viii
ABSTRAK
‚ANALISIS METODE PEMAHAMAN HADIS MUH{AMMAD SHAHRU<R
DALAM KITAB SUNNAH RASU<LIYYAH WA SUNNAH
AL-NABAWIYYAH‛, THESIS Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, 2017.
Problematika yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang metode dan tipologi pemahaman hadis, yang sedang berkembang seiring berkembangnya pemikiran islam. Secara spesifik kajian ini akan membahas tentang bagaimana metode dan tipologi pemahaman hadis Muh}ammad Shah}ru>r dalam kitab al-Sunnah al-Rasu>liyyah wa al-al-Sunnah al-Nabawiyyah.
Penelitian ini adalah kajian pustaka atas pemikiran tokoh yang dikaji dengan metode kualitatif, deskriptif, serta verifikatif kemudian dianalisa dengan menggunakan teknik analisis isi (content analysis) yaitu dengan membuat kesimpulan tentang metode dan tipologi pemahaman hadis Muh}ammad Shah}ru>r dari premis-premis mayor ke data premis minor secara objektif dan sistematis dengan mengidentifikasi karakteristik spesifikasinya dari pesan-pesan yang termuat dalam karya-karya Muh}ammad Shah}ru>r terutama pada kitab al-Sunnah al-Rasu>liyyah wa al-Sunnah al-Nabawiyyah dengan menggunakan pendekatan sosio-historis.
Hasil penelitian mengungkap bahwa Muh}ammad Shah}ru>r menawarkan metode pemahaman hadis melalui beberapa tahapan-tahapan, yaitu; Pertama, memahami hadis bukan sebagai wahyu. Kedua, Memahami hadis sesuai dengan prinsip-prinsip al-tanzi>l al-h}aki>m. Ketiga, Membedakan peranan nabi, sebagai manusia biasa, nabi, dan (rasul). Keempat, menghimpun hadis-hadis yang semakna atau masih dalam satu tema. Kelima, pengujian dengan rasio, logika yang sehat, ilmu pengetahuan. Keenam, pengujian dengan fakta historis, Ketujuh. Membedakan yang gaib dan yang nyata. Selanjutnya terkait dengan tipologi metode pemahaman hadis Shah}ru>r dapat digolongkan kepada aliran kontekstualis yang subtansi.
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Luar ... ... i
Halaman Sampul Dalam ... ii
Pernyataan Keaslian ... ii
Halaman Persetujuan ... iv
Halaman Pengesahan ... v
Transliterasi ... vi
Motto ... vii
Abstrak ... viii
Persembahan ... ix
Kata Pengantar ... x
Daftar Isi ... xii
BAB I:PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Kegunaan Penelitian ... 7
F. Penelitian Terdahulu ... 8
G. Metode Penelitian ... 15
1. Jenis Penelitian ... 15
2. Sumber Data ... 17
3. Teknik Pengumpulan Data ... 18
4. Metode Analisa Data ... 18
H.Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II: METODE DAN TIPOLOGI PEMAHAMAN HADIS ... 21
A.Metode Pemahaman Hadis ... 21
B.Tipelogi Pemahaman Hadis ... 23
xiii
A.Biografi Muh}ammad Shahru>r ... 29
1. Nama Lengkap ... 29
2. Pendidikan ... 29
3. Karya-karya Muh}ammad Shahru>r ... 34
4. Madzhab Muh}ammad Shahru>r ... 37
5. Kerangka Pemikiran Pembaruan Muh}ammad Shahru>r ... 38
B.Deskripsi Tentang Kitab Sunnah al-Rasu>liyyah Wa Sunnah Al-Nabawiyyah ... 40
1. Judul Kitab ... 40
2. Latar Belakang Penyusunan ... 40
3. Sistematika Penulisan ... 42
4. Muatan Kitab ... 43
BAB IV : PEMIKIRAN HADIS OLEH MUH{AMMAD SHAHRU<R ... 45
A.Defenisi Hadis ... 45
B.Originalitas Hadis ... 48
C.Klasifikasi Hadis ... 54
1. Al-Sunnah al-Rasu>liyyah... 54
a. Ketaatan Bersambung (al-T{a>‘ah al-Muttas}ilah) ... 70
b. Ketaatan Berpisah (al-T{a>‘a>h al-Munfas}ilah) ... 73
2. Al-Sunnah Al-Nabawiyyah ... 76
D.al-‘Is}mah (Keterjagaan Nabi dari Kesalahan) ... 79
E. Ah}a>dith al-Ghaibiya>t (hadis-hadis tentang perkara Ghaib) ... 80
F. H{ikmatur Rasu>l (Kata Hikmah Rasul) ... 83
G.Perihal Teladan Baik Rasul (Uswah Hasanah) ... 85
BAB V: ANALISA TERHADAP METODE PEMAHAMAN HADIS MUH{AMMAD SHAH{RU<<R DALAM KITAB AL-SUNNAH AL-RASU<LIYYAH WA AL-SUNNAH AL-NABAWIYYAH ... 88
A.Metode Pemahaman Hadis Muh}ammad Shah}ru>r dalam kitab Al-Sunnah al-Rasu>liyyah wa Al-Sunnah Al-Nabawiyyah ... 88
C.Kritik terhadap Metode Pemahaman Hadis Muh}ammad Shah}ru>r dalam kita>b
Al-Sunnah al-Rasu>liyyah wa Al-Sunnah Al-Nabawiyyah.. ... 127
BAB VI: PENUTUP ... 129
A.Kesimpulan ... 129
B.Saran-Saran ... 130
1
1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Problem pemahaman hadis Nabi merupakan persoalan yang sangat
urgen untuk diangkat. Hal demikian berangkat dari realitas hadis sebagai
sumber kedua ajaran Islam setelah al-Quran. Sejarah mencatat,
terkodifikasinya al-Quran relatif lebih dekat dengan masa hidup Nabi,
diriwayatkan secara mutawa>tir qat}’i> al-wuru>d, dijaga otentisitasnya oleh
Allah SWT dan secara kuantitas lebih sedikit dibandingkan hadis.
sementara hadis Nabi tidaklah demikian kondisinya.
Menghadapi problematika memahami hadis Nabi, khususnya
dikaitkan dengan konteks kekinian, maka sangatlah penting untuk
melakukan kritik hadis –khususnya kritik matan- dalam arti mengungkap
pemahaman hadis, interpretasi, tafsiran yang benar mengenai kandungan
matan hadis. Dalam konteks sekarang ini, telah muncul para intelektual
muslim seperti S}ala>h} al-Di>n al-Adlabi>, Mus}tafa> al-Siba>‘i>, Muh}ammad Ajja>j
al-Khat}i>b, Muh}ammad al-Ghazali>, Yusu>f al-Qard}awi>, M.M. A’zami>,
Fatima Mernissi, M. Syuhudi Ismail dan sebagainya.1
Sekalipun upaya pemahaman terhadap hadis Nabi tetap dilakukan
oleh ahli hadis di bidangnya, tampak masih banyak hal yang perlu dikaji
mengingat adanya faktor-faktor yang belum dipikirkan dan yang perlu
1 Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi (Yogyakarta: Teras, 2008 M.), 5.
2
dipikir ulang yang melingkupi kitaran pemahaman teks Nabi. Tentu, suatu
hal yang tidak bisa dielakkan adalah adanya perbedaan pemahaman di
antara para cendikiawan tersebut. T{a>ha> Ja>bir al-Alwa>ni>, secara eksplisit
memberikan penjelasan tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi
perbedaan pemahaman terhadap hadis Nabi. Pertama, pemahaman metode
memahami hadis Nabi yang dikaitkan historitas dan posisi yang diperankan
oleh Nabi sebagai rasul, pemimpin negara, hakim, panglima perang, atau
manusia biasa. Kedua, perbedaan latar Sha>rih} al-H}adi>th menjadikan
penekanan kajian sesuai latar belakang yang ditekuni. Baik fuqaha>’, filosuf,
sosiolog ataupun lainnya. Ketiga, keberadaan hadis dalam bentuk teks,
yakni berubahnya budaya realitas (qaul, fi‘l dan taqri>r Nabi) ke dalam
budaya lisan (hadis-hadis dalam hafalan sahabat) dan kemudian berpindah
pada budaya tulis (teks-teks hadis yang telah termaktub dalam kitab-kitab
hadis). Keempat, pemahaman terhadap hadis yang terkait dengan al-Quran.
Oleh sebab itu perlu terus diupayakan metode pendekatan pemahaman
hadis Nabi yang integral.2
Hal serupa yang menjadi faktor-faktor mendasar, penyebab
pentingnya sebuah pendekatan yang menyeluruh dalam memahami hadis
Nabi. Pertama, tidak semua kitab hadis disharahi, kitab-kitab sharh} yang
telah bermunculan umumnya hanya menjelaskan kutub al-tis’ah. Sementara
dalam dataran realitas banyak sekali jumlahnya kitab hadis yang ditulis
2 T{a>ha> Ja>bir al-Alwa>ni>, ‚Muqaddimah‛ dalam Yu>su>f al-Qardha>wi>, Kaifa Nata ‘ammal ma ‘a al-Sunnat al-Nabawiyah, 12., T{a>ha> Ja>bir al-Alwa>ni dan ‘Ima>d al-Di>n Khali>l, The Qur’an and
3
3
dengan tipologi yang beragam. Dengan demikian sedikit sekali yang telah
disentuh dan dianalisa maknanya oleh para pakarnya. Yang tidak kalah
pentingnya bahwa materi ataupun tema hadis yang dibahas dalam
kitab-kitab hadis tidak berkutat dalam masalah fiqih (hukum Islam) saja, tetapi
lebih luas dari pada itu, oleh karena itu kemunculan kitab-kitab fiqih tidak
menjamin teks-teks hadis dapat dipahami secara utuh.
Kedua, para ulama dalam upaya memahami hadis pada umumnya
cenderung menitik beratkan pada data riwa>yah dengan menekankan analisa
dari sudut gramatika bahasa dengan pikir episteme baya>ni>. Konsidisi ini
menimbulkan kendala, bila ide-ide yang dicetuskan oleh para ulama
terdahulu dipahami sebagai sesuatu yang final dan dogmatis. Bagaimana
pun juga harus dipahami bahwa ide mereka muncul dalam ruang dan waktu,
dan dengan berubahnya konteks ruang dan zaman, maka tidaklah bijak
memaksakan hal tersebut sebagai kebenaran absolute hingga akhir zaman.
Secara khusus, penelitian tesis ini diarahkan pada kritik pemahaman
hadis Muh}ammad Shah{ru>r dalam Kitab Sunnah Rasu<liyyah wa
al-Sunnah al-Nabawiyyah. Dipilihnya tokoh ini dengan dasar pertimbangan:
Pertama, karena para ahli lebih menekankan pada aspek formulasi kaedah
dan counter balik serangan kaum orientalis, sehingga pemaknaan hadis
senantiasa dikembalikan kepada kitab-kitab-kitab sharh} produk sejarah.
Kedua, Tawaran Muhammad Shah}ru>r bahwa sangat penting merekontruksi
hadis dengan terma sunnah, agar menjadi lentur (baca: h}ani>f) dan fleksibel
4
Ide-ide pemikiran Muhammad Shah}ru>r untuk memahami hadis
berdasarkan petunjuk-petunjuk al-Quran dan perlunya merekontruksi ulang
hadis dengan term sunnah tertuang secara intens dalam kitabnya al-Sunnah
al-Rasu>liyyah wa al-Sunnah al-Nabawiyyah. Ide rekontruksi hadis dengan
tema sunnah telah disebutkan dan dibahas oleh Muhammad Shahru>r dalam
bukunya al-Kita>b wa al-Qur’a>n: Qira’at Mu‘a>s}irat, pada halaman 543-572.
Istilah sunnah yang dibangun Muh}ammad Shahru>r, dibaginya menjadi dua
yaitu; al-Sunnah al-Nabawiyyah dan al-Sunnah al-Risa>lah. Tidak sama
dengan umumnya mayoritas ahli hadis, al-fiqh, dan us}u>l al-fiqh, Sunnah
atau hadiss bagi Muh}ammad Shah}ru>r bukanlah perkataan, perbuatan, atau
ketetapan Nabi saw, melainkan metode (cara, manhaj) untuk menerapkan
ketentuan-ketentuan hukum Umm al-Kita>b secara mudah, namun tidak
keluar dari batas-batas ketetapan Allah dalam masalah-masalah al-h}udu>d
atau implikasi hukum yang bersifat temporer dan dengan memperhatikan
realitas kehidupan.3
Muh}ammad Shah}ru>r dalam buku tersebut juga menyatakan bahwa
perkataan, perbuatan atau ketetapan Nabi saw yang tidak berkaitan dengan
dasar-dasar agama yang pokok (al-us}u>l: al-h}udu>d, ibadah, akhlak, dan
hal-hal gaib), semata-mata ijtihad Nabi saw dan bukan wahyu. Ini dididasarkan
antara lain, atas pemahamann ulama terhadap surat al-Najm ayat 3-4
tidaklah benar, dalam memahami ayat ini para ulama dinilai telah
melakukan penyimpangan makna. Menurutnya ayat ini untuk menguatkan
5
5
al-Quran bukan hadis. argumen berikutnya adalah berdasarkan realitas
bahwa Nabi saw tidak memerintahkan pengkodifikasian hadis sebagai yang
dilakukannya terhadap al-Quran. Diakhir pembahasan Muh}ammad Shah}ru>r
menyimpulkan Islam sebagai agama rahmat li al-‘ala>mi>n, dapat menembus
ruang dan waktu yang ditunjukkan dengan mengkontruksi pemahaman
umat Islam terhadap al-Quran dalam suatu kerangka tafsir dan inovasi
(kontekstualisasi) sesuai dengan kemajuan zaman. Implikasi dari statmen
ini Muh}ammad Shah}ru>r dinilai telah menolak sunnah maupun hadis, yang
sudah barang tentu penolakan ini menuai kritik dari berbagai kalangan.4
Melihat semua itu, kiranya tidak berlebihan untuk mengatakan
bahwa pemikiran Muhammad Shah}ru>r tersebut sangat penting untuk dibaca
terutama term al-Sunnah al-Rasu>liyyah dan al-Sunnah al-Nabawiyyah yang
merupakan sebuah strategi untuk menyeru kembali kepada teks-teks
sumber, yakni hadis yang merupakan rujukan kedua dalam Islam untuk
menghasilkan pemahaman modern yang segar dengan cara melampaui cara
traditional. Untuk menguatkan seruan ini kedua term tersebut dinilai
muncul akibat asumsi selalu ada ‚kesalah pahaman‛ dalam cara/metode
yang digunakan oleh generasi pendahulu dalam memformulasikan ‚makna‛
agama Islam. Melalui karyanya yakni Sunnah Rasu>liyyah Wa
al-Sunnah al-Nabawiyyah, Muh}ammad Shahru>r secara ekstrim menuntut
seruan mengkaji kembali hadis, memahaminya kembali dengan cara/atau
6
metode non-tradisional dengan menentukan struktur dan membatasi
pendekatannya.
B.Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukan di atas,
masalah-masalah yang dapat terdeteksi adalah sebagai berikut:
1. Problematikan pemahaman hadis dengan konteks kekinian oleh
segilintir intelektual muslim sering kali menimbulkan kerancuan
berfikir.
2. Perbedaan latar belakang pencetus metodologi pemahaman hadis
menjadikan penekanan kajian sesuai latar belakang yang ditekuni
sehingga ide-ide yang muncul tidak terintegrasi dan terkesan subjektif.
3. Kajian kritis terhadap metodologis belum menjadi agenda kaum
cendikiawan muslim, mereka lebih tertarik kepada exegese, yaitu
komentar aktual tentang teks dan bersifat praksis, daripada kajian
terkait metodologi dalam ber-exegese (menafsirkan) dan lebih bersifat
teoritik.
4. Tradisi berpikir kritis, kreatif, dan inovatif dalam rangka memekarkan
menguji, mendekontruksi, bahkan merekontruksi teori-teori
sebelumnya, selalu disertai dengan beban psikologis-teologis tertentu.
5. Ide-ide pemikiran Muh}ammad Shah}ru>r dalam memahami hadis
berdasarkan petunjuk-petunujuk al-Qur’an mereduksi term hadis yang
7
7
originalitas hadis tidak terjamin, hadis bukanlah sumber hukum dalam
Islam.
Untuk mendapat hasil penelitian yang akurat maka dari beberapa
penilitian ini hanya akan membahas permasalahan poin kelima yakni fokus
menelaah kontruksi tipologi, orisinalitas, pemikiran, langkah-langkah dan
asumsi-asumsi yang melatarbelakangi munculnya metode tersebut,
kemudian dilanjutkan dengan implikasinya.
C.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulisan tesis ini
diarahkan pada maslah berikut:
1. Bagaimana metode pemahaman hadis yang ditawarkan oleh
Muh}ammad Shah}ru>r dalam Kita>b Sunnah Rasu>liyyah wa
al-Sunnah al-Nabawiyyah ?
2. Bagaimana tipologi pemahaman hadis Muh}ammad Shah}ru>r dalam
al-Kita>b al-Sunnah al-Rasu>liyyah wa al-Sunnah al-Nabawiyyah ?
D.Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah pada sub bab sebelumnya, maka
tujuan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan metode pemahaman hadis Muh{ammad Shahru>r dalam
al-Kita>b al-Sunnah al-Rasu>liyyah wa al-Sunnah al-Nabawiyyah.
2. Untuk menjelaskan tipologi pemahaman hadis Muh{ammad Shahru>r dalam
al-Kita>b al-Sunnah al-Rasu>liyyah wa al-Sunnah al-Nabawiyyah.
8
Manfaat dan Kegunaan dari penelitian ini antara lain adalah:
1. Secara praktis, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan
umat Islam, baik yang pro maupun yang kontra terhadap gagasan
Muh}ammad Shah}ru>r di bidang Ilmu Hadis.
2. Dan secara teoritis, penelitian ini dapat melengkapi dan memperkaya
khazanah perpustakaan Islam, sehingga dapat membantu masyarakat
dalam memperluas wawasan tentang perkembangan metodologi
pemahaman hadis dari masa ke masa.
F. Penelitian Terdahulu
Diakui atau tidak pemikiran Muh}ammad Shah}ru>r telah memikat
berbagai lapisan elemen masyarakat. disebutkan, ‚orang yang pertama kali
mengkaji karya Muh}ammad Shah}ru>r, Kita>b wa Qur’a>n: Qira’at
al-Mu‘a>s}irah, adalah Na>‘im al-Ya>fi>, dengan karyanya yang berjudul al-Usbu>‘
al-Adabi>.5 Tulisan al-Ya>fi> yang singkat ini dinilai mampu menjelaskan
metode, bab-bab, ide-ide pemikiran Muh}ammad Shah}ru>r dengan sangat
bagus. Al-Ya>fi> sangat mengapresiasi pemikiran-pemiran Muh}ammad
Shah}ru>r. Ada dua hal penting yang tidak disetujuinya dari Muh}ammad
Shah}ru>r. Pertama, setiap pembahasan teks al-Quran tidak memperhatikan
asba>b al-nuzu>l, na>sikh wa al-mansu>kh, dan prinsip maslahah musrsalah.
Kedua, semua hukum dan kesimpulan Muh}ammad Shah}ru>r perlu ditelaah
ulang terutama bagi penulisnya sendiri.6
5Na>‘im al-Ya>fi, ‚al-Usbu>‘ al-Adabi>‚ Vol. 1, No. 247, (24 Desember 2, 199) , 3.
6 Andreas Christmann. ‚Bentuk Teks (Wahyu) Tetap, Tetapi Kandungannya (Selalu)
9
9
Muh}ammad Sa‘i>d Ramad}a>n al-Bu>t}i>, juga telah melakukan hal yang
sama dalam artikelnya yang berjudul ‚al-Khali>fat al-Yahu>diyya>h li Shi‘a>r
Qira’at ‘A<s}irah‛.7 al-Bu>t{i> rupanya berusaha menyerang Kita>b wa
al-Qur’a>n: al-Qira’at al-Mu‘a>s}irah dengan mengklaim ‚Muh}ammad Shah}rur
dengan karyanya telah menjauhkan pembaca dari Islam dan umat Islam
dengan agamanya.‛ Pernyataan ini sayangnya tidak didukung dengan
pembahasan yang menyertakan argumentasi penulisnya ataupun hasil
pemikiran yang membuatnya kontroversial. Bahkan dia tidak secara jelas
menyebutkan judul kitab dan nama penulisnya.
Kajian singkat terhadap karya Muh}ammad Shah}ru>r yang berjudul
al-Kita>b wa al-Qur’a>n: al-Qira’at al-Mu‘a>s}irah juga telah dilakukan oleh
Shawqi> Abu>> Khali>l dengan judul yang jika diterjemahkan berarti
Persimpangan Waktu Metode al-Qira’at al-Mu‘a>s}irah. Tulisan yang
mengenyampingkan aspek keilmiahan ini, juga mencerminkan kritikan
penulis terhadap Muh}ammad Shah}ru>r sebagai seorang antek Zionis.8
Nas}r Abu> Zayd juga tidak mau ketinggalan, melalui Majalah
al-Hila>l, dengan judul ‚Limadza> T}aghat al-Talfiqiyat ‘ala> Kathi>r min Mashru>
‘a>t Tajdi>d al-Isla>m‛ (Mengapa Kepalsuan Menekan Semua Ide
Pembaharuan Islam), dia berpendapat bahwasannya ide-ide Muh}ammad
Shah}ru>r, Metodologi Fiqh Kontemporer, terj. Sahiron Syamsuddin dan Burhanuddin
(yogyakarta: elSAQ Press, 2004), 23.
7 Muh}ammad Sa‘i>d Ramad}a>n al-Bu>t}i>, ‚al-Khali>fat al-Yahu>diyya>h li Shi‘a>r Qira’at ‘A<s}irah‛ Nahj al-Isla>m, No. 42. (1 Desember 1990).
10
Shah}ru>r sarat dengan noda dan terlalu tendensius terhadap al-Quran.9
Melalui artikelnya yang berjudul ‚Hawla Qira>’at Mu‘a>s}irat li
al-Qur’a>n‛, Muh}ammad Shah}ru>r membantah anggapan Nas}r Abu> Zayd
terhadap ke-tura>th-an al-Quran. Menurutnya al-Quran bukanlah tura>th, tapi
teks suci dari Alla>h. ia bukan hasil cipta, karya, dan karsa manusia
sebagaiamana yang dialami oleh tura>th pada umumnya.10
Perang pemikiran di anatara keduanya pun tidak terelakkan, melalui
artikek berjudul al-Manhaj al-Naf‘ fi> Fahm al-Nus}u>s} al-Di>niyyah (Metode
Utilitarianisme dalam memahami teks keagamaan) yang terbit Maret 1992,
Nas}r Abu> Zayd menjelaskan bahwa yang dimaksud ‚ide-ide yang syarat
dengan noda dan terlalu tendensius adalah pemikiran-pemikiran yang
dicetuskannya telah mengabaikan konteks yang melahirkan tanda dan
melompat pada proyeksi ideologi khasnya dan patuh pada penafsiran yang
bersifat utilitarianisme. Pemikiran seperti ini menggali tanda dari konteks,
kemudian secara perlahan berpindah menuju makna.11
Selanjutnya beberapa pengkritik lain atas Muh}ammad Shah}ru>r di
antaranya adalah: Sa>lim al-Ja>bi>, dengan karyanya yang berjudul al-Qira>’at
al-Mu‘a>s}irah li Duktu>r Muh}ammad Shah{ru>r: Mujarrad Tanji>m Kadzdzab
9Nas}r Abu> Zayd, ‚Limadza> T}aghat al-Talfiqiyat ‘ala> Kathi>r min Mashru> ‘a>t Tajdi>d al-Isla>m‛ (Mengapa Kepalsuan Menekan Semua Ide Pembaharuan Islam), dalam al-Hila>l, No. 3. (Oktober 1991).
10Muh}ammad Shah}ru>r, ‚Hawla al-Qira>’at al-Mu‘a>s}irat li al-Qur’a>n‛ dalam al-Hila>l, No.: 27. (Desember 1991).
11
11
al-Munjimu>n wa law S}addaqu> (Bacaan Modern Milik Dr. Muh}ammad
Sha>h}ru>r: Hanyalah Ramalan Pendusta, Meskipun Para Peramal Benar).12
Muh}ammad Shafiq Ya>si>n dalam tiga artikelnya: (1) Qira>’at
Naqdiyat fi> Muallaf al-Kita>b wa al-Qur’a>n (Pembacaan Kritis terhadap
Buku al-Kita>b wa al-Qur’a<n).13 (2) al-H}udu>d fi> al-Isla>m (H{udu>d dalam
Islam).14 diterbitkan oleh majalah (3) Qira>’at Naqdiyat fi> Muallaf al-Kita>b
wa al-Qur’a>n (Pembacaan Kritis terhadap Buku al-Kita>b wa al-Qur’a<n).15
Ya>si>n menolak pemikiran baru tentang sunnah dan klasifikasi antara
nubuwah dan risa>lat dengan argumen-argumen yang berlandaskan tura>th
salaf yang terdalam fiqh dan ta>ri>kh al-isla>m serta pendekatan linguistik.
Selanjutnya ada Muh}a>mi> Muni>r Muh}ammad T{a>hir al-Shawaf
melalui bukunya Tah}a>fut al-Qira>’at Mu‘a>s}irah. Ma>hir al-Munajjid dalam
telaah kritiknya yang berjudul Ishkaliyat Manhajiyat fi> Kita>b wa
Qur’a>n: Dira>sat Naqdiyyat. Yu>su>f Shayda>wi> dengan bukunya Bayd}at
al-Di>k: Naqd al-Lughawi> li Kita>b al-Kita>b wa al-Qur’a>n.16 Wael B. Hallaq,
12 Resensi atas buku ini baca Abdul Mustaqim, ‚Kritik terhadap Pemikiran Muh}ammad
Shah}ru>r‛, dalam Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Qur’a>n dan al-h{adi>th, Vol. 1, No. 1 (Juli 2000), 101-105.
13 Muh}ammad Shafiq Ya>si>n, ‚Qira>’at Naqdiyat fi> Muallaf al-Kita>b wa al-Qur’a>n (Pembacaan Kritis terhadap Buku al-Kita>b wa al-Qur’a<n)‛ dalam Nahj al-Bala>ghah, No. 46 (Desember 1, 1991).
14 Muh}ammad Shafiq Ya>si>n, ‚al-H}udu>d fi> al-Isla>m (H{udu>d dalam Islam)‛, dalam Nahj al -Bala>ghah, No. 47 (Maret, 1992).
12
dengan karyanya A History of Islamic Legal Theories: an Introduction to
Sunni Us}u>l al-Fiqh.17 Semuanya hanya menelaah al-Kita>b wa al-Qur’a>n.
Di tanah air juga telah bermunculan beberapa kajian seputar
Muh}ammad Shah{ru>r, baik dalam bidang pemikiran, tafsir al-Quran,
maupun teori-teori hukumnya. Tulisan Abdul Haris dengan judul
‚Pemberontakan Muh}ammad Shah}ru>r terhadap ‚Islam Ideologis‛: sebuah
pengantar atas ide-ide Pemikiran Islam Kontemporer dalam ‚al-Kita>b wa
al-Qur’a>n: Qira’at Mua‘a>si}rah‛.18 M. Amin Abdullah dengan judul
‚Paradigma Alternatif Pengembangan Ushul Fiqh dan Dampaknya pada
Fiqh Komtemporer.19 Muhammad In’am Esha dengan judul ‚Kontruksi
Historis Metodologis: Pemikiran Muh}ammad Shah{ru>r‛.20 Burhanuddin
dengan judul ‚Artikulasi Teori Batas (Nadzriyyat al-H}udu>d) Muh}ammad
Shah{ru>r dalam Pengembangan Epistemologi Hukum Islam di Indonesia‛.21
Beberapa karya tersebut hanya menekankan kajian terhadap pemikiran
Muh}ammad Shah{ru>r dari aspek Teori Hudu>d.
Selanjutnya hasil riset dari di bidang penafsiran atau metodologinya
yakni, Subawaihi dengan judul ‚Pembacaan al-Quran Muh}ammad
17 Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories: an Introduction to Sunni Us}u>l
al-Fiqh. (Cambrige: Cambridge University Press, 1997) 245-253.
18 Abdul Haris ‚Pemberontakan Muh}ammad Shah}ru>r terhadap ‚Islam Ideologis‛: sebuah
Pengantar atas Ide-ide Pemikiran Islam Kontemporer dalam ‚al-Kita>b wa al-Qur’a>n: Qira’at Mua‘a>si}rah‛, Jurnal Ijtihad, no. 1 vol. III (Januari-Juni 2003), STAIN Salatiga, 37-55.
19 M. Amin Abdullah, Paradigma Alternatif Pengembangan Ushul Fiqh dan Dampaknya pada
Fiqh Komtemporer ‚Madzhab Jogja: Membangun Paradigma Ushul Fiqh Kontemporer‛
(Yogyakarta, Arruz, 2004), 118
20 Muhammad In’am Esha, ‚Kontruksi Historis Metodologis: Pemikiran Muh}ammad Shah{ru>r‛, dalam al-Huda: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Islam, (Jakarta: Islamic Center, 2000), 126-127.
21 Burhanuddin, ‚Artikulasi Teori Batas (Nadzriyyat al-H}udu>d) Muh}ammad Shah{ru>r dalam
Pengembangan Epistemologi Hukum Islam di Indonesia‛ dalam Sahiron Syamsuddin dkk.
13
13
Shah}ru>r‛.22 M. Aunul Abid Syah dan Hakim Taufiq, melalui artikelnya
yang berjudul ‚Tafsir Gender dalam al-Quran: Tinjauan terhadap Pemikiran
Muh}ammad Shah{ru>r dalam ‚Bacaan Kontemporer‛.23 Sahiron Syamsuddin,
melalui artikelnya yang berjudul ‚ Metode Intratekstualitas Muh}ammad
Shah}ru>r dalam Penafsiran al-Quran‛.24 Abdul Mustaqim, dengan artikelnya
yang berjudul ‚Mempertimbangkan Metodologi Tafsir Muh}ammad
Shah{ru>r‛.25
Demikianlah cukup banyak kajian yang membahas tentang
pemikiran Muh}ammad Shah}ru>r terutama dalam bidang tafsir dan
metodologinya, serta teori hudud yang dicetuskannya. Ada .
Di samping itu buku-buku yang mengkaji pemahaman hadis
Muhammad Shah}ru>r, khususnya di tanah air memang telah ada, namun
tidak banyak. Karya-karya yang yang ada pada umumnya sekadar ulasan
singkat atau singgungan pinggir Hal ini dapat dilihat dalam ‚Muh}ammad
Shah}ru>r dan Konsepsi Baru Sunnah‛.26 karya Muhyar Fanani. dan
Muh}ammad Shafiq Ya>si>n terutama dalam artikel yang berjudul Qira>’at
Naqdiyat fi> Muallaf al-Kita>b wa al-Qur’a>n (Pembacaan Kritis terhadap
22 Subawaihi, ‚Pembacaan al-Quran Muh}ammad Shah}ru>r‛, Tashwirul Afkar, Jurnal Refleksi Keagamaan dan Kebudayaan, no. 12, Lakpesdam NU Jakarta (2002), 111-129.
23M. Aunul Abid Syah dan Hakim Taufiq, ‚Tafsir Gender dalam al-Quran: Tinjauan terhadap Pemikiran Muh}ammad Shah{ru>r dalam ‚Bacaan Kontemporer‛, dalam M. Aunul Abid Shah dan dkk,Islam Garda Depan: Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah (Bandung: Mizan, 2001), 235-255
24Sahiron Syamsuddin ‚ Metode Intratekstualitas Muh}ammad Shah}ru>r dalam Penafsiran al -Quran‛, dalam Abdul Mustaqim-Sahiron Syamsuddin (ed), Studi al-Quran Kontemporer (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), 131-148.
25 Abdul Mustaqim, ‚Mempertimbangkan Metodologi Tafsir Muh}ammad Shah{ru>r‛, dalam
Sahiron Syamsuddin, dkk, Hermeuneutika al-Quran Mazhab Yogya (Yogyakarta: Islamika, 2003), 121-137.
26Muhyar Fanani, ‚Muh}ammad Shah}ru>r dan Konsepsi Baru Sunnah‛ dalam Teologia, Vol. 15,
14
Buku Kita>b wa Qur’a<n) yang diterbitkan oleh majalah Nahj
al-Bala>ghah, no 48, Juni , 1992. Ya>si>n menolak pemikiran baru tentang
sunnah dan klasifikasi antara nubuwwah dan risa>lah dengan
argumen-argumen yang berlandaskan tura>th salaf yang terdalam fiqh dan ta>ri>kh
al-isla>m serta pendekatan linguistik.27
Atau terhadap kontruksi konsep hadisnya. sebagaimana kajian
Alamsyah dalam Disertasinya yang berjudul ‚Sunnah sebagai Sumber
Hukum Islam dalam pemahaman Shah}ru>r dan al-Qard}a>wi>‛. sebagaimana
tersirat dalam judulnya fokus pembicaraan kajian ini memang terkait
kontruksi sunnah dan pemahaman Muh}ammad Shah}ru>r. Walaupun terkesan
deskriptif, tulisan ini cukup komprehensif dalam menelaah kontruksi
konsep hadis dan paradigma baru Muh}ammad Shah}ru>r dalam memahami
hadis. namun demikian, tulisan ini belum mengkaji struktur dasar
pemikiran Muh}ammad Shahru>r yag lebih besar tentang pemahaman hadis,
karena teori-teori yang disebutkan didalamnya dibiarkan lepas, tanpa
dipahamai dengan berangkat dari plausibility structure pencetusnya.28
Tidak hanya itu kajian ini hanya bertumpu pada pada karya
Muhammad Shah}ru>r yang pertama yaitu, ‚al-Kita>b wa al-Qur’a>n: Qira>’at
Mu‘a>s}irat‛. Belum mempertimbangkan karya Muh}ammad Shahru>r
selanjutnya. ada kemungkinan ide-ide Muhammad Shah}ru>r yang dianggap
menyimpang dan dikritik bisa saja telah diralat atau dirubah dalam
15
15
karyanya yang berjudul ‚Sunnah Rasu<liyyah wa Sunnah
al-Nabawiyyah‛ yang terbit delapan tahun kemudian yakni pada 2012
Masehi. Bukankah ? ide-ide atau hasil penelitian yang ditentukan dengan
metode ilmiah objektif, hasilnya adalah kebenaran tentantif dan senantiasa
berkembang sesuai dengan prestasi-prestasi ilmiah.
Seluruh riset di atas belum ada satu pun yang mengkaji dan
menelaah kepentingan dan motif Muh}ammad Shah}ru>r menulis secara
eksklusif teori pemahaman hadis dalam karyanya yang berjudul ‚al-Sunnah
al-Rasu<liyyah wa al-Sunnah al-Nabawiyyah‛. Pertanyaan seputar persoalan
dominasi dan hegemoni yang ingin dihancurkan oleh Muh}ammad Shah}ru>r
melalui teorinya itu, serta kemampuan teori pemahaman hadis dalam
mengantar tercapainya kepentingan pencetusnya masih belum diketahui.
Kajian dalam arah ini sangat penting dala rangka memahami kaitan antara
reformasi keagamaan yang dilakukan Muh}ammad Shah}ru>r dengan
reformasi kehidupan masyarakat moderen yang didambakan.
Penelitian ini memfokuskan diri untuk mencari jawaban atas
pertanyaan yang tertiggal tersebut dan ingin memahami secara utuh antara
teori pemahaman hadis Muh}ammad Shah}ru>r yang kontroversial itu dengan
kepentingan, motif, konteks yang mendorong munculnya teori itu terutama
terkait dengan ilmu hadis, hadis, dan agenda reformasi masyarakat Muslim
kontemporer.
G.Metode Penelitian
16
Penelitian dalam tesis ini termasuk kategori penelitian literer
atau studi pustaka dengan objek berupa naskah-naskah, baik buku
maupun naskah-naskah lain yang berhubungan dengan persoalan yang
akan dibahas. Penelitian ini membutuhkan kecermatan secara khusus
terutama keunikan ide yang diangkat dalam penelitian. Ide yang
dimaksud adalah tawaran metodologi pemahaman hadis Muh}ammad
Shahru>r yang termuat dalam karyanya yang berjudul ‚Sunnah
al-Rasu>liyyah wa al-Sunnah al-Nabawiyyah‛.
Penelitian ini bersifat kualitatif, deskriptif, serta verifikatif di
mana data tidak disajikan secara numeric sebagaimana penyajian data
secara kuantitatif. Dalam data kualitatif, deskriptif, serta verifikatif
penelitian difokuskan untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dalam bentuk
deskripsi yang disajikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus memanfaatkan berbagai metode ilmiah.29 Disamping itu,
dari sisi metodologis, tata cara pengungkapan pemikiran seseorang
ataupun pandangan kelompok orang akan dinilai dengan berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan.30
2. Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari sumber
sekunder yang terdiri dari dua bahan yakni bahan primer yang akan
29 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010),
6.
17
17
dipakai, yaitu: Al-Sunnah Rasu>liyyah wa Sunnah
al-Nabawawiyyah. Beirut: Da>r al-Sa>qi>, 2012.
Dan bahan sekunder yang dijadikan sebagai pelengkap dalam
penelitian ini antara lain:
a. Muhyar Fanani, ‚Muh}ammad Shah}ru>r dan Konsepsi Baru Sunnah‛
dalam Teologia, Vol. 15, No. 2 (Juli 2004).
b. Abdul Haris ‚Pemberontakan Muh}ammad Shah}ru>r terhadap ‚Islam
Ideologis‛: sebuah Pengantar atas Ide-ide Pemikiran Islam
Kontemporer dalam ‚al-Kita>b wa al-Qur’a>n: Qira’at Mua‘a>si}rah‛,
Jurnal Ijtihad, no. 1 vol. III (Januari-Juni 2003), STAIN Salatiga,
37-55.
c. Alamsyah, ‚Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam dalam pemahaman
Shah}ru>r dan al-Qard}a>wi>‛ (Disertasi—Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga, 2004).
d. Muhammad In’am Esha, ‚Kontruksi Historis Metodologis: Pemikiran
Muh}ammad Shah{ru>r‛, dalam al-Huda: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Islam,
(Jakarta: Islamic Center, 2000).
e. Mustaqim, Abdul. Epistemologi Tafsir Kontemporer . Yogyakarta:
LKiS, 2010.
f. Clark, Peter. ‚The Shahru>r Phenomenon; A Liberal Islamic Voice
From Shiria‛, Vol. 7 No. 3 1996.
g. Fitria Vita, ‚Komparasi Metodologis Konsep Sunnah Menurut Fazlur
18
Syir’ah‛, Jurnal Ilmu Syari’ah dan hukum, Vol. 45, No.II.
Juli-Desember 2011.p.1341-1342
h. Rekonstruksi Konsep Wahyu Muhammad Syahrur. Yogyakarta: Elsaq
Press, 2007. Ah}mad Syarqawi Ismail.
i. Artikulasi Teori Batas (Naz}ariyyah al-H{udu>d) Muhammad Syahrur
dalam Pengembangan Epistimologi Hukum Islam di Indonesia dalam
buku Sahiron Syamsuddin, dkk. Hermeneutika Al-Quran; Madzhab
Yogya, Yogyakarta: Islamika, 2003. Burhanuddin.
j. Pendekatan Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir. Yogyakarta: Elsaq
Press, 2007. Ah}mad Zaki Mubarok.
3. Teknik pengumpulan data
Dalam teknik pengumpulan data, digunakan teknik dokumentasi.
Teknik ini diterapkan terbatas pada benda-benda tertulis seperti buku,
jurnal ilmiah atau dokumentasi tertulis lainnya.
4. Metode Analisa Data
Untuk memahami dan mengetahui metode dan tipologi
pemahaman hadis Muh}ammad Shah}ru>r, penulis merujuk kepada
teks-teks dari karya Muh}ammad Shah}ru>r. Oleh karenanya digunakan teknik
analisis isi (content analysis); yakni sebuah metode penelitian yang
digunakan melalui pemaknaan kata atau pesan yang terdapat dalam
dokumen. Col R. Holsti mengartikan content analysis sebagai teknik
untuk membuat inferensi-inferensi atau sebuah kesimpulan yang diambil
19
19
objektif dan sistematis dengan mengidentifikasikan
karekteristik-karekteristik spesifikasinya dari pesan-pesan yang termuat dalam teks.31
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sosio
historis yaitu dengan mengkaji sejarah hidup dan perkembangan sosial
masyarakat dalam kehidupan dalam kehidupan mereka.
H.Sistematika Pembahasan
Untuk lebih memepermudah secara utuh isi tesis ini, maka disusun
konsep sistematika bahasan sebagai berikut:
Bab pertama, sebagai pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoritik, penelitian terdahulu,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, merupakan landasan teori, yang memetakan dan
menarasikan pengertian metodologi dan tipologi pemahaman hadis.
Bab ketiga memotret pemikiran intelektual Muh}ammad Shah}ru>r
secara umum dan memposisikannya di tengah perkembangan pemikiran
Islam, terutama yang berkaitan dengan pemahaman hadis. untuk kajian ini
diawali dengan menelaah biografi lalu diikuti dengan mendeskripsikan latar
belakang pemikiran akademis, karya-karya ilmiahnya kecuali yang berjudul
al-Sunnah al-Rasu>liyyah wa al-Sunnah al-Nabawiyyah, akan dibahas pada
sub bab tersendiri. Dilanjutkan dengan menalaah madzhab serta kerangka
pemikiran pembaruan Muh}ammad Shah}ru>r. Diharapkan bab ini dapat
20
menjawab latar belakang munculnya pemikiran Muh}ammad Shah{ru>r dalam
memahami hadis.
Bab keempat merupakan tempat meneliti kerangka pemikiran
Muh}ammad Shah}ru>r terhadap hadis. yakni tentang hakikat asal usul hadis,
definisinya, fungsi dan kedudukan, serta otoritasnya sebagai pedoman
dalam agama Islam. Empat permasalahan pokok tersebut akan menjadi
fokus kajian pada bab ini dengan tujuan dapat menjawab pertanyaan
konsep metodologis Muh}ammad Shah}ru>r dalam memahami hadis.
Bab kelima berisi analisis dan kritik penulis terhadap nalar
Muh}ammad Shah}ru>r dalam memahami hadis pada kita>b Sunnah
al-Rasu<liyyah wa al-Sunnah al-Nabawiyyah secara mendalam dari aspek
materi hadis, karakteristik metode, orisinalitas pemikiran, tipologi
pemikiran, dan implikasi pemikiran.
Pada akhirnya pada bab ke enam akan dirumuskan beberapa
kesimpulan sebagai hasil akhir dari berbagai pemabahasan yang telah
21
21
BAB II
METODE DAN TIPOLOGI PEMAHAMAN HADIS
A. METODE PEMAHAMAN HADIS
Dewasa ini telah ada beberapa metode pemahaman hadis yang telah
ditawarkan di antaranya, Muh}ammad Iqba>l (1877-1938 M.) yang menawarkan
bahwa hadis Nabi harus dipahami secara kontekstual, hal ini menuntut untuk
memperhatikan latar sosiologis dan setting situasional masa Nabi dan masa
sekarang melalui telaah sejarah secara komprehensif. Dalam penerapan aspek
metodeloginya, Muh}ammad Iqba>l lebih memfokuskan pada hadis-hadis hukum.
Iqbal menilai, ketika seseorang ingin menggunakan hadis, (1) harus menyeleksi
hadis-hadis yang membawa konsekuensi hukum serta yang tidak. (2) harus
dianalisa, sejauh mana hadis-hadis hukum tersebut mengandung kebiasaan bangsa
Arab pra Islam yang membiarkan beberapa kasus tetap berjalan dan beberapa
kasus lain dirubah oleh Nabi.1
Fazlur Rah}ma>n (1919-1988 M.), telah memperkenalkan penafsiran
situasional terhadap hadis, dengan langkah-langkah strategis, sebagai berikut: (1)
Memahami kandungan matan hadis (2) memahai latar belakang situasionalnya,
yaitu terkait dengan situasi Nabi secara umum, termasuk dalam hal ini asba>b
al-wuru>d, disamping itu juga memahami kandungan ayat-ayat al-Quran yang
1 Muh}ammad Iqba>l, Recontruction of Religius Though in Islam (New Delhi: Kitab Bhavan, 1981 M.), 171.
22
relevan. (3) Merumuskan prinsip ideal moral dari hadis yang diteliti, untuk
diaplikasikan dan disesuaikan dengan latar belakang sosiologis masa kini.2
M. Syuhudi Ismail lebih menekankan pemahaman hadis Nabi terhadap
varian makna tekstual dan kontekstual. Perbedaan ini dapat dilakukan dengan (1)
memperhatikan sisi-sisi linguistik hadis terkait gaya bahasa, seperti Jawa>mi‘
al-Kalim (pernyataan-pernyataan singkat namun bermakna luas), tamthi>l
(perumpamaan), ungkapan simbolik, bahasa percakapan dan ungkapan analogi.
(2) melibatkan telah sejarah terkait peran dan fungsi Nabi serta latar situasional
yang telah memunculkan hadis.3
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa pemanfaatan metode dan
pendekatan yang analisis dan kritis terhadap teks hadis merupakan keniscayaan,
dan tentunya pendekatan dalam memahami teks tidak harus terpaku dengan satu
pendekatan. Oleh karenanya pendekatan historis, antropologis dan sosiologis,
bahkan pendekatan kebahasaan, layak menjadi perangkat yang selalu digunakan
dalam menelaah sebuah makna hadis.
Berdasarkan berbagai tolok ukur yang ditawarkan berbagai pakar hadis,
diperoleh sebuah kesimpulan pokok-pokok pemahaman hadis mencakup: (1)
pengujian dengan ayat-ayat al-Quran, (2) pengujian dengan hadis hadis yang lebih
s}ah}i>h}, (3) pengujian dengan rasio, logika yang sehat, ilmu pengetahuan atau
2 Fazlur Rah}ma>n, Islam and Modernity: Transformation of an Intelectual Tradition (Chicago: The University of Chicago Press, 1982 M.), 2.
23
23
penemuan ilmiah, dan (4) pengujian dengan fakta historis yang diketahui secara
umum.
B.TIPOLOGI PEMAHAMAN HADIS
Pemikiran islam kontemporer secara garis besar dapat diklasifikasikan
menjadi tiga tipe, tanpa terkecuali dalam studi pemahaman hadis:
Pertama, pemikiran aliran konservatif (sebagian menyebutnya
tradisionalis-konservatif atau literas-skriptualis). Ciri yang menonjol dari aliran
ini adalah bahwa ia ingin berpegang ketat secara literal terhadap warisan
pemikiran masa lalu (tura>th) dalam rangka mempertahankan keutuhan karakter
mereka. Aliran pemikiran ini berusaha mengajak pada perilaku ulama salaf, yaitu
mereka yang ingin hidup dalam tiga generasi pertama; para sahabat, tabi>‘i>n, atba>‘
al-ta>bi‘i>n. aliran ini juga yakin bahwa apa yang baik di zaman Nabi saw (abad VII
M.) juga baik untuk semua orang yang beriman di setiap masa. Ciri lain yang
menonjol dari aliran tradisionalis-konservatif adalah cara berifikir meraka yang
deduktif dan bayani. Dengan demikian akal (rasio) hanya berfungsi sebagai
pendukung saja. Aliran tradisionalis-konservatif ini sebenarnya merupakan
perpanjangan dari pemikiran tokoh-tokoh sebelumnya yang telah muncul di era
klasik, seperti Dawud al-Dza>hiri> dan Ah}mad b. H{anbal. Pemikiran ini kemudian
dilanjutkan oleh Ibn Taymiyah. Muh}ammad b. ‘Abd Wahha>b, Abu>> A ‘la>
al-Mawdu>di>, Sayyid Qut}b, Sali>m al-Ja>bi>, Ghazi> Tawbat, Na ‘i>m al-Ya>fi>, Shawqi>
24
Kedua, aliran progresif. Aliran ini menyerukan sekularisme, modernisme,
dan menolak semua warisan Islam, termasuk al-Qur’an sebagai bagian dari tradisi
yang diwarisi, yang dinilai sebagai ‚narkotik‛ bagi masyarakat muslim.
Karakteristik dari aliran ini adalah sikapnya yang cenderung mengikuti terhadap
permikir-pemikir barat. Bagi mereka Islam adalah konsep masa lampau, dan
selama sebuah masyarakat masih berpedoman pada agama, masyarakat tersebut
tidak akan mendapatkan kehidupan yang ideal, oleh karena itu sekularisme adalah
alternatif. Pelopor liran ini adalam kaum Marxus-Komunis dan beberapa kaum
Nasionalis Arab. Di dunia Arab tokoh-tokoh yang memiliki tipelogi pemikiran
progresif adalah T{a>ha> H{usain, Kemal Attartuk, Salamah Mu>sa>, ‘Ali> ‘Abd
al-Raziq, Adonis, ‘Azi>z al-Azmih, Firas Sawwah, dan Hadi Alawi.
Ketiga; aliran reformis-moderat aliran ini menjadi sintesa-kreatif dari dua
aliran sebelumnya yang paling bertentangan secara diametral. Jika aliran pertama
(tradisionalis-konservatif) cenderung anti modernan dan berisikap
tekstualis-litaris, sementara aliran kedua (progresif) cenderung sekuler dan kebarat-baratan
maka tidak demikian halnya dengan aliran reformis-moderat. Aliran ini justru
mengajak umat Islam untuk kembali kepada al-Quran dan hadis, dan menerima
moderinitas sejauh ia membawa kemaslahatan bagi ummah. Adapun cara yang
25
25
membaca dan memahami teks (wahyu) secara kontekstual dan berorientasi ke
masa depan.4
Dari tiga ini tipe ini, dapat dipersempit kembali menjadi dua tipe, yaitu
tektualis dan kontekstualis atau literal dan subtansial. Pertama; Tipe pemikiran
yang memandang Nabi sebagai ma‘s}u>m atau sebagian dari wahyu yang absolut
dan transenden serta lepas dari dimensi historis-empiris. Hadis nabi dalam hal ini
dipahami secara praktis sebagai pedoman tertulis. Kecenderungan tekstual ini
banyak dianut kalangan tradisionalis sebagai telah disebutkan di atas.
Kedua; tipe pemikiran yang lebih menanamkan dimensi empiris-historis,
sekalipun dalam tipe ini hadis atau sunnah masih dipandang sebagai wahyu tetapi
sebagian besar tindakan Nabi lebih merupakan hasil ijtihad, yang relatif, bisa
benar, bisa salah. Bagi kalangan ini, suatu kebijakan ditempuh oleh Nabi karena
dianggap sebagai alternatif terbaik saat itu. Hasilnya sunnah tersebut tidak harus
selalu diikuti pada setiap saat dan waktu, melainkan dapat dimodifikasi atau
ditransformasikan sesuai dengan tantangan kondisi yang ada.5
Munculnya dua tipe pemahaman sunnah di atas merupakan konsekuensi
langsung dari model pembaharuan yang dipilih. Secara metodologis, sebuah
pembaharuan memang dilakukan berdasarkan ijtihad yang telah mendapatkan
legitimasi teologis-historis. Perbedaan dalam melihat akar penyebab kemunduran
4 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: PT. LKIS Printing Cemerlang,
2011), 110-113.
26
pemikiran Islam menyebabkan perbedaan dalam memilih pola pembaharuan,
sekaligus dalam merumuskan otoritas ijtihad yang menjadi media aplikasi
pembaharuan tersebut.
Secara garis besar ada dua bentuk pembaharuan yang dominan, yaitu
antara pihak yang lebih menekankan tatbi>q al-shari>‘ah dan yang lebih
mengedepankan tajdi>d al-fahm.6 Atau antara yang berpola ijtihad tradisional dan
ijtihad liberal.7
Kelompok pertama memandang kemunduran umat Islam disebabkan oleh
sikap dan perilaku mereka yang telah menyimpang dari ajaran Islam yang murni
yang terdapat dalam teks (baca: al-Qur’an atau hadis) yang telah dipraktekkan
oleh para sahabat Nabi maupun generasi al-salaf al-s}a>lih}. Mayoritas kelompok ini
berkeyakinan Islam pada masa Nabi dan sahabat sebagai model Islam ideal dan
telah final. Perkembangan Islam pada masa-masa sesudahnya, baik berupa
pemikiran maupun realitas, dianggap menurun, mengalami dekadensi bahkan
korup. Dengan kata lain, kehidupan era modern harus mengaca dan dikembalikan
kepada era klasik yang dianggap ideal. oleh karena itu, pembaharuan diartikan
sebagai upaya kembali kepada penerapan al-Qur’an dan hadis secara murni dan
konsekuen sebagaimana yang dipraktekkan oleh Nabi dan sahabat pada ke-7 M.
6 Amin Abdulloh,‛Telaah Hermeneutis terhadap Masyarakat Muslim Indonesia‛ dalam
Kontekstualisasi Ajaran Islam: 70 Tahun Munawwir Syazali (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1995)
dan Abdul Muin, Hermeneutika Islam dalam Pentas Pemikiran Global (Jakarta: PT. Rajawali
Press,1998), 114.
27
27
pola tat}bi>q pada umumnya cenderung mengambil pendekatan teologis normatif
dan doktriner skriptualis sehingga terkesan tidak memperhatikan aspek sosio
historis maupun dimensi kultural dari suatu tradisi.
Sementara pola tajdi>d pada kelompok kedua cenderung mengambil
pendekatan kontekstual yang empiris dan induktif. Oleh karena itu dalam
memahami teks tidak terikat secara harfiyah melainkan lebih mendekati secara
rasional-kontekstual maka mereka juga dikenal sebagai muslim liberal. Mereka
meninggalkan prinsip-prinsip pembaharuan yang telah dikembangkan oleh para
cendikiawan muslim tradisional. Teks wahyu oleh mereka dipahami secara
tekstual dan kontekstual sehingga pemahamannya tidak literalis melainkan
kepada semangat dan tujuan yang yang ada di balik bahasa khusus teks-teks
wahyu tersebut. Pembaharuan atau ijtihad bagi mereka tidak terbatas pada
masalah yang belum diatur dalam al-Qur’an dan hadis, tetapi juga dapat
dilkakukan terhadap ketentuan-ketentuan nas}s} yang telah pasti dan tegas (qat}‘i>)
dalam keduanya. Subtansi persoalan maupun solusi yang diberikan oleh teks
al-Qur’an dan hadis selalu dapat diberikan penafsiran ulang sejalan dengan
tantangan situasi dan kondisi yang terus muncul.
Konsep yang telah dipaparkan di atas merupakan ide yang dikemukakan
oleh al-Ja>biri dan disebut dengan teori hermeneutika, tipologi pemahaman hadis
28
landasan untuk menilai kelebihan dan keterbatasan metode dan tipelogi
29
29
BAB III
MUHAH{AMMAD SHAHRU<R DAN KITAB SUNNAH
AL-RASU<LIYAH WA AL-SUNNAH AL-NABAWIYYAH
A.Biografi Muh}ammad Shahru>r
Untuk menelaah, membaca dan menentukan pola pikir seorang
intelektual, maka sangatlah penting untuk mengenal kepribadiannya, dalam
sub bab tiga ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan jati diri
Muh}ammad Shah}ru>r untuk memperoleh data-data yang mempengerahui pola
pikirnya baik dari faktor internal maupun faktor external, dan akan
dilanjutkan dengan sub bab yang meng menelaah Kitab Sunnah
al-Rasu>liyyah wa al-Sunnah al-Nabawiyyah.
1 Nama Lengkap
Muh}ammad Shah}ru>r b. Daib b. Daib, adalah nama asli dari
Muh}ammad Shah}ru>r atau lebih dikenal dengan panggilan Shah}ru>r. Shahru>r
lahir di kota Damaskus, Syiria pada tanggal 11 April 1938 M. ayahnya adalah
seorang tukang celup, sedangkan ibunya bernama S}iddiqah b. S}a>lih} Filiyu>n.
Shahru>r dikaruniai lima orang anak dari Istrinya yang bernama Azi>zah,
nama-nama anaknya adalah T{ari>q, al-Lais, Basu>l, Masum, dan Rima.1
2 Pendidikan
Dalam sejarah Syria atau Suriah, tercatat sebagai negara yang
mememiliki pengaruh yang sangat luar biasa besar dalam belantika pemikiran
dunia Islam, baik sosial, politik, budaya, maupun intelektual. Banyak pemikir
1 Ah}mad Syarqawi Ismail, Rekonstruksi Konsep Wahyu Muh}ammad Syahrur (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2003), 43.
30
muslim yang juga lahir dari negeri Suriah ini, sperti Mus}t}afa> al-Siba‘i> seorang
ahli hadis yang pernah menjadi pengawas umum al-Ikhwa>n al-Muslimi>n dan
Sa‘i>d hawwa< yang juga menjadi tokoh gerakan tersebut.2 Di era sekarang telah
bermunculan tokoh-tokoh pemikir Syiria, ‘Azi>z al-Azmiyah, Adonis (‘Ali>
Ah}mad Sa‘i>d), George Kan‘a>n, Firas Sawwah, dan Ha>di> ‘Alwi>, yang oleh
Ghasan F. Abdullah dikatergorikan sebagai tokoh gerakan sekularisme baru di
dunia Arab.3
Perhatian pemerintah Syiria terhadap dunia pendidikan sangat baik.
Hal itu terbukti dengan banyaknya beasiswa yang diberikan kepada para
siswa. Oleh karena itu sangat wajar jika presentase yang tidak buta huruf
mencapai 75 % dari total jumlah penduduk Syiria. Terdapat empat Universitas
besar di sana, yakni Universitas Damaskus, Universitas Aleppo, Universitas
Teshreen, dan Universitas al-Ba‘ath. Iklim akademiknya juga sangat kondusif.
Ada sekitar 53.300 mahasiswa yang sekarang menempuh pendidikan
diperguruan tinggi. Kondisi ini turut memberikan motivasi bagi karier
akademik Shahru>r di Suria sehingga ia dapat melanjutkan studinya ke
Moskow Uni Soviet.4
Dalam konstelasi pemikiran Isla>m Arab kontemporer, figur seperti
Shahru>r sebagai pemikir liberal, memang cukup mengejutkan, sebab jika
dilacak dari sejarah pendidikannya, ia tidak pernah belajar ilmu-ilmu
2Philip, ‚Muslim Brotherhood in Syria‛, dalam Burhanuddin, Hans Colletion of Islamic Studies,
(tidak diterbitkan), 191-194.
3 Ghasan F. Abdulloh, ‚New Secularisme The Arab‛
http;//www.secularism.org./sceptis/secularism/htm (Januari, 2000)
31
31
keislaman secara intensif. Setelah menamatkan sekolahnya di tingkat dasar
dan Menengah di lembaga pendidikan ‘Abd al-Rah}ma>n al-Kawa>kibi>
kemudian Pergi ke Unisoviet untuk mengambil program diploma di bidang
teknik sipil (Handasah Madaniyyah) atas beasiswa pemerintah setempat.
Program ini ditempuh selama lima tahun. Pada 1964, ia berhasil meraih gelar
diploma. Di Moskow itulah Shahru>r mulai belajar dan kenal dengan pemikir
marxisme, disamping itu juga dia juga belajar filsafat dialektika Hegel dengan
filsafat prosesnya yang banyak mempengaruhi dirinya ketika menafsirkan
al-Qur’an, terutama tentang, ‚teori trilogi hermeneutikanya‛. Kaynu>nah (being),
sayru>rah (process), dan s}ayru>rah (become). Oleh karena itu tidaklah
mengherankan jika banyak ulama yang kontra dengan pemikirannya, seperti
Muni>r al-Shawwa>f yang mengklaimnya sebagai tokoh yang terpengaruh oleh
pemikiran marxisme dan dialektika Hegel.5
Setelah di Moskow, Sharu>r kembali Syiria pada 1964 dan bekerja
sebagai dosen di Universitas Damaskus. Kemudian pada 1967, dia
memperoleh kesempatan untuk melakukan penelitian Imperial College di
London Inggris, akan tetapi Shahru>r terpaksa harus kembali ke Syiria karena
pada waktu itu, tepatnya Juni 1967 terjadi perang Syiria dan Israi>l yang
mengakibatkan hubungan diplomatik antara Syiria dengan Inggris menjadi
terputus.6
5 Muhami> Muni>r Muh}ammad Muni>r al-Shaawwa>f, Taha>fut al-Qira’ah Mu‘a>s}irah (Limmasol-Cyprus: al-Shawwa>f li al-Nashr wa al-Dirasa>t, 1993), 29-35.
32
Akhirnya, pada 1968, Shah}ru>r memutuskan pergi Dublin Irlandia
sebagai utusan dari Universitas Damaskus dalam rangka mengambil program
Master dan Doktor di National University. Bidang keilmuan yang diambil
adalah Mekanika Pertahanan dan Teknik Pembangunan. Berkat ketekunannya,
pada 1969 ia berhasil meraih gelar Master of Science, sedangkan gelar
Doktornya diraih pada 1972.7
Setelah menyelesaikan studinya di Ireland National University,
Shahru>r kemabali ke Syiria dan resmi menjadi dosen di Universitas Damaskus
dan mengampu mata kuliah Mekanika Pertahanan dan Geologi. Selain
menjadi dosen, ia juga menjadi konsultan di bidang teknik. Pada 1982-1983,
Shahru>r dikirim lagi oleh pihak Univeristas untuk menjadi staf ahli di al-Saud
Consult, Saudi Arabia. Bersama rekannya, Shahru>r membuka biro konsultan
Teknik di Damaskus.8
Pada 1995, Shahru>r diundang untuk menjadi peserta kehormatan dan
ikut terlibat dalam debat publik mengenai mengenai pemikiran Islam di
Libanon dan Maroko. Pada awalnya Shahru>r memang lebih menekuni bidang
teknik, namun pada pekembangannya, ia mulai tertarik pada kajian-kajian
keislaman, terutama sejak dia berada di Dublin Ireland (1970-1980). Sejak
saat itulah Shahru>r mulai mengkaji al-Qur’an secara lebih serius dengan
7M. Awnul ‘A>bid Shah, Islam Garda Depan; Mozaik Pemikiran Islam Timur Tengah (Bandung:
<izan 2001), 237.
33
33
pendekatan teori linguistik, filsafat dan sains moderen. Shahrur bahkan
kemudian menulis beberapa buku artikel tentang pemikiran keislaman.9
Dalam hal ini Ja‘far Dakk al-Ba>b, yang merupakan teman sekaligus
gurunya, memiliki peran yang sangat besar dalam mendukung karir
intelektual-akademik Shahru>r. Pertemuan Shahru>r dan Dakk al-Ba>b terjadi
ketika keduanya, sama-sama menjadi mahasiswa di Unisoviet. Pada waktu itu,
Ja‘far Dakk al-Ba>b mengambil jurusan Linguistik, sedangkan Shahru>r
mengambil Jurusan Teknik Sipil. Persahabatan itu terjadi sekitar tahun 1958
hingga 1964, meski setelah itu keduanya berpisah karena sama-sama telah
selesai dalam studinya.10
Tetapi secara tidak sengaja keduanya bertemu lagi pada 1980, di
Ireland, Dublin. Pada saat itulah terjadi perbincangan intensif di antara
keduanya mengenai masalah bahasa, filsafat dan al-Qur’an. Shahru>r pun
tertarik lebih jauh untuk mengkaji bahasa, filsafat, dan al-Qur’an. Sejak saat
itu Shahru>r belajar Linguistik secara intensif dari disertasi Ja‘far Dakk al-Ba>b
yang dipromosikan pada 1973 di Moskow.11 Berkat kesungguhannya dalam
mengkaji al-Qur’an, filsafat, dan bahasa, Shahru>r berhasil menulis karya
ilmiah yang bukan saja monumental, tetapi juga kontroversial Al-Kita>b wa
Al-Qur’an; Qira’at Al-Mu‘a>s}irah pada 1990. Buku tersebut merupakan hasil
evolusi dan pengendapan pikiran Shahru>r yang cukup lama, yakni kurang
lebuh 20 tahun. Namun demikian pemikiran kontroversial Shahru>r ini tentu
34
saja tidak dapat dilepaskan dari pengaruh pemikiran tokoh-tokoh Linguistik
sebelumnya seperti, Ibn Fa>ris, Yah}ya> b. Tha‘lab, Abu> ‘Ali> al-Fa>risi>, Ibn Jinni>,
‘Abd al-Qa>hir al-Jurja>ni>, dan Ja‘far Dakk al-Ba>b.12
Uraian di atas menjelaskan bahwa Shah}ru>r tidak pernah tercatat
bergabung dengan Institusi Islam manapun atau pernah mengikuti pelatihan
resmi dan memperoleh sertifikat dalam ilmu-ilmu keislaman. Pengetahuan
keislaman Shah}ru>r diperolehnya secara otodidak. Hal ini dapat ditemui dalam
catatan pribadinya tentang perjalanan hidupnya ketika merambah tradisi
Islam.
3 Karya-karya Muh}ammad Shahru>r
Shah}ru>r merupakan seorang cendikiawan muslim moderen yang cukup
produktif. Produktifitasnya dapat dibuktikan dengan berbagai karya tulisnya.
Al-Kita>b wa al-Qur’an: al-Qira’ah al-Mu‘a>s}rah merupakan karya pertama
yang muncul pada tahun 1990. Buku ini merupakan buah pikirannya selama
kurang lebih dua puluh tahun. Shah}ru>r merasa kajian keislaman yang
dilakukan tidak memberikan hasil dan tidak ada teori baru yang diperoleh. Dia
merasa terkekang dengan doktrin-doktrin para fundamentaslis Islam baik dari
aspek pemikiran kalam atau fikih. Sebagai akibatnya pemikiran Islam
mengalami stagnanisasi. Untuk itu dia berusaha mendobrak idiologi para
fundamentalis yang sudah mengakar di masyarakat yang menganut kebijakan
agama konvensional, atau bahkan penganut Islam radikal intoleran.13
12 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir . . ., 96.
13 Muh}ammad Shahru>r, Dira>sa>t Isla>miyyat Mu‘a>s}irat Vol. I. Al-Kita>b wa Al-Qur’an; Qira’at Al
35
35
Dira>sat al-Isla>miyah Mu‘a>s}irah fi> Daulah wa al-Mujtama‘ merupakan
karya kedua Shah}ru>r. Buku ini diselesaikan pada tahun 1994. Dalam buku ini
Shah}ru>r secara spesifik membahas tema-tema politik yang yang berkaitan erat
dengan permasalahan kemasyarakatan (al-Mujtama‘) dengan negara
(al-Daulah). Dia menawarkan metodologinya dalam memahami al-Qur’an dan
secara tegas dan konsisten membangun konsep berkeluarga, bermasyarakat,
dan bernegara, serta prilaku kesewenang-wenangan dalam perspektif
al-Qur’an.14
Al-I<ma>n wa al-Isla>m; Manz}u>mat al-Qiya>m, buku yang diterbitkan oleh
Aha>l li al-T{iba‘ah wa al-Nashr wa al-Tawzi muncul pada tahun 1994. Buku ini
mencoba menelaah teori-teori klasik mengenai rukun Islam dan Iman. Dia
menemukan menemukan teori baru yang diperolehnya setelah menelaah
beberapa ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan dua teori tersebut. Kebebasan
manusia, perbudakan dan ritual ibadah yang terangkum dalam teori al-‘Iba>d
wa al-‘A<bid juga menjadi pembahasan menarik dalam buku ini. Hal lainnya
adalah tentang hubungan anak dan orang tua, serta diakhir dengan sejarah
monoteisme dalam al-Qur’an.15
Nahw Us}u>l Jadi>dat li al-Fiqh al-Isla>mi>; Fiqh alMar’at al-Was{iyyah,
al-Irth, al-Qawwa>mah, al-Ta‘addudiyyah, al-Liba>s, adalah karyanya yang
keempat, diterbitkan pada tahun 2000. Buku ini menyuguhkan satu model
pembacaan, khususnya isu-isu terkait dengan kaum hawa, soal waris, wasiat,
14 Muh}ammad Shahru>r, Dira>sa>t Isla>miyyat Mu‘a>s}irat Vol. II. Al-Dawlah wa al-Mujtama‘ (Damaskus: Aha>l li al-Nashr wa al-Tawzi>‘, 1994).
15 Muh}ammad Shahru>r, Dira>sa>t Isla>miyyat Mu‘a>s}irat Vol. III. Al-I<ma>n wa al-Isla>m; Manz}u>mat
36
poligami, dan kepemimpinan, yang masih aktual dan belum terpecahkan
secara komprehensif hingga saat ini.16
Tajfi>f Mana>bi‘ al-Irha>b. al-Ta‘addudiyyah, al-Liba>s, buku yang
diterbitkan pada tahun 2000 ini memnjelaskan tentan konsep dan tawaran
Shah}rur dalam mereduksi benih-benih terorisme yang marak dan berkembang
pesat dinegaranya, hal lain yang disinggung dalam buku ini adalah konsep
berpoligami dan gaya berpakaian yang sering kali menjadi sorotan karna
dianggap salah satu simbol agama.17
Buku terakhir Shah}ru>r adalah, al-Sunnah al-Rasu>liyyah wa al-Sunnah
al-Nabawawiyyah, ditulis pada tahun 2012. Dan akan dibahas secara mandiri
pada sub bab selanjutnya.18
Karya-karya Shah}ru>r yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya
antara lain adalah Handasah al-Asa>siyah yang terdiri dari tiga juz. Handasah
Tura>biyah. Shah}ru>r juga aktiv menulis di majalah dan jurnal antara lain yang
dapat dijumpai Muslim Politic Report (14 Agustus 1997) dengan judul; ‚The
Devine Text and Plurasisme in Moslem Socities‛, dan Islam in The 1995
Beijing World Conference on Women dalam kuwait Newspaper. Dan sebuah
artikel yang telah dimuat dalam buku Islam Liberal yang diedit oleh Charles
Khuzman.19
16 Muh}ammad Shahru>r, Dira>sa>t Isla>miyyat Mu‘a>s}irat Vol. IV. Nahw Us}u>l Jadi>dat li Fiqh
al-Isla>mi>, ‚Fiqh alMar’at al-Was{iyyah, al-Irth, al-Qawwa>mah, al-Ta‘addudiyyah, al-Liba>s‛
Damaskus: Aha>l li al-Nashr wa al-Tawzi>‘, 2000)
17 Muh}ammad Shahru>r, Dira>sa>t Isla>miyyat Mu‘a>s}irat Vol. V. Tajfi>f Mana>bi‘ al-Irha>b.
al-Ta‘addudiyyah, al-Liba>s (Damaskus: Aha>l li al-Nashr wa al-Tawzi>‘, 2000).
18 Muh}ammad Shah}ru>r, al-Sunnat al-Rasu>liyah wa al-Sunnat al-Nabawiyah (Beirut: Da>r al-Sa>qi>, 2012).
37
37
4 Madzhab Muh}ammad Shahru>r
Kurang lebih 90 % penduduk kota Syria adalah muslim, terdiri dari
mayoritas Sunni, sisanya adalah pengikut Alawi (syiah) dan Druze.
Selebihnya adalah penganut agama lain, sperti Kristen Ortodoks (Yunani,
Amenia dan Syria) dan Yahudi. Dalam Islam in the world Today disebutkan
bahwa Shah}rur merupakan pengikut sunni, hanya saja karena pemikirannya
tentang penafsiran kaum fundamentalis islam yang diklaimnya sudah tidak
relevant dengan kemajuan zaman, maka dia pun dikategorikan sebagai
intelektual muslim liberal.20
Shah}ru>r sendiri tidak ingin diidentifikasi sebagai pengikut Madzhab
manapun. Dia lebih tidak memilih untuk mengikuti ideologi kaku dari
salafiyah Islam atau terpengaruh oleh radikalisme politik. Dia tidak ingin
terjebak dengan yang disebut dengan sebagai mentalitas madrasiyyah (pola
pikir yang berpihak pada salah satu aliran), yang menurutnya berdampak pada
semangatnya untuk mempertanyakan kembali tradisi Islam klasik termasuk
aliran Mu’tazilah yang terkenal dengan rasionalitasnya. Tujuannya tidak lain
adalah agar dia benar-benar mampu menciptakan solusi nyata atas dilema
Arab-Muslim.21
Maka tidak heran jika dalam karya-karyanya banyak sekali ditemukan
anjuran-anjuran untuk tidak merujuk pada pada aliran-aliran tertentu, bahkan
meski harus melanggar batas-batas agama Islam itu sendiri. Daftar
20 ‚Islamic in the World Today : A Hand Book of Politics, Religion, Culture, and Society‛ (Cornell University Press), 496.
21 Muh}ammad Sharu>r, Nah}w Us}u>l al-Jadi>dah li al-Fiqh al-Isla>mi>: Metodologi Fiqih Islam
38
tokoh yang dirujuknya secara otodidak berikut ini menunjukkan tipenya yang
elektik anti ortodoksi dan subversif, antara lain; A.N. Whitehide, Ibn Rushd,
Charles Darwin, Isaac Newton, Al-Farabi>, Al-Jurja>ni>, F. Hegel, W. Fichte, F.
Fukuyama dan sebagainya.22 Menurut Sha>hiron sebelum Shah}ru>r melakukan
dekontruksi atas semua madzhab fundamentalis dia merupakan penganut
madhhab Sunni, dan madzhab Hanafi, hal ini tidak terlepas dari pengaruh
ayahandanya yang merupakan penggemar berat Ibn ‘Ara>bi>.23
5 Kerangka Pemikiran Pembaruan Muh}ammad Shahru>r
Sebelum melangkah untuk menyimpulkan pemikiran seseorang tokoh,
sebuah hal yang mutlak untuk memahami kerangka pemikirannya. Karena
kernagka pemikiran merupakan pijakan yang dijadikan pijakan yang dijadikan
tolok ukur yang sudah barang tentu sangat berdampat pada seluruh kontruksi
dan bangunan pemikiran seseorang. Kerangka pemikiran Shah}ru>r bertolak
pada belakang dengan landasan metodologis, apa lagi ketika dia memahami
Al-Qur’an dan hadis, ia menjadikan linguistik sebagai dasar pandangannya
(majwad al-lughah), karena disamping ahli eksak (tehnik sipil), ia juga ahli
dibidang filsafat bahasa.24
Sekalipun dalam kenyataanya pendidikan yang dia tekuni tidak
mendalami bahasa Arab, akan tetapi pengetahuannya yang diperoleh dari Ja
‘far Dkr al-Ba>b (seorang guru sekaligus kawannya) ketika menyampaikan
metode pemikirannya dalam karyanya yang berjudul al-Kita>b wa al-Qur’a>n:
22 Ibid., 20.
23 Sahiron Syamsuddin, Wawancara, Surabaya, 12 Januari 2017.
39
39
Qira>’at Mu‘a>s}irat, metode tersebut dinamakan dengan Manhaj Ta>ri>kh
al-‘Ilm (Metode Historis Ilmiah).25 Walaupun dia sendiri tidak membahasa
secara rinci metode itu.
Pada dasarnya metode al-Manhaj al-Ta>ri>kh a