• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Ejaan Bahasa Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Ejaan Bahasa Indonesia"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

Ejaan Bahasa Indonesia

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Oleh :

1. Venty Indhira Husna 145100301111001 2. Septiana Rosari 145100301111009 3. Titis Suryaningtyas 145100301111017 4. Setianingsih 145100301111025 5. Trisillia Indirahayu 145100301111033 6. Tiara Maha Dian 145100301111041

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)
(3)
(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia, baik secara lisan maupun tulisan. Penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam bentuk tulisan harus memperhatikan ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Namun dalam kehidupan sehari-hari, kaidah penulisan ejaan sering tidak diperhatikan. Ejaan bahasa Indonesia mengalami berbagai perkembangan hingga diberlakukan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). 1.2 Masalah

1. Bagaimana penulisan ejaan yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari?

2. Bagaimana penulisan ejaan yang sesuai EYD? 1.3 Tujuan

1. Mengetahui perkembangan ejaan bahasa indonesia 2. Mengetahui penulisan ejaan yang sesuai EYD 1.4 Manfaat

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ejaan

Ejaan dapat diartikan sebagai perlambangan bunyi-bunyi bahasa dengan huruf. Secara khusus ejaan berarti keseluruhan ketentuan yang mengatur

perlambangan bunyi bahasa termasuk pemisahan dan penggabungannya.

Pengertian lain ejaan ialah seperangkat aturan atau kaidah yang mengatur cara melambangkan bunyi, cara memisahkan atau menggabungkan kata dan cara menggunakan tanda baca. Dalam sistem ejaan suatu bahasa ditetapkan bagaimana fonem-fonem dalam bahasa itu dilambangkan. Lambang fonem itu dinamakan huruf. Susunan sejumlah huruf dalam suatu bahasa disebut abjad.

B. Sejarah Perkembangan Ejaan

1. Ejaan Van Ophuijsen

Aksara Arab Melayu dipakai secara umum di daerah Melayu dan daerah-daerah yang telah menggunakan bahasa Melayu. Akan tetapi, karena terjadi kontak budaya dengan dunia Barat, sebagai akibat dari kedatangan orang Barat dalam menjajah di Tanah Melayu itu, di sekolah-sekolah Melayu telah digunakan aksara latin secara tidak terpimpin. Oleh sebab itu, pada tahun 1900, menurut C.A Mees (1956:30), Van Ophuijsen, seorang ahli bahasa dari Belanda mendapat perintah untuk merancang suatu ejaan yang dapat dipakai dalam bahasa Melayu, terutama untuk kepentingan pengajaran. Jika penyusunan ejaan itu tidak cepat dilakukan, dikhawatirkan bahwa sekolah-sekolah tersebut akan menyusun dengan cara yang tidak terpimpin sehingga akan muncul kekacauan dalam ejaan tersebut.

(6)

Ejaan ini dipakai selama 46 tahun. Huruf-huruf yang mendukung Ejaan Ophuijsen dalam bahasa Melayu sebagai berikut : ajam, elang, ekor, itik, orang, oelar, petai, kerbau, amboi, kapal, galah, tjerah, djala, tikar, darah, pasar, hilah, rasa, lipat, warna, soedah, habis, singa, njanji, mana, tida’, akal, mulai. Pemakaian angka dua menyatakan perulangan tidak dibenarkan. Pengulangan penyebutan sebuah kata harus dilakukan dengan menulis secara lengkap kata tersebut.

Ejaan ini belum dikatakan berhasil karena Van Ophuijsen dan teman-temannya mendapat kesulitan memelayukan tulisan beberapa kata yang diambil dari bahasa Arab yang mempunyai warna bunyi bahasa yang khas. Oleh sebab itu, dia memlilih bunyi ch, sj, z, f, secara tidak taat asas karena sudah banyak bahasa Arab yang dimelayukan sehingga empat huruf itu tidak terpakai dengan baik.kemudian muncul persoalan warna bunyi dari Arab yang disebut hamzah dan ain yang dilambangkan masing-masing dengan tanda apostrof (‘). Kesukaran-kesukaran itu selalu diperbaiki dan disempurnakan oleh Van Ophuijsen. Ejaan tersebut secara lengkap termuat dalam buku yang berjudul Kitab Logat Melajoe. Pada tahun 1926 sistem ejaan mendapat bentuk yang tetap.

(7)

Beberapa tahun sebelum Indonesia merdeka yakni pada masa pendudukan Jepang, pemerintah sudah mulai memikirkan keadaan ejaan kita yang tidak mampu mengikuti perkembangan ejaan internasional. Oleh sebab itu, Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pengubahan ejaan untuk menyempurnakan ejaan yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, pada tahun 1947 muncullah sebuah ejaan baru sebagi pengganti ejaan Van Ophuijsen. Ejaan tersebut diresmikan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia, Dr. Soewandi , pada tanggal 19 Maret 1947. Hal-hal yang menonjol dalam Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi adalah sebagai berikut :

a. Huruf “oe” diganti dengan “u”, seperti dalam kata berikut : Goeroe menjadi guru

Itoe menjadi itu Oemoer menjadi umur

b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan “k”, seperti dalam kata berikut :

Tida’ menjadi tidak Ra’yat menjadi rakyat Pa’ menjadi pak

c. Angka dua boleh dipakai untuk menyatakan pengulangan, seperti dalam kata berikut :

Anak-anak menjadi anak2

Berjalan-jalan menjadi ber-jalan2

d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti dalam kata berikut :

Diluar (kata depan), dikebun (kata depan), ditulis (awalan), ditimpa

(awalan)

e. Tanda trema tidak dipakai lagi sehingga tidak ada perbedaan antar suku kata diftong, seperti dalam kata berikut :

Didjoeempai menjadi didjumpai Moelai menjadi mulai

f. Tanda aksen pada huruf e tidak dipakai lagi, seperti dalam kata berikut : Èkor menjadi ekor

(8)

Be-rangkat menjadi ber-angkat Atu-ran menjadi atur-an

i. Huruf-huruf q, x, dan y tidak diatur pemakaiannya dalam ejaan, huruf c hanya dipakai dalam hubungannya dengan huruf ch.

3. Ejaan Malindo

Ejaan Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan ejaan Melayu dan Indonesia. Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan, Sumatera Utara. Ejaan Malindo ini belum sempat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari karena saat itu terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia.

4. Ejaan yang Disempurnakan

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) diresmikan oleh presiden soeharto pada 16 agustus 1972. Dikatakan Ejaan Yang Disempurnakan karena merupakan penyempurnaan dari ejaan yang telah ada sebelumnya. Kebijakan baru yang ditetapkan dalam EYD antara lain :

a. Perubahan huruf

b. Peresmian penggunaan huruf f, v, dan z 1. f : fakir, maaf

2. v : universitas 3. z : lezat

c. Huruf yang dipakai dalam ilmu eksakta

1. Pemakaian huruf q dalam rumus a : b = p : q 2. Pemakaian huruf x dalam istilah Sinar-X

d. Penulisan di- dan ke- sebagai awalan serta di dan ke sebagai kata depan 1. Penulisan di- dan ke sebagai awalan diserangkaikan dengan kata yang

mengikutinya. Contoh : ditulis, dibaca, keindahan, keamanan

(9)

e. Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak menggunakan angka 2. Contoh : Anak-anak, berjalan-jalan, mengangguk-angguk

Secara umum EYD membahas tentang :

1. Pemakaian huruf 2. Penulisan huruf 3. Penulisan kata

4. Penulisan unsur serapan 5. Pemakaian tanda baca

C. Kaidah dan Penerapan Ejaan A. Angka dan lambang bilangan

Angka dan lambang dipakai untuk: 1. Nomor

2. Ukuran

3. Nomor jalan atau rumah pada alamat 4. Nomor bab atau ayat kitab suci 5. Lambang dengan huruf

6. Lambang bilangan tingkat

7. Lambang bilangan yang mendapat akhiran –an

8. Lambang bilangan yang dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali dipakai berturut-turut

9. Lambang bilangan pada awal kalimat 10. Lambang bilangan utuh yang besar

B. Pemakaian tanda baca 1. Tanda titik

a. Akhir kalimat

b. Di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar atau daftar c. Memisahkan jam, angka jam, menit, dan detik atau menunjukkan

jangka waktu d. Daftar pustaka

e. Memisahkan bilangan ribuan

f. Tidak dipakai pada bilangan yang tidak menyatakan jumlah, judul, dan alamat surat

2. Tanda koma

a. Di antara unsur-unsur dalam rincian atau pembilangan

b. Memisahkan klausa yang menggunakan tetapi atau melainkan c. Memisahkan anak kalimat dari induk kalimat

d. Sesudah oleh karena itu, jadi, lagi pula, dan akan tetapi e. Sesudah kata seru

f. Kalimat langsung

g. Bagian-bagian dari alamat atau tempat yang berurutan h. Daftar pustaka

(10)

j. Untuk mengapit keterangan tambahan 3. Tanda titik koma

a. Untuk memisahkan bagian kalimat yang setara b. Sebagai pengganti kata penghubung

4. Tanda Hubung

a. Menyambung suku kata kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris

b. Menyambung kata dengan imbuhan pada pergantian baris c. Menyambung unsur-unsur kata ulang

d. Menyambung huruf yang dieja satu-satu atau bagian-bagian tunggal e. Memperjelas hubungan bagian-bagian kata

f. Merangkai se- dengan kata yang dimulai huruf kapital, ke- dengan angka, angka dengan –an, singkatan berhuruf kapital dan nama jabatan rangkap

g. Merangkai unsur bahasa Indonesia dan bahasa asing 5. Tanda titik dua

a. Untuk pemerian b. Pada teks drama

c. Di antara jilid atau nomor halaman, di antara bab dan ayat dalam kitab suci, di antara judul dan anak judul, nama kota, dan penerbit buku acuan pada karangan

6. Tanda pisah

a. Membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan b. Keterangan oposisi

c. Berarti ‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’ 7. Tanda ellipsis

a. Dalam kalimat yang terputus-putus

b. Menunjukkan ada bagian yang dihilangkan 8. Tanda Tanya

a. Pada akhir kalimat tanya

b. Di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan

9. Tanda Seru

Pada ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidak percayaan, atau emosi yang kuat 10. Tanda kurung siku

a. Mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi pada tulisan orang lain

b. Mengapit petikan langsung

c. Mengapit judul, syair, karangan , atau bab buku dalam kalimat

d. Mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau mempunyai arti khusus

(11)

a. Mengapit petikan dalam petikan

b. Mengapit makna, terjemahan, penjelasan kata atau ungkapan asing 12. Tanda garis miring

a. Nomor surat, nomor alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun

b. Pengganti kata “atau” dan “tiap” 13. Tanda penyingkat atau apostrof

Tanda penyingkat dipakai untuk menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.

D. Fungsi Ejaan

1. Sebagai landasan pembakuan tata bahasa

2. Sebagai landasan pembakuan kosakata dan peristilahan 3. Penyaring masuknya unsur-unsur bahasa lain

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

(12)

DAFTAR PUSTAKA

http://kesmas-fkm.blogspot.com/2012/12/contoh-makalah-ejaan.html http://muhammadfahliadi.blogspot.com/2013/09/pengertian-ejaan.html

http://ejaanindonesia.blogspot.com/

Referensi

Dokumen terkait

Menurut seorang ahli bahasa ada sekitar 5.000 kata-kata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Belanda, tetapi tidak semua kata-kata lazim dan sering

Bahasa Indonesia mengalami tiga fase perkembangan selama 81 tahun (1928—2009), yaitu (1) fase bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang ditandai adanya Ejaan van

Setiap suku kata bahasa Indonesia ditandai oleh sebuah vokal. Huruf vokal itu dapat didahului atau diikuti oleh huruf konsonan. Persukuan atau pemisahan suku kata biasanya kita

Penulisan ejaan dalam bahasa Indonesia, misalnya berkaitan dengan penggunaan huruf kapital, penulisan kata ganti, penulisan angka dan lambang bilangan,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris hubungan antara sikap bahasa dan pengetahuan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) dengan kompetensi menulis narasi

Febby Ineza Rahmawati 20011213 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2020... Ejaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar

Manser et al 2003 menyatakan bahwa terdapat dua jenis kesulitan yang dihadapi oleh pembelajar bahasa Inggris dalam konteks ejaan yaitu 1 ejaan yang bertele-tele, misalnya seperti kata

Sebukan dan jelaskan fungsi ejaan Ejaan berdasarkan fungsinya ada 2 yaitu - Landasan pembakuan tata Bahasa yaitu penggunaan ejaan dalam penulisan Bahasa akan membuat tata Bahasa