• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Sedimen Permukaan Dasar Laut dan Jenis Mineral Lempung di Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Distribusi Sedimen Permukaan Dasar Laut dan Jenis Mineral Lempung di Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Distribusi Sedimen Permukaan Dasar Laut dan Jenis

Mineral Lempung di Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan

Seafloor Surficial Sediment Distribution and Types of

Clay Minerals in Spermonde Basin, South Sulawesi

Dida Kusnida, Reza Rahadiawan, dan Lukman Arifin

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jln. Dr. Junjunan 236, Bandung - 40174 Corresponding Author: dida@mgi.esdm.go.id

Diterima: 10 Februari 2014, revisi: 25 Maret 2014; disetujui: 14 April 2014

ABSTRAK

Salah satu tujuan survei geologi kelautan di Cekungan Spermonde adalah untuk mengetahui se baran sedimen permukaan dasar laut beserta jenis mineral lempungnya. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini meliputi penentuan posisi, pengukuran kedalaman dasar laut, subbottom profiler (SBP), pemercontoh sedimen permukaan dasar laut, serta analisis laboratorium untuk percontoh sedimen. Di daerah penelitian, sedimen permukaan dasar laut yang berkembang dapat dibagi menjadi lima satuan yaitu: lanau (Z), lanau pasiran (sZ), pasir lanauan (zS), pasir (S), dan pasir sedikit kerikilan ((g)S). Berdasarkan parameter statistik, fraksi sedimen kasar di daerah penelitian dikontrol oleh proses arus atau energi yang tidak stabil pada kondisi turbulensi dan gelombang laut. Sebaliknya, sebaran fraksi sedimen halus dikontrol oleh energi yang relatif stabil dan tenang, serta menunjukan telah mengalami transportasi yang cukup jauh dari batuan sumbernya. Mineral lempung yang terdapat di daerah peneliti-an pada umumnya berupa ilit, kaolinit, dpeneliti-an montmorilonit. Kpeneliti-andungpeneliti-an mineral lempung ilit adalah antara 5% hingga 7%, mineral lempung kaolinit berkisar antara 4% hingga 8%, sedangkan mineral montmorilonit berkisar antara 2% hingga 3%. Keberadaan berbagai jenis mineral lempung di daerah penelitian tidak serta merta mengindikasikan adanya hubungan langsung dengan batuan di bawah Cekungan Spermonde. Namun demikian, dapat diperkirakan bahwa mineral ilit berhubungan dengan endapan aluvium atau endapan sistem sungai, sedangkan mineral kaolinit boleh jadi berasosiasi dengan batuan beku asam yang berasal dari daratan Sulawesi.

Kata kunci: sedimen permukaan dasar laut, Cekungan Spermonde, sistem sungai, Sulawesi Selatan

ABSTRACT

One of the aims of marine geological survey in Spermonde Basin is to study the distribution of seafloor sediments along with its various types of clay minerals. The methods applied in this study include positioning, bathymetry, subbottom profiler (SBP), seabed sediment sampling, and laboratory analysis of sediment samples. In the studied area, the seafloor sediments that develop can be divided into five units, those are : silt (Z), sandy silt (sZ), silty sand (ZS), sand (S), and gravely fine sand ( (g)S ). Based on the statistic parameters, the fraction of coarse sediments in the studied area is controlled by the process of energy or unstable currents at turbulence conditions and waves. In contrast, the fine sediment fraction distribution is controlled by relatively stable and calm energy and seem to have been transported far from its source rocks. Clay minerals occuring in the studied area are generally in the form of illite, kaolinite, and montmorillonite. Illite content is between 5% and 7%, kaolinite ranges from 4% to 8%, while the montmorillonite varies from 2% to 3%. The presence of various types of clay minerals in the studied area does not necessarily indicate a direct relationship with the rocks underlain the Spermonde Basin. Nevertheless, it can be estimated that the illite associates with alluvial deposits or sediments of the river system, whereas kaolinite can be associated with acid igneous rocks from Sulawesi.

(2)

PENDAHULUAN

Penelitian geologi dan geofisika kelautan di Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan, merupakan salah satu program kegiatan penelitian sumber daya geologi pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). Daerah penelitian merupakan daerah frontier yang potensi sumber daya geologinya masih belum diketahui dengan baik akibat minimnya data. Pemahaman geologi daerah ini pada umumnya didasarkan pada hasil deduksi data geologi darat yang tersingkap di pulau-pulau sekitar daerah penelitian. Tujuan kegiatan penelitian ini adalah untuk menginventarisasi dan memetakan aspek-aspek geologi yang berkaitan dengan potensi sumber daya geologi, termasuk potensi mineral. Tujuan lain penelitian ini diarahkan untuk kegiatan ilmiah dan akademik pada

sektor hulu berupa studi mineralogi, khususnya mengenai keterdapatan berbagai jenis mineral lempung di bawah laut dalam. Lokasi kegiatan penelitian secara geografis termasuk ke dalam perairan Spermonde dan Selatan Makassar (Sulawesi Selatan) dengan batas koordinat 5°00’00’-7°00’00” Lintang Selatan dan 117°00’00”-120°00’00” Bujur Timur. Di bagian utara dibatasi oleh perairan selatan Selat Makassar, di bagian timur oleh lengan bagian barat Pulau Sulawesi, di bagian selatan oleh perairan Laut Flores, sedangkan bagian barat oleh perairan Laut Jawa (Gambar 1).

Umumnya, lokasi penelitian mempunyai kedalaman laut kurang dari 2000 m, namun demikian di beberapa lokasi mencapai lebih dari 2300 m. Di bagian selatan, terutama di sekitar Paparan Doang-Spermonde daerah penelitian mempunyai kedalaman laut

o 117 BT o 117 BT o 120 BT o 120 BT o 05 LS o 07 L S o 05 LS U o 07 L S Selat Makassar Perairan Spermonde Sulawesi Selatan 0 25 km Laut Jawa Laut Flores

Gambar 1. Peta lokasi perairan Spermonde, Sulawesi Selatan. Kotak berwarna kuning dalam Peta Indeks menunjukkan lokasi penelitian (Sumber peta: Google Earth, imagery date 14/03/2013).

(3)

kurang dari 1000 m. Selat Makassar yang terletak di sepanjang tepi timur Daratan Sunda, antara Kalimantan dan Sulawesi, membentuk batas fisiografi yang jelas antara daratan kratonik stabil di bagian barat Indonesia dan kompleks molasse kepulauan timur Indonesia (Surono, 1989).

GEOLOGI REGIONAL

Secara tektonis, Katili (1978) menyatakan bahwa Pulau Sulawesi dan sekitarnya merupakan daerah yang kompleks, hasil pertemuan antara tiga lempeng litosfer (triple junction plate convergence) sejak zaman Neogen, yakni: Lempeng Australia yang bergerak ke utara, Lempeng Eurasia ke tenggara, dan Lempeng Pasifik ke barat. Berdasarkan asosiasi jenis batuan dan perkembangan serta batas tektoniknya, Simanjuntak dan Barber (1996) menyatakan bahwa Sulawesi dan sekitarnya dibedakan atas lima provinsi tektonik, yakni: (1) Busur Vulkanik Tersier Sulawesi Barat, (2) Busur Vulkanik Kuarter Minahasa-Sangihe, (3) Jalur Metamorfik Kapur-Paleogen Sulawesi Tengah, (4) Jalur Ofiolit Kapur Sulawesi Timur dan asosiasi sedimen pelagik penutup, serta (5) Fragmen Mikro-Benua Banda Paleozoik yang berasal dari Lempeng Benua Australia.

Kedalaman laut di Cekungan Spermonde berkisar antara 200 - 1000 m, sedangkan tebal sedimen total dapat mencapai lebih dari 3000 m (Kartaadiputra dan Samuel, 1982). Beberapa kelurusan dijumpai berarah barat laut-tenggara, sejajar dengan sumbu cekungan. Pada cekungan Spermonde banyak dijumpai struktur inverse serta

drag fold. Cekungan Spermonde seperti

halnya Cekungan Makassar Selatan, pada mulanya merupakan bagian dari Tepian Daratan Sunda (Kalimantan), yang kemudian terpisah akibat pemekaran Selat Makassar

pada kala Eosen (Katili, 1978; Situmorang, 1982; Sikumbang, 1990).

Stratigrafi Cekungan Spermonde tersusun atas batuan sedimen Tersier yang diendap-kan di atas batuan dasar Mesozoikum. Ba-tuan sedimen Tersier tertua adalah Formasi Toraja-Malawa, yang diendapkan pada saat

rifting. Bagian bawah formasi ini me rupakan

seri basal yang tebal di sekitar daerah tinggian (Kartaadiputra dan Samuel, 1982; Rahardiawan drr., 2012). Di atas Formasi Toraja-Malawa, diendapkan batugamping dan sedimen klastik berupa batulempung berumur Oligosen (Formasi Tonasa), yaitu pada saat dimulainya genang laut. Pada kala Miosen Awal sampai Miosen Tengah mulai terjadi fase inversi dan diendapkan-nya Formasi Camba berupa serpih, batupasir bersisipan batugamping. Fase regresi mulai terjadi dalam cekungan ini pada kala Miosen Akhir, dan pada saat yang bersamaan di-endapkan batugamping dan serpih Formasi Walanae. Pada kala Pliosen terjadi tektonik yang mengakibatkan sedimen-sedimen yang ada terlipat dan tersesarkan.

METODE PENELITIAN

Metode yang diterapkan dalam penelitian ini meliputi penentuan posisi, pengukuran kedalaman dasar laut, subbottom profiler (SBP), pemercontohan sedimen permukaan dasar laut, serta analisis laboratorium untuk percontoh sedimen.

Posisi kapal ditentukan dengan menggu-nakan Sistem DGPS (Differential Global

Positioning System) C-NAV yang dapat

memberikan ketelitian pengukuran posisi hingga 0,1 m dan Gyro Compas Simrad GC-80. Pengukuran kedalaman dasar laut dan subbottom profiling (SBP) dilaksanakan dengan menggunakan Chirp Subbottom

Profiler Bathy 2010 dan Reson 420 DS.

(4)

dilaku-kan di beberapa titik lokasi sepanjang lintasan subbottom profiler (SBP) dengan menggunakan peralatan gravity corer. Pengambilan percontoh sedimen permukaan dasar laut dilakukan dengan maksud untuk mengetahui jenis, komposisi, dan kandungan (fragmen batuan, mineral, dan sebagainya), serta sifat fisik sedimen tersebut (meliputi warna, ukuran butir, kekenyalan dan keplastisan, serta kepadatan).

Analisis laboratorium dilakukan terhadap percontoh-percontoh sedimen permukaan dasar laut berupa analisis besar butir (grain

size analysis) dan analisis mineral lempung.

Analisis besar butir diterapkan terhadap percontoh sedimen permukaan dasar laut yang diperoleh dari penginti jatuh bebas (gravity corer) dan pemercontohan comot (grab sampler). Tujuan analisis besar butir adalah untuk memperoleh parameter statistik data persentase berat tiap-tiap fraksi besar butir percontoh sedimen yang dianalisis, sehingga dapat diketahui sebaran sedimennya. Analisis ini menggunakan metode pengayakan (sieving) untuk fraksi besar butir kasar sampai sedang dan metode pipet untuk fraksi halus. Berat percontoh sedimen yang dianalisis sekitar 100 g. Perhitungan parameter statistik Moment dan penamaan sedimen berdasarkan Klasifikasi Folk (1980).

Analisis mineral lempung dilakukan dengan metode Difraksi Sinar X (X-ray Diffraction/

XRD), yakni bulk sample tanpa preparasi

lempung (nonclay treatment). Jenis-jenis lempung ditentukan dengan mengukur jarak antar lapisan material lempung yang berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Tujuan analisis lempung ini adalah untuk mengetahui kandungan mineral lempung yang terkait dengan beragamnya fraksi lempung yang dijumpai pada percontoh sedimen permukaan, khususnya terdapatnya keragaman warna.

HASIL

Kedalaman dan Morfologi Dasar Laut

Data digital Reson 420 DS dan subbottom

profiler (SBP) memperlihatkan pola reflektor

yang relatif halus sampai kasar pada permu-kaan dasar lautnya. Pola reflektor yang relatif halus dengan morfologi landai menunjukkan sedimen penutupnya didominasi oleh sedi-men berbutir halus, sedangkan pola reflek-tor kasar dengan morfologi bergelombang hingga terjal menunjukkan sedimen penu-tupnya didominasi oleh sedimen berbutir kasar hingga batuan keras seperti dipelihat-kan oleh penampang Reson 420 DS lintasan SPRM-019 (Gambar 2). Sedimen penutup

600 600 D.1389,01:48:48,02 700 700 800 900 900 10 1000 1000 1100 1100 550 mSec

Kedalaman laut dalam mSec

B T

1200 mSec

Gambar 2. Contoh rekaman Reson 420DS lintasan SPRM-019 memperlihatkan morfologi bergelombang yang ditempati oleh sedimen fraksi kasar hingga batuan keras. Lokasi lintasan SPRM-019 dapat dilihat pada Gambar 3.

(5)

berbutir halus umumnya dijumpai di antara pulau-pulau Paparan Doang-Spermonde, sedang kan fraksi kasar dapat dijumpai di da-erah lembah yang dikontrol oleh ARLINDO (Arus Lintas Indonesia), serta daerah di dekat atau sekitar pulau-pulau kawasan terumbu karang (pulau karang).

Hasil pengukuran kedalaman laut di se-panjang lintasan survei pada umumnya menunjukkan kedalaman kurang dari 2000 m, walaupun di sejumlah tempat terdapat kedalaman >2300 m dengan sejumlah lem-bah yang cukup terjal. Gambar 3 memper-lihatkan morfologi daerah sekitar Paparan Doang-Spermonde yang memiliki morfolo-gi landai dengan kedalaman laut berkisar antara 50 - 350 m, sedangkan morfologi bergelombang hingga terjal dapat dijumpai di bagian barat laut dan utara Paparan Do-ang-Spermonde dan tenggara (Laut Flores) dengan kedalaman laut berkisar antara 50 hingga 2200 m (di bagian tenggara).

Mor-fologi lembah bergelombang hingga terjal ini umumnya berasosiasi dengan pergerakan arus (ARLINDO) dari utara (Laut Sulawesi) menuju Laut Jawa dan Laut Flores, dan terus bergerak menuju Samudra Hindia.

Sedimen Permukaan Dasar Laut

Lokasi-lokasi pengambilan percontoh sedimen permukaan dasar laut ditentukan berdasarkan kepentingan terpadu antara pengambilan data geofisika dan geologi. Dengan demikian, diharapkan diperoleh informasi yang saling mendukung. Peng-ambilan percontoh sedimen dilakukan di 28 titik lokasi. Peta lokasi percontoh sedimen permukaan dasar laut dapat dilihat pada Gambar 4.

Berdasarkan hasil pengamatan megaskopis pada sejumlah percontoh hasil gravity corer, terlihat bahwa :

1. Secara umum, perairan selatan Selat Makassar dan Spermonde ditempati

U Selatan o 120 BT o 117 BT o 05 L S o 06 o 07 L S

Gambar 3. Peta batimetri daerah penelitian dengan interval kontur kedalaman 100 m. B-T adalah lokasi penampang rekaman Reson 420DS SPRM-019 yang tertera pada Gambar 2.

(6)

oleh sedimen lanau dari fraksi sedang - sangat kasar (pasir lanauan hingga fragmen dari terumbu karang) dengan bentuk butir relatif menyudut tanggung sampai membundar, pemilahan buruk sampai baik.

2. Sedimen daerah penelitian umumnya dapat dibedakan atas sedimen litogenik (non-karbonatan), sedimen karbonatan, dan sedimen biogenik. Sedimen litogenik dijumpai di bagian luar pulau-pulau daerah Spermonde, sedangkan daerah sekitar pulau-pulau Spermonde ditempati oleh batuan biogenik berupa sedimen dengan kandungan foraminifera cukup melimpah dan batuan sedimen karbonat berupa fragmen terumbu karang dengan ukuran sedang sampai kasar.

3. Pasir yang terdapat di sekitar Kepulauan Spermonde umumnya tersusun atas

foraminifera dan pecahan cangkang serta pecahan terumbu Resen. Sementara pasir di sekitar lengan bagian barat dan selatan tersusun atas batuan vulkanik dan batuan beku hasil erosi dan transportasi sungai-sungai di sekitar lengan Sulawesi. 4. Secara vertikal, bagian bawah

per-lapisan jenis sedimen ditempati oleh sedimen fraksi halus (lanau). Pada be-berapa lokasi, perlapisan sedimen ini me nunjukkan perbedaan jelas yang dapat meng indikasikan sedimen masa lampau dengan sedimen masa kini.

5. Di daerah penelitian, warna sedimen berukuran pasir bervariasi dari kuning kecoklatan (Hue 2,5Y 5/3, yellowish

brown) hingga abu-abu gelap (Hue

5GY4/1, dark olive grey). Sementara pada fraksi halus (lempung dan lanau) umumnya lebih gelap dengan variasi

o 117 00' BT o500' LS o515' o530' o545' o600' o615' o630' o645' o700' LS o 117 15' 117 45'o 118 00'o 118 15'o 118 30'o 118 45'o 119 00'o 119 15'o 119 30'o 119 45'o 120 00' BTo 9210000 9270000 9300000 9330000 9360000 9390000 9420000 m N 510000 mE 540000 570000 600000 630000 660000 690000 720000 750000 780000 810000 o 117 30' Sulawesi Selatan 0 25 Kilometer U

Gambar 4. Peta sebaran sedimen permukaan dasar laut perairan selatan Selat Makassar dan Spermonde. Warna hijau tua (Z) menunjukkan sedimen lanau, hijau muda (sZ) sedimen lanau pasiran, kuning muda (zS) sedimen pasir lanauan, kuning tua (S) sedimen pasir, dan cokelat (g)S sedimen pasir sedikit kerikilan serta warna putih daerah tanpa sampel sedimen.

(7)

kedalaman >800 m (di bagian tenggara) dan kedalaman 350 - 450 m (di bagian barat daya) dengan arus laut relatif lemah. Secara megaskopis satuan ini berwarna abu-abu kehijauan (Hue 7,5Y 4/3 dark olive) hingga abu-abu gelap (Hue 7, 5Y4/2 greyish olive). Hal ini menunjukkan bahwa satuan Lanau diendapkan pada lingkungan marin hingga laut dalam (deep sea) yang berarus relatif tenang. Parameter statistik hasil analisis besar butir memperlihatkan bahwa endapan lanau ini mempunyai nilai rata-rata besar butir 5,1 - 6,1 phi, sortasi 1,3 - 1,5, kurtosis 2,4 - 3,9, dan didapat nilai skewness -0,1 hingga 0,6. Satuan ini tersusun oleh fraksi Lanau berkisar antara 83,9 - 93,8 %, pasir antara 0,9 - 9,4 % dan lempung antara 4,2 - 10,3 %.

Lanau Pasiran (sZ)

Satuan lanau ditemukan pada sepuluh lokasi percontoh sedimen permukaan dasar laut dengan penyebaran sebagian besar berada di bagian timur dan barat daya daerah penelitian. Secara umum, terdapat pada kedalaman antara 350 m hingga 850 m dengan arus laut relatif lemah hingga sedang.

Secara megaskopis, satuan ini berwarna abu-abu (5 Y 4/1) sampai abu-abu kehijauan (5 G 4/1). Hal ini menunjukkan bahwa satuan lanau diendapkan pada lingkungan marin hingga laut dalam (deep sea) yang berarus relatif tenang. Pada sedimen lanau ini dijumpai pecahan foraminifera dan fragmen moluska. Parameter statistik hasil analisis besar butir memperlihatkan bahwa endapan lanau pasiran mempunyai nilai rata-rata besar butir 4,1 - 5,4 phi, sortasi 1,4 - 2,0, kurtosis 1,9 - 3,7, dan didapat nilai skewness -0,2 hingga 0,3. Satuan ini tersusun oleh fraksi lanau berkisar antara 48,8 - 85,6 %, pasir antara 10,5 - 48,7 % dan lempung antara 2,4 - 6,4 %.

warna dari abu-abu kehijauan (Hue 7,5Y4/2, greyish olive) hingga hitam kecoklatan (Hue 10RY 3/2, brownish

black).

6. Berdasarkan skala Folk, sedimen tersebut terdiri atas: pasir sedikit kerikilan ((g) S) di bagian selatan lengan Sulawesi, pasir (S) terdapat di bagian utara dan barat paparan Doang-Spermonde, pasir lanauan (zS) dan lanau pasiran (sZ) umumnya dijumpai di sekitar pulau-pulau dalam lingkungan Paparan Doang-Spermonde, serta lanau (Z) terdapat di bagian tenggara dan barat laut daerah penelitian.

Besar Butir (Granulometri)

Analisis besar butir yang dilakukan adalah memisahkan berat asal (rata-rata) 100 g, berat cangkang, dan berat kumulatif. Pemisah-an butir dilakukPemisah-an mulai dari fraksi -2,0 phi hingga 4,0 phi, sedangkan untuk fraksi lainnya dihitung mulai 4,0 phi hingga 8,0 phi. Kemudian data tersebut diolah dengan komputer dengan mempergunakan program Kummod untuk mendapatkan beberapa parameter, antara lain: nilai X (phi), sortasi,

skewness, kurtosis, serta komposisi tekstur

sedimennya. Kemudian dilakukan klasifikasi sedimen berdasarkan klasifikasi Folk (1980) sehingga dapat dihasilkan pola sebaran se-dimen permukaan. Di daerah penelitian se dimen permukaan dasar laut yang ber-kembang terlihat pada Gambar 4 dan dapat dibagi menjadi lima satuan yaitu: lanau (Z), lanau pasiran (sZ), pasir lanauan (zS), pasir (S), dan pasir sedikit kerikilan ((g)S).

Lanau (Z)

Satuan lanau ditemukan di lima lokasi percontoh sedimen permukaan dasar laut dengan penyebaran sebagian besar berada di bagian tenggara daerah penelitian. Satuan ini hanya dijumpai di bagian tenggara dan barat daya daerah penelitian dengan

(8)

Pasir Lanauan (zS)

Satuan pasir lanauan hanya terdapat pada lima lokasi percontoh sedimen permukaan dasar laut dan hanya dijumpai di bagian te-ngah daerah penelitian. Secara megaskopis berwarna kuning kecoklatan (Hue 10YR 5/3 dull yellowish brown) hingga coklat kehitaman (Hue 10YR 2/3 brownish black), ukuran pasir berbutir halus sampai sedang, bentuk butir menyudut tanggung sampai membundar tanggung, pemilahan baik sampai buruk, tidak homogen. Butiran pasir umumnya tersusun oleh fragmen cangkang dan foraminifera. Parameter statistik hasil analisis besar butir memperlihatkan bahwa pasir lanauan ini mempunyai nilai rata-rata besar butir 3,5 - 4,1 phi, sortasi 1,7 - 2,1, kurtosis 2,1 - 2,8, dan didapat nilai skew­

ness 0,3 hingga 0,8. Satuan ini tersusun

oleh fraksi pasir berkisar antara 51,3 - 63,4 %, lanau antara 34,3 - 42,9 %, dan lempung antara 2,1 - 6,6 %.

Pasir (S)

Satuan pasir ini hanya dijumpai pada lima lokasi sedimen permukaan dasar laut, yang terdapat di bagian timur laut, bagian tengah-barat laut, serta selatan Paparan Doang-Spermonde. Secara megaskopis satuan ini berwarna kuning kecoklatan (Hue 10YR 5/3, dull yellowish brown) hingga coklat kehitaman (Hue 10YR 2/3 brownish black), ukuran butir halus sampai kasar, bentuk butir menyudut sampai membundar tanggung. Sekitar daratan Sulawesi banyak dijumpai mineral hitam (vulkanik?), sedangkan bagian selatan Paparan Spermonde umumnya banyak mengandung foraminifera (plankton dan bentos). Di bagian tengah-barat laut paparan banyak dijumpai fragmen terumbu karang dan moluska/shell. Pada sedimen pasir halus hingga pasir lempungan secara setempat dijumpai lensa-lensa pasir yang tersusun oleh fragmen cangkang moluska dan foraminifera. Parameter statistik hasil

analisis besar butir memperlihatkan bahwa sedimen pasir mempunyai nilai rata-rata besar butir 1,0 - 2,3 phi, sortasi 0,6 - 1,0, kurtosis 1,8 - 4.1, dan didapat nilai skewness -0,1 hingga 0,9. Satuan ini tersusun oleh fraksi pasir mencapai >99.9 %.

Pasir sedikit Kerikilan {(g)S}

Satuan ini terdapat pada dua lokasi percon-toh sedimen permukaan dasar laut, dengan jarak lokasi 5a dan 5b sangat berdeka-tan. Satuan ini hanya dijumpai di bagian selatan-tenggara daratan Sulawesi, pada kedalaman 335 m. Berdasarkan pengamatan megaskopis,satuan ini berwarna abu-abu kehitaman (Hue 5GY4/1, dark olive grey) dengan kandungan batuan vulkanik dan mineral magnetit mencapai >50%, fosil foram mencapai >20%, fragmen cangkang dan foram sekitar 10%, serta fragmen koral yang telah terisi magnetit. Parameter statis-tik hasil analisis besar butir memperlihatkan bahwa sedimen pasir sedikit kerikilan ini mempunyai nilai rata-rata besar butir 1,6 - 1,7 phi, sortasi 1,0, kurtosis 2,7 - 2,8, dan didapat nilai skewness -0,4 hingga -0,3. Satuan ini tersusun oleh fraksi pasir beruku-ran sedang-kasar berkisar antara 99,8 - 99,9 % dan kerikil antara 0,1 - 0,2 %.

Lempung (X-Ray Diffraction)

Analisis mineral lempung dilakukan tanpa preparasi lempung (nonclay treatment) se-hubungan dengan terbatasnya kemampuan laboratorium. Hasil analisis XRD terhadap dua belas percontoh sedimen fraksi halus secara umum sebagai berikut:

Hasil analisis XRD relatif kurang optimal, beberapa mineral yang bukan mineral lempung (nonclay mineral) muncul, seperti kuarsa, kalsit, halit, dan sebagainya. Peak dalam rekaman XRD dari nonclay mineral ini berimpit dengan clay mineral yang menyulitkan dalam penentuan mineral (peaking).

(9)

Mineral lempung yang hadir dalam sedimen permukaan dasar laut di perairan Spermonde adalah illit, kaolinit, dan montmorilonit. Kandungan mineral lempung Ilit lebih besar dibanding mineral lempung lainnya sekitar 7% hingga 5%, (Tabel 1), sedangkan kandungan mineral lempung kaolinit hanya berkisar antara 4% hingga 8%. Persentase mineral montmorilonit yang berkisar antara 2% hingga 3% hanya dijumpai pada tiga lokasi GM3-2010-07, 08, dan 28. Pada beberapa percontoh sedimen juga dijumpai beberapa tipe mineral lempung dengan persentase sangat rendah, seperti nakrit (percontoh GM3-2009-2010-04, kedalaman 5 - 8 cm) dan vermikulit (percontoh GM3-2010-2009-10, kedalaman 164 - 174 cm). Keberadaan berbagai jenis mineral lem-pung di daerah penelitian tidak serta merta mengindikasikan adanya kaitan langsung dengan batuan di bawah Cekung-an Spermonde. Namun demikiCekung-an, dapat di perkirakan bahwa mineral Ilit berhubung­ an dengan endapan aluvium atau endapan sistem sungai, sedangkan mineral Kaolinit

berasosiasi dengan batuan beku asam yang berasal dari daratan Sulawesi.

ANALISIS DAN DISKUSI

Data digital SBP memperlihatkan pola reflektor yang relatif halus sampai kasar yang menunjukkan sedimen penutup dasar lautnya adalah sedimen berbutir halus hingga kasar. Berdasarkan peta morfologi daerah penelitian (Gambar 2) daerah tengah Cekungan Spermonde memiliki morfologi landai dengan kedalaman laut berkisar antara 50 - 350 m, sedangkan morfologi bergelombang hingga terjal dapat dijumpai di bagian barat laut dan utara Paparan Doang-Spermonde dan tenggara (Laut Flores) dengan kedalaman laut berkisar antara 50 hingga 2200 m (di bagian tenggara). Morfologi lembah bergelombang hingga terjal ini umumnya berasosiasi dengan pergerakkan arus (ARLINDO) dari utara (Laut Sulawesi) menuju Laut Jawa dan Laut Flores dan terus bergerak menuju Samudra Hindia (Gambar 5).

Tabel 1. Hasil Analisis X-Ray Diffraction Percontoh Sedimen Permukaan Dasar Laut Perairan Spermonde dan Sekitarnya

No. No. Percontoh Ilit Mineral LempungKaolinit Montmorilonit Kalsit Mineral UmumKuarsa

Rendah Aragonit 1 GM3-2010-2010-02, 21-26 cm (%) 36 2 GM3-2010-2010-03, 4-12 cm (%) 14 4 30 25 6 3 GM3-2010-2010-03, 4-14 cm (%) 42 29 5 4 GM3-2010-2010-03, 14-24 cm (%) 42 29 9 5 GM3-2010-2009-04, 5-8 cm (%) 14 52 24 6 GM3-2010-2010-06, 5-20 cm (%) 79 11 7 GM3-2010-2009-07, 3-19 cm (%) 12 6 3 47 25 7 8 GM3-2010-2009-06, 5-20 cm (%) 7 8 3 48 25 8 9 GM3-2010-2009-09, 5-20 cm (%) 7 65 21 7 10 GM3-2010-2009-10, 154-174 cm (%) 9 7 57 18 9 11 GM3-2010-2009-11, 5-20 cm (%) 67 13 20 12 GM3-2010-2009-11, 70-80 cm (%) 9 59 22 5 13 GM3-2010-1910-18, 5-20 cm (%) 5 29 26 7 14 GM3-2010-2010-20, 10-20 cm (%) 12 7 29 28 9 15 GM3-2010-2010-20, 147-57 cm (%) 5 56 31 8 16 GM3-2010-1909-22, 4-14 cm (%) 15 6 50 21 8 17 GM3-2010-1909-22, 48-58 cm (%) 57 25 10 18 GM3-2010-1909-23, 2-10 cm (%) 8 56 24 15 19 GM3-2010-2009-24b, 14-20 cm (%) 8 54 20 9 20 GM3-2010-1910-26, 4-20 cm (%) 9 8 2 42 32 7

(10)

Cekungan Spermonde tertutup lautan dan dilintasi arus aktif (Arlindo). Pulau-pulau-nya dikelilingi oleh terumbu membentuk dataran pasang surut dan beberapa pulau di sepanjang perbatasan utara, timur, dan teng-gara. Di bagian tengah terdapat beberapa terumbu karang yang dipisahkan oleh lem-bah. Di bagian selatan, paparan ini relatif terbuka, tidak ada pulau dan hanya beberapa terumbu masif yang terendam. Pengaruh endapan terrigenous sangat lemah dengan pasokan sedimen sangat kecil.

Hasil analisis granulometri terhadap 28 per-contoh sedimen permukaan dasar laut per­ airan selatan Selat Makassar dan Spermonde menunjukkan bahwa daerah penelitian didominasi oleh sedimen fraksi halus hingga sedang, yakni lanau, lanau pasiran, pasir lanauan, pasir, dan pasir sedikit kerikilan. Persentase setiap fraksi adalah sebagai beri-kut: fraksi lempung berkisar antara 0,0 - 10,3 %, fraksi lanau 0,0 - 93,8 %, fraksi pasir 0,9 - 100,0 %, dan fraksi kerikil 0,0 - 0,2 %. Secara umum penampakan tekstur sedimen pada daerah penelitian secara megaskopis

dan granulometri adalah sebagai berikut : - Lanau, abu-abu kehijauan (Hue 7,5Y 4/3

dark olive) hingga abu-abu gelap (Hue

7,5Y4/2 greyish olive), nilai rata-rata besar butir 5,1 - 6,1 phi, sortasi 1,3 - 1,5, kurtosis 2,4 - 3,9, dan didapat nilai

skewness -0,1 hingga 0,6. Satuan ini

tersusun oleh fraksi Lanau berkisar antara 83,9 - 93,8 %, pasir antara 0,9 - 9,4 %, dan lempung antara 4,2 - 10,3 %. - Lanau pasiran, abu-abu (5 Y 4/1, grey)

sampai abu-abu kehijauan (5 G 4/1,

greenish grey), nilai rata-rata besar butir

4,1 - 5,4 phi, sortasi 1,4 - 2,0, kurtosis 1,9 - 3,7, dan didapat nilai skewness -0,2 hingga 0,3. Satuan ini tersusun oleh fraksi lanau berkisar antara 48,8 - 85,6 %, pasir antara 10,5 - 48,7 %, dan lempung antara 2,4 - 6,4 %.

- Pasir lanauan, kuning kecoklatan (Hue 10YR 5/3, dull yellowish brown) hingga coklat kehitaman (Hue 10YR 2/3,

brownish black), nilai rata-rata besar

butir 3.5 - 4.1 phi, sortasi 1.7 - 2.1, kurtosis 2.1 - 2.8, dan didapat nilai

skewness 0.3 hingga 0.8. Satuan ini

tersusun oleh fraksi pasir berkisar antara 51.3 - 63.4 %, lanau antara 34.3 - 42.9 %, dan lempung antara 2.1 - 6.6 %.

- Pasir, kuning kecoklatan (Hue 10YR 5/3, dull yellowish brown) hingga coklat kehitaman (Hue 10YR 2/3, brownish

black), nilai rata-rata besar butir 1,0 - 2,3

phi, sortasi 0,6 - 1,0, kurtosis 1,8 - 4,1, dan didapat nilai skewness -0,1 hingga 0,9. Satuan ini tersusun oleh fraksi pasir mencapai >99,9 %.

- Pasir sedikit kerikilan, abu-abu kehitaman (Hue 5GY4/1, dark olive grey), nilai rata-rata besar butir 1,6 - 1,7 phi, sortasi 1,0, kurtosis 2,7 - 2,8, dan didapat nilai

skewness -0,4 hingga -0,3. Satuan ini

tersusun oleh fraksi pasir berukuran sedang-kasar berkisar antara 99,8 - 99,9 % dan kerikil antara 0,1 - 0,2 %.

o 116 BT o 8 o 4 o 0 o 4 o 8L S U o 8L S o 120 124o 128o 132 BTo

Gambar 5. Pola aliran arus dengan salinitas tinggi di atas ambang antara Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik bergerak menuju daerah dengan salinitas ren-dah di Samudra Hindia (Gordon dan Susanto, 2001).

(11)

Sementara itu berdasarkan parameter

Moment yang dihasilkan dari perhitungan

statistik menggunakan rumus Moment terhadap persentase butiran sedimen adalah sebagai berikut :

- Moment 1 (mean); menyatakan ukuran

butir sedimen rata-rata dalam unit phi (phi = - log2 mm). Klasifikasi ukuran butir : kerikil < -1, pasir -1 - 4 phi, lanau 4 - 9 phi, dan lempung 9 - 10 phi. Hasil analisis besar butir menunjukkan rata-rata ukuran butir sedimen antara 1,0 - 6,1, yang memperlihatkan ukuran rata-rata ukuran besar butiran sedimen daerah penelitian antara lanau hingga pasir.

- Moment 2 (sorting atau standard devia­ tion); menyatakan tingkat keseragaman

(pemilahan) butiran sedimen. Klasifi-kasi keseragaman: < 0,35 terpilah sangat baik, 0,35 - 0,50 baik, 0,50 - 0,80 baik - sedang, 0,80 - 1,4 sedang, 1,4 - 2,0 buruk, dan > 2 terpilah sangat buruk. Hasil analisis besar butir menunjukkan nilai keseragaman antara 0,6 - 2,1, yang memperlihatkan bahwa keseragam an butiran sedimen daerah penelitian baik hingga sangat buruk.

- Moment 3 (skewness atau kemencengan);

menyatakan tingkat kemencengan dari distribusi normal yang mempunyai nilai kemencengan 0, kurva distribusi normal berbentuk simetri, yakni seimbang antara bagian kiri sebagai populasi butiran kasar dan bagian kanan sebagai populasi butiran halus. Populasi butiran sedimen yang cenderung lebih banyak berukuran kasar mempunyai nilai kemencengan positif, dan sebaliknya cenderung berukuran halus mempunyai nilai kemencengan negatif (Gambar 6). Hasil analisis besar butir menunjukan nilai kemencengan dari -0,4 hingga +0,9, yang memperlihatkan populasi butiran sedimen daerah penelitian

bervariasi dari yang cenderung kasar hingga cenderung halus.

- Moment 4 (Kurtosis atau keruncingan);

menyatakan tinggi rendahnya kurva ke runcingan terhadap kurva distribusi normal (Gambar 7). Nilai keruncingan 3 disebut mesokurtik. Keruncingan berada di atas normal bernilai > 3 disebut lep-tokurtik, dan sebaliknya nilai di bawah normal < 3 disebut platikurtik. Hasil analisis besar butir menunjukan nilai kurtosis antara 1,8 - 4,1, yang mempe-lihatkan variasi keruncingan berada di bawah hingga diatas normal.

Mean Mode Mode Mean Mean Mode Median

Median

Median

a b c

Gambar 6. Variasi kemencengan: (a) kemencengan negatif, (b) kemencengan normal, (c) kemencengan positif. Leptokurtik Mesokurtik Platikurtik 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 -3 -2 -1 0 1 2 3

Gambar 7. Kurva keruncingan terhadap distribusi normal.

Distribusi di atas semuanya simetris ter-hadap nilai rata-ratanya. Kurva berwarna biru di kenal sebagai mesokurtik (kurva normal), kurva berwarna merah dikenal se-bagai leptokurtik (kurva runcing), dan kurva berwarna hijau dikenal sebagai platikurtik (kurva datar).

(12)

Berdasarkan data di atas, maka pola sebaran sedimen permukaan dasar laut daerah penelitian memperlihatkan pola fraksi sedimen halus seperti lanau dan lanau pasiran hingga pasir lanauan yang tersebar secara merata di bagian barat daya dan tenggara hingga ke bagian tengah daerah penelitian, jauh dari batuan sumber. Sementara keberadaan pasir hingga pasir sedikit kerikilan berada di sekitar pulau-pulau Paparan Doang-Spermonde. Butiran umumnya berasosiasi dengan fragmen terumbu karang, fragmen cangkang dan mikrofauna (foraminifera), serta di tepian selatan daratan Sulawesi. Sedimen berasal dari sungai-sungai di Sulawesi selatan, yang dekat dengan batuan sumber. Berdasarkan data di atas, maka parameter statistik lebih menginformasikan aspek yang dapat digunakan untuk mengetahui dinamika sedimentasi (Blaeser dan Ledbetter, 1980). Dengan demikian, hal tersebut di atas menunjukkan bahwa sebaran fraksi sedimen kasar dikontrol oleh proses arus atau energi yang tidak stabil, kondisi turbulensi, dan gelombang yang terjadi. Sementara sebaran fraksi sedimen halus dikontrol oleh energi yang relatif stabil dan tenang, serta keberadaan jauh dari batuan sumber.

KESIMPULAN

Secara megaskopis, tekstur sedimen di dae-rah penelitian berupa lanau abu-abu kehijau-an hingga pasir sedikit kerikilkehijau-an berwarna kehitaman. Berdasarkan parameter statistik, sebaran fraksi sedimen halus dikontrol oleh energi yang relatif stabil dan tenang serta menunjukkan telah mengalami transportasi yang cukup jauh dari batuan sumbernya. Sebaliknya, fraksi sedimen kasar di da-erah penelitian dikontrol oleh proses arus atau energi yang tidak stabil pada kondisi turbulensi dan gelombang laut serta dekat

dengan batuan sumber. Mineral lempung yang terdapat di daerah penelitian pada u mumnya berupa ilit, kaolinit, dan montmo-rilonit. Keberadaan berbagai jenis mineral lempung di daerah penelitian tidak serta merta mengindikasikan adanya hubungan langsung dengan batuan di bawah Cekung-an Spermonde. Namun demikiCekung-an, dapat diperkirakan bahwa mineral ilit berhubung-an dengberhubung-an endapberhubung-an aluvium atau endapberhubung-an sistem sungai, sedang kan mineral kaolinit boleh jadi berasosiasi dengan batuan beku asam yang berasal dari daratan Sulawesi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan anggota Kelompok Pelaksana Litbang Pemetaan Puslitbang Geologi Kelautan atas diskusi dan masukannya, terutama kepada Tommy Naibaho, sehingga tulisan ini dapat terwujud. Terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh kru dan teknisi KR. Geomarine III atas segala kerja samanya selama pengambilan data geologi dan geofisika di perairan Spermonde.

ACUAN

Blaeser, C. R. dan Ledbetter, M., 1980. Deep-sea bottom-currents differentiated from texture of underlying sediment. Journal of Sedimentary Petrology, 52, h.755-768.

Folk, R.L., 1980. Petrology of Sedimentary Rocks. Hemphill Publishing, Austin, TX, 184h.

Gordon, A.L. dan Susanto, R.D., 2001. Banda Sea Surface Layer Divergence. Ocean Dynamics, 52, h.2-10. http://dx.doi.org/10.1007/s10236-001-8172. Kartaadiputra, L.W. dan Samuel, L., 1982. Oil Exploration in Eastern Indonesia, Facts and Perspectives. Proceedings of Indonesian Petroleum

Association, 11th Convention, h.53-81.

Katili, J., 1978. Past and present geotectonic position of Sulawesi, Indonesia. Tectonophysics, 45, h.289-322.

Rahadiawan, R., Naibaho, T., dan Arifin, L. 2012. Struktur dan Stratigrafi Cekungan Spermonde,

(13)

Sulawesi Selatan: Studi Pendahuluan Seismik 2D. Majalah Geologi Indonesia, 26 (2), h.83-91. Sikumbang, N., 1990. The Geology and Tectonics of the Meratus Mountains, South Kalimantan, Indonesia: Geologi Indonesia, Journal of the Indonesian Association of Geologists, 13 (2), h.1 - 31. Simandjuntak, T.O., dan Barber, A.J., 1996. Contrasting tectonic styles in the Neogene orogenic belts of Indonesia. Dalam: Hall, R. dan Blundell, D. (eds) Tectonic Evolution of Southeast Asia.

Geological Society Special Publication, 106, h.185-201.

Situmorang, B., 1982. Formation, Evolution and Hydrocarbon Prospect of the Makassar Basin, Indonesia. Transaction of the Third-Circum Pacific Energy and Mineral Recources Conference, h.227-231.

Surono, 1989. The molasse of Sulawesi’s East Arm, Indonesia Geological Research Development Centre Bulletin, 13, h.39-45.

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi perairan Spermonde, Sulawesi Selatan. Kotak berwarna  kuning dalam Peta Indeks   menunjukkan lokasi penelitian (Sumber peta: Google Earth, imagery date 14/03/2013).
Gambar 2. Contoh rekaman Reson 420DS lintasan SPRM-019 memperlihatkan morfologi bergelombang yang  ditempati oleh sedimen fraksi kasar hingga batuan keras
Gambar 3.  Peta  batimetri daerah  penelitian  dengan  interval kontur kedalaman 100 m
Gambar 4. Peta sebaran sedimen permukaan dasar laut perairan selatan Selat Makassar  dan  Spermonde
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari perhitungan diperoleh nilai p-value sebesar 0,52 yang menunjukkan bahwa nilai tersebut lebih besar dari level of significan α = 0,05, maka dapat

Dalam hal ini penulis menggunakan data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari hasil nilai evaluasi danrespon peserta Diklat, dengan menggunakan instrumen

ssupardi@litbang.depkes.go.id.. Berdasarkan hasil dan pembahasan, diambil kesimpulan penelitian sebagai berikut: 1) Peraturan perundang- undangan yang terkait pengawasan iklan

Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut Standard Operating Procedure

Berdasarkan uji coba lapangan diperoleh rata-rata respon guru dan siswa terhadap bahan ajar berbasis inkuiri yang dikembangakan pada uji coba lapangan utama sebesar

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji langkah perancangan aplikasi m-learning dengan J2ME untuk penyediaan bahan ajar perkuliahan program studi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa terhadap 36 pasien tuberkulosis paru diperoleh data