaran” “Organisasi” yang bersangkutan. Dalam penyusunan rencana strategi organisasi, harus memuat:

1) Rumusan Visi organisasi 2) Rumusan Misi Organisasi 3) Rumusan Tujuan organisasi 4) Rumusan Sasaran

5) Rumusan Kebijakan 6) Rumusan Program 7) Rumusan Kegiatan.

II.2 Analisis Dalam Pengambilan Keputusan

Dalam rangka pengamblan keputusan banyak analisis yang dapat digunakan diantaranya yaitu :

(2)

II.2.1 Linier Programming

Analisis ini terdiri dari atas dua kata yang masing-masing mengandung pengertian Yaitu : Linier mempunyai arti bahwa fungsi matematik yang digunakan dalam model adalah fungsi linier. Sedangkan Programming adalah perencanaan dan tidak ada hubungannya dengan program komputer. Bila diartikan secara harfiah linier proggraming dapat dikatakan sebagai teknik perencanaan guna pengambilan keputusan dengan menggunakan fungsi matematika yang berbentuk model linier. Linier proggraming meliputi perencanaan kegiatan-kegiatan untuk mencapai hasil yang optimal dengan mempertimbangkan alternatif-alternatif yang fisibel (Nachrowi, 2004).

Linier programming memiliki kemampuan untuk memprediksi keadaan yang akan datang dengan baik. Namun menurut Nachrowi (2004), linier programming hanya dapat untuk mencari cara terbaik pada kegiatan-kegiatan yang saling berkompetisi. Padahal diketahui bahwa dalam rangka mencapai suatu tujuan, keputusan suatu organisasi banyak melibatkan banyak faktor, yang apabila menggunakan analisis ini, maka faktor-faktor tersebut tidak akan diperhitungkan. Akibatnya tujuan organisasi tidak akan tercapai. Untuk itu, maka dalam kasus pemindahan ibukota kabupaten Buton ke Pasarwajo analisis ini tidak dapat digunakan.

II.2.2 Proses Hierarki Analitik

Analisis ini biasa dikenal dengan AHP (Analytical Hierarchy Process) memiliki prinsip kerja yaitu menyederhanakan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki (Marimin, 2004).

AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. AHP dapat melakukan proses keputusan yang kompleks dengan menguraikan menjadi keputusan-keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah. Selain itu,

(3)

AHP juga menguji konsistensi penilaian, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukan bahwa penilaian perlu diperbaiki, atau hierarki harus distruktur ulang.

Sama seperti dengan linier programming , AHP dalam penentuan kriteria atau faktor-faktor yang mempengaruhi hanya terbatas pada kriteria yang langsung berpengaruh terhadap goal yang diharapkan sedangkan faktor-faktor lain tidak diperhitungkan. Untuk itu, dalam kasus pemindahan ibukota kabupaten Buton ke Pasarwajo analisis ini tidak dapat digunakan.

II.2.3 Analisis SWOT

Menurut Rangkuti (2004) Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).

SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Strengts dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (opportunities) dan Ancaman (threats) dengan faktor internal Kekuatan (strengths) dan Kelemahan ( weaknesses) (Rangkuti , 2004) .

Gambar II.1 Diagram Analisis SWOT BERBAGAI PELUANG 1. Mendukung strategi agresif KEKUATAN INTERNAL BERBAGAI ANCAMAN KELEMAHAN INTERNAL 2. Mendukung strategi diversifikasi 3. Mendukung strategi turn- around 4. Mendukung strategi devensif

(4)

Tahapan Analisis SWOT yaitu

Proses yang harus dilakukan dalam pebuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui berbagai tahapan sebagai berikut :

1. Tahap pengambilan data , yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi organisasi yang dapat dilakukan dengan wawancara terhadap ahli pada organisasi tersebut ataupun analisis.

2. Tahap analisis yaitu pembuatan matriks eksternal dan internal dan matriks SWOT. Adapun langkah pembuatan matriks eksternal dan internal adalah : a. Penyusunan semua faktor-faktor yang dimiliki dengan membagi

menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan eksternal b. Penentuan bobot faktor

c. Penentuan Nilai keterkaitan d. Penentuan nilai dukungan e. Penilaian kekuatan kunci f. Peta kekuatan organisasi

3. Tahap pengambilan keputusan. Dalam tahap pengambilan keputusan, matriks SWOT perlu merujuk kembali pada matriks internal dan eksternal yang menghasilkan posisi organisasi saat ini.

Untuk kasus penyediaan tanah untuk kepentingan umum di Kabupaten Buton, akan digunakan analisis SWOT. Hal ini dikarenakan analisis SWOT dapat melihat dan mempertimbangkan faktor lingkungan baik internal maupun eksternal yang sistematis. Selain itu analisis SWOT didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan dan peluang dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Dimana hal tersebut tidak akan didapatkan pada analisis lain.

II.3 Peruntukan tanah untuk kepentingan umum

Tata Ruang merupakan hasil dari proses perencanaan ruang yang dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) (BPN : 2004). Kemudian dalam upaya memberikan kepastian lokasi

(5)

dari ruang yang dapat dimanfaatkan, RTRWK dirinci lebih lanjut dalam bentuk Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) digunakan oleh sebagian besar kawasan perkotaan seperti Ibukota Kabupaten/Kota dan Ibukota kecamatan. Hal ini dikarenakan di dalam RDTR tersebut telah memuat arahan peruntukan dan kepastian penggunaan tanah baik bagi perorangan, badan hukum yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah maupun fasilitas untuk kepentingan umum.

Dalam rangka penyediaan dan peruntukan tanah untuk kepentingan umum telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 juncto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Namun dalam pelaksanaannya pengadaan tanah untuk kepentingan umum hanya dapat dilaksanakan apabila penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Tata Ruang dalam hal ini Rencana Tata Ruang Detail (RDTR).

II.4 Pengertian Kepentingan umum

II.4.1 Kepentingan umum berdasarkan peraturan perundangan

Salah satu masalah penting yang selalu aktual dalam kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah pengertian mengenai “kepentingan umum”. Akibat masih abstraknya pengertian kepentingan umum tersebut, akan memberi peluang untuk dapat disimpangi di dalam penafsiran dan operasionalnya.

Dalam UU No. 20 Tahun 1961 yang merupakan pelaksanaan Pasal 18 UUPA menyandingkan kata kepentingan umum dengan kata pembangunan. Kedua undang-undang tersebut mengatur kepentingan umum suatu pedoman umum. Sedangkan Inpres No.9 Tahun 1973 sebagai pedoman pelaksanaan UU NO, 20 Tahun 1961 menggunakan 2 (dua) pendekatan, yakni pedoman umum (Pasal 1 ayat(1)) dan 13 daftar kegiatan (Pasal 1 ayat (2) Lampiran Inpres). Lebih lanjut Pasal 18 UUPA berbunyi :

(6)

“Untuk kepentingan umum, termasuk bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang”

Pasal 1 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1961 menyebutkan :

“Untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya”

Kemudian Pasal 1 ayat (1) Lampiran Inpres No. 9 Tahun 1973 menyebutkan : “Suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembangunan mempunyai sifat kepentingan umum, apabila kegiatan tersebut menyangkut :

a. kepentingan bangsa dan negara, dan/atau b.kepentingan masyarakat luas

c. kepentingan rakyat banyak/bersama, dan/atau d.kepentingan pembangunan.”

Selanjutnya Pasal 1 ayat (2) Lampiran Inpres No.9 Tahun 1973, menyebutkan : ”Bentuk-bentuk kegiatan pembangunan yang mempunyai sifat kepentingan umum sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini meliputi bidang-bidang : a. pertanahan

b. pekerjaan umum c. perlengkapan umum d. jasa umum

e. keagamaan

f. ilmu pengetahuan dan seni budaya g. kesehatan

h. olahraga

i. keselamatan umum terhadap bencana alam j. kesejahteraan sosial

k. makam/kuburan l. pariwisata dan rekreasi

m. usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan umum. ”

Berdasarkan pengertian kepentingan umum dalam peraturan perundang-undangan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara; kepentingan masyarakat luas; kepentingan rakyat banyak dan kepentingan pembangunan. Kepentingan umum tersebut diberikan batasan ke dalam 13 kategori kegiatan sebagaimana tersebut di atas. Pengertian kepentingan umum yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 1961 jo Inpres No. 9 Tahun 1973,

(7)

setelah diundangkannya Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sudah tidak dapat dijadikan pedoman lagi. Perkembangan selanjutnya Perpres No. 36 Tahun 2005 dirubah dengan Keppres No. 65 Tahun 2006, perubahan yang terpenting adalah mengenai pedoman kepentingan umum atau kriteria dan daftar kegiatan. Pengertian kepentingan umum dalam Perpres No. 65 Tahun 2006 adalah kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat dan pembangunan untuk kepentingan umum selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Dalam Perpres No. 65 Tahun 2006, kriteria kepentingan umum pada dasarnya sudah menampakakan batasan yang tegas, dengan hanya memberikan ruang bagi pemerintah atau pemerintah daerah sebagai operator atau sebagai pemilik dari pembangunan yang dilakukan. Walaupun tidak secara tegas dinyatakan bahwa kegiatan pembangunannya tidak digunakan untuk mencari keuntungan.

Dalam Keppres No.55 Tahun 1993 pada dasarnya memang menganut dua pendekatan sebagaimana pendekatan Inpres No.9 Tahun 1973. Namun Keppres No.55 Tahun 1993 memberikan batasan berbeda mengenai kepentingan umum, yaitu kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat dimana kegiatan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki oleh pemerintah, serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan (Pasal 1 angka (3)).

Adapun kegiatan yang dimaksud sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) adalah jalan umum; saluran pembuangan air;waduk; bendungan dan bangunan pengairan lain termasuk saluran irigasi; rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat; pelabuhan atau bandar udara atau terminal; peribadatan; pendidikan atau sekolah; pasar umum atau pasar inpres; fasilitas pemakaman umum; fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana; pos dan telekomunikasi; sarana olahraga; stasiun penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya; kantor pemerintah dan fasilitas angkatan bersenjata Republik Indonesia. Dalam kaitan ini, hanya pemerintah yang dapat menggunakan Keppres No.55 Tahun 1993 untuk melaksanakan pembangunan, sementara itu pembangunan yang akan dilaksanakan

(8)

oleh swasta tidak tunduk pada keppres ini, tetapi tunduk pada ketentuan jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkuatan. Namun demikian kegiatan yang telah disebutkan secara limitatif ke dalam 13 pelaksanaan pembangunan, masih dapat dikesampingkan dengan kewenangan yang dimiliki oleh Presiden untuk menetapkan pelaksanaan pembangunan selain dari 13 kegiatan tersebut di atas.

Setelah diundangkannya Perpres No. 36 Tahun 2005, terjadi perubahan pengertian kepentingan umum. Perubahan tersebut bagi sebagian besar kalangan masyarakat merupakan suatu kemunduran dari pengertian kepentingan umum menurut Keppres No. 55 Tahun 1993. Namun menurut pembentuk peraturan perundang-undangan, Perpres No. 36 Tahun 2005 lebih memberikan kepastian hukum, karena kepentingan umum hanya dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan yang diatur secara limitatif ke dalam 21 kegiatan. Tetapi Perpres No. 36 Tahun 2005 membuka peluang pengadaan tanah bagi pembangunan yang dilakukan leh swasta dengan difasilitasi oleh pemerintah. Hal inilah yang kemudian banyak dikritik oleh berbagai kalangan, karena pengertian kepentingan dikhawatirkan dapat diartikan secara luas, sehingga dapat melanggar hak-hak atas tanah, padahal sistem hukum tanah Indonesia belum sepenuhnya memberikan perlindungan yang maksimal bagi hak-hak atas tanah. Selain itu hukum tanah Indonesia belum dapat mengakomodasi kepentingan pembangunan. Perpres No. 36 Tahun 2005 merupakan wadah atau pedoman pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan yang berkaitan dengan hak-hak dasar manusia. Tetapi sayangnya hanya diwadahi oleh peraturan setingkat peraturan presiden.

II.4.2 Kepentingan umum menurut para ahli

Pasal 1 angka 3 Keppres 55 Tahun 1993 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum tersebut kemudian dibatasi dengan ketentuan pasal 5 angka 1 yang pada prinsipnya memuat 3 (tiga) unsur pokok, yaitu :

(9)

2). Selanjutnya dimilki oleh Pemerintah;

3). Serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan.

Menurut Sumardjono (1994), pengertian kepentingan umum dalam pasal 5 angka 1 Keppres 55 Tahun 1993 tersebut menganut pendekatan yang sempit dengan memberikan definisi yang ketat tentang kepentingan umum, diikuti dengan 14 contoh kegiatan yang tidak membuka penafsiran lebih lanjut. Masih menurut Sumardjono (1991), bahwa penafsiran ketat tersebut diharapkan dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum, karena mengurangi kebebasan untuk menafsirkan yang dapat berdampak merugikan para pemegang hak.

Namun dalam pasal 5 angka 2 Keppres 55 Tahun 1993 memberikan peluang bagi pengecualian-pengecualian tentang apa yang sudah ditafsirkan secara ketat tersebut yaitu jika kegiatan pembangunan tidak termasuk dalam 14 jenis kegiatan yang telah ditentukan, maka dengan suatu keputusan Presiden kegiatan pembangunan tersebut dapat diperluas dengan tetap memenuhi 3 unsur pokok tersebut di atas.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Sumardjono ingin mengatakan bahwa dengan adanya pasal 5 angka 2, Keppres 55 Tahun 1993 tidak dapat memberikan kepastian hukum dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Selanjutnya Salindeho (1988), memberikan pengertian mengenai kepentingan umum, yaitu kepentingan yang termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat dengan memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologis dan hankamnas atas dasar asas-asas pembangunan nasional dengan mengindahkan ketahanan nasional serta wawasan nusantara.

Rumusan yang dikemukakan oleh Salindeho belum memberikan batasan yang tegas mengenai kepentingan umum, karena kepentingan umum hanya diartikan sebagai kepentingan bangsa, negara dan kepentingan bersama dari rakyat.

(10)

Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan pengertian yang terdapat dalam UUPA, undang-undang pencabutan hak atas tanah dan Inpres No. 9 Tahun 1973.

Dalam Sitorus (2004), pengertian kepentingan umum lainnya juga dikemukakan oleh Michael G. Kitay. Menurutnya kepentingan umum diekspresikan dengan dua cara, yaitu : Negara menggunakan pedoman kepentingan umum biasanya secara tidak eksplisit mencantumkan dalam peraturan perundang-undangan tentang bidang kegiatan apakah yang disebut sebagai kepentingan umum. Pengadilanlah yang secara kasuistis menentukan apakah yang disebut dengan kepentingan umum; dan Negara mengidentifikasi kepentingan umum dalam suatu ketentuan daftar.

Menurut George Whitecross Paton dalam Siahaan (2005), memerinci kepentingan umum sebagai berikut :

a. usaha yang efisien dalam rangka tertib hukum (the efficient working of the legal order);

b. keamanan nasional (national securtity);

c. kemakmuran masyarakat ( the economic prosperity of society);

d. perlindungan terhadap nilai-nilai agama, moral, kemanusiaan dan intelektual (the protection of religious, moral, humanitarian and intellectual values); e. kesehatan dan kesatuan ras (health and racial integrity).

Dalam pengertian di atas kepentingan umum termasuk di dalamnya adalah kepentingan masyarakat yang juga memberikan perhatian terhadap perlindungan hak-hak individu atau perorangan. Selain itu kepentingan umum merupakan kepentingan dalam ruang pemeliharaan sarana dan pelayanan publik. Lebih lanjut kepentingan umum dalam pengertian yang diberikan oleh George Whitecroos, bertujuan untuk melaksanakan tertib hukum, memelihara keamanan nasional, kemakmuran masyarakat dan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, moral, kemanusiaan dan intelektual, serta kesehatan dan kesatuan ras.

(11)

Pengertian kepentingan umum lainnya juga dikemukakan oleh Hutagalung (2005), yaitu: kepentingan umum didefinisikan sebagai kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, berfungsi melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dimana hal-hal mengenai fungsi control, tarif, pembagian keuntungan dan kepemilikannya diatur dengan Peraturan Daerah.

Selain itu dalam memahami pengadaan tanah untuk kepentingan umum, perlu diketahui tentang arti dan hakikat dari kepentingan umum itu sendiri. Karena pemahaman tentang konsep kepentingan umum dalam pengadaan tanah adalah penting bagi semua pelaku kebijakan mengingat seringkali kepentingan umum yang diatur dalam Keppres tersebut diinterpretasikan secara berbeda menurut kepentingan masing-masing orang (Soemadjono, 2001).

Moenir (1998), mendefinisikan kepentingan umum sebagai :”suatu bentuk kepentingan yang menyangkut orang banyak atau masyarakat, tidak bertentangan dengan norma dan aturan yang berkepentingan tersebut bersumber pada kebutuhan (hajat hidup orang banyak/masyarakat)”.

Selain itu Moenir (1998), juga mengemukakan ada beberapa fasilitas untuk kepentingan umum dengan sebutan resmi ”umum”, seperti : telepon umum, jalan umum, WC umum, angkutan umum, pemakaman umum, rumah sakit umum.

Mengacu pada penjelasan Moenir tentang kepentingan umum dari tinjauan fasilitas, tentunya hal ini berkaitan dengan konsep ekonomi publik yang termasuk barang publik (public goods) yang disediakan oleh pemerintah, yaitu :” Barang milik pemerintah yang dibiayai melalui anggaran belanja negara tanpa melihat siapa yang melaksanakan pekerjaan”. Jadi dengan demikian fasilitas umum dalam konteks penjelasan Moenir tidak termasuk yang disediakan swasta.

Penelitian, laporan media massa dan opini pakar tentang pelaksanaan ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum menunjukan tiga hal yang mempengaruhi : pertama, Peraturan, dalam hal ini adanya kelemahan pada

(12)

beberapa ketentuan di dalam Keppres No.55/1993 seperti ketentuan pelaksanaan musyawarah dan ketentuan penetapan bentuk dan besar ganti rugi yang cenderung mempertimbangkan aspek fisik, kedua, masyarakat yaitu kondisi sosial ekonomi yang rendah mengakibatkan posisi berunding yang lemah dalam musyawarah gant rugi dan ketiga, Aparatur, yaitu berkaitan dengan ketidakcakapan dalam tugas, perilaku menyimpang (KKN) dan kurang bertanggungjawab (Ediwarman,1999).

II.5 Tata cara pengadaan tanah

Gambar II.2 Diagram alir pengadaan tanah

III.5.1 Tahap pembentukan Panitia Pengadaan Tanah

Pasal 6 Perpres No. 65 Tahun 2006 mengatur tentang pembentukan panitia pengadaan tanah dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diwilayah kabupaten/kota dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah

(13)

kabupaten/kota yang dibentuk oleh Bupati/Walikota (Pasal 6 ayat (1)). Khusus untuk panitia pengadaan tanah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dibentuk oleh Gubernur (Pasal 6 ayat (2)).

Adapun keanggotaan panitia pengadaan tanah terdiri dari unsur daerah terkait dan dari unsur Badan Pertanahan Nasional (Pasal 6 ayat (5)). Dengan berlakunya Perpres Nomor 65/2006, susunan dan keberadaan panitia pengadaan tanah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Susunan Panitia Pengadaan Tanah dibagi menjadi Panitia Pengadaan Tanah Propinsi dan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota. Kepanitiaan tersebut di atas terbentuk atas dasar wilayah tanah yang akan menjadi obyek pembangunan untuk kepentingan umum. Panitia pengadaan propinsi dibentuk bila tanah yang menjadi obyek pembangunan terletak di lebih dari satu Kabupaten/Kota dalam propinsi yang sama. Sedangkan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota dibentuk bila tanah yang diperlukan untuk pembangunan hanya berada di kabupaten/kota bersangkutan.

Dalam tahap ini Panitia Pengadaan Tanah yang telah dibentuk membantu pemerintah atau pemerintah daerah untuk mempertemukan dengan masyarakat. Bantuan pada tahap awal dilakukan dengan memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi publik baik melalui tatap muka, media cetak , maupun media elektronik. Tujuannya adalah agar dapat diketahui masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah. Kemudian mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang haknya akan dilemas; mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang hanya akan dilepas atau diserahkan

(14)

dan dokumen yang mendukungnya ; menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan ; mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan instansi pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi; menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemeang hak atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada di atas tanah; membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah; dan mengadministrasikan dan mendokumentasian semua berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak yang berkompeten.

III.5.2 Tahap penyuluhan

Mengenai penyuluhan ini diatur dalam Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007. Dalam tahap ini Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota bersama instansi pemerintah yang memerlukan tanah melaksanakan penyuluhan untuk menjelaskan manfaat, maksud, dan tujuan pembangunan kepada masyarakat serta dalam rangka memperoleh kesediaan dari pihak pemilik. Dalam hal penyuluhan diterima oleh masyarakat, pengadaan tanah dilanjutkan dan bila tidak diterima, maka panitia melakukan penyuluhan kembali. Setelah dilakukan penyuluhan kembali, tetapi tetap tidak diterima oleh 75% dari pemilik tanah, sedangkan lokasi dapat dipindahkan, instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan alternatif lokasi lain. Bila lokasi tidak dapat dipindahkan, maka Panitia Pengadaan Tanah menggunakan lembaga pencabutan hak atas tanah.

Setelah penyuluhan diterima, maka selanjutnya Panitia Pengadaan Tanah melaksanakan identifikasi dan inventarisasi. Hasil identifikasi dan inventarisasi dituangkan dalam Peta Bidang Tanah. Peta Bidang Tanah diumumkan di Kantor Lurah/Desa dan Kantor Pertanahan setempat atau melalui mass media. Setelah pengumuman selesai Peta Bidang Tanah disahkan oleh Panitia Pengadaan Tanah.

Untuk membantu tugas Panitia, maka ditunjuklah Tim Penilai Harga Tanah yang independen, yang berwenang melakukan penilaian harga tanah termasuk harga bangunan, dan tanaman dan/atau benda-benda lain yang ada di atas tanah.

(15)

III.5.3 Tahap Musyawarah, Penetapan dan Pemberian Ganti Rugi

Tahap musyawarah ini dilakukan antar pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah dengan pemerintah atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah yang difasilitasi oleh Panitia Pengadaan Tanah (Pasal 9 ayat (1)). Musyawarah yang diadakan oleh Panitia Pengadaan Tanah dilakukan untuk memperoleh kesepakatan mengenai pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut dan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi ( Pasal 8 ayat (1)).

Dalam tahap ini, apabila jumlah pemegang hak atas tanah tidak memungkinkan atau dengan kata lain, pemegang hak atas tanah sangat banyak jumlahnya , sehingga dianggap tidak akan efektif bila melibatkan seluruhnya dalam musyawarah, maka Panitia Pengadaan Tanah mengadakan musyawarah antara pemerintah atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah dengan perwakilan para pemegang hak atas tanah yang bertindak untuk dan atas nama pemegang hak atas tanah lainnya, berdasarkan surat kuasa yang dibuat secara tertulis dan memenuhi syarat lainnya, seperti diketahui oleh Kepala Desa atau surat kuasa dibuat dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini Notaris.

Bila seluruh proses dalam melaksanakan musyawarah telah dipenuhi, maka Ketua Panitia Pengadaan Tanah memimpin jalannya musyawarah. Musyawarah ini dilakukan dalam jangka waktu 120 hari, bila lokasi kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum tidak dapat dipindahkan atau dialihkan secara teknis tata ruang ke lokasi lain. 120 hari dihitung sejak tanggal undangan musyawarah untuk pertama kali. Panitia Pengadaan Tanah menetapkan besarnya ganti rugi hak atas tanah yang dilakukan oleh lembaga atau Tim Penilai Tanah yang didasari oleh NJOP atau nilai nyata yang sebenarnya . Sedangkan untuk besarnya ganti rugi bangunan dinilai atau ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan, dan untuk menaksir tanaman dilakukan oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian. Berdasarkan taksiran nilai jual tanah, bangunan dan tanaman tersebut, Panitia Pengadaan Tanah menetapkan

(16)

besarnya ganti rugi yang akan disampaikan kepada pemegang hak atas tanah atau kuasanya untuk dimusyawarakan.

Apabila jangka waktu sebagaimana telah ditentukan selama 120 hari telah dilewati, dan kesepakatan belum tercapai, maka Panitia Pengadaan Tanah menetapkan besarnya ganti rugi dalam bentuk uang dan menitipkannya kepada Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan. Namun sebaliknya bila dalam proses musyawarah telah dicapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dengan pemerintah atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah, Panitia Pengadaan Tanah mengeluarkan keputusan mengenai penetapan bentuk dan besarnya ganti rugi sesuai dengan kesepakatan yang telah dicapai yang sifatnya hanya memperkuat hasil musyawarah.

Pemegang hak atas tanah yang telah sepakat mengenai pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi, akan mendapatkan ganti rugi sesuai dengan nilai dan bentuknya yang telah disepakati bersama berdasarkan surat keputusan Panitia Pengadaan Tanah. Adapun bentuk ganti rugi selain uang, tanah, pemukiman kembali dan/atau gabungan dua atau lebih bentuk ganti rugi dan ganti rugi dapat ditentukan juga sesuai dengan kesepakatan para pihak.

Keputusan Panitia Pengadaan Tanah yang tidak diterima oleh pemegang hak atas tanah dapat diajukan keberatan kepada Bupati/ Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri disertai dengan penjelasan mengenai sebab-sebab dan alasan keberatan. Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri melakukan upaya penyelesaian mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dengan mempertimbangkan pendapat dan keinginan pemegang hak atas tanah atau kuasanya. Setelah mendengar dan mempelajari pendapat dan keinginan pemegang hak atas tanah dan pertimbangan Panitia Pengadaan Tanah, Bupati/Walikota/Gubernur atau Menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan yang dapat mengubah atau mengukuhkan keputusan Panitia Pengadaan Tanah.

(17)

Apabila upaya ini belum juga membuahkan hasil, maka pencabutan hak atas tanah dapat dilakukan.

III.5.4 Penolakan ganti rugi

Pasal 10 ayat (2) Perpres No. 65 Tahun 2006 menentukan bahwa apabila musyawarah yang dilaksanakan telah melewati jangka waktu 120 hari dan kesepakatan belum juga tercapai, maka Panitia Pengadaan Tanah menetapkan besarnya ganti rugi dalam bentuk uang dan menitipkannya kepada Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan.

Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri setelah mempertimbangkan pendapat dan keinginan dari pemegang hak atas tanah atau kuasanya dan pertimbangan Panitia Pengadaan Tanah, mengeluarkan keputusan yang dapat mengukuhkan atau merubah Keputusan Panitia Pengadaan Tanah yang mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi yang akan diberikan (Pasal 17 ayat (3)). Apabila upaya penyelesaian yang telah dilakukan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri tidak diterima juga oleh pemegang hak atas tanah, dan dengan mengingat lokasi pembangunan yang tidak dapat dipindahkan, maka Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961.

Menurut Pasal 2 PP No. 39 Tahun 1973, permintaan banding tersebut diajukan kepada Pengadilan Tinggi yang daerah kekuasannya meliputi tanah dan atau benda-benda yang haknya dicabut, selambat-lambatnya dalam waktu 1 bulan terhitung sejak tanggal Keputusan Presiden dimaksud dalam Pasal 5 dan 6 UU No. 20 Tahun 1961 tersebut disampaikan kepada yang bersangkutan. Permintaan banding tersebut harus disampaikan secara tertulis atau dengan lisan kepada Panitera Pengadilan Tinggi, dengan membayar biaya yang ditetapkan Ketua Pengadilan Tinggi.

(18)

Permohonan banding tersebut selambatnya 1 bulan setelah diterimanya permohonan, perkara tersebut harus sudah diperiksa oleh Pengadilan Tinggi. Pemeriksaan dan putusan dijatuhkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (Pasal 4). Dalam pemeriksaan permohonan banding, Pengadilan Tinggi dapat mendengar secara langsung semua pihak yang bersangkutan dengan pencabutan hak atas tanah. Pendengaran pihak-pihak tersebut dapat dilimpahkan oleh Pengadilan Tinggi kepada Pengadilan Negeri. Putusan Pengadilan Tinggi selambatnya 1 bulan setelah tanggal putusan perkara diberitahukan kepada pihak-pihak yang bersangkutan .

Gambar

Gambar II.1 Diagram Analisis SWOT BERBAGAI PELUANG1. Mendukung strategi agresif  KEKUATAN INTERNAL BERBAGAI ANCAMANKELEMAHAN INTERNAL 2
Gambar II.2  Diagram alir pengadaan tanah

Referensi

Dokumen terkait

 The member had a poor result of an internal inspection/ external audit. Groups’ overall risk

increased lime addition in the clay soils, where the initially soft soil was transformed into a stronger and stiffer material. 800 kPa), regardless of the presence and dosage

adsorpsi fluorida, nitrat dan sulfat dengan resin AMX pada temperatur yang berbeda menunjukkan.. model yang cocok digunkan yaitu

Peningkatan impor migas Mei 2017 jika dibandingkan dengan April 2017 yang terbesar terjadi dari India yaitu dari US$ 0,01 juta menjadi sebesar US$ 6,79 juta .Sedangkan tidak

Kondisi optimum yang didapatkan dengan menggunakan grafik surface 3D adalah pada diameter 5.724 mm ,berat 1.715 kg dengan kondisi optimum waktu jenuh

Penelitian ini bertujuan mengalisa pipa untuk irigasi persawahan dalam rangka memanfaatkan air secara efisien didaerah sawah tadah hujan maupun daerah dataran

Dari hasilpenelitian yang telah dilakukan bahwa untuk jumlah jenis rotan yang banyak ditemukan serta indeks keragaman rotan pada enam lokasi penelitian dapat

Hal ini benar, dalam kehidupan sehari-hari kita sudah berkomunikasi, dimana manusia bisa berkomunikasi dengan dirinya sendiri atau individu, dengan dirinya dan Tuhan serta