IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH
DALAM PEMBIAYAAN MODAL KERJA
DI BANK MEGA SYARIAH DARMO SURABAYA
SKRIPSI
OLEH
HANADI SIRAJUDDIN MUNIR BAIDOWI
NIM. C04211018
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
SURABAYA
IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DALAM
PEMBIAYAAN MODAL KERJA
DI BANK MEGA SYARIAH DARMO SURABAYA
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana Strata Satu
Ilmu Ekonomi Islam
Oleh
Hanadi Sirajuddin Munir Baidowi NIM. C04211018
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Program Studi Ekonomi Syariah
Surabaya
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Proposal skripsi yang ditulis oleh Hanadi Sirajuddin Munir Baidowi NIM. C04211018 ini telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan.
Surabaya, 27 Oktober 2014
Pembimbing,
ABSTRAK
Skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research) untuk menjawab pertanyaan bagaimana mekanisme pembiayaan modal kerja di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya dan bagaimana implementasi akad mura>bah}ah dalam pembiayaan modal kerja di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya.
Teknik pengumpulan data menggunakan interview dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisisnya deskriptif kualitatif, yaitu metode yang dipakai untuk membantu dalam menggambarkan keadaan-keadaan yang mungkin terdapat dalam situasi tertentu serta mengetahui bagaimana mencapai tujuan yang diinginkan. Data yang diperoleh dianalisis dan digambarkan secara menyeluruh dari fenomena yang terjadi pada pembiayaan modal kerja mura>bah}ah} di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya.
Hasil penelitian menyimpulkan, pertama, mekanisme pembiayaan modal kerja di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu pengajuan permohonan dan negosiasi antara pihak nasabah dengan pihak Bank Mega Syariah Darmo Surabaya. Dalam pelaksanaan pengajuan dan negosisiasi tersebut ditentukan juga tingkat plafon atau harga. Besar kecilnya plafon pembiayaan ditentukan oleh besar-kecilnya jaminan yang disertakan oleh nasabah kepada pihak Bank Mega Syariah Darmo Surabaya. Penentuan persentase margin tersebut berdasarkan tingkat plafon pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Mega Syariah Darmo Surabaya menjadikan seperti laba yang bisa diperhitungkan setiap bulan. Kedua, implementasi akad mura>bah}ah dalam pembiayaan modal kerja di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya yaitu penandatanganan akad dilakukan bersamaan (mura>bah}ah dan waka>lah) oleh pihak bank dan nasabah. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan akad, mekanisme pembelian dan kepemilikan barang yang diperjualbelikan serta menjadikan akad tersebut rusak dan pembelian atau pengadaan barang tidak diserahkan langsung oleh pihak bank, akan tetapi bank menggunakan akad waka>lah pada nasabah atau pihak yang sekaligus bertindak sebagai wakil. Untuk pembelian atau penyediaan barang yang diinginkan oleh nasabah.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah ... 10
D. Tujuan Penelitian ... 10
E. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11
F. Kajian Pustaka ... 11
G. Definisi Operasional ... 14
H. Metode Penelitian ... 16
ii
BAB II Konsep Umum tentang Mura>bah}ah ... 26
A. Konsep Akad Mura>bah}ah dalam Fiqh Muamalah ... 26
1. Pengertian Mura>bah}ah ... 26
2. Landasan Hukum Mura>bah}ah ... 28
3. Rukun dan Syarat Mura>bah}ah ... 31
4. Ciri-Ciri Mura>bah}ah ... 39
B. Konsep Akad Mura>bah}ah dalam Praktik Perbankan Syariah . 40 1. Konsep Umum Bank Syariah ... 40
2. Pembiayaan Mura>bah}ah pada Bank Syariah ... 45
3. Mura>bah}ah dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/ DSN-MUI/IV/2000 ... 51
C. Pengertian dan Pembagian Pembiayaan ... 56
a. Pembiayaan Modal Kerja ... 63
b. Pembiayaan Investasi ... 64
c.. Pembiayaan Konsumtif ... 65
BAB III Pembiayaan Modal Kerja Mura<bah{ah Bank Mega Syariah Darmo Surabaya ... 67
A. Profil Bank Mega Syariah ... 67
1. Gambaran Umum Bank Mega Syariah ... 67
2. Visi dan Misi Bank Mega Syariah ... 69
iii
B. Pembiayaan Modal Kerja Mura>bah}ah ... 75
1. Macam-Macam Pembiayaan Modal Kerja Bank Mega
Syariah Darmo Surabaya ... 75
2. Mekanisme dan Implementasi Pembiayaan Modal Kerja
dengan Akad Muraba>h}ah di Bank Mega Syariah
Darmo Surabaya ... 85
BAB IV Analisis Implementasi Akad Mura>bah}ah dalam Pembiayaan Modal
Kerja Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional
No.04/DSN-MUI/IV/2000 ... 99
1. Mekanisme Pembiayaan Modal Kerja di Bank Mega
Syariah Darmo Surabaya ... 99
2. Implementasi Akad Mura>bah}ah dalam Pembiayaan Modal
Kerja di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya ... 106
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 117
B. Saran ... 118
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan syariah adalah salah satu bukti perkembangan dalam dunia
perbankan dan sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia
maupun masyarakat dunia. Lahirnya bank dan non bank syariah
sesungguhnya dilatarbelakangi oleh pelarangan riba>> secara tegas dalam
al-Qur’an,1 sehingga kehadiran bank syariah diharapkan mampu menjawab
persoalan-persoalan yang tidak bisa diatasi oleh bank konvensional dan
dapat dijadikan alternatif menuju sistem perbankan yang mengutamakan
keadilan dan kemaslahatan bersama.2
Bank syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari
kelompok ekonom dan praktisi perbankan muslim yang berupaya
mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar
tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai
moral dan prinsip-prinsip syariah Islam. Utamanya adalah yang berkaitan
dengan pelarangan praktik riba>><, kegiatan maysir (spekulasi), dan gharar
(ketidakjelasan).3 Hal ini karena bank syariah telah memberikan jalan keluar
dari apa-apa yang dilarang oleh kitab suci al-Qur’an dan inilah yang tepat
1 M. Quraisy Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1994), 258.
2 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah (Yogyakarta: UPP AMP YKPN Yogyakarta, 2005), 1.
2
untuk mengembangkan kerjasama antar umat beragama, bersama-sama
memerangi riba>>> yang dilarang oleh agama Samawi.4
Dalam situasi seperti di atas, diperlukan adanya sistem perbankan yang
dalam pengoperasiannya menerapkan prinsip kebersamaan di dalam
menanggung risiko usaha nasabahnya dan berbagi keuntungan atau kerugian
secara adil dengan sistem bagi hasil. Sistem Perbankan tersebut adalah
Undang-undang Nomor 07 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam
undang-undang tersebut diatur secara rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha
yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Akan
tetapi, Undang-undang Nomor 07 Tahun 1992 tentang Perbankan tersebut
dinilai belum memberikan payung hukum yang kuat terhadap perkembangan
perbankan syariah di Indonesia, mengingat belum ada ketegasan
pemberlakuan prinsip syariah.
Penggunaan istilah bagi hasil dalam perundang-undangan pada saat itu
belum mencakup secara tepat pengertian perbankan syariah yang memiliki
cakupan lebih luas. Karena itu melalui lembaran negara Republik Indonesia
Nomor 182 tanggal 10 November 1998 disahkan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan yang memuat perubahan atas
Undang-undang Nomor 07 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan menambah
beberapa pasal terkait perbankan syariah, mengenalkan prinsip syariah (Pasal
1 dan beberapa pasal lainnya) dan mengenalkan prinsip mud}a<rabah,
musha<rakah, mura>bah}ah dan ija<rah (Pasal 1 ayat 13).
3
Ketentuan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 ini
menunjukkan dimulainya era sistem perbankan ganda (dual banking system)
yang diharapkan akan mempercepat perkembangan perbankan syariah di
Indonesia. Di era ini juga, bagi bank umum konvensional dapat memberikan
layanan syariah.
Setelah mengalami perjalanan yang panjang, Undang-undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disahkan pada tanggal 16 Juli 2008,
yang terdiri dari 13 bab dan 70 pasal. Secara garis besar undang-undang ini
memberikan kepastian hukum bagi bank syariah di Indonesia, penyebutan
kata “syariah” memberikan identitas yang jelas bagi bank syariah dan
bertanggung jawab terhadap shari’ah (shariah complience), bank syariah
menjalankan fungsi sosial dan juga menyebutkan dukungan terhadap
konversi dan perubahan bank konvensional menjadi bank syariah dan tidak
sebaliknya.
Dalam memberikan pelayanan lembaga keuangan syariah sudah semakin
lengkap sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pasar. Dari produk
penghimpunan dana (funding), pembiayaan (lending) sampai dengan produk
tambahan berupa jasa (servis). Salah satu dari produk pembiayaan yang telah
dikeluarkan oleh lembaga keuangan syariah adalah produk pembiayaan
dengan akad mura>bah}ah yang dikeluarkan oleh seluruh bank syariah
termasuk Bank Mega Syariah Darmo. Pembiayaan dengan akad mura>bah}ah
sudah banyak diterapkan di perbankan syariah sebagai upaya untuk
4
Salah satu produk yang ada dalam perbankan syariah adalah produk
mura>bah}ah. Pengertian mura>bah}ah sendiri adalah suatu perjanjian jual beli
untuk barang tertentu antara penjual dengan pembeli, dimana pemilik barang
akan menyerahkan barang seketika, sedangkan pembayaran dilakukan pada
saat jatuh tempo.5 Aplikasi dalam lembaga keuangan pada sisi aset,
mura>bah}ah dilakukan antara nasabah sebagai pembeli dan bank sebagai
penjual, dengan harga dan keuntungan yang disepakati diawal. Pada sisi
liabilitas, mura>bah}ah diterapkan untuk deposito, yang dananya dikhususkan
untuk pembiayaan mura>bah}ah saja.6
Jika harga jual telah ditetapkan dan disepakati, maka harga tersebut
tidak boleh diubah walaupun terjadi inflasi, deflasi, atau kenaikan tingkat
suku bunga pasar. Hal inilah yang membedakannya dengan konsep ekonomi
konvensional, yang menetapkan imbalan atas kredit/pembiayaan yang
diberikan berdasarkan prosentase tertentu (sesuai tingkat suku bunga pasar)
dari saldo kredit/pembiayaan. Dengan demikian bunga atau imbalan yang
dibebankan kepada nasabah akan mengikuti pergerakan (naik atau turunnya)
tingkat suku bunga. Perbedaan yang lain adalah jika terjadi penunggakan
pembayaran, maka dalam konsep ekonomi konvensional akan dikenakan
penalti dengan bunga-berbunga. Hal ini tidak boleh terjadi dalam ekonomi
Islam karena bunga atau riba>> menjadi salah satu larangan dalam hukum
5 Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, Sebuah Pengenalan (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002), 76. ; lihat juga dalam Totok Budi Santoso dan Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2006), 171.
6 Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah; Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek (Jakarta:
5
Islam sebagaimana ditegaskan Allah dalam Q.S. al-Baqarah ayat 275 berikut
ini :
ٱ
ن
ا ٱ
م إ ن
ي ٱ
ٱ
ۚ ٱ
إ ا
ٱ
ۗا ٱ
أو
ٱ
ٱ
م و
ۚا ٱ
هء
ۥ
ر
ۦ
ۥ
ه
أو
ۥ
إ
ۖ ٱ
و د و
أ
ر ٱ
نو
Artinya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba>> tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba>>, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba>>. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba>>), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba>>), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.7
Dalam dunia perbankan, mura>bah}ah biasanya diaplikasikan pada produk
pembiayaan seperti pembiayaan konsumtif, investasi maupun produktif.
Dana untuk kegiatan mura>bah}ah diambil dari simpanan tabungan barjangka
seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana mura>bah}ah juga dapat
7 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta:
6
diambil dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah
untuk usaha tetentu.8
Sebagaimana bank lainnya, Bank Mega Syariah Darmo Surabaya9
memiliki produk-produk baik berupa pendanaan (funding), pembiayaan
(lending) dan layanan (service). Produk pembiayaan modal kerja dengan
akad muraba>hah pada Bank Mega Syariah biasa disebut dengan Pembiayaan
Modal Kerja iB, pembiayaan ini adalah pembiayaan usaha produktif sesuai
syariah. Produk pembiayaan modal kerja ini disediakan oleh Bank Mega
Syariah Darmo Surabaya dan untuk pembiayaan modal kerja dengan skim
mura>bah}ah di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya ini, ada beberapa
mekanisme yang harus dipenuhi oleh pihak nasabah yang ingin melakukan
pembiayaan.
Adapun mekanisme produk pembiayaan modal kerja yang ditawarkan
oleh Bank Mega Syariah Darmo Surabaya, tahap awal yang dilakukan adalah
pengajuan permohonan dan negosiasi antara pihak nasabah dengan pihak
ditawarkan di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya. Dalam pelaksanaan
pengajuan dan negosisiasi tersebut ditentukan juga tingkat platform atau
8 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005),
184-185.
9 Perjalanan PT. Bank Mega Syariah diawali dari sebuah bank umum konvensional bernama PT.
7
harga. Besar kecilnya plafon pembiayaan ditentukan oleh besar-kecilnya
jaminan yang disertakan oleh nasabah kepada pihak Bank Mega Syariah
Darmo Surabaya. Agunan yang disertakan merupakan barang agunan yang
telah dimiki oleh pihak nasabah baik itu berupa tanah, tanah dan bangunan,
kendaraan bermotor atau deposito.
Hal tersebut berbeda dengan konsep mura>bah}ah dalam fiqh muamalah
maupun konsep mura>bah}ah dalam perbankan syariah, dimana besar-kecilnya
plafon pembiayaan lebih ditentukan pada tingkat kebutuhan nasabah dengan
dibuktikan dari seberapa besar pembiayaan untuk pembelian terhadap suatu
barang yang riil atau nyata yang dibutuhkan oleh nasabah.
Dari hasil sebelum penelitian yang telah dilakukan, peneliti menemukan
adanya penentuan margin yang tidak adil, karena margin ditentukan dari
tingkat plafon pembiayaan, bukan dari pembiayaan barang yang riil.
Sedangkan besar-kecilnya platform pembiayaan juga ditentukan oleh besar
kecilnya penyertaan jaminan oleh nasabah.
Sedangkan dalam pelayanan produk pembiayaan yang ditawarkan di
Bank Mega Syariah Darmo Surabaya hanya menggunakan akad mura>bah}ah,
baik itu pembiayaan untuk keperluan konsumtif, investasi maupun produktif.
Sehingga keperluan pembiayaan untuk kebutuhan modal usaha yang sifatnya
produktif pun menggunakan akad mura>bah}ah. Dengan adanya fenomena
semacam itu tentunya menjadi suatu hal yang menarik, karena pada
umumnya pembiayaan modal usaha yang sifatnya produktif cenderung
8
Dalam praktiknya, implementasi akad mura>bah}ah yang diterapkan untuk
produk pembiayaan modal kerja di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya
terkesan perlakuanya seperti akad mud}a<rabah. Hal ini terjadi karena adanya
tambahan akad waka>lah (perwakilan) pada produk pembiayaan tersebut.
Pembiayaan mura>bah}ah di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya
dilaksanakan dalam satu transaksi dengan waka>lah, yaitu upaya pemberian
kekuasaan pada nasabah untuk membeli barang yang diinginkan secara
mandiri. Hal ini tentunya bertentangan dengan sistem mura>bah}ah dalam
perbankan Islam dimana subyek penjualan (barang atau komoditas)
hendaknya memiliki penjual (bank) dan dimiliki olehnya dan penjual (bank)
seharusnya mampu mengirimkannya kepada pembeli (nasabah).10
Langkah pemberian akad waka>lah inilah yang menjadikan bank syariah
terkadang kurang bijak dan tidak hati-hati menerapkan media waka>lah
pembelian barang ini, karena Fatwa MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal
1 April 2000 telah menetapkan bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada
nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, maka akad jual beli
murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik
bank. Dengan kata lain, pemberian kuasa (waka>lah) dari bank kepada
nasabah atau pihak ketiga manapun, harus dilakukan sebelum akad
mura>bah}ah terjadi.
Dengan adanya akad tambahan berupa waka>lah, posisi bank bukan lagi
sebagai perantara pembeli dari pemasok dan menjualnya kepada nasabah,
10 Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga (Studi Kritis Larangan Riba>> dan Interpretasi
9
melainkan hanya sebagai sa>hibul ma>l yang meminjamkan dananya untuk
nasabah. Dengan kata lain bank hanya memperjual belikan modal saja, bukan
barang yang dibutuhkan nasabah. Sedangkan pihak bank nantinya menuntut
untuk mendapatkan keuntungan (margin) hasil pembelian barang yang
dilakukan oleh nasabah. Maka kuntungan yang didapat pihak bank bukan
lagi atas pemberian jasa sebagai perantara pembelian barang dari
pemasok/supplier kepada nasabah, melainkan keuntungan tersebut atas dasar
jasa pemberian pinjaman modal.
Untuk itu penulis tertarik untuk meneliti tentang bagaimana
pelaksanaan akad mura>bah}ah dalam pembiayaan modal kerja tersebut,
apakah sudah sesuai dengan konsep mura>bah}ah ataukah belum. Melihat
permasalahan tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Implementasi Akad Mura>bah}ah Dalam Pembiayaan Modal Kerja Di
Bank Mega Syariah Darmo Surabaya.
.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat disampaikan identifikasi dan batasan
masalahnya sebagai berikut :
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada beberapa masalah
yang teridentifikasi, antara lain :
a. Semua Pembiayaan memakai akad mura>bah}ah di Bank Mega
10
b. Tambahan akad waka>lah pada pembiayaan mura>bah}ah di Bank Mega
Syariah.
c. Implementasi dan mekanisme akad mura>bah}ah Dalam Pembiayaan
Modal Kerja di Bank Mega Syariah.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini
akan dilakukan pembatasan agar penelitian ini lebih terarah. Penelitian
ini fokus dalam hal mekanisme dan implementasi akad mura>bah}ah
dalam pembiayaan modal kerja di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya
C. Rumusan Masalah
Berpijak pada latar belakang masalah di atas, ada beberapa
permasalahan yang akan dikembangkan dan dicari penyelesaiannya, sehingga
dapat di rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana mekanisme pembiayaan modal kerja di Bank Mega Syariah
Darmo Surabaya ?
2. Bagaimana implementasi akad mura>bah}ah dalam pembiayaan modal
kerja di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya ?
D. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh
11
1. Untuk mengetahui mekanisme pembiayaan modal kerja di Bank Mega
Syariah Darmo Surabaya.
2. Untuk mengkritisi bagaimana implementasi akad mura>bah}ah dalam
pembiayaan modal kerja di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya.
E. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya:
1. Aspek teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan
memberi sumbangsih ilmu pengetahuan terhadap lapisan masyarakat
terkait pembiayaan modal kerja.
2. Aspek praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan bagi Bank Mega Syariah terhadap praktek
pembiayaan yang diterapkan di dalamnya.
F. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkasan tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan terkait masalah yang diteliti, sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan
atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.11
Penelitian ini berjudul “Implementasi Akad Mura>bah}ah Dalam
Pembiayaan Modal Kerja di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya”.
Penelitian ini tentu tidak lepas dari berbagai penelitian terdahulu yang
11 Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan
12
dijadikan sebagai pandangan dan juga referensi serta acuan dalam
penyusunan skripsi ini.
Penelitian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh saudara Detty
Kristiana Widayat, dengan judul ”Pelaksanaan Akad Mura>bah}ah Dalam
Pembiayaan Pembelian Rumah (PPR) di Bank Danamon Syariah Kantor
Cabang Solo”.12 Objek penelitiannya adalah pelaksanaan akad murabahah
dalam pembiayaan pembelian rumah, sedangkan pada penelitian yang
penulis lakukan adalah pelaksanaan akad mura>bah}ah pada produk modal
kerja dengan tambahan akad waka>lah.
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama
menggunakan akad mura>bah}ah dalam pembiayaan konsumtif. Akan tetapi
perbedaan dengan penelitian ini adalah pemakaian akad mura>bah}ah pada
kategori pembiayaan produktif.
Penelitian kedua adalah yang dilakukan oleh Siti Machmulah. Penelitian
ini berjudul “Analisis Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Terhadap
Penyelesaian Utang Piutang Mura>bah}ah Bermasalah Pada Pembiayaan
Mikro di BRI Syariah Kantor Cabang Induk Gubeng Surabaya”.13 Objek
penelitian ini adalah penyelesaian utang piutang mura>bah}ah pada
pembiayaan mikro di BRI Syariah Kantor Cabang Induk Gubeng Surabaya.
Sedangkan perbedaaan dengan penelitian kali ini adalah objek penelitiannya
12 Detty Kristiana Widayat, Pelaksanaan Akad Mura>bah}ah Dalam Pembiayaan Pembelian Rumah
(PPR) di Bank Danamon Syariah Kantor Cabang Solo, (Skripsi Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008).
13 Siti Machmulah, Analisis Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Terhadap Penyelesaian Utang
13
yaitu pada implementasi akad mura>bah}ah dan mekanisme dalam pembiayaan
modal kerja.
Penelitian yang ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh saudara
Moh. Faozan, dengan judul “Studi Analisis Praktek Jual Beli Mura>bah}ah di
Bank Syariah Mandiri Pekalongan (Relevansinya terhadap fatwa DSN
Nomor:4/DSNMUI/IV/2000)”.14 Obyek kajian penelitiannya menitik
beratkan pada relevansi fatwa Dewan Syariah Nasional terhadap praktek Jual
beli mura>bah}ah di Bank Syariah Mandiri Pekalongan. Sedangkan penelitian
ini menitikberatkan pada pelaksanaan akad mura>bah}ah pada produk modal
kerja yang disatukan dengan akad waka>lah.
Peneitian yang keempat adalah penelitian yang dilakukan oleh saudara
Asep Syaiful Bahri, dengan judul ”Evaluasi Manajemen Risiko Pembiayaan
Mura>bah}ah pada Bank Syariah Muamalat”.15 Objek penelitiannya adalah
pada evaluasi manajemen Bank dan pemakaian akadnya bukan terbatas pada
mura>bah}ah saja tetapi juga dengan mud}a>rabah, musha>rakah dan lain
sebagainya, sedangkan pada penelitian ini difokuskan pada mekanisme
pembiayaan modal kerja dan implementasi akad mura>bah}ahnya serta tidak
adanya pemakaian akad dalam semua transaksi pembiayaan selain memakai
akad mura>bah}ah.
14 Moh. Faozan, Studi Analisis Praktek Jual Beli Mura>bah}ah di Bank Syariah Mandiri Pekalongan
(Relevansinya terhadap fatwa DSN Nomor:4/DSNMUI/IV/2000), (Skripsi Jurusan Mu’amalah Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, 2004).
15 Asep Syaiful Bahri, Evaluasi Manajemen Risiko Pembiayaan Mura>bah}ah Pada Bank Syariah
14
G. Definisi Operasional
Penelitian ini berjudul Implementasi Akad Mura>bah}ah Dalam
Pembiayaan Modal Kerja di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya. Agar
lebih memudahkan dalam memahami skripsi ini, maka peneliti akan
mendefenisikan beberapa istilah, antara lain :
1. Implementasi Akad Mura>bah}ah}
Menurut Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks
Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya
mengenai implementasi atau pelaksanaan. Implementasi adalah
nermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu
sistem, implemantasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang
terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.16
Menurut Hanifah dalam bukunya yang berjudul Implementasi
Kebijakan dan Politik mengemukakan pendapatnya. Implementasi
adalah suatu proses untuk melaksanakan kegiatan menjadi tindakan
kebijakan dari politik kedalam administrasi. Pengembangan suatu
kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program.17
Dari pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata
implementasi bermuara pada mekanisme suatu sistem. Ungkapan
mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar
aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara
16 Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum (Semarang: CV Obor Pustaka,
2002), 70.
17 Hanifah Harsono, Implementasi Kebijakan dan Politik (Bandung: PT. Mutiara Sumber Widya,
15
sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai
tujuan kegiatan.
Fiqh madzhab Syafi’i mengatakan bahwa mura>bah}ah adalah
menyebutkan harga pokok yang dibeli kepada orang yang akan membeli,
dengan memberi syarat supaya barang tersebut diberi untung.18
Beberapa tokoh memiliki penafsiran yang berbeda tentang definisi
mura>bah}ah. Adiwarman A Karim menyatakan bahwa mura>bah}ah adalah
akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.19 Bai’
al-Mura>bah}ah juga diartikan sebagai jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati.20
Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwasanya
mura>bah}ah adalah akad jual beli terhadap sesuatu barang yang terjadi di
antara dua pihak atau lebih yang mana harga penjualannya didasarkan
pada adanya tambahan keuntungan yang ditambahkan pada harga asal.
Tambahan keuntungan tersebut harus diketahui dan disepakati oleh
masing-masing pihak yang terlibat dalam akad mura>bah}ah.21
Selain tambahan keuntungan yang harus disepakati, dalam
mura>bah}ah, harga pokok suatu barang yang menjadi obyek mura>bah}ah
18 Idris Ahmad, Fiqh Menurut Madzhab Syafi’i, jilid 2 (Jakarta: Widjaya, 1969), 30.
19 Adiwarman A Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, Cet II, 2004), 103.
20 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press,
2001), 101.
21 Dadan Muttaqien, Aspek Legal Lembaga Keuangan Syariah, Obligasi, Pasar Modal,
16
harus diketahui oleh masing-masing pihak yang berakad. Akad
mura>bah}ah harus dilakukan setelah adanya penyerahan barang dari pihak
yang menyediakan barang kepada pihak yang mengajukan permohonan.
2. Pembiayaan Modal Kerja
Secara bahasa pembiayaan modal kerja merupakan penggalan tiga
kata yang dirangkai menjadi satu pengertian dan mempunyai arti
khusus. Pembiayaan dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti “perbuatan
(h}a>l) dalam membiayai atau membiayakan sesuatu” dan modal berarti
“uang pokok yang dipakai sebagai modal untuk berniaga” sedangkan
kerja berarti “perbuatan melakukan sesuatu”.22
Dengan demikian secara bahasa pengertian modal kerja adalah
pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi sesuatu kebutuhan dari
pengusaha dalam suatu bidang usaha. Pembiayaan modal kerja menurut
istilah adalah dana yang dikeluarkan oleh suatu bank, yang diberikan
kepada mud}a>rib (nasabah).
H. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara untuk mendapatkan data dalam
suatu penelitian. Dengan kata lain, dapat dikatakan suatu cara yang
digunakan untuk memecahkan suatu masalah. Dalam penulisan skripsi ini
guna memperoleh data dan informasi yang obyektif dibutuhkan data-data
dan informasi yang faktual dan relevan.
17
Sesuai dengan rujukan di atas, maka pendekatan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan
kualitatif. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif maka
hasil data akan difokuskan berupa pertanyaan secara deskriptif dan tidak
mengkaji suatu hipotesa serta tidak mengkorelasi variabel.
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Bank Mega Syariah Cabang
Darmo Surabaya, Gedung Menara Mega Jl. Raya Darmo No. 95 A,
Surabaya 60265.
2. Data dan Sumber Data
Sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subyek dari
mana data dapat diperoleh.23 Jenis data merupakan data kualitatif yang
bersumber dari:
a. Data Primer
Sumber data primer yakni subjek penelitian yang dijadikan
sebagai sumber informasi penelitian dengan menggunakan alat
pengukuran atau pengambilan data secara langsung24 melalui
dokumentasi dan interview (wawancara). Dalam hal ini subjek
penelitian yang dimaksud adalah karyawan Bank Mega Syariah
Darmo Surabaya, yakni bagian pembiayaan, bagian marketing dan
23 Suharsimi Arikunto, Prosedur Peneletian: Suatu Pendekatan Praktis (Jakarta: Rineka Cipta,
1998), 114.
18
pimpinan Bank Mega Syariah Darmo Surabaya serta survey
terhadap bank yang terkait.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data kedua sesudah data
primer.25 Sumber sekunder merupakan data pendukung yang berasal
dari seminar, buku-buku maupun literature lain, yang meliputi :
1. Ahmad Subagyo, Kamus Istilah Ekonomi Islam.
2. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D.
3. Arviyan Arifin, Islamic Banking.
4. H. Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah.
5. Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori Ke Praktik.
6. Adiwarman A. Karim, Bank Islam.
7. Hufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual.
8. Husein Umar, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional
MUI.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulkan data pada penelitian ini, peneliti akan
menggunakan beberapa metode yaitu :
25 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif
19
a. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah catatan peristiwa baik berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental.26 Menurut
Suharsimi Arikunto bahwa dokumentasi asal katanya adalah
dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Oleh karena itu,
dalam pelaksanannya peneliti harus meneliti benda-benda tertulis,
dokumen-dokumen peraturan, notulen rapat, catatan harian dan
sebagainya”.27
Penggalian data ini dengan cara menelaah dokumen-dokumen
yang berhubungan dengan kegiatan pembiayaan di antaranya: 1)
Form Akad Pembiayaan, 2) Syarat-syarat dan Ketentuan
Pembiayaan, 3) Checklist Dokumen, 4) Form Informasi Pokok
Nasabah, 5) Memorandum Usulan Pembiayaan, 6) Surat Persetujuan
Pemberian Pembiayaan, dan 7) Surat Keputusan Pembiayaan dan
sebagainya.
b. Wawancara (Interview)
Menurut Esterberg, dalam Sugiyono, wawancara merupakan
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui
tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu
26 Ibid., 329.
20
topik. Ia juga mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu
wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur.28
Suharsimi Arikunto menjelaskan bahwa wawancara yang sering
juga disebut dengan interview atau kuesioner lisan adalah sebuah
dialog yang dilakukan oleh wawancara untuk memperoleh informasi
dari pewawancara (interviewer).29 Sukandarrumidi mengungkapkan
bahwa wawancara adalah proses tanya jawab lisan, dalam mana dua
orang atau lebih berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat
muka yang lain dan mendengar dengan telinga sendiri dari
suaranya.30
Dalam wawancara ini peneliti mengadakan tanya jawab dengan
beberapa pengelola seperti Account Officer (AO), Financing Officer
(FiO) Bank Mega Syariah Darmo Surabaya.
c. Observasi
Metode ini diartikan sebagai suatu aktivitas yang sempit, yakni
memperhatikan sesuatu dengan mata.31 Sutrisno Hadi mengatakan
bahwa metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan
cara pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap-terhadap fenomena-fenomena yang sedang diselidiki.32 Sedangkan
28 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 317. 29 Suharsimi Arikunto, Prosedur Peneletian: Suatu Pendekatan Praktis …, 132.
30 Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2004), 88.
21
menurut Arikunto dalam pengertian psikologi observasi atau yang
disebut pula dengan pengamatan adalah kegiatan pemusatan
perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat
indera. Apa yang dikatakan ini adalah pengamatan langsung.33
Dalam hal ini penggunaan metode observasi langsung yaitu akan
mengadakan pengamatan dan pencatatan dalam situasi yang
sebenarnnya. Metode ini digunakan peneliti untuk untuk
memperoleh informasi tentang pelaksanaan akad mura>bah}ah dalam
pembiayaan modal kerja disertai dengan tambahan akad waka>lah
(perwakilan) pada produk pembiayaan tersebut.
4. Teknik Pengolahan Data
Setelah data berhasil dihimpun dari lapangan atau penulisan, maka
peneliti menggunakan teknik pengolahan data dengan tahapan sebagai
berikut :
a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali dari semua data yang diperoleh
terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna, keselarasan
antara data yang ada dan relevansi dengan penelitian.34 Dalam hal
ini penulis akan mengambil data yang akan dianalisis berdasarkan
rumusan masalah saja.
b. Organizing, yaitu menyusun kembali data yang telah didapat dalam
penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang sudah
33 Suharsimi Arikunto. Prosedur Peneletian: Suatu Pendekatan Praktis …, 133.
34 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D …,
22
direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis.35 Penulis
melakukan pengelompokan data yang dibutuhkan untuk dianalisis
dan menyusun data tersebut dengan sistematis untuk memudahkan
penulis dalam menganalisa data.
c. Coding, yaitu pemberian kode-kode tertentu pada tiap-tiap data
termasuk memberikan katgori untuk jenis data yang sama. Kode
adalah symbol tertentu dalam bentuk huruf atau angka untuk
memberikan identitas data.
d. Penemuan hasil, yaitu dengan menganalisis data yang telah
diperoleh dari penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai
kebenaran fakta yang ditemukan, yang akhirnya merupakan sebuah
jawaban dari rumusan masalah.36
5. Teknik Analisa Data
Menurut Bogdan dalam Sugiyono, analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat
mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang
lain.37
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data
deskriptif kualitatif, yaitu suatu analisis yang bersifat mendeskripsikan
makna data atau fenomena yang dapat ditangkap oleh peneliti, dengan
23
menunjukkan bukti-buktinya.38 Tujuan dari metode ini adalah untuk
membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki,39 serta teknik ini digunakan
untuk mendeskripsikan data-data yang peneliti kumpulkan baik data hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi, selama mengadakan penelitian di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya.
Data yang dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan analisis isi (content analysis) yaitu metode ilmiah untuk mengkaji dan menarik kesimpulan atas suatu fenomena dengan memanfaaatkan dan menggunakan dokumen (teks) sebagai bahan penelitian.40 Dengan analisis, peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang
terdapat pada dokumen yang didapatkan dari Bank Mega Syariah Darmo Surabaya terkait dengan mekanisme dan impementasi akad mura>bah}ah pada produk pembiayaan modal kerja.
I. Sistematika Pembahasan
Penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab yang terbagi dalam
beberapa sub bab, adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi: pertama, identifikasi dan batasan masalah, kedua, latar belakang masalah yang memuat
38 Muhammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan (Bandung: Angkasa, 1993), 161. 39 Moh. Nizar, Medode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), 63.
24
alasan pemunculan masalah yang diteliti. Ketiga, tujuan yang akan dicapai dan Keempat, kegunaan (manfaat) yang diharapkan tercapainya penelitian ini. Kelima, kajian pustaka sebagai penelusuran terhadap literatur yang telah ada sebelumnya dan kaitannya dengan objek penelitian. Keenam, Defenisi Operasional. Ketujuh, metode penelitian berupa penjelasan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam mengumpulkan dan menganalisis data. Ketujuh, sistematika pembahasan sebagai upaya yang dilakukan untuk mensistematiskan penyusunan.
Bab kedua mengulas tentang Landasan teori konsep mura>bah}ah. Bab ini terbagi menjadi menjadi dua sub bab, Pertama, konsep akad mura>bah}ah dalam fiqh muamalah. Kedua, konsep akad mura>bah}ah dalam teori perbankan syariah serta penjelasan mura>bah}ah} dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000. Hal ini dimaksudkan untuk memahami secara utuh atau menyeluruh terhadap konsep mura>bah}ah dalam fiqh muamalah maupun praktisi perbankan syariah.
25
pembiayaan pada Bank Mega Syariah Darmo Surabaya dan mekanisme pembiayaannya.
Bab keempat ini akan membahas tentang mekanisme pembiayaan modal kerja dan implementasi akad mura>bah}ah pada produk pembiayaan modal kerja di Bank Mega Syariah Darmo Surabaya.
26 BAB II
KONSEP UMUM TENTANG MURA>BAH}AH
A. Konsep Akad Mura>bah}ah dalam Fiqh Muamalah
1. Pengertian Mura>bah}ah
Kata mura>bah}ah secara bahasa adalah bentuk mutual (bermakna:
saling) yang diambil dari bahasa Arab, yaitu al-ribh}u (ﺢﺑﺮﻟا) yang berarti
kelebihan dan tambahan (keuntungan).1 Jadi, mura>bah}ah diartikan dengan
saling menambah (menguntungkan). Sedangkan definisi menurut para
ulama terdahulu, mura>bah}ah adalah jual beli dengan modal ditambah
keuntungan yang diketahui. Hakikatnya adalah menjual barang dengan
harga (modal) yang diketahui penjual dan pembeli dengan tambahan
keuntungan yang jelas. Jadi, mura>bah}ah artinya saling mendapatkan
keuntungan. Dalam ilmu fiqh, mura>bah}ah diartikan menjual dengan
modal asli bersama tambahan keuntungan yang jelas.2
Sedangkan menurut terminologi, yang dimaksud dengan mura>bah}ah
adalah pembelian barang dengan pembayaran yang ditangguhkan (1
bulan, 2 bulan, 3 bulan dan seterusnya tergantung kesepakatan).
1 Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Fiqh Ekonomi Keuangan Islam, terj. Abu Umar Basyir (Jakarta: Darul Haq, 2004), 198.
27
Pembiayaan mura>bah}ah diberikan kepada nasabah dalam rangka
pemenuhan kebutuhan produksi (inventory).3
Beberapa tokoh memiliki penafsiran yang berbeda tentang definisi
mura>bah}ah. Menurut Muhammad Syafi'i Antonio, mengutip Ibnu Rusyd,
mengatakan bahwa mura>bah}ah adalah jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam akad ini, penjual
harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan tingkat
keuntungan sebagai tambahannya.4 Sedangkan Ivan Rahmawan A dalam
bukunya Kamus Istilah Akuntansi Syariah menjelaskan definisi dari
mura>bah}ah sebagai suatu kontrak usaha yang didasarkan atas kerelaan
antara kedua belah pihak atau lebih di mana keuntungan dari kontrak
usaha tersebut didapat dari mark-up harga sebagaimana yang terjadi
dalam akad jual beli biasa.5 Heri Sudarsono mendefinisikan mura>bah}ah
sebagai jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati antara pihak bank dan nasabah. Dalam mura>bah}ah,
penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian
ia mensyaratkan atas laba dalam jumlah tertentu.6
Pendapat lain dari Abdullah Saed mendefinisikan mura>bah}ah sebagai
suatu bentuk jual beli dengan komisi, di mana pembeli biasanya tidak
3 Karanaen A. Perwataatmadja dan Muhammad Syafi'i Antonio, Apa dan BagaimanaBank Islam (Yogyakarta: P.T. Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), 25.
4 Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema InsaniPress, 2001), 101.
5 Ivan Rahmawan A., Kamus Istilah Akuntansi Syariah (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), 112-113.
28
dapat memperoleh barang yang dia inginkan kecuali lewat seorang
perantara, atau ketika pembeli tidak mau susah-susah mendapatkannya
sendiri, sehingga mencari jasa seorang perantara. 7
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan beberapa hal pokok
bahwa akad mura>bah}ah terdapat 1) pembelian barang dengan pembayaran
yang ditangguhkan. Dengan defenisi ini, maka mura>bah}ah identik dengan
ba>'i bi al-thaman a>jil, 2) Barang yang dibeli menggunakan harga asal, 3)
terdapat tambahan keuntungan (komisi, mark-up harga, laba) dari harga
asal yang telah disepakati, 4) terdapat kesepakatan antara kedua belah
pihak (pihak bank dan nasabah) atau dengan kata lain, adanya kerelaan di
antara keduanya, dan 5) penjual harus menyebutkan harga barang kepada
pembeli (memberi tahu harga produk).
2. Landasan Hukum Mura>bah}ah
Mura>bah}ah tidak mempunyai rujukan atau referensi langsung dari
al-Qur’a>n dan H}adith, yang ada hanyalah referensi tentang jual beli atau
perdagangan. Untuk itu, referensi yang dirujuk untuk mura>bah}ah adalah
nas} al-Qur’a>n, H}adith maupun Ijma>’ yang berkaitan dengan jual-beli
karena pada dasarnya mura>bah}ah adalah salah satu bentuk jual beli.
Adapun referensinya antara lain sebagai berikut:
7 Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah: Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum
29
a. Al-Qur’a>n
Dijelaskan oleh al-Qur’a>n tentang diperbolehkanya jual beli dan
diharamkanya riba>>>>> dalam kegiatan muamalah. seperti dalam QS.
Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi:
ٱ
ن
ا ٱ
م إ ن
ي ٱ
ٱ
ۚ ٱ
إ ا
ٱ
ۗا ٱ
أو
ٱ
ٱ
م و
ۚا ٱ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba>>>>> tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba>>>>>, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba>>>>>”.8
Surat al-Baqarah ayat 275 di atas mengecam keras pemungutan
riba>>>> dan mereka diserupakan dengan orang yang kerasukan Setan.
Selanjutnya ayat ini membantah kesamaan antara riba>>>> dan jual-beli
dengan menegaskan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan
riba>>>>.
Larangan riba>>>> dipertegas kembali pada ayat 278, pada surat yang
sama, dengan perintah meninggalkan seluruh sisa-sisa riba>>>>, dan
dipertegas kembali pada ayat 279
ٱ
ا اء
ا ٱ
ٱ
اورذو
ا ٱ
نإ
30
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba>>>> (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”.9
ن
ب ا ذ ا
ٱ
رو
ۖۦ
سوءر
ن
ن
و ن
أ
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba>>>>), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba>>>>), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.10
Mengapa praktek riba>>>> dikecam dengan keras dan kemudian
diharamkan? Ayat 276 memberikan jawaban yang merupakan kalimat
kunci hikmah pengharaman riba>>>>, yakni Allah bermaksud
menghapuskan tradisi riba>>>> dan menumbuhkan tradisi shadaqah.
Sedang illat pengharaman riba>>>> agaknya dinyatakan dalam ayat 279, la
tazlimuna wala tuzlamun. Maksudnya, dengan menghentikan riba>>>>
engkau tidak berbuat z}ulm (menganiaya) kepada pihak lain sehingga
tidak seorangpun di antara kamu yang teraniaya. Jadi tampaklah
bahwasanya illat pengharaman dalam surat al-Baqarah adalah z}ulm
(eksploatasi; menindas, memeras dan menganiaya).
Selain itu, rangkaian empat ayat tentang kecaman dan pengharam
riba>>>> diakhiri dengan ayat 280 berisi seruan moral agar berbuat
kebajikan kepada orang yang dalam kesulitan membayar hutang
31
dengan menunda tempo pembayaran atau bahkan dengan
membebaskannya dari kewajiban melunasi hutang.
b. Al-H}}}adith
H}adith Nabi riwayat Ibnu Majjah:
ل
ل ر
ا
ا
و
ث
ا
:
ا
إ
أ
,
ر ـ او
,
و
ا
.
)
هاور
ا
(
Rasulullah saw. bersabda: ”Tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan pembayaran secara tangguh, muqaradhah (nama lain dari mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak untuk dijual” (HR. Ibnu Majah).11
c. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional
Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang mura>bah}ah
sebagaimana tercantum dalam Fatwa DSN MUI Nomor
04/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 1 April 2000.12
3. Rukun dan Syarat Mura>bah}ah
Dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat suatu rukun dan syarat
yang harus dipenuhi. Secara bahasa, rukun adalah “yang harus dipenuhi
utnuk sahnya suatu pekerjaan”, sedangkan syarat adalah “ketentuan
(peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan”. Dalam
11 Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah, Juz 2 (Mesir; Da>r al-Fikr, Nomor hadis: 2289), 768.
12 Husein Umar, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Edisi Revisi Dewan Syariah
32
syariat, rukun dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu
transaksi. Secara definisi, rukun adalah “suatu unsur yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang
menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan atau tidaknya
sesuatu itu”. Definisi syarat adalah “sesuatu yang tergantung padanya
keberadaan hukum syar’i dan ia berada diluar hukum itu sendiri yang
ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada”.
Perbedaan antara rukun dan syarat menurut ulama Ushul Fiqh bahwa
rukun merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum dan
ia termasuk dalam hukum itu sendiri. Sedangkan syarat merupakan sifat
yang kepadanya tergantung keberadaan hukum tapi ia berada di luar
hukum itu sendiri.
Mengenai rukun perikatan atau sering disebut juga dengan rukun akad
dalam hukum islam, terdapat beraneka ragam pendapat dikalangan para
ahli fiqh. Dikalangan mazhab Hanafi bahwa rukun akad hanya sighat
al-‘aqd, yaitu ijab dan qabul. Sedangkan syarat akad adalah al-‘aqidayn
(subyek akad) dan mah}allul-‘aqd (obyek akad). Alasannya adalah
al-‘a>qidanin dan mah}allul ‘aqd bukan merupakan bagian dari tas}arruf ‘aqd
(perbuatan hukum akad). Kedua hal tersebut berbeda di luar perbuatan
akad. Berbeda halnya dengan pendapat dari kalangan Syafi’i termasuk
Imam Ghazali dan kalangan mazhab Maliki termasuk Syihab al-Karakhi,
bahwa al-‘a>qidayn dan mah}allul ‘aqd termasuk rukun akad karena hal
33
Dari segi hukumnya bertransaksi dengan menggunakan sistem
mura>bah}ah adalah suatu hal yang dibenarkan dalam islam. Keabsahannya
juga bergantung pada syarat-syarat dan rukun yang telah ditetapkan.
Adapun rukun jual beli mura>bah}ah yang disepakati oleh jumhur ulama
adalah:
1) Penjual (ba>’i), yaitu pihak yang memiliki barang untuk dijual atau
pihak yang ingin menjual barangnya. Dalam transaksi pembiayaan
mura>bah}ah di perbankan syariah merupakan pihak penjual.
2) Pembeli (mushtari>) yaitu pihak yang membutuhkan dan ingin
membeli barang dari penjual, dalam pembiayaan mura>bah}ah nasabah
merupakan pihak pembeli.
3) Barang/objek (mabi>’) yaitu barang yang diperjual belikan. Barang
tersebut harus sudah dimiliki oleh penjual sebelum dijual kepada
pembeli, atau penjual menyanggupi untuk mengadakan barang yang
diinginkan pembeli.
4) Harga (thaman). Harga yang disepakati harus jelas jumlahnya dan
jika dibayar secara hutang maka harus jelas waktu pembayaranya.
5) Ijab qabul (sighat) sebagai indikator saling ridha antara kedua pihak
(penjual dan pembeli) untuk melakukan transaksi.
Dalam penentuan rukun jual beli, terdapat perbedaan pendapat ulama
Hanafiah dengan jumhur ulama. Rukun jual beli menurut ulama
Hanafiyah hanya satu, yaitu ijab (ungkapan membeli dari penjual) dan
34
rukun jual beli hanyalah kerelaan kedua belah pihak melakukan transaksi
jual beli. Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati
yang sulit untuk diindera sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan
indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan
transaksi jual beli, menurut mereka boleh tergambar dalam ijab dan qabul
atau melalui cara saling memberikan barang dengan barang. Menurut
ulama Hanafiyah, orang yang berakad barang yang dibeli dan nilai tukar
barang, termasuk ke dalam syarat-syarat jual beli, bukan rukun jual beli.
Di dalam praktek pembiayaan mura>bah}ah biasanya barangnya
bersifat konsumtif untuk pemenuhan kebutuhan produksi seperti rumah,
tanah, toko, mobil, motor dan sebagainya sesuai dengan keinginan
nasabah.13 Tetapi kita harus memperhatikan pula bahwa benda atau
barang yang menjadi obyek akad mempunyai syarat-syarat yang harus
dipenuhi menurut hukum Islam.
Selain ada rukun dalam pembiayaan mura>bah}ah juga terdapat
syarat-syarat mura>bah}ah yang sekiranya dapat menjadi pedoman dalam
pembiayaan sekaligus sebagai identitas suatu produk dalam perbankan
syariah dengan perbankan konvensional. Menurut Muhammad Syafi’i
Antonio, syarat mura>bah}ah adalah sebagai berikut:14
1) Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah;
2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan; 3) Kontrak harus bebas riba>>>>>;
35
4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas
barang sesudah pembelian;
5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian. Secara prinsip, jika syarat dalam (1), (4), atau (5) tidak
terpenuhi, pembeli memiliki pilihan.
a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.
b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas
barang yang dijual.
c. Membatalkan kontrak.
Jual beli secara mura>bah}ah diatas hanya untuk barang atau produk
yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan
kontrak. Apabila produk tersebut tidak dimiliki penjual, sistem yang
digunakan adalah mura>bah}ah kepada pemesan pembelian (mura>bah}ah
KPP). Hal ini dinamakan demikian karena si penjual semata-mata
mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli yang
memesannya. Lebih lengkapnya, sistem jual beli ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Tujuan mura>bah}ah kepada pemesan pembelian (KPP).
Ide tentang jual mura>bah}ah KPP tampaknya berakar pada dua
alasan berikut:
a) Mencari pengalaman
Suatu pihak yang berkontrak (pemesan pembelian) meminta
36
bersedia menyediakan asset tersebut dan memberinya
keuntungan kemudian pemesan memilih sistem pembelian ini
karena dianggap tidak terlalu berat baginya pembiayaan ini
dilakukan karena dilakukan secara angsuran atau sistem tangguh,
karena ingin mencari informasi dan pengalaman dibanding alasan
kebutuhan yang mendesak terhadap asset tersebut.
b) Mencari pembiayaan
Dalam operasional bank syariah, motif pemenuhan pengadaan
asset atau modal kerja merupakan alasan utama yang mendorong
nasabah datang ke bank syariah. Pada gilirannya, pembiayaan
yang diberikan akan membantu memperlancar arus khas (cash
flow) yang bersangkutan. Menjual secara kredit sebenarnya
bukan bagian dari syarat sistem mura>bah}ah KPP. Meskipun
demikian, transaksi secara angsuran ini mendominasi praktek
pelaksanaan mura>bah}ah tersebut. Hal ini karena memang
seseorang tidak akan datang ke bank, kecuali untuk mendapatkan
kredit dan membayar secara angsur.
2) Jenis mura>bah}ah kepada pemesan pembelian (KPP)
Seorang pemesan (nasabah) untuk membeli barang dalam
mura>bah}ah KPP bisa merupakan janji yang mengikat, tapi juga bisa
tidak mengikat. Para ulama’ syariah terdahulu sepakat bahwa
pemesan tidak boleh diikat untuk memenuhi kewajiban membeli
37
Academy15 juga menetapkan hukum yang sama. Alasannya pembeli
barang pada saat awal telah memberikan pilihan kepada pemesan
untuk tetap membeli barang tersebut atau menolaknya. Penawaran
dilakukan untuk nantinya tetap membeli atau menolak dikarenakan
pada saat transaksi awal pembeli barang tidak memiliki barang yang
hendak dijualnya. Menjual barang yang belum dimiliki adalah
tindakan yang dilarang syariah karena termasuk bai’ al-faud}uli>.16
Para ulama’ syariah terdahulu telah memberikan alasan secara
rinci mengenai pelarangan tersebut, akan tetapi beberapa ulama’
syariah modern menunjukkan bahwa konteks jual beli mura>bah}ah
jenis ini dimana “belum ada barang” berbeda dengan “menjual tanpa
kepemilikan barang”. Mereka berpendapat bahwa janji untuk
membeli barang tersebut bisa mengikat pemesan. Terlebih lagi
apabila nasabah bisa pergi begitu saja akan sangat merugikan pihak
bank atau penyedia barang. Barang sah dibeli sesuai dengan
pesanannya, tapi ia meninggalkan begitu saja. Oleh karena itu, para
ekonom dan ulama’ kontemporer menetapkan bahwa si nasabah
terkait hukumnya. Hal ini untuk menghindari kemad}aratan.
Sedangkan menurut Wahbah az-Zuhaili bahwa dalam jual beli
mura>bah}ah itu disyaratkan beberapa hal, yaitu:17
15 The Islamic Fiqh Academy atau al-Mu’jam al-Fiqh al-Islamy adalah salah satu badan otonomi
dibawah Nabith al-Alam al-Islami, berkedudukan di Makkah al-Mukarromah, lihat buku karangan Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik …, 103.
16 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah (Beirut: Da>r al-Fikr al-‘Arabi>, 1987), 117-118.
38
1) Mengetahui harga pokok
Dalam jual beli mura>bah}ah disyaratkan agar pembeli mengetahui
harga pokok atau harga asal, karena mengetahui harga merupakan
syarat sah jual beli. Syarat ini juga diperuntukkan bagi jual beli
al-tawliyyah dan al-wad}i>'ah.
2) Mengetahui keuntungan
Hendaknya margin keuntungan juga diketahui oleh pembeli, karena
margin keuntungan tersebut termasuk bagian dari harga, sedangkan
mengetahui harga merupakan syarat sah jual beli.
3) Harga pokok merupakan sesuatu yang dapat diukur, dihitung dan
ditimbang, baik pada waktu terjadi jual beli dengan penjual dengan
penjual yang pertama atau setelahnya.
Di samping syarat-syarat di atas, terdapat juga syarat-syarat khusus,
yaitu:18
1) Harus diketahui besarnya biaya perolehan komoditi.
2) Harus diketahui keuntungan yang diminta penjual.
3) Pokok modal harus berupa benda bercontoh atau berupa uang.
4) Mura>bah}ah hanya bisa digunakan dalam pembiayaan bilamana
pembeli mura>bah}ah memerlukan dana untuk membeli suatu komoditi
secara riil dan tidak boleh untuk lainnya termasuk membayar hutang
pembelian komoditi yang sudah dilakukan sebelumnya, membayar
biaya over head, rekening listrik, dan semacamnya.
39
5) Penjual harus telah memiliki barang yang dijual dengan pembiayaan
mura>bah}ah.
6) Komoditi bersangkutan harus telah berada dalam resiko penjual.
7) Komoditi obyek mura>bah}ah diperoleh dari pihak ketiga bukan dari
pembeli mura>bah}ah bersangkutan (melalui jual beli kembali)
4. Ciri-Ciri Mura>bah}ah
Menurut Abdullah Saeed, ciri-ciri dasar kontrak mura>bah}ah adalah
sebagai berikut:19
1) Pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-biaya terkait dan
tentang harga asli barang, batas laba (mark-up) harus ditetapkan
dalam bentuk persentase dari total harga beserta biaya-biayanya.
2) Apa yang dijual adalah barang atau komoditi dan dibayar dengan
uang.
3) Apa yang diperjual-belikan harus ada dan dimiliki oleh penjual dan
penjual harus harus mampu menyerahkan barang tersebut kepada
pembeli.
4) Pembayarannya ditangguhkan. Mura>bah}ah digunakan dalam setiap
pembiayaan di mana ada barang yang bisa diidentifikasi untuk dijual.
19 Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah: Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum
40
B. Konsep Akad Mura>bah}ah dalam Praktik Perbankan Syariah
1. Konsep Umum Bank Syariah
a. Pengertian Bank Syariah
Bank Syariah adalah lembaga intermediasi dan penyedia jasa
keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam yang
mempunyai sifat khusus yakni bebas dari kegiatan spekulatif yang
non-produktif seperti perjudian, bebas dari hal-hal yang tidak jelas
dan meragukan (tidak pasti), berprinsip pada keadilan dan hanya
membiayai kegiatan usaha yang halal.20
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, bank yang operasinya berdasarkan prinsip syariah
tersebut secara teknis yuridis disebut “bank berdasar prinsip bagi
hasil”. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998, istilah yang dipakai adalah “bank berdasarkan prinsip syariah”.
Karena operasinya berpedoman pada ketentuan-ketentuan syariah
Islam, maka Bank Islam disebut pula “Bank Syariah”. Adapun
Pengertian Bank Syariah adalah sebagai berikut:
“Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank
Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.”21
Pengertian dari prinsip syariah sendiri adalah:
“Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan
20 Diana Yumanita, Bank Syariah: Gambaran Umum, Seri Kebanksentralan Nomor 14 (Jakarta:
Bank Indonesia Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, 2005), 4.
41
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah”22
Sedangkan menurut Karnaen A Perwata Atmadja dan M. Syafi’i
Antonio, Bank Islam atau Bank Syariah adalah bank yang beroperasi
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam dan tata cara
beroperasinya mengacu pada ketentuan-ketentuan al-Qur’a>n dan
H}adith.23
b. Ciri-Ciri Bank Syariah
Bank syariah mempunyai ciri-ciri berbeda dengan bank
konvensional. Adapun ciri-ciri bank syariah antara lain:24
1) Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian
diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak
kaku dan dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar
menawar dalam batas wajar.
2) Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu
kontrak, sisa hutang selepas kontrak dilakukan kontrak baru.
3) Penggunaan persentase untuk perhitungan keuntungan dan biaya
administrasi selalu dihindarkan karena persentase mengandung
potensi melipat gandakan.
4) Pada bank syariah tidak dikenal keuntungan pasti (fixed return)
ditentukan kepastian sudah mendapat untuk bukan sebelumnya.
22 Pasal 1 ayat 12, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 23 Karnaen A Perwata Atmadja dan M. Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaiman Bank Islam …, 14. 24 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi (Yogyakarta:
42
5) Uang dari jenis yang sama tidak bisa diperjual-belikan atau
disewakan atau dianggap barang dagangan. Oleh karena itu bank
syariah pada dasarnya tidak memberikan pinjaman berupa uang
tunai, tetapi pembiayaan untuk mengadakan barang dan jasa.
c. Fungsi dan Peran: 25
1) Manajer investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana
nasabah.
2) Investor, menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana
nasabah yang dipercayakan kepadanya
3) Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah
dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan
sebagaiamana lazimnya.
4) Kegiatan sosial, sebagai ciri pada identitas keuangan syariah,
bank syariah berkewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola
zakat serta dana-dana sosial lainnya.
d. Tujuan Bank Syariah :26
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara
Islami, khususnya yang berhubungan dengan perbankan.
2. Agar tercipta keadilan di bidang ekonomi yang meratakan
pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi
43
kesenjangan yang besar antara pemilik modal dan pihak yang
membutuhkan dana.
3. Untuk membuka peluang usaha yang lebih besar terutama
kelompok miskin diarahkan kepada kegiatan usaha yang
produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha.
4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan
5. Untuk menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga
keuangan.
6. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter
7. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank
konvensional.
e. Kegiatan Usaha Bank Syariah
Dalam menjalankan usahanya, b