• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI ANALISIS TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MEMUTUS CERAI TALAK DALAM PERKARA NO.4403/PDT.G/2014/PA.SBY TENTANG BERANI KEPADA SUAMI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI ANALISIS TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MEMUTUS CERAI TALAK DALAM PERKARA NO.4403/PDT.G/2014/PA.SBY TENTANG BERANI KEPADA SUAMI."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga SKRIPSI

OLEH Ali Hamdan NIM.C31212102

\

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga SURABAYA

2017

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Studi Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim Memutus Cerai Talak dalam Perkara No.4403/Pdt.G/2014/Pa.Sby Tentang Berani Kepada Suami” adalah hasil penelitian yang menjawab : Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara cerai talak karena istri berani kepada suami dalam perkara Nomor : 4403/Pdt.G/2014/PA.Sby? Bagaimana Analisis Hukum Islam terhadap pertimbangan hakim dalam memutus perkara cerai talak karena istri berani kepada suami dalam perkara Nomor: 4403/Pdt.G/2014/PA.Sby?

Data penelitian dihimpun dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui pengumpulan data dengan teknik studi dokumen dan wawancara. Selanjutnya data yang telah dihimpun dianalisis dengan metode deskriptif analitis, yakni metode dengan menggambarkan dan memaparkan data yang telah terkumpul dengan pola pikir induktif. Berdasarkan penelitian ini perceraian terbilang sangat banyak. Salah satunya adalah perselisihan yang terjadi secara terus menerus yang tidak mungkin untuk didamaikan. Dalam hal ini Perselisihan terjadi disebabkan karena istri tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana yang telah ditentukan kewajibanyya tersebut. antara lain, meninggalkan rumah tanpa izin suami, tidak melayani suami sebagaimana yang semestinya, tidak mau memasak, tidak mau melayani anak dan berani kepada suami, dalam hal itu dapat dihukumi nusyuz. Terkait putusan 4403/Pdt.G/2014/Pa.Sby merupakan contoh bagaimana Majelis Hakim memutus cerai. Melihat dasar pertimbangan hukum yang dibuat oleh Majelis Hakim tidak sesuai dengan apa yang tertera dalam Undang-undang maupun hukum Islam. Misalnya ada beberapa pertimbangan Hakim dalam putusan tersebut yang tidak selaras dengan amar putusan tersebut. Alasan dasar yang menjadi latar belakang diputuskannya cerai oleh majelis hakim adalah istri berani kepada suaminya.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Hakim sudah selayaknya menyimpulkan bahwa berani kepada suami dapat dijadikan sebagai kategori nusyuz. Bukti kuat mengatakan bahwa berani dapat disamakan dengan nusyuz karena jelas istri tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya karena istri yang tidak menjalankan kewajibannya dapat dihukumi nusyuz. Akan tetapi majelis hakim berpendapat lain yang mana majelis hakim tersebut mendefinisikan bahwa arti nusyuz itu sebagai amoral. Di dalam Kompilasi Hukum Islam nusyuz bisa dikatakan sebagai sikap tidak patuhnya istri terhadap suami atau enggan memenuhi permintaan suami dan tidak menjalankan kewajibannya sebagai istri.

(7)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK... v

KATA PENGANTAR... vi

PERSEMBAHAN... viii

MOTTO... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TRANSLITERASI... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 7

C. Rumusan Masalah... 8

D. Kajian Pustaka... 9

E. Tujuan Penelitian... 10

F. Kegunaan Hasil Penelitian... 11

G. Definisi Operasional... 11

H. Metode Penelitian... 12

I. Sistematika Pembahasan... 16

BAB II PERCERAIAN MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian dan Bentuk-Bentuk Putusnya Perkawinan... 18

B. Hak dan Kewajiban Suami Istri... 25

(8)

xii

BAB III PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURABAYA

NO. 4403/PDT.G/2014/PA. SBY TENTANG

PERTIMBANGAN HAKIM MEMUTUS CERAI

TALAK KARENA BERANI KEPADA SUAMI

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Surabaya... 40

B. Deskripsi Perkara Dalam Putusan PA Surabaya... 44

1. Duduk Perkara... 44

2. Pertimbangan dan Dasar Hukum Hakim... 49

C. Dasar Pengambilan Keputusan oleh Hakim... 59

BAB IV BERANI KEPADA SUAMI MENURUT HUKUM ISLAM A. Analisis Sikap Berani Kepada Suami Sebagai Pertimbangan Hakim Memutus Cerai... 62

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pertimbangan Hakim Memutus Cerai Dalam Perkara Nomor 4403/Pdt.G/2014/Pa.Sby... ... 67

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 81

B.Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai

suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Perkawinan juga merupakan

sunatulla>h yang umum berlaku pada semua mahluk tuhan, baik pada manusia,

hewan maupun tumbuh-tumbuhan.2 Hal itu ditegaskan dalam al-quran bahwa

Allah telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, hidup

berjodoh-jodoh adalah naluri segala mahluk Allah Swt termasuk manusia, sebagaimana

firman-Nya dalam SurahYasin: 36

                   



Artinya: “Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”. (QS. Yasin. 36)3

Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh As-Sunnah menuliskan bahwa

Perkawinan merupakan suatu cara yang dipilih Allah Swt sebagai jalan bagi

manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah

1Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan Tahun

1974 (Bandung: CV Nuansa Aulia, 2012), 76.

2 Sa’id bin Abdullah bin Thalib Al-Hamdani, Risalah Nikah, (Hukum Perkawinan Islam), (Jakarta:

Pustaka Amani, 2002),1.

3 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-qur’a>n al-kari>m dan Terjemahannya, (Bandung:

(10)

masing-masing pasangan melakukan peranannya yang positif dalam

mewujudkan tujuan Perkawinan.4 Allah SWT. berfirman dalam surah Arrum

21:                                    

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.5

Perkawinan merupakan jalan terbaik yang harus dilakukan oleh

laki-laki maupun perempuan yang ingin memperoleh keturunan dengan jalan yang

diridai oleh Allah Swt. Perkawinan dilaksanakan dengan tujuan

menentramkan dua hati yang berbeda yang saling memiliki rasa cinta dengan

satu ikatan suci sehingga tidak ada kemaksiatan terhadap Allah Swt dalam

bentuk apapun.

Persoalan yang berkaitan dengan Perkawinan di Indonesia telah diatur

dalam peraturan Perundang-undangan yang berlaku bagi warga Negara

Indonesia. aturan yang dimaksud adalah dalam bentuk Undang-undang

Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya dalam

bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Undang-undang ini

merupakan hukum materil Perkawinan, sedangkan hukum formilnya

ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. Sedangkan sebagai

4 Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, Jilid 6, (Bandung: PT. Alma’arif, 1990), 8.

(11)

aturan pelengkap yang menjadi pedoman bagi Hakim di lembaga Peradilan

Agama adalah Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang telah di tetapkan

melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum

Islam.6

Dilihat dari segi fungsinya, hukum Perkawinan Islam merupakan

bagian dari muamalah, karena ia mengatur hubungan antara sesama manusia.

Hukum Perkawinan dalam kepustakaan Hukum Islam disebut Fikih

munakahat yang ketentuan-ketentuan hukum Fikihnya mengatur nikah talak,

rujuk, serta persoalan hidup keluarga lainnya. Sedangkan perkataan

Perkawinan sendiri menurut ilmu Fikih, disebut dengan istilah nikah yang

mengandung dua arti, yaitu (1) menurut bahasa adalah berkumpul atau

bersetubuh (2) arti menurut hukum adalah akad atau perjanjian (suci) dengan

lafal tertentu antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk hidup

bersama sebagai suami istri.7

Tujuan Perkawinan sendiri yaitu untuk menghalalkan hubungan suami

istri. tujuan yang lebih khusus dari adanya Perkawinan adalah memelihara

keturunan, memlihara gen manusia, untuk mendapatkan ketenangan jiwa,

serta yang paling utama adalah untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang

dianggap keji di hadapan Allah Swt yakni zina.8

6 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2009), 1.

7 Taufiqurrahman Syahuri, legislasi hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada

media group), 68.

8 Abdul Aziz Muhammad Azzan, Fiqh Munakahat Khitbah, Nikah, dan Talak, (Abdul Majid

(12)

Suatu Perkawinan pastinya terdapat hak-hak dan kewajiban suami

terhadap istri dalam keluarga selama akad nikah telah berlangsung dan

memenuhi syarat dan rukunnya. Perkawinan juga menimbulkan akibat hukum.

Dengan demikian, akad tersebut manimbulkan hak dan kewajiban selaku

suami dalam keluarga, yang meliputi: hak suami istri secara bersama, hak

suami atas istri, dan hak istri suami. termasuk di dalamnya adab suami

terhadap istrinya seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.9

ُﺖْﻨُﻛْﻮَﻟ

آ

ًﺮِﻣ

اًﺪَﺣَا

ْنَا

َﺪُﺠْﺴَﻳ

ُتْﺮَﻣَﻷٍﺪَﺣِﻷ

َةَأْﺮَﻤْﻟا

ْنَا

َﺪُﺠْﺴَﺗ

َﺎﻬ ِﺟْوَﺰِﻟ

Artinya: Andaikan aku menyuruh seseorang sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan perempuan bersujud kepada suaminya.(1159)10

Kompilasi Hukum Islam juga menyebutkan bahwa kewajiban suami

istri secara rinci sebagai berikut.

a. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

b. Suami istri wajib saling mencintai, menghormati, setia, dan memberikan nafkah lahir batin bagi suami serta sikap patuh dan taat dari seorang istri.

c. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak – anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasman, rohani, maupun kecerdasannya, serta pendidikan agamanya.

d. Suami istri wajib memelihara kehormatannya.

e. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama.11

a. Hak suami atas istri

Diantara hak suami terhadap istrinya, yang paling pokok adalah: 1. Ditaati dalam hal yang tidak maksiat

9 Tihami dan Sohari, Fikih Munakahat, Cetakan Ke 4 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014),

153.

10Sunanal-Tirmidzi, No 1159, 206.

(13)

2. Istri menjaga dirinya sendiri dan harta suami

3. Menjauhkan diri dari mencampuri sesuatu yang dapat menyusahkan suami

4. Tidak bermuka masam dihadapan suami

5. Tidak menunjukan keadaan yang tidak disenangi suami.12

b. Kewajiban suami terhadap istri

1. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami-istri secara bersama.

2. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

3. Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa.

4. Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: a. Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi istri.

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi istri dan anak.

5. Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya. 6. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya

sebagaimana pada ayat (4) huruf a dan b .

7. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri nusyuz.13

c. Kewajiaban istri terhadap suami

Diantara kewajiaban istri terhadap suami adalah sebagia berikut: 1. Taat kepada suami

2. Pandai mengambil hati suami melalui makanan dan minuman 3. Mengatur rumah dengan baik

4. Menghormati keluarga suami

5. Bersikap sopan, penuh senyum kepada suami.

6. Tidak mempersulit suami, dan selalu mendorong suami untuk maju. 7. Ridha dan syukur terhadap apa ynag diberikan suami.

8. Selalu berhemat dan suka menabung.

9. Selalu berhias, bersolek untuk atau dihadapan suami 10.Jangan selalu cemburu buta.

Kompilasi Hukum Islam terkait kewajiban istri terhadap suami

dijelaskan sebagai berikut:

12 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat Cetakan ke 4 (Jakarta: Prenada Media Group, 2012),

158-159.

(14)

1. Kewajiaban utama bagi seorang istri adalah berbakti lahir batin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.

2. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.

3. Istri dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban, sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1), kecuali dengan alasan-alasan yang sah.

4. Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal untuk kepentingan anaknya.

5. Kewajiban suami tersebut pada ayat ayat (2) diatas berlaku kembali setelah istri tidak nusyuz

6. Ketentuan ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus didasarkan atas bukti yang sah.14

Seorang wanita mempunyai kewajiban untuk senantiasa taat kepada

suaminya, kecuali dalam hal kemaksiatan atau yang bertentangan dengan

syariat Islam, maka istri harus menolaknya. Salah satu ketaatan istri kepada

suami adalah tidak keluar rumah, kecuali dengan seizinnya.15

Jika dari hak-hak suami istri tersebut tidak berjalan dengan baik maka

akan mengakibatkan perceraian yang mana perceraian tersebut dapat

dikabulkan jika terdapat alasan yang sah. Menurut ketentuan pasal 39 tersebut

ditegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang

pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak.

Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan. Alasan-alasan

tersebut ialah.

Dalam kitab Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 bahwa Perkawinan

dapat diputus karena:

14Ibid., 163-164.

(15)

Dalam pasal 38 putusnya perkawinan karena:

a. Kematian b. Perceraian

c. Atas keputusan pengadilan

Selain itu dalam pasal 39 dijelaskan bahwa:

1. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan setelah Pengadilan bersangkutan berusaha mendamaikan kedua belah pihak. 2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami

istri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami istri.

3. Tatacara perceraian didepan sidang pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.16

Selain dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 dalam Kompilasi

Hukum islam (KHI) juga dijelaskan tentang alasan percerain antara lain:

a. Salah satu pihak berbuat zina.

b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut –tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alsan yang sah atau karena hal lain diluar kemauannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah Perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri.

f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.17

Berangkat dari hal tersebut, penulis ingin menganalisis kasus putusan

No 4403/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang gugatan cerai di PA Surabaya yang

dalam positanya menggunakan alasan sering terjadinya perselisihan dan

pertengkaran antara suami istri selama tiga bulan disebabkan termohon suka

ganti-ganti pacar, termohon berani kepada suami dan sering keluar rumah

16Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.

(16)

tanpa pamit suami dan suka menginap. Dalam hal ini, hakim PA Surabaya

berpedoman pada ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan jo pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9

Tahun 1975 jo pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam tentang alasan

perceraian berupa perselisihan dan pertengkaran terus menerus.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Beberapa masalah telah dipaparkan dalam latar belakang maslah di

atas. oleh karena itu, dalam penelitian ini beberapa masalah di atas dapat di

identifikasi sebagai berikut:

1. Hikmah pernikahan yang tidak tercapai

2. Alasan-alasan hakim pengadilan agama Surabaya mengabulkan gugatan

cerai melalui putusan nomor: 4403/Pdt.G/2014/PA.Sby

3. Akibat dikabulkannya permohonan cerai talak nomor

4403/Pdt.G/2014/PA.Sby oleh pengadilan agama Surabaya.

4. Dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Surabaya memutus perkara

nomor 4403/Pdt.G/2014/PA.Sby

5. Berani kepada suami sebagai pertimbangan hakim memutus cerai menurut

hukum Islam.

6. Alasan-alasan perceraian yang dapat mempengaruhi putusan hakim.

Untuk mempermudah dalam pembahasan, maka penelitian ini

(17)

1. Pertimbangan hakim memutus perkara cerai talak karena istri berani

kepada suami dalam perkara Nomor : 4403/Pdt.G/2014/PA.Sby

2. Analisis Hukum Islam terhadap pertimbangan hakim memutus perkara

cerai talak karena istri berani kepada suami dalam perkara Nomor:

4403/Pdt.G/2014/PA.Sby

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan masalah pokok

dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apa pertimbangan hakim memutus perkara cerai talak karena istri berani

kepada suami dalam perkara Nomor : 4403/Pdt.G/2014/PA.Sby

2. Bagaimana Analisis Hukum Islam terhadap pertimbangan hakim \memutus

perkara cerai talak karena istri berani kepada suami dalam perkara Nomor:

4403/Pdt.G/2014/PA.Sby

D. Kajian Pustaka

Penelitian tentang larangan nikah dengan berbagai aspek dan sudut

pandang yang berbeda-beda sudah dilakukan sebelumnya. Di antara judul

skripsi yang berkaitan dengan masalah penyebab terjadinya perceraian adalah:

1. Tatik Fitriyah dalam skripsinya yang berjudul “Penyelesaian Perceraian

Karena Alasan Syiqaq di Pengadilan Agama Wilayah Gerbang

Kertasusila” membahas tentang perceraian disebabkan syikak dengan

(18)

penelitian di sini mayoritas penyebab perkara perceraian adalah shiqaq

dan yang diteliti adalah model penyelesaiannya18

2. M. Syaifuddin Zuhri dalam skripsinya yang berjudul “Perselisihan

Tempat Tinggal Sebagai Alasan Perceraian (Studi Terhadap Putusan di

PA Yogyakarta Tahun 2009)”. Bahwa dari suami maupun istri tidak

berkenan diajak tinggal bersama karena lebih pada faktor letak geografis

dan kultur budaya yang berbeda, istri tidak menghargai suami sebagai

seorang suami yang sah dan dalam faktor ekonomi suami yang tidak

bertanggung jawab.19

3. Abdul Malik dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap

Putusan Pengadilan Agama Gresik No. 0181/Pdt.G/2013/PA.Gs Tentang

Cerai Talak Karena Ada Pria Idaman Lain” membahas tentang istri tidak

mau ketika diajak bersetubuh dan selalu beralasan capek dan mempunyai

pria idaman lain.20

4. Muhammad Hamdan Asyrofi dalam skripsinya yang berjudul “Hak Dan

Kewajiban Suami Istri (Studi Pemikiran Sayyid Muhammad Bin Alawi

Al-Maliki dalam Kitab Adab al-Islam Fi Nizam al-Usrah)” membahas

tentang hak dan kewajiban suami yaitu untuk memberikah mahar,

18 Tatik Fitria, “Penyelesaian Perceraian Karena Alasan Syiqaq Di Pengadilan Agama Wilayah

Gerbang Kertasusila”,(Skripsi – IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2004).

19 M. Syaifuddin Zuhri, “Perselisihan Tempat Tinggal Sebagai Alasan Perceraian (Studi Terhadap

Putusan Di Pa Yogyakarta Tahun 2009)”. (Skripsi- UIN Sunan Kalijaga, 2011)

20 Abdul Malik, “Analisis Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Gresik No.

(19)

nafkah, dan pendidikan sementara hak dan keajiban istri yaitu wajib taat

pada suami, mengatur rumah tangga.21

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang tersebut di atas maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim memutus perkara cerai talak

karena istri berani kepada suami dalam perkara Nomor :

4403/Pdt.G/2014/PA.Sby

2. Untuk memberikan pemahaman tentang hasil analisis Hukum Islam

terhadap perkara No. 4403/Pdt.G/2014/PA.Sby

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat,

sekurang-kurangnya dalam dalam 2 (dua) hal di bawah ini :

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan

memperkaya ilmu pengetahuan tentang motif berani kepada suami yang

bisa menjadi alasan perceraian.

2. Dalam tataran praktis, diharap supaya penelitian dapat dijadikan bahan

referensi atau pertimbangan bagi hakim, praktisi Hukum Islam. Hasil

penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan acuan atau literatur

bagi mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel

21 Hamdan Asyrofi, “Hak Dan Kewajiban Suami Istri Studi Pemikiran Sayyid Muhammad Bin

(20)

Surabaya khususnya dan para pembaca pada umumnya di bidang

pernikahan atau perceraian.

G. Definisi Operasional

Skripsi ini berjudul “Studi Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim

Memutus Cerai Talak dalam Perkara No.4403/Pdt.G/2014/Pa.Sby Tentang

Berani Kepada Suami”. Adapun definisi yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah :

1. Berani kepada suami : Sikap beraninya istri kepada suami dengan

ditunjukkan melalui perbuatan nyata.

2. Cerai : Putusnya suatu perkawinan yang sah didepan hakim pengadilan

berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Undang-undang.

3. Hukum Islam : Seperangkat peraturan yang bersumber dari al-Quran,

Hadis, pendapat para ulama’ Fikih

H. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah seperangkat pengetahuan tentang

langkah-langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan

dengan masalah tertentu yang diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan

selanjutnya dicari cara penyelesaiannya.22 Berdasarkan rumusan masalah dan

tujuan penelitian diatas maka pendekatan yang sangat relevan digunakan

dalam penelitian ini adalah qualitative research atau penelitian kualitatif.

(21)

Untuk menghasilkan penelitian yang baik, kiranya penulis perlu

mengemukakan metode penelitian yang akan digunakan dalam ini, yang

dijabarkan sebagai berikut:

1. Data yang dikumpulkan

a. Data tentang alasan perceraian yang terdapat di dalam putusan

Pengadilan Agama Surabaya dalam perkara No.

4403/Pdt.G/2014/PA.Sby.

b. Pertimbangan dan dasar hukum yang dipakai oleh hakim Pengadilan

Agama Surabaya dalam perkara No. 4403/Pdt.G/2014/PA.Sby.

2. Sumber data

Adapun sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini

terdiri dari:

a. Sumber primer, yaitu sumber yang diperoleh penulis secara langsung,

dengan menggunakan alat pengukur atau alat pengambilan data

langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari.23 Dalam

hal ini adalah berupa salinan putusan di Pengadilan Agama Surabaya

No. 4403/Pdt.G/2014/PA.Sby, serta wawancara dengan Hakim yang

menangani perkara ini dan juga panitera yang terlibat didalamnya.

b. Sumber sekunder, yaitu sumber yang diperoleh dari bahan pustaka

yang telah ada atau data tersebut sudah tersedia yang berfungsi untuk

melengkapi sumber data primer.24 Data informasi yang dimaksud

berupa dokumen tertulis seperti buku-buku, majalah, peraturan

23 Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, Cet. IV, 2003), 91.

(22)

perundang-undangan, jurnal serta artikel terkait. Data sekunder yang

dimaksud sebagai berikut sebagai berikut:

- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

- Kompilasi Hukum Islam karangan Abdul Rahman.

- Fiqh Munakahat karangan Abdul Rahman Ghozali.

- Hukum Perkawinan Islam di Indonesia karangan Amir

Syarifuddin.\

- Fiqih Lima Mazhab karangan Muhammad Jawad Mughniyah

- Fikih Keluarga karangan Syaikh Hasan Ayyub.

- Sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Interview

Percakapan yang dilakukan oleh antara responden dan

koresponden untuk memperoleh informasi dengan pola tanya jawab

yang sudah terstruktur. 25 Dalam hal ini penulis mengadakan

wawancara dan tanya jawab dengan Hakim Pengadilan Agama

Surabaya tentang mengapa memutus cerai karena istri berani kepada

suami.

b. Studi Dokumen

Suatu kegiatan mengumpulkan dan memeriksa informasi atau

keterangan yang berhubungan dengan bahasan penelitian.26 Penulis

25Suharsimi, Prosedur Penelitian (Jakarta: PT. Adi Mahastya, 2002), 132.

(23)

menggunakan studi dokumen untuk menelaah teks putusan hakim

Nomor 4403/Pdt.G/2014/PA. Sby.

4. Teknik pengolahan data

Teknik pengolahan data meliputi kegiatan sebagai berikut:27

a. Editing

Pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan.

Teknik ini digunakan untuk memeriksa kelengkapan yang sudah

penulis dapatkan melalui teks keputusan Nomor:

4403/Pdt.G/2014/PA. Sby. Tentang cerai talak di Pengadilan Agama

Surabaya.

b. Organizing

Penyusunan kembali data-data yang telah didapatkan dalam

penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang sudah

direncanakan dangan rumusan masalah secara sistematis.28 Penulis

melakukan pengelompokan data yang dibutuhkan untuk analisis dan

menyusun data-data tersebut dengan sistematis untuk memudahkan

penulis menganalisis data.

5. Teknik analisis data

Teknik yang dipakai dalam analisis adalah dengan menggunakan

metode:

27 M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Gralia

Indonesia, 2002), 121.

28 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013),

(24)

a. Metode deskriptif analitis, yaitu teknik yang diawali dengan

menjelaskan dan menggambarkan secara sistematis semua fakta aktual

yang diketahui, kemudian dianalisis dan ditarik kesimpulan sehingga

dapat memberikan pemahaman yang konkrit tentang istri berani

kepada suami.

b. Teknik pola deduktif, yaitu pola berfikir yang diawali dengan

mengemukakan kenyataan yang bersifat khusus dari hasil riset

terhadap putusan PA Surabaya tentang berani kepada suami sebagai

alasan perceraian. Untuk selanjutnya dikemukakan teori-teori yang

bersifat umum yang berkaitan dengan perkara tersebut kemudian

ditarik sebuah kesimpulan.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah penulisan dan pemahaman skripsi ini, maka

penulis perlu menyusun sistematika pembahasan agar penulis skripsi lebih

terarah dan menjadi suatu gambaran umum mengenai isi skripsi ini. skripsi ini

dibagi menjadi lima bab, yaitu:

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang menguraikan latar

belakang masalah, rumusan masalah, identifikasi masalah, batasan masalah,

kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan peneltian, definisi operasional,

(25)

Bab kedua, pada bab ini merupakan landasan teori. bab ini membahas

tentang putusnya Perkawinan. membahas perceraian dalam Islam meliputi

pengertian dan bentuk-bentuk putusnya perkawinan, alas an perceraian.

Bab ketiga tentang deskripsi dan penyajian data penelitian. bab ini

meliputi gambaran umum pengadilan agama Surabaya, deskripsi perkara

dalam putusan dan tentang pertimbangan dasar hukum Hakim PA Surabaya

dalam perkara Nomor: 4403/Pdt.G/2014/PA.Sby.

Bab keempat tentang Analisis. Bab ini membahas tentang Analisis sikap

berani kepada suami sebagai pertimbangan Hakim memutus cerai dalam

perkara Nomor : 4403/Pdt.G/2014/PA.Sby.

(26)

1

BAB II

PERCERAIAN MENURUT HUKUM ISLAM

A. Pengertian dan Bentuk-Bentuk Putusnya Perkawinan

Putusnya perkawinan adalah berakhirnya hubungan dan ikatan antara

suami istri. Putusnya perkawinan dalam Islam secara umum disebabkan oleh

empat hal, yakni:

1. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah Swt melalui takdirnya, di

mana salah satu pasangan meninggal dunia.

2. Putusnya perkawinan karena kehendak suami dan adanya

alasan-alasan tertentu. Hal ini bisa disebut dengan talak.

3. Putusnya perkawinan karena kemauan dari seorang istri. Hal ini bisa

disebabkan oleh intervensi keluarga, keberatan sang istri dalam

menjalankan rumah tangga bersama suami atau alasan-alasan yang

dibenarkan oleh syarak. Cara ini biasa disebut dengan khulu’.

4. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim. Sebagai pihak ketiga

yang melihat permasalahan antara istri dan suami yang membuat

suatu perkawinan tidak dapat dilanjutkan. Hal ini biasa disebut

dengan fasakh.1

Menurut Abdul Ghofur Anshori, dalam kehidupan rumah tangga

sering dijumpai (suami isteri) mengeluh dan mengadu kepada orang lain

ataupun kepada keluarganya, akibat tidak terpenuhinya hak yang harus

1Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: KencanaPrenada Media

(27)

diperoleh atau tidak dilaksanakannya kewajiban dari salah satu pihak, atau

karena alasan lain, yang dapat berakibat timbulnya suatu perselisihan di

antara keduanya (suami isteri) tersebut. Tidak mustahil dari perselisihan itu

akan berbuntut pada putusnya ikatan perkawinan (perceraian).2

Pada prinsipnya, perkawinan itu dibangun untuk sebuah kebahagiaan

pasangan antara suami dan istri selama hidup berlangsung. Apabila salah satu

pihak tidak dapat melaksanakan kewajibannya masing-masing dengan baik

dan salah satu pihak tidak dapat menerimanya, dan tidak ada jalan lagi selain

bercerai, maka perceraian diperbolehkan.

Untuk memutuskan suatu hubungan perceraian harus terdapat

sebab-sebab yang memperbolehkannya untuk melakukan perceraian baik menurut

hukum Islam maupun menurut undang-undang. Dilarang bercerai tanpa alasan

dan tanpa sebab. Karena perkawinan merupakan suatu ikatan yang sakral dan

suci. Sebab-sebab putusnya perkawinan menurut hukum Islam antara lain:

1. Talak

Talak berasal dari kata bahsa arab “ithlaq” yang berarti

melepaskan atau meninggalkan. Dalam istilah Fikih berarti pelepasan

ikatan perkawinan yaitu perceraian anatara suami istri. 3 Dalam

mengemukakan arti talak secara terminologis, ulama mengemukakan

rumusan yang berbeda, namun esensinya sama, yakni melepaskan

2Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam (Perspektif Fikih dan Hukum Positif),

(Yogyakarta: UII Press, 2011), 233.

(28)

hubungan pernikahan dengan menggunakan lafal talak dan

sejenisnya.4Sedangkan menurut istilah syarak, talak yaitu:

ﱡﻞَﺣ

ِﺔَﻄِﺑَر

ﱠﺰﻟا

ِجاَو

ُءَﺎْاَو

َﻼﻌْﻟا

ِﺔَﻗ

ﱠﺰﻟَا

ِﺔَﻴِﺟْو

Artinya: Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri

Hak menjatuhkan talak dalam Islam berada di tangan suami,

akan tetapi dalam menjatuhkan talak, suami tidak boleh

sewenang-wenang. Hal ini dikarenakan suami pernah melakukan janji untuk hidup

bersama dengan seorang perempuan untuk melalui masa yang lama,

akan tetapi secara tiba-tiba ingin meninggalkan dan menceraikan

perempuan tersebut tanpa adanya alasan yang jelas.

Wanita yang ditalak, menurut kesepakatan para ulama mazhab,

disyaratkan harus seorang istri. Sementara itu, mazhab Imamiyah

memberi syarat khusus bagi sahnya talak terhadap wanita yang telah

dicampuri, serta bukan wanita yang telah mengalami menopose dan

tidak pula sedang hamil, hendaknya dia dalam keadaan suci (tidak haid

dan tidak pernah dicampuri pada masa sucinya itu antara dua haid).

Kalau wanita tersebut ditalak dalam keadaan haid, nifas, atau pernah

dicampuri pada sucinya, maka talaknya tidak sah.5

Oleh sebab itu, suami tidak boleh menjatuhkan talak apabila istri

sedang dalam keadaan haid. Dalam menjatuhkan talak suami harus

menunngu istri dalam keadaan suci terlebih dahulu. Jadi talak

4Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam...., 105-106.

(29)

melepaskan ikatan atau bisa juga disebut dengan mengurangi atau

melepaskan ikatan dengan menggunakan kata-kata yang telah

ditentukan.

Menurut pasal 117 dalam Kompilasi Hukum Islam, talak adalah

ikrar suami di hadapan sidang PengadilanAgama yang menjadi salah

satu sebab putusnya perkawinan, dengancara sebagaimana dimaksud

dalam pasal 129, 130, dan 131.6

2. Fasakh

Fasakh berasal dari bahasa arab dari kata fa-sa-kha yang secara

etimologi berarti membatalkan. Bila dihubungkan kata ini dengan

perkawinan berarti membatalkan perkawinan atau merusak perkawinan.

Dalam arti terminologis ditemukan beberapa rumusan yang hampir

bersamaan maksudnya, diantaranya yang terdapat dalam KBBI,7yakni

pembatalan ikatan pernikahan oleh Pengadilan Agama berdasarkan

tuntutan istri maupun suami yang dapat dibenarkan oleh Pengadilan

Agama karena pernikahan yang telah terlanjur dan menyalahi aturan

hukum sebuah pernikahan.

Fasakh dapat juga diartikan “mencabut” atau “menghapus” yang

maksudnya ialah perceraian yang disebabkan oleh timbulnya hal-hal

yang dianggap berat oleh suami atau istri ataupun keduanya sehingga

6Kompilasi Hukum Islam, 35.

(30)

mereka tidak sanggup untuk melaksanakan kehidupan suami-istri dalam

mencaai tujuan rumah tangga.8

Memfasakhkan nikah diperbolehkan apabila salah seorang suami

ataupun istri cacat pada badannya, keduanya boleh memilih bercerai

atau meneruskan pernikahannnya. Kecacatan itu diantaranya yaitu.

1. Karena ada balak (penyakit belang kulit)

2. Karena gila

3. Karena canggu (penyakit kusta)

4. Karena ada penyakit menular, umpamanya sipilis, TBC, dan

lain-lain

5. Tumbuhnya daging pada kemaluan perempuan yang

menghambat maksud perkawinan (jima’)

6. ‘Unnah atau mati zakar, impoten (tidak hidup untuk jima’)

karena tidak dapat mencapai apa yang dimaksud dalam

pernikahan.

Fasakh itu boleh dilakukan apabila ada sebab-sebab syar’i yang

mungkin merugikan pihak perempuan, di antaranya:

1. Pernikahan yang dilakukan oleh wali dengan laki-laki yang bukan

jodohnya, seperti bukan dengan orang yang merdeka, atau orang

pezina dengan orang yang masih terpelihara.

2. Suami yang tidak mau memulangkan istrinya dan tidak pula

menafkahinya, sedangkan istri tidak rela.9

(31)

Pada dasarnya hukum fasakh itu adalah mubah atau boleh, tidak

disuruh dan tidak pula dilarang, karena hukumnya sesuai dengan

keadaan dan bentuk tertentu itu.10 Dasar hukumnya sesuai dengan hadis

Rasulullah Saw.

ﺐﻌﻛ ﻦﺑ ﺪﻳز ﻦﺑ ﻞﻴﲨ ﻦﻋ

نأ

ﻞﺧد ﺎﻤﻠﻓ رﺎﻔﻏ ﲏﺑ ﻦﻣ ةأﺮﻣإ جوﺰﺗ ﻢﻠﺳو ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻲﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر

ﺎﻬﻴﻠﻋ

ﻓ ﻮ

ﻊﺿ

ﻪﺑﻮﺛ

ﻰﻠﻋ ﺪﻌﻗو

ﰒ شاﺮﻔﻟا ﻦﻋ ز ﺎﺤﻨﻓ ظﺎﻴﺑ ﺎﻬﺠﺸﻜﺑ ﺮﺼﺑأ شاﺮﻓا

ﺎﻴﺛ ﻚﻴﻠﻋ ىﺬﺧ لﺎﻗ

ﺎﺌﻴﺷ ﺎﻫ ﺎﺗأ ﺎﳑ ﺬﺧ ﺄﻳ ﱂو ﻚﺑ

) .

ﺪﲪأ ﻩاور

(

Artinya: “Dari Jamil bin Zaid bin Ka’ab r.a bahwasannya rasulullah Saw pernah menikahi seorang perempuan bani ghafar, maka tatkala ia akan bersetubuh dan perempuan itu telah yang meletakkan kainnya, dan ia duduk diatas pelaminan, kelihatannya putih (balak) dilambungnya lalu ia berpaling (pergi dari pelaminan itu) seraya berkata, ambillah kain engkau, tutupilah badan engkau, dan beliau telah mengambil kembali barang yang telah diberikan kepada perempuan itu” (HR. Ahmad).11

3. Khulu’

Pengertian khulu’ menurut bahasa, kata khulu’ dibaca dhammah

huruf kha yang bertitik dan sukun lam dari kata khila’ dengan dibaca

fathah artinya naza’ (mencabut). Sedangkan menurut syarak adalah

sebagaimana yang dikemukakan As-Syarbini dan Al-Khatib adalah

pemisah antara suami istri dengan pengganti yang dimaksud (iwadh)

yang kembali ke arah suami dengan lafal talak atau khulu’.12

9Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Mazhab Syafi’i Buku 2, (Bandung: Pustaka Setia, 2007),

388-392.

10Amir Syarifuddin, HukumPerkawinan Islam..., 244.

11 Malik, Muwattha, Malik, (Beirut: Daar Al-Fikr, 1974), 298.

12 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, (Jakarta:

(32)

Sedangkan dalam bukunya Muhammad Jawad

Mughniyah,13khulu’ ialah penyerahan harta yang dilakukan oleh istri

untuk menebus dirinya dari ikatan suaminya. Sedangkan menurut

istilah khulu’ berarti talak yang diucapkan oleh istri dengan

mengembalikan mahar yang pernah dibayarkan oleh suaminya. Artinya,

tebusan itu dibayarkan oleh seorang istri kepada suaminya yang

dibencinya, agar suaminya itu dapat menceraikannya.

Jika seorang wanita membenci suaminya karena keburukan

akhlaknya, ketaatannya terhadap agama, atau karena kesombongan

atau karena yang lain-lain dan ia sendiri khawatir tidak dapat

menunaikan hak-hak Allah Swt, Maka diperbolehkan baginya

mengkhuluk dengan cara memberikan ganti berupa tebusan untuk

menebus dirinya dari suaminya.14 Hal itu didasarkan pada firman Allah

Swt, dalam surah al-Baqarah 229:

                                                                                   

Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa

13Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab..., 456.

(33)

keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim”. (Qs. Al-Baqarah: 229).15

Pada dasarnya hukum khulu’ itu adalah boleh, tetapi makruh

seperti talak karena adanya pemutusan talak yang diperintahkan syarak.

Khulu’ diperbolehkan jika ada sebab yang menuntut, seperti suami

cacat fisik atau cacat sedikit pada fisik atau suami tidak dapat

melaksanakan hak istri atau wanita khawatir tidak dapat melaksanakan

kewajiban hukum-hukum Allah Swt. Jika tidak ada sebab yang

menuntut khuluk maka terlarang hukumnya sebagaimana hadis di

bawah ini:

ﻦﻋ ﺲﻳردإ ﰊا ﻦﻋ ﺔﻋرز ﺐّﻄﳋا ﰊا ﻦﻋ ﺚﻴﻟ ﻦﻋ ﻪﻴﺑا ﺔﺒﻠﻌﻨﺑداوذ ﻦﺑ ُﻢﺣاﺰﻣ ﺎﻨﺛﺪﺣ ﺐﻳﺮﻛ ﻮﺑا ﺎﻨﺛﺪﺣ

ص ﱯﻨﻟا ِﻦﻋ نﺎﺑﻮﺳ

.

َلَﺎﻗ

ُتﺎَﻘِﻓﺎَﻨُﻤْﻟا ﱠﻦُﻫ ُتﺎَﻌِﻠَﺘْﺨُﻤْﻟا

.

Artinya: “Wanita yang khuluk adalah wanita munafik. Para ulama menghukumi makruh”.16

B. Hak dan Kewajiban Suami Istri

Dengan tujuan untuk mengurangi terjadinya perselisihan yang

berkelanjutan maka perlu adanya pembagian hak dan kewajiban suami istri,

antara lain:

1. Hak dan kewajiban suami istri menurut Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974

(34)

Pasal 30

Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat

Pasal 31

1. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.

2. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. 3. Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.

Pasal 32

1. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.

2. Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami istri bersama.

Pasal 33

Suami istri wajib saling mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

Pasal 34

1. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. 2. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

3. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan.17

2. Hak dan kewajiban suami istri menurut Kompilasi Hukum Islam

(KHI)

a. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah yang menjadi

sendi dasar dari susunan masyarakat. b. Suami istri wajib saling mencintai, menghormati, setia, dan

memberikan nafkah lahir batin bagi suami serta sikap patuh dan taat dari seorang istri.

c. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasman, rohani, maupun kecerdasannya, serta pendidikan agamanya.

d. Suami istri wajib memelihara kehormatannya.

e. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama.18

(35)

Kewajiban suami terhadap istri

1. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami-istri secara bersama.

2. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. 3. Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan

memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa.

4. Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: a. Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi istri.

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi istri dan anak.

c. Biaya pendidikan bagi anak.

5. Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.

6. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana pada ayat (4) huruf a dan b .

7. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri nusyuz.19

Kewajiban istri terhadap suami dijelaskan sebagai berikut:

1. Kewajiaban utama bagi seorang istri adalah berbakti lahir batin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.

2. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.

3. Istri dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban, sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1), kecuali dengan alasan-alasan yang sah.

4. Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal untuk kepentingan anaknya.

5. Kewajiban suami tersebut pada ayat ayat (2) diatas berlaku kembali setelah istri tidak nusyuz.

6. Ketentuan ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus didasarkan atas bukti yang sah.20

(36)

C. Alasan-Alasan Perceraian

Alasan-alasan perceraian dalam Islam dapat digolongkan pada tiga hal

berikut :

1. Nusyuz Istri

Arti kata nusyuz ialah membangkang. Menurut Slamet Abidin

dan H. Aminuddin, nusyuz berarti durhaka. Maksudnya, seorang istri

melakukan suatu perbuatan yang menentang suami tanpa adanya alasan

yang dapat diterima oleh syarak21 Adapun secara terminologi ialah

pembangkangan seorang wanita terhadap suaminya dalam hal-hal yang

diwajibkan oleh Allah untuk ditaatinya. Seakan-akan wanita itu merasa

tinggi, bahkan lebih tinggi daripada suaminya.22

Ahmad Warson Al-munawir dalam kamusnya memberi arti

nusyuz dengan tempat yang tinggi. Dan jika konteksnya dikaitkan

dengan hubungan suami istri maka ia mengartikan sebagai kedurhakaan,

penentangan istri terhadap suami.23

Menurut Al-Qurtubi, nusyuz adalah: “mengetahui dan meyakini

bahwa istri itu melanggar apa yang sudah menjadi ketentuan Allah dari

pada taat pada suami”.24

Al-Nawawi, salah seorang ulama pengikut madzhab Shafi’i,

menjelaskan bahwa nusyuz isteri ialah ketika seorang isteri

21Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih MunakahatJakarta: Raja Grafindo, (Persada, 2014), 185. 22Syaikh Mahmud al-Mashri, Perkawinan Idaman, (Jakarta: Qisthi Press, 2010), 359.

23Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (yogyakarta: pustaka progresif, ed. II,

2002), 1419

(37)

meninggalkan suaminya tanpa seizin suami tersebut. Artinya, seorang

isteri dapat dikatakan telah berbuat nusyuz jika ia pergi meninggalkan

suaminya tanpa izin dari suaminya.25

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yang dimaksud nusyuz

adalah wanita keluar dari rumah suaminya tanpa ada alasan yang benar.

Sedangkan ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat

bahwa nusyuz adalah keluarnya wanita dari ketaatan yang wajib kepada

suami.26

Dalam bahasan tentang kewajiban istri terhadap suami telah

dijelaskan beberapa hal yang harus dilakukan istri terhadap suaminya,

seperti berkata yang lemah lembut dan tidak mengeras di hadapan suami,

dan juga melaksanakan apa yang disuruh suami dan meninggalkan apa

yang dicegah oleh suaminya, selama yang demikian tidak menyalahi

norma Agama meminta izin kepada suami waktu akan bepergian keluar

rumah, menjaga suami, harta suami dan harta kekayaannya dan lain-lain

kewajiban yang ditetapkan oleh agama.27

Para ulama mazhab sepakat bahwa istri yang melakukan nusyuz

tidak berhak atas nafkah, tetapi mereka berbeda pendapat tentang

batasan nusyuz yang mengakibatkan gugurnya nafkah.

Hanafi berpendapat: manakala istri mengurung dirinya dalam

rumah suaminya dan tidak keluar dari rumah tanpa izin suaminya, maka

25Muhyiddin Yahya bin Sharaf al-Nawawi, al-Majmu’ Sharh} al-Muhadhdhab juz XVI (Beirut:

Dar al-Fikr, t.t.), 445

(38)

dia masih disebut patuh (muthi’ah), sekalipun dia tidak bersedia

dicampuri tanpa dasar syarak yang benar. Penolakannya yang seperti itu

sekalipun haram, tetap tidak menggugurkan haknya atas nafkah. Yang

menjadikan sebab keharusan memberikan nafkah kepadanya adalah

ketika wanita tersebut dirumah suaminya. Persoalan ranjang dan

berhubungan seksual tidak ada hubungannya dengan kewajiban nafkah.28

Hanafi berbeda pendapat dengan seluruh mazhab lainnya, Sebab

seluruh mazhab yang lain sepakat bahwa manakala istri tidak

memberikan kesempatan kepada suami untuk mengauli dirinya dan

ber-khalwat dengannya tanpa alasan berdasar syarak maupun rasio. Akan

tetapi istri tersebut dipandang sebagai wanita nusyuz yang tidak berhak

atas nafkah. Bahkan Syafi’i mengatakan bahwa, sekadar kesediaan

digauli dan berkhalwat sama sekali belum dipandang cukup kalau istri

tidak menawarkan dirinya kepada suaminya seraya mengatakan dengan

tegas, “Aku menyerahkan diriku kepadamu.”29

Apabila istri bersedia untuk digauli dan mau tinggal bersama

suaminya, tetapi kurang sopan dalam berbicara dan bersikap serta sering

melawan ketika diperintah oleh suami. Manakala perbuatannya itu

memang merupakan watak yang telah menyatu dengan dirinya, dan

sikapnya terhadap orang lain juga sama termasuk kepada ayah ibunya,

maka wanita seperti itu tidak dianggap nusyuz. Tetapi bila hal itu tidak

(39)

merupakan watak aslinya, artinya dia bersikap baik kepada orang lain

tetapi tidak kepada suaminya maka dapat dihukumi nusyuz.30

Ayat al-Qur’an yang mengatur mengenai nusyuz yang dilakukan

oleh seorang isteri ialah surat al-Nisa ayat 34\

                                   

Artinya: “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”. (QS. An-Nisa’ :34)31

Selain menunjukkan tentang adanya nusyuz yang dilakukan oleh

istri, ayat ini juga menerangkan tentang langkah-langkah yang harus

dilakukan untuk menyelesaikan masalah nusyuz yang terjadi.

Berdasarkan hal tersebut yang harus dilakukan oleh suami sebelum

menceraikan istrinya yang nusyuz yaitu dengan cara sebagai berikut:

a. Menasehati

Jika seorang istri menyeleweng, tidak taat kepadanya,

menolak ketika diajak ketempat tidur, atau keluar dari rumahnya

tanpa seizin suaminya itu merupakan kedurhakaan istri kepadanya,

maka suami harus menasehati istri berbagai kemungkinan baik dan

buruknya dari tindakannya itu32pada saat yang tepat dan dengan

kata-kata yang menyentuh, tidak menimbulkan kejengkelan. Sebagai

30Ibid., 4004.

31Depag RI, Al-Quran Terjemahan Indonesia, (Jakarta: Sari Agung, 2002), 151.

(40)

jalan pertama yaitu dengan cara mengingatkannya kepada Allah,

kewajiban kepada suami, dan hak-hak suami yang wajib

dilaksanakan dan menjauhkan pandangannya dari perbuatan dosa

dan prilaku durhaka.

Selain itu, istri harus diingatkan bahwa ia akan kehilangan

hak mendapatkan nafkah, pakaian, dan hak ditinggalkan dari tempat

tidur sendirian bilamana ia tetap durhaka kepada suaminya.33

b. Pisah ranjang

Hal itu dilakukan dengan cara memisahkan diri dari tempat

tidurnya dari tempat tidur istri, dan memalingkan dan

membelakanginya ataupun dengan meninggalkan pergaulan

dengannya, berdasarkan firman Allah SWT:

 

 Artinya: “Dan tinggalkanlah mereka dari tempat tidur”

Al-hajru maksudnya adalah perintah kepada suami untuk

meninggalkan istri didorong oleh rasa tidak senang pada

kelakuannya. Ini dipahami dari kata hajr, yang berarti

meninggalkan tempat atau keadaan yang tidak baik atau tidak

disenangi menuju ke tempat dan atau keadaan yang baik atau lebih

baik.

Jika demikian, melalui perintah ini, suami dituntut untuk

melakukan dua hal pula. Pertama, menunjukkan ketidaksenangan

(41)

atas sesuatu yang buruk dan telah dilakukan oleh istrinya, dalam

hal ini adalah nusyuz, dan kedua, suami harus berusaha untuk

meraih dibalik pelaksanaan perintah itu sesuatu yang baik atau

lebih baik dari keadaan semula.

Fi al-madhaji atau tempat pembaringan maksudnya adalah

suami hendaknya jangan meninggalkan rumah, bahkan tidak

meninggalkan kamar tempat tidur suami istri biasanya tidur.

Kejauhan dari pasangan yang sedang dilanda kesalahpahaman

dapat memperlebar jurang perselisihan, bahkan anak-anak dan

anggota keluarga dirumah sekalipun.

Keberadaan dalam kamar membatasi perselisihan itu dan

karena keberadaan dalam kamar dalah untuk menunjukkan

ketidaksenangan suami atas kelakuan istri, yang ditinggalkan

adalah hal yang menunjukkan ketidaksenangan suami itu.34

c. Memukul sewajarnya

ِﺮْﻀَﺗَﻻَو

ِب

َﻪْﺟَﻮْﻟا

ْﺢّﺒَﻘُـﺗَﻻَو

,

َﻻَو

ْﺮُﺠْﻬَـﺗ

ﱠﻻِإ

ِﰲ

ِﺖْﻴَـﺒْﻟا

Artinya: “Janganlah engkau memukul wajahnya, janganlah mencacinya, dan janganlah menghajarnya, kecuali di dalam rumah” (HR. Abu Daud no. 2142)35

Tujuan dari memukul istri disini bukan untuk menyakitinya,

melainkan hanya untuk mendidik dan menyadarkannya dengan

pukulan yang halus tanpa menyakiti dan meninggalkan bekas luka

pada tubuh. Dan hendaknya suami tidak memukul wajah sebab

(42)

wajah itu merupakan pusat kecantikan seseorang perempuan.

Namun, yang dimaksud dari pemukulan ini hanyalah demi

peringatan atau pengajaran demi memperbaiki hubungan, bukan

merusak ataupun melampiaskan kebencian.36

ىور

ﻮﺑأ

دواد

ﻦﻋ

ﻢﻴﻜﺣ

ﻦﺑ

ﺔﻳوﺎﻌﻣ

يﲑﺸﻘﻟا

ﻦﻋ

ﻪﻴﺑأ

لﺎﻗ

:

ﺖﻠﻗ

لﻮﺳرﺎﻳ

،ﷲا

ﱡﻖَﺣﺎﻣ

ِﺔَﺟْوَز

َﺣَأ

َﺎﻧِﺪ

،؟ِﻪْﻴَﻠَﻋ

ْنَأ

ﺎَﻬَﻤِﻌْﻄُﺗ

،َﺖْﻤِﻌَﻃاَذِإ

َﻮُﺴْﻜَﺗَو

َﺎﻫ

،َﺖْﻴَﺴَﺘْﻛَذِإ

،َﺖْﺒَﺴَﺘْﻛِوَأ

ِبِﺮْﻀَﺗَﻻَو

،َﻪْﺟَﻮْﻟا

َﻻَو

،ْﺢﱠﺒَﻘُـﺗ

ْﺮُﺠْﻬَـﺗَﻻَو

ِﰲَﻵِإ

ا

ِﺖْﻴَـﺒْﻟ

Artinya: “Abu dawud meriwayatkan dari hakim bin mu’awiyah al-qusyairi dan ayahnya, beliau berkata: Aku bertanya, “wahai rasulullah, apa hak istri terhadap suami”? Beliau SAW menjawab: kamu memberinya makan ketika kamu makan, dan memberinya pakaian ketika kamu berpakaian atau bekerja, dan janganlah kamu memukul wajah dan jangan menjelek-jelekkan, dan janganlah mendiamkan kecuali dirumah”37

Selain itu dalam hadis juga dijelaskan tentang kewajiban seorang istri sebagai berikut:

َﺎﻨَﺛَﺪَﺣ

ُﺪﱠﻤَُﳏ

ُﻦْﺑ

ٍرﺎَﺸَﺑ

:

َﺎﻨﺛَﺪَﺣ

ُﻦْﺑا

ّيِدَء ِﰊأ

،

ْﻦَﻋ

َﺔَﺒْﻌُﺷ

،

ْﻦَﻋ

َنﺎَﻤْﻴَﻠُﺳ

،

ْﻦَﻋ

ِْﰊَأ

ٍمِزَﺎﺣ

،

ْﻦَﻋ

ِْﰊَأ

َةَﺮْـﻳَﺮُﻫ

،

ﱠﻦَﻋ

ﱠِﱯﱠﻨﻟا

َلَﺎﻗ

:

}

اَذِإ

َﺎﻋَد

ٌﻞُﺟﱠﺮﻟا

ُﻪَﺗَأَﺮْﻣا

َﱄِإ

ِﻪِﺷاَﺮِﻓ

،

ْﺖَﺑَﺄَﻓ

َءْﻲِﺠَﺘْـﻧَأ

،

َﺎﻬْﺘَﻨَﻌَﻟ

ُةﺎَﻜِﺋﻼﻤْﻟا

ﱠﺖَﺣ

َﺢِﺒْﺼُﺗ

{

Artinya: “Jika seorang suami mengajak istrinya keatas ranjangnya, tetapi iya tidak mematuhinya, maka para malaikat akan melaknatnya sampai pagi” No 519338.

Hadis diatas mengandung makna yang mengharuskan wanita

untuk memenuhi ajakan suaminya bercampur. Karena sabda

beliau, “ketempat tidur” sebagai kinayah (kiasan) dari kata jimak’,

sebagaimana yang terkandung dalam sabda beliau, “anak itu untuk

36Baqir Al Habsyi, Fiqih Praktis,... 175.

(43)

tempat tidur”. Dan dalil yang mewajibkan hal tersebut adalah

adanya laknat dari para malaikat kepada wanita tersebut, karena

pada malaikat itu tidak akan melaknat kecuali atas perintah Allah

dan tidak lain melainkan sebagai hukuman, dan hukuman itu tidak

akan pernah ada kecuali karena adanya pelanggaran terhadap

kewajiban.

Sedangkan sabda rasulullah “sehingga pagi hari tiba”,

merupakan dalil yang menunjukkan kewajiban istri memenuhi

ajakan suami adalah pada malam hari (bersenggama). Hadis ini

termasuk golongan hadis marfu yang mana tingkat kesohihannya

dapat tipertanggung jawabkan.39

Adapun suami boleh memukul dengan tangan, tongkat yang

ringan, dan benda-benda lain yang tidak membahayakan. Namun

yang lebih utama ialah cukup dengan menakut-nakuti saja tanpa

adanya pukulan.40

2. Nusyuz suami mengandung arti pendurhakaan suami kepada Allah

karena meninggalkan kewajibannya terhadap istrinya. Nusyuz suami

terjadi apabila ia tidak melaksanakan kewajibannya terhadap istrinya,

baik meninggalkan kewajiban yang bersifat materi atau meninggalkan

kewajiban yang bersifat nonmateri diantaranya menggauli istrinya

dengan baik.

39 Syaikh Hasan ayyub, Fikih Keluarga,...207.

(44)

Nusyuz juga mengandung arti luas yaitu segala perbuatan buruk

yang dilakukan suami ketika menggauli istrinya, seperti terlalu kasar,

menyakiti fisik dan mental istri, tidak melakukan hubungan badan dalam

waktu tertentu dan tindakan lain yang bertentangan dengan asas

pergaulan baik.

Adapun tindakan istri bila menemukan pada suaminya sifat

nusyuz, dijelaskan Allah dalm surat an-Nisa’ (4) ayat 128:

                                              

Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. An-Nisa’ : 128)41

Adapun cara penyelesaiannya yaitu dengan perdamaian, akan

tetapi jika hal ini tidak berhasil maka suami dan istri harus menunjuk dua

orang juru damai. Juru damai ini bisa dari seorang wakil suami dan

seorang wakil pihak istri. Apabila dari pihak keduanya tetap tidak bisa

mendamaikan masalah tersebut maka bisa mengambil dari tokoh

masyarakat atau pemuka agama.

(45)

3. Syiqa>q

Syiqa>q artinya perselisihan, pertikaian, pertengkaran, dan konflik yang

terjadi antara suami istri.42Pada ayat 35 surat an-Nisa’ tentang syiqa>q ini

Allah Swt, menerangkan cara yang baik untuk diterapkan ketika terjadi

pertengkaran dan ketika takut terjadi perpecahan:

                                     

Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S. An-Nisa : 35)43

Konflik antara suami isteri itu ada beberapa sebab dan

macamnya. Macam-macam konflik tersebut bisa disebabkan karena

syiqa>q (perselisihan) yang berujung pada talak (perceraian). Jalan yang

paling baik untuk menyelesaikan konflik antara suami dan isteri yaitu

dengan mengutus seorang hakam (penengah) yang bermaksud

memperbaiki hubungan antara mereka dan apabila hakam yang ditunjuk

tidak dapat melaksanakan tugasnya maka harus menunjuk hakam yang

lainnya44. Jika jalan terang ini tidak dilalui, dikhawatirkan akan terjadi

perpecahan antara mereka tanpa dapat menegakkan tiga rukun rumah

tangga: ketenangan, kecintaan, dan kasih sayang.45

42Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat..., 51. 43Depag RI, Al-Quran Terjemahan Indonesia,...151. 44Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia,...273.

(46)

Berkaitan dengan masalah diatas, jika dalam suatu hubungan

sudah tidak dapat di damaikan dan berakibat pada putusnya perkawinan

maka perceraian dapat dikabulkan berdasarkan alasan-alasan tersebut

antara lain:

Dalam kitab Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974

menjelaskan bahwa Perkawinan dapat diputus antara lain:

Dalam pasal 38 putusnya perkawinan karena:

a. Kematian b. Perceraian

c. Atas keputusan pengadilan

Selain itu dalam pasal 39 dijelaskan bahwa:

1. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan setelah Pengadilan bersangkutan berusaha mendamaikan kedua belah pihak. 2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara

suami istri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami istri.

3. Tatacara perceraian didepan sidang pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.46

Selain Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974

Kompilasi Hukum Islam juga menjelaskan secara rinci alasan-lasan

perceraian, yaitu

a. Salah satu pihak berbuat zina.

b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah Perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri.

(47)

f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. Suami melanggar taklik-talak.

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.47

\

(48)

BAB III

PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURABAYA NO. 4403/PDT.G/2014/PA. SBY TENTANG PERTIMBANGAN HAKIM MEMUTUS CERAI TALAK

KARENA BERANI KEPADA SUAMI

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Surabaya

Pengadilan Agama surabaya merupakan suatu Pengadilan tingkat

pertama yang menangani masalah Hukum Perdata Islam dan berada dibawah

kekuasaan Mahkamah Agung sesuai dengan keputusan Presiden No.21

Tahun 2004.1

Berdasarkan UU No.7 tahun 1989 jo UU No.3 tahun 2006,2bahwa

kekuasaan dan wewenang Peradilan surabaya adalah memeriksa, memutus,

dan menyelesaikan perkara antara orang yang beragama Islam dalam bidang

nikah, talak, rujuk, waris, wasiat, hibah, sedekah dan ekonomi syari’ah.

Pengadilan Agama surabaya sebagai pengadilan agama kelas 1A

yang berkedudukan di Jl. Ketintang Madya VI.3, Surabaya, dasar

pembentu

Gambar

Gambar struktur organisai PA Surabaya.7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Terkomputerisasi pada Sistem Penjualan PT Dai Knife ini diajukan sebagai salah satu

Peran Ninik Mamak di Kenagorian Gunung Malelo dalam ketentuan adat di Nagori tersebut memiliki fungsi masing-masing yang mana dalam penelitian ini jumlah Ninik Mamak

Sementara kecamatan lainnya seperti Kecamatan Sukoharjo dan Mojolaban juga memiliki telapak ekologis yang tinggi disebabkan adanya jumlah penduduk dengan kebutuhan

Dalam kajian ini, tumpuan diberikan kepada hubungan kesebaban jangka pendek dalam sistem yang terdiri daripada lima pemboleh ubah, iaitu indeks komposit Bursa Malaysia, harga emas,

Waktu yang tepat untuk pemasangan IUD adalah: 1) Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau empat minggu pasca persalinan, setelah enam bulan apabila

Kondisi disekitar Desa Ngampel Kec.Kapas Kab Bojonegoro yang berdampingan dengan proyek pemboran sumur produksi tentunya menggunakan alat-alat pemboran yang dapat menimbulkan

A number of tiny wireless sensors, strategically placed on the human body, create a wireless body area network that can monitor various vital signs, providing real-time feedback