• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN BARANG ELEKTRONIK : STUDI PUTUSAN NO.376/PID.B/2015/PN.SMG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN BARANG ELEKTRONIK : STUDI PUTUSAN NO.376/PID.B/2015/PN.SMG."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK

PIDANA PENADAHAN BARANG ELEKTRONIK

(Studi Putusan No.376/Pid.B/2015/PN.Smg)

SKRIPSI

Oleh:

DIMAS ARY PRAYUGO NIM. C03212009

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah Dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam

Prodi Hukum Pidana Islam

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Tindak

Pidana Penadahan Barang Elektronik (studi Putusan Pengadilan Negeri semarang No. 376/Pid.B/2015/Pn.Smg).” adalah hasil penelitian library research untuk menjawab pertanyaan yaitu bagaimana pertimbangan hukum dari hakim dalam memutus perkara nomor 376/Pid.B/2015/Pn.smg tentang penadahan, dan bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana penadahan berdasarkan pasal 480 KUHP.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan tekhnik bedah putusan, dokumentasi serta kepustakaan. Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan metode deskripstif analisis dan pola pikir deduktif untuk memperoleh kesimpulan yang khusus menurut hukum pidana Islam dan pasal 480 KUHP tentang penadahan.

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana penadahan lebih cenderung kepada pertimbangan yuridis. Dalam pertimbangan hakim tidak ada mengurai mengenai pertimbangan non yuridis. Proses penegakan hukum pidana penadahan barang elektronik yang muaranya putusan hakim di pengadilan negeri semarang, cenderung meninggalkan pandangan terdakwa sebagai penadah barang Elektronik. Para pihak terkait antara lain jaksa penuntut umum dan hakim melalui alat bukti yang cenderung difokuskan pada pembuktian atas tuduhan jaksa penuntut umum terhadap terdakwa. Proses peradilan lebih berkutat terhadap perbuatan terdakwa yang memenuhi unsur tindak pidana penadahan barang elektronik. Namun dalam aspek hukum pidana Islam penjatuhan hukuman tindak pidana penadahan barang elektronik ini murni wewenang penguasa setempat, karena tindak pidana penadahan barang elektronik ini merupakan jarimah ta’zir.

Saran yang dapat disampaikan adalah diharapkan para hakim di Indonesia untuk memberikan hukuman yang seadil-adilnya. Maksudnya untuk memutuskan

suatu perkara tindak pidana penadahan hendaknya memutuskan seadil –adilnya

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TRANSLITRASI ... xi

MOTTO ... xiii

PERSEMBAHAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Kajian Pustaka ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10

G. Definisi Operasional ... 10

H. Metode Penelitian ... 11

I. Sistematika Pembahasan ... 14

BAB II LANDASAN TEORI JARI<MAH TA’ZI<R DAN TEORI PENADAHAN A. Pengertian jari<mah ... 16

B. Bentuk-bentuk jari<mah ... 17

C. Ta’zi<r ... 20

(8)

x

BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG NO.376/Pid.B/2015/PN.SMG TENTANG TINDAK PIDANA PENADAHAN

A. Profil Pengadilan Negeri Semarang... 38

B. Identitas Terdakwa ... 40

C. Deskripsi Kasus ... 41

D. Dakwaan Penuntut Umum ... 43

E. Alat Bukti ... 44

F. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 53

G. Pertimbangan Hakim ... 56

H. Amar Putusan... 56

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN DALAM PUTUSAN NO.376/Pid.B/2015/PN.SMG A. Analisis Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Tindak Pidana Penadahan Dalam Putusan No.376/Pid.B/2015/Pn.smg ... 58

B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak Pidana Penadahan Dalam Putusan No.376/Pid.B/2015/PN.smg ... 62

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kejahatan pada dasarnya ditekankan kepada perbuatan menyimpang

dari ketentuan-ketentuan umum atau peraturan-peraturan hukum yang

berlaku dalam suatu negara. Perbuatan yang menyimpang itu berasal dari

perkembangan kepentingan bagi setiap individu, yang dalam rangka usaha

untuk memenuhi kepentingannya sendiri, tetapi tidak semua orang atau

kelompok dapat menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan hukum yang

berlaku dalam suatu negara tersebut. Jika seseorang atau kelompok tersebut

mengalami suatu kegagalan dalam memperjuangkan kepentingannya sendiri,

maka seseorang atau kelompok tersebut bisa saja melakukan suatu tindakan

yang menyimpang dari peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Hal tersebut

bisa menimbulkan atau mengakibatkan kerugian pada orang lain serta

masyarakat umum, maka perbuatan itu dapat dikatakan sebagai suatu tindak

kejahatan.

Kejahatan dalam bentuk pencurian terhadap harta benda tidak akan

tumbuh subur apabila tidak ada yang menampung hasil curian itu,

(10)

2

peranan seorang penadah hasil pencurian terhadap harta benda sangat

diperlukan.1

Adanya penadah sebagai penampung kejahatan pencurian memberikan

kemudahan bagi si pelaku untuk mendapatkan keuntungan, sehingga pelaku

pencurian tidak harus menjual sendiri hasil curiannya kepada konsumen

tetapi dapat disalurkan kepada penadah, permasalahan yang timbul itu, baik

berupa pelanggaran terhadap tata karma kehidupan bermasyarakat maupun

aturan-aturan hukum untuk menciptakan suatu fenomena yang bertentangan

dengan kaidah moral dan kaidah susila serta aturan-aturan hukum.2

Hukum merupakan salah satu bidang yang keberadaannya sangat

esensial sifatnya untuk menjamin kehidupan bermasyarakat dan bernegara,

apalagi negara Indonesia adalah negara hukum, yang berarti bahwa setiap

perbuatan aparat harus berdasar pada hukum, serta setiap warga negara harus

menaati hukum.

Salah satu tindak pidana terhadap harta kekayaan yang masih sering

menimbulkan kejahatan adalah tindak pidana penadahan yang diatur dalam

pasal 480 KUHP. Hal ini dikarenakan salah satu unsur penadahan yang sering

dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam praktik persidangan sehari-hari

adalah unsur culpa, yang berarti bahwa si pelaku penadahan dapat dianggap

patut harus dapat menyangka asalnya barang dari kejahatan dan jarang dapat

dibuktikan bahwa si penadah tahu benar hal itu (asal-usul barang). Dalam hal

1 Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan terhadap Harta Kekayaan (Jakarta: Sinar Grafika,

2009), 130.

(11)

3

ini, “maksud untuk mendapatkan keuntungan” merupakan unsur dari semua

penadahan.

Dalam KUHP sendiri terdapat pasal-pasal yang menjelaskan

mengenai tindak pidana yang dimaksud, antara lain berupa tindak pidana

kejahatan penadahan yaitu jenis tindak pidana kejahatan yang bertujuan

untuk menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain dengan cara

merampas barang milik orang lain, dan diberikan kepada penadah tersebut.

Untuk penadah (Pasal 480 KUHP), tindak kejahatan yang ditetapkan

selama-lamanya 4 (Empat) tahun.

Unsur penting pasal ini adalah tersangka atau terdakwa harus

mengetahui atau patut dapat menyangka bahwa barang itu berasal dari

kejahatan. Di sini terdakwa tidak perlu tahu dengan pasti asal barang itu dari

kejahatan apa (pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasan, uang palsu,

atau lain-lain), akan tetapi sudah cukup apabila ia patut dapat menyangka

(mengira, menduga, mencurigai) bahwa barang itu bukan barang legal. Untuk

membuktikan unsur ini memang agak sulit, akan tetapi dalam praktek

biasanya dapat dilihat dari keadaan atau cara diperolehnya barang itu,

misalnya dibeli dengan harga di bawah harga pasaran atau harga normalnya,

dibeli pada waktu malam hari atau secara sembunyi-sembunyi yang menurut

ukuran di tempat itu memang mencurigakan. Barang asal dari kejahatan

misalnya berasal dari pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, dan

(12)

4

Tindak pidana penadahan dapat berdiri sendiri tanpa terlebih dahulu

mengungkap tindak pidana asal, untuk dapat tidaknya seseorang disangka

melakukan tindak pidana penadahan, maka terlebih dahulu harus jelas tindak

pidana asalnya, dari mana barang penadahan itu berasal, jadi penyidik

terlebih dahulu harus membuktikan tindak pidana asalnya sebelum

menjadikan seseorang sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana

penadahan.

Secara umum kasus tindak pidana penadahan ini sering terjadi di

dalam masyarakat, mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan tindak

pidana kejahatan, akan tetapi sebagian dari masyarakat cenderung

mengabaikannya disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan ketaatan hukum

masyarakat, sehingga perbuatan tersebut cenderung untuk diabaikan.

Dalam hukum pidana Islam terdapat tiga delik jari>mah yaitu, jari>mah

hudu>d, jari>mah qishash dan diyat, dan jari>mah ta’zi>r adalah semua perbuatan

yang berkaitan dengan kepentingan dan kemaslahatan umum. Misalnya,

melakukan tindak pidana di muka bumi seperti pencurian, penadahan,

penyelundupan, dan lain-lain.3

Dengan kejahatan tindak pidana penadahan termasuk jarimah ta’zi>r,

dimana jarimah ta’zi>r asas legalitasnya tidak diterapkan begitu teliti dan

ketat. Hal ini didasarkan bahwa pada jarimah ta’zi>r hakim memiliki

kewenangan yang luas untuk menetapkan suatu jarimah dan hukumannya

sesuai dengan tuntutan kemaslahatan. Pada jarimah ta’zi>r ini, al-Qur’an dan

(13)

5

al-Hadits tidak menetapkan secara terperinci, baik bentuk jarimah maupun

hukumannya. Oleh karena itu, hakim boleh memberikan hukuman terhadap

pelaku kejahatan yang belum ada aturannya (jari>mah ta’zi>r) jika tuntutan

kemaslahatan menghendakinya.4

Tindak pidana kejahatan ini terjadi ketika terdakwa Manuella putri

Widayanti pada hari sabtu tanggal 18 April 2015 sekira pukul 19.00 Wib.

bertempat di belakang Kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta

terdakwa membeli 1(satu) buah Handphone Blackberry Tyepe Dakota 9900

warna putih nomor pin 28176FC nomor IMEI 354279058012271 dari saksi

Jodik septiawan (dalam berkas tersendiri) seharga Rp. 800.000,- (delapan

ratus ribu rupiah) dan saat terdakwa membeli handphone tersebut tanpa

dilengkapi dengan dos bukunya berikut kelengkapan kainnya (hanya unit

handphone saja / batangan).

Bahwa harga pasaran umum handphone Blackberry type Dakota 9900

tersebut adalah sekitar kurang lebih Rp 1.400.000,- (satu juta empat ratus

ribu rupiah) sehingga dengan harga yang jauh dari harga pasaran umum

tersebut maka sudah sepatutnya terdakwa ketahui dan menduga bahwa HP

Blackberry yang dibelinya tersebut merupakan barang hasil kejahatan namun

terdakwa tetap membelinya dan hal tersebut terdakwa lakukan karena

terdakwa merasa diuntungkan dengan harga murah bisa memiliki HP yang

harganya masih tinggi di pasaran pada umumnya.

(14)

6

Dalam putusan hakim menyatakan terdakwa Manuella Putri

Widayanti tersebut telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana penadahan dan menjatuhkan pidana terhadap

terdakwa, dengan pidana penjara 4 (empat) bulan yang semula hukumannya 4

(empat) tahun penjara.

Melalui latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji

permasalahan hokum dengan judul: “Tinjauan Hukum Pidana Islam

Terhadap Tindak Pidana Penadahan Barang Elektronik dalam Putusan

no.376/Pid.B/2015/pn.smg”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

apakah landasan hukum yang digunakan hakim Pengadilan Negeri Semarang

dalam menyelesaikan perkara tindak pidana penadahan sesuai dengan hukum

pidana Islam dan perundang-undangan yang berlaku, serta tinjauan hukum

pidana Islam tentang tindak pidana tersebut.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari paparan Latar Belakang diatas maka pokok yang akan dikaji

dalam pembahasan ini adalah :

1. Tindak pidana penadahan berdasarkan pasal 480 KUHP.

2. Tindak pidana penadahan ditinjau dari hukum pidana Islam.

3. Sanksi yang diterapkan bagi pelanggar Pasal 480 KUHP tentang

penadahan.

4. Sanksi yang diterapkan bagi pelanggar Pasal 480 KUHP tentang

(15)

7

5. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara Nomor 376/pid.B/2015/PN

SMG.

Adapun batasan maslaah dalam pembahasan ini adalah:

1. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara Nomor 376/pid.b/2015/pn

smg tentang penadahan.

2. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap putusan nomor 376/pid.b/2015/pn

smg tentang tindak pidana penadahan berdasarkan pasal 480 KUHP.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat diangkat berdasarkan latar belakang di

atas adalah:

1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam putusan no.

376/Pid.B/2015/PN.Smg tentang penadahan barang elektronik?

2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim

dalam putusan no. 376/Pid.B/2015/PN.Smg tentang penadahan barang

elektronik?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini pada dasarnya adalah deskripsi ringkas tentang

sebuah kajian atau penelitian yang pernah dilakukan di seputar masalah yang

akan diteliti, sehingga terlihat jelas bahwa kajian ini bukan merupakan

pengulangan atau duplikasi dari penelitian yang pernah ada.5 Tujuannya

adalah untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan topik yang akan

5 Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan

(16)

8

diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti

sebelumnya.

Dalam skripsi terdahulu yang berjudul Tindak Pidana Penadahan

dengan Sistem Gadai ditinjau dari Fiqh Jinayah: Studi Putusan No.

293/PID.B/2013/PN.MKT yang disusun oleh Arassy Wardani membahas

tentang hukum hakim dalam putusan No.293/Pid.B/2013/PN.Mkt tentang

tindak pidana penadahan dengan sistem gadai dan ditinjau dari segi fiqh

jinayah.6

Pada skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Pidana terhadap Perkara

Penadahan Mobil (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) yang ditulis

oleh Eka Sulistya Nugraha Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta 2009. Dari studi kasus yang dilakukan oleh Eka ini, Majelis hakim

menetapkan terdakwa dalam putusan Nomor 39/Pid.B/2007/PN.Ska telah

melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP yang menjatuhkan putusan dengan

pidana penjara 1 (satu) tahun dan 1 (satu) bulan, yang dalam hal ini lebih

ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Walaupun putusan yang

dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum.7

Dalam skripsi lain yang berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak

Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor hasil Pencurian dan Upaya

Penerapan/Penegakan Hukumnya: Studi Kasus di Kepolisian Resort Kota

Medan yang disusun oleh Muhammad Andre Nasution. Dalam skripsi ini

6 Arassy Wardani, Tindak Pidana Penadahan Dengan Sistem Gadai ditinjau dari Fiqh Jinayah:

Studi Putusan No. 293/PID.B/2013/PN.MKT (Skripsi-UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014)

7 Eka Sulistya Nugraha, Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Perkara Penadahan Mobil: Studi

(17)

9

membahas tentang bagaimana pengaturan tindak pidana pencurian dan

penadahan dalam hukum positif di Indonesia dan juga upaya penanggulangan

tindak pidana pencurian dan penadahan terhadap kendaraan motor di Medan.8

Sedangkan dalam penelitian ini, penulis ingin mengkaji bagaimanakah

bentuk sanksi pidana, bagi pelaku penadahan yang diatur di dalam Pasal 480

KUHP, yang membedakan skripsi ini berbeda dengan skripsi lainnya adalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah landasan hukum yang

digunakan hakim Pengadilan Negeri Semarang dalam menyelesaikan perkara

tindak pidana penadahan sesuai dengan hukum pidana Islam dan perundang-u

ndangan yang berlaku, serta tinjauan hukum pidana Islam tentang tindak

pidana tersebut.

E. Tujuan Penelitian

Setiap penulisan ilmiah tentu memiliki tujuan pokok yang akan

dicapai atas pembahasan materi tersebut. Oleh karena itu, penulis

merumuskan tujuan penelitian skripsi sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim terhadap putusan nomor

376/pid.b/2015/pn smg tentang penadahan pencurian elektronik

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap putusan nomor

376/pid.b/2015/pn smg tentang penadahan pencurian barang elektronik

8 Muhammad Andre Nasution, Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Penadahan Kendaraan

(18)

10

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan dari penulisan skripsi ini mencakup kegunaan

teoritis dan kegunaan praktis, yaitu:

1. Kegunaan teoritis untuk memberikan sumbangan, pemikiran, dan ilmu

pengetahuan hukum pidana guna mendapatkan data secara obyektif

melalui metode ilmiah dalam memecahkan setiap masalah yang ada,

khususnya masalah yang berkaitan dengan tindak pidana penadahan.

2. Kegunaan praktis untuk menambah wawasan pengetahuan dan bahan

tambahan bagi perpustakaan atau bahan informasi kepada seluruh pihak

yang berkompeten mengenai analisis pemidanaan tindak penadahan.

G. Definisi Operasional

Dalam hal ini, penulis akan terlebih dahulu menjelaskan tentang

definisi oprasional terkait judul “Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap

tindak pidana penadahan barang elektronik dalam studi putusan

no.376/Pid.B/2015/pn.smg”

1. Hukum pidana Islam: perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syarak

yang diancam oleh Allah swt dengan hukuman hudud atau ta’zir, seperti

tindak pidana penadahan dikenakan hukuman jarimah ta’zir.

2. Penadahan adalah suatu tindak pidana dimana seseorang dengan maksud

menguntungkan dirinya atau orang lain dengan melanggar hukum,

menerima hasil dari pencurian dengan maksud menguntungkan dirinya

(19)

11

3. Putusan pengadilan negeri Semarang Nomor 376/Pid.B/2015/PN.Smg

adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka yang

dapat berupa pemidanaan, kurungan penjara selama 5 (lima) bulan

dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara serta

menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini dapat digolongkan dalam jenis penelitian kualitatif

dengan prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa

data tertulis dari dokumen, Undang-undang dan artikel yang dapat ditelaah.

Untuk mendapatkan hasil penelitian akurat dalam menjawab beberapa

persoalan yang diangkat dalam penulisan ini, maka penulis menggunakan

metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif yaitu metode

penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka. Dalam

hal ini, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi tindak pidana

penadahan dalam putusan Pengadilan Negeri Semarang nomor

376/pid.B/2015/PN Smg. Metode berfikir yang digunakan adalah metode

berfikir deduktif (cara berfikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik

dari sesuatu yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar

dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya khusus). Dalam

(20)

12

pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan

konsep (conceptual approach).

2. Teknik pengumpulan data

Jenis penelitian ini adalah library research atau studi kepustakaan.

Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan

dari suatu penelitian. Teori-teori yang mendasari masalah dan bidang

yang akan diteliti dapat ditemukan dengan melakukan studi kepustakaan.

Melalui studi kepustakaan juga dapat diperoleh informasi tentang

penelitian sejenis atau yang ada kaitannya dengan penelitian, ataupun

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga dapat

memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan

dengan penelitian yang akan dilakukan.

3. Data yang dikumpulkan

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research).

Penelitian dilakukan terhadap buku-buku rujukan yang membahas tentang

tindak pidana kejahatan mengenai penadahan dan data-data tentang

proses penadahan, bentuk sanksi pelaku penadahan berdasarkan Pasal 480

KUHP dan bentuk sanksi berdasarkan Hukum pidana Islam.

4. Sumber data

Berdasarkan asal sumbernya, data dibedakan menjadi dua yaitu

(21)

13

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang bersifat utama dan penting

yang memungkinkan untuk mendapat sejumlah informasi yang

diperlukan dan berkaitan dengan penelitian yaitu putusan Pengadilan

Negeri Semarang Nomor: 376/Pid.B/2015/Pn.Smg.

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang bersifat membantu atau

menunjang dalam melengkapi dan memperkuat serta memberikan

penjelasan mengenai sumber data primer, seperti dokumentasi,

buku-buku serta apapun yang berkaitan dengan obyek penelitian,

diantaranya:

1) Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta

Kekayaan

2) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam

3) Jaih Mubarok, Enceng Arif Faizal, Kaidah Fiqh Jinayah

4) Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam

5) Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah)

5. Teknik Pengumpulan data

Sesuai dengan bentuk penelitian yakni kajian pustaka (Library

Research), maka penelitian ini dilakukan menggunakan:

a. Teknik dkumentasi yaitu tekhnik mencari data dengan cara membaca

dan menelaah dokumen, dalam hal ini dokumen putusan Pengadilan

(22)

14

b. Teknik Kepustakaan yaitu dengan cara mengkaji literature atau buku

yang berkaitan dengan objek penelitian.

6. Teknik Pengolahan Data

Penulis akan memaparkan dan mendeskripsikan semua data yang

penulis dapatkan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Organizing: Suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,

pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.

b. Editing: Kegiatan memperbaiki kualitas data (mentah) serta

menghilangkan keraguan akan kebenaran/ ketepatan data tersebut.

c. Analyzing: yaitu menganalisis pertimbangan hukum Hakim terhadap

tindak pidana penadahan dalam putusan No.376/Pid.B/2015/PN.Smg

7. Teknik Analisis Data

Penulisan ini menggunakan teknik deskriptif analisis Verivikatif,

yaitu teknik analisa yang menggambarkan data sesuai dengan apa adanya

dalam hal ini data tentang dasar dan pertimbangan hukum hakim dalam

putusan pengadilan negeri Semarang Nomor No.376/Pid.B/2015/PN.Smg

kemudian dianalisa dan diverifikasi dengan teori hukum pidana Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mengarah tercapainya tujuan pembahasan skripsi, maka penulis

membuat sistematika pembahasan skripsi yang terdiri dari lima bab.

(23)

15

Bab pertama, penulis mengemukakan latar belakang masalah, batasan

masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil

penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua, penulis menguraikan tentang Teori Jari>mah ta’z>ir yang

terdiri dari: Pengertian Jarima>h ta’z>ir, Dasar hukum Jarima>h ta’z>ir, tujuan

sanksi Jarima>h ta’z>ir, macam-macam Jarima>h ta’z>ir, dan Sanksi perbuatan

Jarima>h ta’z>ir, dan teori penadahan.

Bab ketiga, penulis menguraikan tentang putusan Pengadilan Negeri

Semarang yang di mana pada bab ini akan berisi tentang deskripsi perkara

376/Pid.B/2015/PN.SMG, serta pertimbangan hukum yang digunakan hakim

dalam memutus perkara 376/Pid.B/2015/PN.SMG tentang penadahan.

Bab keempat, pada bab ini penulis ingin menjabarkan tentang analisis

terhadap putusan Pengadilan Negeri Semarang tentang sanksi pelaku

penadahan, dan analisis hukum pidana Islam terhadap tindak pidana

penadahan dalam putusan No.376/Pid.B/2015/PN.Smg.

Bab kelima, pada bab ini merupakan bagian terakhir dari penyusunan

(24)

16 BAB II

LANDASAN TEORI JARI<MAH TA’ZI<R DAN TEORI PENADAHAN

A. Pengertian Jari>mah

Menurut bahasa kata jari>mah berasal dari kata “jarama” kemudian

menjadi bentuk masdar “jaramatan” yang artinya: perbuatan dosa, perbuatan

salah atau kejahatan. Pelakunya dinamakan dengan “jarim”, dan yang dikenai

perbuatan itu adalah “mu’jarom ‘alaihi”.1

Dalam jarimah ta’zir, penguasa diberi hak untuk membebaskan si

pembuat dari hukuman, dengan syarat tidak mengganggu hak pribadi korban

juga bias memberikan pengampunan dalam batas-batas yang berhubungan

dengan hak pribadinya.2

Dalam kitab 9 Imam Jari>mah (tindak pidana) didefinisikan oleh Imam

Ahmad sebagai berikut:

َ َثدَح

ُ ديِ َي

َُ َق

َ َ َ ْخَأ

َيْحَي

ُْ َع

ُِد َح م

ُِ ْب

َي ْحَي

ُِ ْب

َُ َح

ُْ َع

ُِعِف َ

ُِ ْب

ُ جيِدَخ

َُ َق

ُ تْعِ َس

َُ سَ

ُِّ

ل

َُص

ُ ّ

ُِْيَلَع

َُملَسَ

ُ قَي

َُل

َُعْطَق

يِف

ُ َ َث

َُلَ

ُ َثَك

Telah menceritakan kepada kami Yazid berkata; telah mengabarkan kepada kami Yahya dari Muhammad bin Yahya bin Habban dari Rafi' bin Khadij berkata; saya mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidak ada potong tangan dalam kasus pencurian buah dan lemak

kurma".(HR Ahmad)3

Dari definisi di atas, jelaslah bahwa Imam al-Mawardi memasukkan

qis{ha>sh dan diya>t ke dalam tindak pidana hudu>d, sekalipun para ulama yang

lain membedakannya, diantara ulama dewasa ini yang sependapat dengan

(25)

17

pendapat Imam al-Mawardi adalah ‘Abd al-‘Aziz’ Amir. Ia beralasan bahwa

qis{ha<sh dan diya<t itu sama-sama di tentukan sebagai jari>mah dan hukumnya

ditentukan oleh al-Quran dan al-Hadist.4

Jari>mah itu memiliki unsur umum dan unsur khusus. Unsur umum

Jari>mah adalah unsur-unsur yang terdapat pada setiap jenis Jari<mah,

sedangkan unsur khusus jari>mah adalah unsur-unsur yang hanya terdapat

pada jenis jari>mah tertentu dan tidak terdapat pada jenis jari>mah yang lain.

Unsur umum jari>mah itu, seperti telah dikemukakan diatas, terdiri

atas: unsur formal (al-Rukn al-Syar’i>), yakni telah ada aturannya; (Rukn

al-Ma>di>), yakni telah ada perbuatannya; dan (al-Rukn al-Adabi>), yakni ada

pelakunya. Setiap Jari>mah hanya dapat dihukum, jika memenuhi ketiga unsur

(umum) di atas.

Unsur khusus Jari>mah adalah unsur yang terdapat pada sesuatu

Jari<mah, namun tidak terdapat pada Jari>mah lain. Sebagai contoh, mengambil

harta orang lain secara diam-diam dari tempatnya dalam Jari>mah pencurian,

atau menghilangkan nyawa manusia oleh manusia lainnya dalam Jari>mah

pembunuhan.

B. Bentuk-bentuk Jari<mah

Jari>mah itu dapat dibagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai

dengan aspek yang ditonjolkan. Pada umumnya, para ulama membagi

Jari>mah berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan

(26)

18

atau tidaknya oleh al-Quran atau al-Hadist. Atas dasar ini, mereka

membaginya menjadi tiga macam, yaitu:

1. Jari>mah hudu<d,

2. Jari>mah qis{ha<sh/diya<t, dan

3. Jari>mah ta’zi>r.5

Jari>mah hudu>d, lebih lanjut, meliputi: perzinaan, qadzaf (menuduh

zina), minum khamr (meminum minuman keras), pencurian, perampokan,

pemberontakan, dan murtad.

Jari>mah qis}ha>sh/diya>t, meliputi: pembunuhan sengaja, pembunuhan

semi sengaja, pembunuhan karena kesalahan, pelukan sengaja, dan pelukan

semi sengaja dan pembunuhan karena kesalahan. Alasannya al-Quran hanya

mengenal kedua jenis Jari>mah tersebut.

Jari>mah ta’zi>r terbagi menjadi tiga bagian:

1. Jari>mah hudu>d atau qis}ha>sh/diya>t yang subhat atau tidak memenuhi

syarat, namun sudah merupakan maksiat. Misalnya, percobaan pencurian,

percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dan pencurian

aliran listrik.

2. Jari>mah-jari>mah yang ditentukan oleh al-Quran dan al-Hadist, namun

tidak ditentukan sanksinya. Misalnya, penghinaan, saksi palsu, tidak

melaksanakan amanah, dan menghina agama.

3. Jari>mah-jari>mah yang ditentukan oleh Ulul Amri untuk kemaslahatan

umum. Dalam hal ini, nilai ajaran Islam dijadikan pertimbangan

5 A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi dalam Islam), (Jakarta: PT. Raja Grafindo

(27)

19

penentuan kemaslahatan umum. Persyaratan kemaslahatan ini secara

terinci diuraikan dalam bidang studi Ushul Fiqh. Misalnya, pelanggaran

atas peraturan lalu lintas.6

Jari>mah dapat ditinjau berdasarkan niat pelakunya. Dari aspek ini,

jari>mah dibagi menjadi dua, yaitu: jari>mah yang disengaja (Jari>mah

al-masqhudah) dan Jari>mah karena kesalahan (al-Jari>mah ghayr al-maqshudah

Jari>mahal-khatha’).

Jari>mah juga dapat dilihat dari segi mengerjakannya, yaitu dengan

cara berbuat atau melakukan tindak pidana. Jari>mah jenis ini disebut dengan

Jari>mah i>jabi>yah (delict comisionis). Contohnya mencuri membunuh,

merampok, dan sebagainya. Dalam jari>mah jenis ini seseorang melakukan

maksiat, karena melakukan hal-hal yang dilarang. Jari>mah jenis lainnya

adalah dengan cara tidak melakukan hal-hal yang diperintahkan, seperti tidak

melaksanakan amanah, tidak membayar zakat bagi orang yang telah wajib

membayarnya, dan tidak melaksanakan shalat. Jari>mah jenis ini disebut

dengan Jari>mah salabiyah (delict ommisionis). Dari aspek ini, terdapat juga

Jari>mah bentuk ketiga, yaitu yang disebut sebagai Jari>mah ijabiyah taga’u bi

thariq al-salab (delict commisionis per ommisionem commisa). Jari>mah

bentuk ketiga ini sebagaimana dicontohkan oleh Mazhab Maliki, Syafi’i, dan

Hambali, adalah seseorang menahan tawanan dan tidak memberinya makanan

dan minuman hingga meninggal, dan hal ini dimaksudkannya untuk

membunuhnya. Orang yang menahan itu dikategorikan sebagai pembunuh

(28)

20

sengaja. Sama halnya dengan kasus seorang ibu yang tidak memberi air susu

kepada anaknya dengan maksud untuk membunuhnya.7

Pembagian jari>mah yang juga penting adalah bertolak dari aspek

korban kejahatan. Sehubungan dengan ini, dibedakan apakah korbannya itu

masyarakat atau perorangan. Jika yang menjadi korban masyarakat, maka

para ulama menyebutnya sebagai hak Allah atau hak jamaah; sedangkan, jika

yang menjadi korbannya perorangan, disebut sebagai hak adami atau haqq

al-afra>d.

C. Ta’zi>r

1. Pengertian

Kata ta’zi>r merupakan bentuk masdar dari kata “azara” yang

artinya menolak. Sedangkan menurut istilah adalah pencegahan dan

pengajaran terhadap tindak pidana yang tidak ada ketentuannya dalam

had, kifarat maupun qis}ha>sh.8

Ta’zi>r merupakan salah satu bentuk hukuman yang diancam

kepada pelaku tindak kejahatan yang dijelaskan dalam fiqh jinayat. Ia

merupakan hukuman ketiga setelah hukuman qisas-diyat dan hukuman

hudud. Makna ta’zi>r juga bisa diartikan mengagungkan dan membantu,

seperti yang difirmankan Allah SWT:

ُِب ِمْؤ تِل

ايِصَأَ ً َ ْ ح َس تَ قَ تَ َع تَ ِ ِل سَ َ ِ لل

7 Ibid., 14-15

8 Marsum, Fiqh Jinayat (Hukum Pidana Islam), (Yogyakarta: BAG. Penerbitan FH UII, 1991),

(29)

21

Artinya: “.Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul

-Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih

kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Q.S. Al-Fath ayat 9).9

Maksud dari kata tu’azziru>hu dalam ayat ini adalah

mengagungkannya dan menolongnya. Adapun yang dimaksud dengan

ta’zir mnurut terminologi fikih Islam adalah tindakan edukatif terhadap

pelaku perbuatan dosa yang tidak ada sanksi h}ad dan kafarat.10 Atau

dengan kata lain, ta’zir adalah hukuman yang bersifat edukatif yang

ditentukan oleh hakim atas pelaku tindak pidana atau pelaku perbuatan

maksiat yang hukumannya belum ada. Mengingat persyaratan

dilaksanakannya hukuman masih belum terpenuhi dalam

tindakan-tindakan tersebut.

Bagi jari<mah ta’zi>r tidak diperlukan asas legalitas secara khusus,

seperti pada jari<mah hudu<d dan qis}ha>s diya>t. Yang artinya setiap Jari<mah

ta’zi>r tidak memerlukan ketentuan khusus satu per satu. Hal tersebut

memang sangat tidak mungkin, bukan saja karena Jari>mah ta’zi>r itu

banyak sehingga sulit dihitung, melainkan juga karena sifat Jari>mah ta’zi>r

itu sendiri yang labil dan fluktuatif, bisa berkurang atau bertambah sesuai

keperluan.

Oleh karena itu secara buku jenis-jenis Jari>mahُta’zi>r tidak efektif

sebab suatu saat akan berubah. Dalam Jari>mah ta’zi>r bisa saja satu asas

(30)

22

legalitas untuk beberapa Jari>mah atau untuk beberapa Jari>mah yang

memiliki kesamaan maka tidak diperlukan ketentuan khusus.11

Jika dilihat dari sumbernya ada dua bentuk Jari>mah ta’zi>r, yakni

Jari>mah ta’zi>r penguasa (ulil amri) dan Jari>mah ta’zi>r shara’. Kedua jenis

Jari>mah ta’zi>r tersebut memiliki persamaan dan perbedaan. Hakim dapat

menjatuhkan beberapa macam sanksi ta’zi>r kepada pelaku Jari>mah

berdasarkan pertimbangan-pertimbangannya.12

2. Dasar Hukum Ta’zi>r

Dasar hukum disyariatkan ta’zi>r terdapat dalam beberapa hadis

Nabi Saw dan tindakan sahabat. Hadis tersebut antara lain sebagai

berikut:

Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim

ُْ َع

ُ

َُملَسَ ُِ ْيَلَعُ هُّ لَصُ ِ ل ُ َأُ, ِ دَجُ ْ َعُِ ْيِبَأُ ْ َعُ مْيِ َحُ ِ ْب ُِ ْ َب

َُح

(ُِ َ ْ تل ُ ِفُ َسَ

ُ حهحغ ُ ق ي ل ُ ئ سه ل ُ مُ هتل ُ د دُ ب ُ

)مك حل

ُ

Dari Bahz ibn hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi SAW menahan seseorang karena disangka melakukan kejahatan. (Hadis diriwayatkan oleh Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, dan

baihaqi, serta dishahihkan oleh Hakim).13

Dasar hukum ta’zi>r adalah hukuan atas pelanggaran yang mana

hukumannya tidak ditetapkan dalam al-Qur’an dan Hadis, yang

bentuknya sebagai hukuman ringan. Ta’zi>r merupakan hukuman yang

lebih ringan yang kesemuanya diserahkan kepada pertimbangan hakim.

Menurut Syafi’i yang dikutib oleh sudarsono menyatakan, bahwa

11 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (fiqh Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 140. 12 Ibid,. 143.

(31)

23

hukuman ta’zi>r adalah sebanyak 39 kali hukuman cambuk untuk orang

yang merdeka, sedangkan untuk budak sebanyak 19 kali hukuman

cambuk.14 Ta’zi>r disyari’atkan terhadap segala kemaksiatan yang tidak

dikenakan had dan tidak kaffarat. Serendah-rendah batas ta’zi>r dilihat

kepada sebab-sebabnya ta’zi>r, boleh dita’zi>rkan lebih dari

serendah-rendahnya had, asalkan tidak sampai kepada setinggi-tingginya.

3. Unsur-unsur

Unsur-unsur dijatuhkannya hukuman ta’zi>r bagi pelaku Jari>mah,

antara lain:

a. Nas (al-Qur’an dan hadis yang melarang perbuatan dan

mengancamkan hukuman terhadapnya, dan unsur ini biasanya disebut

sebagai unsur formil (rukun syara’).

b. Adanya tingkah laku yang membentuk Jari>mah, baik berupa

perbuatan-perbuatan nyata ataupun sikaptidak berbuat. Dan unsur ini

biasanya disebut sebagai unsur materil.

c. Pelaku adalah orang mukallaf, yaitu orang yang dimintai pertanggung

jawabannya atas perbuatan Jari>mah tersebut. Dan unsur ini biasanya

disebut unsur moril.15

4. Macam-macam Jari>mah ta’zi>r

Dalam uraian yang lalu telah dijelaskan bahwa dilihat dari hak

yang dilanggar, Jari>mah ta’zi>r dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Jari>mah ta’zi>r yang menyinggung hak Allah.

(32)

24

b. Jari>mah ta’zi>r yang menyinggung hak individu.

Dari segi sifatnya, Jari>mah ta’zi>r dapat dibagi menjadi tiga bagian,

yaitu:

a. Ta’zi>r karena melakukan perbuatan maksiat.

b. Ta’zi>r karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan

umum.

c. Ta’zi>r karena melakukan pelanggaran.

Disamping itu, dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya),

ta’zi>r juga dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:

a. Jari>mah ta’zi>r yang berasal dari Jari>mah-Jari>mah hudu>d dan qis}ha>sh,

tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat, seperti

pencurian yang tidak mencapai nishab, atau oleh keluarga sendiri.

b. Jari>mah ta’zi>r yang jenisnya disebutkan dalam nas syara’ tetapi

hukumannya belum ditetapkan, seperti riba, suap, dan mengurangi

takaran dan timbangan.

c. Jari>mah ta’zi>r yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan

oleh syara’.

Jenis ketiganya ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri,

seperti pelanggaran disiplin pegawai pemerintah.

Abdul Aziz Amir membagi Jari>mah ta’zi>r secara rinci dibagi

(33)

25

a. Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan pembunuhan

Pembunuhan diancam dengan hukuman mati. Apabila

hukuman mati (qis}ha>sh) dimaafkan maka hukumnya diganti dengan

diat. Apabila hukuman diat dimaafkan juga maka ulil amri berhak

menjatuhkan hukuman ta’zi>r apabila hal iti dipandang lebih maslahat.

b. Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan pelukaan

Menurut Imam Malik, hukuman ta’zi>r dapat digabungkan

dengan qis}ha>sh dalam Jari>mah pelukaan, karena qis}ha>sh merupakan

hak adami, sedangkan ta’zi>r sebagai imbalan atas hak masyarakat.

Disamping itu ta’zi>r juga dapat dikenakan terhadap Jari>mah pelukaan

apabila qis}ha>sh nya dimaafkan atau tidak bisa dilaksanakan karena

suatu sebab yang dibenarkan oleh syara’.

c. Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan

dan kerusakan akhlak

Jari>mah ta’zi>r macam yang ketiga ini berkaitan dengan

Jari>mah zina, menuduh zina, dan penghinaan. Diantara kasus

perzinaan yang diancam dengan ta’zi>r adalah perzinaan yang tidak

memenuhi syarat untuk dikenakan hukuman had, atau terdapat

syubhat dalam pelakunya, perbuatannya, atau tempat (objeknya).

d. Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan harta

Jari>mah yang berkaitan dengan harta adalah Jari>mah pencurian

dan perampokan. Apabila kedua Jari>mah tersebut syarat-syaratnya

(34)

26

apabila syarat untuk dikenakannya hukuman had tidak terpenuhi

maka pelaku tidak dikenakan hukuman had, melainkan hukuman

ta’zi>r.

e. Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan kemaslahatan individu

Jari>mah ta’zi>r yang termasuk dalam kelompok ini, antara lain

seperti saksi palsu, berbohong (tidak memberikan keterangan yang

benar) di depan sidang pengadilan, menyakiti hewan, melanggar hak

privacy orang lain (misalnya masuk rumah orang lain tanpa izin).

f. Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan keamanan umum

Jari>mah ta’zi>r yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

1) Jari>mah yang mengganggu keamanan negara.

2) Suap

3) Tindakan melampaui batas dari pegawai atau pejabat yang lalai

dalam menjalankan kewajiban.

4) Pelayanan yang buruk dari aparatur pemerintah terhadap

masyarakat.

5) Melawan petugas pemerintah dan membangkang terhadap

peraturan, seperti melawan petugas pajak, penghinaan terhadap

pengadilan, dan menganiaya polisi.

6) Melepaskan narapidana dan menyembunyikan buronan (penjahat).

(35)

27

8) Kejahatan yang berkaitan dengan ekonomi, seperti penimbunan

bahan-bahan pokok, mengurangi timbangan dan takaran, dan

menaikkan harga dengan semena-mena.16

5. Macam-macam sanksi

Sanksi atau Hukuman ta’zi>r ialah hukuman yang dijatuhkan atas

jari>mah-jari>mah yang tidak dijatuhi hukuman yang telah ditentukan oleh

hukum syari’at yaitu jari>mah hudud dan jari>mah qis{ha>sh diya>t hukuman

tersebut banyak jumlahnya yang dimulai dari hukuman yang sangat

ringan sampai yang terberat hakim diberi wewenang untuk memilih

diantara hukuman.

Para ulama telah menyusun jenis-jenis hukuman yang dapat

diterapkan kepada pelaku jari>mah ta’zi>r. Jenis hukuman tersebut adalah

hukuman mati, kawalan (kurungan), jilid (dera), pengasingan, pengucilan,

teguran, dan denda.17

a. Sanksi ta’zi>r yang berkaitan dengan badan, dibedakan menjadi dua,

yakni hukuman mati dan hukuman cambuk.

1) Hukuman mati, merupakan sanksi ta’zi>r tertinggi. Sanksi ini dapat

diberlakukan terhadap mata-mata dan orang yang melakukan

kerusakan di muka bumi

2) Hukuman cambuk, hukuman cambuk cukup efektif dalam

menjerahkan pelaku Jari>mah ta’zi>r. Hukuman ini dalam Jari>mah

16 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,...255-258

(36)

28

hudu>d telah jelas jumlahnya bagi pelaku zina ghairu muhsan dan

Jari>mah qadaf. Namun dalam Jari>mah ta’zi>r, hakim diberikan

kewenangan untuk menentukan jumlah cambukan. Yang mana

jumlah cambukan ini disesuaikan dengan kondisi pelaku, situasi

dan tempat kejahatan.

b. Sanksi ta’zi>r yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang

Memgenai hal ini, ada dua jenis hukuman yakni : hukuman

penjara dan hukuman pengasingan.

1) Hukuman penjara, ada dua macam untuk istilah hukuman penjara,

yakni al-habsu dan al-sijnu yang mana keduanya memiliki makna

al-man’u. Yaitu mencegah (menahan). Hukuman penjara ini dapat

menjadi hukuman pokok dan dapat juga menjadi hukuman

tambahan. Apabila hukuman pokok yang berupa hukuman cambuk

tidak membawa dampak jera bagi terhukum.

2) Hukuman pengasingan, hukuman pengasingan merupakan

hukuman had namun dalam pokoknya hukuman pengasingan ini

juga diterapkan sebagai hukuman ta’zi>r. Diantara Jari>mah ta’zi>r

yang dikenakan hukuman pengasingan ini adalah orang yang

berperilaku mukhannas (waria).

c. Sanksi ta’zi>r yang berkaitan dengan harta

Sanksi ta’zi>r dengan mengambil harta bukan berarti

mengambil harta pelaku untuk diri hakim atau kas Negara. Melainkan

(37)

29

diharapkan bertaubat, maka hakim dapat menyerahkan harta tersebut

untuk kepentingan yang mengandung maslahat.18

6. Tujuan dan Syarat-Syarat Sanksi Ta’zi>r

Di bawah ini tujuan dari diberlakukannya sanksi ta’zi>r, yaitu

sebagai berikut.19

a. Preventif (pencegahan). Ditujukan bagi orang lain yang belum

melakukan Jari>mah.

b. Represif (membuat pelaku jera). Dimaksudkan agar pelaku tidak

mengulangi perbuatan Jari>mah dikemudian hari.

c. Kuratif (islah). Ta’zi>r harus mampu membawa perbaikan perilaku

terpidana di kemudian hari.

d. Edukatif (pendidikan). Diharapkan dapat mengubah pola hidupnya ke

arah yang lebih baik.

Syara’ tidak menentukaan macam-macam hukuman untuk setiap

Jari>mah ta’zi>r; tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari

yang paling ringan sampai yang paling berat. Hakim diberi kebebasan

untuk memilih hukuman mana yang sesuai. Dengan demikian, sanksi

ta’zi>r tidak mempunyai batas tertentu

Ta’zi>r berlaku atas semua orang yang melakukan kejahatan.

Syaratnya adalah berakal sehat. Tidak ada perbedaan, baik laki-laki

maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, atau kafir maupun

muslim. Setiap orang yang melakukan kemungkaran atau mengganggu

(38)

30

pihak lain dengan alasan yang tidak dibenarkan baik dengan perbuatan,

ucapan, atau isyarat perlu diberi sanksi ta’zi>r agar tidak mengulangi

perbuatannya.

7. Sebab-Sebab Hapusnya Hukuman Ta’zi>r

Faktor yang menyababkan hapusnya hukuman ta’zi>r itu banyak

sekali dan berbeda-beda sesuai dengan jenis hukumannya. Diantaranya

adalah meninggalnya si pelaku, pemaafan dari korban, tobatnya si pelaku

dan kadaluarsa.20

a. Meninggalnya si pelaku

Meninggalnya si pelaku jari>mah ta’zi>r merupakan salah satu

sebab hapusnya sanksi ta’zi>r meskipun tidak menghapuskan

seluruhnya.

Hal ini berlaku bila sanksi ta’zi>r yang harus dijalani adalah

berupa sanksi badan atau sanksi yang berkaitan dengan pribadinya,

seperti hukuman buang dan celaan, karena yang akan dikenai

hukuman, yakni badan si pelaku tersebut.

Adapun bila sanksi ta’zi>r tersebut tidak berkaitan dengan

pribadi si pelaku, maka kematiannya tidak menyababkan hapusnya

ta’zi>r itu, seperti sanksi denda, perampasan dan perusakan hartanya,

karena sanksi-sanksi tersebut dapat dilaksanakan meskipun si pelaku

telah meninggal. Jadi sanksi tersebut menjadi utang si pelaku yang

berkaitan dengan harta pusaka yang ditinggalkannya

(39)

31

b. Pemaafan

Pemaafan adalah salah satu sebab hapusnya hukuman ta’zi>r,

tetapi tidak menghapuskan seluruhnya.21

Para fuqaha memberikan dahlil tentang kebolehan pemaafan

dalam kasus ta’zi>r antara lain sabda Rasulullah SAW:

ملسمُ.ْم َتَ ْيِسَم ْ َ ُ َجَتَ ُْمِ ِ ِس َحَمُ ْ ِمُ ْ لَ ْقِ

Terimalah kebaikannya dan maafkanlah kejelekannya.(HR

Muslim).22

Dalil di atas meskipun dijadikan dalil oleh fuqaha, akan tetapi

tampaknya untuk pemaafan ini perlu dibedakan antara Jari>mah yang

berkaitan dengan hak Allah atau hak masyarakat dan Jari>mah yang

berkaitan dengan hak perorangan. Dalam ta’zi>r yang berkaitan dengan

hak perorangan pemaafan itu dapat menghapus hukuman, bahkan bila

pemaafan itu diberikan sebelum pengajuan penggugatan, maka

pemaafan itu juga menghapuskan gugatan. Sedangkan dalam ta’zi>r

yang berkaitan dengan Allah sangat tergantung kepada kemaslahatan,

artinya bila Ulil Amri melihat adanya kemaslahatan yang lebih besar

dengan memberikan maaf dari pada bila si pelaku di jatuhi hukuman,

maka Ulil Amri dapat memberikan pemaafannya. Malah menurut

Imam Syafi’I bahwa ta’zi>r itu hanya kebolehan saja bagi Ulil Amri,

bukan suatu kewajiban. Oleh karena itu, di kalangan fuqaha terjadi

perbedaan pendapat suatu pendapat menyatakan bahwa pemaafan itu

21 Ibid, 224.

(40)

32

tidak boleh bila Jari>mah ta’zi>rnya berkaitan dengan hak Allah, seperti

meninggalkan shalat atau meninggalkan para sahabat. Maka dalam

kasus seperti ini si pelaku harus dijatuhi hukuman ta’zi>r.

Disamping itu ta’zi>r berkaitan dengan hak Adami hanya dapat

di maafkan oleh korban dan tidak dapat dimaafkan oleh Ulil Amri.

Demikianlah pendapat jumhur fuqaha. Hal terakhir ini adalah logis,

karena korban itulah yang mempunyai hak.

Lebih jauh lagi Mawadi berpendapat sehubungan dengan

pemaafan ini sebagai berikut:

1) Bila pemaafan hak Adami diberikan sebelum pengajuan gugatan

kepada hakim, maka Ulil Amri bisa memilih antara menjatuhkan

sanksi ta’zi>r dan memaafkannya.

2) Bila pemaafan diberikan sesudah pengajuan gugatan kepada hakim

oleh korban, maka fuqaha berbeda pendapat tentang hapusnya hak

Ulil Amri untuk menjatuhkan hukuman yang berkaitan dengan

hak masyarakat. Ada yang berpendapat bahwa hak Ulil Amri itu

menjadi hapus dengan pengajuan gugatan oleh korban. Menurut

pendapat ulama hak Ulil Amri untuk menjatuhkan hukuman yang

berkaitan dengan hak jamaah, baik sebelum pengajuan gugatan

oeh korban maupun sesudahnya, tidak dapat dihapus.

c. Tobat

Tobat bisa menghapuskan sanksi ta’zi>r apabila Jari>mah yang

(41)

33

hak Allah/hak jamaah, tobat menunjukkan adanya penyesalan

terhadap perbuatan Jari>mah yang telah dilakukan, menjauhkan diri

darinya, dan adanya niat dan rencana yang kuat untuk tidak kembali

melakukannya sedangkan bila berkaitan dengan hak Adami harus

ditambah dengan satu indikator lagi, yaitu melepaskan kezaliman

yang dalam hal ini adalah minta maaf kepada korban.

Menurut Hanafiyah, Malikiyah, sebagian Syafi’iyah, dan

Hanabilah tobat itu tidak dapat menghapuskan hukuman ta’zi>r karena

ta’zi>r itu merupakan kaffarah dari suatu maksiat, dengan alasan

sebagai berikut:

1) Secara umum sanksi yang disediakan itu tidak membedakan

antara yang tobat dan yang tidak tobat, kecuali Jari>mah hirabah.

2) Nabi SAW, juga menjatuhkan hukuman kepada orang yang tobat,

yakni dalam kasus Ma’iz dan Ghamidiyah yang datang kepada

Nabi dengan berobat dan diterima tobatnya, tapi oleh Nabi

dijatuhi hukuman.

3) Tidak mungkin diqiyaskan antara Jari>mahhirabah dengan Jari>mah

lainnya, karena pada umumnya pelaku Jari>mah hirabah itu sulit

ditangkap dan Jari>mah nya membawa bahaya besar bagi

masyarakat. Disamping itu, bila pelaku Jari>mah itu telah

ditangkap tetap dijatuhi hukuman, meskipun ia menyatakan

(42)

34

4) Bila tobat itu dapat dijadikan alasan bagi hapusnya hukuman,

maka setiap pelaku Jari>mah akan mengaku telah bertobat dan

semuanya akan terbebas dari hukuman dan tidak ada artinya

ancaman hukuman yang diberikan, baik dalam Jari>mah qis}ha>sh,

hudud, maupun ta’zi>r.

d. Kadaluwarsa

Yang dimaksud dengan kadaluwarsa dala fiqh jinayah adalah

lewatnya waktu tertentu setelah terjadinya kejahatan atau setelah

dijatuhkan keputusan pengadilan tanpa dilaksanakan hukuman.

Apabila pembuktiannya demgan dengan pengakuan, maka

tidak berlaku kadaluwarsa, karena dalam pengakuan itu orang yang

mengakui tidak dapat dicurigai, atau ditekan atau permusuhan.

Penyerahan batas waktu kadaluwarsa kepada kebijaksanan

hakim ini berdasarkan pemikiran bahwa keterlambatan penberian

persaksian itu kadang-kadang karena uzur atau alasan lain yang dapat

diterima sacara hukum.

Adapun dalam kaitannya dengan sanksi ta’zi>r tampaknya

pendapat jumhur itu tidak memilik landasan yang kuat, karena seperti

yang telah dijelaskan di muka bahwa Ulil Amri berhak memaafkan

(43)

35

menghendakinya daan selam Jari>mah ta’zi>rnya berkaitan dengan hak

Allah. Hal ini dikuatkan oleh:23

1) Bahwa jumhur fuqaha membolehkan berlakunya teori kadaluwarsa

dalam kasus Jari>mah ta’zi>r, baik menghapuskan kejahatan maupun

menghapuskan sanksinya, bila Ulil Amri menganggap bahwa hal

ini membawa kemaslahatan.

2) Bila Ulil Amri berhak memaafkan Jari>mah ta’zi>r sesudah

dilakukan dan berhak memaafkan sanksinya setelah adanya

keputusan hakim, apabila ada kemaslahatan maka lebih-lebih

dengan kadaluwarsa Ulil Amri tentu dapat menetapkan hapusnya

pengaruh kejahatan dan hapusnya sanksi setelah melewati waktu

tertentu.

3) Sudah tentu untuk kepastian hukum Ulil Amri harus menetapkan

batas waktu kadaluwarsa ini dalam kasus ta’zi>r yang panjang

pendeknya disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan dan

sanksinya.

D. Teori Penadahan

Penadah termasuk tindak pidana yang merugikan orang lain yang

bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Penadah dapat juga dikatakan

sama buruknya dengan pencuri, namun dalam hal ini penadah merupakan

tindak kejahatan yang berdiri sendiri. Penadahan itu sangat erat hubungannya

(44)

36

dengan kejahatan-kejahatan seperti pencurian, penggelapan, atau penipuan.

Hal penting lain dari pasal 480 KUHP ini adalah terdakwa harus mengetahui

atau patut diketahui, bahwa barang itu diperoleh dari hasil kejahatan. Di sini

terdakwa tidak perlu tahu dengan pasti asal barang itu dari kejahatan

(pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasan, atau lain-lain) akan tetapi

sudah cukup apabila ia patut dapat menyangka (mengira atau mencurigai),

bahwa barang itu barang gelap bukan barang terang. Untuk membuktikan

elemen ini memang sukar, akan tetapi dalam praktek biasanya dapat dilihat

dari keadaan atau cara dibelinya barang itu, misalnya dibeli di bawah harga,

dibeli pada waktu malam secara sembunyi-sembunyi yang menurut ukuran di

tempat itu memang mencurigakan.24

Adapun barang yang diperoleh dari kejahatan dibagi menjadi dua

bagian, yaitu:

1. Barang yang didapat dari kejahatan, misalnya barang-barang hasil

pencurian, penggelapan, penipuan atau pemerasan. Barang-barang ini

keadaannya adalah sama dengan barang-barang lain yang bukan asal

kejahatan tersebut. Dapat diketahui, bahwa barang-barang itu asal dari

kejahatan atau bukan dilihat dari hasil penyelidikan tentang asal mula dan

caranya berpindah tangan.

2. Barang yang terjadi karena telah dilakukan suatu kejahatan, misalnya

mata uang palsu, uang kertas palsu, dan lain-lain. Barang-barang ini rupa

dan keadaanya berlainan dengan barang-barang tersebut yang tidak palsu.

(45)

37

Pasal 480 KUHP pada umumnya adalah bersifat formil, sehingga ada

tidaknya pihak lain yang dirugikan karena tindak pidana yang dilakukan itu

bukan unsur yang menentukan.25 Terjadinya tindak pidana pencurian,

penggelapan, dan penipuan dengan penadahan sangatlah erat kaitannya satu

sama lain. Terjadinya sebuah pencurian, penggelapan, atau penipuan bisa

sangat sulit ditemukan pelaku dan barang yang menjadi objek hukum, karena

ada seseorang atau sekelompok penadah yang siap menampung semua

barang-barang yang telah dicuri kemudian dijual kembali untuk menghasilkan

uang atau digunakan untuk kepentingan pribadi. Penadahan pun seakan-akan

menjadi suatu hal yang sangat diperlukan oleh pencuri, tidak hanya untuk

menjamin bahwa barang yang telah dicuri dapat menghasilkan uang bagi

pelakunya, tetapi sekaligus juga menghilangkan barang hasil pencuriannya.

(46)

38 BAB III

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG No.

376/Pid.B/2015/PN.SMG TENTANG TINDAK PIDANA PENADAHAN

A. Profil Pengadilan Negeri Semarang

1. Pembentukan Pengadilan Negeri Semarang

Pengadilan Negeri Semarang merupakan salah satu pelaksana

kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum. Pengadilan negeri

semarang masuk dalam wilayah hukum pengadilan tinggi Jawa Tengah,

dengan luas wilayah kurang lebih 371,52 Km2 yang terdiri dari 16 (enam

belas) kecamatan dan 177 (seratus tujuh puluh tujuh) kelurahan.1

Pengadilan Negeri Semarang tidak hanya berfungsi sebagai

peradilan umum yang menangani perkara perdata dan pidana, tetapi juga

memiliki Pengadilan-Pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan

peradilan umum. Pada Pengadilan Negeri Semarang terdapat dua

pengadilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga dan Pengadilan Hubungan

Industrial.

2. Fasilitas:

a. Gedung Pengadilan

Gedung utama Pengadilan Negeri Semarang terletak Jalan

Siliwangi No. 512, Semarang, berdiri diatas lahan seluas 4.000 m2.

Terdapat 6 ruang sidang di gedung ini yang dapat digunakan untuk

1 http://pn-semarangkota.go.id/index.php/tentang-kami/ profil-pengadilan, diakses pada 26 Juli

(47)

39

menyidangkan perkara pidana, perdata, niaga dan

perkara-perkara yang melibatkan anak.

b. Jam Kerja

Jam kerja Pengadilan adalah:

Senin – kamis : 08.00 – 16.30

Istirahat : 12.00 – 13.00

Jumat : 07.00 – 16.00

Istirahat : 11.30 – 13.00

c. Ruang Sidang

Jumlah ruang sidang di Pengadilan Negeri Semarang terdiri

dari 6 ruang sidang. Berikut adalah daftar ruang sidang di Pengadilan

Negeri Semarang:

1) Ruang Sidang Utama

2) Ruang Sidang I

3) Ruang Sidang II

4) Ruang Sidang III

5) Ruang Sidang Niaga I

6) Ruang Sidang Niaga II

d. Ruang Tahanan

Pengadilan Negeri Semarang memiliki dua Ruang Tahanan

(48)

40

sebelum persidangan bagi mereka dimulai. Ruang Tahanan tersebut

adalah Ruang Tahanan Wanita dan Ruang Tahanan Pria.2

3. Struktur Oragnisasi Pengadilan Negeri Semarang

B. Identitas Terdakwa

Pengadilan Negeri Semarang yang memerikasa dan mengadili perkara

perkara pidana dalam peradilan tingkat pertama yang bersidang dengan acara

biasa, telah menjatuhkan putusan dalam perkara Terdakwa:

Nama : Manuela Putri Widayanti Binti Imanuel Agus

Setyanto Suwarto

Tempat Lahir : Surakarta

Umur : 21 tahun/ 22 Juli 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

(49)

41

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Jl. Kutai Barat 8/18 RT. 04 RW. 09 Kel. Sumber

Kec. Banjarsari Kota Surakarta

Agama : Katholik

Pekerjaan : SPG

Pendidikan : SLTA

Terdakwa ditahan di RUTAN Wanita Semarang sejak tanggal 23 Mei

2015 sampai dengan sekarang.

C. Deskripsi Kasus

Bahwa terdakwa Annisa Bela Hapsari Binti Suwarto pada hari Sabtu

tanggal 18April 2015 sekira pukul 19.00 wib. Bertempat di belakang Kampus

Uninersitas Sebelas Maret Surakarta atau setidak-tidaknya pada tempat lain

yang masih dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta, mengingat

Pasal 84 (2) KUHP bahwa Pengadilan Negeri yang daerah Hukumnya

terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia ditemukan atau

ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila

tempat kediaman sebagaian besar saksi yang dipanggil lebuh dekat dengan

Pengadilan Negeri itu dari pada tempat kedudukan Pengadilan Negeri yang

didalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan, oleh karena terdakwa ditahan

di Semarang dan sebagian para saksi lebih dekat di panggil ke Pengadilan

Negeri Semarang sehingga berdasarkan Pasal 84 (2) KUHP tersebut maka

(50)

42

membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk

menarik keuntungan, menjual, menukarkan, menggadaikan, mengangkut,

mnyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda yang diketahui atau

sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari hasil kejahatan penadahan,

perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut:3

1. Pada hari Sabtu tanggal 18 April 2015 sekira pukul 19.00 Wib. Bertempat

dibelakang Kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta terdakwa

membeli 1(satu) buah Blackberry Type Dakota 9900 warna putih nomor

Pin 28176FC nomor IMEI 354279058012271 dari saksi Jodik Septiawan

(dalam berkas tersendiri) seharga Rp. 800.000,- (delapan ratus ribu

rupiah) dan saat terdakwa membeli Handphone tersebut tanpa dilengkapi

dengan dos bukunya berikut kelengkapan kainnya (hanya unit handphone

saja/batangan).

2. Bahwa harga pasaran umum handphone Blackberry type Dakota tersebut

adalahn sekitar kurang lebih 1.400.000,- (satu juta empat ratus ribu

rupiah) sehingga dengan harga yang jauh dari harga pasaran umum

tersebut maka sepatutnya terdakwa mengetahui dan menduga bahwa HP

Blackberry yang dibelinya tersebut merupakan barang hasil kejahatan

namun terdakwa tetap membelinya dan hal tersebut terdakwa lakukan

karena terdakwa merasa diuntungkan dengan harga murah dengan

memiliki HP yang harganya masil tinggi di pasaran pada umumnya.

(51)

43

3. Bahwa 1(satu) buah Blackberry Type Dakota 9900 warna putih nomor

Pin 28176FC nomor IMEI 354279058012271 adalah milik saksi Tamara

Gracia Agustin yang hilang pada peristiwa pencurian dengan kekerasan

tanggal 24 Maret 2015 sekira jam 12.30 Wib. Di rumah saksi di Puri

Anjasmoro H-5/19 RT.02 RW.07 Kel. Tawangsari Kec. Semarang Barat

Kota Semarang.

D. Dakwaan Penuntut Umum

Tuntutan pidana oleh Penuntut Umum atas diri Terdakwa yang pada

pokoknya adalah sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa : Manuela Putri Widayanti Binti Imanuel Agus

Setyanto Suwarto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana “membeli, menjual sesuatu benda yang

diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari hasil

kejahatan” sebagaimana diatur dan diancampidana dalam Pasal 480 ayat

(1) KUHP.

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa : Manuela Putri Widayanti Binti

Imanuel Agus Setyanto Suwarto dengan pidana penjara selama : 5 (lima)

bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara.

3. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.

4. Menyatakan barang bukti berupa 1 (satu) buah Handphone Blackberry

Type Z 10 warna Hitam nomor Pin 24DFD9E3 nomor IMEI

(52)

44

warna putih nomor Pin 28176FC nomor IMEI 354279058012271

Dipergunakan dalam perkara lain.

5. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.

2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

E. Alat Bukti

Bahwa dipersidangan telah didengar keterangan saksi-saksi dibawah

sumpah pada pokoknya sebagai berikut:4

1. Saksi: Henry Karyawan M

a. Bahwa saksi tidak kenal dengan terdakwa.

b. Bahwa saksi pernah memberikan keterangan di Penyidik dan

menyatakan tetap pada keterangannya di Penyidik.

c. Bahwa telah terjadi pencurian dengan kekerasan yang terjadi pada

hari Selasa tanggal 24 Maret 2015 sekira jam 12.30 Wib. Di rumah

saksi di Puri Anjasmoro H-5/19 RT.02 RW.07 Kel. Tawangsari Kec.

Semarang Barat Kota Semarang.

d. Bahwa yang menjadi korban dari pencurian dengan kekerasan tersebut

adalah istri dari saksi POH OEI BIE ENG dalam keadaan meninggal

dunia dan kehilangan barang berupa 1(satu) unit sepeda motor

Yamaha Vixion Nopol : H-2546-GQ tahun 2013 warna putih, 1 (satu)

buah Handphone Blackberry Type Z 10 warna Hitam nomor Pin

24DFD9E3 nomor IMEI 354697052360360 dan 1 (satu) buah

(53)

45

Blackberry Type Dakota 9900 warna putih nomor Pin 28176FC

nomor IMEI 354279058012271.

e. Bahwa saksi tidak tahu pelakunya dan dengan cara bagaimana saksi

juga tidak tahu, yang saksi ketahui isteri saksi meninggal dunia dan

barang-barang milik saksi tersebut hilang.

f. Bahwa kerugian yang saksi derita untuk sepeda motor sekitar Rp.

15.000.000,- (lima belas juta rupiah) untuk 2(dua) buah Hp Blackberry

sekitar Rp 3.500.000,- Bahwa yang mengetahui isteri saya meninggal

dunia karena luka di tubuhnya adalah anak saya yang bernama:

Tamara Gracia Agustin.

g. Bahwa pada saat kejadian saksi sedang bekerja di daerah Tlogosari

Semarang. Sedang anak saya Tamara Gracia Agustin sedang sekolah

di SMA Tri Tunggal Semarang dan Isteri saksi di rumah sendirian.

h. Bahwa yang mendasari barang berupa Hanphone tersebut ditemukan

oleh Penyidik di daerah Solo.

i. Bahwa saksi kenal dengan barang bukti yang diajukan kepersidangan.

2. Saksi: Tamara Gracia Agustin

a. Bahwa saksi tidak kenal dengan terdakwa.

b. Bahwa saksi pernah memberikan keterangan di Penyidik dan

menyatakan tetap pada keterangannya di Penyidik.

c. Bahwa telah terjadi pencurian dengan kekerasan yang terjadi pada

(54)

46

saksi di Puri Anjasmoro H-5/19 RT.02 RW.07 Kel. Tawangsari Kec.

Semarang Barat Kota Semarang.

d. Bahwa yang menjadi korban dari pencurian dengan kekerasan tersebut

adalah ibu dari saksi Poh Oei Bie Eng dalam keadaan meninggal dunia

dan kehilangan barang berupa 1(satu) unit sepeda motor Yamaha

Vixion Nopol : H-2546-GQ tahun 2013 warna putih, 1 (satu) buah

Handphone Blackberry Type Z 10 warna Hitam nomor Pin

24DFD9E3 nomor IMEI 354697052360360 dan 1 (satu) buah

Blackberry Type Dakota 9900 warna putih nomor Pin 28176FC

nomor IMEI 354279058012271.5

e. Bahwa saksi tidak tahu siapa pelaku dari peristiwa tersebut;Bahwa

pada saat kejadian tersebut saksi sedang sekolah di SMA Tri Tunggal

Semarang dan ayah saksi sedang bekerja di daerah Tlogosari

Semarang, sedangkan Ibu saksi berada di rumah sendirian.

f. Bahwa pada saat itu sekira jam 12.30 Wib. Saksi menghubungi ibu

saksi untuk menjemput pulang sekolah namun tidak diangkat oleh

ibunya dan saat itu tidak ada barang milik pelaku yang tertinggal di

rumah saksi.

g. Bahwa saksi mengenal

Referensi

Dokumen terkait

Mereka tidak dapat memahami bahawa keputusan mungkin boleh dibuat dan seringkali dapat dicapai dengan cara lain, dengan keputusan yang sama baik, atau bahkan lebih

Ikhwanul Muslimin bersama dengan beberapa kelompok lainnya sebagai organisasi teroris, menurut undang- undang Aran Saudi, Arab Saudi mengancam akan menutup wilayah

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara asupan vitamin D, kalsium, energi, karbohidrat, lemak, protein, serat, dan aktivitas

Integrated Marketing Communication adalah proses yang melibatkan manajemen dan pengorganisasian semua divisi perusahaan dalam menganalisis, merencanakan, melaksanakan dan

Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan ketergantungan, di samping menyebabkan banyak tipe kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan,

pendidikan masyarakat Indonesia yang semakin lama semakin tinggi dan sedikitnya ilmu yang dapat diserap oleh para pelajar di sekolah menyebabkan menjamurnya

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan dapat di interpretasikan bahwa: Berdasarkan Uji Determinasi Simultan (R 2 ), diperoleh R Square (R 2 ) adalah 0,624,

Kartini adalah satu-satunya perempuan pribumi yang ada disana, teman perempuan Kartini hanya anak-anak menir Belanda, jadi tak heran bahwa kartini