• Tidak ada hasil yang ditemukan

III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Loka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Loka"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pantai Teritip hingga Pantai Ambarawang kurang lebih 9.5 km dengan koordinat x = 116o59’56.4’’ – 117o8’31.2’’ BT dan y = 1o7’1.2’’ – 1o11’6’’ LS (Gambar 4). Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan September hingga Oktober 2009.

Gambar 4 Peta lokasi penelitian dan peta sounding batimetri.

3.2 Metode Perolehan Data

(2)

Tabel 2 Alat dan data yang digunakan

Alat dan Data Kegunaan

Perangkat survei lapangan :

1. Kapal

2. GPS akuisisi 3 meter

3. Echosounder odom Echotrac DF3200 MKII akuisisi 0.1 meter

untuk mengoreksi Echosounder mengetahui perubahan garis pantai

Perangkat analisis data :

1. Hardware dan Software Komputer (MS. Excel, Macro Excel, WRPLOT view, ERmapper, Surfer dan Arcview)

analisis data

Tabel 3 Jenis dan sumber data yang digunakan

No Jenis data Sifat Data Sumber

Arah dan kecepatan angin

Gelombang √

√ Stasiun meteorologi balikpapan

Keterangan :

(3)

3.2.2 Arah dan Kecepatan Angin

Arah dan kecepatan angin diperoleh dari Stasiun Meteorologi Klas II Balikpapan. Data yang digunakan adalah data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000 – 2007. Arah angin digunakan sebagai arah datang gelombang, sedangkan kecepatan angin dan panjang fetch digunakan untuk menghitung tinggi gelombang di laut lepas. Selanjutnya tinggi gelombang di laut lepas digunakan untuk mengetahui karakteristik gelombang pecah. Berdasarkan data tersebut maka angkutan sedimen dapat dihitung dan prediksi perubahan garis pantai dapat dilakukan.

3.2.3 Citra Landsat

Citra Landsat diperoleh dari Biotrop Training Information Centre (BTIC). Lembaga ini memperoleh data citra dari National Aeronautics and Space Administration (NASA) Amerika. Perolehan garis pantai dari citra tahun 2000 digunakan sebagai garis pantai awal, sedangkan garis pantai citra tahun 2007 digunakan untuk membandingkan dengan hasil model.

3.3 Analisis Data 3.3.1 Kedalaman

Hasil pengukuran kedalaman laut sebelum dipetakan terlebih dahulu dikoreksi terhadap Mean Sea Level (MSL) sebagai titik referensi (Gambar 5). Data MSL diperoleh dari konstanta harmonik pasang surut yang diterbitkan oleh DISHIDROS. Koreksi pasang surut dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:

Δd = dt – (ht MSL) (6)

(4)

Gambar 5 Koreksi pengukuran kedalaman.

3.3.2 Lereng Dasar Pantai (Slope)

Penentuan nilai kemiringan dasar pantai diperoleh melalui persamaan :

(7)

3.3.3 Prediksi Gelombang Laut Lepas (1) Koreksi Kecepatan Angin

Data angin diperoleh dari BMKG Balikpapan. Data angin ini diukur di darat pada ketinggian 12 m. Data arah dan kecepatan angin mempunyai satu nilai setiap bulan selama 8 tahun (2000 – 2007) dengan fetch lebih besar dari 10 mile (USACE, 2003a), sehingga perlu dilakukan:

a) Koreksi ketinggian

Kecepatan angin pada penelitian ini diukur bukan pada ketinggian 10 m, maka data angin perlu dikoreksi ke ketinggian 10 m. Koreksi ketinggian dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (USACE, 2003a):

(8)

b) Koreksi rata-rata kecepatan angin untuk durasi 1 jam

Data yang diperoleh adalah data angin bulanan sehingga perlu dilakukan koreksi rata-rata kecepatan angin untuk durasi 1 jam.

(5)

Koreksi ini dilakukan dengan menggunakan persamaan (USACE, 2003a):

untuk satuan Uf meter per detik (9)

untuk t < 3600 (10) untuk 3600 < t < 36000 (11)

(12)

c) Koreksi pengukuran kecepatan angin dari darat ke laut

Koreksi ini dilakukan untuk data angin yang diukur di darat. Koreksi pengukuran angin dari darat ke laut dilakukan dengan menggunakan Gambar 6 untuk fetch cukup panjang (>10 mile).

Gambar 6 Hubungan antara RL dengan kecepatan angin di darat.

d) Koreksi stabilitas

(6)

(2) Jarak Pembangkitan Gelombang (Fetch)

Fetch pada penelitian ini ditentukan pada kedalaman 20 m kemudian ditarik garis lurus pada 8 arah mata angin hingga membentur daratan. Lebar fetch, tidak dihitung karena relatif tidak mempengaruhi kondisi gelombang pada area fetch Resio dan Vincent (1979) dalam

USACE (2003a). Apabila panjang fetch yang diperoleh lebih dari 200 km maka panjang fetch maksimum yang digunakan yaitu 200 km. Hal in dilakukan karena angin konsisten hanya sampai 200 km. Jarak

fetch ditentukan dengan menggunakan peta rupa bumi 1814-64 BALIKPAPAN dan 1914-43 SAMBOJA edisi I-1991 dengan skala 1 : 50.000.

Arah datang gelombang di lokasi penelitian tergantung pada arah datang angin yang terjadi di Selat Makassar. Sesuai dengan letak geografis garis pantai lokasi penelitian yang menghadap ke tenggara, maka arah angin yang dapat membangkitkan gelombang secara maksimal adalah angin yang datang dari arah Timur Laut, Timur, Tenggara dan Selatan. Sedangkan angin yang berasal dari arah Utara, Barat Laut dan Barat tidak digunakan karena berasal dari darat sehingga diperkirakan tidak menyebabkan pembangkitan gelombang menuju pantai pada lokasi penelitian.

(3) Perhitungan Tinggi dan Periode Gelombang

Perhitungan tinggi dan periode gelombang menggunakan data angin bulanan yang nilainya berbeda setiap bulan selama 8 tahun (2000 - 2007). Persamaan yang digunakan untuk menentukan tinggi gelombang di perairan lepas pantai dari data kecepatan angin dan fetch

adalah (USACE, 2003a):

(13) dan perioda gelombang :

(7)

(15)

(16) (17)

3.3.4 Transformasi Gelombang

(1) Penentuan arah dan tinggi gelombang

Transformasi gelombang merupakan perubahan bentuk gelombang selama penjalaran gelombang dari laut lepas menuju pantai. Data masukan model terdiri dari :

1) Data kedalaman dasar laut (d) 2) Tinggi gelombang laut lepas (H0) 3) Sudut gelombang laut lepas (α0) 4) Perioda gelombang laut lepas (T0) 5) Percepatan gravitasi = 9.8 m/det2 6) Phi = 3.14

7) Step simulasi (∆t) = 1 hari 8) Lama simulasi = 53 tahun

9) Jumlah titik grid sejajar pantai i = 318 10) Jumlah titik grid tegak lurus pantai j = 318

Parameter-parameter yang dihitung pada setiap titik grid adalah : 1) Panjang gelombang (Ldij)

Selain itu tinggi gelombang pecah (Hbdij), kedalaman air dimana gelombang pecah (dbij) dan sudut gelombang pecah ( bxij) dihitung pada setiap titik grid sejajar pantai.

Perubahan arah gelombang dihitung dengan menggunakan persamaan

(8)

(18)

(19)

(20)

(21)

(22)

Tinggi gelombang pada kedalaman (d) disetiap titik grid dihitung dengan menggunakan persamaan (USACE, 2003):

(23)

(24)

(25)

(26)

(27)

(2) Penentuan Tinggi dan kedalaman gelombang pecah

Tinggi gelombang pecah dan kedalaman gelombang pecah ditentukan dengan menggunakan asumsi sebagai berikut:

bila (28)

sehingga: (29)

(30) (31)

Daerah yang disimulasikan dalam program tranformasi gelombang terlebih dahulu didiskritisasikan ke dalam sistem grid, dengan sumbu x

sejajar pantai dan sumbu y menuju laut lepas. Indeks sel dalam arah x

(9)

tinggi dan sudut gelombang serta kedalaman perairan. Tinggi, sudut dan kedalaman perairan pada gelombang pecah dihitung hanya pada titik grid dalam arah i. Jumlah titik grid dalam arah x adalah 318 (imax = 318) dengan interval antara titik grid adalah 30 m (∆x = 30). Dalam arah y jumlah titik grid adalah 532 (jmax = 532) dengan interval antara titik grid 30 m (y = 30 m). Program transformasi gelombang dibuat dalam bahasa basic

ditunjukkan pada Lampiran 6. Input data yang digunakan pada program transformasi gelombang terdiri dari data batimetri, tinggi, periode dan arah gelombang laut lepas.

Gambar 7 Bentuk grid yang digunakan dalam program transformasi gelombang.

(3) Penentuan sudut datang gelombang terhadap garis pantai

Apabila gelombang datang dengan membentuk sudut αo terhadap sumbu x, maka sudut datang gelombang pecah terhadap garis pantai adalah (Komar, 1983):

(10)

Besar angkutan sedimen sepanjang pantai tergantung pada sudut datang gelombang pecah. Karena adanya perubahan garis pantai maka sudut gelombang pecah akan berubah dari satu sel ke sel yang lain. Sudut gelombang pecah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

(33)

Sudut αg dibentuk oleh garis pantai dengan garis sejajar sumbu x,

antara sel i dan sel i + 1 seperti diperlihatkan pada Gambar 8

Gambar 8 Hubungan antara sudut gelombang datang (αbx), orientasi pantai (αg), sudut gelombang pecah (αb). (Komar, 1983).

3.3.5 Angkutan Sedimen Sepanjang Pantai (Qs)

Metode yang digunakan dalam perhitungan laju angkutan sedimen sepanjang pantai adalah metode fluks energi (Komar, 1983). Potensi laju angkutan sedimen sejajar pantai (longshore sediment transport), dipengaruhi oleh fluks energi gelombang pecah sejajar pantai (P):

(N/det) (34)

(N/m atau kg/det2) (35)

(m/det) (36)

Sehingga diperoleh persamaan :

(N/det) (37)

αbx

(11)

Laju angkutan sedimen sejajar pantai diperoleh dengan menggunakan persamaan :

(m3/det) (38)

Perubahan garis pantai dapat ditentukan dengan menentukan selisih sedimen yang masuk dan keluar sel menggunakan metode perimbangan sel sedimen. Berdasarkan hasil perhitungan angkutan sedimen pada tiap sel, maka dapat dilakukan perhitungan perubahan garis pantai. Pada penelitian ini, sel disusun dalam arah sejajar pantai, sehingga selisih sedimen yang masuk dan keluar sel (Gambar 9) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

(m3/det) (39)

Gambar 9 Prosedur perhitungan selisih sedimen yang masuk dan keluar sel dengan metode perimbangan sel.

3.3.6 Model Perubahan Garis Pantai

Model perubahan garis pantai yang dibuat didasarkan pada persamaan kontinuitas sedimen. Dalam hal ini, panjang pantai dibagi menjadi 317 titik sel dengan panjang yang sama yaitu ∆x = 30 m, seperti diperlihatkan pada Gambar 10. Pada setiap sel ditinjau angkutan sedimen yang masuk dan keluar dari sel.

(12)

Gambar 10 Pembagian pantai menjadi sejumlah sel (Komar, 1983).

Tabel 4 Parameter masukan pada program perubahan garis pantai

Parameter Satuan Nilai

Percepatan gravitasi m/det2 9.81

Phi - 3.14

Frekuensi kejadian gelombang % 1.00

Interval sel (∆x) m 30.00

Step simulasi (∆t) hari 1.00

Lama simulasi Massa jenis air laut

Jumlah titik grid sejajar pantai

hari

Angkutan sedimen yang masuk dan keluar sel dan perubahan volume yang terjadi di dalamnya diperlihatkan pada Gambar 11. Laju perubahan volume sedimen yang terjadi di dalam sel adalah :

(m3/det) (40)

Bila diasumsikan bahwa kedalaman air di pantai sama dengan tinggi sel maka volume sedimen yang masuk dan keluar sel (Gambar 11) dinyatakan dengan persamaan:

(m3) (41)

Subsitusi persamaan (41) ke persamaan (40) diperoleh:

(m) (42)

Sel i

i + 1 i - 1

yi

Qi = Angkutan sepanjang pantai

Garis pantai

(13)

Gambar 11 Sedimen masuk dan sedimen yang keluar (Komar, 1983).

Jika persamaan (42) diselesaikan dengan menggunakan metode beda hingga (finite difference), maka diperoleh :

(43)

Perubahan garis pantai dihitung dengan menggunakan persamaan (43) yang dibuat dalam bahasa basic. Data masukan model terdiri dari data garis pantai awal yang diperoleh dari citra satelit tahun 2000. Tinggi, sudut dan kedalaman gelombang pecah (hasil perhitungan transformasi gelombang), percepatan gravitasi = 9.8 m/det2, phi = 3.14, frekuensi kejadian gelombang = 1, step simulasi (∆t) = 1 hari, lama simulasi = 53 bulan, massa jenis air laut = 1025 kg/m3, jumlah titik grid sejajar pantai = 317.

Pada persamaan (43), nilai ∆t, d dan ∆x adalah tetap sehingga ∆y hanya tergantung pada ∆Q. Apabila ∆Q negatif (angkutan sedimen yang masuk lebih kecil dari yang keluar sel) maka ∆y akan negatif, yang berarti pantai mengalami abrasi. Sebaliknya, jika ∆Q positif (angkutan sedimen yang masuk lebih besar dari yang keluar sel) maka ∆y akan positif atau pantai mengalami akresi. Apabila

Q = 0 maka ∆y = 0 yang berarti pantai stabil.

Beberapa asumsi yang digunakan dalam pembuatan model yaitu:

1. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi transformasi gelombang selain

shoaling dan refraksi diabaikan

2. Kedalaman air di pantai sama dengan tinggi sel 3. Tinggi gelombang pecah terjadi jika

(14)

5. Posisi garis pantai pada titik sel akhir sama dengan posisi garis pantai

sebelumnya ( ).

3.3.7 Citra Landsat

Citra Landsat yang dianalisis adalah citra tanggal 15 Mei 2000 sebagai kondisi awal dan citra Landsat-TM tanggal 8 Maret 2007 path/row 116/61 dengan format geotiff sebagai kondisi akhir pantai.

Penglolahan citra dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ERMapper 6.4. Berikut ini diuraikan tahapan pengolahan data citra :

(1) Koreksi Geometrik

Koreksi geometrik dimaksudkan untuk mengoreksi distorsi spasial obyek pada citra sehingga posisi obyek yang terekam sesuai dengan koordinat di lapangan (real world coordinate). Data raster umumnya ditampilkan dalam bentuk ”raw” data dan memiliki kesalahan geometrik sehingga perlu dikoreksi secara geometrik kedalam sistem koordinat bumi. Pengambilan Ground control point (GCP) yang disebut titik kontrol di bumi dilakukan dengan sistem Universal Tranverse Mercator (UTM) sebanyak 19 titik kontrol dengan menggunakan Global Positioning System

(GPS). Pengukuran titik kontrol dilakukan pada bulan Oktober 2009 di lokasi-lokasi yang kodisinya dianggap tidak berubah dari tahun 2000 – 2009, seperti simpangan jalan dan jembatan pada lokasi penelitian. Titik kontrol tersebut menjadi titik ikat pada semua citra Landsat yang akan dianalisis sehingga didapatkan citra yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan (di muka bumi).

(2) Pemotongan Citra (Image Cropping)

Pemotongan data citra dilakukan untuk membatasi citra yang akan dianalisis hanya pada daerah penelitian. Pemotongan citra dapat dilakukan berdasarkan koordinat, jumlah pixel atau hasil zooming daerah.

(15)

(3) Analisis Citra untuk Perubahan Garis Pantai

Penajaman kanal menggunakan komposit kanal Red Green Blue

(RGB) 542. Kanal ini digunakan karena ketiga kanal tersebut paling sesuai untuk mendeteksi perubahan garis pantai. Setelah dilakukan penajaman citra kemudian citra didigitasi untuk mendapatkan keakuratan garis pantai.

(4) Koreksi Garis Pantai Hasil Citra Terhadap Pasang Surut

Koreksi terhadap pasang surut sangat penting dilakukan untuk menghilangkan pengaruh pasang surut terhadap perekaman citra. Hal ini akan mempengaruhi hasil perubahan garis pantai. Koreksi garis pantai terhadap pasang surut dilakukan dengan cara berikut.

(a) Menentukan kemiringan dasar pantai

Kemiringan dasar pantai peroleh dengan mengetahui nilai kedalaman (d) dan jarak (m) dari garis pantai sampai kedalaman d, seperti pada Gambar 12.

Gambar 12 Kemiringan dasar pantai.

Pada Gambar 12 diperoleh kemiringan dasar pantai yakni:

(44)

(b) Menentukan koreksi garis pantai citra terhadap MSL

Koreksi garis pantai citra terhadap MSL dilakukan dengan mengetahui selisih posisi muka air (η) pada saat perekaman citra terhadap MSL, seperti pada Gambar 13. MSL diperoleh dari konstanta-konstanta pasut DISHIDROS.

β

m

(16)

Gambar 13 Posisi tinggi muka air pada saat perekaman citra.

sehingga jarak pergeseran garis pantai (r) diperoleh melalui persamaan :

(45)

Tinggi pasut pada saat perekaman citra tahun 2000 berada pada 190 cm dan tinggi pasut pada saat perekaman citra tahun 2007 berada pada 80 cm, dengan posisi MSL 140 cm.

Jika perekaman citra dilakukan pada saat air laut pasang maka garis pantai digeser ke arah laut sejauh r, sebaliknya jika air laut surut maka garis pantai digeser ke arah darat sejauh r (Lampiran 5).

(5) Overlay

Proses ini dilakukan untuk melihat perubahan garis pantai yang terjadi di lokasi penelitian. Overlay dilakukan pada garis pantai tahun 2000, garis pantai hasil model tahun 2007 dan garis pantai hasil citra tahun 2007 dengan program Arcview 3.3.

3.3.8 Perbandingan Hasil Model dengan Citra

Pada model perubahan garis pantai, garis pantai Citra tahun 2000 digunakan sebagai input garis pantai awal. Garis pantai citra tahun 2007 digunakan untuk membandingkan garis pantai hasil simulasi pada model (2000 – 2007). Hasil perubahan garis pantai yang diperoleh dari citra Landsat dan hasil dari model di dibandingkan, jika ditemukan kesamaan berarti model yang dibuat sudah benar. Adapun bagan alir pengolahan data perubahan garis pantai disajikan pada Gambar 14.

r

β η

MSL

(17)

Gambar 14 Bagan alir pengolahan data perubahan garis pantai. Koreksi dari Darat ke Laut

Koreksi Stabilitas

Koreksi Geometrik

Digitasi Garis Pantai Prediksi Gelombang Laut Lepas

(Hmo, Tp)

Citra Landsat ETM 2007

Gambar

Gambar 4  Peta lokasi penelitian dan peta sounding batimetri.
Tabel 2  Alat dan data yang digunakan
Gambar 5  Koreksi pengukuran kedalaman.
Gambar 6  Hubungan antara R L  dengan kecepatan angin di darat.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembangunan ekonomi di Kawasan Istana Basa Pagaruyung sudah menunjukkan pengembangan dari ekonomi berbasis kearifan lokal. Dari ketiga indikator pembangunan ekonomi, faktanya

Saldo Peralatan dan Mesin pada Laporan Barang Kuasa Pengguna periode Semester I Tahun Anggaran 2019 adalah sebesar Rp.. milyar delapan ratus tiga belas juta

Agar ikatan yang terbentuk menjadi lebih kuat maka dilakukan pemanasan, dengan suhu 100 0 C selama 10 menit. Hidupkan saklar panel listrik 220 volt dari VCB ke

Tahanan listrik yang menurun akibat kehadiran gas etanol yang dimasukkan ke dalam tabung dibandingkan saat diukur di atmosfer udara seperti pada gambar 4 menunjukkan bahwa

Sinar-X adalah radiasi elekromagnetik transversal, seperti cahaya tampak, tetapi dengan panjang gelombang yang jauh lebih pendek, jangkau panjang gelombangnya tidak

Salah satu jenis olahraga yang sedang populer dan banyak diminati oleh kalangan remaja khususnya pelajar dan mahasiswa di luar ataupun dalam negeri saat ini adalah

Konsep permukiman masyarakat Desa Pegayaman Bali dalam mempertahankan kehidupannya sampai dengan saat ini meliputi proses terbentuknya Desa Pegayaman sebagai hadiah

Dari data hasil pengujian yang telah ditabelkan pada tabel 4.1 dan 4.2 yang kemudian digrafikkan pada gambar grafik 4.3 dan 4.4 menunjukkan bahwa spesimen ST 30