3 BAHAN DAN METODE
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dalam tesis ini adalah garis pantai sebelah Utara pulau Jawa. Secara administratif wilayah kajian penelitian mencakup garis pantai dari 22 desa pesisir dari wilayah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Posisi geografis yang menjadi Area of Interest (AOI) penelitian terletak antara 107° 48' 0,572" – 108° 15' 0,576" BT dan 6° 7' 29,766"
– 6° 22' 29,766" LS, seperti ditunjukkan pada Gambar 7.
Pelaksanaan penelitian dibagi atas tiga tahapan yaitu a) pengumpulan data dan informasi terkait melalui laporan-laporan dan literatur terkait, dalam hal ini, survei telah dilakukan pada bulan Oktober 2008, b) pengolahan data, serta c) penyusunan laporan penelitian tesis.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian, adalah:
1) Perangkat komputer,
2) Perangkat lunak pengolah citra dan sistim informasi geografis (SIG) berupa; ER Mapper 7, ArcGIS 9.3 beserta pluggin trial/free yang diperlukan dalam kemudahan digitasi dan analisis SIG, berupa: X-tool, ETGeowizard, Hawths Tool, Spatial Analysis (ArcGIS), dll.
3) Global Positioning System (GPS)
4) Scanner untuk penyiaman peta-peta dasar dan tematik 5) Alat tulis menulis.
Bahan berupa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah;
1. Data dasar berupa;
a) Peta rupa bumi/topografi (RBI) skala 1: 25.000 Bakosurtanal produksi terakhir
b) Peta LPI skala 1 : 50.000 Bakosurtanal produksi terakhir
c) Citra Landsat-5 TM path/row: 121/64 tahun 1991, serta Landsat-7 ETM dari path/row yang sama tahun 2003 (Tabel 4)
Cemara Ilir
Patimban
Pangarengan
Lamatarung
Bul ak Cangkring
aha Suk ji
urA Sum dem ga Te ma lta n
rePa
ira Gan
ng
Ujung Gebang ars Mek ari
rol Pat or L
el Bug
KertawinangunEretan Kulon
gon Wetan PatrolBaru
Paseka Eretan Wetan
Karangany
108°12'E108°6'E108°0'E107°54'E
6°12
'S 8'S 6°1
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
FAIZAL KASIM C551060031
Jawa BaratJawa Barat 108°40'0"E
108°40'0"E 107°20'0"E
107°20'0"E
6°0' 0"S
6°0' 0"S
6°4 0'0
"S 6°4 0'0
"S
7°20 '0"S
7°20 '0"S
Ü
0482 Km KETERANGAN :Jawa Barat Daerah Kajian Laut Jawa Area of Interest (AOI)
Kel/Desa Pesisir AOI Kel/Desa pd Kab. Indramayu Kel/Desa pd Kab. Subang Sumber : - Peta Rupa Bumi Indonesia 1:25.000 Bakosurtnal, 1999 - Laporan Atlas Sumberdaya Pesisir Pantura Jabar (Bappeda Jabar, 2007) - Cek Lapang Tahun 2008 Gambar 7 Peta lokasi dan garis pantai yang menjadi Area of Interest (AOI) penelitian tesis.
Tabel 4 Dataset Landsat yang digunakan analisis perubahan garis pantai
Tahun Satelit /Sensor Akuisisi Path / row
Resolusi spasial (dd-mm-yyyy) (hh-mm:ss)
1991 Landsat-5 / TM 05-07-1991 02:46:00 GMT 121/064 30 m 2003 Landsat-7 / ETM 27-05-2003 02:42:23 GMT 121/064 30 m
2. Pasang surut dari: Data global tide jenis merged-dataset satelit Topex / Poseidon, Jason dan ERS-1/ERS
3. Gelombang; Data pengamatan ECMWF
4. Perubahan Muka Laut: Data pengamatan Satelit Topex/ Poseidon (Ocean Observation, AVISO)
5. Geomorfologi; Peta Rupa Bumi 1:25.000 (Bakosurtanal), Peta Geologi (Puslitbang Geologi) dan Peta Landsystem (Balai Penelitian Tanah Nasional)
3.3 Metode Penelitian
Metode pengumpulan data enam variabel yang terdiri atas kelompok variabel faktor geologi (mencakup: laju perubahan garis pantai, geomorfologi, dan kemiringan pantai atau slope) serta kelompok variabel proses fisik (meliputi: laju perubahan muka laut, rerata tinggi gelombang, dan rerata kisaran pasang surut) disesuaikan menurut tujuan penelitian. Pendekatan dalam metode penelitian meliputi integrasi metode penginderaan jauh (inderaja), SIG dan MCA.
Pendekatan teknik inderaja pengolahan data Landsat TM (1991) dan ETM+ (2003) untuk perhitungan perubahan garis pantai dikerjakan menggunakan perangkat lunak Er-Mapper. Pengolahan data citra mencakup tahapan standar dalam pengolahan data, yakni: registrasi, koreksi citra, serta penajaman citra pada kedua dataset Landsat. Pendekatan SIG terutama digunakan untuk membangun basis data dan analisis kerentanan. Untuk mendapatkan hasil ekstraksi berupa fitur titik, garis, dan poligon yang sesuai AOI dikerjakan menggunakan tahapan cropping, statistic overlay, resample, interpolasi, serta konversi. Pendekatan MCA digunakan dalam standarisasi ranking variabel kerentanan. Tahapan standarisasi mencakup pula kajian pustaka serta pembuatan matriks.
Basis data terdiri atas berbagai fiturset (point, line, polygon) dari keenam variabel CVI di diregistrasi menggunakan Sistim Proyeksi Mercartor (UTM) Zona 49 (SUTM 49). Basis data dibangun dalam satuan shoreline grid yang dibuat bersumber dari peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000 (Bakosurtanal).
Tahapan metode penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Diagram alir tahapan dalam metodologi penelitian.
SIG
Peta-petaKerentananPantaiTelukIndramayu
MCA
PenelusuranInformasi(literaturdandata KerentananPantai) GeologiProsesFisik PerubahanGarisPantai (meter/tahun)
PetaLPI (1:50.000)PetaRBI (1:24.000) RerataLaju Perubahanmuka laut(mm/Tahun)
Reratatinggi Gelombang Signifikan(meter) Reratatinggi PasangSurut (meter)
Slope (%)Geomorflogi (skor) Data Model TOPEX/POSEIDO N 17 Tahun (AVISO)
Data Penelitian ECMWF 10 tahun(1999- 2009)
Data model PasangSurut Global Dataset / featuresetBasisdata VariabelKerentananCVI Grid GarisPantai PetaKerentanan TiapVariabel
Data Citra Landsat TM 1991ETM+ 2003 Standarisasi Ranking Variabel (Lowest & Highest) dan Ranking Kelompok VariabelCVI
Pendekatan IndeksKerentananPantai(CVI) Topo-Batimetri HitungSkorCVI
Keterangan: − − → ProsedurPenilaianCVI Biasa ∙ − ∙ → ProsedurPenilaianCVI MCA Ranking Resiko (Kerentanan)TiapVariabel PetaKerentanan GroupVariabelPetaIndeks Kerentanan(CVI)
3.4 Pengolahan Data Landsat untuk Deliniasi Garis Pantai
Teknik deliniasi yang digunakan mencakup beberapa pendekatan, yakni;
metode Single Band Threshold, Band Ratio (rationing), serta False Color Composite FCC RGB 543. Tahapan teknik deliniasi darat-air untuk mengekstrak garis pantai dari kedua dataset Landsat disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Metode deliniasi darat-laut untuk mengekstrak garis pantai dari dataset Landsat Tahun 1991 dan Landsat ETM+ Tahun 2003.
Deliniasi dengan teknik single band (Band-5) pada kedua dataset Landsat TM dan ETM+ digunakan untuk membagi secara langsung antara laut dan darat berdasarkan nilai spektral Band-5 yang menjadi nilai threshold batas darat-air bagi masing-masing dataset TM (1991) dan ETM+ (2003). Hasil analisis histogram Band-5 yang digunakan sebagai nilai threshold batas darat-air pada kedua dataset Landsat ditunjukkan pada Gambar 10. Masing-masing adalah; 10 untuk TM (1991) dan 17 untuk ETM+ (2003). Berdasarkan kedua nilai tersebut, piksel-piksel dengan nilai lebih kecil dari nilai threshold diklasifikasikan sebagai
Citra Landsat TM (1991) & ETM (2003)
(Terkoreksi )
Citra Treshold TM (1991) ETM+ (2003)
Citra Band Ratio TM (1991) ETM+ (2003) Pengalian
kedua jenis citra
Citra Biner TM (1991) & ETM (2003)
Konversi Raster-Vektor
(Digitasi)
Garis Pantai 1991
Garis Pantai 2003
FCC RGB 543
Citra komposit FCC RGB 543 TM (1991) ETM (2003) Treshold
Band-5
Band Ratio b2/b4>1,
b2/b5>1
bada dikla
Gam
darat daera digun infor
batas tidak rasio oleh selan
an air (laut) asifikasi seb
mbar 10 Ha 19 inf
Metode t-air pada d ah pantai b nakan meto rmatif.
Pada me s darat-air p k bervegetas o Band-5 da
pasir dan njutnya digu
A
B
), sebalikny bagai kelas d
asil analisis 91 dan (B) formasi gari
single band aerah panta erlumpur d ode Band-R
etode Band pada daerah si ikut terk an 2 (b5/b2) n tanah. U
unakan algo
ya piksel de darat.
histogram ) ETM+ Ta is pantai ber
d seperti d ai berpasir, n dan bervege Ratio sehing
Ratio, rasio h pantai yan
elaskan ke ) maka dipe Untuk memp
oritma sebag
engan nilai
nilai thresh ahun 2003
rdasarkan m
i atas sang namun mem
tasi. Untuk gga diperol
o Band-4 d ng tertutup o
dalam piks eroleh garis
peroleh ko gai berikut (
lebih besa
hold (A) Ba yang digun metode singl
at sesuai u miliki kelem k mengatasi leh batas ni
dan 2 (b4/b2 oleh vegeta sel air (laut pantai dari ombinasi d
(Winarso et
ar dari nilai
and-5 data T nakan untuk
le band.
untuk penen mahan ditera keterbatasa ilai piksel y
2) akan men asi. Daerah
t). Sebalikn i daerah yan
ari kedua t al. 2001);
i threshold
TM Tahun k ekstraksi
ntuan batas apkan pada
an tersebut yang lebih
nghasilkan darat yang nya dengan ng tertutup informasi,
If (b4/b2) >=1 then 1 else if (b5/b2) >=1 then 1 else 2 . ... (1)
Menurut Alesheikh et al. (2007) bahwa jenis citra biner yang dihasilkan dari algoritma Persamaan (1) sebenarnya telah memadai untuk mengekstrak garis pantai, namun jika diamati lebih teliti terdapat kecenderungan batas air-darat yang masuk ke dalam piksel kelas air. Sehingga untuk mengatasi permasahan tersebut sekaligus untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang lebih baik untuk batas darat-air disarankan untuk membuat citra baru yang dibuat dari perkalian kedua jenis citra (citra single band threshold Band-5 dan citra band ratio) yang telah dihasilkan.
Pendekatan jenis citra komposit RGB digunakan dalam rangka membantu pengenalan informasi secara visual bagi keseluruhan pendekatan deliniasi yang dilakukan maupun pada hasil konversi raster to vector.
3.5 Basisdata Kerentanan dan Ekstraksi Data Variabel
Basisdata dibangun dari data hasil ektraksi tiap variabel dalam masing- masing shoreline grid (grid garis pantai). Ukuran shoreline grid yang menjadi satuan penilaian kerentanan tiap variabel ditentukan berukuran 1 menit (± 1,8 km) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 11.
Tidak terdapat aturan mengenai penerapan ukuran grid yang menjadi dasar pembuatan basis data penilaian kerentanan tiap variabel dalam metode CVI.
Beberapa literatur melaporkan penggunaan ukuran shoreline grid yang berbeda menurut luas cakupan penilaian. Misalnya, Pendletton et al. (2005) menggunakan grid berukuran 500 meter bagi total garis pantai sepanjang 60 km di daerah Taman Nasional, Samoa-Amerika. Sebelumnya, Pendletton et al. (2004A) ; (2004B) menggunakan ukuran 1’ (1 menit) atau sekitar 1,8 km untuk penilaian sepanjang 195 km bagi garis pantai Cape Hatteras National Seashore (CAHA), North Carolina-Amerika serta garis pantai sepanjang 60 km di daerah Assateague Island National Seashore (ASIS), daerah Maryland dan Virginia-Amerika. Thieler and Hammar-Klose (2000) menggunakan grid berukuran 3’ (3 menit) atau sekitar ±5 km untuk total garis pantai sepanjang 8.058 km yang digunakan untuk penilaian daerah pantai Teluk Meksiko-Amerika.
.
6 9--3 9 8--4
21 7--9 20 6--9
19 7--818 7--716 7--6
17 8--612 8--5
13 9--510 9--4
8 11--315 11--55 11--23 11--12 11--0 24 6--11 23 5--11
48 7--25
7 10--3 49 8--25 28 3--1430 3--1531 3--1633 3--17 34 2--18
37 3--2038 3--21
41 4--23
46 7--24
43 8--23 42 5--23 40 4--22
1 10--04 10--2 47 8--24 39 4--21 36 2--2035 2--1932 2--17
29 4--1427 4--1325 4--12
26 5--12
22 6--10
14 10--5 45 6--24
11 10--4 44 5--24
50 7--26
51 8--26
108°12'E108°6'E108°0'E107°54'E
6°1
2'S 8'S 6°1
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
FAIZAL KASIM C551060031
Jawa BaratJawa Barat 108°40'0"E
108°40'0"E 107°20'0"E
107°20'0"E
6°0'0
"S 6°0'0
"S
6°40' 0"S
6°40' 0"S
7°20' 0"S
7°20' 0"S
Ü
0482 Km KETERANGAN :Jawa Barat Daerah Kajian (AOI) Grid Seaward Grid Landward Grid AOI
Desa AOI Desa Pesisir
Sumber : - Peta Rupa Bumi Indonesia 1:25.000 Bakosurtnal, 1999 - Laporan Atlas Sumberdaya Pesisir Pantura Jabar (Bappeda Jabar, 2007) - Cek Lapang Tahun 2008 Gambar 11Shoreline grid yang menjadi dasar pembangunan basis data tiap variabel kerentanan. (Keterangan: entitas yang menjadi atribut tiap variabel dikumpulkan dengan arah seaward/landward dari garis pantai dalam tiap hliid)
Pertimbangan penggunaan ukuran grid sebesar 1 menit atau ± 1,8 km dalam penelitian ini lebih didasarkan atas kesesuaian ukuran tersebut dengan ukuran grid terkecil dalam Nomor Lembar Peta (NLP) peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1: 25.000 (Bakosurtanal). Diasumsikan bahwa ukuran shoreline grid representatif bagi pengamatan gradasi fitur dari masing-masing variabel dalam kawasan garis pantai yang dinilai dalam AOI sepanjang ±101 km.
Secara keseluruhan terdapat 405 buah grid dalam AOI, terdiri atas 27 (baris) x 15 (kolom). Jumlah tersebut sudah termasuk 51 buah grid yang menjadi shoreline grid. Penyeleksian grid menjadi shoreline grid menggunakan proximity tool bagi tiap grid yang bersinggungan dengan garis pantai hasil ekstraksi dari peta rupa bumi (RBI).
3.5.1 Ekstraksi Data Variabel Laju Perubahan Garis Pantai
Bahan untuk analisis laju perubahan garis pantai adalah vektor (polygon dan polyline) yang dihasilkan dari konversi raster to vector pada tahapan deliniasi.
Tahapan metode ekstraksi mendaparkan nilai laju perubahan garis pantai disajikan Gambar 12.
Gambar 12 Metode pengumpulan dan analisis data variabel laju perubahan garis pantai dengan penerapan koreksi pasang surut.
Data Citra BinerLandsat TM 1991 ETM+ 2003
Raster to Vektor
Garis Pantai (1991)
Garis Pantai2003
Line Poligon Akresi & Erosi
12 tahun Laju Perubahan
Garis Pantai (meter/thn)/Grid
Koreksi Pasang Surut Metode
End Poin Rate
Grid Garis
Pantai Peta RBI Peta LPI
Terain Topo- Batimetri Kondisi Pasut Akuisisi Citra
Metode Single Transect
3.5.1.1 Koreksi Pasang Surut
Tahapan koreksi pasang surut dimaksudkan untuk menghasilkan batas darat-air yang menjadi fitur garis pantai sesuai kondisi pasang surut. Oleh karena itu, data yang diperlukan adalah kondisi pasang surut menurut akuisisi kedua dataset Landsat. Rekaman data lapangan untuk kebutuhan ini tidak tersedia sehingga digunakan data prediksi (model) menurut waktu akuisisi kedua dataset Landsat yang diturunkan dari pengolahan perangkat lunak MIKE21 (DHI Software, 2007) seperti disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Kondisi pasang surut waktu akuisisi citra berdasarkan hasil ekstraksi data keragaan pasang surut yang diolah dari perangkat lunak MIKE21 (DHI Software, 2007)
Tahun Jenis Data Landsat
Waktu Akuisisi Kondisi Pasang Surut
(dd-mm-yyyy) (hh-mm:ss) GMT
(hh-mm:ss) Lokal
Tinggi
Relatif (m) Kondisi 1991 TM 05-07-1991 02:46:00 10:46:00 0,18** Pasang 2003 ETM+ 27-05-2003 02:42:23 10:42:23 0,19** Pasang
Keterangan: *) merupakan nilai ketinggian menuju pasang dimana ketiggian pada menit ke-46 adalah hasil interpolasi antara ketinggian pasang surut pukul 10:00 dan 11:00
**) merupakan nilai ketinggian menuju surut dimana ketiggian pada menit ke-42 adalah hasil interpolasi antara ketinggian pasang surut pukul 10:00 dan 11:00
Teori pendekatan yang digunakan dalam pengoreksian pasang surut terhadap ekstraksi fitur garis pantai disajikan seperti pada Gambar 13.
Berdasarkan pada tahapan deliniasi data citra akan diperoleh batas darat-air yang menjadi fitur garis pantai. Perubahan posisi garis pantai akan mengikuti bentuk profil lereng pantai bersangkutan apakah jenis pantai akresi atau erosi.
Sifat air senantiasa menciptakan permukaan yang datar. Oleh karena itu fluktuasi ketinggian batas darat-air yang menyebabkan pergantian darat ke air dan sebaliknya merupakan proses normal yang diakibatkan oleh ketinggian air akibat proses pasang surut. Pada kondisi lereng pantai yang normal, titik ketinggian batas darat-air tertinggi dan terendah diwakili oleh titik HHWL0 – LLWL0.
Secara teori, proses akresi dan erosi menyebabkan kawasan batas tertinggi dan
terendah tersebut mengalami perubahan. Bagi jenis pantai yang mengalami akresi yakni daratan mengalami penambahan ke arah laut, kedua titik menjadi HHWL1 – LLWL1. Sebaliknya pada jenis pantai yang mengalami erosi, daratan menghilang berganti menjadi laut (air) sehingga kedua titik diwakili oleh HHWL2 – LLWL2.
Hal yang sama juga berlangsung pada titik batas darat-air yang menjadi ketinggian rerata muka air laut (titik MSL1 dan MSL-2). Posisi titik batas darat- air ini bergradasi spasial baik secara menegak (vertical) maupun melintang (horizontal).
Gambar 13 Penampang tegak dan melintang diagram kawasan pantai beserta titik-titik ketinggian air pada jenis lereng pantai normal, akresi dan erosi
Berdasarkan rekaman citra (Landsat) diperoleh hasil ekstraksi berupa sebaran spasial (gradasi) posisi fitur batas darat-air secara melintang. Untuk itu digunakan data ketinggian muka air (pasut) menurut waktu akuisisi dataset citra satelit yang digunakan untuk mereferensikan sebaran melintang fitur batas darat- air yang mencerminkan posisinya secara menegak terhadap profil elevasi (lereng).
Dengan demikian diperoleh hasil ekstraksi posisi batas darat-air yang menjadi sebagai fitur garis pantai dari hasil ekstraksi dataset citra menurut kondisi sebenarnya secara spasial baik melintang dan menegak.
Berdasarkan pendekatan seperti ini maka pengekstraksian fitur garis pantai berdasarkan kondisi pasang surut membutuhkan data profil lereng pantai bagi masing-masing dataset menurut waktu akuisisinya. Menurut Siregar dan Selamat
(2009) bahwa keragaan batimetri digital untuk menggambarkan profil topografi dasar perairan dapat dibangun dari metode interpolasi.
Terkait dengan hal tersebut, penyediaan informasi profil lereng pantai bagi kedua dataset Landsat TM tahun 1991 dan ETM+ tahun 2003 dibuat berbentuk keragaan digital file bati-topografi (raster). Karena pengekstraksian garis pantai terdiri atas 2 dataset (1991 dan 2003) maka raster profil lereng pantai ini juga terdiri atas profil lereng dataset Tahun 1991 dan Tahun 2003.
Bahan pembuatan kedua profil lereng (raster) adalah: 1) titik elevasi topografi bersumber dari peta RBI Bakosurtanal (1:25.000), 2) garis kontur kedalaman bersumber dari peta LPI Bakosurtanal (1:50.000), dan 3) garis kontur ketinggian air pasang surut menurut waktu akuisi masing-masing dataset Landsat (1:30.000). Penyeragaman acuan referensi menegak (vertikal) bagi seluruh dataset menggunakan ketinggian rerata muka laut atau Mean Sea Level (MSL). Keragaan raster bati-topografi berdasarkan gabungan elevasi topografi dan kontur batimetri disajikan pada Gambar 14.
Prosedur tahapan langkah pembuatan keragaan raster topo-batimetri dan pengekstraksian fiturset garis pantai berdasarkan koreksi kondisi pasang surut adalah sebagai berikut:
1) Menyamakan referensi seluruh bahan fiturset ke referensi datum vertikal MSL. Pada tahapan ini, masing-masing ketinggian air (Tabel 5) dijadikan atribut bagi masing-masing fiturset polyline hasil ekstraksi garis pantai tahun 1991 dan 2003;
2) Membuat raster keragaan terrain topo-batimetri dari seluruh gabungan fiturset yang dibedakan atas atas raster untuk dataset Tahun 1991 dan Tahun 2003. Sebagai acuan pembeda pembuatan kedua dataset raster adalah kontur garis pantai berdasarkan kodisi pasang surut fiturset tahun 1991 dan tahun 2003. Luaran kedua raster dibuat beresolusi 30 meter;
3) Membuat kontur pada kedua raster menurut ketinggian pasang surut kedua waktu akusisi Landsat sehingga diperoleh masing-masing fiturset garis pantai 1991 dan 2003 berdasarkan perlakuan tahapan koreksi pasang surut.
108°12'E108°6'E108°0'E107°54'E
6°12
'S 8'S 6°1
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
FAIZAL KASIM C551060031
Jawa BaratJawa Barat 108°40'0"E
108°40'0"E 107°20'0"E
107°20'0"E
6°0' 0"S
6°0' 0"S
6°4 0'0
"S 6°4 0'0
"S
7°20 '0"S
7°20 '0"S
Ü
0482 Km KETERANGAN :Jawa Barat Wilayah AOI Penelitian Garis Pantai MSL (Bakosurtanal) Grid Garis Pantai
Sumber : - Titik Elevasi Peta Rupa Bumi Indonesia 1:25.000 (Bakosurtanal, 1999) - Garis Kontur Kedalaman Peta Lingkungan Lingkungan Pantai Indonesia 1:50.000 (Bakosurtanal, 1999)
Profil Bati-topografi (meter) Tinggi High : 13,0318 Low : -36,0952 Gambar 14Keragaan terain topo-batimetri yang dibangun menggunakan gabungan kontur batimetri dari Peta LPI Bakosurtanal (1:50.000) dan titik elevasi topografi dari Peta RBI Bakosurtanal (1:25.000).
3.5.1.2 Penghitungan Laju Akresi/Erosi
Penentuan laju perubahan garis pantai dalam penelitian ini menggunakan kombinasi antara modifikasi metode single transect untuk ekstraksi informasi jarak perpindahan tiap lokasi garis pantai, serta metode end point rate untuk pengitungan statistik nilai laju perubahan tiap titik lokasi tersebut (Thieler et al.2001 ; Hapke et al. 2010).
Modifikasi metode single transect dilakukan karena daerah kajian menghasilkan kondisi fiturset garis pantai yang kompleks, terutama di sebelah Barat dan Timur wilayah AOI. Sehingga penentuan transek sangat menguras waktu dan tenaga serta menghasilkan banyak menghasilkan error. Di lain pihak, end point rate dipilih sebagai metode pendekatan penghitungan statistik laju perubahan mengingat penggunaan deret waktu rekaman citra Landsat dalam penelitan ini yang hanya terdiri atas 2 dataset (1991 dan 2003) sangat sesuai dihitung menggunakan metode tersebut.
Modifikasi metode single transect dilakukan terhadap baseline yang menjadi dasar untuk pembuatan transek. Pada metode single transect yang sebenarnya, baseline dibuat menggunakan buffer-tool. Pada baseline ini dibuat garis-garis transek tegak lurus berjarak spasi tetap sebagai titik pengukuran. Besar perubahan/perpindahan posisi garis pantai (meter) selanjutnya ditentukan pada panjang tiap transek yang menjadi titik perpotongan antara garis pantai-1 dengan garis pantai-2. Panjang jarak titik perpotongan (panjang transek) yang mewakili perpindahan garis pantai pada pantai maju (akresi) ditandai sebagai nilai positif (+), sebaliknya ditandai negatif (-) jika jarak titik perpotongan tersebut merupakan garis pantai mundur (erosi).
Modifikasi dimaksud pada metode single transect adalah dengan tidak membuat baseline tersebut menggunakan buffer tool. Melainkan transek langsung dibuat pada masing-masing fitur polyline yang menjadi entitas akresi dan erosi dari hasil overlay fiturset garis pantai 1991 dengan 2003. Pada fiturset polyline ini garis-garis transek tegak lurus dibuat dan dengan jarak spasi tiap titik pengukuran sebesar 100 meter.
Perbedaan komponen antara metode single transect asli dan modifikasi bisa dilihat pada Gambar 15. Sedangkan contoh penentun garis transek menurut
masing-masing entitas akresi/erosi dalam tiap shoreline grid disajikan pada Gambar 16.
Gambar 15 Perbedaan komponen pada metode single transect asli dan modifikasi untuk penentuan jarak perubahan/perpindahan antar posisi garis pantai.
Berdasarkan penentuan perpindahan posisi garis pantai dari pendekatan single transect maka diperoleh beberapa parameter perhitungan, sebagai berikut:
1) jumlah garis transek dalam tiap shoreline grid menurut entitasnya masing- masing, 2) panjang keseluruhan garis transek berdasarkan penjumlahannya menurut masing-masing tanda entitas yaitu negatif untuk erosi dan positif untuk akresi, serta 3) rentang waktu kedua dataset Landsat TM dan ETM.
Berdasarkan ketiga parameter di atas maka penghitungan statistik dengan pendekatan metode end point rate untuk laju perubahan garis pantai pada tiap shoreline grid secara matematis diformulasikan sebagai berikut:
∑ . ... (2)
di mana ; Vc = Rerata kecepatan perubahan maju/mundur garis pantai tiap shoreline grid (meter/tahun), Lae = Panjang keseluruhan single transect pada tiap shoreline grid (meter) menurut entity Akresi (+) dan Erosi (-), ΣNae = Jumlah transek pada tiap shoreline grid, Y = Rentang waktu hasil ekstraksi fiturset garis pantai 1991 dan 2003 (12 tahun)
Gambar 16 Contoh pembuatan garis transek dalam tiap shoreline grid berdasarkan masing-masing entitas akresi/erosi yang dibentuk oleh hasil overlay polyline antara fiturset garis pantai 1991 dan 2003.
3.5.2 Variabel Geomorfologi
Pengekstraksian jenis-jenis landform geomorfologi dilakukan dengan merujuk pada daya resistensi jenis variabel geomorfologi terhadap erosi menurut orisinalitas dalam literatur CVI sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6. Jenis-jenis landform seperti pada Tabel 6 diekstrak dari jenis landuse/landcover pada Peta Rupa Bumi Indonesia, Peta Geologi, dan Peta Landsystem. Pengekstrasian ranking jenis landform variabel geomorfologi berdasarkan jenis landuse dan landcover pada peta RBI, mencakup sebagai berikut:
108°14'E 108°12'E
6°14'S6°16'S
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
FAIZAL KASIM C551060031
Jawa Barat 00,375
Ü
0,75 1,5 KmJawa Barat
Keterangan
Shoreline Grid Akresi Erosi Tetap (Darat) Tetap (Laut) Entity
Transek akresi Transek erosi
• Landform Daratan Aluvial dikekstrak dari atribut layer; Empang, Penggaraman, Sawah Irigasi, Sawah Tadah Hujan, Tegalan/Ladang
• Landform Rawa Payau (salt marsh) dikekstrak dari atribut layer:
Belukar/Semak dan Rawa.
• Landform Hutan Bakau dikekstrak dari atribut layer; Hutan Bakau dan Hutan Rawa.
• Landform Bangunan Pantai dikekstrak dari atribut layer; Gedung dan Pemukiman.
• Landform Estuari, Laguna dan Delta dikekstrak dari atribut layer; Air Tawar dan Garis Pantai.
• Landform Pantai Berpasir dikekstrak dari atribut; Pasir Pantai dan Pasir Darat.
Tabel 6 Ranking variabel geomorfologi berdasarkan pembagian tingkat resistensi masing-masing kelompok landform pantai terhadap erosi (Sumber: Thieler and Hammer-Klose, 2000 ; Pendleton et al. 2004A, 2004B ; 2005 ; Gutierrez et al. 2009)
Very Low 1
Low 2
Moderate 3
High 4
Very High 5 Pantai berbatu
bertebing tinggi, Fjords
Bertebing sedang, pantai berlekuk (Indented Coasts)
Bertebing rendah, Glacial
Drift, dataran Alluvial
Bangunan Pantai, Estuary, Lagoon
Barrier Beaches, pantai berpasir, Salt Marsh (rawa
payau), Mudflats (berlumpur), Deltas, Mangrove,
Coral Reefs
Di samping pengekstraksian menggunakan peta RBI untuk jenis landform geomorfologi pantai seperti di atas maka peta geologi dan landsystim digunakan sebagai bahan pembantu mengenali pengkelasan jenis-jenis tiap layer.
Dari hasil pengekstraksian jenis layer landform di atas diperoleh luas fiturset polygon tiap layer. Sehingga untuk mentransformasi nilai luas tiap jenis landform menjadi ranking pada tiap shoreline grid digunakan matrik seperti ditunjukkan pada Tabel 7. Selengkapnya tahapan dalam metode yang dilakukan untuk mengekstraksian variabel geomorfologi ditampilkan pada Gambar 17.
Gambar 17 Metode ekstraksi data variabel geomorfologi bagi tiap shoreline grid Pada analisis matriks, luas jenis landform yang dominan dalam tiap shoreline grid ditransformasi menjadi skor nilai ranking variabel geomorfologi.
Transformasi luas tiap layer landform menjadi ranking melibatkan faktor bobot yang tidak lain merupakan kelas ranking masing-masing landform menurut pembagian kelompok erobilitasnya masing-masing seperti pada Tabel 6. Hasil transformasi dari matriks selanjutnya diperoleh nilai skor ranking variabel geomorfologi (1 – 5) yang menjadi atribut tiap shoreline grid.
Tabel 7 Matriks transformasi jenis-jenis landform variabel geomorfologi untuk menentukan dominansi kelompok layer landform menurut luas poligonnya masing-masing.
No Grid
Very Low 1
Low 2
Moderate 3
High 4
Very High 5
Luas Seluruh
Kelas Poligon
Nilai Ranking Morfologi (NK) Pantai
berbatu bertebin g tinggi,
Fjords
Bertebing sedang,
pantai berlekuk (Indented
Coasts)
Bertebing rendah, Glacial Drift, dataran Alluvial
Bangunan Pantai, Estuary,
Lagoon
Barrier Beaches,
pantai berpasir, Salt Marsh
(rawa payau), Mudflats (berlumpur)
, Deltas, Mangrove, Coral Reefs
n LPk=1 LPk=2 LPk=3 LPk=4 LPk=5 LKg=∑ .
Peta RBI (teregistrasi)
Cropping dan Ekstraksi
Layer
Transformasi Kualitatif ke Kauntitatif
(Matriks ) Sebaran Endapan dan
Landform (dibatasiAOI)
Grid Garis Pantai
Ranking Kerentanan Varibel Geomorfologi Tiap Grid Garis Pantai Peta Geologi
(teregistrasi) Peta Landsystem
(teregistrasi)
di mana: n = Nomor shoreline grid, LP = Luas poligon landform diperoleh dari hasil kali luas tiap layer landuse/landcover terhadap kelas ranking (bobot) masing-masing ke-k pada shoreline grid ke-n, LKg = Jumlah luas seluruh poligon landform berdasarkan jumlah faktor pengali ranking ke-k pada shoreline grid ke- n, diformulasikan sebagai;
∑ ... (3) NK = Nilai ranking variabel morfologi pada shoreline grid ke-n, diformulasikan sebagai;
∑ . ... (4) k = Ranking (bobot) variabel geomorfologi (1 – 5)
3.5.3 Variabel Kemiringan Pantai (Slope)
Sumber data yang digunakan mengekstrak kemiringan pantai (slope) adalah keragaan raster terrain bati-topografi yang sebelumnya digunakan dalam pengoreksian garis pantai terhadap pasang surut. Pada Gambar 18 ditunjukkan metode pengumpulan data kemiringan pantai.
Gambar 18 Metode pengumpulan nilai (rerata) variabel kerentanan kemiringan pantai (slope) dalam tiap shoreline grid.
Nilai kemiringan diekstrak menggunakan surface analysis tools dengan konfigurasi luaran adalah slope dengan satuan persen (%). Sedangkan ekstraksi nilai variabel slope pada tiap grid garis pantai dilakukan menggunakan statistic tool. Pengekstraksian nilai slope ini dilakukan pada daerah pantai berjarak 1 km
Peta RBI (Poin Elevasi)
1 : 24.000
Interpolasi Spasial
Statistik Raster Terain Bati-
Topografi (Resolusi 30 m)
Nilai Slope Tiap Grid (%)
Grid Garis Pantai Peta LPI
(Garis Kontur) 1 : 50.000
Surface Analysis
Kemiringan (Slope) Pantai
(%)
ke arah laut maupun darat (seaward/landward) dari garis pantai yang ada pada tiap grid.
3.5.4 Variabel Laju Perubahan Muka Laut
Sumber data yang digunakan untuk tinggi rerata perubahan muka laut (mm/tahun) adalah data pengamatan satelit altimeter Topex/Poseidon selama kurun waktu 17 tahun (Oktober 1992 hingga Juli 2009), diperoleh dari alamat http://.aviso.oceanobs.com/. Jenis data berformat NetCDF (*.nc) dan memiliki resolusi grid berukuran 0.25o (± 27.8 km) dengan jenis koreksi mencakup inverted barometer serta radiometer wet troposphere. Pengaruh faktor lokal seperti sebaran land subsidence, up-lift, dan tingkat penggunan air tanah tidak diperhitungkan dalam menilai rerata laju kenaikan muka laut karena ketiadaan data yang dibutuhkan secara spasial, sehingga nilai laju perubahan muka laut yang digunakan untuk wilayah AOI adalah murni merupakan faktor perubahan muka laut global atau mutlak (Soemarwoto, 1992.
Pengolahan data mencakup tahapan cropping (wilayah Laut Jawa dan sekitarnya), sorting, serta filtering. Keseluruhan tahapan tersebut dilakukan menggunakan perangkat lunak Ocean Data View (ODV), MS Excel dan Surfer.
Dari tahapan ini diperoleh luaran berupa data XYZ yang merupakan poin grid rerata tinggi perubahan muka laut (Gambar 19).
Gambar 19 Tahapan konversi dalam metode ekstraksi data Network Common Data Format (.*nc)
Data Model Trend Perubahan Muka Laut (+/-) Data (TOPEX/PSOIDON)
selama 17 Tahun 1992-2009
(*.nc)
Grid Garis Pantai Olah &
Croping di ODV
Arrange Menjadi XYZ (Rerata
Tahun) di MS Excel
Interpolasi (Krigging) di Surfer File TXT
File XYZ
Cropping
&Konversi di Global Mapper File Grid
File Grid XYZ (.txt) Olah di
AcGIS Data Rerata Laju
Kenaikan Muka Laut Tiap Grid (mm/tahun)
Untuk menghasilkan peta raster beresolusi 30 meter yang dijadikan sumber untuk mengekstrak nilai variabel rerata perubahan muka laut dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi (krigging) dan resample menggunakan teknik raster to feature point. Pengekstrasian nilai rerata laju perubahan muka laut dalam tiap shoreline grid dilakukan menggunakan zonal statistic tool.
3.5.5 Variabel Rerata Tinggi Gelombang
Sumber data yang digunakan dalam penelitian untuk mengekstrak parameter tinggi rerata gelombang adalah data Mean Significant Wave Height yang diperoleh dari ECMWF (European Centre for Medium-Range Weather Forecasts) dan bisa didownload dari internet beralamat di http://ecmwf.int/.
Tinggi gelombang yang digunakan adalah interval data pengamatan tiap 6 jam pada domain perairan Laut Jawa dan sekitarnya dari tahun 2002 - 2003 (Gambar 20).
Gambar 20 Domain poin grid untuk menurunkan data significant wave height ECMWF (meter).
Data significant wave height dari ECMWF ini memiliki resolusi spasial sebesar 1,5° DD. Tahapan metode pengumpulan data rerata tinggi gelombang
111°40'0"E 109°35'0"E
107°30'0"E
0°25'0"S2°30'0"S4°35'0"S6°40'0"S
Keterangan
Daerah kajian (AOI) Daratan
Point Grid Gelombang Kalimantan
Laut Jawa
0 3060 120 180Km
Ü
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
FAIZAL KASIM C551060031
120°0'0"E 108°0'0"E
10°0'0"N2°0'0"N6°0'0"S14°0'0"S
INSET
disajikan pada Gambar 21. Pengolahan seluruh data dikerjakan pada sistim proyeksi UTM zona 49 (SUTM 49).
Gambar 21 Metode pengumpulan data tinggi rerata gelombang dan relasinya dalam basis data
Selengkapnya pengolahan data gelombang hingga menjadi basis data dalam tiap shoreline grid adalah sebagai berikut:
1. Membuat domain sebaran poin grid yang diinginkan (domain Indonesia untuk perairan sekitar pulau Laut Jawa dan sekitarnya), di mana waktu pengamatan adalah 1 siklus tahunan (Desember 2002 – November 2003).
2. Menghitung seasonal mean wave height dari data interval 6 jam-an pada tiap bulan. Data ini diolah lanjut sehingga dihasilkan luaran data grid poin mean seasonal significant wave height menurut cakupan domain yang telah ditentukan.
3. Melakukan resample yakni menginterpolasi luaran data musiman (tahap-2) menggunakan metode spline interpolation (Hemer et al. 2007). Dari tahapan ini dihasilkan luaran berupa raster seasonal mean wave height beresolusi spasial 0.009090909091° DD (ekuivalen dengan ±1 km).
4. Mengolah data spasial seasonal mean wave height yang dihasilkan pada tahap-3 menjadi annual mean height menggunakan statistic overlay
Data Model Gelombang ECMWF
(Indonesia)
Grid Garis Pantai
Hitung Tinggi Musiman
Interpolasi (Spline)
Overlay Statistic (mean)
Data Rerata Tinggi Gelombang Tahunan Tiap Grid
(meter)
Poin Grid Tinggi gelombang
Musiman
Raster Tinggi gelombang
Musiman
Raster Tinggi gelombang
Tahunan Cropping
dan Resample
Raster Tinggi gelombang Tahunan (AOI) Spasial
Statistic
sehingga diperoleh luaran raster tinggi rerata gelombang tahunan melalui penapisan musim.
5. Melakukan langkah smoothing data luaran annual mean wave height untuk menghasilkan data yang beresolusi seragam dengan data variabel lain (30 meter) yang menjadi atribut tiap shoreline grid. Untuk kebutuhan ini digunakan teknik cropping, konversi data (raster to poin) dan interpolasi (spline).
6. Mengidentifikasi nilai variabel tinggi rerata gelombang (annual mean significant wave height) pada tiap shoreline grid menggunakan zonal statistic tool.
3.5.6 Tinggi Rerata Kisaran Pasang Surut
Sumber data yang digunakan adalah time series tidal prediction of height grid point berukuran spasial 0,25° (DD) untuk tahun 2007 (1 Januari 2007 – 1 Desember 2008). Interval data waktu pengamatan adalah 1 jam meliputi domain seperti ditunjukkan pada Gambar 22.
Gambar 22 Domain poin grid untuk menurunkan data time series tidal prediction of height grid point (meter).
108°10'0"E 107°5'0"E
106°0'0"E
5°30'0"S6°35'0"S7°40'0"S
Jaa Barat
0 1530 60 90Km
Ü
120°0'0"E 108°0'0"E
10°0'0"N2°0'0"N6°0'0"S14°0'0"S
INSET
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
FAIZAL KASIM C551060031 Keterangan:
Daerah kajian (AOI) INDRAMAYU SUBANG
Domain Poin Grid Pasut
Data tersebut merupakan data asimilasi hasil pengamatan satelit altimetri Topex/Poseidon dan beresolusi spasial 0,5° (DD). Pengekstraksian data ini menggunakan perangkat lunak MIKE21 (DHI Software, 2007) dan dihasilkan data poin grid kisaran pasang surut (maskimum/minimum). Selengkapnya tahapan yang dikerjakan dalam metode pengekstrasian data variabel rerata tinggi pasang surut dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23 Tahapan metode pengumpulan data tinggi rerata pasang surut
Tahapan untuk memperoleh data variabel rerata kisaran pasang surut tahunan dalam tiap shoreline grid dari data pasang surut yang diturunkan dari perangkat lunak MIKE21 dilakukan dengan tahapan, sebagai berikut:
1. Menentukan domain poin grid keragaan pasang surut.
2. Menurunkan data kisaran pasang surut (maksimum-minimum) berdasarkan data pengamatan interval 1 jam untuk deret waktu 1 tahun (bulan Januari – Desember 2007).
3. Pengolahan seluruh data pengamatan interval 1 jam selama setahun untuk mendapatkan data tinggi rerata maksimum tahunan (mean annual high water) dan tinggi rerata minimum tahunan (mean annual low water).
4. Mengkonversi data pada tahap-3 menjadi data raster sehingga diperoleh data raster mean annual high water dan raster mean annual low water.
Peta Sebaran Tinggi Rerata Kisaran Pasang
Surut (meter) Grid
Garis Pantai Koordinat Pasut
(domain sekitar P.Jawa)
Data Pasut TimeSeries Pasut
Interpolasi (spline)
Peta Sebaran Tinggi Rerata Kisaran Pasang
surut (AOI) Tinggi Rerata
Kisaran Pasang Surut Tiap Grid (meter)
Tinggi Pasut Maksimum (meter)
Tinggi Pasut Minimum (meter)
Peta Sebaran Tinggi Rerata Maksimum
Pasut
Peta Sebaran Tinggi Rerata Minimum
Pasut
Spasial Math (minus) Resample
Raster Zonal
Statistic
5. Melakukan penapisan pada kedua data raster pada tahap-4 untuk menghasilkan tinggi kisaran pasang surut tahunan (annual mean tidal range) yang merupakan perbedaan antara tinggi rerata air maksimum (mean annual high water) dengan tinggi rerata air minimum (mean annual low water) tahun 2007 (Gornitz et al. 1997), biasa dituliskan dalam persamaan sebagi berikut (DHI Software, 2007);
... (5) di mana MTR = Kisaran Pasang Surut, = Nilai maksimum tinggi muka laut selama periode 16 hari dari data tiap jam, = Nilai minimum tinggi muka laut selama periode 16 hari dari data tiap jam.
Di lingkungan aplikasi SIG, pembuatan keragaan raster berdasarkan persamaan di atas dikerjakan menggunakan metode statistic overlay (minus function) pada kedua raster.
6. Melakukan cropping data tinggi rerata kisaran pasang surut menurut cakupan wilayah kajian (AOI) menggunakan teknik resample raster untuk data yang dihasilkan pada tahap-5.
7. Mengintegasikan data annual mean tidal range hasil resample pada tahap- 5 (resolusi 30 meter) ke dalam atribut masing-masing shoreline grid menggunakan zonal statistic tool.
3.6 Analisis Kerentanan Pantai
Sesuai tujuan khusus dalam penelitian maka analisis kerentanan pantai selanjutnya dibedakan atas analisis menggunakan pendekatan CVI-biasa dan pendekatan CVI-MCA. Pada pendekatan CVI-biasa input analisis menggunakan empat sistim ranking USGS dan sistim ranking nilai minimum-maksimum data tiap variabel. Pada pendekatan CVI-MCA input analisis sistim ranking menggunakan aturan jangkauan persentil pada data hasil standarisasi tiap variabel.
3.6.1 Pendekatan analisis CVI-biasa
Penilaian kerentanan dalam metode CVI memiliki konsep sederhana.
Potensi kerentanan (ranking) tiap variabel dinilai berdasarkan kisaran nilainya masing-masing menurut sistim ranking yang ditetapkan oleh USGS. Ranking