• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TEKNOLOGI TERMAL UNTUK PENGOLAHAN SAMPAH (INSINERASI) Oleh : Kardono. Bahan Diskusi Internal Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN TEKNOLOGI TERMAL UNTUK PENGOLAHAN SAMPAH (INSINERASI) Oleh : Kardono. Bahan Diskusi Internal Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN TEKNOLOGI TERMAL UNTUK

PENGOLAHAN SAMPAH (INSINERASI)

Oleh : Kardono

Bahan Diskusi Internal

Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT

(2)

Referensi

Alonso-Torres Beatriz et. al., 2010, Design of a Municipal Solid Waste Incinerator Based on

Hierarchical Methodology, CHEMICAL ENGINEERING TRANSACTIONS Volume 21, 2010, ISBN 978-88-95608-05-1 ISSN 1974-9791.

 María Margallo, et al., 2012, Best Available Techniques in Municipal Solid Waste Incineration: State of the Art in

Spain and Portugal, CHEMICAL ENGINEERING TRANSACTIONS VOL. 29, 2012, ISBN 978-88-95608-20-4; ISSN 1974-9791.

 WORLD BANK, 1999, Technical Guidance Report, Municipal Solid Waste Incineration , Washington, D.C.

20433, U.S.A.

 UNIDO – UNITED, 1991, Audit And Reduction Manual For Industrial Emissions And Wastes, United Nations

Publication, Sales No. : 91-III-D6, ISBN 92-807-1303-5, Copyright © 1991 UNEP, First edition 1991.

 LaGrega, M.D, et.al., 2001, Hazardous Waste Management (Chapter 12: Thermal Method), McGraw-Hill

International Edition.

 Jerry W. Crowder, Jerry W, John R. Richards, Inspection of Gas Control Devices and Selected Industries, Student

Manual, APTI Course 455, Third Edition, USEPA, Office of Air, Noise and Radiation, Office of Air Quality Planning and Standards, Research Triangle Park, NC 27711

 Gerald T. Joseph, David S. Beachler, Control of Gaseous Emissions, Student Manual, APTI Course 415, USEPA,

Office of Air, Noise and Radiation, Office of Air Quality Planning and Standards, Research Triangle Park, NC 27711

 Shammas, N. K. and L. K. Wang (2010), Incineration and Combustion of Hazardous Wastes, in Handbook of

Advanced Industrial and Hazardous Wastes Treatment (Editors: L. K. Wang, Yung-Tse Hung, N. K. Shammas), CRC Press,Boca Raton, FL 33487-2742.

 Walter R. Niessen (2002), Combustion and Incineration Processes, Third Edition, Marcel Dekker, Inc., 270

(3)

Urutan Presentasi

I. APA ITU TEKNOLOGI TERMAL?

II. KELOMPOK SISTEM TERMAL UNTUK SAMPAH III. SYARAT INSINERASI SAMPAH

• Proses Insinerasi

• Keuntungan/ Kerugian Insinerasi • Faktor-faktor Penting Insinerasi • Technical Plant Overview

• Lokasi Fasilitas: Isu dan Kriteria Kunci

IV. TEKNOLOGI INCINERATOR

• Isu Kunci/ Kriteria Kunci Teknologi

• Perbedaan 3 tipe Teknologi Insinerasi Sampah

V. TENTANG GRATE INCINERATOR

• Desain dan Layout

• Beberapa Contoh Data Operasi

 Area/ lahan  Energi  Air  Emisi  Air Limbah  Residu

(4)

I. APA ITU TEKNOLOGI TERMAL?

Teknologi termal adalah proses termokimia untuk

menghasilkan energi (listrik, bahan bakar atau panas);

misalnya pembakaran atau gasifikasi sampah (MSW).

Fasilitas termal sampah juga dikenal dengan istilah

fasilitas “limbah-ke-energi” (“waste-to-energy /WTE”).

Sebenarnya incinerator – utamanya untuk

penghancuran limbah (waste destruction).

Jika boiler and industrial furnaces (BIFs) – utamanya

(5)

Incinerator vs BIF

Insinerator yang digunakan untuk mmembakar limbah B3

atau sampah tujuan utamanya untuk penghancuran/

pengolahan limbah, namun kadang-kadang sedikit energi atau

material dapat diperoleh.

Jika dilakukan dengan benar, insinerasi dapat

menghancurkan senyawa organik beracun dan

mengurangi volume limbah.

Oleh karena logam tidak terbakar, insinerator bukan cara

efektif untuk mengolah metal dalam limbah.

BIF membakar limbah untuk pemulihan potensi energi

dan material, dengan manfaat sekundernya pengolahan

(6)

II. KELOMPOK SISTEM TERMAL UNTUK

SAMPAH

A.

Sistem pembakaran konvensional,

B.

Sistem gasifikasi, dan

C.

Memanfaatkan sampah (atau komponen

sampah) sebagai campuran bahan bakar

terhadap bahan bakar fosil.

(7)

A. Sistem Pembakaran Konvensional

(“transformation”)

Sistem pembakaran konvensional

membakar campuran sampah ( tanpa

diproses atau diproses minimal) dalam

insinerator.

(8)

B. Sistem Gasifikasi

Ada 3 tipe sistem gasifikasi: (1) gasifikasi konvensional, (2)

pirolisa dan (3) plasma arc.

1.

Sistem gasifikasi konvensional

• membakar sampah padat dalam ruang bakar (kiln) dengan suhu tinggi dalam kondisi oksigen berkurang yang menghasilkan

bahan bakar gas sintesis (syngas).

• Produk syngas: CO, H2, CH4 dan hidrokarbon ringan lainnya.

• Gasifikasi mungkin juga menghasilkan cairan dalam bentuk tar atau minyak, padatan misal arang (char) dan abu.

(9)

B. Sistem Gasifikasi

2. Sistem pirolisa

Degradasi limbah padat secara termal dalam kondisi tanpa O

2

atau udara.

Prosesnya mirip dengan gasifikasi konvensional tetapi

dioptimalkan untuk memproduksi bahan bakar cair atau minyak

pirolisa (kadang disebut “bio-oil”); juga menghasilkan produk gas

dan padatan (arang).

Cairan pirolisa dapat digunakan langsung (sebagai bahan bakar

boiler dan mesin stasioner), atau disuling (refined) untuk

menghasilkan kualitas yang lebih tinggi (misal sebagai bahan bakar

motor, bahan kimia, adhesive, dll).

(10)

B. Sistem Gasifikasi

3. Gasifikasi plasma arc

Menggunakan voltase listrik yang tinggi untuk

menciptakan medan listrik yang memanasi sampah

pada suhu yang sangat tinggi.

Intensitas panas bisa memecah molekul organik

menjadi molekul gas yang sederhana misalnya H2, CO

dan CO2.

Bagian anorganik dari MSW diubah (divitrifikasi)

menjadi residu mirip kaca yang dapat digunakan dalam

konstruksi atau bahan paving.

(11)

C. Sampah sebagai Bahan Bakar Campuran/

Alternatif

MSW atau tipe tertentu dari sampah yang

dipisahkan dapat digunakan sebagai bahan bakar

tambahan di beberapa fasilitas.

Misalnya, sampah ban digunakan sebagai bahan bakar

campuran di pabrik semen.

Potongan-potongan ranting kayu yang berasal dari

(12)

Proses Termal MSW

Insinerasi Gasifikasi BBA Power Power Bahan Kimia Bahan Bakar Steam Syngas MSW Power Padat

(13)
(14)

Proses Incinerasi

 Proses pembakaran berdasarkan prinsip 3T:

1) Time (waktu);

2) Temperature;

3) Turbulence (kecepatan gas, pencampuran)

 Dapat mengurangi MSW sekitar 90% volume atau 75% berat.

 Suhu pembakaran tinggi memastikan pembakaran sempurna untuk

menghilangan bau, menghasilkan produk gas dan abu yang tidak bahaya dan beracun.

 Stabilisasi limbah - Output dari insinerator lebih inert akibat oksidasi bahan

organiknya.

 Pemulihan energi dari limbah - Energi yang dipulihkan untuk menghasilkan uap

yang digunakan sebagai pembangkit listrik atau energi panas.

 Sterilisasi limbah - Untuk memastikan penghancuran patogen sebelum

(15)

Keuntungan Insinerasi

 Volume dan berat limbah terkurangi.

 Pengurangan limbah terjadi segera, tidak memerlukan waktu panjang.  Limbah dapat dibakar di dekat lokasi sumber tidak harus diangkut ke

lokasi yang jauh.

 Emisi udara dapat dikontrol secara efektif untuk mengurangi dampak

lingkungan (atmosfer)

 Residu abu insinerasi biasanya tidak akan membusuk atau lebih steril.  Tersedia teknologi terbaik (BAT) dan efektif.

 Memerlukan TPA yang relatif kecil dibandingkan TPA sampah.

 Dengan menggunakan teknik pemulihan panas/ energi, biaya operasi

(16)

Kerugian Insinerasi (1)

Menghasilkan abu terbang (fly ash) dan gas kontaminan sehingga

perlu perangkat kontrol polusi.

Biaya modal besar.

Butuh operator yang terampil

Tidak semua material limbah dapat dibakar (misal: material

konstruksi dan bongkaran).

Suplemen bahan bakar diperlukan untuk start dan untuk

mempertahankan proses pembakaran.

Kekhawatiran publik tentang pembakaran sampah kota (MSW)

(17)

Kerugian Insinerasi (2)

Residu padat yang tersisa di tungku (bottom ash) harus dikirim

ke TPA.

Dioksin terbentuk seperti dalam pembakaran limbah yang

mengadung klorin misal PCB dan PVC.

Dampak Kesehatan seperti

o Gangguan sistem saraf ; o Gangguan tiroid;

o Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh;

(18)

Faktor-faktor Penting Insinerasi

1. Kadar air sampah

Tambah tinggi kadar air sampah, lebih banyak bahan bakar yang digunakan untuk proses penghancurkan.

2. Nilai kalor

Tanpa nilai kalor yang signifikan, insinerasi tidak akan menjadi cara pengelolaan sampah yang layak, terutama dalam kerangka WTE.

3. Garam anorganik

Sampah yang mengandung banyak anorganik, garam-garam alkalin akan

terakumulasi pada permukaan furnace, menghasilkan slag atau cake yang sangat menurunkan kinerja insinerator.

4. Kandungan sulfur atau halogen yang tinggi

Adanya klorida atau sulfida dalam limbah umumnya membentuk senyawa asam dalam gas emisi.

(19)

Technical Plant Overview (1)

Sistem insinerasi MSW terdiri dari beberapa sub-sistem sbb:

Registrasi dan kontrol sampah masuk.

Untuk tujuan pembayaran, monitoring, dan kontrol, sampah harus disebutkan (declared), ditimbang dan dicatat setealh masuk pabrik.

Pengurangan ukuran, pemilahan dan inspeksi

sampah (opsional).

Tergantung pada tipe sampah dan asalnya, mungkin perlu

mengurangi ukurannya, memilah dan menginspeksi semua atau bagian sampah yang diterima.

(20)

Technical Plant Overview (2)

Penerimaan (unloading) dan hopper untuk sampah

Sampah diturunkan masuk ke penyimpanan (bunker) atau sistem hopper. Kapasitas penyimpanan harus memperhatian variasi harian atau

mingguan jumlah sampah dan untuk pencampuran sampah (menghomogenkan) untuk diumpankan ke ruang bakar.

Feeding system

Sampah dimasukkan dari hopper ke dalam ruang bakar biasanya menggunakan crane atas.

Furnace

Sampah pertama kali dikeringkan, kemudian dinyalakan, kemudian dibakar sempurna dalam zona pembakaran yang tersusun secara seri pada movable grate.

(21)

Technical Plant Overview (3)

Sistem Pemulihan Energi

Energi dipulihkan (recovered) sebagai power, panas atau uap (atau kombinasinya), tergantung pada kebutuhan pasarnya.

Sistem pengambilan abu dan clinker

(slag)

Abu dan clinker dikumpulkan dan dibawa dengan conveyor atau sistem doorong.

Abu dan clinker dapat disaring, dipilah dan dimanfaatkan untuk pengerasan tanah/ jalan. Sisanya dikirim ke TPA.

(22)

Technical Plant Overview (4)

Sistem Kontrol Polusi Udara (APC system).

Tergantung tingkat kebersihan yang dinginkan–EP, baghouse filter, cyclone, scrubber, pembersih gas (SO2, NOx, dioxin/furan)

Cerobong

Emisi yang sudah ditreatmen akhirnya keluar ke atmosfer melalui cerobong.

Tinggi cerobong tergantung apada kondisi topografi dan kondisi meteoorologi.

(23)

Lokasi Fasilitas (1)

Isu-isu Kunci

 Lokasi harus ditetapkan berdasarkan isu ekonomi dan lingkungan. Dampak

lingkungan dan kesehatan harus dikaji.

 Fasilitas insinerasi sampah sebanding dengan industri menengah sampai berat

dalam kaitannya dengan dampak lingkungan, gangguan publik, keperluan jaringan transportasi, dan infrastruktur lainnya.

 Fasilitas insinerasi sampah akan menghasilkan energi (panas atau listrik), maka

sebanding dengan sistem pembangkit listrik fosil.

 Fasilitas insinerasi sampah juga sebanding dengan PLTU batubara kaitannya

dengan polutan (emisi) dan residu padatan dari pembakaran dan operasi APC. Oleh karena itu, fasilitas insinerasi ini sebaiknya dekat dengan pembangkit energi fosil agar terjadi kerjasama yang saling menguntungkan terhadap fasilitas layanan yang dibutuhkan.

(24)

Lokasi Fasilitas (2)

Kriteria kunci



: TPA tipe kontrol dan dioperasikan dengan baik (controlled

and well-operated landfill) harus tersedia untuk menimbun

residu.



:

Dalam kaitannya dengan kualitas udara, lokasi dengan situasi

inversi dan asbut (smog) yang panjang kurang tepat.



:

Fasilitas insinerasi sampah harus ditempatkan pada lokasi tata

guna lahan yang didedikasikan untuk industri menengah atau

berat.



:

Fasilitas insinerasi sampah harus ditempatkan pada area

industri yang dekat dengan pembangkit energi.

(25)

Lokasi Fasilitas (3)

Kriteria kunci

: Harusnya tidak boleh > 1 jam transport sampah dari sumber ke fasilitas insinerator.

: Fasilitas insinerasi sampah harus berada 300–500 m dari permukiman.

: Fasilitas insinerasi sampah harus berlokasi dekat dengan konsumen energi jika tidak masuk dalam jaringan distribusi PLN.

Kajian Kelaikan Lokasi

 Dekat dengan pusat pembangkit energi  Masalah Traffic dan transportasi

 Kualitas udara  Kebisingan

 Dekat dengan Jaringan distribusi energi (jaringan listrik)  Utilitas

(26)

IV. INCINERATION

TECHNOLOGY

(27)

Incineration Technology - Key Issues

Inti fasilitas insinerasi adalah sistem pembakaran – dibedakan

dalam 2 kategori:

1) membakar sampah langsung seperti apa adanya (mass burning of “as-received”

and inhomogeneous waste), dan

2) membakar sampah yang sudah ditreatmen awal dan dihomogenkan (pretreated

and homogenized waste).

“Mass burning waste” sedikit atau tidak membutuhkan treatmen

awal.

Sistem mass burning biasanya menggunakan tipe grate (jeruji)

bergerak (moving grate).

Insinerasi tipe grate bergerak dapat memenuhi kinerja teknis

dan mengakomodasi tingginya variasi dari komposisi dan nilai

kalor sampah.

(28)

Incineration Technology - Key Issues

Alternatifnya dan kurang umum digunakan adalah rotary kiln.  Pembakaran limbah yang ditreatmen awal dan dihomogenkan

memerlukan pengecilan ukuran, pencacahan dan pemilahan manual, sehingga jumlah tipe insinerasi ini terbatas.

 Alternatif terhadap pembakaran limbah yang ditreatmen awal dan

dihomogenkan secara teoritis adalah fluidized bed.

 Akan tetapi fluidized bed ini termasuk teknologi baru di dalam

(29)

Incineration Technology – Key Criteria

 Nilai kalor bawah (LCV) sampah minimal 6 MJ/kg (1434 Kcal/kg) sepanjang waktu. Rata-rata tahunan LCV minimal 7 MJ/kg (1673 Kcal/kg).

 Teknologinya berbasis mass burn technology dengan grate bergerak. Lebih dari itu, supplier yang dipilih harus mempunyai referensi cukup bahwa fasilitas tersebut beroperasi bagus beberapa tahun.

 Ruang bakar (furnace) harus didesain untuk operasi yang stabil dan kontinyu dan pembakaran pamungkas (sempurna) dari sampah dan gas emisinya (CO<50 mg/Nm3, TOC<10 mg/Nm3?).

 Jumlah sampah tahunan yang diinsinerasi tidak kurang dari 50.000 Ton, dan variasi mingguan penyediaan sampah untuk fasilitas

(30)
(31)

Incineration Technology - Treatmen awal

limbah

Sorting

Homogenization

(32)

Incineration Technology - Grate

 Grate bergerak yang didesain dengan benar dapat membawa dan

mengaduk sampah serta mendistribuskan udara dengan merata.

 Grate diletakkan dalam zona yang bisa secara individu diatur, dan udara

bakar biasanya dapat dipanasi awal (preheat) untuk mengakomodasi variasi sampah dengan LCV.

 Ada beberapa desain grate – bergerak ke depan, bergerak ke belakang,

bergerak ganda, rocking, dan roller.

 Desain detil grate tergantung pada pembuatnya, dan penerapannya

harus dievaluasi dengan seksama untuk komposisi sampah aktual.

 Yang penting juga, desain grate harus proven oleh pembuatnya

(33)

Incineration Technology- Grate

Keuntungan

 Tidak dibutuhkan sorting atau shredding.

 Teknologi banyak digunakan dan sudah terbukti untuk insinerasi limbah

(sampah) dan memenuhi syarat kinerja teknis.

 Dapat mengakomodasi variasi yang tinggi komposisi dan nilai kalor limbah  Memungkinkan tercapainya efisiensi termal sampai 85%.

 Setiap furnace dapat dibuat sampai kapasitas 1,200 t/hari (50 t/jam).

Kerugian

(34)

Incineration Technology – Rotary Kiln

 Insinerator tipe rotary kiln terdiri dari lapisan sampah yang dibakar dalam silinder berputar  Material ditranspor melalui furnace dengan putaran dari silinder miring

Keuntungan

 Tidak perlu sorting atau shredding.

 Efisiensi termal bisa mencapai sampai 80%

 Dapat mengakomodasi variasi yang besar komposisi dan nilai kalor sampah/limbah.

Kerugian

 Teknologi kurang umum digunakan untuk insinerasi sampah.  Biaya kapitas dan operasi yang tinggi

(35)

Incineration Technology – Fluidized Bed

 Insinerasi unggun terfluida didasarkan pada prinsip dimana partikel bercampur

dengan bahan bakar diunggunkan oleh udara. Reaktor biasanya terdiri dari

tungku vertikal berisi material granular misalnya pasir silica, kapur atau material ceramic.

Keuntungan

 Relatif rendah biaya modal dan perawatan karena desain yang sederhana.  Efisiensi termal sampai 90%

 Cocok untuk berbagai bahan bakar dan dapat untuk limbah padat dan cair

secara kombinasi atau sendiri-sendiri. Kerugian

 Sampai sekarang tidak umum atau belum terbukti secara teknolgi untuk sampah.  Relatif membutuhkan limbah dengan ukuran dan komposisi tertentu yang

(36)
(37)

Desain dan Tata Letak Mass Burning

Incineration System – Grate (1)

 Grate mempunyai 2 maksud utama: (1) untuk membawa, mencampur

dan mengukur bahan bakar (limbah), dan (2) untuk menyediakan dan mendistribusikan udara bakar primer ke dalam lapisan limbah.

 Insinerator tipe grate telah secara luas diterapkan untuk insinerasi

campuran sampah kota (MSW). Di Eropa 90% instalasi insinerator MSW menggunakan tipe grate.

 Insinerator tipe grate digunakan untuk limbah tidak homogen dan

bernilai kalor rendah.

 Sistem grate meliputi:

o Reciprocating grates

o Roller grates

(38)

Desain dan Tata Letak Mass Burning

Incineration System – Grate (2)

Insinerator tipe grate biasanya mempunyai

komponen sbb:

o

Pengumpan limbah (waste feeder)

o

Grate insinerasi

o

Pengeluar abu dasar (bottom ash)

o

Sistem pipa udara insinerasi

o

Ruang (kiln) insinerasi

(39)

Desain dan Tata Letak Mass Burning

Incineration System – Grate (3)

 Waktu tinggal limbah dalam grate insinerasi < 60 menit.  Suplai udara primer dan udara sekunder.

 Waktu tinggal gas > 2 detik dan suhu gas > 850 °C.

 Kesempurnaan pembakaran diindikasikan oleh kadar CO.  Biasanya tungku tambahan diperlukan untuk mencapai suhu

pembakaran yang ditetapkan.

 Grate perlu didinginkan karena suhu tinggi dapat merusak grate.  Dua sistem pendingin grate: udara pendingin dan air pendingin.  Pemanfaatan produk panas melalui pembentukan uap sangat panas

tekanan tinggi dari penukaran panas antara flue gas dan sirkuit air/steam dalam boiler.

(40)
(41)

MSW incineration furnaces with reciprocating grate (left) and

roller grate (right)

(42)
(43)
(44)

Data Operasi Proses berbasis Pengalaman (1)

Area

 Fasilitas WTE perlu area yang cukup. Dari pengalaman yang ada , tanah yang

dibutuhkan berkisar: 0,1 -0,25 m2 per ton umpan/ tahun; 0,16-0,19 m2/t untuk

grate incinerators , dan 0.68 m2/t untuk fluidized bed.

Energi

 Proses insinerasi perlu energi untuk operasi: pompa dan blower. Kebutuhannya

naik dari kegiatan:

o Sistem pre-treatment mekanikal: shredder dan alat pompa dan persiapan air.

o Pemanasan udara insinerasi

o Pemanasan kemabli gas emisi (misal untuk peralatantretamen gas )

o Operasi fasilitas evaporasi air limbah

o Sistem treatmn flue gas dengan kehilangan tekanan tinggi (misal sistem filtrasi).

o Penurunan nilai kalor limbah – perlu tambahan bahan bakar.

(45)

Data Operasi Proses berbasis Pengalaman (2)

European Commission (2006b), kebutuhan energi listrik

0,062-0,257 MWh/ ton limbah, dan 0,021 – 0,935 MWh /ton limbah

diinsinerasi.

McDougal et al. (2002): konsumsi listrik spesifik: 70 kWh dan

0,23 Nm3 gas alam per ton limbah yang dibakar selama start

up.

Konsumsi energi dari instalasi juga bervariasi tergantung nilai

kalor limbah.

Kira-kira 400-700 kWh listrik dibangkitkan dengan 1 ton MSW

(46)

Data Operasi Proses berbasis Pengalaman (3)

Air

Air digunakan dalam insinerasi limbah untuk berbagai

keperluan (flue gas treatment, steam production etc),

tetapi kebutuhan terbesar adalah untuk pembersih gas

emisi.

Umumnya laju keluaran di insinerasi MSW sekitar 250

kg/ton waste.

Laju konsumsi sampai 3,5 ton air/ton limbah.

Konsumsi air untukFGT sekitar 1-6 m3 / ton limbah

(47)

Indeks Lingkungan Proses (1)

Emisi Udara

Polutan yang signifikan diemisikan adalah gas-gas

asam ( SO2, NOx), CO2, PM, dioxins/furans

(PCDDs/PCDFs), VOC (VOC non-metana dan

metana) dan logam-logam berat.

Emisi udara dari fasilitas WTE tergantung pada

komposisi limbah masuk, tipe insinerator, kondisi

pembakaran, dan tipe FGT system.

(48)

Indeks Lingkungan Proses (2)

Air Limbah

Air digunakan insinerasi sampah untuk berbagai maksud (FGT,

produksi steam, dsb).

Limbah cair yang dihasilkan: 0,15-0,3 m3/ ton limbah masuk

insinerator (European Commission, 2006b).

Limbah cair yang dihasilkan: 200-770 liter dari sistem FGT per

ton limbah yang dibakar (McDougall et al., 2002)

Limbah cair juga berasal dari beberapa sumber (kondensat

cerobong setelah wet scrubber, air pembersih, air boiler, air

hujan terkontaminasi, dan diestimasi sampai 10.000 m

3

/tahun.

(49)

Indeks Lingkungan Proses (3)

Residu

 Residu padat dari fasilitas WTE timbul dari 2 sumber pembakaran (abu dasar dan abu terbang)

dan residu padat dari sistem pembersih bahan bakar gas.

 Tipikal insinerasi MSW sistem mass burn menghasilkan 220-390 kg abu dasar/ ton waste

(Dougal et al. 2002, European Commission 2006b).

 Jumlah abu dasar tergantung kadar abu dari masukan limbah.

 Sistem pembersih gas kering menghasilkan sekitar 45-52 kg abu dan residu per ton limbah.  Sistem semi wet menghasilkan 40 kg abu, dan sistem wet menghasilkan 20-30 kg abu dan 2,5-12

kg residu lumpur per ton limbah (McDougal et al. 2002).

 Laporan dengan hasil lebih tinggi, yaitu 32-80 kg residu /ton untuk sistem kering, 40-65 kg/ton

untuk sistem semi-dry and 30-50 kg/ton untuk sistem basah (European Commission, 2006b).

 MSW mengandung polutan anorganik (logam berat) yang tidak terdestruksi selama insinerasi;

(50)

Gambar

Diagram alir massa proses

Referensi

Dokumen terkait

Protein AdhO36 yang merupakan OMP S.Typhi diduga mengalami perubahan ekspresi pada lingkungan dengan kadar glukosa yang berbeda sehingga turut mempengaruhi proses

bahwa dengan berlakunya Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011

Once this pressure exceeds the pressure in the pulmonary artery for the right ventricle and the aorta for the left ventricle, the aortic valve and the pulmonic valve open.. It is

Penelitian untuk memprediksi kelulusan sertifikasi benih dengan menggunakan teknik data mining masih jarang dilakukan, dari beberapa penelitian dengan konteks yang

Aturan dasar pematrian adalah : Bidang pematrian harus bersih (bersifat logam murni) agar patri dapat merambat dengan baik, bahan pelumer dan kekuatan sambungan patri, suhu yang

Bahwa penggunaan media Pembelajaran dengan video compact disk dapat meningkatkan Kemampuan dan Ketrampilan Gerakan Senam Lantai Guling depan siswa Kelas VI SD Negeri 1

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hasil belajar fisika siswa pada ranah kognitif dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara data demografi dengan pengetahuan dan tidak ada pengaruh yang signifikan