• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KONSELING SEBAYA DALAM PENYESUAIAN DIRI REMAJA AKHIR : STUDI KASUS SANTRIWATI BARU DI YAYASAN PONDOK PESANTREN PUTRI AN-NURIYAH WONOCOLO SURABAYA TAHUN 2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN KONSELING SEBAYA DALAM PENYESUAIAN DIRI REMAJA AKHIR : STUDI KASUS SANTRIWATI BARU DI YAYASAN PONDOK PESANTREN PUTRI AN-NURIYAH WONOCOLO SURABAYA TAHUN 2014."

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KONSELING SEBAYA DALAM PENYESUAIAN DIRI

REMAJA AKHIR

(Studi Kasus Santriwati Baru Di Yayasan Pondok Pesantren Putri

An-Nuriyah Wonocolo Surabaya Tahun 2014)

SKRIPSI

Oleh :

RENY WISUDAWATI NING ARUM D03211005

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Reny Wisudawati Ning Arum. 2015. Judul : “Peran Konseling Sebaya Dalam Penyesuaian Diri Remaja Akhir (Studi Kasus Santriwati Baru Di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya Tahun 2014)”.

Dalam proses perkembangan sosial, seorang remaja masih melalui proses penyesuaian diri dengan lingkungannya, baik dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Perkembangan sosial individu sangat tergantung pada kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta keterampilan mengatasi masalah yang dihadapinya, sehingga ia merasa puas terhadap dirinya dan terhadap lingkungannya.

Begitu juga pada remaja akhir, berbagai permasalahan yang terjadi dalam diri remaja akhir khususnya dilingkungan pondok pesantren yang kebanyakan masalah yang dihadapi adalah masalah penyesuaian diri. Dengan konseling sebaya dirasa efektif dilaksanakan di lingkungan anak remaja. Karena anak seusia remaja dengan tingkatan usia kedewasaan yang relatif sama, biasanya cenderung berkelompok dan membentuk teman sebaya. Dalam hal ini peran konseling sebaya dirasa perlu untuk mempermudah mereka dalam proses penyesuaian diri dengan teman, lingkungan, dan aturan yang ada di dalam pondok pesantren.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dalam penulisan skripsi ini penulis mengangkat judul Peran Konseling Sebaya Dalam Penyesuaian Diri Remaja Akhir (Studi Kasus Santriwati Baru Di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya Tahun 2014).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konseling sebaya di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya, untuk mengetahui penyesuaian diri remaja akhir di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya, dan untuk mengetahui peran konseling sebaya dalam penyesuaian diri remaja akhir di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya.

Pada penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dan menggunakan jenis penelitian studi kasus. Data-data tersebut diperoleh dari observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan dapat disimpulkan bahwa di dalam pondok pesantren putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya seoarang remaja akhir memiliki masalah dalam penyesuaian diri dengan teman, lingkungan, hingga aturan yang ada dalam pondok. Penulis meneliti santri di kamar PBA angkatan 2014 dengan melakukan pengamatan secara langsung mengenai konseling sebaya dalam penyesuaian diri para santri.

Setelah melakukan konseling sebaya untuk membantu santri remaja akhir dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang ada di dalam pondok pesantren. Secara tidak langsung proses yang dilakukan dalam konseling sebaya mampu membuat santri memahami dan mengenal dirinya dan lingkungannya, sehingga apa yang dirasakan mereka sangat berpengaruh terhadap perilaku sehari-hari mereka.

.

(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

G. Sistematika Pembahasan ... 24

BAB II KAJIAN TEORI A. Konseling Sebaya 1. Pengertian Konseling Sebaya ... 27

2. Tujuan dan Fungsi Konseling Sebaya ... 35

3. Prinsip-prinsip Konseling Sebaya ... 38

4. Proses Pelaksanaan Konseling Sebaya ... 39

B. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri ... 46

2. Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri ... 49

3. Aspek-aspek Penyesuaian Diri ... 51

(7)

5. Proses Penyesuaian Diri ... 59

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri 61 C. Remaja Akhir 1. Pengertian Remaja ... 64

2. Batasan Usia Remaja ... 66

3. Ciri-ciri Masa Remaja ... 67

4. Tugas Perkembangan Masa Remaja ... 69

D. Peran Konseling Sebaya dalam Penyesuaian Diri Remaja Akhir 72 BAB III METODE PENELITIAN 1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren An Nuriyah ... 89

2. Letak Geografis ... 94

3. Fasilitas dalam Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah ... 95

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana telah dipahami bahwa dalam perkembangannya manusia

akan melewati masa remaja. Remaja adalah anak manusia yang sedang tumbuh

selepas masa anak-anak menjelang dewasa. Dalam masa ini, yaitu masa yang

labil, tubuhnya berkembang sedemikian pesat dan terjadi perubahan-perubahan

dalam bentuk fisik dan psikis.1

Badannya tumbuh berkembang menunjukkan tanda-tanda orang dewasa,

perilaku sosialnya berubah semakin menyadari keberadaan dirinya, ingin diakui

dan berkembang pemikiran maupun wawasannya secara lebih luas.2 Dalam

kehidupan sosial banyak pula permasalahn yang di alami oleh para remaja akhir

terutama remaja akhir, dan salah satu permasalahnnya adalah sulit untuk

menyesuaikan diri.

Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan

pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Penyesuaian diri adalah proses

bagaimana individu mencapai keseimbangan hidup dalam memenuhi kebutuhan

sesuai dengan lingkungan. Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang

hayat, dan manusia terus menerus berusaha menemukan dan mengatasi tekanan

1

Muhammad Al-Mighwar, Psikologi Remaja, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h. 19

2

(9)

2

dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat. Penyesuaian diri adalah

sebagai suatu proses kearah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan

eksternal. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan,

frustasi, dan individu di dorong meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk

membebaskan diri dari ketegangan.3

Individu di katakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia

dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar dapat di terima oleh

lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.

Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu

primer dalam penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang mendukung,

mempengaruhi, atau menimbulkan efek bagi proses penyesuaian. Secara

sekunder proses penyesuaian ditentukan oleh faktor-faktor yang menentukan

kepribadian itu sendiri baik internal maupun eksternal.4

Jadi jika mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan

lingkungan baru mereka maka mereka akan memilih untuk keluar dari pondok

pesantren. Misalnya yang terjadi di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah

ini.

Masa remaja, menurut Mappiare berlangsung antara umur 12-21 tahun

bagi wanita, dan 13-22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi

3

Sri Rumini dan Siti Sundari, Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h. 67

4

(10)

3

menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah

remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja

akhir.5

Dari pembagian Mappiare tersebut, dapat kita simpulkan bahwa masa

remaja akhir ialah masa ketika seseorang individu berada pada usia 17/18 tahun

sampai dengan 21/22 tahun. Dimana saat usia ini rata-rata setiap remaja

memasuki sekolah menengah tingkat atas. Ketika remaja duduk dikelas terakhir

biasanya orang tua menganggapnya hampir dewasa dan berada diambang

perbatasan untuk memasuki dunia kerja orang dewasa.6

Menurut Pieget dalam bukunya Hurlock adalah secara psikologis masa

remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia

dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua

melainkan berada dalam tingkatan yang sama.7 Sekurang-kurangnya dalam

masalah hak integrasi dalam masalah masyarakat (dewasa) mempunyai banyak

aspek afektif, kurang lebih berhubungan dengan masalah puber. Termasuk juga

perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari

cara berfikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam

5

Mappiare Andi, Psikologi Remaja, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), h. 20

6

Ibid., 20

7

(11)

4

hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang

umum dari periode perkembangan ini.8

Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas, mereka sudah

termasuk golongan anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk

masuk ke golongan orang dewasa, remaja ada di antara anak dan orang dewasa.

Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau

fase “topan dan badai” remaja masih belum mampu menguasai dan

memfungsikan secara maksimal fisik maupun psikisnya.9

Salah satu tugas perkembangan remaja yang sulit adalah berhubungan

dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis

dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan

dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah.10

Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus banyak

membuat penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri

dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku

sosial, pengelompokkan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi

persahabatan, nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial dan

nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.11

http://belajarpsikologi.com/tugas-perkembangan-remaja/diakses pada tanggal 23 Februari 2015

11

(12)

5

Menurut Yusuf mengungkapkan bahwa dalam proses perkembangan

sosial, anak juga dengan sendirinya mempelajari proses penyesuaian diri dengan

lingkungannya, baik dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.12

Perkembangan sosial individu sangat tergantung pada kemampuan individu

untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta keterampilan mengatasi

masalah yang dihadapinya, sehingga ia merasa puas terhadap dirinya dan

terhadap lingkungannya.13

Karena remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama dengan

teman-teman sebaya sebagai kelompok dan bisa dikatakan 70% dipengaruhi teman-teman,

maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap,

pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh

keluarga.14

Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang

erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan

masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya,

individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam

hatinya dari angan-angan, pemikiran, dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada

mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan

dorongan-dorongannya. Dalam semuai itu individu menemukan telinga yang mau

12

Syamsul Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 18

13

Ema Susilowati, Kematangan Emosi dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa Ekselerasi Tingkat SMP. Jurnal Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, 2013

14

(13)

6

mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu

dengannya.15

Konseling adalah proses pemberian bantuan seseorang kepada orang lain

dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui

pemahaman suatu fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan klien.16

Secara sederhana teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan

tingkat kedewasaan yang relative sama. Biasanya cenderung berkelompok dan

mebentuk kelompok teman sebaya (peer group) atau yang populer disebut geng.

Menurut John W. Santrock dalam buku Psikologi Remaja, Peer group adalah

sekumpulan remaja yang sebaya yang mempunyai hubungan erat dan saling

tergantung. Interaksi teman sebaya lebih banyak muncul pada anak-anak yang

berjenis kelamin sama dari pada yang berbeda jenis kelamin.17

Teman sebaya sebagai panggung dimana remaja dapat menguji diri

sendiri dan orang lain. Di dalam kelompok ini juga seseorang belajar menjadi

pemimpin, merumuskan dan memperbaiki konsep diri serta mendapat penilaian

dari orang yang sejajar dengan dirinya.18

15

Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 206

16

http://syarifaumi.wordpress.com/konselor-sebaya/diakses pada tanggal 23 Februari 2015

17

Yulita Rintyastini & Yulia Charlotte Suzy, Bimbingan Konseling SMP Kelas VII, (Jakarta: Esis, 2005), h. 28

18

(14)

7

Dengan demikian peer group menjadi salah satu tempat baik bagi remaja

untuk bereksperimen dan membangun kemandirian baik emosi maupun perilaku

dari orang tua, bagaimana dukungan emosi mereka terutama ketika anggotanya

mengalami masa peralihan yang kompleks menuju kedewasaan dan bagaimana

nilai-nilai dalam kelompok memberikan tuntunan moral pada anggotanya.

Namun terkadang peer group juga sering dijadikan tempat untuk menghindari

aturan-aturan yang dibuat oleh orang dewasa.19

Menurut Nelson-Jones dalam bukunya Marry Rebecca, konseling sebaya

sebagai konsep relatif masih asing bagi telinga kita, walaupun dalam kehidupan

sehari-hari mungkin sudah cukup sering dipraktekkan. Dalam konseling sebaya

pertolongan itu diberikan oleh individu awal yang sebaya. Konseling sebaya

diciptakan untuk menyiapkan dan pemanfaatan tenaga-tenaga nonprofesional

untuk memperluas kesempatan bagi individu guna mendapatkan layanan

konseling.20

Konseling sebaya merupakan salah satu jenis pelatihan para profesional

yang paling banyak dimanfaatkan dalam bidang layanan konseling. Jadi

konseling sebaya merupakan salah satu bentuk pemberian layanan konseling

19

http://kristianakristiana.blogspot.com/teman-sebaya.html diakses pada tanggal 23 Februari 2015

20

(15)

8

kelompok secara tidak langsung dan lahir dari keprihatinan untuk menjadikan

konseling sebagai proses belajar, saling menolong antar sebaya (sahabat).21

Tujuan konseling sebaya lebih-lebih memang menolong anak muda

mengatasi aneka perasaan negatif terhadap diri mereka sendiri, termasuk

perasaan sepi dan terisolasi atau tidak punya teman, dan mengajri mereka dengan

berbagai keterampilan yang diperlukan untuk hidup atau yang sering disebut

lifeskill, seperti keterampilan berkomunikasi, memecahkan masalah, mengatasi

konflik, mengambil keputusan, mengatasi kecemasan serta stres, dan

sebagainya.22

Konseling sebaya dirasa efektif dilaksanakan di lingkungan anak remaja.

Anak seusia remaja dengan tingkatan usia kedewasaan yang relatif sama,

biasanya cenderung berkelompok dan membentuk teman sebaya (peer group)

yang populer disebut geng. Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini

bertujuan untuk meningkatkan penyesuaian diri yang baik melalui konseling

sebaya pada remaja.23

Menurut Tindal & Gray konseling sebaya sebagai ragam tingkah laku

membentuk secara interpersonal yang dilakukan oleh individu non profesional

yang berusaha membantu orang lain. Konseling teman sebaya dianggap penting

karena sebagian besar remaja lebih sering membicarakan masalah-masalah

21

Ibid., h. 7

22

Ibid., h. 7

23

(16)

9

mereka dengan teman sebaya dibandignkan dengan orang tua, atau guru

pembimbing disekolah. Remaja mempunyai ikatan terhadap teman sebaya yang

kuat. Hal tersebut dikarenakan remaja merasa bahwa orang dewasa tidak dapat

memahami mereka dan mereka meyakini bahwa hanya sesama merekalah yang

dapat saling memahami.

Dalam postingan Wahyudi Puspita menyebutkan bahwa program

konseling teman sebaya mempunyai alasan-alasan yang rasional, terstruktur,

aktifitasnya khas atau spesifik, personal yang melakukannya juga khusus dan

diorganisir secara terus menerus. Program ini merupakan usaha mempengaruhi

(memperbaiki tingkah laku yang dimiliki oleh siswa), yaitu tingkah laku yang

dapat membedakan antara tingkah laku yang pantas dengan tidak pantas, dan

menggunakan tingkah laku yang pantas menjadi identitas pribadi yang

diharapkan, serta menemukan berbagai cara pemecahan masalah, dan

memberikan pengalaman yang memberikan motifasi mengikuti pelatihan untuk

pengembangan diri mereka sebagai orang dewasa yang matang dan bertanggung

jawab.24

Dengan demikian pengertian yang diterima dari temannya akan

membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri. Ini sangat

membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang

24

(17)

10

menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti akan dirinya,

maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya dan berusaha menerima

dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian dia akan

menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sesuai dengan potensi yang

dimilikinya.25

Eksistensi pesantren ternyata sampai saat ini di tengah-tengah deru

modernisasi, pesantren tetap bisa bertahan (survive) dengan identitasnya sendiri.

Bahkan akhir-akhir ini para pengamat dan praktisi pendidikan dikejutkan dengan

tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan pondok pesantren di

tanah air ini. Pertumbuhan pesantren yang semula tumbuh di pelosok-pelosok

desa kini bermunculan juga di kota-kota besar. Adapun ruang lingkup pesantren

dilihat dari lingkup pendidikan adalah mulai dari RA, MI, MTs, MA juga dalam

lingkup PT (Perguruan Tinggi) seperti Yayasan Pondok Pesantren Putri (YPPP)

An-Nuriyah Wonocolo Surabaya.26

Kalau demikian adanya, tidak berlebihan jika kita mengakui

bahwasannya pendidikan pesantren mampu menciptakan generasi berintegrasi

tinggi, bertanggung jawab atas ilmu yang diperolehnya, sadar akan

penciptaannya sebagai kholifah di bumi yang memiliki tugas untuk

memakmurkan dan membangun bumi ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan

25

http://belajarpsikologi.com/pembentukan-penyesuaian-diri/ diakses pada tanggal 24 Februari 2015

26

(18)

11

oleh yang menugaskan, yaitu Allah SWT. Dengan cara tetap berada dalam

koridor pengabdian kepada Allah, sehingga sejalan dengan tujuan penciptaannya

yakni mengabdi, dengan menjadikan dan mengarahkan segala aktivitasnya

kepada Allah SWT. Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan

agama Islam dengan sistem komplek asrama sebagai tempat tinggal santri dalam

menerima pendidikan.27

Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya adalah

lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta

mengembangkan, mengamalkan dan menyebarkan ilmu agama Islam dengan

menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.

Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya adalah

salah satu ponpes putri dimana yang lebih dominan santrinya adalah remaja putri

dan tergolong remaja akhir yang mengenyam pendidikan tingkat perguruan

tinggi baik semester awal maupun akhir. Dan di pesantren ini hanya dihuni

beberapa santriwati saja sekitar kurang lebih 300 santriwati yang tinggal di

ponpes putri An-Nuriyah ini. Ada empat asrama di dalamnya dan setiap tahunnya

memiliki nama asrama yang berbeda-beda. Untuk sekarang ini empat asrama

tersebut terdiri dari PBA (asrama santriwati semester awal), Syiwali (asrama

santriwati semester 3), Melati (asrama santriwati semester 5), Mawar (asrama

27

(19)

12

santriwati semester 7). Tetapi yang disayangkan selalu ada penurunan jumlah

santriwati di setiap tahunnya.28

Seperti halnya asrama Mawar yang dahulunya 68 santriwati sekarang

menjadi 50 santriwati, Melati yang dahulunya 125 santriwati sekarang menjadi

58 santriwati, Syiwali yang dahulunya 135 santriwati menjadi 70 saantriwati,

PBA yang awalnya 140 santriwati sampai saat ini pun sudah berkurang

jumlahnya, kurang lebih 5 orang yang saat ini lebih memilih keluar dari

pesantren. Padahal PBA bisa dibilang semester awal tetapi juga sudah mengalami

pengurangan jumlah santriwati. Ini dikarenakan ada salah satu penyebab yang

mungkin terjadi kepada mereka yaitu penyesuaian diri mereka (para santriwati

baru) dengan lingkungan baru mereka kurang maksimal atau kurang baik.29

Dalam lingkup pesantren permasalahan yang seringkali dialami para

santri adalah hubungan antara santri yang satu dengan santri yang lain, baik

dalam hal berinteraksi, komunikasi ataupun yang lainnya. Misalnya dalam hal

komunikasi, kebanyakan dari mereka menunjukkan eksistensinya. Hal tersebut

dapat berhasil jika para santri dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik

dalam lingkungan pesantren sehingga mereka dapat beradaptasi dengan keluarga

baru mereka di dalam pesantren.

28

Wawancara,Luluk Fitriani, Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah, 21 April 2015

29

(20)

13

Dari sini dapat diterapkan urgensi dari konseling sebaya sebagai sarana

untuk mempermudah penyesuaian diri. Dimana penyesuaian diri yang kurang

maksimal akan dapat menyebabkan berkurangnya jumlah santriwati dari tahun

ketahun di YPPP An-Nuriyah Wonocolo Surabaya. Pada penelitian sebelumnya

atau jurnal penelitian yang telah diteliti ditemukan faktor-faktor lain yang

mengakibatkan berkurangnya jumlah santri atau keluarnya santri dari ponpes.

Diantaranya karena aturan yang berlaku yang menurut para santri peraturan

tersebut terasa memberatkan, bisa juga terjadi karena tidak terbiasa hidup

mandiri karena terbiasa hidup dimanja oleh orang tuanya ketika dirumah, bahkan

bisa terjadi juga karena para santri yang uang sakunya mulai menipis atau bahkan

tidak punya uang, pada saat santri banyak cucian, ada juga ketika sedang malas

melakukan kegiatan yang harus dilakukan di pesantren seperti mengaji, piket,

bangun pagi dan lain sebagainya.30

Maka dari itu dari pemaparan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Peran Konseling Sebaya Dalam Penyesuaian Diri

Remaja Akhir (Studi Kasus Santriwati Baru Di Yayasan Pondok Pesantren Putri

An-Nuriyah Wonocolo Surabaya Tahun 2014)”.

30

(21)

14

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan asumsi-asumsi diatas maka pertanyaan peneliti dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana konseling sebaya di Yayasan Pondok Pesantren Putri

An-Nuriyah Wonocolo Surabaya?

2. Bagaimana penyesuaian diri remaja akhir di Yayasan Pondok

Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya?

3. Bagaimana peran konseling sebaya dalam penyesuaian diri remaja

akhir di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo

Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan pertanyaan peneliti maka penelitian ini bertujuan

untuk:

1. Mengetahui konseling sebaya di Yayasan Pondok Pesantren Putri

An-Nuriyah Wonocolo Surabaya.

2. Mengetahui penyesuaian diri remaja akhir di Yayasan Pondok

Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya.

3. Mengetahui peran konseling sebaya dalam penyesuaian diri remaja

akhir di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo

(22)

15

D. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi untuk mencegah terjadinya pembahasan yang

terlalu luas. Batasan-batasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dalam melakukan penelitian ini peneliti akan meneliti tentang

bagaimana peran konseling sebaya dalam penyesuaian diri remaja

akhir studi kasus di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah

Wonocolo Surabaya.

2. Adapun yang menjadi obyek penelitian adalah santri di Yayasan

Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya angkatan

2014 (santri baru).

3. Remaja akhir yang dimaksud disini adalah santriwati yang berusia

antara 18-21 tahun.

E. Manfaat Penelitian

Selain melatih penulis agar lebih tanggap terhadap masalah sosial

khususnya masalah kedisiplinan, hasil penelitian ini diharapkan memiliki

manfaat. Adapun manfaat dari penelitian ini ada dua yaitu secara teoritis dan

praktis.

1. Secara teoritis

a. Dengan mengetahui tentang bagaimana peran konseling sebaya

dalam penyesuaian diri remaja akhir studi kasus di Yayasan

Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya. Maka

(23)

16

perbendaharaan teoritis khususnya dalam masalah konseling

sebaya dalam penyesuaian diri pada remaja akhir.

b. Dapat menambah kepustakaan sebagai bantuan dan studi banding

bagi mahasiswa dimasa mendatang.

2. Secara praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi santri

untuk mempermudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru,

manfaat bagi pesantren untuk memantau santri agar punya sahabat

atau teman dekat, dan bermanfaat juga bagi perkembangan ilmu

pengetahuan yang diperoleh dari lapangan.

F. Definisi Konseptual

Skripsi ini berjudul “Peran Konseling Sebaya Dalam Penyesuaian Diri

Remaja Akhir (Studi Kasus Santriwati Baru Di Yayasan Pondok Pesantren Putri

An-Nuriyah Wonocolo Surabaya Tahun 2014)”. Agar dapat diperoleh gambaran

yang jelas tentang judul skripsi ini dan menghindari salah pengertian dalam

memahaminya maka penulis perlu menguraikan beberapa istilah untuk

memperjelas maksud dari beberapa definisi yang terkandung dalam judul skripsi

(24)

17

1. Konseling Sebaya

Kata konseling (counseling) berasal dari kata counsel dari bahasa latin

counselium artinya “bersama” atau “bicara bersama”. Berbicara bersama

-sama adalah pembicaraan konselor dengan seorang atau beberapa klien.31

Pengertian konseling menurut A. Edward Hoffman adalah pertemuan

secara berhadapan atau tatap muka antara konselor dengan konseli yang

sedang membutuhkan bantuan atau bimbingan. Konseling dapat dianggap

sebagai inti dari proses pemberian pertolongan yang esensial bagi usaha

pemberian bantuan kepada murid pada saat mereka berusaha memecahkan

permasalahan yang mereka hadapi. Namun demikian, konseling tidak dapat

berjalan dengan lancar atau tidak akan sukses apabila tidak juga dibentuk

atas dasar persiapan yang tersusun dalam struktur organisasi.32

Pengertian konseling menurut Rogers adalah serangkaian hubungan

langsung dengan individu yang bertujuan untuk membantunya dalam

mengubah sikap dan tingkah laku. Adapula pengertian konseling menurut

Hanses adalah proses bantuan kepada individu dalam belajar tentang dirinya,

lingkungannya dan metode dalam menangani peran dan hubungan.

Meskipun individu mengalami masalah konseling ia tidak harus remedial.

Konselor dapat membantu seorang individu dengan proses pengambilan

31

Syamsul Yusuf, Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Bandung: Rizqi Press, 2009), h. 38-39

32A. Edward Hoffman, “An Analysis of Counselor Subroles”,

(25)

18

keputusan dalam hal pendidikan dan kejujuran serta menyelesaikan masalah

interpersonal.33

Sedangkan pengertian konseling menurut Dra. Hallen A, M.Pd., adalah

salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan di mana proses pemberian

bantuan ini berlangsung melalui wawancara dalam serangkaian pertemuan

langsung dan tatap muka antara guru pembimbing/konseli dengan klien,

dengan tujuan agar klien itu mampu memperoleh pemahaman yang lebih

baik terhadap dirinya, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya, dan

mampu mengarahkan dirinya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

ke arah perkembangan yang optimal, sehingga ia dapat mencapai

kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.34

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa konseling

adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah

kehidupannya dengan wawancara, atau dengan cara-cara yang sesuai dengan

keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidup. Dalam

memecahkan permasalahan yang di miliki, individu dapat memecahkan

dengan kemampuannya sendiri. Dengan demikian, klien tetap dalam

keadaan aktif, memupuk rasa sanggupnya di dalam memecahkan setiap

permasalahan yang mungkin akan dihadapi di dalam kehidupannya.

33

Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 12

34

(26)

19

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia kata sebaya berarti sama

umurnya atau tuanya; hampir sama (kekayaannya, kepandaiannya, dan

sebagainya); seimbang; sejajar; seangkatan; segenerasi. Sedangkan teman

sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja

atau berbuat.35

Seorang ahli yang bernama Santrock mengatakan bahwa teman sebaya

(peer group) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat

kematangan yang kurang lebih sama.36Peer group adalah sekumpulan

remaja yang sebaya yang mempunyai hubungan erat dan saling tergantung.

Interaksi teman sebaya lebih banyak muncul pada anak-anak yang berjenis

kelamin sama dari pada yang berbeda jenis kelamin.37

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

teman sebaya adalah hubungan individu pada anak-anak atau remaja dengan

tingkat usia yang sama, ciri-ciri yang sama dan memiliki kesenangan yang

sama pula, serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam

kelompoknya. Dengan adanya kelompok teman sebaya, seorang individu

yang sedang berkembang dari fase kanak-kanak menuju dewasa memiliki

kesempatan untuk mengembangkan diri mereka.

35

Kamus Besar Bahasa Indonesia

36

Santrock, J W., Remaja Edisi 11 Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 21

37

(27)

20

Dari ulasan dua kata di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konseling

sebaya adalah bantuan yang dilakukan secara tatap muka antara satu teman

dengan sesama teman lainnya yang mengalami masalah yang bertujuan agar

si teman tersebut dapat mengambil keputusan secara mandiri atas

permasalahan yang dihadapinya baik masalah psikologis, sosial dan

lain-lain. Dengan harapan dapat memecahkan masalahnya, memahami dirinya,

mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuan dan potensinya sehingga

mencapai penyesuaian diri yang baik dengan lingkungannya.

Sementara itu, Tindall dan Gray mendefinisikan konseling teman

sebaya sebagai suatu ragam tingkah laku membantu secara interpersonal

yang dilakukan oleh individu non-profesional yang berusaha membantu

orang lain. Menurut Tindall dan Gray, konseling teman sebaya mencakup

hubungan membantu yang dilakukan secara individual (one-to-one helping

relationship), kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian

tutorial, dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu atau

menolong.38

Kesimpulannya konseling sebaya adalah: a) ragam tingkah laku saling

memperhatikan dan saling membantu di antara teman sebaya, b) kegiatan

saling bantu tersebut dilakukan oleh individu non-profesional, c) kegiatan

tersebut berlangsung dalam kehidupan sehari-hari, d) keterampilan yang

38

(28)

21

dibutuhkan dalam kegiatan membantu tersebut adalah keterampilan

mendengar secara aktif, dan keterampilan (problem solving) pemecahan

masalah/pengambilan keputusan dengan baik, e) kedudukan antara individu

yang membantu dan individu yang dibantu adalah setara (equal).39

2. Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan

untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai

antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut

dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk

membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan

lingkungannya.

Dalam kehidupan sehari-hari, penyesuaian diri merupakan salah satu

persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa atau mental individu.

Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan

dalam hidupnya, karena ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri, baik

dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada

umumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres

dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan

penyesuaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan.

39

(29)

22

Jadi dapat disimpulkan bahwa, penyesuaian diri adalah usaha manusia

untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungan.40

3. Remaja Akhir

Remaja dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah lain,

seperti puberteit, adolescence dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering

pula diartikan pubertas atau remaja. Remaja merupakan suatu fase

perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung

antara usia 21 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia

12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 12-15-18 tahun dan masa remaja akhir

usia 18-21 tahun. Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan,

tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar

dengan perubahan fisik.41

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan

periode sebelum dan sesudahnya. Seorang ahli yang bernama Gunarsa

menyatakan ciri-ciri tertentu tersebut yaitu masa remaja sebagai periode

yang penting, masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja sebagai

periode perubahan, masa remaja sebagai periode bermasalah, masa remaja

40

http://rumusbelajar.blogspot.com/pengertian-penyesuaian-diri.html diakses pada tanggal 24 Februari 2015

41

(30)

23

sebagai masa mencari identitas, masa remaja sebagai usia yang

menimbulkan ketakutan dan masa remaja sebagai ambang masa dewasa.42

Gunarsa menyebutkan bahwa masa remaja sebagai masa peralihan dari

masa anak-anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang

dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Semua aspek

perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara usia

12-21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal,

15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 15-18-21 tahun adalah masa remaja

akhir.43

4. YPPP An-Nuriyah

Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Wonocolo Surabaya

adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran

serta mengembangkan, mengamalkan dan menyebarkan ilmu agama Islam

dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku

sehari-hari.

Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah ini adalah salah satu

ponpes putri yang santrinya lebih dominan dengan remaja putri yang juga

tergolong dalam fase remaja akhir yang mengenyam pendidikan tingkat

Perguruan Tinggi dari semester awal sampai semester akhir. Dimana yang

sudah dijelaskan bahwa remaja akhir itu sendiri merupakan masa dimana

42

Gunarsa, S.D., & Gunarsa, Y.S.D, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2006)

43

(31)

24

pertumbuhan dan perkembangan seseorang masih labil. Maka sulit untuk

menyesuaikan diri di lingkungan baru mereka. Maka tidak sedikit pula para

santriwati di YPPP An-Nuriyah yang masih semester awal merasa sulit

untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru mereka, maka banyak

yang memilih untuk keluar dari pesantren.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan dalam memahami isi dalam tata urutan skripsi ini,

maka penulis sajikan dengan menggunakan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN, dalam bab ini berisi tentang; latar belakang,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual dan

sistematika pembahasan.

BAB II : LANDASAN TEORI, dalam bab ini mencakup teori-teori yang

dijadikan sandaran atau dasar dalam menentukan langkah-langkah pengambilan

data. Memaparkan tinjauan pustaka yang digunakan sebagai pijakan peneliti

dalam memahami dan menganalisa fenomena yang terjadi di lapangan. Adapun

landasan teori ini berisi tentang konseling sebaya dalam penyesuaian diri remaja

akhir, yaitu pembahasan mengenai konseling sebaya meliputi pengertian, tujuan

dan fungsi konseling sebaya, prinsip-prinsip konseling sebaya dan proses

pelaksanaan konseling sebaya. Kemudian landasan teori tentang penyesuaian diri

meliputi pengertian, bentuk-bentuk penyesuaian diri, aspek-aspek penyesuaian

diri, karakteristik penyesuaian diri, proses penyesuaian diri dan faktor-faktor

(32)

25

mengenai remaja akhir meliputi pengertian remaja, batasan usia remaja, ciri-ciri

masa remaja dan tugas perkembangan masa remaja. Dan selanjutnya landasan

teori tentang Peran Konseling Sebaya Dalam Penyesuaian Diri Remaja Akhir.

BAB III : METODE PENELITIAN, berisi tentang prosedur penelitian

yang meliputi: jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, informan

penelitian, tahap penelitian, metode pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV : LAPORAN HASIL PENELITIAN, dalam bab ini menjelaskan

tentang laporan hasil penelitian meliputi: sejarah berdirinya pondok pesantren An

Nuriyah, letak geografis, fasilitas dalam pondok pesantren putri An Nuriyah,

struktur kepengutusan pondok pesantren putri An Nuriyah, bentuk-bentuk

aktivitas di pondok pesantren putri An Nuriyah. Kemudian dilanjutkan penyajian

data yang meliputi deskripsi data tentang konseling sebaya di YPPP An-Nuriyah,

deskripsi data tentang penyesuaian diri remaja akhir di YPPP An-Nuriyah dan

kemudian deskripsi data tentang peran konseling sebaya dalam penyesuaian diri

remaja akhir di YPPP An-Nuriyah. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis

data yang diperoleh tersebut supaya diketahui hasil dari penelitian yang telah

dilakukan.

BAB V : PENUTUP, dalam bab ini merupakan bagian akhir dari

penulisan skripsi ini yang berisi tentang kesimpulan dari penulis serta saran-saran

(33)

26

Demikian sistematika pembahasan yang menjadi alur pembahasan skripsi

ini sesuai dengan urutan-urutan penelitiannya dan setelah sampai pada penutupan

(34)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. KONSELING SEBAYA

1. Pengertian Konseling Sebaya

Secara etimologi, istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu

“consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan

“menerima” atau “memahami”.1

Konseling dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: 1)

pemberian bimbingan oleh yang ahli kepada seorang dengan menggunakan

metode psikologis dan sebagainya, 2) pemberian bantuan oleh konselor

kepada konseli sedemikian rupa sehingga pemahaman terhadap kemampuan

diri sendiri meningkat dalam memecahkan berbagai masalah.2

Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti dikutip Anas

Salahuddin mengungkapkan, bahwa konseling adalah proses pemberian

bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli

(disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah

(disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.3

1

Prayitno, Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2004), h. 38-39

2

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001)

3

(35)

28

Adapun pengertian konseling menurut Mortense yang dikutip H.

Muhammad Surya adalah, konseling sebagai suatu proses antar pribadi,

dimana satu orang dibantu oleh satu orang lainnya untuk meningkatkan

pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya.4

Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi

yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu

memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan

menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli

merasa bahagia dan efektif perilakunya.5

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa konseling adalah proses bantuan yang diberikan oleh konselor kepada

klien, agar klien tersebut dapat memahami dan mengarahkan hidupnya sesuai

dengan tujuannya.

Menurut kamus konseling, sebaya yang dalam bahasa Inggris disebut

Peer adalah Kawan. Teman-teman yang sesuai dan sejenis; perkumpulan atau

kelompok pra puberteit yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan terdiri dari

satu jenis.6

Menurut Benimoff teman sebaya yaitu orang lain yang sejajar dengan

dirinya yang tidak dapat memisahkan sanksi-sanksi dunia dewasa serta

4

H. Muhammad Surya, Dasar-dasar Konseling Pendidikan, (Bandung: Bhakti Winaya, 2003), h. 28

5

Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 10

6

(36)

29

memberikan sebuah tempat untuk melakukan sosialisasi dalam suasana

nilai-nilai yang berlaku dan telah ditetapkan oleh teman-teman seusianya dimana

anggotanya dapat memberi dan menjadi tempat bergantung. Menurut

Benimoff, orang lain yang sejajar diatas merupakan orang yang mempunyai

tingkat perkembangan dan kematangan yang sama dengan individu, dengan

kata lain teman sebaya adalah teman yang seusia.7

Menurut Santrock teman sebaya adalah individu-individu atau remaja

dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama. Keduanya

memiliki kesamaan dalam memberikan batasan pada pengertian teman

sebaya yaitu bahwa teman sebaya merupakan teman yang sejajar atau

memiliki tingkat usia dan kematangan yang sama.8

Teman sebaya adalah sekelompok individu yang mempunyai

kesamaan dalam minat, nilai-nilai, pendapat, dan sifat-sifat kepribadian.

Kesamaan inilah yang menjadi faktor utama pada individu dalam

menentukan daya tarik hubungan interpersonal dengan teman seusianya.9

Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk

memberikan sumber informasi dan komparasi tentang dunia di luar keluarga.

Melalui kelompok teman sebaya individu menerima umpan balik dari

teman-teman mereka tentang kemampuan mereka. Remaja menilai apa-apa yang

7

Hurlock, Elizabeth B., Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 214

8

Santock, J.W, Life Span Development-Perkembangan Masa Hidup, (Alih Bahasa Achmad Chusairi dan Juda Damanik), (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 232

9

(37)

30

mereka lakukan, apakah dia lebih baik dari pada teman-temannya, apakah

sama dengan teman-temannya, ataukah lebih buruk dari apa yang remaja lain

kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan dalam keluarga karena

saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda (bukan sebaya).10

Dari beberapa pendapat tokoh diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

teman sebaya merupakan orang lain yang sejajar dengan tingkat usia dan

kematangan yang sama serta biasa bermain dan melakukan aktivitas secara

bersama-sama atau interaksi.

Konseling sebaya adalah program bimbingan yang dilakukan oleh

individu terhadap individu yang lainnya. Individu yang menjadi pembimbing

sebelumnya diberikan latihan atau bimbingan oleh konselor. Individu yang

menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu

individu lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik

maupun non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator

yang membantu konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi,

perkembangan atau masalah individu yang perlu mendapat layanan bantuan

bimbingan atau konseling.11

Konselor sebaya menurut salah satu ahli barat yang bernama Carr

adalah seseorang yang terlatih dan mendapat pengawasan untuk memberikan

10

Santock, J.W, Life Span Development-Perkembangan Masa Hidup, (Alih Bahasa Achmad Chusairi dan Juda Damanik), (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 287

11Suwarjo, “

Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) untuk Mengembangkan Resiliensi

(38)

31

bantuan dan dukungan kepada orang yang sama umurnya atau dalam hal

yang lain.12

Menurut Carr bimbingan konseling sebaya (Peer Counseling)

merupakan suatu cara bagi individu untuk belajar bagaimana memperhatikan

dan membantu individu lain, serta menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari. Sementara itu Tindall dan Gray mendefinisikan konseling sebaya

sebagai suatu ragam tingkah laku membantu secara interpersonal yang

dilakukan oleh individu nonprofesional yang berusaha membantu orang lain.

Menurut Tindall dan Gray konseling sebaya mencakup hubungan membantu

yang dilakukan secara individual (one-to-one helping relationship),

kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian pertimbangan,

tutorial dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu atau

menolong.13

Definisi lain menekankan konseling sebaya sebagai suatu metode,

seperti dikemukakan oleh Kan bahwa “Konseling sebaya adalah

memecahkan masalah menggunakan keterampilan dan mendengarkan secara

aktif, untuk mendukung orang-orang yang sebaya dengan kita”.14

Meskipun demikian, Kan mengakui bahwa keberadaan konseling

(39)

32

pendekatan. Berbeda dengan Tindall dan Gray, Kan membedakan antara

konseling teman sebaya dengan dukungan teman sebaya (peer support).

Menurut Kan, peer support lebih bersifat umum (bantuan informal; saran

umum dan nasehat diberikan oleh dan untuk teman sebaya); sementara peer

counseling merupakan suatu metode yang terstruktur.15

Konseling sebaya merupakan suatu bentuk pendidikan psikologis yang

disengaja dan sistematik. Konseling sebaya memungkinkan individu untuk

memiliki keterampilan-keterampilan guna mengimplementasikan

pengalaman kemandirian dan kemampuan mengontrol diri yang sangat

bermakna bagi remaja. Secara khusus konseling teman sebaya tidak

memfokuskan pada evaluasi isi, namun lebih memfokuskan para proses

berfikir, proses-proses perasaan dan proses pengambilan keputusan. Dengan

cara yang demikian, konseling sebaya memberikan kontribusi pada

dimilikinya pengalaman yang kuat yang dibutuhkan oleh para remaja yaitu

respect.16

Adapun menurut Judy “Konseling sebaya didefinisikan sebagai

berbagai perilaku membantu interpersonal (individu lain) yang dilakukan

oleh non profesional yang melakukan peran membantu kepada orang lain.”17

15Suwarjo, “

Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) untuk Mengembangkan Resiliensi Remaja,” Makalah Disampaikan dalam Seminar Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP UNY, 29 Februari 2008

16

Ibid., 29 Februari 2008

17Agus Akhmadi, “

(40)

33

Kerangka pemikiran konsep Peer Helper Salzer and his Associates18

mengemukakan lima teori yang mendasari Peer Delivered services, yaitu:

teori dukungan sosial, experience knowledge, helper-therapy, teori

pembelajaran sosial, dan teori perbandingan sosial. Studi lain yaitu social

interest yang dikemukakan oleh Adlerian menjelaskan mengenai pelatihan

peer helper, bahwa dalam perkembangannya teori Adler menyatakan bahwa

dengan menolong antara sesama akan meningkatkan rasa kebersamaan dan

rasa saling kebergantungan antara individu. Pendapat lain menyatakan

bahwa, dengan menolong sesamanya, individu membantu dirinya untuk

mengembangkan sense of being and living.19

Terlepas dari penelitian mengenai peer helper, diperlukan adanya

beberapa teori yang benar-benar menjadi dasar pengembangan dan asumsi

awal mengenai peer helper. Konsep mengenai peer helper dalam Family

Health International20 mengemukakan asumsi serta dasar pengembangan

peer helper, yaitu:

a. Social Learning Theory (Bandura). Dimana teori ini mengemukakan

bahwa manusia merupakan model bagi manusia lainnya, dan beberapa

orang (significant other) memiliki pengaruh untuk mendatangkan

18Aldag, “Developing Peer Helping Program And Testing Effectiveness”.

Thesis of middle east tecnical University. Disertasi doktor pada Social Sciences of Middle East Technical University, (2005), h. 4

19

Ibid., h. 4

20

(41)

34

perubahan pada diri individu, baik itu secara nilai-nilainya maupun

persepsi mereka.

b. Theory of Reasoned Action, menyatakan bahwa satu elemen yang paling

mempengaruhi perubahan perilaku pada diri suatu individu mengenai

orang lain disekitarnya terletak pada bagaimana norma sosial serta

persepsi yang dimiliki.

c. Diffusion of innovation Theory, menyatakan bahwa orang yang dapat

dipercaya (dalam hal ini adalah pemimpin) dari suatu populasi merupakan

seseorang yang membawa perubahan pada perilaku melalui pemberian

informasi dan mempengaruhi norma dalam kelompok pada suatu

komunitas.

Berbagai macam teori yang dikemukakan di atas bukanlah menjadi

sesuatu hal yang bertolak belakang antara satu dengan yang lainnya.

Teori-teori dasar yang dikemukakan merupakan suatu upaya dalam memahami

konsep peer helper secara lebih mendalam.21

Dapat disimpulkan bahwa konseling sebaya adalah layanan bantuan

konseling yang diberikan oleh teman sebayanya yang telah terlebih dahulu

diberikan pelatihan-pelatihan untuk menjadi konselor sebaya sehingga dapat

memberikan bantuan baik secara individual maupun kelompok kepada

21

(42)

35

teman-temannya yang bermasalah atupun mengalami berbagai hambatan

dalam perkembangan ke pribadiannya.

2. Tujuan dan Fungsi Konseling Sebaya

Konseling sebaya dipandang cukup efektif karena diberikan oleh

teman sebayanya sendiri. Pada remaja ada kecenderungan untuk memiliki

keyakinan bahwa hanya dia yang mengalami pengalaman unik, bukan orang

dewasa lain. Oleh karena itu, penguatan melalui konseling sebaya dipandang

cukup bermakna untuk dilakukan. Adapun tujuan konseling sebaya adalah

sebagai berikut:

a. Tujuan Konseling Sebaya

Ada beberapa tujuan dari konseling sebaya menurut beberapa ahli.

Menurut Mary Rebeca, tujuan konseling sebaya adalah:

1) Memanfaatkan proteksi kaum muda

2) Sumber daya manusia yang paling berharga

3) Mempersiapkan kaum muda menjadi pemimpin bangsanya dimasa

depan

4) Membantu kaum muda mengembangkan kepribadian mereka

5) Membantu kaum muda menjernihkan dan membentuk nilai-nilai

(43)

36

6) Meningkatkan kemampuan kaum muda melakukan perubahan di

tengah masyarakat mereka.22

b. Fungsi dan Manfaat Konseling Sebaya

1) Fungsi dari konseling sebaya menurut beberapa ahli:

a) Menurut Krumbolth fungsi Konseling Sebaya adalah:

(1) Membantu individu lain memecahkan permasalahannya.

(2) Membantu individu lain yang mengalami penyimpangan fisik.

(3) Membantu individu-individu baru dalam menjalani pekan

orientasi individu untuk mengenal sistem dan suasana sekolah

secara keseluruhan.

(4) Membantu individu baru membina dan mengembangkan

hubungan baru dengan teman sebaya dan personil sekolah.

(5) Melakukan tutorial dan penyesuaian sosial bagi

individu-individu asing.23

2) Fungsi konselor sebaya menurut Regation adalah sebagai:

a) Sahabat yang bersedia membantu, mendengarkan dan memahami,

b) Fasilitator yang bersedia membantu remaja untuk tumbuh dan

berkembang bersama kelompoknya,

22

Mary Rebeca, Peer Counseling, A way of Life, (Manila: The Peer Counseling Foundation, 1982), h. 16

23Kusmilah, Rimayanti, Aini, Hartanto D dan Purwoko, “

Model Peer Counseling dalam

(44)

37

c) Sebagai pemimpin yang karena kepeduliannya pada orang lain

menjadi penggerak perubahan sosial.24

c. Sedangkan manfaat konseling sebaya yakni:

Manfaat konseling sebaya untuk individu menurut Hamburd:

1) Individu memiliki kemampuan melakukan pendekatan dan membina

percakapan dengan baik serta bermanfaat dengan orang lain.

2) Individu memiliki kemampuan mendengar, memahami dan merespon

(3M), termasuk komunikasi nonverbal (cara memandang, cara

tersenyum dan melakukan dorongan minimal).

3) Individu memiliki kemampuan mengamati dan menilai tingkah laku

orang lain dalam rangka menentukan apakah tingkah laku itu

bermasalah atau normal.

4) Individu memiliki kemampuan untuk berbicara dengan orang lain

tentang masalah dan perasaan pribadi.

5) Individu memiliki kemapuan untuk mengembangkan tindakan

alternatif sewaktu menghadapi masalah.

6) Individu memiliki kemampuan untuk mengembangkan keterampilan

observasi atau pengamatan agar dapat membedakan tingkah laku

abnormal; terutama mengidentifikasi masalah dalam menggunakan

minuman keras, masalah terisolasi dan masalah kecemasan.

24

(45)

38

7) Individu memiliki kemampuan mengalih tangankan konseli untuk

menolongnya memecahkan masalah jika dalam konseling sebaya

tidak dapat menyelesaikan.

8) Individu memiliki kemampuan mendemonstrasikan kemampuan

bertingkah laku yang beretika.25

3. Prinsip-prinsip Konseling Sebaya

Hubungan-hubungan yang terjadi dalam konseling sebaya dilakukan

dengan memegang prinsip-prinsip sebagai berikut:26

a. Informasi (termasuk masalah) yang dibahas dalam pertemuan konseling

sebaya adalah rahasia. Dengan demikian, apa yang dibahas dalam

kelompok haruslah menjadi rahasia kelompok, dan apa yang dibahas oleh

sepasang teman, menjadi rahasia bersama tidak boleh dibagikan kepada

orang lain.

b. Harapan, hak-hak, nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan “konseli”

dihormati.

c. Tidak ada penilaian dalam pertemuan konseling sebaya.

d. Pemberian informasi dapat menjadi bagian dari konseling sebaya,

sedangkan pemberian nasihat tidak.

e. Teman yang dibantu (konseli) bebas untuk membuat pilihan, dan kapan

akan mengakhiri pertemuan konseling.

25

http://mgbkmalang.wordpress.com/ diakses pada tanggal 24 Februari 2015

26

(46)

39

f. Konseling sebaya dilakukan atas dasar kesetaraan (equality).

g. Setiap saat “konseli” membutuhkan dukungan yang tidak dapat dipenuhi

melalui konseling sebaya, dia di alih tangankan kepada konseling ahli,

lembaga, atau organisasi yang lebih tepat.

h. Kapanpun membutuhkan, “konseli” memperoleh informasi yang jelas

tentang konseling sebaya, tujuan, proses, dan teknik yang digunakan

dalam konseling sebaya sebelum mereka memanfaatkan layanan

tersebut.27

4. Proses Pelaksanaan Konseling Sebaya

Dalam proses pelaksanaan konseling sebaya harus memperhatikan

langkah, teknik serta keterampilan konseling sebaya. Adapun

langkah-langkah konseling sebaya adalah sebagai berikut:

Langkah-langkah dalam membangun konseling sebaya menurut salah

seorang ahli yang bernama Suwarjo adalah sebagai berikut:

1) Pemilihan calon “konselor” teman sebaya. Meskipun keterampilan

pemberian bantuan dapat dikuasai oleh siapa saja, faktor kesukarelaan

dan faktor kepribadian pemberi bantuan (“konselor” sebaya) ternyata

sangat menentukan keberhasilan pemberian bantuan. Oleh karena itu

perlu dilakukan pemilihan calon “konselor” sebaya. Pemilihan didasarkan

pada karakteristik-karakteristik hangat.

27

(47)

40

Adapun karakteristik-karakteristik tersebut adalah; memiliki minat untuk

membantu, terbuka dan mampu berempati, memiliki disiplin yang baik,

dapat diterima orang lain, toleran terhadap perbedaan sistem nilai,

energik, memiliki emosi yang stabil, mampu bersosialisasi dan menjadi

model yang baik bagi teman-temannya, dan memiliki prestasi belajar

yang cukup baik, serta mampu menjaga rahasia.

2) Pelatihan calon “konselor” teman sebaya. Tujuan utama pelatihan

“konselor” sebaya adalah untuk meningkatkan jumlah remaja yang

memiliki dan mampu menggunakan keterampilan-keterampilan

pemberian bantuan. Pelatihan ini tidak dimaksudkan untuk menghasilkan

personal yang menggantikan fungsi dan peran konselor. Sikap dan

keterampilan dasar konseling yang meliputi kemampuan berempati,

kemampuan melakukan attending, keterampilan bertanya dan

keterampilan lainnya. Penguasaan terhadap kemampuan membantu diri

sendiri dan kemampuan untuk membangun komunikasi interpersonal

secara baik akan memungkinkan seorang remaja memiliki sahabat yang

cukup.

3) Pelaksanaan dan pengorganisasian konseling teman sebaya. Dalam

praktiknya, interaksi “konseling” teman sebaya lebih banyak bersifat

(48)

41

kapan saja dan dimana saja, tidak perlu menunda. Meskipun demikian

prinsip-prinsip kerahasiaan tetap ditegakkan.28

Adapun teknik dalam konseling sebaya adalah sebagai berikut:

Teori konsep mengenai konselor sebaya dalam Family Health

International oleh Aldag, mengemukakan asumsi serta dasa pengembangan

konselor sebaya, yaitu: Psikologi Konseling.29

Teknik Psikologi Konseling antara lain:

a. Attending. Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien

yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa

lisan. Contoh: kepala; melakukan anggukan jika setuju, ekspresi

wajah; tenang, ceria, senyum.

b. Empathizing. Keterampilan atau teknik yang digunakan konselor

untuk memusatkan perhatian kepada klien agar klien merasa dihargai

dan terbina suasana yang kondusif, sehingga klien bebas

mengekspresikan atau mengungkapkan pikiran, perasaan, ataupun

tingkah lakunya. Kemampuan untuk mengenali dan berhubungan

dengan emosi dan pikiran orang lain. Melihat sesuatu melalui cara

pandang dan perasaan orang lain.

28Suwarjo, “

Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) untuk Mengembangkan Resiliensi

Remaja”, Makalah disampaikan dalam seminar Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP UNY, 29 Februari 2008, h. 9-10

29Aldag, “Developing Peer Helping Program And Testing Effectiveness”.

(49)

42

c. Summarizing. Keterampilan konselor untuk mendapatkan kesimpulan

atau ringkasan mengenai apa yang telah dikemukakan oleh konseli.

d. Questioning. Teknik mengarahkan pembicaraan dan memberikan

kesempatan pada konseli untuk mengolaborasi, mengeksplorasi atau

memberikan jawaban dari berbagai kemungkinan sesuai dengan

keinginan konseli dan bersifat mendalam Psikologi konseling.

e. Mengarahkan (Directing). Yaitu teknik untuk mengajak dan

mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien

untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.

Menurut Mary Rebeca teknik konseling sebaya menggunakan

teknik-teknik yang ringan, seperti: memberi salam, memberi pujian,

kenang-kenangan di masa lalu yang menyenangkan, teknik melengkapi

kalimat, memberikan dukungan-peneguhan dan lain sebagainya.30

Drs. Sucipto juga berpendapat sama, bahwa keterampilan konselor

sebaya yang diperlukan relatif sangat sederhana apabila dibandingkan

dengan keterampilan konselor profesional.31

Adapun keterampilan konselor sebaya menurut Drs. Sucipto adalah

sebagai berikut:

30

Mary Rebeca Regation, Peer Counseling, A way of Life, (Manila: The Peer Counseling Foundation, 1982), h. 10

31

(50)

43

a. Membina suasana yang aman, nyaman, dan menimbulkan rasa

percaya klien terhadap konselor

b. Melakukan komunikasi interpersonal, yaitu hubungan timbal balik

yang bercirikan:

1) Komunikasi dua arah

2) Perhatian pada aspek verbal dan non verbal

3) Penggunaan pertanyaan untuk menggali informasi, perasaan

dan pikiran

4) Kemampuan melakukan 3M (mendengar yang aktif, memahami

secara positif, dan merespon secara tepat)

5) Jaga kontak mata dengan lawan bicara/klien (sesuaikan dengan

budaya setempat) tunjukkan minat mendengar

6) Jangan memotong pembicaraan klien, atau melakukan kegiatan

lain

7) Ajukan pertanyaan yang relevan

8) Tunjukkan empati

9) Lakukan refleksi dengan cara mengulang kata-kata klien

dengan menggunakan kata-kata sendiri.

10)Mendorong klien untuk terus bicara dengan memberikan

dorongan minimal, seperti ungkapan (oh ya.., ehm..., bagus),

(51)

44

Selain itu metode konseling sebaya menurut Van Kan adalah

kombinasi dari: Filsafat atau pendekatan kepada orang-orang, dan

gabungan dari beberapa teknik. Satu tanpa yang lain dapat menarik atau

berguna, tapi tidak bisa disebut konseling sebaya. Pendekatan kepada

orang-orang dalam konseling sebaya tersirat dalam prinsip-prinsip

dan elemen pusat. Teknik yang diterapkan adalah:32

a. Mendengarkan secara aktif

Mendengarkan dengan baik merupakan setidaknya 50%

dari proses konseling sebaya. Konselor sebaya menggunakan

keterampilan khusus untuk memungkinkan dan mendorong klien

untuk bicara.

b. Pemecahan masalah

Konseling sebaya dapat digunakan untuk membantu

penyandang cacat untuk memecahkan masalahnya sendiri.

Konselor sebaya dapat mengajukan pertanyaan dan memberikan

teknik untuk membantu konseli mengklarifikasi tindakan, jika

ada, dia ingin mengambil dan kapan.

c. Kesadaran tubuh

Pentingnya kesadaran tubuh terletak pada kenyataan bahwa,

aspek fisik, emosional, dan spiritual mental manusia semua

32

(52)

45

saling terkait. Tidak ada teknik kesadaran tubuh tertentu untuk

konseling sebaya. Kesadaran tubuh adalah semata-mata pada

mengalami, melakukan kontak, sehingga napas dan gerak tubuh

menjadi perlu dan hal ini dapat menyenangkan.

Teknik apa yang digunakan dan bagaimana intensif,

tergantung pada kebutuhan dan keinginan konseli, dan pada

keterampilan dan tingkat kesadaran tubuh konselor sebaya tersebut.

d. Perencanaan

Dalam banyak kasus proses perencanaan akan terhubung

dengan pemecahan masalah. Perencanaan ini dilakukan oleh

kedua belah pihak yakni konselor sebaya dan konseli. Perencanaan

tersebut untuk mencapai tujuan yakni untuk menempatkan hal-hal

yang perlu dilakukan dan kemudian melakukannya.

e. Pertumbuhan pribadi

Konselor sebaya sendiri menghasilkan pertumbuhan pribadi,

kecuali yang tidak dilakukan dengan benar. Teknik-teknik yang

dijelaskan di sini membutuhkan pimpinan, dan karena mereka

berhubungan langsung dengan kehidupan batin seseorang.33

33

Gambar

 Tabel 4.2

Referensi

Dokumen terkait

a. bahasa pengantar dalam dunia pendidikan;.. alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta

Ketentuan transaksi derivatif suku bunga sbg komitmen BI utk mendorong pengembangan transaksi derivatif yang menggunakan referensi IndONIA (dhi overnight index swap ) guna

1 Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan dan Kedokteran Sosial, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada .

Batang APBD 03-Mar-14 04-Mar-14 05-Mar-14 05-Mar-14 4. KELURAHAN

Saudara dianjurkan untuk menghadiri pemberian penjelasan pada tempat dan waktu yang ditentukan dalam Lembar Data Pemilihan (LDP), aqar Saudara lebih memahami linqkup

Melatih taktik seorang pesilat tidak dapat dilakukan dengan asal-asalan. Oleh karena penerapan taktik merupakan kunci keberhasilan dalam. memenangkan pertandingan. Berikut

Set elah proses klarifikasi it u dilakukan dan pihak keluarga belum dapat menerima at au t idak puas dengan alasan dan penjelasan at au argument asi yang disampaikan

Dari pengertian tersebut maka hakekat persaingan dalam kepariwisataan tidak sama dengan persaingan pada sektor-sektor lainnya, karena hakekat persaingan dalam