• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Non Pertanian di Wilayah Pemerintah Kota Salatiga T1 312005003 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Non Pertanian di Wilayah Pemerintah Kota Salatiga T1 312005003 BAB I"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh wilayah baik tingkat pusat maupun tingkat daerah. Tanah merupakan sarana fisik yang mendasar sebagai kebutuhan pelaksanaan program pembangunan, karena di atas tanah tersebut akan banyak bermunculan sarana-sarana fisik yang membantu untuk mengembangkan kemajuan di setiap wilayah.

Pembangunan fasilitas-fasilitas memerlukan tanah sedangkan tanah merupakan sumber daya alam yang sifatnya terbatas. Kebutuhan akan tanah semakin meningkat dari tahun ke tahun dan keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertambahan jumlah penduduk yang semakin pesat mengakibatkan permintaan akan perumahan untuk tempat tinggal meningkat, yang mengakibatkan meningkatnya permintaan akan tanah. Selain faktor pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan perekonomian juga ikut berpengaruh yaitu menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa jalan maupun bangunan industri.

(2)

Kondisi demikian mengakibatkan permintaan terhadap tanah untuk penggunaan tersebut semakin meningkat. Akibatnya banyak tanah pertanian mengalami alih fungsi ke penggunaan tersebut. Intensitas pembangunan yang membutuhkan penyediaan tanah yang relatif luas untuk berbagai keperluan menuntut alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non pertanian. Pengalihan fungsi tanah pertanian tidak terlepas dari proses transformasi struktur ekonomi yang terjadi yakni dari yang berbasiskan sektor pertanian ke sektor industri, jasa, dan perdagangan. Pertumbuhan penduduk dan aktivitas perekonomian memerlukan tanah untuk perumahan, industri, sarana dan prasarana penunjang lainnya.

Masalah ini sebelumnya telah ditulis oleh Emi Liandari Sukmawati pada tahun 1996 dengan judul “Perijinan Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah

Non Pertanian”. Pada penulisan sebelumnya ditekankan pada masalah perijinan

dalam alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian di Kota Salatiga. Hakekat ijin alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian adalah untuk membatasi, mengendalikan atau bahkan melarang peralihan fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian. Tetapi pada kenyataanya hakekat ijin alih fungsi tanah pertanian tidak seperti yang diharapkan yaitu mengendalikan peralihan fungsi tanah pertanian. Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemberian ijin alih fungsi, antara lain:1

a. Pemerintah Kota belum siap dengan Peraturan Daerah tentang tata ruang.

1

Emi Liandari Sukmawati, Perijinan Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah Non Pertanian,

(3)

b. Kehebatan para pemohon dalam mengusahakan tanahnya agar dialihfungsikan.

c. Pertambahan jumlah penduduk.

d. Kebutuhan sarana dan prasarana pembangunan. e. Kebutuhan tanah untuk industri.

Sedangkan penelitian ini ditekankan pada diskripsi pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian di wilayah Pemerintah Kota Salatiga yang terjadi pada tahun 2011. Pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian di Kota Salatiga pada tahun 2011 tersebut menarik untuk dikaji mengingat Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 baru diundangkan pada 8 Agustus 2011. Dengan demikian sepanjang tahunn 2011, di Salatiga telah terjadi pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian dengan mengacu pada dasar peraturan tata ruang yang berbeda yakni peraturan yang ada sebelum dan sesudah Perda Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut diundangkan. Ketentuan mengenai rencana tata ruang merupakan salah satu peraturan yang menjadi dasar pertimbangan dalam memutuskan dikabulkan tidaknya permohonan peralihan tanah pertanian menjadi non pertanian.

Dalam pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian di wilayah Pemerintah Kota Salatiga pada tahun 2011 tersebut, maka hal-hal yang perlu dilihat antara lain adalah:

(4)

c. Pihak-pihak yang berwenang d. Syarat-syarat yang harus dipenuhi

Atas dasar alasan-alasan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian Kota Salatiga dan mengambil judul:

“Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah Non Pertanian di

Wilayah Pemerintah Kota Salatiga”

Untuk memperjelas judul tersebut, perlu dikemukakan definisi konsep sebagai berikut:

Pelaksanaan merupakan suatu proses atau cara.

Alih Fungsi diartikan sebagai mengubah atau mengganti kegunaan peruntukkan dari suatu fungsi atau kegunaan menjadi fungsi atau kegunaan lainnya.

Tanah Pertanian adalah tanah yang digunakan untuk usaha pertanian dalam arti mencakup persawahan, perkebunan hutan, perikanan, tegalan, padang penggembalaan dan semua penggunaan lainnya yang layak dikatakan sebagai usaha pertanian.2

Non Pertanian adalah sektor selain pertanian seperti pendidikan, perindustrian, ilmu pengetahuan, perhubungan, pariwisata, perdagangan, kesehatan, kependudukan, perumahan dan pemukiman dan sektor lainnya.

2

(5)

Dengan mengacu pada definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dalam judul tersebut adalah suatu proses mengubah kegunaan tanah yang digunakan untuk kegiatan pertanian seperti persawahan, perkebunan, tegalan menjadi tanah yang kegunaannya selain untuk kegiatan pertanian seperti pendidikan, perindustrian, perhubungan, perdagangan, kesehatan, kependudukan dalam wilayah sistem wewenang dan kekuasaan yang dijalankan di Kota Salatiga.

1.2 Latar Belakang Masalah

Ketersediaan tanah merupakan faktor penting untuk menjamin kelangsungan penyediaan pangan dan tempat berlangsungnya kegiatan ekonomi. Pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi senantiasa mempengaruhi sisi permintaan terhadap tanah yang luasnya tidak bertambah. Oleh karena itu permasalahan penggunaan dan penguasaan tanah akan senantiasa menjadi persoalan untuk diselesaikan agar dapat dicapai struktur penggunaan tanah yang baik dan penguasaan tanah yang adil sehingga kemakmuran seluruh rakyat dapat terwujud.

(6)

Tanah sebagai bagian permukaan bumi, mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia, baik sebagai tempat atau ruang untuk kehidupan dengan segala kegiatannya, sebagai sumber kehidupan, bahkan sebagai suatu bangsa, tanah merupakan unsur wilayah dalam kedaulatan negara.

Sebagai karunia Tuhan sekaligus sumber daya alam yang strategis bagi bangsa, negara, dan rakyat, tanah dapat dijadikan sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup bangsa sehingga perlu campur tangan negara untuk mengaturnya. Hal ini sesuai dengan amanat konstitusional sebagaimana tercantum pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi:

“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Negara sebagai organisasi kekuasan rakyat pada tingkatan yang tertinggi, menguasai tanah untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melaui:3

1. pengaturan hubungan hukum orang dengan tanah, 2. mengatur perbuatan hukum orang terhadap tanah, dan

3. perencanaan persediaan peruntukan dan penggunaan tanah bagi kepentingan umum.

Negara berwenang untuk mengatur tentang peruntukan, persediaan dan penggunaan tanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas.

3

(7)

Dengan demikian tujuan itu terlihat jelas bahwa tanah yang dimaksud adalah untuk kepentingan umum dan dipergunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan bersama. Selain itu bahwa setiap hak atas tanah harus memiliki fungsi sosial dengan pengertian tanah tersebut wajib digunakan, dan penggunaannya tidak boleh merugikan kepentingan orang lain.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut UUPA, pada Pasal 2 ayat (1) ditegaskan lagi bahwa bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Selanjutnya pada ayat (2) disebutkan bahwa hak menguasai dari negara memberikan wewenang untuk:

1. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;

2. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa;

3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Dengan mengacu pada ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 2 UUPA tentang penguasaan oleh Negara, maka dalam hal ini Pemerintah perlu membuat rencana umum persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya seperti yang disebutkan dalam Pasal 14 UUPA untuk keperluan:

(8)

2. peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;

3. pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan;

4. memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu;

5. memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.

Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian dan kelangsungan hidup, penyedia lapangan kerja dan penyediaan pangan. Pelaksanaan alih fungsi tanah dilakukan dengan memperhatikan peran tanah untuk kepentingan umum dalam kehidupan manusia. Kesadaran terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat masih tetap memelihara kegiatan pertanian mereka meskipun negara telah menjadi negara industri.

Sehubungan dengan itu, pengendalian tanah pertanian merupakan salah satu kebijakan nasional yang cukup tepat untuk tetap memelihara sektor pertanian dalam kapasitas penyediaan pangan dalam kaitannya untuk mencegah menurunnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi dalam jangka panjang mengingat sifat multi fungsi tanah pertanian.4 Pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi senantiasa mempengaruhi permintaan terhadap tanah yang luasnya bersifat tetap. Pertumbuhan perekonomian menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, bangunan industri, pemukiman dan yang lainnya. Perkembangan yang sedemikian pesat menuntut permintaan terhadap tanah untuk penggunaan pembangunan tersebut terus

4

(9)

meningkat. Akibatnya banyak tanah pertanian yang mengalami perubahan penggunaan menjadi non pertanian.

[image:9.612.103.550.193.550.2]

Di Kota Salatiga sepanjang tahun 2011 mengalami kegiatan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian yang tersebar di empat Kecamatan sebagaimana tersebut dalam tabel berikut.

Tabel 1

Alih Fungsi Tanah Pertanian ke Non Pertanian Kota Salatiga Tahun 2011

Kecamatan Status Jumlah Bidang Luas (m²)

Argomulyo Tegal

Sawah

10 1

19.844 400

Sidomukti Tegal

Sawah

12 1

17.740 365

Sidorejo Tegal

Sawah

7 15

18.592 16.300

Tingkir Tegal

Sawah

6 10

13.347 11.756

Jumlah 62 98.344

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 10 Mei 2012

Dari tabel tersebut di atas nampak bahwa pada tahun 2011 di Kota Salatiga terdapat 62 bidang tanah yang dialih fungsikan dari pertanian menjadi non pertanian dengan luas 98.344 m². Terdiri dari 35 bidang berstatus tegal dengan luas keseluruhan 69.523 m² dan 27 bidang berstatus sawah dengan luas keseluruhan 28.821 m².

(10)

tata ruang yang berbeda, mengingat Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 baru diundangkan pada 8 Agustus 2011. Sehingga demikian di Salatiga telah terjadi pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian sebelum dan sesudah Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 tersebut diundangkan.

Contoh tanah pertanian yang dialihfungsi menjadi non pertanian yang dilaksanakan sebelum Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 yang terdapat di Kecamatan Sidomukti Kelurahan Dukuh Salatiga, terletak di Kembangarum dengan bukti pemilikan tanah Sertipikat HM. No. 353 berstatus tegal dengan luas 514 m² dan di daerah Ngemplak dengan bukti pemilikan tanah Sertipikat HM. No. 1209 berstatus tegal seluas 423 m². Sedangkan contoh tanah pertanian yang dialihfungsi menjadi non pertanian yang dilaksanakan sesudah Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 yang terdapat di Kecamatan Sidomukti Kelurahan Dukuh Salatiga, terletak di lingkungan Warak dengan bukti pemilikan tanah Sertipikat HM. No. 3300 berstatus tegal dengan luas 104 m² dan di daerah Ngemplak dengan bukti pemilikan tanah Sertipikat HM. No. 5053 berstatus tegal seluas 883 m².5

5

(11)

Oleh karena itu dalam hal ini penulis ingin mengetahui pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga sepanjang tahun 2011 tersebut.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimana pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian di wilayah Pemerintah Kota Salatiga pada tahun 2011.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian di wilayah Kota Salatiga, meliputi:

a. Dasar peraturan perundang-undangan b. Prosedur atau tata cara

c. Pihak-pihak yang berwenang d. Syarat-syarat yang harus dipenuhi

1.5 Metode Penelitian

(12)

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif untuk memaparkan secara jelas tentang mekanisme yang dilaksanakan dalam alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian di wilayah Pemerintah Kota Salatiga pada tahun 2011 yakni sebelum dan setelah berlakunya Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030.. Dengan metode ini diharapkan dapat digambarkan secara tuntas bagaimana prosedur alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Salatiga pada tahun 2011.

1.5.2 Pendekatan

(13)

1.5.3 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan jalan mengadakan wawancara dengan pihak Kantor Pertanahan Kota Salatiga, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas Pertanian, Kantor Kecamatan, dan Kantor Kelurahan. Data sekunder dipakai untuk melengkapi data primer. Data sekunder ini diperoleh dari literatur, peraturan perundangan dan dokumentasi tertulis lainnya yang berkaitan dengan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian.

1.5.4 Unit Amatan dan Analisa

1.5.4.1 Unit Amatan:

a. Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

b. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah c. Sekretariat Daerah

d. Dinas Pertanian e. Kantor Kecamatan f. Kantor Kelurahan

g. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

(14)

i. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

j. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

k. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah

l. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 590/11108/SJ tanggal 24 Oktober 1984 tentang Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian. m. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala BPN

Nomor 410-1851 tanggal 15 Juni 1994 tentang Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis Untuk Penggunaan Non Pertanian Melalui Penyusunan Rencana Tata Ruang.

(15)

o. Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS Nomor 5335/MK/9/1994 tanggal 29 September 1994 tentang Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah tingkat Kabupaten/Kota.

p. Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Ketua BAPPENAS Nomor 5417/MK/10/1994 tanggal 4 Oktober 1994 tentang Efisiensi Pemanfaatan Lahan Bagi Pembangunan Perumahan.

q. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 460-3346 tanggal 31 Oktober 1994 tentang Perubahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis Untuk Penggunaan Tanah Non Pertanian

r. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 460-1594 tanggal 5 Juni 1996 tentang Pencegahan Konversi Tanah Sawah Irigasi Teknis Menjadi Tanah Kering

(16)

Pencegahan Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian yang Tidak Terkendalikan.

t. Surat Keputusan Walikota Salatiga Nomor 591.05/23/2002 tanggal 1 Februari 2002 tentang Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian.

u. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 5 Tahun 1996 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota Salatiga Tahun 1996-2006 dan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 8 Tahun 1997 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Salatiga 1997-2004.

v. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030.

1.5.4.2 Unit Analisa:

Gambar

Tabel 1 Alih Fungsi Tanah Pertanian ke Non Pertanian Kota Salatiga Tahun 2011

Referensi

Dokumen terkait

Bila menggunakan timbangan analitik digital maka dapat langsung diketahui berat sampelnya dengan menset zero balans, yaitu setelah berat alumunium diketahui beratnya

 Yang pertama saya sangat berterima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan saya kesehatan, kelancaran berfikir dan selalu mendengarkan doa-doa saya yang menjadikan

Pada tanaman kacang hijau, volume curah hujan bulan Mei sangat mempengaruhi produktivitas kacang hijau yang ditanam pada musim tanam ke dua (MT) di

disisi lain juga dapat diindikasikan kesadaran konsumen yang masih kurang pada calon konsumen Apple sehingga mempengaruhi pesat atau tidaknya pertumbuhan penjualan yang berdampak

Apa saja kendala-kendala yang dihadapi dalam Penerapan Standar Akuntansi Keuangan Untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) pada perusahaan jasa restoran

Selain itu, komitmen Pemerintah Kabupaten Barito Kuala untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan kesehatan juga berimplikasi pada meningkatnya belanja subsidi pendidikan

Konstitusi berfungsi sebagai kerangka bagi penyusunan dan pelaksanaan peraturan perundang-undang dalam kebijakan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya

Solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan memberikan pelatihan strategi pemasaran yang didasarkan pada ilmu manajemen pemasaran dan tata kelola keuangan yang