PERAN KONSELING SEBAYA DALAM PENYESUAIAN DIRI
REMAJA AKHIR
(Studi Kasus Santriwati Baru Di Yayasan Pondok Pesantren Putri
An-Nuriyah Wonocolo Surabaya Tahun 2014)
SKRIPSI
Oleh :
RENY WISUDAWATI NING ARUM D03211005
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
ABSTRAK
Reny Wisudawati Ning Arum. 2015. Judul : “Peran Konseling Sebaya Dalam Penyesuaian Diri Remaja Akhir (Studi Kasus Santriwati Baru Di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya Tahun 2014)”.
Dalam proses perkembangan sosial, seorang remaja masih melalui proses penyesuaian diri dengan lingkungannya, baik dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Perkembangan sosial individu sangat tergantung pada kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta keterampilan mengatasi masalah yang dihadapinya, sehingga ia merasa puas terhadap dirinya dan terhadap lingkungannya.
Begitu juga pada remaja akhir, berbagai permasalahan yang terjadi dalam diri remaja akhir khususnya dilingkungan pondok pesantren yang kebanyakan masalah yang dihadapi adalah masalah penyesuaian diri. Dengan konseling sebaya dirasa efektif dilaksanakan di lingkungan anak remaja. Karena anak seusia remaja dengan tingkatan usia kedewasaan yang relatif sama, biasanya cenderung berkelompok dan membentuk teman sebaya. Dalam hal ini peran konseling sebaya dirasa perlu untuk mempermudah mereka dalam proses penyesuaian diri dengan teman, lingkungan, dan aturan yang ada di dalam pondok pesantren.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dalam penulisan skripsi ini penulis mengangkat judul Peran Konseling Sebaya Dalam Penyesuaian Diri Remaja Akhir (Studi Kasus Santriwati Baru Di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya Tahun 2014).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konseling sebaya di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya, untuk mengetahui penyesuaian diri remaja akhir di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya, dan untuk mengetahui peran konseling sebaya dalam penyesuaian diri remaja akhir di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya.
Pada penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dan menggunakan jenis penelitian studi kasus. Data-data tersebut diperoleh dari observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan dapat disimpulkan bahwa di dalam pondok pesantren putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya seoarang remaja akhir memiliki masalah dalam penyesuaian diri dengan teman, lingkungan, hingga aturan yang ada dalam pondok. Penulis meneliti santri di kamar PBA angkatan 2014 dengan melakukan pengamatan secara langsung mengenai konseling sebaya dalam penyesuaian diri para santri.
Setelah melakukan konseling sebaya untuk membantu santri remaja akhir dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang ada di dalam pondok pesantren. Secara tidak langsung proses yang dilakukan dalam konseling sebaya mampu membuat santri memahami dan mengenal dirinya dan lingkungannya, sehingga apa yang dirasakan mereka sangat berpengaruh terhadap perilaku sehari-hari mereka.
.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
G. Sistematika Pembahasan ... 24
BAB II KAJIAN TEORI A. Konseling Sebaya 1. Pengertian Konseling Sebaya ... 27
2. Tujuan dan Fungsi Konseling Sebaya ... 35
3. Prinsip-prinsip Konseling Sebaya ... 38
4. Proses Pelaksanaan Konseling Sebaya ... 39
B. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri ... 46
2. Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri ... 49
3. Aspek-aspek Penyesuaian Diri ... 51
5. Proses Penyesuaian Diri ... 59
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri 61 C. Remaja Akhir 1. Pengertian Remaja ... 64
2. Batasan Usia Remaja ... 66
3. Ciri-ciri Masa Remaja ... 67
4. Tugas Perkembangan Masa Remaja ... 69
D. Peran Konseling Sebaya dalam Penyesuaian Diri Remaja Akhir 72 BAB III METODE PENELITIAN 1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren An Nuriyah ... 89
2. Letak Geografis ... 94
3. Fasilitas dalam Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah ... 95
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana telah dipahami bahwa dalam perkembangannya manusia
akan melewati masa remaja. Remaja adalah anak manusia yang sedang tumbuh
selepas masa anak-anak menjelang dewasa. Dalam masa ini, yaitu masa yang
labil, tubuhnya berkembang sedemikian pesat dan terjadi perubahan-perubahan
dalam bentuk fisik dan psikis.1
Badannya tumbuh berkembang menunjukkan tanda-tanda orang dewasa,
perilaku sosialnya berubah semakin menyadari keberadaan dirinya, ingin diakui
dan berkembang pemikiran maupun wawasannya secara lebih luas.2 Dalam
kehidupan sosial banyak pula permasalahn yang di alami oleh para remaja akhir
terutama remaja akhir, dan salah satu permasalahnnya adalah sulit untuk
menyesuaikan diri.
Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan
pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Penyesuaian diri adalah proses
bagaimana individu mencapai keseimbangan hidup dalam memenuhi kebutuhan
sesuai dengan lingkungan. Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang
hayat, dan manusia terus menerus berusaha menemukan dan mengatasi tekanan
1
Muhammad Al-Mighwar, Psikologi Remaja, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h. 19
2
2
dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat. Penyesuaian diri adalah
sebagai suatu proses kearah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan
eksternal. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan,
frustasi, dan individu di dorong meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk
membebaskan diri dari ketegangan.3
Individu di katakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia
dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar dapat di terima oleh
lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.
Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu
primer dalam penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang mendukung,
mempengaruhi, atau menimbulkan efek bagi proses penyesuaian. Secara
sekunder proses penyesuaian ditentukan oleh faktor-faktor yang menentukan
kepribadian itu sendiri baik internal maupun eksternal.4
Jadi jika mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan
lingkungan baru mereka maka mereka akan memilih untuk keluar dari pondok
pesantren. Misalnya yang terjadi di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah
ini.
Masa remaja, menurut Mappiare berlangsung antara umur 12-21 tahun
bagi wanita, dan 13-22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi
3
Sri Rumini dan Siti Sundari, Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h. 67
4
3
menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah
remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja
akhir.5
Dari pembagian Mappiare tersebut, dapat kita simpulkan bahwa masa
remaja akhir ialah masa ketika seseorang individu berada pada usia 17/18 tahun
sampai dengan 21/22 tahun. Dimana saat usia ini rata-rata setiap remaja
memasuki sekolah menengah tingkat atas. Ketika remaja duduk dikelas terakhir
biasanya orang tua menganggapnya hampir dewasa dan berada diambang
perbatasan untuk memasuki dunia kerja orang dewasa.6
Menurut Pieget dalam bukunya Hurlock adalah secara psikologis masa
remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia
dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua
melainkan berada dalam tingkatan yang sama.7 Sekurang-kurangnya dalam
masalah hak integrasi dalam masalah masyarakat (dewasa) mempunyai banyak
aspek afektif, kurang lebih berhubungan dengan masalah puber. Termasuk juga
perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari
cara berfikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam
5
Mappiare Andi, Psikologi Remaja, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), h. 20
6
Ibid., 20
7
4
hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang
umum dari periode perkembangan ini.8
Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas, mereka sudah
termasuk golongan anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk
masuk ke golongan orang dewasa, remaja ada di antara anak dan orang dewasa.
Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau
fase “topan dan badai” remaja masih belum mampu menguasai dan
memfungsikan secara maksimal fisik maupun psikisnya.9
Salah satu tugas perkembangan remaja yang sulit adalah berhubungan
dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis
dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan
dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah.10
Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus banyak
membuat penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri
dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku
sosial, pengelompokkan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi
persahabatan, nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial dan
nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.11
http://belajarpsikologi.com/tugas-perkembangan-remaja/diakses pada tanggal 23 Februari 2015
11
5
Menurut Yusuf mengungkapkan bahwa dalam proses perkembangan
sosial, anak juga dengan sendirinya mempelajari proses penyesuaian diri dengan
lingkungannya, baik dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.12
Perkembangan sosial individu sangat tergantung pada kemampuan individu
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta keterampilan mengatasi
masalah yang dihadapinya, sehingga ia merasa puas terhadap dirinya dan
terhadap lingkungannya.13
Karena remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama dengan
teman-teman sebaya sebagai kelompok dan bisa dikatakan 70% dipengaruhi teman-teman,
maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap,
pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh
keluarga.14
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang
erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan
masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya,
individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam
hatinya dari angan-angan, pemikiran, dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada
mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan
dorongan-dorongannya. Dalam semuai itu individu menemukan telinga yang mau
12
Syamsul Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 18
13
Ema Susilowati, Kematangan Emosi dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa Ekselerasi Tingkat SMP. Jurnal Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, 2013
14
6
mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu
dengannya.15
Konseling adalah proses pemberian bantuan seseorang kepada orang lain
dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui
pemahaman suatu fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan klien.16
Secara sederhana teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan
tingkat kedewasaan yang relative sama. Biasanya cenderung berkelompok dan
mebentuk kelompok teman sebaya (peer group) atau yang populer disebut geng.
Menurut John W. Santrock dalam buku Psikologi Remaja, Peer group adalah
sekumpulan remaja yang sebaya yang mempunyai hubungan erat dan saling
tergantung. Interaksi teman sebaya lebih banyak muncul pada anak-anak yang
berjenis kelamin sama dari pada yang berbeda jenis kelamin.17
Teman sebaya sebagai panggung dimana remaja dapat menguji diri
sendiri dan orang lain. Di dalam kelompok ini juga seseorang belajar menjadi
pemimpin, merumuskan dan memperbaiki konsep diri serta mendapat penilaian
dari orang yang sejajar dengan dirinya.18
15
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 206
16
http://syarifaumi.wordpress.com/konselor-sebaya/diakses pada tanggal 23 Februari 2015
17
Yulita Rintyastini & Yulia Charlotte Suzy, Bimbingan Konseling SMP Kelas VII, (Jakarta: Esis, 2005), h. 28
18
7
Dengan demikian peer group menjadi salah satu tempat baik bagi remaja
untuk bereksperimen dan membangun kemandirian baik emosi maupun perilaku
dari orang tua, bagaimana dukungan emosi mereka terutama ketika anggotanya
mengalami masa peralihan yang kompleks menuju kedewasaan dan bagaimana
nilai-nilai dalam kelompok memberikan tuntunan moral pada anggotanya.
Namun terkadang peer group juga sering dijadikan tempat untuk menghindari
aturan-aturan yang dibuat oleh orang dewasa.19
Menurut Nelson-Jones dalam bukunya Marry Rebecca, konseling sebaya
sebagai konsep relatif masih asing bagi telinga kita, walaupun dalam kehidupan
sehari-hari mungkin sudah cukup sering dipraktekkan. Dalam konseling sebaya
pertolongan itu diberikan oleh individu awal yang sebaya. Konseling sebaya
diciptakan untuk menyiapkan dan pemanfaatan tenaga-tenaga nonprofesional
untuk memperluas kesempatan bagi individu guna mendapatkan layanan
konseling.20
Konseling sebaya merupakan salah satu jenis pelatihan para profesional
yang paling banyak dimanfaatkan dalam bidang layanan konseling. Jadi
konseling sebaya merupakan salah satu bentuk pemberian layanan konseling
19
http://kristianakristiana.blogspot.com/teman-sebaya.html diakses pada tanggal 23 Februari 2015
20
8
kelompok secara tidak langsung dan lahir dari keprihatinan untuk menjadikan
konseling sebagai proses belajar, saling menolong antar sebaya (sahabat).21
Tujuan konseling sebaya lebih-lebih memang menolong anak muda
mengatasi aneka perasaan negatif terhadap diri mereka sendiri, termasuk
perasaan sepi dan terisolasi atau tidak punya teman, dan mengajri mereka dengan
berbagai keterampilan yang diperlukan untuk hidup atau yang sering disebut
lifeskill, seperti keterampilan berkomunikasi, memecahkan masalah, mengatasi
konflik, mengambil keputusan, mengatasi kecemasan serta stres, dan
sebagainya.22
Konseling sebaya dirasa efektif dilaksanakan di lingkungan anak remaja.
Anak seusia remaja dengan tingkatan usia kedewasaan yang relatif sama,
biasanya cenderung berkelompok dan membentuk teman sebaya (peer group)
yang populer disebut geng. Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan penyesuaian diri yang baik melalui konseling
sebaya pada remaja.23
Menurut Tindal & Gray konseling sebaya sebagai ragam tingkah laku
membentuk secara interpersonal yang dilakukan oleh individu non profesional
yang berusaha membantu orang lain. Konseling teman sebaya dianggap penting
karena sebagian besar remaja lebih sering membicarakan masalah-masalah
21
Ibid., h. 7
22
Ibid., h. 7
23
9
mereka dengan teman sebaya dibandignkan dengan orang tua, atau guru
pembimbing disekolah. Remaja mempunyai ikatan terhadap teman sebaya yang
kuat. Hal tersebut dikarenakan remaja merasa bahwa orang dewasa tidak dapat
memahami mereka dan mereka meyakini bahwa hanya sesama merekalah yang
dapat saling memahami.
Dalam postingan Wahyudi Puspita menyebutkan bahwa program
konseling teman sebaya mempunyai alasan-alasan yang rasional, terstruktur,
aktifitasnya khas atau spesifik, personal yang melakukannya juga khusus dan
diorganisir secara terus menerus. Program ini merupakan usaha mempengaruhi
(memperbaiki tingkah laku yang dimiliki oleh siswa), yaitu tingkah laku yang
dapat membedakan antara tingkah laku yang pantas dengan tidak pantas, dan
menggunakan tingkah laku yang pantas menjadi identitas pribadi yang
diharapkan, serta menemukan berbagai cara pemecahan masalah, dan
memberikan pengalaman yang memberikan motifasi mengikuti pelatihan untuk
pengembangan diri mereka sebagai orang dewasa yang matang dan bertanggung
jawab.24
Dengan demikian pengertian yang diterima dari temannya akan
membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri. Ini sangat
membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang
24
10
menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti akan dirinya,
maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya dan berusaha menerima
dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian dia akan
menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.25
Eksistensi pesantren ternyata sampai saat ini di tengah-tengah deru
modernisasi, pesantren tetap bisa bertahan (survive) dengan identitasnya sendiri.
Bahkan akhir-akhir ini para pengamat dan praktisi pendidikan dikejutkan dengan
tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan pondok pesantren di
tanah air ini. Pertumbuhan pesantren yang semula tumbuh di pelosok-pelosok
desa kini bermunculan juga di kota-kota besar. Adapun ruang lingkup pesantren
dilihat dari lingkup pendidikan adalah mulai dari RA, MI, MTs, MA juga dalam
lingkup PT (Perguruan Tinggi) seperti Yayasan Pondok Pesantren Putri (YPPP)
An-Nuriyah Wonocolo Surabaya.26
Kalau demikian adanya, tidak berlebihan jika kita mengakui
bahwasannya pendidikan pesantren mampu menciptakan generasi berintegrasi
tinggi, bertanggung jawab atas ilmu yang diperolehnya, sadar akan
penciptaannya sebagai kholifah di bumi yang memiliki tugas untuk
memakmurkan dan membangun bumi ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan
25
http://belajarpsikologi.com/pembentukan-penyesuaian-diri/ diakses pada tanggal 24 Februari 2015
26
11
oleh yang menugaskan, yaitu Allah SWT. Dengan cara tetap berada dalam
koridor pengabdian kepada Allah, sehingga sejalan dengan tujuan penciptaannya
yakni mengabdi, dengan menjadikan dan mengarahkan segala aktivitasnya
kepada Allah SWT. Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan
agama Islam dengan sistem komplek asrama sebagai tempat tinggal santri dalam
menerima pendidikan.27
Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya adalah
lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta
mengembangkan, mengamalkan dan menyebarkan ilmu agama Islam dengan
menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.
Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya adalah
salah satu ponpes putri dimana yang lebih dominan santrinya adalah remaja putri
dan tergolong remaja akhir yang mengenyam pendidikan tingkat perguruan
tinggi baik semester awal maupun akhir. Dan di pesantren ini hanya dihuni
beberapa santriwati saja sekitar kurang lebih 300 santriwati yang tinggal di
ponpes putri An-Nuriyah ini. Ada empat asrama di dalamnya dan setiap tahunnya
memiliki nama asrama yang berbeda-beda. Untuk sekarang ini empat asrama
tersebut terdiri dari PBA (asrama santriwati semester awal), Syiwali (asrama
santriwati semester 3), Melati (asrama santriwati semester 5), Mawar (asrama
27
12
santriwati semester 7). Tetapi yang disayangkan selalu ada penurunan jumlah
santriwati di setiap tahunnya.28
Seperti halnya asrama Mawar yang dahulunya 68 santriwati sekarang
menjadi 50 santriwati, Melati yang dahulunya 125 santriwati sekarang menjadi
58 santriwati, Syiwali yang dahulunya 135 santriwati menjadi 70 saantriwati,
PBA yang awalnya 140 santriwati sampai saat ini pun sudah berkurang
jumlahnya, kurang lebih 5 orang yang saat ini lebih memilih keluar dari
pesantren. Padahal PBA bisa dibilang semester awal tetapi juga sudah mengalami
pengurangan jumlah santriwati. Ini dikarenakan ada salah satu penyebab yang
mungkin terjadi kepada mereka yaitu penyesuaian diri mereka (para santriwati
baru) dengan lingkungan baru mereka kurang maksimal atau kurang baik.29
Dalam lingkup pesantren permasalahan yang seringkali dialami para
santri adalah hubungan antara santri yang satu dengan santri yang lain, baik
dalam hal berinteraksi, komunikasi ataupun yang lainnya. Misalnya dalam hal
komunikasi, kebanyakan dari mereka menunjukkan eksistensinya. Hal tersebut
dapat berhasil jika para santri dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik
dalam lingkungan pesantren sehingga mereka dapat beradaptasi dengan keluarga
baru mereka di dalam pesantren.
28
Wawancara,Luluk Fitriani, Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah, 21 April 2015
29
13
Dari sini dapat diterapkan urgensi dari konseling sebaya sebagai sarana
untuk mempermudah penyesuaian diri. Dimana penyesuaian diri yang kurang
maksimal akan dapat menyebabkan berkurangnya jumlah santriwati dari tahun
ketahun di YPPP An-Nuriyah Wonocolo Surabaya. Pada penelitian sebelumnya
atau jurnal penelitian yang telah diteliti ditemukan faktor-faktor lain yang
mengakibatkan berkurangnya jumlah santri atau keluarnya santri dari ponpes.
Diantaranya karena aturan yang berlaku yang menurut para santri peraturan
tersebut terasa memberatkan, bisa juga terjadi karena tidak terbiasa hidup
mandiri karena terbiasa hidup dimanja oleh orang tuanya ketika dirumah, bahkan
bisa terjadi juga karena para santri yang uang sakunya mulai menipis atau bahkan
tidak punya uang, pada saat santri banyak cucian, ada juga ketika sedang malas
melakukan kegiatan yang harus dilakukan di pesantren seperti mengaji, piket,
bangun pagi dan lain sebagainya.30
Maka dari itu dari pemaparan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Peran Konseling Sebaya Dalam Penyesuaian Diri
Remaja Akhir (Studi Kasus Santriwati Baru Di Yayasan Pondok Pesantren Putri
An-Nuriyah Wonocolo Surabaya Tahun 2014)”.
30
14
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan asumsi-asumsi diatas maka pertanyaan peneliti dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana konseling sebaya di Yayasan Pondok Pesantren Putri
An-Nuriyah Wonocolo Surabaya?
2. Bagaimana penyesuaian diri remaja akhir di Yayasan Pondok
Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya?
3. Bagaimana peran konseling sebaya dalam penyesuaian diri remaja
akhir di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo
Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan pertanyaan peneliti maka penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui konseling sebaya di Yayasan Pondok Pesantren Putri
An-Nuriyah Wonocolo Surabaya.
2. Mengetahui penyesuaian diri remaja akhir di Yayasan Pondok
Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya.
3. Mengetahui peran konseling sebaya dalam penyesuaian diri remaja
akhir di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo
15
D. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi untuk mencegah terjadinya pembahasan yang
terlalu luas. Batasan-batasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dalam melakukan penelitian ini peneliti akan meneliti tentang
bagaimana peran konseling sebaya dalam penyesuaian diri remaja
akhir studi kasus di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah
Wonocolo Surabaya.
2. Adapun yang menjadi obyek penelitian adalah santri di Yayasan
Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya angkatan
2014 (santri baru).
3. Remaja akhir yang dimaksud disini adalah santriwati yang berusia
antara 18-21 tahun.
E. Manfaat Penelitian
Selain melatih penulis agar lebih tanggap terhadap masalah sosial
khususnya masalah kedisiplinan, hasil penelitian ini diharapkan memiliki
manfaat. Adapun manfaat dari penelitian ini ada dua yaitu secara teoritis dan
praktis.
1. Secara teoritis
a. Dengan mengetahui tentang bagaimana peran konseling sebaya
dalam penyesuaian diri remaja akhir studi kasus di Yayasan
Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya. Maka
16
perbendaharaan teoritis khususnya dalam masalah konseling
sebaya dalam penyesuaian diri pada remaja akhir.
b. Dapat menambah kepustakaan sebagai bantuan dan studi banding
bagi mahasiswa dimasa mendatang.
2. Secara praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi santri
untuk mempermudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru,
manfaat bagi pesantren untuk memantau santri agar punya sahabat
atau teman dekat, dan bermanfaat juga bagi perkembangan ilmu
pengetahuan yang diperoleh dari lapangan.
F. Definisi Konseptual
Skripsi ini berjudul “Peran Konseling Sebaya Dalam Penyesuaian Diri
Remaja Akhir (Studi Kasus Santriwati Baru Di Yayasan Pondok Pesantren Putri
An-Nuriyah Wonocolo Surabaya Tahun 2014)”. Agar dapat diperoleh gambaran
yang jelas tentang judul skripsi ini dan menghindari salah pengertian dalam
memahaminya maka penulis perlu menguraikan beberapa istilah untuk
memperjelas maksud dari beberapa definisi yang terkandung dalam judul skripsi
17
1. Konseling Sebaya
Kata konseling (counseling) berasal dari kata counsel dari bahasa latin
counselium artinya “bersama” atau “bicara bersama”. Berbicara bersama
-sama adalah pembicaraan konselor dengan seorang atau beberapa klien.31
Pengertian konseling menurut A. Edward Hoffman adalah pertemuan
secara berhadapan atau tatap muka antara konselor dengan konseli yang
sedang membutuhkan bantuan atau bimbingan. Konseling dapat dianggap
sebagai inti dari proses pemberian pertolongan yang esensial bagi usaha
pemberian bantuan kepada murid pada saat mereka berusaha memecahkan
permasalahan yang mereka hadapi. Namun demikian, konseling tidak dapat
berjalan dengan lancar atau tidak akan sukses apabila tidak juga dibentuk
atas dasar persiapan yang tersusun dalam struktur organisasi.32
Pengertian konseling menurut Rogers adalah serangkaian hubungan
langsung dengan individu yang bertujuan untuk membantunya dalam
mengubah sikap dan tingkah laku. Adapula pengertian konseling menurut
Hanses adalah proses bantuan kepada individu dalam belajar tentang dirinya,
lingkungannya dan metode dalam menangani peran dan hubungan.
Meskipun individu mengalami masalah konseling ia tidak harus remedial.
Konselor dapat membantu seorang individu dengan proses pengambilan
31
Syamsul Yusuf, Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Bandung: Rizqi Press, 2009), h. 38-39
32A. Edward Hoffman, “An Analysis of Counselor Subroles”,
18
keputusan dalam hal pendidikan dan kejujuran serta menyelesaikan masalah
interpersonal.33
Sedangkan pengertian konseling menurut Dra. Hallen A, M.Pd., adalah
salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan di mana proses pemberian
bantuan ini berlangsung melalui wawancara dalam serangkaian pertemuan
langsung dan tatap muka antara guru pembimbing/konseli dengan klien,
dengan tujuan agar klien itu mampu memperoleh pemahaman yang lebih
baik terhadap dirinya, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya, dan
mampu mengarahkan dirinya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
ke arah perkembangan yang optimal, sehingga ia dapat mencapai
kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.34
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa konseling
adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah
kehidupannya dengan wawancara, atau dengan cara-cara yang sesuai dengan
keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidup. Dalam
memecahkan permasalahan yang di miliki, individu dapat memecahkan
dengan kemampuannya sendiri. Dengan demikian, klien tetap dalam
keadaan aktif, memupuk rasa sanggupnya di dalam memecahkan setiap
permasalahan yang mungkin akan dihadapi di dalam kehidupannya.
33
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 12
34
19
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia kata sebaya berarti sama
umurnya atau tuanya; hampir sama (kekayaannya, kepandaiannya, dan
sebagainya); seimbang; sejajar; seangkatan; segenerasi. Sedangkan teman
sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja
atau berbuat.35
Seorang ahli yang bernama Santrock mengatakan bahwa teman sebaya
(peer group) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat
kematangan yang kurang lebih sama.36Peer group adalah sekumpulan
remaja yang sebaya yang mempunyai hubungan erat dan saling tergantung.
Interaksi teman sebaya lebih banyak muncul pada anak-anak yang berjenis
kelamin sama dari pada yang berbeda jenis kelamin.37
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
teman sebaya adalah hubungan individu pada anak-anak atau remaja dengan
tingkat usia yang sama, ciri-ciri yang sama dan memiliki kesenangan yang
sama pula, serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam
kelompoknya. Dengan adanya kelompok teman sebaya, seorang individu
yang sedang berkembang dari fase kanak-kanak menuju dewasa memiliki
kesempatan untuk mengembangkan diri mereka.
35
Kamus Besar Bahasa Indonesia
36
Santrock, J W., Remaja Edisi 11 Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 21
37
20
Dari ulasan dua kata di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konseling
sebaya adalah bantuan yang dilakukan secara tatap muka antara satu teman
dengan sesama teman lainnya yang mengalami masalah yang bertujuan agar
si teman tersebut dapat mengambil keputusan secara mandiri atas
permasalahan yang dihadapinya baik masalah psikologis, sosial dan
lain-lain. Dengan harapan dapat memecahkan masalahnya, memahami dirinya,
mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuan dan potensinya sehingga
mencapai penyesuaian diri yang baik dengan lingkungannya.
Sementara itu, Tindall dan Gray mendefinisikan konseling teman
sebaya sebagai suatu ragam tingkah laku membantu secara interpersonal
yang dilakukan oleh individu non-profesional yang berusaha membantu
orang lain. Menurut Tindall dan Gray, konseling teman sebaya mencakup
hubungan membantu yang dilakukan secara individual (one-to-one helping
relationship), kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian
tutorial, dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu atau
menolong.38
Kesimpulannya konseling sebaya adalah: a) ragam tingkah laku saling
memperhatikan dan saling membantu di antara teman sebaya, b) kegiatan
saling bantu tersebut dilakukan oleh individu non-profesional, c) kegiatan
tersebut berlangsung dalam kehidupan sehari-hari, d) keterampilan yang
38
21
dibutuhkan dalam kegiatan membantu tersebut adalah keterampilan
mendengar secara aktif, dan keterampilan (problem solving) pemecahan
masalah/pengambilan keputusan dengan baik, e) kedudukan antara individu
yang membantu dan individu yang dibantu adalah setara (equal).39
2. Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan
untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai
antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut
dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk
membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan
lingkungannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, penyesuaian diri merupakan salah satu
persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa atau mental individu.
Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan
dalam hidupnya, karena ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri, baik
dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada
umumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres
dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan
penyesuaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan.
39
22
Jadi dapat disimpulkan bahwa, penyesuaian diri adalah usaha manusia
untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungan.40
3. Remaja Akhir
Remaja dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah lain,
seperti puberteit, adolescence dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering
pula diartikan pubertas atau remaja. Remaja merupakan suatu fase
perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung
antara usia 21 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia
12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 12-15-18 tahun dan masa remaja akhir
usia 18-21 tahun. Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan,
tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar
dengan perubahan fisik.41
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan
periode sebelum dan sesudahnya. Seorang ahli yang bernama Gunarsa
menyatakan ciri-ciri tertentu tersebut yaitu masa remaja sebagai periode
yang penting, masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja sebagai
periode perubahan, masa remaja sebagai periode bermasalah, masa remaja
40
http://rumusbelajar.blogspot.com/pengertian-penyesuaian-diri.html diakses pada tanggal 24 Februari 2015
41
23
sebagai masa mencari identitas, masa remaja sebagai usia yang
menimbulkan ketakutan dan masa remaja sebagai ambang masa dewasa.42
Gunarsa menyebutkan bahwa masa remaja sebagai masa peralihan dari
masa anak-anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang
dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Semua aspek
perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara usia
12-21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal,
15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 15-18-21 tahun adalah masa remaja
akhir.43
4. YPPP An-Nuriyah
Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya
adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran
serta mengembangkan, mengamalkan dan menyebarkan ilmu agama Islam
dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku
sehari-hari.
Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah ini adalah salah satu
ponpes putri yang santrinya lebih dominan dengan remaja putri yang juga
tergolong dalam fase remaja akhir yang mengenyam pendidikan tingkat
Perguruan Tinggi dari semester awal sampai semester akhir. Dimana yang
sudah dijelaskan bahwa remaja akhir itu sendiri merupakan masa dimana
42
Gunarsa, S.D., & Gunarsa, Y.S.D, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2006)
43
24
pertumbuhan dan perkembangan seseorang masih labil. Maka sulit untuk
menyesuaikan diri di lingkungan baru mereka. Maka tidak sedikit pula para
santriwati di YPPP An-Nuriyah yang masih semester awal merasa sulit
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru mereka, maka banyak
yang memilih untuk keluar dari pesantren.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan dalam memahami isi dalam tata urutan skripsi ini,
maka penulis sajikan dengan menggunakan sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN, dalam bab ini berisi tentang; latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual dan
sistematika pembahasan.
BAB II : LANDASAN TEORI, dalam bab ini mencakup teori-teori yang
dijadikan sandaran atau dasar dalam menentukan langkah-langkah pengambilan
data. Memaparkan tinjauan pustaka yang digunakan sebagai pijakan peneliti
dalam memahami dan menganalisa fenomena yang terjadi di lapangan. Adapun
landasan teori ini berisi tentang konseling sebaya dalam penyesuaian diri remaja
akhir, yaitu pembahasan mengenai konseling sebaya meliputi pengertian, tujuan
dan fungsi konseling sebaya, prinsip-prinsip konseling sebaya dan proses
pelaksanaan konseling sebaya. Kemudian landasan teori tentang penyesuaian diri
meliputi pengertian, bentuk-bentuk penyesuaian diri, aspek-aspek penyesuaian
diri, karakteristik penyesuaian diri, proses penyesuaian diri dan faktor-faktor
25
mengenai remaja akhir meliputi pengertian remaja, batasan usia remaja, ciri-ciri
masa remaja dan tugas perkembangan masa remaja. Dan selanjutnya landasan
teori tentang Peran Konseling Sebaya Dalam Penyesuaian Diri Remaja Akhir.
BAB III : METODE PENELITIAN, berisi tentang prosedur penelitian
yang meliputi: jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, informan
penelitian, tahap penelitian, metode pengumpulan data dan teknik analisis data.
BAB IV : LAPORAN HASIL PENELITIAN, dalam bab ini menjelaskan
tentang laporan hasil penelitian meliputi: sejarah berdirinya pondok pesantren An
Nuriyah, letak geografis, fasilitas dalam pondok pesantren putri An Nuriyah,
struktur kepengutusan pondok pesantren putri An Nuriyah, bentuk-bentuk
aktivitas di pondok pesantren putri An Nuriyah. Kemudian dilanjutkan penyajian
data yang meliputi deskripsi data tentang konseling sebaya di YPPP An-Nuriyah,
deskripsi data tentang penyesuaian diri remaja akhir di YPPP An-Nuriyah dan
kemudian deskripsi data tentang peran konseling sebaya dalam penyesuaian diri
remaja akhir di YPPP An-Nuriyah. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis
data yang diperoleh tersebut supaya diketahui hasil dari penelitian yang telah
dilakukan.
BAB V : PENUTUP, dalam bab ini merupakan bagian akhir dari
penulisan skripsi ini yang berisi tentang kesimpulan dari penulis serta saran-saran
26
Demikian sistematika pembahasan yang menjadi alur pembahasan skripsi
ini sesuai dengan urutan-urutan penelitiannya dan setelah sampai pada penutupan
BAB II
KAJIAN TEORI
A. KONSELING SEBAYA
1. Pengertian Konseling Sebaya
Secara etimologi, istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu
“consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan
“menerima” atau “memahami”.1
Konseling dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: 1)
pemberian bimbingan oleh yang ahli kepada seorang dengan menggunakan
metode psikologis dan sebagainya, 2) pemberian bantuan oleh konselor
kepada konseli sedemikian rupa sehingga pemahaman terhadap kemampuan
diri sendiri meningkat dalam memecahkan berbagai masalah.2
Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti dikutip Anas
Salahuddin mengungkapkan, bahwa konseling adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli
(disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah
(disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.3
1
Prayitno, Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2004), h. 38-39
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001)
3
28
Adapun pengertian konseling menurut Mortense yang dikutip H.
Muhammad Surya adalah, konseling sebagai suatu proses antar pribadi,
dimana satu orang dibantu oleh satu orang lainnya untuk meningkatkan
pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya.4
Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi
yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu
memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan
menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli
merasa bahagia dan efektif perilakunya.5
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa konseling adalah proses bantuan yang diberikan oleh konselor kepada
klien, agar klien tersebut dapat memahami dan mengarahkan hidupnya sesuai
dengan tujuannya.
Menurut kamus konseling, sebaya yang dalam bahasa Inggris disebut
Peer adalah Kawan. Teman-teman yang sesuai dan sejenis; perkumpulan atau
kelompok pra puberteit yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan terdiri dari
satu jenis.6
Menurut Benimoff teman sebaya yaitu orang lain yang sejajar dengan
dirinya yang tidak dapat memisahkan sanksi-sanksi dunia dewasa serta
4
H. Muhammad Surya, Dasar-dasar Konseling Pendidikan, (Bandung: Bhakti Winaya, 2003), h. 28
5
Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 10
6
29
memberikan sebuah tempat untuk melakukan sosialisasi dalam suasana
nilai-nilai yang berlaku dan telah ditetapkan oleh teman-teman seusianya dimana
anggotanya dapat memberi dan menjadi tempat bergantung. Menurut
Benimoff, orang lain yang sejajar diatas merupakan orang yang mempunyai
tingkat perkembangan dan kematangan yang sama dengan individu, dengan
kata lain teman sebaya adalah teman yang seusia.7
Menurut Santrock teman sebaya adalah individu-individu atau remaja
dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama. Keduanya
memiliki kesamaan dalam memberikan batasan pada pengertian teman
sebaya yaitu bahwa teman sebaya merupakan teman yang sejajar atau
memiliki tingkat usia dan kematangan yang sama.8
Teman sebaya adalah sekelompok individu yang mempunyai
kesamaan dalam minat, nilai-nilai, pendapat, dan sifat-sifat kepribadian.
Kesamaan inilah yang menjadi faktor utama pada individu dalam
menentukan daya tarik hubungan interpersonal dengan teman seusianya.9
Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk
memberikan sumber informasi dan komparasi tentang dunia di luar keluarga.
Melalui kelompok teman sebaya individu menerima umpan balik dari
teman-teman mereka tentang kemampuan mereka. Remaja menilai apa-apa yang
7
Hurlock, Elizabeth B., Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 214
8
Santock, J.W, Life Span Development-Perkembangan Masa Hidup, (Alih Bahasa Achmad Chusairi dan Juda Damanik), (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 232
9
30
mereka lakukan, apakah dia lebih baik dari pada teman-temannya, apakah
sama dengan teman-temannya, ataukah lebih buruk dari apa yang remaja lain
kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan dalam keluarga karena
saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda (bukan sebaya).10
Dari beberapa pendapat tokoh diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
teman sebaya merupakan orang lain yang sejajar dengan tingkat usia dan
kematangan yang sama serta biasa bermain dan melakukan aktivitas secara
bersama-sama atau interaksi.
Konseling sebaya adalah program bimbingan yang dilakukan oleh
individu terhadap individu yang lainnya. Individu yang menjadi pembimbing
sebelumnya diberikan latihan atau bimbingan oleh konselor. Individu yang
menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu
individu lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik
maupun non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator
yang membantu konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi,
perkembangan atau masalah individu yang perlu mendapat layanan bantuan
bimbingan atau konseling.11
Konselor sebaya menurut salah satu ahli barat yang bernama Carr
adalah seseorang yang terlatih dan mendapat pengawasan untuk memberikan
10
Santock, J.W, Life Span Development-Perkembangan Masa Hidup, (Alih Bahasa Achmad Chusairi dan Juda Damanik), (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 287
11Suwarjo, “
Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) untuk Mengembangkan Resiliensi
31
bantuan dan dukungan kepada orang yang sama umurnya atau dalam hal
yang lain.12
Menurut Carr bimbingan konseling sebaya (Peer Counseling)
merupakan suatu cara bagi individu untuk belajar bagaimana memperhatikan
dan membantu individu lain, serta menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Sementara itu Tindall dan Gray mendefinisikan konseling sebaya
sebagai suatu ragam tingkah laku membantu secara interpersonal yang
dilakukan oleh individu nonprofesional yang berusaha membantu orang lain.
Menurut Tindall dan Gray konseling sebaya mencakup hubungan membantu
yang dilakukan secara individual (one-to-one helping relationship),
kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian pertimbangan,
tutorial dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu atau
menolong.13
Definisi lain menekankan konseling sebaya sebagai suatu metode,
seperti dikemukakan oleh Kan bahwa “Konseling sebaya adalah
memecahkan masalah menggunakan keterampilan dan mendengarkan secara
aktif, untuk mendukung orang-orang yang sebaya dengan kita”.14
Meskipun demikian, Kan mengakui bahwa keberadaan konseling
32
pendekatan. Berbeda dengan Tindall dan Gray, Kan membedakan antara
konseling teman sebaya dengan dukungan teman sebaya (peer support).
Menurut Kan, peer support lebih bersifat umum (bantuan informal; saran
umum dan nasehat diberikan oleh dan untuk teman sebaya); sementara peer
counseling merupakan suatu metode yang terstruktur.15
Konseling sebaya merupakan suatu bentuk pendidikan psikologis yang
disengaja dan sistematik. Konseling sebaya memungkinkan individu untuk
memiliki keterampilan-keterampilan guna mengimplementasikan
pengalaman kemandirian dan kemampuan mengontrol diri yang sangat
bermakna bagi remaja. Secara khusus konseling teman sebaya tidak
memfokuskan pada evaluasi isi, namun lebih memfokuskan para proses
berfikir, proses-proses perasaan dan proses pengambilan keputusan. Dengan
cara yang demikian, konseling sebaya memberikan kontribusi pada
dimilikinya pengalaman yang kuat yang dibutuhkan oleh para remaja yaitu
respect.16
Adapun menurut Judy “Konseling sebaya didefinisikan sebagai
berbagai perilaku membantu interpersonal (individu lain) yang dilakukan
oleh non profesional yang melakukan peran membantu kepada orang lain.”17
15Suwarjo, “
Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) untuk Mengembangkan Resiliensi Remaja,” Makalah Disampaikan dalam Seminar Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP UNY, 29 Februari 2008
16
Ibid., 29 Februari 2008
17Agus Akhmadi, “
33
Kerangka pemikiran konsep Peer Helper Salzer and his Associates18
mengemukakan lima teori yang mendasari Peer Delivered services, yaitu:
teori dukungan sosial, experience knowledge, helper-therapy, teori
pembelajaran sosial, dan teori perbandingan sosial. Studi lain yaitu social
interest yang dikemukakan oleh Adlerian menjelaskan mengenai pelatihan
peer helper, bahwa dalam perkembangannya teori Adler menyatakan bahwa
dengan menolong antara sesama akan meningkatkan rasa kebersamaan dan
rasa saling kebergantungan antara individu. Pendapat lain menyatakan
bahwa, dengan menolong sesamanya, individu membantu dirinya untuk
mengembangkan sense of being and living.19
Terlepas dari penelitian mengenai peer helper, diperlukan adanya
beberapa teori yang benar-benar menjadi dasar pengembangan dan asumsi
awal mengenai peer helper. Konsep mengenai peer helper dalam Family
Health International20 mengemukakan asumsi serta dasar pengembangan
peer helper, yaitu:
a. Social Learning Theory (Bandura). Dimana teori ini mengemukakan
bahwa manusia merupakan model bagi manusia lainnya, dan beberapa
orang (significant other) memiliki pengaruh untuk mendatangkan
18Aldag, “Developing Peer Helping Program And Testing Effectiveness”.
Thesis of middle east tecnical University. Disertasi doktor pada Social Sciences of Middle East Technical University, (2005), h. 4
19
Ibid., h. 4
20
34
perubahan pada diri individu, baik itu secara nilai-nilainya maupun
persepsi mereka.
b. Theory of Reasoned Action, menyatakan bahwa satu elemen yang paling
mempengaruhi perubahan perilaku pada diri suatu individu mengenai
orang lain disekitarnya terletak pada bagaimana norma sosial serta
persepsi yang dimiliki.
c. Diffusion of innovation Theory, menyatakan bahwa orang yang dapat
dipercaya (dalam hal ini adalah pemimpin) dari suatu populasi merupakan
seseorang yang membawa perubahan pada perilaku melalui pemberian
informasi dan mempengaruhi norma dalam kelompok pada suatu
komunitas.
Berbagai macam teori yang dikemukakan di atas bukanlah menjadi
sesuatu hal yang bertolak belakang antara satu dengan yang lainnya.
Teori-teori dasar yang dikemukakan merupakan suatu upaya dalam memahami
konsep peer helper secara lebih mendalam.21
Dapat disimpulkan bahwa konseling sebaya adalah layanan bantuan
konseling yang diberikan oleh teman sebayanya yang telah terlebih dahulu
diberikan pelatihan-pelatihan untuk menjadi konselor sebaya sehingga dapat
memberikan bantuan baik secara individual maupun kelompok kepada
21
35
teman-temannya yang bermasalah atupun mengalami berbagai hambatan
dalam perkembangan ke pribadiannya.
2. Tujuan dan Fungsi Konseling Sebaya
Konseling sebaya dipandang cukup efektif karena diberikan oleh
teman sebayanya sendiri. Pada remaja ada kecenderungan untuk memiliki
keyakinan bahwa hanya dia yang mengalami pengalaman unik, bukan orang
dewasa lain. Oleh karena itu, penguatan melalui konseling sebaya dipandang
cukup bermakna untuk dilakukan. Adapun tujuan konseling sebaya adalah
sebagai berikut:
a. Tujuan Konseling Sebaya
Ada beberapa tujuan dari konseling sebaya menurut beberapa ahli.
Menurut Mary Rebeca, tujuan konseling sebaya adalah:
1) Memanfaatkan proteksi kaum muda
2) Sumber daya manusia yang paling berharga
3) Mempersiapkan kaum muda menjadi pemimpin bangsanya dimasa
depan
4) Membantu kaum muda mengembangkan kepribadian mereka
5) Membantu kaum muda menjernihkan dan membentuk nilai-nilai
36
6) Meningkatkan kemampuan kaum muda melakukan perubahan di
tengah masyarakat mereka.22
b. Fungsi dan Manfaat Konseling Sebaya
1) Fungsi dari konseling sebaya menurut beberapa ahli:
a) Menurut Krumbolth fungsi Konseling Sebaya adalah:
(1) Membantu individu lain memecahkan permasalahannya.
(2) Membantu individu lain yang mengalami penyimpangan fisik.
(3) Membantu individu-individu baru dalam menjalani pekan
orientasi individu untuk mengenal sistem dan suasana sekolah
secara keseluruhan.
(4) Membantu individu baru membina dan mengembangkan
hubungan baru dengan teman sebaya dan personil sekolah.
(5) Melakukan tutorial dan penyesuaian sosial bagi
individu-individu asing.23
2) Fungsi konselor sebaya menurut Regation adalah sebagai:
a) Sahabat yang bersedia membantu, mendengarkan dan memahami,
b) Fasilitator yang bersedia membantu remaja untuk tumbuh dan
berkembang bersama kelompoknya,
22
Mary Rebeca, Peer Counseling, A way of Life, (Manila: The Peer Counseling Foundation, 1982), h. 16
23Kusmilah, Rimayanti, Aini, Hartanto D dan Purwoko, “
Model Peer Counseling dalam
37
c) Sebagai pemimpin yang karena kepeduliannya pada orang lain
menjadi penggerak perubahan sosial.24
c. Sedangkan manfaat konseling sebaya yakni:
Manfaat konseling sebaya untuk individu menurut Hamburd:
1) Individu memiliki kemampuan melakukan pendekatan dan membina
percakapan dengan baik serta bermanfaat dengan orang lain.
2) Individu memiliki kemampuan mendengar, memahami dan merespon
(3M), termasuk komunikasi nonverbal (cara memandang, cara
tersenyum dan melakukan dorongan minimal).
3) Individu memiliki kemampuan mengamati dan menilai tingkah laku
orang lain dalam rangka menentukan apakah tingkah laku itu
bermasalah atau normal.
4) Individu memiliki kemampuan untuk berbicara dengan orang lain
tentang masalah dan perasaan pribadi.
5) Individu memiliki kemapuan untuk mengembangkan tindakan
alternatif sewaktu menghadapi masalah.
6) Individu memiliki kemampuan untuk mengembangkan keterampilan
observasi atau pengamatan agar dapat membedakan tingkah laku
abnormal; terutama mengidentifikasi masalah dalam menggunakan
minuman keras, masalah terisolasi dan masalah kecemasan.
24
38
7) Individu memiliki kemampuan mengalih tangankan konseli untuk
menolongnya memecahkan masalah jika dalam konseling sebaya
tidak dapat menyelesaikan.
8) Individu memiliki kemampuan mendemonstrasikan kemampuan
bertingkah laku yang beretika.25
3. Prinsip-prinsip Konseling Sebaya
Hubungan-hubungan yang terjadi dalam konseling sebaya dilakukan
dengan memegang prinsip-prinsip sebagai berikut:26
a. Informasi (termasuk masalah) yang dibahas dalam pertemuan konseling
sebaya adalah rahasia. Dengan demikian, apa yang dibahas dalam
kelompok haruslah menjadi rahasia kelompok, dan apa yang dibahas oleh
sepasang teman, menjadi rahasia bersama tidak boleh dibagikan kepada
orang lain.
b. Harapan, hak-hak, nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan “konseli”
dihormati.
c. Tidak ada penilaian dalam pertemuan konseling sebaya.
d. Pemberian informasi dapat menjadi bagian dari konseling sebaya,
sedangkan pemberian nasihat tidak.
e. Teman yang dibantu (konseli) bebas untuk membuat pilihan, dan kapan
akan mengakhiri pertemuan konseling.
25
http://mgbkmalang.wordpress.com/ diakses pada tanggal 24 Februari 2015
26
39
f. Konseling sebaya dilakukan atas dasar kesetaraan (equality).
g. Setiap saat “konseli” membutuhkan dukungan yang tidak dapat dipenuhi
melalui konseling sebaya, dia di alih tangankan kepada konseling ahli,
lembaga, atau organisasi yang lebih tepat.
h. Kapanpun membutuhkan, “konseli” memperoleh informasi yang jelas
tentang konseling sebaya, tujuan, proses, dan teknik yang digunakan
dalam konseling sebaya sebelum mereka memanfaatkan layanan
tersebut.27
4. Proses Pelaksanaan Konseling Sebaya
Dalam proses pelaksanaan konseling sebaya harus memperhatikan
langkah, teknik serta keterampilan konseling sebaya. Adapun
langkah-langkah konseling sebaya adalah sebagai berikut:
Langkah-langkah dalam membangun konseling sebaya menurut salah
seorang ahli yang bernama Suwarjo adalah sebagai berikut:
1) Pemilihan calon “konselor” teman sebaya. Meskipun keterampilan
pemberian bantuan dapat dikuasai oleh siapa saja, faktor kesukarelaan
dan faktor kepribadian pemberi bantuan (“konselor” sebaya) ternyata
sangat menentukan keberhasilan pemberian bantuan. Oleh karena itu
perlu dilakukan pemilihan calon “konselor” sebaya. Pemilihan didasarkan
pada karakteristik-karakteristik hangat.
27
40
Adapun karakteristik-karakteristik tersebut adalah; memiliki minat untuk
membantu, terbuka dan mampu berempati, memiliki disiplin yang baik,
dapat diterima orang lain, toleran terhadap perbedaan sistem nilai,
energik, memiliki emosi yang stabil, mampu bersosialisasi dan menjadi
model yang baik bagi teman-temannya, dan memiliki prestasi belajar
yang cukup baik, serta mampu menjaga rahasia.
2) Pelatihan calon “konselor” teman sebaya. Tujuan utama pelatihan
“konselor” sebaya adalah untuk meningkatkan jumlah remaja yang
memiliki dan mampu menggunakan keterampilan-keterampilan
pemberian bantuan. Pelatihan ini tidak dimaksudkan untuk menghasilkan
personal yang menggantikan fungsi dan peran konselor. Sikap dan
keterampilan dasar konseling yang meliputi kemampuan berempati,
kemampuan melakukan attending, keterampilan bertanya dan
keterampilan lainnya. Penguasaan terhadap kemampuan membantu diri
sendiri dan kemampuan untuk membangun komunikasi interpersonal
secara baik akan memungkinkan seorang remaja memiliki sahabat yang
cukup.
3) Pelaksanaan dan pengorganisasian konseling teman sebaya. Dalam
praktiknya, interaksi “konseling” teman sebaya lebih banyak bersifat
41
kapan saja dan dimana saja, tidak perlu menunda. Meskipun demikian
prinsip-prinsip kerahasiaan tetap ditegakkan.28
Adapun teknik dalam konseling sebaya adalah sebagai berikut:
Teori konsep mengenai konselor sebaya dalam Family Health
International oleh Aldag, mengemukakan asumsi serta dasa pengembangan
konselor sebaya, yaitu: Psikologi Konseling.29
Teknik Psikologi Konseling antara lain:
a. Attending. Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien
yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa
lisan. Contoh: kepala; melakukan anggukan jika setuju, ekspresi
wajah; tenang, ceria, senyum.
b. Empathizing. Keterampilan atau teknik yang digunakan konselor
untuk memusatkan perhatian kepada klien agar klien merasa dihargai
dan terbina suasana yang kondusif, sehingga klien bebas
mengekspresikan atau mengungkapkan pikiran, perasaan, ataupun
tingkah lakunya. Kemampuan untuk mengenali dan berhubungan
dengan emosi dan pikiran orang lain. Melihat sesuatu melalui cara
pandang dan perasaan orang lain.
28Suwarjo, “
Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) untuk Mengembangkan Resiliensi
Remaja”, Makalah disampaikan dalam seminar Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP UNY, 29 Februari 2008, h. 9-10
29Aldag, “Developing Peer Helping Program And Testing Effectiveness”.
42
c. Summarizing. Keterampilan konselor untuk mendapatkan kesimpulan
atau ringkasan mengenai apa yang telah dikemukakan oleh konseli.
d. Questioning. Teknik mengarahkan pembicaraan dan memberikan
kesempatan pada konseli untuk mengolaborasi, mengeksplorasi atau
memberikan jawaban dari berbagai kemungkinan sesuai dengan
keinginan konseli dan bersifat mendalam Psikologi konseling.
e. Mengarahkan (Directing). Yaitu teknik untuk mengajak dan
mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien
untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.
Menurut Mary Rebeca teknik konseling sebaya menggunakan
teknik-teknik yang ringan, seperti: memberi salam, memberi pujian,
kenang-kenangan di masa lalu yang menyenangkan, teknik melengkapi
kalimat, memberikan dukungan-peneguhan dan lain sebagainya.30
Drs. Sucipto juga berpendapat sama, bahwa keterampilan konselor
sebaya yang diperlukan relatif sangat sederhana apabila dibandingkan
dengan keterampilan konselor profesional.31
Adapun keterampilan konselor sebaya menurut Drs. Sucipto adalah
sebagai berikut:
30
Mary Rebeca Regation, Peer Counseling, A way of Life, (Manila: The Peer Counseling Foundation, 1982), h. 10
31
43
a. Membina suasana yang aman, nyaman, dan menimbulkan rasa
percaya klien terhadap konselor
b. Melakukan komunikasi interpersonal, yaitu hubungan timbal balik
yang bercirikan:
1) Komunikasi dua arah
2) Perhatian pada aspek verbal dan non verbal
3) Penggunaan pertanyaan untuk menggali informasi, perasaan
dan pikiran
4) Kemampuan melakukan 3M (mendengar yang aktif, memahami
secara positif, dan merespon secara tepat)
5) Jaga kontak mata dengan lawan bicara/klien (sesuaikan dengan
budaya setempat) tunjukkan minat mendengar
6) Jangan memotong pembicaraan klien, atau melakukan kegiatan
lain
7) Ajukan pertanyaan yang relevan
8) Tunjukkan empati
9) Lakukan refleksi dengan cara mengulang kata-kata klien
dengan menggunakan kata-kata sendiri.
10)Mendorong klien untuk terus bicara dengan memberikan
dorongan minimal, seperti ungkapan (oh ya.., ehm..., bagus),
44
Selain itu metode konseling sebaya menurut Van Kan adalah
kombinasi dari: Filsafat atau pendekatan kepada orang-orang, dan
gabungan dari beberapa teknik. Satu tanpa yang lain dapat menarik atau
berguna, tapi tidak bisa disebut konseling sebaya. Pendekatan kepada
orang-orang dalam konseling sebaya tersirat dalam prinsip-prinsip
dan elemen pusat. Teknik yang diterapkan adalah:32
a. Mendengarkan secara aktif
Mendengarkan dengan baik merupakan setidaknya 50%
dari proses konseling sebaya. Konselor sebaya menggunakan
keterampilan khusus untuk memungkinkan dan mendorong klien
untuk bicara.
b. Pemecahan masalah
Konseling sebaya dapat digunakan untuk membantu
penyandang cacat untuk memecahkan masalahnya sendiri.
Konselor sebaya dapat mengajukan pertanyaan dan memberikan
teknik untuk membantu konseli mengklarifikasi tindakan, jika
ada, dia ingin mengambil dan kapan.
c. Kesadaran tubuh
Pentingnya kesadaran tubuh terletak pada kenyataan bahwa,
aspek fisik, emosional, dan spiritual mental manusia semua
32
45
saling terkait. Tidak ada teknik kesadaran tubuh tertentu untuk
konseling sebaya. Kesadaran tubuh adalah semata-mata pada
mengalami, melakukan kontak, sehingga napas dan gerak tubuh
menjadi perlu dan hal ini dapat menyenangkan.
Teknik apa yang digunakan dan bagaimana intensif,
tergantung pada kebutuhan dan keinginan konseli, dan pada
keterampilan dan tingkat kesadaran tubuh konselor sebaya tersebut.
d. Perencanaan
Dalam banyak kasus proses perencanaan akan terhubung
dengan pemecahan masalah. Perencanaan ini dilakukan oleh
kedua belah pihak yakni konselor sebaya dan konseli. Perencanaan
tersebut untuk mencapai tujuan yakni untuk menempatkan hal-hal
yang perlu dilakukan dan kemudian melakukannya.
e. Pertumbuhan pribadi
Konselor sebaya sendiri menghasilkan pertumbuhan pribadi,
kecuali yang tidak dilakukan dengan benar. Teknik-teknik yang
dijelaskan di sini membutuhkan pimpinan, dan karena mereka
berhubungan langsung dengan kehidupan batin seseorang.33
33