• Tidak ada hasil yang ditemukan

Viabilitas Mycobacterium leprae dari Kulit dan Darah Penderita Kusta dengan Pemeriksaan Biomolekuler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Viabilitas Mycobacterium leprae dari Kulit dan Darah Penderita Kusta dengan Pemeriksaan Biomolekuler"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pengarang Utama 5 SKP. Pengarang Pembantu 1 SKP (SK PB IDI No. 318/PB/A.7/06/1990)

Viabilitas Mycobacterium leprae dari Kulit dan Darah Penderita

Kusta dengan Pemeriksaan Biomolekuler

(Viability of Mycobacterium leprae from Skin and Blood of Leprosy Patient

with Biomolecular Examination)

Nurfithria Ikaputri, Trisniartami Setyaningrum, Indropo Agusni

Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya

ABSTRAK

Latar Belakang: Kusta adalah penyakit infeksi menahun yang sistemik, yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae

(M. leprae). Pemeriksaan Batang Tahan Asam (BTA) dan histopatologi belum dapat mendeteksi secara pasti viabilitas M. leprae, baik di kulit maupun darah. Metode terbaru untuk deteksi RNA saat ini adalah pemeriksaan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Tujuan: Menentukan viabilitas (kepositifan RNA) M. leprae dalam jaringan biopsi kulit dan darah tepi penderita kusta MB baru dengan pemeriksaan RT-PCR. Metode: Dilakukan pengambilan Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) dan biopsi kulit dari 15 penderita kusta MB yang belum diobati MDT-WHO. Pada semua sampel dilakukan hapusan sayatan kulit, hapusan darah tepi, RT-PCR biopsi kulit serta RT-PCR darah tepi. Hasil: Dari 15 sampel didapatkan Indeks Morfologi (IM) hapusan sayatan kulit positif sebanyak 9 (60%) penderita, sedangkan RT-PCR biopsi kulitnya positif sebanyak 12 (80%) penderita. IM darah tepi seluruhnya negatif pada 15 penderita, sedangkan RT-PCR darah tepinya positif pada 2 (13,3%) penderita. Kesimpulan: Viabilitas (kepositifan RNA) M. leprae ditemukan baik pada kulit maupun darah dengan hasil pemeriksaan menggunakan RT-PCR lebih baik dibandingkan menggunakan hapusan sayatan kulit/darah. RNA M. leprae juga lebih banyak ditemukan pada kulit daripada darah.

Kata kunci: viabilitas, Mycobacterium leprae, kusta, reverse transcriptase polymerase chain reaction

ABSTRACT

Background: Leprosy is systemic infection disease caused by Mycobacterium leprae. Acid fast bacilli (AFB) examination and

histopathology could not detect viability of M. leprae. New methode for RNA detection is Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Purpose: To find out viability of M. leprae from skin biopsy and peripheral blood of new leprosy patient with RT-PCR. Methods: Skin biopsy and Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBNC) were obtained from 15 newly diagnosed, untreated MB leprosy patient. All samples were performed slit skin smear, blood smear, RT-PCR from skin biopsy and PBMC. Results: From 15 samples, there were 9 patients with positive Morphological Index (MI) from slit skin smear, whereas 12 patients with positive PCR from skin biopsy. There were all negative result of MI from blood smear, whereas 2 patients with positive RT-PCR from PBMC. Conclusion: RNA M. leprae can be detected in skin biopsy and blood from MB leprosy. RT-RT-PCR examination is better than AFB staining. RNA M. leprae also found more in skin than blood.

Key words: viability, Mycobacterium leprae, leprosy, reverse transcriptase polymerase chain reaction

Alamat korespondensi: Nurfithria Ikaputri, Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo No. 6–8 Surabaya 60131, Indonesia. Telepon: (031) 5501609, e-mail: nurfithria_dr@yahoo.com

PENDAHULUAN

Kusta adalah penyakit infeksi menahun yang sistemik, yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium

leprae (M. leprae).1 Penyakit kusta sampai saat ini

masih merupakan masalah besar di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada pertengahan tahun 2000 WHO telah menetapkan eliminasi kusta, yaitu kurang dari 1 per 10.000 penduduk, tetapi sampai

(2)

akhir tahun 2002 masih ada 13 propinsi dan 111 kabupaten yang belum mencapai tingkat eliminasi kusta di Indonesia.2,3,4

Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan Batang Tahan Asam (BTA) dan pemeriksaan histopatologi belum dapat mendeteksi secara pasti viabilitas M. leprae. Metode yang dapat dipercaya untuk menentukan viabilitas organisme tersebut adalah pertumbuhannya pada telapak kaki tikus, namun metode ini sangat mahal dan memakan waktu lama, sampai lebih dari 6 bulan.5

Untuk mendeteksi viabilitas M. leprae saat ini digunakan tekhnik biomolekuler yang baru yaitu

Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction

(RT-PCR).6,7,8 RT-PCR adalah pemeriksaan yang mirip

dengan PCR, kecuali yang diamplifikasi adalah RNA dan diharapkan dapat menggambarkan viabilitas organisme dengan lebih baik karena RNA umumnya didegradasi dalam beberapa menit setelah kematian sel.6,8 Pada RT-PCR ini, benang RNA pertama kali

ditranskripsikan terbalik menjadi DNA komplemen (complementary DNA atau cDNA) menggunakan enzim reverse transcriptase, kemudian baru dilakukan proses PCR.

Target yang banyak dipakai adalah 16S rRNA

M. leprae. 16S rRNA M. leprae menunjukkan gen

pengatur yang mengandung sequence 1170 nukleotida dan terdapat 1.000–10.000 copies dalam satu bakteri, dengan sifat spesifik dan dengan cepat berkurang setelah M. leprae mati, sehingga dapat merefleksikan viabilitas M. leprae dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi.6,9

Telah banyak dilakukan penelitian mengenai viabilitas M. leprae pada spesimen biopsi kulit menggunakan RT-PCR seperti yang dilakukan oleh Kurabachew dan kawan-kawan. (1998). RNA

M. leprae terdeteksi pada 82% spesimen biopsi kulit

pasien kusta baru yang belum diobati yang terdiri atas 96% (25 dari 26) dari pasien MB dan 67% (12 dari 18) dari pasien PB.7 Hirawati dan

kawan-kawan. (2006) menggunakan RT-PCR dengan target 16S rRNA M. leprae pada spesimen biopsi pasien kusta midborderline (BB) dan BL yang belum diterapi dan didapatkan hasil positif pada 4 dari 7 spesimen.10

Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan potensi kulit dan darah pasien kusta sebagai sumber penularan dengan membuktikan keberadaan RNA

M. leprae yang menggambarkan viabilitasnya

menggunakan teknik RT-PCR.

METODE

Penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan bentuk cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui viabilitas (kepositifan RNA) M. leprae dari jaringan biopsi kulit dan darah tepi penderita kusta MB baru yang belum diobati MDT-WHO dengan pemeriksaan RT-PCR.

Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive

sampling, yang berdasarkan perhitungan didapatkan

sebanyak 15 sampel. Pemeriksaan RT-PCR dilakukan di Tropical Disease Centre, Universitas Airlangga, Surabaya.

Populasi penelitian adalah semua penderita kusta baru tipe MB yang belum diobati MDT-WHO di Divisi Morbus Hansen Unit Rawat Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Sampel penelitian adalah semua penderita kusta baru tipe MB, yang secara klinis memenuhi kriteria penerimaan sampel penelitian. Kriteria penerimaan sampel antara lain penderita berusia 15–59 tahun dengan diagnosa kusta tipe MB yang belum mendapat pengobatan dan hasil Indeks Bakteriologisnya positif, sedangkan kriteria penolakan sampel adalah penderita yang memiliki riwayat gangguan perdarahan yang berat pada anamnesis, sedang hamil, keadaan umumnya lemah atau menderita penyakit berat.

Alur penelitian dimulai dengan pemilihan penderita berdasarkan kriteria penerimaan dan penolakan sampel. Penderita yang memenuhi kriteria penerimaan, diberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Setelah penderita menyetujui turut serta dalam penelitian, maka dijadikan sampel penelitian dengan menandatangani surat persetujuan/informed consent. Pada penderita dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan BTA untuk penegakan diagnosa kusta tipe MB. Setelah itu dilakukan hapusan sayatan kulit untuk pemeriksaan Ziehl Neelsen dan biopsi kulit untuk RT-PCR. Selain itu dilakukan pengambilan darah tepi (PBMC) untuk dibuat hapusan darah tepi serta RT-PCR. Data dan hasil yang didapat dimasukkan dalam lembar pengumpul data dan kemudian data disusun dalam bentuk tabel dan grafik.

HASIL

Usia paling muda dari penderita kusta yang menjadi sampel penelitian adalah 19 tahun dan yang

(3)

Penderita Kusta dengan Pemeriksaan Biomolekuler paling tua 54 tahun. Kelompok usia 25–44 tahun

menunjukkan jumlah terbanyak yaitu sebanyak 6 orang (40%).

Pada penelitian ini menunjukkan sebagian besar penderita berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 12 orang (80%) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 3 orang (20%).

Lama keluhan kelainan kulit yang dirasakan oleh penderita pertama kali, yang terbanyak adalah 2–3 tahun yaitu sebanyak 6 penderita (40%) dan yang paling sedikit adalah > 3 tahun yaitu sebanyak 1 penderita (6,7%). (Tabel 1)

Pada penelitian ini didapatkan mayoritas adalah penderita tipe kusta BL dan LL, yaitu masing-masing 60% dan 26,7%. (Tabel 2)

Indeks Bakteri (IB) dalam sediaan hapusan sayatan kulit dari 15 orang penderita kusta baru yang diteliti terdapat 15 orang dengan IB positif (100%) sesuai kriteria penerimaan sampel, yang terdiri atas 2 orang positif 1 (13,3%), 5 orang positif 2 (33,3%) dan 8 orang positif 3 (53,4%).

Indeks Morfologi (IM) dalam sediaan hapusan sayatan kulit dari 15 penderita kusta baru terdapat 9 orang dengan IM positif (60%) yang terdiri atas 4 orang (26,7%) IM 1%, 1 orang (6,7%) IM 2%, 2 orang (13,3%) IM 3% dan 2 orang (13,3%) IM 5%. (Tabel 3).

Berdasarkan ada tidaknya BTA dalam sediaan hapusan darah tepi (IB/IM) dari 15 orang penderita kusta baru yang diteliti terdapat 15 penderita dengan BTA negatif (100%).

Pada pemeriksaan RT-PCR dari biopsi kulit pada 15 penderita kusta baru tipe MB, didapatkan hasil RNA M. leprae positif pada 12 penderita (80%) dan RNA M. leprae negatif pada 3 penderita (20%). (Tabel 4).

Pada pemeriksaan RT-PCR dari darah tepi pada 15 penderita kusta baru, didapatkan hasil RNA

M. leprae positif pada 2 penderita (13,3%) dan RNA M. leprae negatif pada 13 penderita (86,7%).

(Tabel 5).

Dari 15 penderita kusta baru yang diteliti, pada 2 orang penderita tipe BB tidak ditemukan BTA (IM) dalam pemeriksaan hapusan sayatan kulit dan 100% penderita adalah RT-PCR biopsi kulit positif. Tabel 3. Distribusi hasil pemeriksaan hapusan sayatan kulit (IM) penderita kusta baru yang diteliti di Divisi MH URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Hapusan sayatan kulit (IM) Jumlah

0 1% 2% 3% 5% 6 (40%) 4 (26,7%) 1 (6,7%) 2 (13,3%) 2 (13,3%) Jumlah 15 (100%)

Tabel 4. Hasil pemeriksaan RT-PCR dari biopsi kulit penderita kusta baru yang diteliti di Divisi MH URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo

RT-PCR Biopsi Kulit Jumlah Negatif

Positif 3 (20%)12 (80%)

Jumlah 15 (100)

Tabel 5. Hasil pemeriksaan RT-PCR dari darah tepi (PBMC) penderita kusta baru yang diteliti di Divisi MH URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo

RT-PCR Darah Tepi (PBMC) Jumlah Negatif

Positif 13 (86,7%) 2 (13,3%)

Jumlah 15 (100)

Tabel 1. Distribusi lama keluhan kelainan kulit penderita kusta baru di Divisi MH URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo

Lama keluhan kelainan kulit Jumlah (%) < 6 bulan 7 bulan–1 tahun 2–3 tahun > 3 tahun 4 (26,7%) 4 (26,7%) 6 (40%) 1 (6,6%) Jumlah 15 (100%)

Tabel 2. Distribusi tipe kusta baru yang diteliti berdasarkan hasil pemeriksaan klinis di Divisi MH URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo

Tipe kusta Jumlah

BB BL LL 2 (13,3%) 9 (60%) 4 (26,7%) Jumlah 15 (100%)

(4)

Pada 9 orang penderita tipe BL, 5 (55,6%) penderita ditemukan BTA (IM) pada hapusan sayatan kulit dan 66,7% adalah penderita dengan RT-PCR biopsi kulit positif. Pada 4 penderita tipe LL, semuanya ditemukan BTA (IM) pada hapusan sayatan kulit dan semua RT-PCR biopsi kulitnya positif. (Tabel 6).

Dari 15 penderita kusta baru yang diteliti, pada 2 penderita tipe BB dan 9 penderita tipe BL, semuanya tidak didapatkan BTA (IM) dari hapusan darah tepi dan semua RT-PCR darah tepinya juga negatif. Pada 4 penderita tipe LL semuanya tidak didapatkan BTA (IM) pada hapusan darah tepi dan 50% adalah penderita dengan RT-PCR darah tepi positif. (Tabel 7).

Pada 2 penderita kusta tipe BB, hasil RT-PCR biopsi kulitnya positif 100% tetapi hasil RT-PCR darah tepinya seluruhnya negatif. Pada 9 penderita kusta tipe BB, hasil RT-PCR biopsi kulitnya positif sebanyak 6 penderita (66,7%) tetapi hasil RT-PCR darah tepinya seluruhnya negatif, sedangkan pada

4 penderita kusta tipe LL, seluruh hasil RT-PCR biopsi kulitnya positif (100%) dan 50% nya adalah penderita dengan RT-PCR darah tepi positif. (Tabel 8) PEMBAHASAN

Meskipun penyakit kusta dapat menyerang kedua jenis kelamin, tetapi jumlah laki-laki yang terserang lebih banyak daripada perempuan dengan rasio 2:1.11

Pada penelitian ini perbandingan penderita laki-laki dengan perempuan adalah 4:1. Hasil penelitian ini lebih besar dari biasanya mungkin karena waktu penelitian yang relatif pendek dan jumlah sampel yang tidak banyak. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan karena laki-laki biasanya memiliki aktivitas atau mobilitas yang lebih tinggi, sehingga kemungkinan terjadinya kontak dengan sumber penularan kuman kusta lebih besar. Terdapat juga pengaruh faktor lingkungan seperti cara berpakaian.11

Penyakit kusta dapat terjadi pada semua umur dan sering terjadi dengan bertambahnya usia.11,12,13

Tabel 6. Hasil pemeriksaan hapusan sayatan kulit (makula) dan RT-PCR dari biopsi kulit pada tipe kusta klinis

Tipe Kusta Klinis IM hapusan sayatan kulit RT-PCR biopsi kulit Jumlah

Positif Negatif Positif Negatif

BB 0 (0%) 2 (100%) 2 (100%) 0 (0%) 2 (100%)

BL 5 (55,6%) 4 (44,4%) 6 (66,7%) 3 (33,3%) 9 (100%)

LL 4 (100%) 0 (0%) 4 (100%) 0 (0%) 4 (100%)

Jumlah 9 (60%) 6 (40%) 12 (80%) 3 (20%) 15 (100%)

Tabel 7. Hasil pemeriksaan hapusan darah tepi (PBMC) dan RT-PCR dari darah tepi (PBMC) pada tipe kusta klinis

Tipe Kusta Klinis IM hapusan darah tepi (PBMC) RT-PCR darah tepi (PBMC) Jumlah

Positif Negatif Positif Negatif

BB 0 (0%) 2 (100%) 0 (0%) 2 (100%) 2 (100%)

BL 0 (0%) 9 (100%) 0 (0%) 9 (100%) 9 (100%)

LL 0 (0%) 4 (100%) 2 (50%) 2 (50%) 4 (100%)

Jumlah 0 (0%) 15 (100%) 2 (13,3%) 13 (86,7%) 15 (100%)

Tabel 8. Hasil pemeriksaan RT-PCR biopsi kulit dan RT-PCR dari darah tepi (PBMC) pada tipe kusta klinis

Tipe Kusta Klinis RT-PCR biopsi kulit RT-PCR darah tepi (PBMC) Jumlah

Positif Negatif Positif Negatif

BB 2 (100% 0 (0%) 0 (0%) 2 (100%) 2 (100%)

BL 6 (66,7% 3 (33,3%) 0 (0%) 9 (100%) 9 (100%)

LL 4 (100% 0 (0%) 2 (50%) 2 (50%) 4 (100%)

(5)

Penderita Kusta dengan Pemeriksaan Biomolekuler Pada penelitian ini didapatkan kelompok usia 25–44

tahun menunjukkan jumlah terbanyak yaitu sebanyak 6 orang (40%). Data tersebut hampir sesuai dengan data epidemiologik kusta, yaitu rentang usia terbanyak pada kelompok 35–44 tahun.14

Berdasarkan anamnesis adanya gejala bercak putih yang mati rasa, benjolan atau bercak kemerahan, dan rasa kesemutan dirasakan penderita berkisar antara 3 bulan sampai 4 tahun. Dengan lama sakit terbanyak antara 2 sampai 3 tahun (tabel 1). Dari data tersebut tampak bahwa ada keterlambatan penderita memeriksakan diri, kemungkinan karena kurangnya pengetahuan penderita tentang penyakit kusta.

Tipe kusta terbanyak adalah tipe BL sebanyak 9 orang (60%), diikuti LL dan BB (tabel 2). Pada penelitian ini hanya terdapat 3 tipe kusta tersebut di atas karena sampel yang dipilih adalah penderita Kusta tipe MB dan mereka yang pada pemeriksaan BTA masih positif.

Indeks morfologis adalah prosentase basil kusta, bentuk utuh (solid) terhadap seluruh BTA.13,15 Pada

penelitian ini didapatkan hasil IM hapusan kulit positif sebanyak 9 orang (60%). Semua sampel dalam penelitian ini adalah penderita kusta yang belum diobati sehingga angka IM nya juga masih tinggi.

Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi untuk mendeteksi adanya BTA (IB dan IM). Dari 15 orang penderita kusta baru yang diteliti, seluruhnya (100%) ditemukan BTA negatif (Tabel 3). Kemungkinannya adalah hasil negatif palsu dari pemeriksaan hapusan pada penelitian ini akibat jumlah M. leprae viabel yang beredar dalam darah tidak banyak, pulasan preparasi yang terlalu tipis atau tebal, pemanasan berlebihan saat fiksasi, atau fiksasi yang kurang baik, cara pewarnaan yang salah dan pembacaan yang tidak adekuat.

Dari 15 penderita kusta baru dari berbagai tipe klinis yang dilakukan pemeriksaan RT-PCR dari biopsi kulit didapatkan hasil positif pada 12 penderita (80%) dan hasil negatif pada 3 orang penderita (20%) pada tabel 4.

Pada penelitian didapatkan hasil RT-PCR atau RNA M. leprae positif pada 13,3% darah tepi (PBMC) pasien kusta baru tipe MB (2 dari 15 pasien) pada tabel 4. Dengan ditemukannya RNA M. leprae pada darah tepi, menunjukkan adanya proses sistemik atau proses bakteremia pada kusta. Pada jaringan saraf tepi M. leprae difagosit dalam fagosom sel Schwann tanpa ada enzim lisosom sehingga M. leprae dapat bermultiplikasi dan terlindungi terhadap antibodi dan anti mikroba, hal ini menyebabkan perjalanan kusta

menjadi kronis. Replikasi bakterial menyebabkan terjadinya migrasi perineural memasuki aliran darah dan terjadi bakteremia.16

Pada tabel 6 didapatkan kepositifan RNA pada RT-PCR biopsi kulit yang lebih tinggi daripada dengan hapusan sayatan kulit. Hal ini mungkin disebabkan karena hasil negatif palsu dari pemeriksaan IM. Alasan lain adalah kemungkinan adanya perbedaan densitas kuman pada hapusan sayatan kulit dan biopsi. Pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan PCR untuk melihat seberapa banyak kuman pada jaringan biopsi. Penelitian Torres dan kawan-kawan tahun 2002 mendapatkan M. leprae dengan urutan terbanyak adalah melalui biopsi kulit disusul hapusan sayatan kulit, cuping telinga, dan terakhir swab hidung.17

Pada tabel 7 terlihat bahwa hasil RT-PCR PBMC menunjukkan peningkatan bila dibandingkan hasil pemeriksaan IM hapusan darah tepi. Dari hasil tersebut juga tampak bahwa RT-PCR PBMC yang positif seluruhnya adalah penderita kusta tipe LL. Pada penderita kusta tipe LL ini densitas bakterinya lebih tinggi dan jumlah M. leprae yang viabel juga semakin banyak.

Pada penelitian ini hasil kepositifan RNA M.

leprae pada darah tepi (PBMC) tidak setinggi hasil

kepositifan RNA M. leprae pada biopsi kulit (tabel 8). Hal ini menunjukkan meski terjadi proses bakteremia, jumlah mikroba yang terdeteksi di jaringan jumlahnya lebih banyak daripada mikroba yang bersirkulasi pada darah tepi. Densitas kuman pada darah tepi yang tidak sebanyak pada jaringan ini juga didukung oleh penelitian Santos dan kawan-kawan, dengan menggunakan PCR yang menunjukkan bahwa

M. leprae pada darah tepi tidak sebanyak pada lokasi

sampel lain yaitu cairan limfe dan biopsi kulit.18

Sehingga kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pemeriksaan viabilitas M. leprae pada biopsi kulit ataupun darah tepi menggunakan RT-PCR lebih baik daripada pemeriksaan Indeks Morfologi dari hapusan sayatan kulit ataupun darah tepi menggunakan Ziehl Neelsen. Pemeriksaan viabilitas

M. leprae dari biopsi kulit juga lebih baik daripada

pemeriksaan viabilitas M. leprae dari darah tepi, dengan menggunakan pemeriksaan RT-PCR.

Namun deteksi BTA dari hapusan sayatan kulit menggunakan pemeriksaan Ziehl Neelsen masih diperlukan sebagai penunjang pemeriksaan klinis penderita yang diduga kusta terutama di daerah endemis kusta. Pada kasus kusta baru yang meragukan atau berulang di mana hasil BTA (IM) nya negatif, fasilitas RT-PCR melalui biopsi kulit dan darah tepi

(6)

merupakan pilihan untuk penentuan viabilitas kuman

M. leprae.

Mengingat viabilitas M. leprae penting dari segi penularan, maka bila didapatkan penderita kusta dengan RT-PCR positif baik itu dari kulit maupun darah menunjukkan bahwa penderita itu masih berpotensi untuk menularkan M. leprae. Dari penelitian ini terlihat bahwa di dalam darah penderita kusta pun bisa didapatkan M. leprae yang viabel yang berarti bisa dipindahkan melalui transfusi darah. Untuk itu mungkin perlu dipikirkan kemungkinan penularan kusta melalui donor darah.

Penggunaan RT-PCR juga dapat dipakai pada studi yang lebih luas, seperti menentukan distribusi berbagai kemungkinan sumber penularan M. leprae selain manusia (hewan, sumber air di lingkungan sekitar tempat tinggal penderita di daerah endemis kusta dan lain-lain).

Viabilitas (kepositifan RNA) M. leprae ditemukan baik pada kulit maupun darah dengan hasil pemeriksaan RT PCR lebih baik dibandingkan menggunakan hapusan sayatan kulit atau darah. RNA M. leprae juga lebih banyak ditemukan pada kulit daripada darah.

KEPUSTAKAAN

1. Rea TH, Modlin RL. Leprosy, In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. Edisi ke-7, New York: McGraw-Hill 2008; 1786–96. 2. Naafs B, 2000. Viewpoint: Leprosy after year 2000.

Trop Med Int Health 5(6): 400–3.

3. Durrheim DN, Speare R. Global leprosy elimination. J Epidemiol Commun Health 2003; 57: 316–7. 4. Rachmat H. Program pemberantasan penyakit kusta

di Indonesia. Dalam: Sjamsoe-Daili ES, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, editor. Kusta. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. h. 1–11.

5. Jadhav RS, Kamble RR, Shinde VS, Edward S, Edward VK. Use of Reverse Transcription of Polymerase Chain Reaction for the detection of Mycobacterium leprae in the slit-skin smears of leprosy patients. Indian J Lepr 2005; 77(2): 116–27.

6. Chae GT, Kim MJ, Kang TJ, Lee SB, Shin HK, Kim JP, et al. DNA-PCR and RT-PCR for the 18-kDa gene of Mycobacterium leprae to assess the efficacy of

multi-drug therapy for leprosy. J Med Microbiol 2002; 51: 417–22.

7. Kurabachew M, Wondimu A, Ryon JJ. RT-PCR detection of Mycobacterium leprae in clinical spesimens. J of Clin Microbiol 1998: 1352–56.

8. Phetsuksiri B, Rudeeaneksin J, Supapkul P, Wachapong S, Mahotarn K, Brennan PJ. A simplified reverse transcriptase PCR for rapid detection of Mycobacterium

leprae in skin specimens. FEMS Immunol Med

Microbiol 2006; 48: 319–28.

9. Haroen MS. Proporsi kepositifan RNA Mycobacterium

leprae dengan teknik RT-PCR pada permukaan dan

jaringan biopsi lesi kulit pasien kusta multibasilar yang belum mendapat pengobatan. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia; 2009.

10. Hirawati, Katoch K, Chauhan DS, Singh HB, Sharma VD, Singh M, et al. Detection of M. leprae by reverse transcription-PCR in biopsy specimens from leprosy cases: A preliminary study. J Commun Dis 2006; 38(3): 280–7.

11. Noordeen SK. The Epidemiology of Leprosy. In: Hastings RC, editor. Leprosy. 2nd ed. New York:

Churchill Livingstone; 1994. p. 29–45.

12. Rees RJW, Young DB. Epidemiology of Leprosy In: Hasting RD, editor. Leprosy. 2nd ed. New York:

Churchill Living stone; 1994. p. 49–78.

13. Departemen Kesehatan RI. Buku pedoman nasional pengendalian penyakit kusta. Edisi ke-19. Jakarta: Depkes RI; 2007.

14. Leprosy in: http://emedicine.medscape.com/ article/220455-overview#a0199

15. Prakoeswa CRS. Biomolecular aspect of leprosy in daily practice. Dalam: Prakoeswa CRS, editor. One day seminar "Leprosy in Perspective"; 2008; Surabaya, Indonesia; 2008. h. 18–30.

16. Abulafia J, Vignale RA. Leprosy: accessory immune system as effector of infectious. metabolic and immunologic reactions. Int J of Dermatol 2011; 40: 673–87.

17. Torres P, Camarena JJ, Gomez JR, Nogueira JM, Gimeno V, et al. Comparison of PCR mediated amplification of DNA and the classical methods for detection of Mycobacterium leprae in different types of clinical samples in leprosy patients and contacts. Lepr Rev 2003; 74: 18–30.

18. Santos AR, Miranda AB, Sarno EN, Suffys PN, Degrave WM. Use of PCR-mediated amplification of Mycobacterium leprae DNA in different types of clinical samples for the diagnosis of leprosy. J Med Microbiol 1993; 39: 298–304.

Gambar

Tabel 7.   Hasil pemeriksaan hapusan darah tepi (PBMC) dan RT-PCR dari darah tepi (PBMC) pada tipe  kusta klinis

Referensi

Dokumen terkait

Masalah seperti ini biasanya dapat diatasi dengan mengambil rata- rata bergerak untuk periode sebelum nilai tengah dan rata-rata bergerak setelah nilai tengah periode kemudian

Dengan demikian, penelitian ini berfokus untuk menganalisis dampak yang terjadi pada pasar ekspor perikanan dengan komoditas udang dan ikan ke Eropa bila

a) Variabel Kepemilikan manajerial pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014-2017 yang diukur dengan jumlah

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan cerita pendek “Le dernier Amour du Prince Genghi” karya marguerite Yourcenar, maka dapat disimpulkan mengenai tiga

Hasil dari proses drilling yang pertama digunakan sebagai tempat untuk memasang nut yang selanjutnya akan berhubungan dengan roda, sedangkan hasil dari proses drilling

Nama Jalan Status Jalan Fungsi Jalan Rumija (Terhitung dari Pagar Kiri Jalan ke Kanan Jalan) GSB Minimal (Terhitung Dari Dinding Terluar Bangunan ke As Jalan) GSS

Dari litologi yang dijumpai mulai dari aluvial, koluvium, metasedimen dan batuan terobosan yang terdiri dari granit dan granodiorit, maka dapat diharapkan zona mineralisasi terjadi

Tetapi, verba dalam konstruksi verba proses dan obyek yang diikuti oleh pelengkap derajat baik pelengkap derajat adjektival maupun pelengkap derajat verbal, atau pelengkap akhir