• Tidak ada hasil yang ditemukan

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

i

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SELF-MONITORING BLOOD GLUKOSE PADA PASIEN DM TIPE 2 DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI

BANTUL

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Disusun Oleh:

SLAMET HERMAWAN

2212107

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

(2)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

(3)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

iii

(4)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Self Monitoring Blood Glukose pasien DM di Poliklinik Rawat Jalan Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul”.

Skripsi ini telah dapat diselesaikan, atas bimbingan, arahan dan bantuan berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terimakasih dengan setulus-tulusnya kepada :

1. Kuswanto Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

2. Tetra Saktika A., M.Kep., Sp.Kep.M.B selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

3. Adi Sucipto., M.Kep., selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

4. Dwi Kartika Rukmi., M.Kep., Sp.Kep.M.B selaku penguji yang telah memberikan saran dan bimbingan kepada penulis.

5. Kedua orang tua, adik, keluarga, teman-teman, dan semua pihak yang selalu memberikan dukungan, doa, dan semangat pada penulis selama penyusunan usulan penelitian.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya, sebagai imbalan atas segala amal kebaikan dan bantuannya. Akhirnya besar harapan penulis semoga karya tulis ilmiah ini berguna bagi semua.

Penulis Slamet Hermawan

(5)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PERSETUJUAN ... ii PERNYATAAN ... iii KATA PENGANTAR ... iv DAFTAR ISI ... v DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR SINGKATAN... viii INTISARI... ix ABSTRAK ... x DAFTAR LAMPIRAN ………. .. xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 3 C. Tujuan Penelitian ... 3 D. Manfaat Penelitian ... 4 E. Keaslian Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ... 7

1. Diabetes Mellitus ... 7

2. Patofisiologi Diabetes Melitus ... 7

3. Etiologi Diabetes Melitus... 9

4. Manifestasi klinis Diabetes Melitus... 10

5. Penatalaksanaan Diabetes Melitus ... 10

6. Glukosa Darah ... 12

7. Self Monitoring Blood Glukose (SMBG) ... 15

8. Kepatuhan... 16

(6)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

vi

B. Kerangka Teori ... 22

C. Kerangka Konsep Penelitian ... 23

D. Hipotesis ... 23

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 24

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

C. Populasi dan Sampel ... 24

D. Variabel Penelitian ... 25

E. Definisi Operasional ... 26

F. Alat dan Metode Pengumpulan Data ... 27

G. Validitas dan Realibilitas ... 28

H. Metode Pengolahan dan Analisa Data ... 29

I. Etika Penelitian ... 32

J. Pelaksanaan Penelitian ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian...35 B. Pembahasan...42 C. Keterbatasan Penelitian...50 BAB V A. Kesimpulan... ..51 B. Saran...52 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(7)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Target Pencapaian SMBG ... 15

Tabel 3.1. Definisi Operasional ... 26

Tabel 3.2. Uji Korelasi Bivariat ... 31

Tabel 4.1. Distribusi frekuensi karakteristik ... 36

Tabel 4.1. Distribusi frekuensi karakteristik ... 36

Tabel 4.2. Tabulasi silang dan hasil uji chi square hubungan jenis kelamin dengan self monitoring blood glukose ... 38

Tabel 4.3. Tabulasi silang dan hasil uji chi square hubungan tingkat pendidikan dengan self monitoring blood glukose ... 39

Tabel 4.4. Tabulasi silang dan hasil uji chi square hubungan pendapatan ekonomi dengan self monitoring blood glukose ... 39

Tabel 4.5. Tabulasi silang dan hasil uji chi square hubungan lamanya sakit DM dengan self monitoring blood glukose ... 40

Tabel 4.6. Tabulasi silang dan hasil uji chi square hubungan pilihan terapi dengan self monitoring blood glukose ... 40

Tabel 4.7. Tabulasi silang dan hasil uji chi square hubungan penkes SMBG dengan self monitoring blood glukose ... 41

(8)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori ... 22 Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian ... 23

(9)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

ix

DAFTAR SINGKATAN

DM : Diabetes Melitus

OHO : Obat Hipoglikemik Oral SMBG : Self Monitoring Blood Glukose UMK : Upah Minimum Kota/Kabupaten

(10)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

x

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SELF MONITORING BLOOD GLUKOSE PADA PASIEN DM TIPE 2 DI

POLIKLINIK PENYAKITDALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI

BANTUL

Slamet Hermawan1, Tetra Saktika Adinugraha2, Adisucipto3 INTISARI

Latar Belakang : Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis, yang terjadi

ketika pankreas tidak memproduksi insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (hiperglikemia). Pada pasien DM mampu hidup sehat bersama DM, asalkan pasien patuh dan kontrol secara teratur. Namun hasil studi pendahuluan didapat bahwa pada pasien DM pemeriksaan kadar glukosa dilakukan secara tidak rutin atau bahkan tidak kontrol.

Tujuan Penelitian : Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan self monitoring blood glukose di piliklinik penyakit dalam RSUD Panebahan Senopati Bantul.

Metode Penelitian : Rancangan penelitian ini adalah penelitian non

eksperimental dan jenis penelitian adalah deskriptif korelasi. Pendekatan waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik purposive sampling yang berjumlah 57 responden di poliklinik penyalit dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah univariat dan bivariat menggunakan Chi Square dengan tingkat kemaknaan p<0,05.

Hasil Penelitian : Hasil uji chi square menunjukan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara tingkat pendidikan (0,000), pendapatan ekonomi (0,000), penkes SMBG (0,000) dan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin (0,129), lamanya sakit DM (1,90), pemilihan terapi (0,450) dengan self monitoring blood glukose.

Kesimpulan : Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan, pendapatan

ekonomi, penkes SMBG dengan self monitoring blood glukose dan tidak ada hubungan antara jenis kelamin, lamanya sakit DM, pemilihan terapi dengan self monitoring blood glukose di poliklinik penyalit dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul. Disarankan kepada instansi dan tenaga kesehatan untuk momotivasi pasien DM untuk melakukan self monitoring blood glukose dengan rutin.

Kata kunci : faktor-faktor, kepatuhan, self monitoring blood glukose, DM ____________________________

1Mahasiswa PSIK Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2Dosen PSIK Stike Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 3Dosen PSIK Universitas Respati Yogyakar

(11)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

xi

The Associated Factors of Self-monitoring of Blood Glucose in DM Patients of type 2 in Internal Disease Polyclinic of Panembahan Senopati General

Hospital, Bantul

Slamet Hermawan1, Tetra Saktika Adinugraha2, Adisucipto3

ABSTRACT

Background : Diabetes Melitus (DM) is a chronic disease which affects a patient

as pancreas produces insufficient insulin or body loses its effectiveness in using insulin. This condition leads to increasing glucose level in blood (hyperglycemia). DM patients are able to live normally as long as patients are discipline and complied with regular control. Nevertheless, the result of preliminary study found out that DM patients were not discipline in making routine glucose level examination or even not controlled..

Objective : To identify The Associated Factors of Self-monitoring of Blood

Glucose in DM Patients of type 2 in Internal Disease Polyclinic of Panembahan Senopati General Hospital, Bantul

Method : The study design was non-experimental and the type of this study was

correlational descriptive. Time approach in this study was cross sectional. Samples in this study were selected through purposive sampling technique as many as 57 respondents in internal disease polyclinic of Panembahan Senopati General Hospital, Bantul. Data was collected by applying questionnaires. Data analysis was univariate and bivariate analysis.

Result : The result of Chi Square test indicated a significant relation between

education level (0,000), economic income (0,000), Health Education on SMBG (0,000), and found no significant relation between sex (0,129), DM duration (1,90), therapy preference (0,450) and self-monitoring of blood glucose.

Conclusion : There was a relation between education level, economic income,

health education on SBMG, and self-monitoring of blood glucose and there was no relation between sex, DM duration, therapy preference, and self-monitoring of blood glucose in internal disease polyclinic of Panembahan Senopati General Hospital, Bantul. It is recommended that health agencies and workers motivate DM patients to implement self-monitoring of blood glucose regularly.

Keywords : Factors, Compliance, Self-Monitoring of Blood Glucose, DM ____________________________

1A student of S1 Nursing Study Program in Jenderal Achmad Yani School of

Health Science of Yogyakarta

2A lecturer of S1 Nursing Study Program in Jenderal Achmad Yani School of

Health Science of Yogyakarta

(12)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Kuesioner

Lampiran 2. Surat permohonan menjadi responden Lampiran 3. Surat persetujuan menjadi responden Lampiran 4. Halaman Persetujuan Judul

Lampiran 5. Surat Pengantar Studi Pendahuluan Dinas Kesehatan Provinsi D.I.Y Lampiran 6. Surat Pengantar Studi Pendahuluan BAPPEDA Kabupaten Bantul Lampiran 7. Surat Pengantar Studi Pendahuluan Kantor Kesatuan Bangsa

Kabupaten Bantul

Lampiran 8. Surat Pengantar Studi Pendahuluan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul

Lampiran 9. Surat Persetujuan Studi Pendahuluan BAPPEDA Kabupaten Bantul Lampiran 10. Surat pengantar Studi Pendahuluan RSUD Panembahan Senopati

Bantul

Lampiran 11. Surat izin Studi Pendahuluan RSUD Panembahan Senopati Bantul Lampiran 12. Surat pengantar izin penelitian BAPPEDA Kabupaten Bantul

Lampiran 13. Surat pengantar izin penelitian Kantor kesatuan Bangsa Kabupaten Bantul

Lampiran 14. Surat pengantar izin penelitian RSUD Panembahan Senopati Bantul Lampiran 15. Surat persetujuan izin penelitian BAPPEDA Kabupaten Bantul Lampiran 16. Surat persetujuan izin penelitian RSUD Panembahan Senopati

Bantul Lampiran 17. Input data Lampiran 18. Hasil SPSS

(13)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas tidak memproduksi insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (hiperglikemia). Ada beberapa jenis DM, antara lain; DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain dan DM Gestasional (WHO, 2014). Secara fisiologis kelenjar pankreas akan melepas hormon insulin yang bertugas membantu glukosa di dalam darah ke sel untuk memasok energi. Sedangkan secara patofisiologis terjadi penurunan sekresi insulin akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah (Smeltzer & Bare, 2008).

Pada tahun 2012, sekitar 1,5 juta kematian secara langsung disebabkan oleh diabetes melitus. Lebih dari 80% kematian diabetes melitus terjadi pada negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2014). Pada tahun 2014 prevalensi global diabetes melitus 9% di antara orang dewasa. Sedangkan Hasil Riskesdas (2013) menunjukan jumlah DM di Provinsi Yogyakarta terbanyak ke-5 se-Indonesia dengan (7.434 kasus) yang ditemukan. World Health Organization (WHO) telah memperkirakan bahwa tahun 2025 Indonesia akan menempati peringkat nomer 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes melitus sebanyak 12,4 juta orang. Di Yogyakarta penyakit diabetes melitus menyumbang 214 kasus kematian penyebab penyakit di Rumah Sakit (Dinkes DIY, 2012).

Pasien mampu hidup sehat bersama DM, asalkan pasien patuh dan kontrol secara teratur (Dinkes, 2012). Studi penelitian telah membuktikan bahwa pasien diabetes melitus yang melakukan kontrol kadar glukosa darah secara teratur memiliki kualitas hidup yang baik dan juga memiliki resiko komplikasi yang lebih rendah. Sehingga perlu bagi pasien diabetes melitus untuk melakukan kontrol kadar glukosa darah secara rutin dan teratur (Mcculloch, 2009). Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) menganjurkan bahwa semua pasien dengan diabetes melitus harus melakukan pemantauan glukosa di rumah atau layanan kesehatan (Yankes).

(14)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

2

2

Target pencapaian glukosa darah puasa (GDS) apabila ≥126 mg/dL dan glukosa darah 2 jam atau sewaktu ≥180 dikatakan buruk (Soegondo, 2011). Namun penelitian yang didapat menunjukan bahwa pada pasien DM pemeriksaan kadar glukosa dilakukan secara tidak rutin atau bahkan tidak kontrol (Li Yuan et al, 2014).

Pemeriksaan kadar glukosa darah adalah salah satu dari Self-management. Self-management dikenal sebagai kemampuan individu dalam mengelola kehidupan sehari-hari, mengendalikan serta mengurangi dampak penyakit yang dideritanya (PERKENI, 2011). Menurut Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia tahun 2011, perilaku sehat yang merepresentasikan self-management pada pasien DM antara lain mengikuti pola makan sehat, meningkatkan kegiatan jasmani, menggunakan obat DM dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman dan teratur, melakukan pemantauan kadar glukosa darah serta melakukan perawatan kaki secara berkala (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011). Hasil penelitian (Putri dkk, 2013) menunjukkan perilaku Management Diabetes Melitus (SMDM) berdasarkan aspek Self-management blood glukose (SMBG) hanya (61,1%) responsden melakukan pemantauan glukosa darah dengan kategori sedang. Dalam penelitian tersebut hanya 24 responden dari jumlah total 94 responden yang patuh melakukan pemantauan glukosa darah. Hal yang mungkin menyebabkan SMBG pada aspek ini kebanyakan masuk dalam kategori sedang yaitu kurangnya kesadaran dari pasien DM sendiri dalam melakukan pemantauan kadar glukosa darah. Pemeriksan glukosa darah dilakukan atas inisiatif dokter, bukan kesadaran penderita, sehingga dapat dikatakan bahwa self-management dalam memantau kadar glukosa darah pada pasien DM masih belum baik.

Faktor yang menjadikan pasien DM memiliki kadar glukosa darah tidak terkontrol karena kurangnya kepatuhan dalam Self-Monitoring Blood Glukose (SMBG). Hal ini membuat timbulnya penyakit yang lebih berat dan komplikasi lanjut. Adapun komplikasi tersebut baik akut atau kronik menyebabkan komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler. (Soegondo, 2011). Self-monitoring of blood glucose (SMBG) merupakan pemantauan mandiri yang dilakukan oleh

(15)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

3

pasien DM. Pasien diabetes melitus dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal dengan melakukan self monitoring blood glukose. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang memungkinkan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang (Smeltzer & Bare, 2008). Faktor-faktor yang berhubungan dengan SMBG antara lain: jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan, lamanya sakit DM, pemilihan terapi dan penyuluhan pendidikan tentang SMBG (Li Yuan et al, 2014).

Berdasarkan hasil wawancara pada 15 Januari 2016 yang dilakukan 10 pasien rawat jalan di poliklinik penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul bahwa didapatkan, ada 4 pasien dari 10 pasien yang tidak rutin untuk kontrol dan berobat setiap bulannya. Selain itu dari 10 pasien yang di wawancara tidak melakukan kontrol glukosa darah mandiri dirumah dan hanya cek glukosa darah saat dirumah sakit saja. Sehingga peneliti tertarik meneliti dengan judul

“Faktor-faktor yang berhubungan dengan self monitoring blood glukose pada pasien DM tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembaha Senopati

Bantul”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan self monitoring blood glukose pasien DM tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati?

C. Tujuan Peneliti 1. Tujuan umum

Diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan self monitoring blood glukose pasien DM tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul.

(16)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

4

2. Tujuan khusus

a. Diketahui hubungan jenis kelamin dengan self monitoring blood glukose pada pasien DM tipe 2 di poliklinik penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul.

b. Diketahui hubungan tingkat pendidikan dengan self monitoring blood glukose pada pasien DM tipe 2 di poliklinik penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul.

c. Diketahui hubungan pendapatan dengan self monitoring blood glukose pada pasien DM tipe 2 di poliklinik penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul.

d. Diketahui hubungan lamanya sakit DM dengan self monitoring blood glukose pada pasien DM tipe 2 di poliklinik penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul

e. Diketahui hubungan pemilihan terapi dengan self monitoring blood glukose pada pasien DM tipe 2 di poliklinik penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul.

f. Diketahui hubungan pendidikan kesehatan SMBG dengan self monitoring blood glukose pada pasien DM tipe 2 di poliklinik penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Sebagai masukan dalam memberikan informasi terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan self-monitoring blood glukose pada pasien DM tipe 2. 2. Manfaat praktis

a. Bagi Tempat Pelayanan Kesehatan

Sebagai pertimbangan untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam meningkatkan self monitoring blood glukose pada pasien DM tipe 2.

(17)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

5

b. Bagi Perawat

Sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam meningkatkan asuhan keperawatan khususnya SMBG pada pasien DM tipe 2.

c. Bagi pasien

Sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan motivasi SMBG pada pasien DM tipe 2.

E. Keaslian Penelitian

1. Li Yuan, et al, (2014), dengan judul “ Self-monitoring of blood glucose in type 2 diabetic patien in China: curen status and Influential Factors” Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai keadaan SMBG di China dan faktor-faktor yang berhubungan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dengan pendekatan cross-sectional. Pengambilan sample menggunakan multi-center dilakukan di 50 pusat kesehatan di 29 devisi administrasi di China dengan jumlah 5953 responden. Pengambilan data menggunakan kuesioner. Hasil analisis menunjukan kesimpulan dari penelitian ini faktor yang berhubungan adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan ekonomi, lamanya sakit DM, pendidikan, dengan Self-monitoring blood glukose. Persamaan pada penelitian ini adalah pada variabel terikatnya yaitu Self-monitoring blood glukose. Sedangkan perbedaaan pada penelitian ini adalah pada tempat penelitian. Penelitian sebelumya dilakukan di Negara China sedangkan pada penelitian ini dilakukan di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Indonesia. 2. Mihardja L, (2009), “Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula

Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Perkotaan Indonesia” Tujuan: Dilakukan analisis data untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan pengendalian gula darah dari 279 responden usia 15 tahun atau lebih yang mempunyai riwayat menderita DM. Data responden didapat dari Riset Kesehatan Dasar 2007 yang dilaksanakan secara potong lintang melalui wawancara, pengukuran fisik, dan pemeriksaan darah. Desain yang di pakai

(18)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

6

complex sampling. Hasil yang didapat adalah prevalensi responden yang mempunyai riwayat DM meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Prevalensi lebih banyak pada wanita dan kelompok sosio ekonomi yang lebih tinggi. Faktor yang berhubungan dalam pengendalian gula darah adalah usia, jenis kelamin, dan minum atau injeksi obat diabetes. Perbedaan pada penelitian ini adalah pada metode penelitiannya. Metode penelitian pada peneliti sebelumnya dilakukan melalui wawancara, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah. Sedangkan pada peneliti menggunakan kuisioner dengan teknik purposive sampling. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama meneliti pasien DM.

(19)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul terletak di Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Bantul. Pelayanan yang tersedia di RSUD Panembahan Senopati Bantul khusus untuk rawat jalan atau poliklinik terdapat 15 poliklinik, antara lain yaitu: poliklinik peyakit dalam, poli penyakit anak, poli tumbuh kembang, poli penyalit bedah, poli bedah ortopedi, poli kebidanan penyakit kandungan dan keluarga berencana, poli penyalit mata, poli penyakit THT, poli penyalit syaraf dan elektromedik, poli penyakit kulit kelamin dan kosmetik medik, poli jiwa, poli gigi spesialis ortodonsi dan bedah mulut, poli rehabilitasi medik/fisioterapi, poli umum dan poli paru.

Poliklinik Penyalit Dalam merupakan salah-satu pelayanan rawat jalan di RSUD Panembahan senopati Bantul. Piliklinik penyakit dalam merupakan tempat penelitian dalam penelitian ini. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan perawat selama melakukan penelitian di poliklinik penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul, penanganan pada pasien diabetes melitus di poliklinik penyakit dalam dilakukan oleh tiga dokter spesialis dan lima perawat. Pelayanan yang diberikan kepada pasien diabetes melitus meliputi pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan penunjang laboratorium rutin serta apabila ada luka atau ulkus akan diusulkan untuk melakukan perawatan luka ke poli bedah. Poli penyakit dalam pelayanannya tidak ada progam atau hari khusus untuk pelayanan kesehatan kepada pasien diabetes melitus dan tidak ada Standar Operasional Prosedur (SOP) pendidikan atau penyuluhan self monitoring blood glukose maupun kesehatan pada pasien diabetes melitus. 2. Analisis Hasil Penelitian

Subjek penelitian adalah pasien DM tipe 2 di Poliklinik RSUD Panembahan Senopati Bantul yang berjumlah 57 orang. Gambaran tentang

(20)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

36

36

karakteristik subjek penelitian dijelaskan dalam bentuk distribusi frekuensi berdasarkan variabel dalam penelitian ini.

a. Analisis Univariat

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan ekonomi, lamanya sakit DM, pilihan terapi, pendidikan kesehatan SMBG dengan self monitoring blood glukose di poliklinik RSUD Panembahan Senopati Bantul Juli 2016.

Karakteristik Frekuensi (f) Persentase (%) Umur <40 tahun 40-60 tahun >60 tahun 2 39 16 3,5 68,4 28,1 Jumlah 57 100 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 30 27 52,6 47,4 Jumlah 57 100 Tingkat Pendidikan SD SLTP SLTA PT 13 3 29 12 22,8 5,3 50,5 21,1 Jumlah 57 100 Pendapatan Ekonomi ≤ UMK > UMK 24 33 42,1 57,9 Jumlah 57 100 Lamanya Sakit DM <5 tahun 5-10 tahun >10 tahun 13 20 24 22,8 35,1 42,1 Jumlah 57 100

(21)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

37

Lanjutan tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik

Karakteristik Frekuensi (f) Persentase (%) Pilihan Terapi Diet/latihan OHO Insulin 0 19 38 0 33,3 66,7 Jumlah 57 100 Penkes SMBG Tidak pernah Pernah 31 24 54,4 45,6 Jumlah 57 100 SMBG Tidak sesuai Sesuai 32 25 56,1 43,9 Jumlah 57 100 Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan Tabel 4.1. Menunjukan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah responden yang berumur 40-60 tahun yaitu sebanyak 39 orang (68,4%), sedangkan yang paling sedikit adalah responden yang berumur <40 tahun yaitu sebanyak 2 orang (3,5%). Berdasarkan jenis kelamin menunjukan bahwa sebagian besar dalam penelitian ini adalah responden laki-laki yaitu sebanyak 30 orang (52,6%). Berdasarkan tingkat pendidikan menunjukan bahwa sebagian besar dalam penelitian ini adalah responden berpendidikan SLTA yaitu sebanyak 29 orang (50,9%), sedangkan yang paling sedikit adalah responden berpendidikan SLTP yaitu sebanyak 3 orang (5,3%). Berdasarkan pendapatan ekonomi sebagian besar dalam penelitian ini adalah responden dengan pendapatan ekonomi > UMK yaitu sebanyak 33 orang (57,9%). Berdasarkan lamanya sakit menunjukan bahwa sebagian besar dalam penelitian ini adalah responden dengan lamanya sakit DM >10 tahun yaitu sebanyak 24 orang (42,1%), sedangkan yang paling sedikit adalah responden dengan lamanya sakit DM <5 tahun yaitu sebanyak 13 orang (22,8%). Berdasarkan pemilihan terapi menunjukan bahwa sebagian besar dalam penelitian ini adalah responden dengan pilihan terapi insulin yaitu sebanyak 38 orang (66,7%), sedangkan pasien dengan pilihan terapi

(22)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

38

diet/latihan tidak ada (0%). Berdasarkan pendidikan kesehatan SMBG menunjukan bahwa sebagian besar dalam penelitian ini adalah responden yang tidak pernah mendapatkan pendidikan kesehatan SMBG yaitu sebanyak 31 orang (54,4%). Berdasarkan Self Monitoring Blood Glukose menunjukan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini dalam melakukan SMBG masih tidak sesuai yaitu sebayak 33 orang (57,9%). b. Analisi Bivariat

1). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Self Monitoring Blood Glukose Tabulasi silang dan hasil uji chi square hubungan jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan ekonomi, lamanya sakit DM, pilihan terapi, pendidikan kesehatan SMBG dengan self monitoring blood glukose di poliklinik RSUD Panembahan Senopati Bantul adalah sebagai berikut: a). Jenis Kelamin dan Self Monitoring Blood Glukose

Tabel 4.2 Tabulasi silang dan hasil uji chi square hubungan jenis kelamin dengan self monitoring blood glukose di poliklinik RSUD Panembahan

Senopati Bantul Juni 2016.

Jenis kelamin

SMBG

Total

P-Value

Tidak sesuai Sesuai

f % f % f % Laki-laki Perempuan 14 18 24,60 31,60 16 9 28,10 15,80 30 27 52,60 47,40 0,129 Jumlah 32 56,10 25 43,90 57 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan Tabel 4.2 Jenis kelamin laki-laki yang melakukan SMBG dengan sesuai sebanyak 16 orang (28,10%) sedangkan perempuan lebih banyak yang tidak sesuai 18 orang (31,60%). Hasil uji chi square diperoleh P Value (0,129) >0,1, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan SMBG.

(23)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

39

b). Tingkat Pendidikan dan Self Monitoring Blood Glukose

Tabel 4.3 Tabulasi silang dan hasil uji chi square hubungan tingkat pendidikan dengan self monitoring blood glukose di poliklinik RSUD

Panembahan Senopati Bantul Juni 2016.

Tingkat Pendidikan

SMBG

Total

P-Value

Tidak sesuai Sesuai

f % F % f %

Rendah (SD-SMP)

Tinggi (SLTA-PT) 16 16 28,10 28,10 25 0 43,90 0 16 41 28,10 71,90

0,000

Jumlah 32 56,10 25 43,90 57 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan Tabel 4.3 Hasil uji chi square hubungan tingkat pendidikan (SD, SMP, SLTA, PT) dengan SMBG tidak memenuhi syarat uji chi square yaitu terdapat > 20% sel yang memiliki nilai ekspektasi <5. Sehingga dilakukan penggabungan kategori pendidikan rendah (SD-SMP) dan tinggi (SLTA-PT) dan kembali di uji chi square. Pasien dengan tingkat pendidikan rendah lebih banyak yang tidak sesuai 16 orang (28,10%) dalam SMBG sebaliknya pasien dengan tingkat pendidikan tinggi lebih banyak yang sesuai 25 orang (43,90%) dalam SMBG. Hasil uji chi square diperoleh p value (0,000) <0,1, artinya ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan SMBG.

c). Pendapatan Ekonomi dan Self Monitoring Blood Glukose

Tabel 4.4 Tabulasi silang dan hasil uji chi square hubungan pendapatan ekonomi dengan self monitoring blood glukose di poliklinik RSUD

Panembahan Senopati Bantul Juli 2016.

Pendapatan Ekonomi

SMBG

Total

P-Value Tidak sesuai Sesuai

f % f % F %

≤ UMK

> UMK 22 10 38,60 17,50 23 2 40,40 3,50 24 33 42,10 57,90

0,000

Jumlah 32 56,10 25 43,90 57 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan Tabel 4.4 Pendapaatan ekonomi > UMK yang melakukan SMBG dengan sesuai sebanyak 23 orang (40,40%) sebaliknya

(24)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

40

Hasil pada pendapatan ekonomi diperoleh p value (0,000) <0,1, artinya ada hubungan yang bermakna antara pendapatan ekonomi dengan SMBG. d). Lamanya sakit DM dan Self Monitoring Blood Glukose

Tabel 4.5 Tabulasi silang dan hasil uji chi square hubungan lamanya sakit DM dengan self monitoring blood glukose di poliklinik RSUD

Panembahan Senopati Bantul Juli 2016.

Lamanya Sakit SM

SMBG

Total

P-Value

Tidak sesuai Sesuai

f % f % f % <5 tahun 5-10 tahun >10 tahun 10 9 13 17,50 15,80 22,80 3 11 11 5,30 19,30 19,30 13 20 24 22,80 35,10 42,10 0,190 Jumlah 32 56,10 25 43,90 57 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan Tabel 4.5 lamanya sakit DM >10 tahun sebanyak 13 orang (22,80%) melakukan SMBG tidak sesuai sedangkan lamanya sakit DM 5-10 tahun yang melakukan SMBG dengan sesuai sebanyak 11 orang (19,30%) sama dengan >10 tahun. Hasil pada lamanya sakit DM diperoleh p value (0,192) >0,1, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara lamanya sakit DM dengan SMBG.

e). Pemilihan Terapi dan Self Monitoring Blood Glukose

Tabel 4.6 Tabulasi silang dan hasil uji chi square hubungan pilihan terapi dengan self monitoring blood glukose di poliklinik RSUD Panembahan

Senopati Bantul Juli 2016.

Pemilihan terapi

SMBG

Total

P-Value

Tidak sesuai Sesuai

f % f % f %

OHO

Insulin 12 20 21,10 35,10 18 7 12,30 31,60 19 38 33,30 66,70

0,450

Jumlah 32 56,10 25 43,90 57 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan Tabel 4.6 pemilihan terapi insulin yang melakukan SMBG dengan tidak sesuai dan sesuai sama-sama paling banyak yaitu sebanyak 20 orang (35,10) tidak sesuai dan 18 orang (31,60%) yang sesuai.

(25)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

41

Hasil pada pilihan terapi diperoleh p value (0,569) >0,1, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pilihan terapi dengan SMBG.

f). Pendidikan Kesehatan SMBG dan Self Monitoring Blood Glukose

Tabel 4.7 Tabulasi silang dan hasil uji chi square hubungan penkes SMBG dengan self monitoring blood glukose di poliklinik RSUD Panembahan

Senopati Bantul Juli 2016.

Penkes SMBG

SMBG

Total

P-Value Tidak sesuai Sesuai

F % f % F % Tidak pernah Pernah 30 2 52,60 3,50 0 25 0 43,90 30 27 52,60 47,40 0,000 Jumlah 32 56,10 25 43,90 57 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan Tabel 4.7 pasien yang tidak pernah mendapatkan pendidikan kesehatan SMBG dalam melakukan SMBG banyak yang tidak sesuai 30 orang (52,60%) sebaliknya pasien yang penah mendapatkan pendidikan kesehatan SMBG yang melakukan SMBG dengan sesuai sebanyak 25 orang (43,90%). Hasil pada penkes SMBG diperoleh p value (0,000) <0,1, artinya ada hubungan yang bermakna antara penkes SMBG dengan SMBG.

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan distribusi frekuensi responden menunjukan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah responden yang berumur 40-60 tahun yaitu sebanyak 39 orang (68,4%), sedangkan yang paling sedikit adalah responden yang berumur <40 tahun yaitu sebanyak 2 orang (3,5%). Menurut ADA (2014) pasien DM berkembang pada masa dewasa umur lebih 40 tahun. Prevalensi responden yang mempunyai riwayat DM cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan semakin lanjut usia maka pengeluaran insulin oleh pankreas juga semakin berkurang. Hasil penelitian ini

(26)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

42

sama dengan hasil penelitian Mihardja (2009) yang menunjukan bahwa rata-rata responden paling banyak adalah 40-60 tahun.

Berdasarkan jenis kelamin menunjukan bahwa sebagian besar dalam penelitian ini adalah responden laki-laki yaitu sebanyak 30 orang (52,6%). Penelitian ini menerangkan bahwa pria lebih mungkin untuk mengidap diabetes dibandingkan dengan perempuan. Seorang laki-laki sangat memungkinkan untuk merokok daripada perempuan hal ini meningkatkan risiko gangguan glukosa dengan mengurangi sensitifitas dari insulin. Sedangkan pada perempuan memiliki kadar estrogen dan progesteron dari kedua hormon ini juga dapat mengurangi sensitifitas insulin. Obesitas sentral lebih banyak terjadi di kalangan perempuan daripada laki-laki (Hilawe et al., 2013). Menurut Smeltzer & Bare (2008) jenis kelamin bukan faktor penyebab DM. Penelitian ini tidak sejalan dengan Putri D, et al (2013) menunjukan frekuensi jenis kelamin perempuan lebih banyak.

Berdasarkan tingkat pendidikan menunjukan bahwa sebagian besar dalam penelitian ini adalah responden berpendidikan SLTA yaitu sebanyak 29 orang (50,9%), sedangkan yang paling sedikit adalah responden berpendidikan SLTP yaitu sebanyak 3 orang (5,3%). Tingkat pendidikan tidak mempunyai pengaruh terhadap kejadian DM, namun tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang kesehatan. Sehingga orang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi biasanya memiliki pengetahuan tentang kesehatan sehingga orang akan memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatannya (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini sama dengan penelitian Rachmawati (2015) yang menunjukan frequensi terbanyak adalah tingkat pendidikan SLTA. Kemungkinan yang terjadi pada hal ini dapat dipengaruhi oleh kurangnya pendidikan aktif yang dilakukan (membaca buku atau penyuluhan). Pada pasien DM untuk menghindari komplikasi DM jangka panjang, pasien tidak hanya mengerti tentang merawat diri guna menghindari peningkatan kadar glukoasa darah atau faktor risiko terjadinya DM, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup (Smeltzer, 2008).

(27)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

43

Berdasarkan pendapatan ekonomi sebagian besar dalam penelitian ini adalah responden dengan pendapatan ekonomi > UMK yaitu sebanyak 33 orang (57,9%). Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan hidup (Kartono, 2006). Faktor penyebab DM salah satunya adalah gaya hidup (Smeltzer & Bare, 2008). Perubahan status ekonomi akan mempengaruhi gaya hidup sehari-hari, dengan gaya hidup yang tidak sehat akan erat kaitanyan dengan diabetes melitus. Penelitian ini sama dengan penelitian Handayani N (2014) dengan hasil pendapatan ekonomi tinggi lebih banyak.

Berdasarkan lamanya sakit menunjukan bahwa sebagian besar dalam penelitian ini adalah responden dengan lamanya sakit DM >10 tahun yaitu sebanyak 24 orang (42,1%), sedangkan yang paling sedikit adalah responden dengan lamanya sakit DM <5 tahun yaitu sebanyak 13 orang (22,8%). Pasien DM umumnya tidak mengetahui bahwa pasien tersebut memiliki penyakit DM. Pasien baru menyadari menderita DM berdasarkan saat didiagnosa atau sudah terjadi komplikasi (ADA, 2016). Kenyataannya bahwa lama menderita DM kurang menggambarkan kondisi penyakit yang sesungguhnya karena biasanya klien terdiagnosa setelah mengalami komplikasi. Padahal sebenarnya proses penyakit sudah terjadi antara 5 sampai 10 tahun sebelumnya (Smeltzer & Bare, 2008). Lamanya sakit DM sering dihubungkan dengan timbulnya komplikasi. Komplikasi biasanya mulai timbul setelah pasien menderita lamanya DM selama lebih dari 10 tahun (IDF, 2012). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Putri (2013) bahwa pasien terbanyak dengan lama sakit DM >5 tahun.

Berdasarkan pemilihan terapi menunjukan bahwa sebagian besar dalam penelitian ini adalah responden dengan pilihan terapi insulin yaitu sebanyak 38 orang (66,7%), sedangkan pasien dengan pilihan terapi diet/latihan tidak ada (0%). Pemilihan terapi merupakan langkah untuk mencapai keseimbangan glukosa darah (IDF, 2012). Pada pasien DM dengan penurunan fungsi pankreas terus menerus dan kebutuhan insulin tidak tercukupi, maka secara fisiologis jika sel beta pankreas tidak bisa mengimbangi peningkatan permintaan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan menyebabkan terjadinya DM tipe 2

(28)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

44

(Smeltzer & Bare, 2008). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Li Yuan (2014) bahwa pasien DM terbanyak menggunakan terapi insulin.

Berdasarkan pendidikan kesehatan SMBG menunjukan bahwa sebagian besar dalam penelitian ini adalah responden yang tidak pernah mendapatkan pendidikan kesehatan SMBG yaitu sebanyak 31 orang (54,4%). Pada hasil penelitian ini belum banyaknya pasien yang mengikuti pendidikan kesehatan dikarenakan pasien belum memahami penyakitnya dan mengetahui pengelolaan penyakitnya sehingga dapat merawat diri mereka (Smeltzer & Bare, 2008). Menurut Sousa & Zauszniewski (2005) mendefinisikan perawatan diri diabetes merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan perawatan diri dan melakukan tindakan perawatan diri diabetes untuk meningkatkan pengontrolan gula darah. Menurut Sigurdardotir (2005) perawatan diri diabetes adalah tindakan yang dilakukan seseorang untuk mengontrol diabetes dengan melakukan pengobatan dan pencegahan komplikasi. Melalui pendidikan akan meningkatkan pengetahuan seseorang sehingga akan merubah sikap dan gaya hidup yang tidak baik. Kurangnya informasi yang didapat akan berdampak langsung dalam menjaga dan memelihara kesehatan (Basuki, 2009). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Windasari N (2014) menyebutkan bahwa terbanyak pasien dengan DM adalah tidak pernah mendapatkan pendidikan kesehatan.

Berdasarkan Self Monitoring Blood Glukose menunjukan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini dalam melakukan SMBG masih tidak sesuai yaitu sebayak 33 orang (57,9%). Self monitoring blood glukose merupakan penanganan dalam penatalaksanaan DM (ADA, 2016). Self monitoring blood glukose merupakan pemantauan kadar glukosa yang dilakukan secara mandiri oleh pasien DM dengan menggunakn alat glukometer (Smeltzer & Bare, 2002). Pada pasien DM dalam melakukan pemantauan ada anjuran yang harus diikuti sesuai dengan pengobatan atau terapi yang dijalani (ADA, 2016). Ketidak patuhan pasien dalam mengelola kesehatannya menyebabkan peningkatan pada penyakit DM. Hasil penelitian ini sesuai

(29)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

45

dengan Putri D (2013) bahwa pemantauan glukosa darah pada pasien DM masih rendah.

2. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Self Monitoring Blood Glukose di Poliklinik RSUD Panembahan Senopati Bantul.

a). Hubungan jenis kelamin dengan self monitoring blood glukose

Pada penelitian ini pada jenis kelamin laki-laki lebih banyak yang sesuai dibandingkan perempuan. Jenis kelamin bukan merupakan faktor penyebab DM (Smeltzer & Bare, 2008) demikian juga dengan jenis kelamin tidak ada hubungan dengan SMBG karena banyak yang mempengaruhi ketidakpatuhan salah satunya adalah keyakinan. Ketika keyakinan seseorang hanya memikirkan ego sendiri maka tidak akan menghiraukan aturan yang ada (Niven, 2013). Sikap kepatuhan merupakan perilaku yang mencerminkan ketaatan seseorang menjalankan anjuran atau perintah yang diberikan (Gould & Mitty, 2012). Namun pada dasarnya antara perempuan dan laki-laki memiliki kecenderungan sikap patuh (kontrol kadar gula darah teratur) yang berbeda. Hasil penelitian (Rachmawati, N. 2015) juga terlihat adanya perbedaan antara kepatuhan kontrol perempuan dan laki-laki. Perempuan lebih patuh dibandingkan laki-laki.

Pada penelitian ini tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan SMBG dikarenakan pasien DM tipe 2 di Poliklinik RSUD Panembahan Senopati Bantul yang berjumlah 57 orang lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Hal ini sesuai dengan Mezie and Okoye (2013) mengatakan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi terhadap kejadian diabetes melitus. Menurut Yusra (2011), faktor kepatuhan dalam terapi farmakologis dan non-farmakologis merupakan salah satu hal yang bisa berkontribusi terhadap kualitas hidup, dan kepatuhan cenderung dimiliki oleh perempuan, sehingga pelaksanaan pengobatan dan perawatan dapat berjalan lebih baik. Namun, laki-laki cenderung memiliki kepercayaan diri lebih tinggi dan lebih mampu mengatasi berbagai masalah secara mandiri dengan menggunakan kemampuan yang mereka miliki, termasuk dalam penyakitnya. Sehingga, berdasarkan hal tersebut perbedaan jenis kelamin

(30)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

46

tidak menimbulkan perbedaan kualitas hidup. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Li Yuan (2014) yang menyebutkan ada hubungan jenis kelamin dengan SMBG.

b). Hubungan tingkat pendidikan dengan self monitoring blood glukose

Berdasarkan tingkat pendidikan menunjukan bahwa sebagian besar dalam penelitian ini adalah responden berpendidikan tinggi yang melakukan SMBG dengan sesuai yaitu sebanyak 25 orang (43,9%), sedangkan pendidikan rendah 16 orang (28,10%) tidak sesuai. Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mendapatkan informasi sehingga orang tersebut akan cenderung mudah untuk mendapatkannya (Danim, 2004). Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang dapat meningkatkan kepatuhan (Niven, 2013). Hasil uji chi square diperoleh p value (0,000) <0,1, artinya ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan SMBG. Pendidikan adalah salah satu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitanya dengan pendidikan dimana semakin tinggi maka semakin luas pengetahuan seseorang (Danim, 2004). Hasil ini sesuai dengan penelitian Mayasari E, dkk (2014) yang menunjukan pendidikan ada hubungan yang signifikan dengan kepatuhan klien DM dalam mengontrol glukosa darah. c). Hubungan pendapatan ekonomi dengan self monitoring blood glukose

Pendapaatan ekonomi > UMK yang melakukan SMBG dengan sesuai sebanyak 23 orang (40,40%) sebaliknya pada pendapatan ekonomi ≤ UMK 22 orang (38,60%) yang tidak sesuai. Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan hidup. Status ekonomi berhubungan dengan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan tersebut salah satunya adalah kebutuhan dalam melakukan pemeliharaan kesehatan. Seorang pasien diabetes melitus

(31)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

47

memerlukan perawatan yang dilakukan dengan tepat agar tidak terjadi komplikasi penyakit lain (Kartono, 2006). Sedangkan penghasilan yang rendah akan bisa mempengaruhi kondisi DM yang sudah ada, keterbatasan financial akan membatasi responden untuk mencari informasi, perawatan dan pengobatan untuk dirinya Yusra (2011). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Isa dan Baiyewu (2006) dan Gautam et al (2009), pendapatan atau sosial ekonomi yang rendah berhubungan secara bermakna dengan kualitas hidup penderita.

Berdasarkan hasil uji chi square hubungan pendapatan ekonomi dengan SMBG, maka diperoleh bahwa p value (0,000) sesuai dari tingkat signifikan yang di tentukan yaitu <0,1, dengan demikian ada hubungan yang signifikan antara pendapatan ekonomi dengan SMBG. Pendapatan atau status ekonomi merupakan kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Pemeliharaan kesehatan diperlukan biaya untuk mewujudkannya. Pendapatan ekonomi yang besar maka kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup juga lebih mudah (Kartono, 2006). Hasil penelitian ini sesuai dengan Judha (2016) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan ekonomi dengan ketaatan dalam kontrol glukosa darah.

d). Hubungan lamanya sakit DM dengan self monitoring blood glukose

Berdasarkan lamanya sakit menunjukan bahwa lamanya sakit DM >10 tahun sebanyak 13 orang (22,80%) melakukan SMBG tidak sesuai sedangkan lamanya sakit DM 5-10 tahun yang melakukan SMBG dengan sesuai sebanyak 11 orang (19,30%) sama dengan >10 tahun. Penelitian Yusra (2011), mengatakan lamanya menderita diabetes juga berpengaruh terhadap keyakinan pasien dalam pengobatan yang tentunya akan menyebabkan pasien beresiko untuk mengalami komplikasi, sehingga memberikan efek penurunan terhadap kualitas hidup pasien yang berhubungan secara signifikan terhadap angka kesakitan dan kematian, hal tersebut dapat mempengaruhi usia harapan hidup pasien DM (WHO, 2006). Berdasarkan hasil uji chi square hubungan lama sakit DM dengan SMBG,

(32)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

48

maka diperoleh bahwa p value (0,190) lebih besar dari tingkat signifikan yang di tentukan yaitu 0,1, dengan demikian tidak ada hubungan yang signifikan antara lama sakit DM dengan SMBG. Durasi DM yang lebih lama pada umumnya memiliki pemahaman yang adekuat tentang pentingnya perawatan DM sehingga dapat dijadikan sebagai dasar bagi pasien untuk mencari informasi tentang perawatan diabetes melalui berbagai cara atau media dan sumber informasi (Waspadji, 2013). Pasien yang mengalami DM lebih lama dapat mempelajari perilaku perawatan DM berdasarkan pengalaman yang diperoleh selama menjalani penyakit tersebut. Sehingga pasien dapat lebih memahami tentang hal-hal terbaik yang harus dilakukan untuk mempertahankan status kesehatannya (Bai et al, 2009). Namun lamanya durasi sakit dapat menyebabkan peningkatan terjadinya kejenuhan dalam melakukan perawatan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Li Yuan (2014) yang menyebutkan bahwa lamanya sakit DM berhubungan dengan SMBG. Akan tetapi penelitian lain menyebutkan lamanya sakit DM tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan self care diabetes (Kusniani, 2011).

e). Hubungan pemilihan terapi dengan self monitoring blood glukose

Pemilihan terapi insulin yang melakukan SMBG dengan tidak sesuai dan sesuai sama-sama paling banyak yaitu sebanyak 20 orang (35,10%) tidak sesuai dan 18 orang (31,60%) yang sesuai. Terapi yang dijalani tidak menginterpetasikan perilaku kepatuhan pada pasien diabetes melitus. Penurunan fungsi organ dan adanya defisit sekresi insulin menyebabkan kondisi patologis tubuh terhadap glukosa darah. Hal ini yang mengharuskan pasien menerima terapi yang dijalani (IDF, 2012).

Hasil pada pilihan terapi diperoleh p value (0,569) >0,1, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pilihan terapi dengan SMBG. Pemilihan terapi merupakan langkah untuk mencapai keseimbangan glukosa darah. Tahap awal ketika pasien terdiagnosa DM adalah dengan modifikasi gaya hidup. Hal tersebut dilakukan dengan mengubah pola makan (diet) atau latihan jasmani. Diet atau latihan jasmani sangat penting bagi penderita

(33)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

49

diabetes melitus. Hal ini dikarenakan dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara meningkatkan pembakaran glukosa dan peningkatan kadar insulin. Diet dilakukan untuk mengontrol asupan yang masuk dalam tubuh, sehingga efektif dalam pengendalian glukosa darah (IDF, 2012).

Akan tetapi jika intervensi gaya hidup saja tidak dapat untuk memelihara kendali glukosa darah. Maka dapat dilakukan dengan cara lain yaitu dengan obat hipoglikemik oral sesuai dengan anjuran dokter. Adapun terjadinya kerusakan vaskular karena peningkatan kadar glukosa karena menurunnya produksi insulin yang di anjurkan adalah pemilihan terapi insulin. Memulai terapi insulin apabila obat-obat hipoglikemik oral yang dioptimalkan dan intervensi gaya hidup tidak sanggup memelihara kadar glukosa darah (IDF, 2012). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Li Yuan (2014) yang menyebutkan bahwa pilihan terapi berhubungan dengan SMBG.

f). Hubungan pendidikan kesehatan SMBG dengan self monitoring blood glukose

Berdasarkan pendidikan kesehatan SMBG menunjukan bahwa pasien yang tidak pernah mendapatkan pendidikan kesehatan SMBG dalam melakukan SMBG banyak yang tidak sesuai 30 orang (52,60%) sebaliknya pasien yang penah mendapatkan pendidikan kesehatan SMBG yang melakukan SMBG dengan sesuai sebanyak 25 orang (43,90%). Tingkat pengetahuan yang kurang merupakan salah satu faktor yang menjadi penghambat dalam perilaku kepatuhan dalam kesehatan karena pengetahuan yang rendah cenderung sulit untuk mengikuti anjuran dari petugas kesehatan (Basuki, 2009). Melalui pendidikan akan meningkatkan pengetahuan seseorang sehingga akan merubah sikap dan gaya hidup yang tidak baik. Kurangnya informasi yang didapat akan berdampak langsung dalam menjaga dan memelihara kesehatan (Basuki, 2009).

Hasil penelitian yang dilakukan Gao. J et al (2013) mengungkapkan bahwa pasien DM yang melakukan perawatan diri diabetes secara langsung dapat mengendalikan kadar gula darahnya, dengan melakukan perubahan

(34)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

50

gaya hidup sesuai dengan pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien DM berhubungan dengan perawatan diri diabetes. Penelitian lain yang dilakukan oleh Glasgow et al (1992) mengungkapkan bahwa selama pendidikan maupun sesudah dilakukan pendidikan kesehatan terjadi proses perubahan gaya hidup penderita DM diantaranya berhubungan dengan pengaturan makan, olahraga, pengobatan dan hubungan atau interaksi antara tenaga kesehatan dan pasien sehingga hasil akhirnya dapat memengaruhi efek psikologis dan kualitas hidup pasien.

Berdasarkan hasil uji chi square hubungan pendidikan kesehatan SMBG dengan SMBG, maka diperoleh bahwa p value (0,000) sesuai dari tingkat signifikan yang di tentukan yaitu <0,1, dengan demikian ada hubungan yang signifikan antara pendidikan kesehatan SMBG dengan SMBG. Perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibanding perilaku yang tidak didasarkan oleh pengetahuan (Notoatmodjo 2010). Pengetahuan merupakan titik tolak terjadinya perubahan perilaku seseorang yang akan mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang dalam pengobatan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Windasari N, dkk (2014) yang menyebutkan bahwa pendidikan kesehatan berhubungan dengan peningkatan kepatuhan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Basuki (2009), mengatakan pendidikan pada pasien DM dapat meningkatkan pengetahuan sehingga akan merubah sikap dan gaya hidup yang tidak baik. Semakin sering seseorang mendapatkan pendidikan kesehatan, maka akan semakin baik pula perilakunya.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan yang mengakibatkan belum maksimal hasil yang diharapkan. Adapun keterbatasan peneliti adalah peneliti tidak bisa mengukur pendapatan ekonomi secara objektif dan benar.

(35)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

51 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan Self Monitoring Blood Glukose.

2. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan Self Monitoring Blood Glukose.

3. Ada hubungan yang bermakna antara pendapatan ekonomi dengan Self Monitoring Blood Glukose.

4. Tidak ada hubungan yang bermakna antara lamanya sakit DM dengan Self Monitoring Blood Glukose.

5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pemilihan terapi dengan Self Monitoring Blood Glukose.

6. Ada hubungan yang bermakna antara pendidikan kesehatan SMBG dengan Self Monitoring blood glukose.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi tempat pelayanan kesehatan

Diharapkan kepada tempat pelayanan kesehatan menerapkan SOP dan program untuk meningkatkan pengetahuan pasein DM untuk SMBG.

2. Bagi perawat

Diharapkan bagi perawat mengambil langkah-langkah meningkatkan SMBG salah satunya adalah dengan asuhan keperawatan pendidikan kesehatan terkait SMBG.

(36)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

52

3. Bagi pasien

Diharapkan bagi pasien untuk meningkatkan SMBG dengan pendidikan aktif (membaca buku dan ikut penyuluhan) dan aktif mencari informasi terkait pemeliharaan kesehatan self monitoring blood glukose.

(37)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Daftar Pustaka

American Diabetes Association. (2014). Diagnosis & Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, Volume 37 , S14.

__________________________. (2016). Standard of medical care in diabetes. Diabetes Care, 36(1), S11-S66.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Bai, Y. L., Chiou C. P., & Chang, Y. Y. (2009). Self Care Behaviour and Related Factor In Older people With Type 2 Diabetes.

Basuki, E. (2009). Teknik Penyuluhan Diabetes Melitus dalam Sidartawan, S Pradana, S & Imam, Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Bilous, R. dan Richard D. (2014). Buku Pegangan Diabetes. Edisi ke 4. Jakarta: Bumi Medika

Canadian Diabetes Asosiation. (2013). Self-Monitoring of Blood Glucose (SMBG) Recommendation Tool for Healthcare Providers Basic. (online). Diakses 14 Desember 2015.

Dharma, K,.K, (2011). Metodologi penelitian keperawatan: panduan melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian. Jakarta: Trans info media.

Dinas Kesehatan Jawa Tengah. (2012). Buku profil kesehatan provinsi Jawa Tengah. http://www.diabetes.org/diabetes-basics/statistics/#sthas. (online). Diakses 4 desember 2015.

Dinas Kesehtan DIY. (2012). Profil Kesehatan DIY 2011.

Gautam, Y., Sharma, A.K., Agarwal A.K., Bhatnagar, M.K, & Trehan, R.R. (2009). A Cross Sectional Study of QOL of diabetic patient at tertiary care hospital in Delhi. Indian Journal of Community Medicine, 34 (4).

Gould, E., MSW, Ethel Mitty. (2010). Medication Adherence is a Partnership, Medication Compliance is Not. Geriatric Nursing. Volume 31, No 4, Hal 290.

(38)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Guyton, A. C.,& John E.H. (2008). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. (Diterjemahkan oleh: Lukman Y.R., Huriawati H., Andiraa N., & Nanda W.). Jakarta: EGC

Handayani N, Faidah N. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan kontrol gula darah penderita diabetes melitus di RSUD Kelet Jepara. Jurnal keperawatan dan kesehatan masyarakat Stikes Cendekia Utami Kudus Vol 1. No 3. Diakses 10 Agustus 2016.

International Diabetes Federation. (2009). Guideline on Self-Monitoring of Blood Glucose in Non-Insulin Treated Type 2 Diabetes.(online). Diakses 20 Desember 2015.

___________________________. (2012). Clinical Guidelines Task Force Global Guideline for Type 2 Diabetes. Diakses 20 Desember 2015.

Irianto, K. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan Klinis.Bandung: Alfabeta

Isa, B.A & Baiyewu, O. 2006. Quality of Life Patient With Diabetes Mellitus in Nigeria Teaching Hospital. Hongkong J pSychiatry; 16-27-33.

Jabbar A. (2015). Glucose Monitoring During Ramadhan. J Pak Med Assoc, Vol. 65, No. 5. (online). Diakses 8 Desember 2015.

Joyce & Lee Fever. (2007). Pedoman pemeriksaan laboratorium & diagnostic. Edisi 6. Jakarta: EGC

Judha, M. (2016). Hubungan Antar Tingkat Pengetahuan, Pendidikan Dan Status Ekonomi Dengan Ketaatan Kontrol Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Jurnal Medika Respati Vol XI Nomor 1.

Kartono. (2006). Perilaku Manusia. Jakarta: EGC

Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta nomor: 255/KEP/2015 Tentang Upah Minimum Kota/Kabupaten Provinsi D.I.Y.

Kusniawati. (2011). Analisis faktor-faktor yang berkontribusi terhadap self care diabetes pada klien diabetes melitus tipe 2 di rumah sakit umum

(39)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Li Yuan, et al. (2014). Self-monitoring of blood glukose in type 2 diabetik patiens in China:Current status and influential factors. Chinese Medical Jurnal ;127 (2). (online). Diakses 8 Desember 2015.

Marks, Dawn B., Allan D. & S. M. Collen. (2000). Biokimia Kedokteran Dasar:mSebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC.

Mayasari E, Nosi, Zainal. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan klien diabetes melitus dalam mengontrol gula darah di poloklinik interna lambuang baji makasar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis. Vol. 5, No. 5. (online). Diakses 8 Desember 2015.

Mcculloch, D. (2009). Patient Information: Self-Blood Glucose Monitoring In Diabetes Mellitus. http://www.uptodate.com/contents/patient-information-self-blood-glucose-monitoring-in-diabetes-mellitus. (online). Diakses 4 Februari 2016.

Mihardja L, (2009). Faktor yang berhubungan dengan pengendalian gula darah pada penderita diabetes melitusdi perkotaan Indonesia. Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9. (online). Diakses 12 desember 2015.

Niven, N. (2013). Psikologi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: EGC Notoatmodjo, S. (2010). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan Edisi Pertama.

Jakarta. Rineka Citra.

_____________. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. _____________. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2013). Metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika

PERKENI, (2011). Consensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia. Balai Pustaka FKUI: Jakarta.

(40)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik, diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Asih, dkk. Jakarta: EGC

____________. (2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik, edisi 4, diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Asih, dkk, Jakarta: EGC

Putri D, Yudianto, Kurniawan. (2013). Perilaku Self-management pasien diabetes melitus (DM). Volume 1. Moner 1. (online). Diakses 10 Desember 2015. Rachmawati, N. 2015. Gambaran Kontrol dan Kadar Gula Darah pada Pasien

Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang. Jurnal Jurusan Keperawatan. Volume 01. Nomor 01. (online). Diakses 11 Februari 2016.

Riskesdas. (2013). Riset kesehatan dasar.Kementrian kesehatan RI.

Riyanto, A. (2011). Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika

Rochmah, W. 2009. Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut. Dalam Sudoyo, A.W., Setyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V, Jakarta

Saryono. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Sigurdardotir, A. K. 2005. Self care in Diabetes : Model Of Factors Affecting Self

Care. Journal of Clinical Nursing.

Smeltzer, S. C.& Bare, B. G., (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa oleh Kuncara, dkk. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C.& Bare, B. G., (2008). Buku ajar keperawatan medikal bedah

Brunner & Suddarth. Alih bahasa oleh Kuncara, dkk. Jakarta: EGC. Soegondo, S. Soewondo, P. dan Subekti, I. (2011). Penataklaksanaan Diabetes

Mellitus Terpadu. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 3-5. Sousa, V. D., & Zauszniewski, J.A. 2005. Toward A Theory Of Diabetes Self

Care Management. The Journal of Theory Construction &Testing.

Sout-Paul et al. (2014). Kedokteran keluarga: diagnosa dan terapi terkinil. Jakarta: EGC

(41)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Waspadji, S. (2013). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit FKUI. Jakarta

Windasari N, Wibowo, Afandi. (2014). Pendidikan Kesehatan dalam Meningkatkan Kepatuhan Merawat Kaki pada Pasien Diabetes Melitus tipe II. Muhammadiyah Journal of Nursing. Diakses 8 agustus 2016. World Health Organization (WHO). (2014). Diabetes,

http://www.who.int/mediacentere/factsheets/fs312/en/ (online). Diakses 5 Februari 2016.

Yusra, Aini. (2011). Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori  ..................................................................................
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur,  jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan ekonomi, lamanya sakit  DM, pilihan terapi, pendidikan kesehatan SMBG dengan self monitoring  blood glukose di poliklinik RSUD Panembaha
Tabel 4.3 Tabulasi silang dan hasil uji chi square hubungan tingkat  pendidikan dengan self monitoring blood glukose di poliklinik RSUD
Tabel 4.5 Tabulasi silang dan hasil uji chi square hubungan lamanya sakit  DM dengan self monitoring blood glukose di poliklinik RSUD

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan bila hanya satu ekor betina berahi yang dikawini, ini akan menurunkan napsu kawin pada ternak jantan, sebagaimana dalam penelitian ini dengan menggunakan satu ekor

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga Modul Kearsipan untuk Siswa/i jurusan Administrasi Perkantoran ini dapat

Dari beberapa polinomial khusus yaitu polinomial Hermite, polinomial Bessel, polinomial Laguerre dan polinomial Legendre, dapat juga dicari fungsi eigen dari operator

surat pengantar ke unit kepegawaian instansi yang bersangkutan. Unit kepegawaian melakukan verifikasi berkas :.. 1) Jika berkas tidak lengkap, maka dikembalikan kepada pegawai yang

Berbeda dengan baterai AA biasa, jenis Alkaline mempunyai kapasitas lebih besar yang pada gadget digunakan untuk LCD dan Flash.. Namun, penggunaan baterai Alkaline

Perhitungan statistik terhadap perbedaan nilai VAS di antara kedua kelompok perlakuan memang menunjukkan perbedaan bermakna, namun bila dinilai secara klinis maka nilai VAS

Tidak hanya meningkatkan penyangatan kontras media pada arteri saja tapi dengan flowrate yang tinggi juga akan memberikan informasi/gambar yang menampilkan vase arteri dan vase

Laporan magang ini membahas mengenai penanganan dari produk ini dilakukan dengan perencanaan proses kampanye periklanan dengan menggunakan media televisi sebagai