• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA STRATEGIS TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENCANA STRATEGIS TAHUN"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2015 - 2019

BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

DI BANDA ACEH

Jl. Tgk. Daud Beureueh No.110 Banda Aceh

Telp:0651-23926 Fax: 0651-22735 Email: [email protected]

: BBPOM Aceh

2015

2016

2017

2018

(2)

TAHUN 2015 - 2019

BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

DI BANDA ACEH

Jl. Tgk. Daud Beureueh No.110 Banda Aceh

Telp:0651-23926 Fax: 0651-22735 Email: [email protected]

: BBPOM Aceh

2015

2016

2017

2018

(3)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

i

KATA PENGANTAR

Renstra yang merupakan Rencana strategis adalah salah satu amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Renstra merupakan dokumen perencanaan yang memuat visi misi, tujuan dan sasaran dan strategi kebijakan serta program dan kegiatan dari Kementrian / lembaga dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Renstra merupakan bagian dari perencanaan nasional, sehinggga harus sinkron dan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan mendukung pencapaian program program prioritas pemerintah.

Rencana strategis Balai Besar POM di Banda Aceh tahun 2015 – 2019 disusun dengan mengacu kepada Rencana strategis Badan POM RI yang mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional(RPJMN) tahun 2015 – 2019 yang telah ditetapkan oleh Presiden.

Renstra Balai Besar POM di Banda Aceh berisi visi misi dan tujuan strategis serta program yang merupakan instrument kebijakan yang berisikan satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh Balai Besar POM di Banda Aceh untuk mencapai sasaran dan tujuannya. Di dalam Renstra ini telah dirumuskan tujuan, program dan kegiatan Balai Besar POM di Banda Aceh yang dilakukan pada periode 2015 – 2019 dalam pelaksanaan pembangunan di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Target target kinerja output telah ditetapkan. Target kinerja tersebut merupakan komitmen kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh kepada Pemerintah dan akan menjadi kewajiban bersama seluruh jajaran Balai Besar POM di Banda Aceh untuk dapat mencapainya. Oleh karena itu dokumen Rentra ini wajib menjadi acuan pada saat menyusun kegiatan tahunan selama periode 2015 – 2019.

Banda Aceh, Maret 2015

Kepala Balai Besar POM di Banda Aceh

Dra.Syamsuliani, Apt.,MM

(4)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……… DAFTAR ISI ………. DAFTAR GAMBAR ……….. DAFTAR TABEL ………... DAFTAR LAMPIRAN ……….. BAB I PENDAHULUAN ……… 1.1 Kondisi Umum ………..

1.1.1 Peran Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh… 1.1.2 Struktur Organisasidan Sumber Daya Manusia..……….. 1.1.3 Capain Kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh Periode 2010 –

2014 ………

1.2 Potensi dan Permasalahan ……….

1.2.1 Sistem Kesehatan Nasional ……….. 1.2.2 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ……….………. 1.2.3 Globalisasi Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional ….. 1.2.4 Perubahan Iklim ……….. 1.2.5 Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat ……… 1.2.6 Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk ………... 1.2.7 Desentralisasi dan Otonomi Daerah ………... 1.2.8 Perkembangan Teknologi ………. 1.2.9 Manajemen Perubahan……… 1.2.10 Data Wilaya Kerja……… 1.2.11 Isu Strategis………

BAB II VISI, MISI, BUDAYA ORGANISASI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS……… 2.1 Visi ……… 2.2 Misi ……… 2.3 Budaya Organisasi ……….. 2.4 Tujuan ………. 2.5 Sasaran Strategis ………..

BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN ………..

3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Nasional ………

3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Balai Besar POM di Banda Aceh ………

3.3 Kerangka Regulasi ………... 3.4 Kerangka Kelembagaan ………... Halaman i ii iv v vi 1 1 2 4 6 8 8 10 11 14 15 16 19 19 20 21 24 29 30 30 34 35 35 42 42 45 49 51

(5)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

iii

BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN ………

4.1 Target Kinerja ……… 4.2 Kerangka Pendanaan ……… BAB V PENUTUP ………. Lampiran ……… 53 53 55 57 58

(6)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Organisasi Balai Besar POM di Banda Aceh ……….……….

Gambar 2. Kebutuhan SDM Balai Besar POM di Banda Aceh 2015 – 2019 berdasarkan Analisis Beban Kerja ……….

Gambar 3. Profil Tingkat Pencapaian IKU Kumulatif Tahun 2010 – 2014 ….

Gambar 4. Persentase Penduduk yang Mengkonsumsi Obat Modern dan

Tradisional ………..………

Gambar 5. Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan

Kelompok Umur Tahun 2009 – 2013 ….………

Gambar 6. Peta Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Periode 2015 –

2019 ………..………... Gambar 7. Log Frame Balai Daerah ……….

Halaman 4 8 10 19 20 35 55

(7)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Profil Pegawai Berdasarkan Bidang Tugas dan Jenis Pendidikan

BBPOM di Banda Aceh Tahun 2015 ………

Tabel 2. Capaian IKU Kumulatif Tahun 2010 – 2014 ………..

Tabel 3. Rangkuman Analisis SWOT ………

Tabel 4. Penguatan Peran Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015 –

2019 ………...

Tabel 5. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja BPOM

Periode 2015 – 2019 ………...

Tabel 6. Program/ Kegiatan Strategis, Sasaran Program/ Kegiatan dan

Indikator ………...

Tabel 7. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja ………...

Tabel 8. Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Pendanaan ……...

Halaman 6 7 25 26 40 48 53 56

(8)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Matriks Kinerja dan Pendanaan Balai Besar POM Banda Aceh………. Lampiran 2. Matriks Kerangka Regulasi ………

Halaman 58 63

(9)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Kondisi Umum

Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional maka disusunlah secara periodik perencanaan pembangunan nasional yang meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) untuk jangka waktu 5 tahun, serta Rencana Pembangunan Tahunan yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja (Renja).

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Selanjutnya RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satunya adalah RPJMN 2015-2019 yang merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN 2005-2025. Sebagai kelanjutan RPJMN tahap kedua, RPJMN tahap ketiga ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan keunggulan sumber daya alam, sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat.

Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian program-program prioritas pemerintah, Balai Besar POM di Banda Aceh menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan untuk periode 2015-2019. Penyusunan Renstra ini mengacu pada Renstra BPOM tahun 2019 yang berpedoman pada RPJMN periode 2015-2019. Proses penyusunan Renstra tahun 2015-2019 dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundang- undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun 2010-2014, serta melibatkan pemangku kepentingan yang menjadi mitra kerja

(10)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

2

Balai Besar POM di Banda Aceh. Selanjutnya Renstra periode 2015-2019 ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh dibandingkan dengan pencapaian dari periode sebelumnya sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Adapun kondisi umum Balai Besar POM di Banda Aceh berdasarkan peran, tugas fungsi dan pencapaian kinerja adalah sebagai berikut :

1.1.1. Peran Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh

Pengawasan Obat dan Makanan di Provinsi Aceh merupakan bagian integral dari pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tipe A berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administratif dibina oleh Sekretaris Utama, dengan wilayah kerja di seluruh wilayah administratif Provinsi Aceh.

Sebagai Unit Pelaksana Teknis BPOM, Balai Besar POM di Banda Aceh berkontribusi terhadap tugas dan fungsi yang melekat pada BPOM yaitu lembaga pemerintah yang merupakan garda depan dalam hal mengawasi Obat dan Makanan. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja LPND, BPOM menyelenggarakan fungsi : (1) pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan; (2) pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan Makanan; (3) koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM; (4) pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan masyarakat di bidang pengawasan Obat dan Makanan; (5) penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

(11)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

3

Dilihat dari fungsi BPOM secara garis besar, terdapat 3 (tiga) inti kegiatan atau pilar lembaga BPOM, yakni: (1) Penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat dan sebelum beredar (pre-market) melalui: a) Perkuatan regulasi, standar dan pedoman pengawasan obat, Obat dan Makanan serta dukungan regulatori kepada pelaku usaha untuk pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku; b) Peningkatan registrasi/penilaian Obat dan Makanan Obat dan Makanan yang diselesaikan tepat waktu; c) Peningkatan inspeksi sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan dalam rangka pemenuhan standar Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Distribution Practices (GDP) terkini; dan d) Penguatan kapasitas laboratorium BPOM. (2) Pengawasan Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post-market) melalui: a) Pengambilan sampel dan pengujian; b) Peningkatan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan di seluruh Indonesia oleh 33 Balai Besar (BB)/Balai POM, termasuk pasar aman dari bahan berbahaya; c) Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang Obat dan Makanan di pusat dan balai. (3) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di pusat dan balai melalui: a) Public warning; b) Pemberian Informasi dan Penyuluhan/Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan, serta; c) Peningkatan pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), peningkatan kegiatan BPOM Sahabat Ibu, dan advokasi serta kerjasama dengan masyarakat dan berbagai pihak/lembaga lainnya.

Sesuai Perka Badan POM RI Nomor 14 Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan, yang meliputi pengawasan atas produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen serta pengawasan atas keamanan pangan dan bahan berbahaya. Balai Besar POM di Banda Aceh menyelenggarakan fungsi :

1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan;

2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya;

(12)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

4

3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi;

4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi;

5. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum;

6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan;

7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen;

8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan; 9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan; dan

10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.

1.1.2. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia

Struktur Organisasi Balai Besar POM di Banda Aceh disusun berdasarkan Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Struktrur organisasi tersebut dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1

(13)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

5

Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, Balai Besar POM di Banda Aceh didukung struktur organisasi terdiri dari 5 Bidang dan 1 Sub Bagian Tata Usaha serta kelompok jabatan fungsional yang melaksanakan tugas sebagai berikut :

1. Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana

dan program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang produk terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen.

2. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas

melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang pangan, dan bahan berbahaya.

3. Bidang Pengujian Mikrobiologi mempunyai tugas melaksanakan penyusunan

rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu secara mikrobiologi.

4. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan mempunyai tugas melaksanakan

penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, dan pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan instansi kesehatan serta penyidikan kasus

Kepala

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh

Tata Usaha Kepala Sub Bagian

Kepala Bidang Pengujian Produk Terapeutk, Narkotik, Obat Tradisional, Kosmetk dan Produk

Komplimen

Kepala Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya

1. Kepala Seksi Pemeriksaan 2. Kepala Seksi Penyidikan

Kepala Bidang Pengujian Mikrobiologi

1. Kepala Seksi Sertifikasi 2. Kepala Seksi Layanan

Informasi Konsumen Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen Kepala Bidang Pemeriksaan

(14)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

6

pelanggaran hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.

5. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen mempunyai tugas

melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu, dan layanan informasi konsumen.

6. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan

administrasi di lingkungan Balai Besar POM di Banda Aceh

7. Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan kegiatan sesuai

dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Untuk mendukung tugas-tugas tersebut diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Jumlah SDM yang dimiliki BBPOM di Banda Aceh sampai tahun 2014 adalah sejumlah 78 orang. Adapun profil pegawai BBPOM berdasarkan bidang tugas dan jenis pendidikan dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1

Profil Pegawai Berdasarkan Bidang Tugas Dan Jenis Pendidikan Balai Besar POM Di Banda Aceh Tahun 2015

Bidang Tugas S2 Apt/dr S1 Sarjana Jumlah Non

Kepala Balai Besar POM 1 1

Sub Bagian Tata Usaha 2 3 11 16

Bidang PengujianTeranokoko 2 11 6 19

Bidang Pengujian Pangan dan

Bahan Berbahaya 3 2 1 2 8

Bidang Pengujian Mikrobiologi 2 3 3 8

Bidang Pemeriksaan dan

(15)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

7

Bidang Sertifikasi dan LIK 2 3 3 8

Jumlah 15 27 7 29 78

Jumlah pegawai sebanyak yang tertera pada tabel 1 diatas belum memadai untuk kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh dengan luas daerah 56.770, 81 Km2 dan jumlah Kabupaten 18 dan jumlah Kota 5 serta jumlah Kecamatan 284. Beberapa tenaga yang sangat dibutuhkan adalah Sarjana Akutansi, sarjana Hukum dan Apoteker untuk memenuhi kebutuhan pada Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan. Demikian juga keperluan di Laboratorium masih belum memerlukan Sarjana Farmasi / Apoteker.

Untuk mendukung tugas tugas Balai Besar POM Banda Aceh sesuai dengan peran dan fungsinya sangat diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Jumlah kebutuhan SDM yang diperlukan oleh Balai Besar POM di Banda Aceh untuk tahun 2014 cukup memadai. Hal tsb tergambar pada gambar 2 berikut ini

Gambar 2

Kebutuhan SDM Balai Besar POM di Banda Aceh 2015 – 2019 berdasarkan Analisis Beban Kerja

(16)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

8

Akan terdapat kekurangan SDM di Balai Besar POM di Banda Aceh mulai tahun 2016 berturut turut sebesar 8, 12, 17 dan 23 orang sampai tahun 2019 , kekurangan SDM tersebut dengan prediksi SDM yang tersedia hingga 2019 adalah 84 orang . Standar kebutuhan SDM berdasarkan ABK terdapat kenaikan sebesar 5 orang setiap tahunnya dengan adanya beberapa pegawai yang pensiun / pindah.

Adanya kebijakan pemerintah melakukan moratorium pegawai selama lima tahun mulai periode tahun 2015 – 2019 dengan demikian tidak akan ada penambahan pegawai selama kurun waktu tersebut. Sementara jumlah pegawai yang pensiun mulai terlihat nyata sejak tahun 2016 sampai 2019 dalam jumlah 2 hingga 3 orang. Beban kerja diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya dengan beberapa new inisiatif dan lainnya sehingga dikhawatirkan tugas dan fungsi pengawasan tidak dapat dilakukan secara optimal.

1.1.3. Capaian Kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh Periode 2010-2014

Tugas dan fungsi Pengawasan Obat dan Makanan yang dilaksanakan oleh Balai Besar POM di Banda Aceh adalah untuk mencapai 5 (lima) sasaran strategis, yaitu : 1) Meningkatnya efektivitas pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka melindungi masyarakat di Provinsi Aceh; 2) Terwujudnya laboratorium pengawasan Obat dan Makanan yang modern dengan jaringan kerja di Seluruh Indonesia dengan kompetensi dan kapabilitas terunggul di Provinsi Aceh; 3) Meningkatnya kompetensi, kapabilitas dan jumlah modal insani yang unggul dalam melaksanakan pengawasan Obat dan Makanan; 4) Meningkatnya koordinasi,perencanaan, pembinaan dan pengendalian terhadap program dan administrasi di Lingkungan Balai Besar POM di Banda Aceh sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu; 5) Meningkatnya ketersediaan Sarana dan Prasarana yang dibutuhkan oleh Balai Besra POM di Banda Aceh.

Untuk mengukur kinerja pengawasan obat dan makanan yang telah dilakukan oleh Balai Besar POM di Banda Aceh, Badan POM menetapkan indikator kinerja utama (IKU) melalui sasaran strategis 1, yaitu Meningkatnya efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka melindungi masyarakat di Provinsi Aceh yang tertuang dalam Renstra 2010-2014. Adapun pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan

(17)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

9

kewenangan Balai Besar POM di Banda Aceh tersebut dapat dilihat pada tabel dan garfik di bawah ini.

Tabel 2

Capaian IKU Kumulatif Tahun 2010 – 2014

Komoditi

Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014

T R Capaian Tingkat T R Capaian Tingkat T R Capaian Tingkat T R Capaian Tingkat Obat 0,10% 1,77% 1768,11% 0,20% 1,23% 612,92% 0,30% 1,15% 382,84% 0,40% 2,35% 587,45% Obat Tradisional 0,25% 5,09% 2036,61% 0,5% 10,55% 2109,94% 0,75% 14,46% 1927,54% 1,00% 24,65% 2465,46% Kosmetik 0,25% -8,31% -3325,48% 0,5% 5,88% 1175,52% 0,75% 11,88% 1583,69% 1,00% 11,12% 1112,24% Suplemen Makanan 0,50% 2,59% 517,24% 1,00% 0,22% 22,40% 1,50% 0,86% 57,47% 2,00% 0,86% 43,10% Makanan 3,75% 23,99% 639,73% 7,50% 22,78% 303,72% 11,25% 14,99% 133,28% 15% 24,70% 164,67%

Keterangan : T (Target) dan R (Realisasi)

Gambar 3

Dari tabel dan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa hasil pengawasan Obat dan Makanan selama tahun 2010-2014 masih fluktuatif. Pada akhir periode yaitu tahun

-4000,00% -3000,00% -2000,00% -1000,00% 0,00% 1000,00% 2000,00% 3000,00% Tingkat Capaian 2011 Tingkat Capaian 2012 Tingkat Capaian 2013 Tingkat Capaian 2014 Profil Tingkat Pencapaian IKU Kumulatif

Tahun 2010-2014 Komoditi Perse n ta se t ing kat c ap ian

(18)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

10

2014, capaian terhadap 4 indikator kinerja utama telah melebihi target yang ditetapkan kecuali untuk indikator persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar. Dalam hal ini, pengawasan yang dilakukan Balai Besar POM di Banda Aceh perlu terus ditingkatkan, karena selain jumlah dan jenis produk Obat dan Makanan yang beredar semakin meningkat, tingkat risiko obat dan makanan yang dikonsumsi juga semakin besar.

1.2. Potensi dan Permasalahan

Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik nasional maupun global permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin kompleks. Arus besar globalisasi membawa keleluasaan informasi, fleksibilitas distribusi barang dan jasa yang berdampak pada munculnya isu-isu yang berdimensi lintas bidang. Percepatan arus informasi dan modal juga berdampak pada meningkatnya pemanfaatan berbagai sumber daya alam yang memunculkan isu perubahan iklim (climate change), ketegangan lintas-batas antarnegara, serta percepatan penyebaran wabah penyakit, mencerminkan rumitnya tantangan yang harus dihadapi kedepan. Hal ini menuntut peningkatan peran dan kapasitas instansi Balai Besar POM di Banda Aceh dalam mengawasi peredaran produk Obat dan Makanan.

Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal yang dihadapi terdiri atas 2 (dua) isu mendasar, yaitu kesehatan dan globalisasi. Isu kesehatan yang akan diulas disini adalah Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sedangkan terkait globalisasi, akan diulas tentang perdagangan bebas, komitmen internasional, perubahan iklim, MEA dan demografi. Isu-isu tersebut saling terkait satu dengan yang lain. Adapun lingkungan strategis yang mempengaruhi peran Balai Besar POM di Banda Aceh baik internal maupun eskternal adalah sebagai berikut:

1.2.1. Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan wujud dan sekaligus metode penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan.

(19)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

11

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta menuntut peran aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan tersebut.

Upaya pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh semua pihak (pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat) melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan kesehatan. Bentuk pelayanan kesehatan tersebut berupa layanan Rumah Sakit, Puskesmas dan kegiatan peran serta masyarakat melalui Posyandu.

Di sisi lain, menjamurnya sistem dan model serta klinik-klinik kesehatan dan pengobatan alternatif juga makin menambah beban dan daya jangkau Balai Besar POM di Banda Aceh untuk makin melebarkan sayap dan menajamkan matanya dalam melakukan pengawasan yang lebih komprehensif.

Semakin banyak pelayanan kesehatan yang disediakan, maka akan semakin mempengaruhi kebutuhan pelayanan pendukung kepada kesehatan masyarakat tersebut, yang antara lain tentunya adalah kebutuhan akan obat semakin meningkat. Penjaminan mutu obat merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Ini merupakan tantangan yang akan dihadapi dalam penyediaan obat-obatan yang aman dan bermutu.

Penjaminan mutu obat tidak terlepas dari kualitas obat tersebut. Beberapa permasalahan lainnya yang juga memerlukan perhatian dalam penjaminan mutu obat adalah koordinasi seluruh pemangku kepentingan dalam penjaminan mutu obat yang beredar seperti Kemenkes, Dinkes, BKKBN termasuk Industri farmasi dalam penerapan CPOB. Terkait meluasnya penggunaan jamu dan obat-obat tradisional, serta pengobatan secara tradisional di masyarakat diperlukan peningkatan penelitian ilmiah lebih lanjut.

Di samping itu juga munculnya bibit penyakit baru atau bibit penyakit yang dulu pernah ada dan sudah langka kasusnya sekarang, namun kini berjangkit kembali. Penyakit ini, baik menular maupun yang tidak menular sebagai akibat dari adanya perubahan iklim secara global, fluktuasi ekonomi, model perdagangan bebas dan kemajuan teknologi

(20)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

12

maupun transisi dari demografi, juga turut mengubah pola dan gaya hidup dari masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi Obat dan Makanan.

Untuk itu, permasalahan ini menjadi tantangan tersendiri untuk dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat dalam mengkonsumsi obat yang beredar di pasaran. Dalam menciptakan rasa aman bagi masyarakat, Badan POM selama ini melakukan kontrol dalam bentuk penilaian sebelum produk beredar di pasar dan pengawasan secara ketat bersama Balai / Balai Besar POM seluruh Indonesia, khususnya Balai Besar POM di Banda Aceh terhadap produk yang sudah beredar luas di masyarakat dan sekaligus memberikan informasi dan edukasi pada masyarakat mengenai produk obat yang aman, bermutu dan berkhasiat.

1.2.2. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

JKN yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem ini merupakan program negara dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pendekatan sistem. Sistem ini diharapkan dapat menanggulangi risiko ekonomi karena sakit, PHK, pensiun usia lanjut dan risiko lainnya dan merupakan cara (means), sekaligus tujuan (ends) dalam mewujudkan kesejahteraan. Untuk itu, dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

Implementasi SJSN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam maupun luar negeri karena perusahaan/industri obat akan berusaha menjadi supplier obat untuk program pemerintah tersebut. Selain peningkatan jumlah obat yang akan diregistrasi, jenis obat pun akan sangat bervariasi. Hal ini, disebabkan adanya peningkatan demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Sementara dampak tidak langsungnya diasumsikan adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat, baik jumlah maupun jenisnya. Dampak lain adalah banyak industri

(21)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

13

farmasi yang akan melakukan pengembangan fasilitas dan peningkatan kapasitas produksi dengan perluasan sarana yang dimiliki. Adanya peningkatan kapasitas dan fasilitas tersebut, maka akan terjadi peningkatan permohonan sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dalam hal ini peran Balai Besar POM di Banda Aceh akan semakin besar, antara lain adalah peningkatan post-market melalui intensifikasi pengawasan obat pasca beredar.

1.2.3 Agenda Sustainable Development Goals ( SDGs)

Setelah berjalan beberapa tahun agenda Millenium Development Goals (MDGs) akan berakhir pada tahun 2015. Beberapa Negara mengakui keberhasilan dari program ini yaitu menjadi pendorong dalam tindakan pengurangan kemiskinan dan mampu meningkatkan pembangunan masyarakat. Kelanjutan program ini disebut Sustainable Development Goals ( SDGs), yang meliputi 17 goals. Di dalam Bidang Kesehatan faktanya individu yang sehat akan memiliki kemampuan fisik dan daya pikir yang lebih kuat sehingga dapat berkontribusi secara produktif dalam pembangunan masyarakatnya.

Terkait Goal 2 End hunger, achive food security and improved nutrition, and promote sustainable agriculture akan sangat berperan ketahanan pangan serta akses mendapatkan pangan yang aman bergizi dengan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan terhadap masyarakat miskin dan kelompok yang rentan termasuk bayi. Kontribusi terhadap kondisi ini adalah tersedianya pangan dengan nilai gizi yang cukup misalnya pangan diet khusus mengandung Angka Kecukupan Gizi ( SKG) yang cukup untuk pasien diabetes, garam dan terigu difortifikasi dengan mikronutrisi, AKG tertentu dalam susu formula bayi dan lansia. Hal ini hanya dapat terjadi jika produsen pangan olahan yang telah diispeksi dan dibina dapat menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan menjamin mutu produknya termasuk nilai nutrisi sesuai dengan kebijakan teknis yang dibuat Badan POM/SNI/SI. Tantangan ke depan adalah penyusunan kebijakan teknis terkini tentang standar gizi pangan olahan, pengawalan mutu, manfaat dan keamanan pangan olahan serta KIE kepada masyarakat.

Terkait Goal 3 Ensure healthy lives and promote well-being for all at all ages, salah satu kondisi yang harus tercipta adalah pencapaian JKN, termasuk di dalamnya

(22)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

14

akses masyarakat terhadap obat dan vaksin yang aman, efektif, dan bermutu. Asumsinya, jaminan kesehatan memastikan masyarakat mendapatkan dan menggunakan hanya obat dan vaksin yang aman, efektif, dan bermutu untuk upaya kesehatan preventif, promotif, maupun kuratif, sehingga kualitas hidup masyarakat meningkat. Kontribusi untuk mencapai kondisi ini adalah ketersediaan obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu di sarana pelayanan kesehatan. Hal ini bisa tercapai hanya jika Industri Farmasi yang telah diintervensi (diawasi dan dibina BPOM) mempraktekkan GMP dalam produksi obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu demikian pula halnya dengan PBF serta rantai distrubusi obat dapat menerapkan Good Distribution Practices untuk mengawal mutu obat JKN. Tantangan bagi Badan POM RI bersama unit Balai/Balai Besar POM se Indonesia kedepan adalah intensifikasi pengawasan pre-market dan post-market, serta pembinaan pelaku usaha agar secara mandiri menjamin mutu produknya.

1.2.4 Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional

Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang mencakup banyak bidang dan saling terkait: ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi dan lingkungan. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi dan transportasi yang sangat cepat dan massif akhir-akhir ini dan berkonsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem pengelolaannya. Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka mengurangi dampak yang merugikan, sehingga mengharuskan adanya suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif.

Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjian internasional, khususnya di bidang ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas (Free Trade Area). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) Free Trade Area, ASEAN-China Free Trade Area, ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), India Free Trade Agreement (AIFTA) dan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA). Dalam hal ini, memungkinkan

(23)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

15

negara-negara tersebut membentuk suatu kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional dan berpeluang besar menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional. Hal ini membuka peluang peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan sejumlah produk Obat dan Makanan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik negara-negara yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut. Dalam menghadapi FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015, diharapkan industri farmasi, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan dan makanan dalam negeri mampu untuk menjaga daya saing terhadap produk luar negeri.

Dalam kaitan dengan globalisasi dan perjanjian-perjanjian internasional khususnya di sektor ekonomi tersebut, harusnya yang menjadi dasar pijakan dan harus ditekankan dari awal adalah soal kedaulatan bangsa, negara dan rakyat kita dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan-perusahaan trans-nasional dan negara-negara lain tersebut.

Dengan masuknya produk perdagangan bebas tersebut yang antara lain adalah obat, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan, termasuk jamu dari negara lain, merupakan persoalan krusial yang perlu segera diantisipasi. Realitas menunjukkan bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk Obat dan Makanan dari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi. Untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi Obat dan Makanan tersebut.

Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isu-isu ekonomi saja, namun juga merambah pada isu-isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah yang akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Permasalahan ini akan semakin kompleks dengan sulitnya pemerintah dalam membuka akses kesehatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat, khususnya untuk masyarakat yang berada di pelosok desa dan perbatasan. Sebagai contoh, saat ini akses masyarakat untuk mendapatkan obat legal dari apotek masih terbatas sehingga menyebabkan harga obat menjadi lebih mahal. Di sisi lain,

(24)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

16

secara nasional jumlah apotek yang ada juga masih kurang, dimana belum semua kecamatan terjangkau dengan layanan apotek.

Perdagangan bebas membuat kepekaan “berbisnis” menjadi sangat tinggi. Kebutuhan obat yang tinggi dengan ketersediaan yang rendah ditambah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum membuat masih banyaknya ditemukan obat-obat yang tidak memenuhi ijin edar dan mengandung bahan baku yang berbahaya. Hal ini jelas akan sangat merugikan masyarakat. Berdasarkan data WHO (World Health Organization), praktik pemalsuan produk obat di dunia rata-rata mencapai 10%, dan mencapai 20-40% untuk negara berkembang termasuk Indonesia. Tentunya hal ini menjadi tantangan yang sangat serius bagi pengawasan terhadap produk Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat.

Menurut data Badan POM RI tahun 2014, jumlah perusahaan farmasi di Indonesia mencapai 207 perusahaan, sebanyak 34 di antaranya merupakan perusahaan multinasional. Rata-rata penjualan obat di tingkat nasional selalu tumbuh 12-13% setiap tahun dan lebih dari 70% total pasar obat di Indonesia merupakan perusahaan nasional. Namun, ketergantungan impor bahan baku obat masih sangat tinggi, bahkan 95-96% diimpor dari China, India dan Eropa.

Produksi domestik untuk bahan baku obat juga masih sangat kecil. Meskipun Indonesia mampu memproduksinya, sampai saat ini kebanyakan masih belum dapat bersaing dengan produk impor. Jumlah industri farmasi nasional cukup besar dengan kapasitas produksi sebesar 3% dari kapasitas total dunia. Namun, disisi lain, pasar farmasi Indonesia relatif kecil yaitu sekitar 0,2% dari total pasar dunia (Kardono, 2004). Apabila terjadi kenaikan drastis harga obat yang berakibat menurunnya daya beli masyarakat, hal ini akan membuat masyarakat lebih sulit untuk mendapatkan obat, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Selain produsen farmasi, Indonesia juga memiliki pasar pengobatan tradisional yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 900 industri skala kecil dan 130 industri skala menengah obat tradisional, namun baru 69 yang memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Padahal Indonesia memiliki sekitar 9.600 tumbuhan yang memiliki potensi untuk dijadikan bahan obat. Setidaknya terdapat sekitar 300 jenis tumbuhan yang telah digunakan sebagai bahan dasar industri obat.

(25)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

17

Dengan melihat besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi Indonesia, maka pemerintah harus selalu mendukung dan melindungi industri farmasi di Indonesia. Dengan adanya Free Trade Area (FTA), maka pemerintah harus mengembangkan kesiapan industri farmasi untuk dapat mendukung pemerataan, keterjangkauan dan ketersediaan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat sehingga mampu bersaing dengan produk obat dari luar negeri.

1.2.5 Perubahan Iklim

Ancaman perubahan iklim dunia, akan semakin dirasakan oleh sektor pertanian khususnya produk bahan pangan di Indonesia. Perubahan iklim dapat mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, sehat, bermanfaat, dengan harga yang kompetitif. Dari sisi ekonomi makro, industri makanan dan minuman di masa yang akan datang perannya akan semakin penting sebagai pemasok pangan dunia.

Selain dari sisi pangan, perubahan iklim juga dapat mengakibatkan munculnya bibit penyakit baru hasil mutasi gen dari beragam virus. Bibit penyakit baru tersebut diantaranya virus influenza yang variannya sekarang menjadi cukup banyak dan mudah tersebar dari satu negara ke negara lain.

Menurut Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI) tahun 2013, dalam pelaksanaan kajian dan pemetaan model kerentanan penyakit infeksi akibat perubahan iklim, Indonesia merupakan wilayah endemik untuk beberapa penyakit yang perkembangannya terkait dengan pertumbuhan vektor pada lingkungan, misalnya Demam Berdarah Dengue, Malaria dan Tuberkulosis. Jadi di Indonesia, terdapat tiga penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus terkait perubahan iklim dan perkembangan vector yaitu Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Diare. Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit yang banyak ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dan penyakit batu ginjal.

Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan iklim, diperlukan pengawasan peredaran varian produk obat yang baru dari jenis penyakit tersebut, baik yang diproduksi di dalam negeri, maupun yang berasal dari luar negeri. Selain dari obat, varian obat baru ini juga diikuti pula dengan jenis obat herbal

(26)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

18

tradisional Indonesia dan Cina yang paling banyak beredar di pasar. Kondisi ini menuntut kerja keras dari Balai Besar POM di Banda Aceh melakukan pengawasan terhadap perkembangan produksi dan peredaran obat tersebut.

1.2.6 Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat

Kemajuan dari ekonomi Indonesia dapat dilihat dari indikator makro-ekonomi, yakni pendapatan perkapita sebesar USD 3000 tahun 2010 dan diproyeksikan pada tahun 2025 mencapai USD 14.250–15.500 (Bappenas; 2012) dan telah menjadi 10 (sepuluh) besar negara yang mendominasi kekuatan ekonomi dunia. Indikator ini menunjukan besarnya daya beli yang ada pada masyarakat Indonesia. Secara teori dan fakta, bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin besar pula konsumsi masyarakat terhadap Obat dan Makanan yang memiliki standar dan kualitas.

Berdasarkan data konsumsi obat yang dilakukan masyarakat Indonesia sebagian besar penduduk masih banyak yang mengkonsumsi obat modern dibandingkan dengan obat tradisional. Konsumsi obat modern pada tahun 2012 mencapai 91,40%, sedangkan obat tradisional hanya sebanyak 24,33%. Beberapa penyakit degeneratif, yakni penyakit yang dimiliki para kaum lanjut usia justru banyak menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama.

Gambar 4

Persentase Penduduk yang Mengkonsumsi Obat Modern dan Tradisional

Sumber: Susenas BPS 2009-2012 91,63% 90,76% 90,96% 91,40% 22,24% 27,57% 23,63% 24,33% 0,00% 30,00% 60,00% 90,00% 2009 2010 2011 2012 Obat Modern Obat Tradisional

(27)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

19

Untuk itu, dengan banyaknya konsumsi obat modern yang dilakukan masyarakat, maka perlu mendapatkan perhatian dan pengawasan yang serius dari BPOM.

1.2.7 Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk

Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurut sensus penduduk tahun 2010, dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir sebesar 32,5 juta jiwa (sebesar 1,49% pertahun). Dengan laju pertumbuhan sebesar itu, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 akan mencapai 450 juta jiwa. Dari gambar 1.6 di bawah ini, dapat dilihat bahwa jumlah populasi terbesar berada pada kelompok umur remaja 15-19 tahun, namun menunjukan tren penurunan. Sementara usia produktif antara 30-54 tahun justru menunjukan tren meningkat dari waktu ke waktu. Sedangkan usia 55-64 tahun dan usia di atas 65 tahun menunjukan tren yang meningkat tetapi dengan jumlah yang berbeda. Semakin meningkat usia harapan hidup, artinya tingkat kesehatan masyarakat juga semakin meningkat.

Gambar 5

Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2009-2013

Sumber: BPS Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2000-2013

Indonesia sebagai negara ke-4 dengan populasi lanjut usia tertinggi, yakni 9,079 juta tahun 2010 dan akan naik pada tahun 2020 menjadi 29,047 juta (BPS

0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 ju m la h p en d u d u k (d a la m 0 0 0 ) Kelompok Umur 2009 2010 2011 2012 2013

(28)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

20

Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2010). Maka perubahan pola beban penyakit untuk kaum lansia dengan beban yang lebih kronik dan membutuhkan layanan kesehatan pada jangka panjang yang lebih berkualitas.

Secara umum, bahwa transisi demografi juga akan menimbulkan efek pada transisi kesehatan di masyarakat, sehingga terjadi peningkatan dalam penggunaan layanan kesehatan baik secara personal, korporat maupun masyarakat luas. Efek ini akan dapat mempengaruhi besarnya beban fasilitas kesehatan dan sistem jaminan kesehatan masyarakat Indonesia, dan sekaligus akan menambah beban kerja dari BPOM sebagai pengawas di bidang Obat dan Makanan.

Konsumsi obat baik farmasi maupun herbal serta bahan makanan akan cukup besar pada kelompok usia produktif, karena pola hidup dan orientasi konsumsi juga akan mengarah pada kesehatan pada jangka panjang dan juga penampilan, sehingga vitamin dan suplemen kesehatan menjadi komponen obat yang cukup besar konsumsinya. Hal ini menjadi tambahan tugas bagi BPOM untuk melakukan penilaian dan pengawasan terhadap berbagai jenis obat dan suplemen yang semakin bervariasi dan meningkat jumlahnya.

Berdasarkan pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, maka permintaan terhadap produk Obat dan Makanan juga akan semakin meningkat. Jika permintaan terhadap produk Obat dan Makanan semakin meningkat, maka penawaran dari produk Obat dan Makanan juga akan meningkat. Potensi pasar yang besar membuat para produsen Obat dan Makanan baik lokal maupun internasional semakin meningkatkan volume produksi maupun variasinya. Kurangnya pemenuhan GMP (Good Manufacturing Practice) oleh produsen dalam memproduksi Obat dan Makanan menjadi tantangan diwaktu mendatang .

Peningkatan jumlah penduduk jika ditata dengan baik akan menjadi potensi berupa sumber daya manusia bagi pembangunan ekonomi (yaitu dengan adanya bonus demografi). Kondisi ini menjadi tantangan dan peluang bagi pemerintah untuk dapat memanfaatkan fase Bonus Demografi di Indonesia untuk menciptakan aktivitas ekonomi yang sangat besar dan mampu memberikan kontribusi yang besar juga dalam APBN.

(29)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

21

Berdasarkan peta demografi, penduduk Indonesia dalam usia produktif telah mencapai 80%. Penduduk ini telah memiliki daya beli lebih tinggi ditambah dengan kenaikan jumlah penduduk kelas menengah (middle class) yang terjadi pada tahun 2040. Laporan Mc Kinsey (2012) menunjukkan bahwa kelompok middle class atau consuming class Indonesia naik dari waktu ke waktu, yakni tahun 2010 hanya 45 juta orang, maka proyeksi tahun 2020 naik menjadi 85 juta orang dan pada tahun 2030 sudah mencapai 135 juta orang. Kelompok ini akan banyak mempengaruhi pola konsumsi Obat dan Makanan serta gaya hidup masyarakat Indonesia.

Syarat agar Bonus Demografi dapat dimanfaatkan dengan baik adalah dengan mempersiapkannya dari mulai perencanaan sampai dengan implementasinya di tingkat lapangan. Persiapan ini antara lain melalui: a) Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat termasuk jaminan mutu Obat; b) Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan; c) Pengendalian jumlah penduduk; d) Kebijakan ekonomi yang mendukung fleksibilitas tenaga kerja dan pasar, serta keterbukaan perdagangan dan tabungan nasional.

Di samping menyiapkan pemanfaatan Bonus Demografi, juga sudah harus mulai dipikirkan permasalahan-permasalahan yang timbul pasca berakhirnya masa Bonus Demografi, dimana jumlah lansia meningkat.

1.2.8 Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundangan merupakan tantangan yang sangat penting dalam mensinergikan kebijakan kesehatan khususnya dalam pengawasan obat dan makanan. Desentralisasi di bidang kesehatan belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan sehingga belum secara optimal memberikan perlindungan bagi masyarakat.

Dengan perubahan paradigma sistem penyelenggaraan pemerintah yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi atau otonomi daerah, maka urusan kesehatan menjadi salah satu kewenangan yang diselenggarakan secara konkuren antara pusat dan daerah. Desentralisasi di bidang kesehatan belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundang-undangan merupakan tantangan yang sangat penting. Hal ini berdampak

(30)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

22

pada pengawasan obat dan makanan yang tetap bersifat sentralistik dan tidak mengenal batas wilayah (borderless) sehingga perlu adanya one line command (satu komando), apabila terdapat suatu produk Obat dan Makanan yang tidak memenuhi syarat maka dapat segera ditindaklanjuti.

Desentralisasi dapat menimbulkan beberapa permasalahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan di antaranya kurangnya dukungan dan kerjasama dari pemangku kepentingan di daerah sehingga tindaklanjut hasil pengawasan Obat dan Makanan belum optimal.

1.2.9 Perkembangan Teknologi

Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik, namun penyediaan bahan baku obat yang diperoleh dari impor mencapai 96% dari kebutuhan. Padahal Indonesia memiliki 9.600 jenis tanaman berpotensi mempunyai efek pengobatan, dan baru 300 jenis tanaman yang telah digunakan sebagai bahan baku. Dengan kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan produk obat, BPOM dapat mendorong industri farmasi untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku obat dalam negeri.

Selain teknologi produksi juga didukung dengan teknologi transportasi. Perkembangan industri transportasi baik darat, laut dan udara maupun jasa pengiriman barang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sehingga distribusi Obat dan Makanan secara masal dapat dilakukan lebih efisien. Untuk itu, dampak pengawasan atas peredaran Obat dan Makanan semakin tinggi, dikarenakan distribusi Obat dan Makanan ke tempat tujuan di seluruh wilayah Indonesia semakin cepat, sehingga antipasi pengawasan obat dan makanan juga harus sama cepatnya.

Selain itu, teknologi pangan juga semakin berkembang. Adanya perubahan iklim juga ikut mendorong berbagai inovasi perkembangan teknologi menciptakan rekayasa genetika dan varian makanan yang terkadang tingkat keamanannya belum teruji. Hal ini harus menjadi tantangan yang besar terhadap pengawasannya.

Perkembangan teknologi informasi juga merambah kepada pelayanan secara online, yang mana dapat memudahkan akses dan jangkauan masyarakat yang ada di Indonesia. Namun di sisi lain, teknologi informasi juga dapat menjadi tantangan terkait

(31)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

23

tren pemasaran dan transaksi produk Makanan dan Obat secara online, yang tentu saja juga perlu mendapatkan pengawasan dengan berbasis pada teknologi.

1.2.10 Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, BPOM sebagai instansi vertikal balai Besar POM di Banda Aceh melaksanakan Reformasi Birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design RB 2010-2025. Upaya atau proses RB yang dilakukan merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan dari pelaksaan RB itu sendiri. Pola pikir pelaksanaan RB sebagaimana Gambar 1.10 di bawah ini

a. Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, BPOM memiliki instansi vertikal atau UPT BB / Balai POM di tingkat provinsi. Selain itu, untuk mendukung pengawasan Obat dan Makanan di wilayah perbatasan dengan negara lain dan daerah-daerah yang sulit dijangkau dari ibukota provinsi, BPOM memiliki Pos POM. Peran BB / Balai POM dan Pos POM perlu dilakukan penataan dan penguatan baik dari segi struktur organisasi, kompetensi dan kuantitas SDM, sarana dan prasarana, maupun koordinasi dengan lintas sektor agar pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan dapat dilakukan secara lebih optimal. Tantangan BPOM kedepan adalah melakukan kajian, penataan, dan evaluasi organisasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM.

b. Penataan Tatalaksana

Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, BPOM berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan dan secara terus menerus meningkatkan pengawasan serta memberikan pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Komitmen BPOM tersebut dilakukan melalui penerapan sistem mutu secara konsisten dan ditingkatkan secara berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau perolehan Quality Management System ISO 9001:2008; Akreditasi Laboratorium IEC 17025:2005; PIC/S Quality System

(32)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

24

Requirement for Pharmateucal Inspectorate (PI 0023), OHSAS 18001;2007; ISO 27001;2013 Information Security Management System; WHO Quality System Requirement for National GMP Inspectorate (TRS 902 Annex 8, 2002); dan persyaratan Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan untuk sistem riset dan pengembangan (KNAPPP02:2007).

Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan juga dilakukan melalui penerapan e-government atau penggunaan teknologi informasi di lingkungan BPOM, diantaranya pendaftaran produk (pangan, oba, obat tradisional) dan berbagai penyelenggaraan manajemen pemerintahan lainnya yang dilakukan secara elektronik serta keterbukaan informasi publik bagi masyarakat. Berbagai sistem mutu dan pengembangan e-government yang dapat meningkatkan kinerja BPOM tersebut seyogyanya dapat diintegrasikan sesuai dengan ruang lingkupnya agar pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

c. Penataan Peraturan perundang-undangan dan Penegakan Hukum

Telah banyak undang-undang dan peraturan pemerintah yang menjadi landasan teknisi pelaksanaan tugas fungsi BPOM. Namun, Peraturan Perundang-undangan yang ada selama ini kurang mendukung tercapainya efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Demikian pula sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran di bidang Obat dan Makanan belum memberikan efek jera sehingga sering terjadi kasus berulang.

Beberapa kerangka regulasi yang diasumsikan dapat mendukung pencapaian tujuan pengawasan Obat dan Makanan dibahas pada kerangka regulasi. Adanya kerangka regulasi sebagai bagian tak terpisahkan dari kaidah pelaksanaan RPJMN / RKP membuka peluang untuk menciptakan harmonisasi peraturan perundang-undangan dan meminimalkan ego sektoral. BPOM perlu mengambil kesempatan ini dengan mengusulkan peraturan perundang-undangan yang akan masuk dalam prolegnas setiap tahunnya bersamaan memastikan bahwa bagi masyarakat, BPOM perlu membuat cost-benefif analysis. Sedangkan terhadap regulasi teknis yang dikeluarkan BPOM perlu dilakukan regulatory impact assessment.

(33)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

25

Kaitannya dengan pengawasan Obat dan Makanan di daerah, selain ketersediaan NSPK, perlu didorong terbitnya aspek legal berupa Peraturan / SK Gubernur dan ditindaklanjuti dengan Peraturan / SK Bupati / Walikota.

Pada level operasional, BPOM telah memiliki Pedoman Pengawasan yang jelas untuk acuan dalam pengawasan Obat dan Makanan, juga menerbitkan standar mutu lainnya, seperti standar produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Ketersediaan peraturan perundangan sampai dengan pedoman teknis yang dilegalkan dalam bentuk Peraturan Kepala BPOM tersebut sangat mendukung penegakan hukum.

Tantangan ke depan, BPOM harus membuat terobosan dalam penegakan hukum seperti memperkuat kemitraan untuk pengawasan, penindakan, maupun persamaan persepsi dengan kepolisian, kejaksaan, dan instansi terkait, menggeser pengawasan ke arean preventif, serta memperkuat kerjasama di Free Trade Zone Area. Upaya ini pun perlu diikuti dengan peningkatan kajian BPOM mengenai kerugian negara secara ekonomi maupun kesehatan akibat pelanggaran Obat dan Makanan.

d. Penguatan Akuntabilitas Kinerja

Penguatan Akuntabilitas Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Untuk mencapai tujuan tersebut, BPOM telah mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dengan baik, dibuktikan dengan hasil evaluasi KemenPAN-RB tahun 2014 memperoleh nilai B.

Komitmen pimpinan yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan SAKIP menjadi kekuatan penting dalam upaya penguatan akuntabilitas kinerja BPOM. Namun, BPOM masih perlu melakukakn penyempurnaan dalam penatausahaan manajemen pemerintahan (keuangan dan BMN) dalam mewujudkan pemerintahan yang akuntabel. Ke depan, untuk menjawab ekspektasi masyarakat terhadap akuntabilitas BPOM selaku institusi pengawasan, BPOM telah menargetkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap opini laporan keuangan BPOM dari BPK.

e. Penguatan Pengawasan

Penguatan pengawasan bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Melalui upaya

(34)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

26

pengawasan yang dilakukan BPOM, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dan efektivitas pengelolaan keuangan negara di lingkungan BPOM serta menghindari tingkat penyalahgunaan wewenang.

Pengawasan ynag dilakukan BPOM antara lain melalui kebijakan penanganan gratifikasi, penerapan Sistem Pengendalian Internal Pemerintahan (SPIP), pengelolaan pengaduan masyarakat, implementasi whistle-blowing system, penanganan benturan kepentingan, pembangunan zona integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), dan pendayagunaan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dalam perencanaan dan penganggaran.

Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, upaya pengawasan yang dilakukan BPOM tersebut masih perlu dievaluasi agar dapat ditingkatkan pelaksanaannya. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah penguatan peran APIP dan unit pengawas fungsional (Inspektorat) sebagai internal-consultant yang melaksanakan fungsi pembinaan, penataan, pengawasan, dan pentaatan dengan dukungan SDM yang memadai secara kualitas dan kuantitas serta berfokus pada pemeriksaan kinerja berbasis risiko untuk mencegah potensi kesalahan yang menganggu efektivitas pencapaian sasaran organisasi dan dapat menimbulkan kerugian negara.

f. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur

Penataan sistem manajemen SDM aparatur bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme SDM aparatur BPOM yang didukung oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur berbasis kompetensi, transparan, serta memperoleh gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Perencanaan kebutuhan pegawai BPOM dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan proses penerimaan pegawai dilakukan secara transparan, objektif, akuntabel, dan bebas KKN serta promosi jabatan dilakukan secara terbuka.

Pengembangan pegawai yang dilakukan BPOM berbasis kompetensi yang selanjutnya capaian penilaian kinerja individu pegawai akan dijadikan dasar untuk pemberian tunjangan kinerja. Hal ini diimbangi dengan penegakan aturan disiplin dan kode etik serta pemberian sanksi. Seluruh aktivitas manajemen SDM tersebut didukung oleh sistem informasi kepegawaian.

(35)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

27

Saat ini, SDM BPOM telah memiliki kualitas yang memadai, namun dari sisi kuantitas SDM BPOM belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas dan fungsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Sistem manajemen pemerintah menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik di tingkat organisasi sampai ke level individu. Untuk saat ini, sistem manjemen kinerja belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem manajemen kinerja yang lebih efektif dan efisien terutama dalam hal pelaksanaan evaluasi terhadap peta dan kelas jabatan yang telah disusun. Pemanfaatan sistem informasi kepegawaian yang telah dibangun juga perlu dioptimalisasi sebagai pendukung pengambilan kebijakan manajemen SDM BPOM.

g. Manajemen Perubahan

Manajemen perubahan bertujuan untuk mengubah secara sistematis dan konsisten dari sistem dan mekanisme kerja organisasi serta pola pikir dan budaya kerja individu atau unit kerja di dalamnya menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran RB. Untuk menggerakkan organisasi dalam melakukan perubahan, BPOM telah memebentuk agent of change sebagai role model serta forum bagi pembelajaran atau inovasi dalam proses perubahan yang dilakukan. Komitmen dan keterlibatan pimpinan dan seluruh pegawai BPOM secara aktif dan berkelanjutan merupakan unsur pendukung paling utama dalam perubahan pola pikir dan budaya kerja dalam rangka pelaksanaan RB.

Untuk mengurangi risiko kegagalan yang disebabkan kemungkinan timbulnya resistensi terhadap perubahan dibutuhkan media komunikasi secara reguler untuk mensosialisasikan RB atau perubahan yang sedang dan akan dilakukan, termasuk pentingnya peran agent of change dan manfaat dari forum pembelajaran atau inovasi.

1.2.11 Data Wilayah Kerja

Provinsi Aceh memiliki luas wilayah 56.770,81 km² dibagi kedalam 5 (lima) pemerintahan Kota dan 18 (delapan belas) pemerintahan Kabupaten dengan jumlah penduduk berdasarkan sensus penduduk tahun 2013 adalah 4.791.900 jiwa, yang terdiri dari 2.397.200 jiwa laki-laki dan 2.394.700 jiwa perempuan.

(36)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

28

Provinsi Aceh terletak paling Barat wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan titik terluar berada di Kota Sabang terletak di Pulau Weh berbatasan dengan Samudra Hindia ke arah India, sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, terbagi dalam dengan 3 sektor pintu masuk yang dihubungkan dengan 3 jalan darat. Sektor selatan melalui kota Subulussalam, sektor tengah melalui kota Kutacane dan sektor utara, merupakan jalur paling padat yaitu melalui kota Aceh Tamiang, dan sebelah Utara dengan garis pantai menghadap ke Selat Malaka merupakan lintas laut terpadat dan menjadi pintu masuk utama dari Negara tetangga Malaysia, Thailand dan Singapura, karena di pantai Utara tersebut banyak terdapat jalur pelayaran tradisional dan terdapat pelabuhan alam di kota Langsa.

Provinsi Aceh pemerintahannya dibagi kedalam 18 wilayah Kabupaten dan 5 wilayah kota (23 Kabupaten/Kota) sebagai berikut:

1. Kabupaten Aceh Barat dengan ibukota Meulaboh 2. Kabupaten Aceh Barat Daya dengan ibukota Blang Pidie 3. Kabupaten Aceh Besar dengan ibukota Jantho

4. Kabupaten Aceh Jaya dengan ibukota Calang 5. Kabupaten Aceh Selatan dengan ibukota Tapaktuan 6. Kabupaten Aceh Singkil dengan ibukota Singkil 7. Kabupaten Aceh Tamiang dengan ibukota Karang Baru 8. Kabupaten Aceh Tengah dengan ibukota Takengon 9. Kabupaten Aceh Tenggara dengan ibukota Kutacane 10. Kabupaten Aceh Timur dengan ibukota Idi Rayeuk 11. Kabupaten Aceh Utara dengan ibukota Lhoksukon

12. Kabupaten Bener Meriah dengan ibukota Simpang Tiga Redelong 13. Kabupaten Bireuen dengan ibukota Bireuen

(37)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

29

15. Kabupaten Nagan Raya dengan ibukota Suka Makmue 16. Kabupaten Pidie dengan ibukota Sigli

17. Kabupaten Pidie Jaya dengan ibukota Meureudu 18. Kabupaten Simeulue dengan ibukota Sinabang 19. Kota Banda Aceh dengan ibukota Banda Aceh 20. Kota Langsa dengan ibukota Langsa

21. Kota Lhokseumawe dengan ibukota Lhokseumawe 22. Kota Sabang dengan ibukota Sabang

23. Kota Subulussalam dengan ibukota Subulussalam

Di Provinsi Aceh pada tahun 2014 terdapat sarana industri kecil obat tradisional sebanyak 5 sarana, industri kosmetik sebanyak 5 sarana, sarana industri pangan (MD) sebanyak 27 sarana dan IRTP sebanyak 632 sarana. Sedangkan sarana distribusi obat dan makanan terdapat sarana distribusi obat PBF sebanyak 26 sarana, apotek 273 sarana, toko obat 597 sarana, rumah sakit 62 sarana, puskesmas 325 sarana, balai pengobatan 13 sarana, gudang farmasi kabupaten/kota 24 sarana. Sarana distribusi kosmetik sebanyak 718 sarana, sarana distribusi obat tradisional 597 sarana, sarana distribusi pangan sebanyak 1.384 sarana. Sarana pengelola narkotika dan atau psikotropika terdiri dari PBF sebanyak 26 sarana, apotek 273 sarana, rumah sakit umum sebanyak 46 sarana, gudang farmasi 24 sarana, puskesmas 325 sarana dan balai pengobatan 13 sarana. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

0 200 400 600 800 5 5 27 632

SARANA PRODUKSI

(38)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

30

Lama waktu perjalanan ke wilayah kerja Kabupaten/Kota rata – rata 14 jam, paling lama 25 jam dan paling singkat 2 jam. Untuk mencapai lokasi sarana, petugas Balai Besar POM di Banda Aceh umumnya menggunakan transportasi darat (94%), selebihnya menggunakan transportasi laut (5%) dan udara (1%). Lokasi sarana yang menggunakan transportasi laut yaitu Kota Sabang (Pulau Weh), Kabupaten Simeulue menggunakan transportasi laut dan udara. Untuk melaksanakan pengawasan disatu wilayah kerja diperlukan rata-rata waktu selama 7,5 jam. Pada tahun 2011 panjang jalan kabupaten/kota diseluruh provinsi Aceh adalah 13.541,07 Km dimana 3.165,44 Km diantaranya berada dalam kondisi baik, dan 5.681,06 Km dalam kondisi sedang dan selebihnya 4.994,57 Km dalam kondisi rusak. Total panjang jalan kabupaten/kota

0 200 400 600 800 24 304 685 384 24

SARANA DISTRIBUSI OBAT

0 1000 2000 OT KOS PANGAN 597 718 1372

(39)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019

31

6.203,57 km beraspal, 4.837,42 km berpermukaan kerikil dan selebihnya sepanjang 2.800,08 km masih berpermukaan tanah.

1.2.12 Isu Strategis

Isu strategis yang dihadapi Balai Besar POM di Banda Aceh adalah meningkatnya peredaran produk obat, obat tradisional, kosmetik dan makanan yang tidak memenuhi syarat di wilayah Provinsi Aceh. Peresmian Pelabuhan Krueng Geukuh di Aceh Utara sebagai jalur masuk kedua bagi produk impor (selain pelabuhan Sabang di Banda Aceh) dapat meningkatkan peredaran produk obat, obat tradisonal, kosmetik, dan makanan yang tidak memenuhi syarat.

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh harus mampu menurunkan jumlah produk yang tidak memenuhi syarat di Provinsi Aceh yaitu obat yang tidak memenuhi syarat, obat tradisional yang mengandung Bahan Kmia Obat (BKO), kosmetik yang mengandung bahan berbahaya, suplemen yang tidak memenuhi syarat dan makanan yang mengandung bahan berbahaya.

Selain itu sejalan dengan diberlakukannya syariat islam, Balai Besar POM di Banda Aceh diharapkan dapat menurunkan, atau bahkan menghilangkan peredaran makanan yang tidak halal di masyarakat.

Hasil analisa lingkungan strategis baik eksternal maupun internal dirangkum dalam tabel 3 berikut :

Tabel 3

Rangkuman Analisis SWOT

HASIL PEMBAHASAN (SWOT) Kekuatan

(Strengths)

1. Kualitas SDM

2. Integritas Pelayanan Publik diakui secara Nasional

3. Networking yang kuat dengan lembaga-lembaga

pusat/daerah/internasional 4. Pedoman Pengawasan yang jelas 5. Komitmen Pimpinan

Gambar

Gambar 6  Peta Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Periode 2015-2019

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 6 Grafik Tingkat Efisiensi Operasional Mutlak Rumah Makan Lauk Sambel Banyumas dan Pesaing Untuk memperkirakan efisiensi operasional mutlak adalah dengan membandingkan

Banyaknya pelaku yang terlibat dalam rantai pasok pengembangan perumahan khususnya pada tahap pelaksanaan konstruksi perumahan menuntut kontraktor untuk melakukan kontrol

Kosakata Islam dapat dilihat dari suasana bulan ramadhan yang terdapat pada gambar Damar Kurung, sedangkan Damar Kurung dikatakan sebagai budaya lokal karena merupakan

Menelaah secara komprehensif perbedaan kemampuan koneksi matematis siswa antara yang memperoleh pendekatan pembelajaran dengan metakognitif grup (PPMG),

- Fokus pada kinerja pada beberapa proses kritis membutuhkan kerja sama tim (teamwork) dan pembelajaran. Pengukuran OCR dapat diartikan sebagai pemetaan kesiapan budaya,

data uji organoleptik dianalisis menggunakan uji Anava Ganda (Two Way Anava) dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh nyata

Apakah Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Solvabilitas, Kepemilikan saham Publik, dan Komite Audit berpengaruh secara simultan terhadap audit delay pada

Penelitian ini membahas materi tajwid pada mata pelajaran qur’an hadist penelitian ini menggunakan data-data kualitatif yang akan mengetahui bagaimana