Perempuan M uyu dalam Pengasingan
Agung Dw i Laksono
Khoirul Faizin
Elsina M arice Raunsay
dan Pem berdayaan M asyarakat
Penulis
Agung Dw i Laksono Khoirul Faizin Elsina M arice Raunsay Rachmalina Soerachman
Edit or
Rachmalina Soerachman
Desain Cover
Agung Dw i Laksono
Cet akan 1, Novem ber 2014
Buku ini diterbit kan at as kerjasam a
PUSAT HUM ANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEM BERDAYAAN M ASYARAKAT Badan Penelit an dan Pengem bangan Kesehat an
Kement erian Kesehat an Republik Indonesia Jl. Indrapura 17 Surabaya
Telp. 031-3528748, Fax. 031-3528749
dan
LEM BAGA PENERBITAN BALITBANGKES (Anggot a IKAPI) Jl. Percet akan Negara 20 Jakart a
Telepon: 021-4261088; Fax: 021-4243933 e m ail: penerbit@litbang.depkes.go.id
ISBN 978-602-1099-09-4
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang m em perbanyak karya t ulis ini dalam bent uk dan dengan cara apa pun, t erm asuk fot okopi, t anpa izin t ert ulis
Pelaksanaan riset dilakukan oleh t im sesuai Surat Keput usan Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehat an dan Pemberdayaan M asyarakat Nomor HK.02.04/ 1/ 45/ 2014, t anggal 3 Januari 2014, dengan susunan t im sebagai berikut :
Pembina : Kepala Badan Penelit ian dan Pengembangan Kesehat an Kement erian Kesehat an RI.
Penanggung Jaw ab : Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehat an dan Pemberdayaan M asyarakat
Wakil Penanggung Jaw ab : Dr. dr. Lest ari H., M M ed (PH)
Ket ua Pelaksana : dr. Tri Juni Angkasaw at i, M Sc
Ket ua Tim Teknis : dra. Suharm iat i, M .Si
Anggot a Tim Teknis : drs. Set ia Pranat a, M .Si
Agung Dw i Laksono, SKM ., M .Kes drg. M ade Asri Budisuari, M .Kes Sugeng Rahant o, M PH., M PHM dra.Rachmalina S.,M Sc. PH drs. Kasno Dihardjo
Aan Kurniaw an, S.Ant Yunit a Fit riant i, S.Ant
1. dra. Rachmalina Soerachman, M Sc. PH : Kab. Boven Digoel dan Kab. Asmat
2. dr. Tri Juni Angkasaw at i, M Sc : Kab. Kaimana dan Kab. Teluk W ondama
3. Sugeng Rahant o, M PH., M PHM : Kab. Aceh Barat , Kab. Kep. M ent aw ai
4. drs. Kasno Dihardjo : Kab. Lebak, Kab. M usi Banyuasin 5. Gurendro Put ro : Kab. Kapuas, Kab. Landak
6. Dr. dr. Lest ari Handayani, M M ed (PH) : Kab. Kolaka Ut ara, Kab. Boalemo
7. Dr. drg. Niniek Lely Prat iw i, M .Kes : Kab. Jenepont o, Kab. M amuju Ut ara
8. drg. M ade Asri Budisuari, M .Kes : Kab. Sarolangun, Kab. Indragiri Hilir
9. dr. Bet t y Roosihermiat ie, M SPH., Ph.D : Kab. Sumba Timur. Kab. Rot e Ndao
M engapa Riset Et nografi Kesehat an 2014 perlu dilakukan ?
Penyelesaian masalah dan sit uasi st at us kesehat an
masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan
pendekat an logika dan rasional, sehingga masalah kesehat an
menjadi semakin kom plek. Disaat pendekat an rasional yang
sudah m ent ok dalam menangani masalah kesehat an, maka dirasa
perlu dan pent ing unt uk mengangkat kearifan lokal menjadi salah
sat u cara unt uk menyelesaikan masalah kesehat an masyarakat .
Unt uk it ulah maka dilakukan Riset Et nografi sebagai salah sat u
alt ernat if mengungkap berbagai fakt a kehidupan sosial
masyarakat t erkait kesehat an.
Dengan mempert emukan pandangan rasional dan
indigenous know ledge (kaum humanis) diharapkan akan menimbulkan kreat ifit as dan inovasi unt uk m engembangkan
cara-cara pemecahan masalah kesehat an masyarakat . Simbiose
ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging)
dan rasa kebersamaan (sense of t oget herness) dalam menyelesaikan masalah unt uk meningkat kan st at us kesehat an di
Indonesia.
Tulisan dalam buku seri ini merupakan bagian dari 20
buku seri hasil Riset Et nografi Kesehat an 2014 yang dilaksanakan
di berbagai provinsi di Indonesia. Buku seri ini sangat pent ing
guna menyingkap kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah
t ert imbun agar dapat diuji dan dimanfaat kan bagi peningkat an
upaya pelayanan kesehat an dengan memperhat ikan kearifan
lokal.
Kami mengucapkan t erima kasih kepada seluruh
Kement erian Kesehat an RI yang t elah memberikan kesempat an
pada Pusat Humaniora unt uk melaksanakan Riset Et nografi
Kesehat an 2014, sehingga dapat t ersusun beberapa buku seri
dari hasil riset ini.
Surabaya, Nopember 2014
Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehat an dan
Pemberdayaan M asyarakat
Badan Lit bang Kement erian Kesehat an RI.
KATA PENGANTAR
Sekelumit Cat at an t ent ang Genealogi
M it os Pencipt aaan
Kepercayaan Asli M asyarakat M uyu
2.6.1.
2.6.2.
M odernisasi
Prinsip Hidup yang M enonjol
Et nik M uyu dalam Bingkai Para Pendat ang
126
Kepercayaan pada Sesuat u yang M empunyai
Daya Penyembuh
Kejadian Kesakit an
Pelayanan Kesehat an M edis M oderen
Pelayanan Kesehat an Gigi
Upaya Kesehat an Berbasis M asyarakat
Pelayanan Pengobat Tradisional
M et ode Am bokimo Kangge/ Kanggaman
M et ode Áneyòdí-W ím èm
M et ode M urupkònó
M et ode Penyembuhan M enggunakan M edia
Persembahan
M et ode Penyembuhan dengan M et ode
4.2.
PEREM PUAN M UYU DALAM PENGASINGAN
Tana Baram bon Am bip
St udi Kasus Persalinan Perempuan M uyu
Pandangan Tokoh M asyarakat ; Sepert i
Tabel 2.1. Perbandingan Populasi Ant ar pemeluk
Agama di dist rik M indipt ana, Kabupat en
Boven Digoel, Propinsi Papua
Tahun 1965-1995 39
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Dist rik M indipt ana,
Kabupat enBoven Digoel t ahun 2013 51
Tabel 2.3. Tot al Dibapt is di Onderafdeling M enurut
Kelompok Penduduk 111
Tabel 3.1. Cakupan Tuberkulosis Puskesmas
M indipt anaTahun 2013 222
Tabel 3.2. Cakupan Kasus M alaria di Puskesmas
M indipt anaTahun 2013 223
Tabel 3.3. Part isipasi Kehadiran M asyarakat pada
Posyandu Lansia di Dist rik M indipt ana
Tahun 2013 238
Tabel 3.4. Dist ribusi Sarana Perumahan di Dist rik
M indipt ana,Kabupat en Boven Digoel
Tahun 2013 275
Tabel 3.5. Dist ribusi Sarana Jamban Keluarga di Dist rik
M indipt ana, Kabupat en Boven Digoel,
Tahun 2013 281
Tabel 3.6. Dist ribusi Sarana Air Bersih di Dist rik
M indipt ana, Kabupat en Boven Digoel,
Tahun 2013 319
Tabel 4.2. Persent ase Cakupan K1 M urni dan K1 Kont ak
IbuHamil di Puskesmas M indipt ana
Tahun 2013 320
Tabel 4.3. Persent ase Cakupan Keluarga Berencana di
Gambar 2.1. Wilayah Onderafdeling M uyu t ahun 1956 28
Gambar 2.2. Suasana Kot a M indipt ana t ahun 1956 29
Gambar 2.3. Tugu t apal bat as bagian Timurw ilayah
NKRI di Sot a, M erauke 36
Gambar 2.4. M onumen Bung Hat t a di Tanah M erah,
Boven Digoel 41
Gambar 2.5. Rumah Penduduk di Kampung
Andopbit , M indipt ana 43
Gambar 2.6. Suasana Kot a M indipt ana Kini 45
Gambar 2.7. Pet a Wilayah Dist rik M indipt ana 50
Gambar 2.8. Sumber dan Tempat Penampungan Air 54
Gambar 2.9. Suasana Pelabuhan M indipt ana Tempo Dulu 56
Gambar 2.10. Suasana Bandara M indipt ana 58
Gambar 2.11. Suasana Pasar Kot a M indipt ana 145
Gambar 2.12. Suparno Sedang M enunggui Barang
Dagangannya di Emperan Rumah
Tempat nya M enginap 155
Gambar 3.1. Sickness, Illness dan Disease 195
Gambar 3.2. Kam ak Put ih (Kiri) dan
Kam ak M erah (Kanan) 208
Gambar 3.3. Pohon Bit kuk 209
Gambar 3.4. Tanaman Kòt ék 211
Gambar 3.5. Tanaman Kòw òròm dan Tet esan Air (òk)
dari Bagian yang Terpot ong 212
Gambar 3.6. Daun Gat al (at rim ) yang biasa dijual di Pasar
Sulur-sulurnya (kanan) 217
Gambar 3.9. 10 Penyakit Terbanyak di Puskesmas
M indipt anaKabupat en Boven Digoel, Provinsi
Papua Tahun 2013 224
Gambar 3.10. Puskesmas M indipt ana, Kabupat en
Boven Digoel 228
Gambar 3.11. Tenaga M edis dari Klinik M isi di M indipt ana
pada Tahun 1954-1956 226
Gambar 3.12. Rumah Sakit Bergerak Kement erian
Kesehat an Republik Indonesiadi
Kampung Osso, Dist rik M indipt ana 227
Gambar 3.13. Alur Rujukan Pelayanan Kesehat an di Dist rik
M indipt ana, Kabupat en Boven Digoel 228
Gambar 3.14. Ant rian Pasien di Loket Pendaft aran
Puskesmas M indipt ana 229
Gambar 3.15. Jumlah Kader dan Kader Akt ifdi W ilayah
Kerja Puskesmas M indipt ana Tahun 2013 235
Gambar 3.16. Pelaksanaan Posyandu Lansia di Kampung
Kamka 237
Gambar 3.17. Tarik-t arik Rambut dengan Lidi unt uk
men” diagnosa” Penyebab Sakit 243
Gambar 3.18. Seorang Laki-laki M uyu Sedang M omong
BayinyaSambil M erokok di Kampung Kamka 262
Gambar 3.19. Ayóm ru (Rumah Tinggi at au Rumah Pohon)
Et nik M uyu di Dekat Koreom pada
Pergeseran Bahan (Kanan) 272
Gambar 3.21. Rumah Sederhana Program RESPEK 274
Gambar 3.22. Profile Tank Penampung Air Hujan yang
Disediakan oleh Pemerint ah Kabupat en
Boven Digoel 279
Gambar 4.1. M en (Tas Rajut ) 334
Gambar 4.2. Tana Ayit 335
Gambar 4.3. W onom (Caw at ) 336
Gambar 4.4. Halaman Samping Rumah M art ina Denkok,
Tempat Ancelina Temkon Bersalin 341
Gambar 4.5. Dat a Cakupan ASI Ekseklusif (0-6 bulan)
Bulan Januari-Desember 2013di Wilayah
Puskesmas M indipt ana 349
Gambar 4.6. Daun Bomkung 351
Gambar 5.1. Bévak Sangat Sederhana unt uk Pengasingan
Pet roneladi Kampung Wanggat kibi 366
Gambar 5.2. Posisi Bévak dari Rumah Panggung Ut ama,
BAB 1
P E N D A H U L U A N
1.1. Gambaran Umum Studi
1.1.1. Latar Belakang Studi
M empersiapkan generasi penerus yang t angguh dem i
kesejaht eraan bangsa dan negara adalah t anggung jaw ab
bersama, dan harus dipriorit askan. Banyak hal yang harus
mendapat kan priorit as t ersebut , salah sat unya adalah
menyangkut pemeliharaan kesehat an generasi penerus it u
semenjak dalam kandungan sampai remaja. Pemeliharaan
kesehat an it u, baik kesehat an lahir dan bat innya.
Sement ara it u, berbicara mengenai masalah kesehat an,
t ernyat a t idaklah berdiri secara t unggal at au sendirian, t et api ia
memiliki ket erkait an dengan beberapa hal lain. Salah sat u hal
dimaksud adalah kondisi sosial budaya masyarakat dimana
masalah kesehat an t ersebut diperbincangkan. Di pihak lain,
masalah kesehat an t erkait sosial budaya masyarakat (t ernyat a)
merupakan permasalahan yang memerlukan sebuah kajian
secara mendalam dan spesifik. Terlebih kemudian apabila
dikait kan dengan budaya yang dim iliki oleh et nik t ert ent u.
Secara sederhana, w ujud budaya dapat berupa suat u
ide-ide, gagasan, nilai, norma, perat uran, dan lain sebagainya it u
sering diist ilahkan sebagai adat ist iadat . Sedangkan w ujud
budaya yang lain adalah berupa sist em sosial, yakni akt ivit as
it u, w ujud budaya dapat pula berupa bent uk benda at au hal-hal
yang dapat dilihat , diraba, dan difot o yait u hasil fisik dari
akt ifit as, perbuat an, dan karya. Dalam kont eks kesehat an, w ujud
budaya dimaksud dapat berupa, ant ara lain kosep sehat -sakit ,
alat sunat , alat penumbuk jamu, dan lain sebagainya.
Wujud budaya t ersebut merefleksikan budaya dan
ident it as sosial dari masyarakat nya. Sebuah refleksi budaya dan
ident it as sosial yang mew ujud dalam upaya mem aknai art i sehat
dan sakit nya. Pengembangan at au inovasi at as perw ujudan
budaya dimaksud dengan melibat kan peran sosial budaya lokal
yang bermanfaat bagi upaya kesehat an sangat dibut uhkan.
Target ut ama yang ingin diraih dari keinginan ini adalah
peningkat an derajat kesehat an masyarakat . Salah sat unya
melalui suat u “ int ervensi” yang dapat dit erima oleh masyarakat
pelakunya.
Hal it u apabila diyakini bahw a permasalahan kesehat an
seringkali merupakan masalah kesehat an yang lokal spesifik
t erkait dengan sosial budaya set empat . Apabila memang
demikian adanya, maka hal it u menjadi pent ing unt uk digali guna
menget ahui permasalahan mendasar dan sekaligus langkah t epat
sebagai penyelesaiannya. Akhirnya, perbaikan at au
pemberdayaan budaya yang berdampak posit if bagi kesehat an
masyarakat pemiliknya dapat segera dilakukan. Dengan
demikian kekayaan budaya Indonesia yang baik dapat t erus
dikembangkan, dilest arikan, dan dimanfaat kan secara lokal,
bahkan bila memungkinkan secara nasional.
M enjejak pada asumsi di at as, maka pemahaman t ent ang
budaya masyarakat t erkait dengan masalah kesehat an sangat
pent ing unt uk diperhat ikan. Selanjut nya, pemahaman yang
diperoleh adapat digunakan sebagai fakt or penent u menuju
keberhasilan program-program kesehat an yang bert ujuan
Sebuah kenyat aan yang t idak t erbant ahkan bahw a
t ernyat a budaya memegang peranan amat pent ing dalam
mempengaruhi st at us kesehat an masyarakat . Oleh karenanya,
sekali lagi, riset sebagai sarana unt uk melihat bagaimana budaya
dalam masyarakat it u bekerja dan membent uk perilaku sehat
pemiliknya mut lak dilakukan. Harapannya, gambaran dan
pemahaman t ersebut dapat dimanfaat kan, khususnya oleh para
pet ugas kesehat an unt uk menget ahui, mempelajari, dan
memahami apa yang berlaku di masyarakat . Berdasar budaya
yang sudah “ t erpant au” it u, akhirnya dapat dirancang program
kesehat an unt uk meningkat kan st at us kesehat an masyarakat
yang sesuai dengan permasalahan spesifik lokal. Dalam proses ini
pendekat an budaya merupakan salah sat u cara yang pent ing dan
t idak bisa diabaikan.
Upaya ini jelas bukan sesuat u yang mudah dilakukan.
Banyak fakt or yang dapat dijadikan sebagai alasannya. Salah
sat unya adalah sifat budaya it u sendiri. Budaya yang t ercermin
dalam t indakan it u t erbent uk melalui proses panjang dan dijiw ai
oleh nilai-nilai yang dijunjung t inggi oleh masyarakat
bersangkut an. Terlebih kemudian jika dihadapkan pada sebuah
kenyat aan bahw a Indonesia memiliki ribuan ragam budaya yang
hidup dan lest ari di ant ara para pemiliknya yang menghuni
ribuan pulau it u. Budaya yang bersifat khas dari masing-masing
“ pemiliknya” it u kemudian membut uhkan pemahaman secara
cermat agar t idak t erjadi kesalahan memaknainya.
Hasil pembacaan dan sekaligus pemahaman at as budaya
yang sedemikian beraneka ragam t ersebut secara spesifik,
t erut ama yang bersangkut paut dengan kearifan lokal yang
dimilikinya, (t ent u) dapat digunakan sebagai st rat egi unt uk
meningkat kan st at us kesehat an dengan t epat —secara lokal
spesifik. Sebab, diakui at au t idak, secara sederhana dapat
mempunyai persepsi kesehat an—t erut ama bersangkut paut
dengan konsep sehat -sakit —yang berbeda-beda. Dan sekali lagi,
persepsi it u sangat dit ent ukan oleh cara pandang dan ekspresi
mereka berdasarkan nilai-nilai budaya yang dimilikinya.
Sebut sebuah cont oh sederhana; set iap orang yang
t erganggu kesehat annya (sakit ) past i akan mencari jalan at au
cara unt uk menyembuhkan diri dari gangguan kesehat an at au
penyakit yang diderit anya dengan cara yang dia yakini dapat
menyembuhkan at as apa yang dikeluhkannya it u. Nah, pencarian
pengobat an, baik melalui self t reat m ent maupun dengan
bant uan t enaga kesehat an it ulah yang (seringkali) didasarkan
at as persepsi mereka t erhadap konsep sehat -sakit dalam
perspekt if budayanya.
Pengalaman menunjukkan bahw a masalah kesehat an
t idak dapat dilepaskan dari fakt or-fakt or sosial budaya dan
lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka t inggal. Fakt
or-fakt or kepercayaan dan penget ahuan budaya sepert i
konsepsi-konsepsi mengenai boleh dan t idak boleh, hubungan
sebab-akibat ant ara makanan dan kondisi sehat -sakit , kebiasaan, dan
segala hal ihw al t erkait masalah it u t ent unya berdampak
t erhadap kesehat an, baik posit if maupun negat if.
Sekedar merujuknya sebagai cont oh; dalam budaya “ Sei” ,
bayi yang baru lahir akan dit empat kan dalam rumah yang
dibaw ahnya diberi pengasapan.1 Beberapa kelompok masyarakat
di Jaw a masih mempunyai kebiasaan memberikan makanan
pisang dilumat dengan nasi unt uk diberikan kepada bayi usia dini
(kurang dari empat bulan).
1
Lihat hasil penelitian Rachm alina Soerachm an, dkk., 2009. St udi Kejadian
Kesakitan dan Kematian pada Ibu dan Bayi yang melakukan Budaya Sei di
Kabupat en Timor Tengah Selat an, Nusa Tenggara Timur.Jakart a; Badan
Dalam perspekt if penget ahuan kesehat an modern, dua
prakt ek yang t imbul karena budaya t ersebut diklaim akan
berdampak negat if kepada bayi. Prakt ek pert ama dapat
menyebabkan t imbulnya gangguan pernafasan, sedang prakt ek
kedua menimbulkan gangguan saluran pencernaan pada si bayi.
Jadi, kedua prakt ek yang lebih berdasar pada budaya it u, dalam
pandangan penget ahuan kesehat an modern dianggap
menimbulkan dampak negat if.
Hasil penelit ian Riset Et nografi Kesehat an t ahun 2012 yang
dilakukan oleh Badan Penelit ian dan Pengembangan
Kement erian Kesehat an di 12 et nik di Indonesia menunjukkan
masalah kesehat an ibu dan anak t erkait budaya kesehat an begit u
sangat memprihat inkan. Salah sat u alasan at as rasa prihat in it u
karena kepercayaan t ent ang hal-hal mist is masih melekat kuat
pada budaya mereka, khususnya menyangkut kesehat an ibu dan
anak t ersebut .
Beberapa kasus dengan sangat mudah dicont ohkan. Sebut
saja diant aranya adalah m it os bahw a ibu hamil rent an unt uk
diganggu oleh roh jahat sehingga ibu hamil harus menjalani rit ual
dan memakai jimat sert a memat uhi pant angan dan larangan agar
t erhindar dari gangguan roh jahat dimaksud. Salah sat u bent uk
pant angan it u adalah larangan mengkonsumsi beberapa jenis
makanan yang just ru mengurangi asupan pemenuhan gizi dan
(t ent unya) akan berpengaruh t erhadap st at us gizi ibu hamil dan
sekaligus janin yang dikandungnya it u sendiri.
Terdapat juga anggapan bahw a ibu yang bekerja keras saat
ia hamil akan mempermudah dan melancarkan proses
melahirkan. Padahal, keharusan unt uk t et ap bekerja keras
sampai mendekat i persalinan bagi ibu hamil, dalam perspekt if
kesehat an modern, just ru sangat membahayakan baik bagi ibu
maupun janinnya. Belum lagi masalah pilihan ut ama unt uk
merasa aman dari gangguan roh jahat sert a nyaman karena
dit unggui oleh keluarga. Pemot ongan t ali pusat dengan sembilu
(bambu yang dit ipiskan dan berfungsi sepert i pisau) juga masih
banyak digunakan unt uk memot ong t ali pusat bayi yang baru
dilahirkan.
Terdapat pula sebagian masyarakat yang masih
menggunakan ramuan yang berasal dari berbagai t umbuhan, baik
yang diminum maupun yang dimasukkan dalam liang vagina.
Prakt ek it u mereka percayai dapat mempercepat kesembuhan
dan mengeringkan vagina ibu yang habis bersalin. Selain it u
kebiasaan pijat , baik bagi ibu pasca melahirkan maupun bayi
baru lahir juga masih diprakt ekkan pada et nik t ert ent u. Demikian
juga halnya, kepercayaan memandikan bayi yang baru lahir
dengan air dingin, baik di sungai, danau at au sumber air lain
dianggap dapat menjadikan bayi lebih kuat baik fisik maupun
ment alnya.
M enjejak pada beberapa perilaku di at as, kit a semakin
t idak dapat membant ah bahw a kesehat an merupakan bagian
int egral dari kebudayaan. Sement ara pada sisi yang berbeda,
manusiaakan mampu melakukan akt ifit as kebudayaan jika dalam
kondisi sehat . Akhirnya dapat dijust ifikasi bahw a kesehat an
merupakan elemen pent ing bagi kebudayaan. Begit u pula
sebaliknya, kebudayaan juga dapat dijadikan sebagai pedoman
masyarakat dalam memahami kesehat an.
Oleh karena it u, sekali lagi, memaham i masalah kesehat an
yang ada di masyarakat melalui kebudayaannya sangat lah
pent ing dilakukan. Hal ini karena, meminjam Heddy Shri
Ahimsa-Put ra, masalah kesehat an t idak pernah dapat dilepaskan dari
sit uasi dan kondisi masyarakat dan budayanya.2 Sebagai cont oh,
2
Lihat Heddy Shri Ahim sa-Put ra (edit or), 2005. M asalah Kesehat an dalam
penelit ian yang dilakukan oleh Emiliana M ariyah dan M ohammad
Hakimi dengan judul “ Ham bat an Budaya dalam Int eraksi
Bidan-Ibu Ham il: St udi Ket aat an unt uk M eningkat kan Suplem en dan St at us Besi di Puskesm as Banyu Urip, Kabupat en Purw orejo, Jawa Tengah” . Penelit ian ini menyimpulkan bahw a masih kuat nya sist em kepercayaan dan prakt ek pant angan yang dilakukan oleh
ibu hamil. Ibu menghindari bahkan mengurangi jumlah dan jenis
makanan t ert ent u yang mengandung gizi t inggi, sert a
mengabaikan zat besi yang sangat dibut uhkan selama kehamilan.
Hal-hal it u dilakukan karena berbagai alasan yang berkait an
dengan nilai budaya set empat dan kepercayaan.3 Padahal saat
hamil, secara medis ibu dan bayi memerlukan makanan yang
bergizi dan zat besi lebih banyak. Namun dalam prakt ek, yang
t erjadi di lokasi penelit ian t ersebut adalah sebaliknya.
Disamping it u, mengut ip pandangan Ahimsa, bahw a dalam
pandangan para ilmuan sosial budaya, masalah kesehat an dalam
suat u masyarakat sangat erat kait annya ant ara fasilit as
kesehat an, sarana t ransport asi, dan komunikasi yang t erdapat di
dalam suat u masyarakat , dengan kepercayaan, jenis mat a
pencaharian sert a lingkungan fisik t empat masyarakat t ersebut
berada.4
Apabila dbaca dari perspekt if ini,maka dapat digarisbaw ahi
bahw a masalah kesehat an t idak lagi dapat dipahami dan diat asi
hanya dengan memusat kan perhat ian pada kesehat an t ubuh.
Kesehat an t ubuh adalah hasil dari proses int eraksi ant ara
unsur-unsur int ernal t ubuh dengan unsur-unsur ekst ernalnya. M eminjam
3
Emiliana M ariyah dan M ohamm ad Hakim i, 2005. Hambatan Budaya dalam Int eraksi Bidan-Ibu Hamil: Studi Ket aat an untuk M eningkatkan Suplemen dan St at us Besi di Puskesmas Banyu Urip, Kabupat en Purw orejo, Jawa Tengah Tahun 2005, 105.
4
perspekt if ini pula dapat dit arik sebuah kesimpulan, bahw a dalam
memandang persoalan kesehat an manusia, para ilmuw an sosial
budaya lebih memperhat ikan unsur-unsur ekst ernalnya,
sement ara para dokt er (t enaga kesehat an) lebih banyak berkut at
dan hanya cenderung memperhat ikan unsur-unsur int ernalnya.
1.1.2. M asalah dan Tujuan Studi
St udi ini mengambil t opik budaya kesehat an dan
dilaksanakan di beberapa w ilayah t ert ent u Indonesia dengan
kat egori kabupat en bermasalah berat kesehat an, miskin dan non
miskin ini. St udi ini diharapkan menjaw ab beragam aspek pot ensi
budaya masyarakat secara menyeluruh t erkait masalah;
Kesehat an Ibu dan Anak (KIA), Penyakit Tidak M enular (PTM ),
Penyakit M enular (PM ), dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS).
Lebih spesifik lagi, t ujuan yang ingin dicapai dalam st udi
ini adalah: (1) mengident ifikasi secara mendalam unsur-unsur
budaya yang mempengaruhi kesehat an di masyarakat , dan (2)
mengident ifikasi peran dan fungsi sosial masyarakat yang
berpengaruh t erhadap pengambilan keput usan t erkait dengan
pelayanan kesehat an.
Luaran yang diharapkan adalah meningkat nya peran
masyarakat dalam pembangunan kesehat an. Terlebih kemudian
apabila menyandarkan pada st rat egi pembangunan kesehat an—
sebagaimana t ert uang dalam Rencana Pengembangan Jangka
Panjang (RPJP) Bidang Kesehat an t ahun 2005–2025, yang ant ara
lain, menyebut kan t ent ang pemberdayaan masyarakat .
Asumsi ini berangkat dari sebuah penilaian bahw a
keberhasilan pembangunan kesehat an dan penyelenggaraan
berbagai upaya kesehat an harus berangkat dari masalah dan
sosial dan budaya set empat . At au dengan kat a lain,
pemberdayaan kesehat an masyarakat berbasis pada masyarakat .
Art inya pembangunan kesehat an berbasis pada t at a nilai
perorangan, keluarga, dan masyarakat sesuai dengan keragaman
sosial budaya, kebut uhan permasalahan sert a pot ensi
masyarakat (modal sosial).
1.1.3. Batasan Studi
St udi yang dilaksanakan dalam jangka w akt u dua bulan
(M ei-Juni 2014) ini mengambil subyek penelit ian Et nik M uyu
yang t inggal at au menet ap di Dist rik M indipt ana Kabupat en
Boven Digoel, Provinsi Papua. Sekaligus mencakup pula 13 (t iga
belas) kampung yang berada di dalam w ilayah administ rat if
Dist rik M indipt ana ini.
Dua alasan mendasar yang dijadikan sebagai indikat or
penent uan lokasi ini adalah (1) Kabupat en Boven Digoel,
menurut dat a Kement erian Kesehat an RI t ahun 2007 merupakan
1 dari 19 kabupat en di Indonesia dengan ranking IPKM t erendah
t ahun 2007. Art inya Kabupat en Boven Digoel merupakan
kabupat en dengan priorit as permasalahan pada salah sat u
komponen at au indikat or IPKM yang rendah, yakni bermasalah
berat kesehat an miskin (KaA) dan non miskin (KaB), dan (2)
pemilihan lokasi menggunakan krit eria dat a Komunit as Adat
Terpencil dari Kement erian Sosial.
Dan, mendasarkan pada kedua krit eria dimaksud, maka
Et nik M uyu yang menet ap di w ilayah Dist rik M indipt ana
Kabupat en Boven Digoel dinilai memenuhi kedua krit eria
1.1.4. Desain Studi
Apabila mendasarkan pada krit eria-krit eria dan just
ifikasi-just ifikasi mengenai korelasi ant ara kesehat an dan budaya
masyarakat , sebagaimana diulas dalam sub bab lat ar belakang
st udi di at as, maka t idak berlebihan apabila dikat akan bahw a
sebenarnya st udi ini didesain sebagai ant hropologi kesehat an.
Hal ini mengingat st udi ini berusaha membaca pengaruh budaya
t erhadap pemaknaan kesehat an masyarakat pemiliknya.
M isalnya, meminjam t aw aran definisi Solit a Sarw ono, sepert i
dikut ip oleh Djekky R. Djoht , bahw a ant hropologi kesehat an
adalah pengaruh unsur-unsur budaya t erhadap penghayat an
masyarakat t ent ang penyakit dan kesehat an.5
M eskipun sebenarnya, definisi yang dit aw arkan oleh
Solit a Sarw ono t ersebut dapat dikat akan masih sempit karena
(senyat anya) ant hropologi sendiri bukan hanya t erbat as melihat
penghayat an masyarakat dan pengaruh unsur budayanya saja.
Akan t et api, sesempit apapun t aw aran yang disampaikan oleh
Solit a Sarw ono, m inimal, dapat menggambarkan ket erkait an
ant ara keduanya; kesehat an dan budaya masyarakat nya.
Penilaian sempit at as t aw aran Solit a Sarw ono t ersebut ,
paling t idak apabila disandingkan dengan konsep ant hropologi
secara makro sebagaimana dit aw arkan oleh Koent jaraningrat .
M enurut Koent jaraningrat , ilm u ant hropologi mempelajari
manusia dari aspek fisik, sosial, dan budaya.6
Di lain pihak, t aw aran pengert ian ant hropologi kesehat an
oleh Fost er/ Anderson dapat dikat akan merupakan konsep yang
5
Djekky R. Djoht , 2002. “ Penerapan Ilm u Antropologi Kesehat an Dalam Pembangunan Kesehat an M asyarakat Papua” dalam Jurnal Ant ropologi Papua Vol. 1 No. I Agust us 2002, 13.
6
t epat . Hal ini karena, sepert i dikut ip oleh Djoht , menurut
Fost er/ Anderson, ant hropologi kesehat an mengkaji
masalah-masalah kesehat an dan penyakit dari dua kut ub yang berbeda,
yakni kut ub biologi dan kut ub sosial budaya.
Adapun pokok perhat ian kut ub biologi adalah
pert umbuhan dan perkembangan manusia, peranan penyakit
dalam evolusi manusia, dan paleopat ologi (st udi mengenai
penyakit -penyakit purba). Sedangkan pokok perhat ian kut ub
sosial budaya adalah sist em medis t radisional (et nomedisin),
masalah pet ugas-pet ugas kesehat an dan persiapan profesional
mereka, t ingkah laku sakit , hubungan ant ara dokt er-pasien, dan
dinamika dari usaha memperkenalkan pelayanan kesehat an
barat kepada masyarakat t radisional.7
Sement ara menurut Horacio Fabrega Jr., sebagaimana
dikut ip oleh Djoht , ant hropologi kesehat an adalah st udi yang
menjelaskan; (a) berbagai fakt or, mekanisme, dan proses yang
memainkan peranan di dalam mempengaruhi cara-cara di mana
individu-individu dan kelom pok-kelom pok t erkena oleh at au
berespon t erhadap sakit dan penyakit , dan (b) mempelajari
masalah-masalah sakit dan penyakit dengan penekanan t erhadap
pola-pola t ingkah laku.8
Berpijak pada desain dimaksud, maka st udi ini secara
khusus dit ujukan unt uk melihat , mendeskripsikan, dan memaknai
konsep sakit dan sehat dalam pandangan dan perilaku Et nik
M uyu berdasarkan budayanya. At au, st udi ini bermaksud melihat
secara ut uh dampak at au pengaruh dari budaya yang dimiliki
oleh masyarakat Et nik M uyu t erhadap cara pandangnya
mengenai konsep sehat dan sakit .
7
Djoht , 2002. Penerapan Ilmu Ant ropologi Kesehatan Dalam Pembangunan Kesehat an M asyarakat Papua, 13-14.
8
Pengaruh budaya t erhadap kesehat an t ersebut akan
dibaca menggunakan met ode et nografi. M et ode ini dipilih karena
sangat relevan dengan luaran st udi yang ingin dicapai, yakni
deskripsi suat u kebudayaan. Hal ini sekaligus memiliki kesesuaian
dengan t ujuan ut ama et nografi yakni memahami suat u
pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli. M eminjam
t aw aran M alinosw ki, sepert i dikut ip oleh James P. Spradley,
bahw a t ujuan et nografi adalah memaham i sudut pandang
penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan, unt uk
mendapat kan pandangannya mengenai dunianya.9
Sement ara it u, apabila menjejak pada t aw aran LeCompt e
dan Schensul dalam Emzir, maka yang dimaksudkan dengan
et nografi adalah sebuah met ode penelit ian yang bermanfaat
dalam menemukan penget ahuan yang t ersembunyi dalam suat u
budaya dan kom unit as.10
M asih mengut ip Spradley, penelit ian et nografi m elibat kan
akt ivit as belajar mengenai dunia orang yang t elah belajar
melihat , mendengar, berbicara, berpikir, dan bert indak dengan
cara-cara yang berbeda. Tidak hanya mempelajari mesyarakat ,
lebih dari it u, et nografi berart i belajar dari masyarakat .11 Oleh
karena it u, begit u mudah dapat dipahami alasan mengapa dalam
met ode et nografi ini penelit i diharuskan langsung t erjun ke
lapangan unt uk mencari dat a melalui informan.12
Terdapat (minimal) lima persyarat an yang harus dipenuhi
dalam rangka memilih informan yang baik, yakni: (1) enkult urasi
9
Jam es P. Spradley, 1997. M etode Etnografi. Jogjakart a; PT. Tiara Wacana. 3.
10
Emzir, 2011. M et odologi Penelitan Kualitat if, Analisis Data.Jakart a; PT Rajagrafindo Persada, 18.
11
Spradley, 1997. M et ode Etnografi, 3.
12
Rat na, Nyom an Kutha, 2010. M etodologi Penelit ian, Kajian Budaya dan Ilmu
penuh, (2) ket erlibat an langsung, (3) suasana budaya yang t idak
dikenal, (4) w akt u yang cukup, dan (5) non analit is.13
Sedangkan apabila berbicara mengenai manfaat
penggunaan met ode ini dalam upaya mem ahami rumpun
manusia, t erdapat lima manfaat yang akan diperoleh, yait u: a)
memberikan informasi t ent ang adanya t eori-t eori ikat an budaya
(cult ure-bound), sekaligus mengoreksi t eori sosial barat , b) menemukan t eori grounded, sekaligus mengoreksi t eori formal,
c) memahami masyarakat kecil (non-Barat ), sekaligus masyarakat
kompleks (Barat ), d) memahami perilaku m anusia sebagai
perilaku yang bermakna, sekaligus perbedaannya dengan
perilaku binat ang, dan e) yang t erpent ing adalah unt uk
memahami manusia sekaligus kebut uhan-kebut uhannya.14
Sement ara it u, kerangka konsep disusun berdasar t eori
Blum t ent ang st at us kesehat an, bahw a di dalam mempelajari
st at us kesehat an sangat dipengaruhi oleh beberapa fakt or:
perilaku, lingkungan (fisik, sosial, ekonomi, dan budaya),
pelayanan kesehat an, dan fakt or ket urunan.15 Sedang penent uan
unsur-unsur budayanya menggunakan krit eria t ujuh unsur
budaya yang dit aw arkan oleh Koent jaraningrat , yakni alam
(kedudukan dan t empat t inggal), organisasi sosial dan sist em
kekerabat an, sist em t eknologi, sist em penget ahuan, sist em mat a
pencaharian, sist em religi, dan kesenian.16
Selain mengeksplorasi unsur-unsur budaya Et nik M uyu
yang berkait an dengan kesehat an, st udi ini juga didesain unt uk
13
Spradley, 1997. M et ode Etnografi, 61.
14
Ibid., 12-20
15
Periksa Henrik L. Blum , 1974. Planning for Healt h: Development and Application of Social Change Theory. New York; Behavioral Publicat ions
16
Koent jaraningrat , 2002. M anusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakart a;
mempelajari peran pelayanan kesehat an konvensional dan
sekaligus pengaruhnya t erhadap perilaku sehat masyarakat M uyu
unt uk meningkat kan st at us kesehat annya.
1.1.5. W ilayah Kajian Studi
Apabila membaca mengenai Angka Kemat ian Ibu (AKI)
dan Angka Kemat ian Bayi (AKB) di Indonesia masih cukup t inggi
dibandingkan Negara ASEAN lainnya. Survei Demografi Indonesia
(SDKI) 2012 menunjukkan bahw a AKI 359 per 100.000 kelahiran
hidup dan AKB 32 per 1000 kelahiran hidup. Berdasar
kesepakat an global M DGs (M illenium Developm ent Goals) t ahun
2000 diharapkan t ahun 2015 t erjadi penurunan AKI menjadi 102
per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 23 per 1000
kelahiran hidup. Berbagai upaya Kesehat an Ibu dan Anak (KIA)
t elah dilakukan unt uk mengat asi perbedaan yang sangat besar ant ara AKI dan AKB di negara maju dan di Negara berkembang,
sepert i Indonesia.
Sement ara dat a Riskesdas 2007 menunjukkan prevalensi
HT sebesar 31,7%, balit a st unt ing 36,8%, dan akses sanit asi 43%.
Hal ini menunjukkan bahw a masalah kesehat an t idak hanya pada
st at us kesehat an ibu dan anak saja, namun t ermasuk masalah
penyakit t idak menular, gizi, dan PHBS.
Dat a Susenas 2007 menunjukkan bahw a hanya sekit ar
35% penduduk sakit yang mencari pert olongan ke fasilit as
pelayanan kesehat an. Tampaknya penduduk cukup banyak yang
t idak memanfaat kan fasilit as kesehat an t erbukt i 55,4%
persalinan t erjadi di fasilit as kesehat an dan masih banyak yait u
melahirkan di rumah 51,9% dit olong bidan dan masih t erdapat
40,2 yang dit olong dukun bersalin.17
Sedangkan dat a Riskesdas 2010 menunjukkan bahw a
set ahun sebelum survei, 82,2% persalinan dit olong oleh t enaga
kesehat an namun masih ada kesenjangan ant ara pedesaan
(72,5%) dan perkot aan (91,4%). M asih t ingginya pemanfaat an
dukun bersalin sert a keinginan masyarakat unt uk melahirkan di
rumah, t erkait dengan fakt or-fakt or sosial budaya.
Sement ara apabila melihat Renst ra Kem ent erian
Kesehat an t ahun 2010-2014 t ent ang program Gizi dan KIA
menyebut kan beberapa indikat or t ercapainya sasaran hasil t ahun
2014. Indikat or-indikat or t ersebuat adalah (1) persent ase
pert olongan persalinan oleh t enaga kesehat an t erlat ih sebesar
90%,(2) kunjungan neonat al pert ama (KN1) sebesar 90%, dan (3)
persent ase balit a yang dit imbang berat badannya (jumlah balit a
dit imbang/ balit a seluruhnya at au D/ S) sebesar 85%.18
M endasarkan pada dat a-dat a di at as, maka w ilayah kajian
dari st udi ini, sebagai dijelaskan dalam ruang lingkup masalah
st udi, yakni Kesehat an Ibu dan Anak (KIA), Penyakit Tidak
M enular (PTM ), Penyakit M enular (PM ), dan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS). Hanya saja, keempat it em dimaksud,
t idak dijelaskan secara keseluruhan dan mendet ail dalam buku
ini. Hal ini dilakukan karena st udi ini dikhususkan membaca
secara spesifik dan ut uh bagian-bagian t ert ent u dari keempat
w ilayah kajian dimaksud.
17
Badan Penelitian dan Pengem bangan Kesehat an RI., 2010. Laporan Nasional Riset Kesehat an Dasar Tahun 2010. Jakart a; Badan Lit bangkes RI.
18
1.1.6. Kelemahan-kelemahan Studi
Deskripsi t ent ang Et nik M uyu dalam kait an ant ara
unsur-unsur yang mempengaruhi dan membent uk budaya dan
(sekaligus) pengaruhnya t erhadap cara pandangnya t erhadap
konsep sehat -sakit sudah diupayakan sedet ail mungkin. Namun,
penelit i yakin masih t erdapat banyak celah yang membut uhkan
diskusi lebih lanjut dan panjang at asnya. Sebut sat u hal misalnya
menyangkut w ilayah t empat t inggal Et nik M uyu it u sendiri.
Dari perspekt if ket ercakupan w ilayah t inggal, jelas st udi
ini t idak berkompet ensi unt uk mencakup seluruh w ilayah
geografis dimana keseluruhan et nik ini berdiam , menet ap, dan
membent uk budayanya. Terlebih kemudian (apabila)
mendeskripsikan at as perkembangan suku ini set elah mengalami
pergumulan panjangnya dengan pihak-pihak lain, t erut ama kaki
t angan modernisasi. Oleh karena it u, Et nik M uyu yang
dideskripsikan secara (ut uh) dalam st udi ini hanya Et nik M uyu
yang menet ap di w ilayah administ rat if Dist rik M indipt ana, dan
bukan Et nik M uyu yang menet ap di w ilayah, baik dist rik-dist rik
maupun kampung-kampung di w ilayah dist rik-dist rik t ersebut .
Belum lagi apabila menyangkut persoalan sub suku
(marga) yang t erdapat dalam suku ini. St udi t ent ang kesehat an
dalam kait annya dengan budaya ini t idak pula hendak
memaparkan secara menyeluruh t ent ang hal dimaksud menurut
masing-masing sub suku (marga) t ersebut . M eskipun demikian,
hampir t idak t erdapat perbedaan yang menonjol ant ara
masing-masing sub suku (marga) dalam kait annya dengan konsep budaya
dan kesehat annya. Hal ini karena, meskipun t erdapat
berpuluh-puluh marga dalam sat u suku ini, namun dalam hal prinsip hidup
t idak t erdapat perbedaan. Perbedaan yang menonjol hanya
1.2. Kajian Terdahulu
St udi t ent ang Papua, khususnya mengenai Et nik M uyu
t elah dilakukan oleh beberapa penelit i, diant aranya adalah:
J.W. Schoorl19 dengan judul Kebudayaan dan Perubahan
Et nik M uyu dalam Arus M odernisasi Irian Jaya. Hasil penelit ian yang kemudian dit erbit kan oleh Grasindo di t ahun 1997 ini
mengkaji t ent ang masyarakat Et nik M uyu dan segala sendi
kehidupannya dalam pengaruh arus modernisasi, pengaruh para
pendat ang, t ermasuk adanya pengaruh gerakan keselamat an dari
M erauke.
Eric Rum lus melakukan penelit ian pada masyarakat Et nik
M uyu dan t elah dit erbit kan oleh Pusat Past oral Yogyakart a t ahun
1980 dengan judul Penggunaan Kekuat an-Kekuat an Gaib dalam
Et nik M uyu (Irja). Penelit ian Rumlus ini membahas t ent ang sist em religi yang meliput i seluruh segi kehidupan masyarakat
Et nik M uyu, meski juga t elah menganut agama-agama modern
yang didominasi agama Kat olik.
Selain it u, juga t erdapat sebuah art ikel yang dit ulis oleh
Dew i Indraw at i berjudul “ Kearifan Lingkungan pada M asyarakat
M uyu Provinsi Irian Jaya” . Art ikel ini menjadi salah sat u bagian
dari sebuah buku yang berjudul Bunga Ram pai Kearifan
Lingkungan.
19
J.W. Schoorl adalah kepala onderafdeling (kabupat en) M uyu dari aw al t ahun
1955 hingga pert engahan t ahun 1956. Pada aw alnya Schoorl hanya
m enjalankan t ugas unt uk m enyelidiki kondisi sosial buruh dari gubernur
daerah yang pada w akt u it u adalah Nederlands-Nieuw -Guinea, yaitu J. van
Baal, dan di baw ah pengaw asan C.J. Grader, yang pada w akt u it u sebagai
Kepala Urusan Pribum i. Schoorl m engadakan penelit ian it u di desa Kaw angt et dan Yibi. Schoorl t inggal dua pekan di m asing-m asing desa it u, dan juga
m engum pulkan dat a di M indipt ana. Schoorl sangat popular di m at a para
orang-orang tua Etnik M uyu yang menjadi inform an dalam riset et nografi
1.3. Sistematika Buku
Selanjut nya, di bagian ini pula akan dideskripsikan
mengenai st rukt ur/ isi buku. Buku ini t erdiri at as enam bab
dengan beragam t opik di masing-masing babnya. M eski
demikian, deskripsi dan analisis yang dilakukan t et ap dalam
ruang lingkup kajian dan t idak sama sekali keluar dari w ilayah
st udi yang direncanakan. Keenam bab at au bagian t ersebut
dideskripsikan secara umum sebagai berikut :
Bab I menjelaskan t ent ang gambaran umum at as st udi
yang dilakukan, lat ar belakang, masalah dan t ujuan st udi, sert a
bat asan-bat asan st udi. Kemudian dilanjut kan dengan
pembahasan masalah desain st udi, w ilayah kajian,
kelemahan-kelemahan, kajian st udi t erdahulu sert a sist emat ika buku.
Bab 2 menjelaskan t ent ang sejarah, asal-usul, sert a
perkembangan yang t erjadi pada masyarakat Et nik M uyu. Pada
bagian ini akan dijelaskan perihal genealogi, asal-usul, suku
bangsa, bahasa, sert a prinsip hidup yang menonjol bagi orang
M uyu. Selain it u juga akan dipaparkan profil orang M uyu dalam
pandangan para pendat ang.
Bab 3menjelaskan t ent ang pot ret dan dinamika budaya
kesehat an yang berlaku pada masyarakat Et nik M uyu. Pada
bagian ini dijelaskan masalah konsep sehat -sakit Et nik M uyu yang
juga akan diperbandingkan dengan beberapa Et nik lain di w ilayah
Papua. Selain it u juga dipaparkan t ent ang pengobat an t radisional
sert a modern, dan juga perilaku hidup bersih dan sehat
masyarakat Et nik M uyu.
Bab 4 menjelaskan secara lebih spesifik budaya kesehat an
khusus pada ibu dan anak. Pada kesehat an ibu at au perempuan
akan dibahas sesuai dengan pent ahapan masa remaja, masa
kehamilan, masa persalinan, dan masa nifas. Selain it u juga
diuraikan t ent ang penget ahuannya dalam hal kesehat an
masa bayi at au anak-anak, yait u masa neonat us dan bayi sert a
pola menyusui yang berlaku bagi bayi Et nik M uyu
Bab 5 menjelaskan lebih lanjut bahasan kesehat an ibu
dan anak dalam t emat ik t ent ang pengasingan perempuan Et nik
M uyu saat persalinan. Pada bagian ini dideskripsikan st udi kasus
pada salah sat u perempuan M uyu yang mengalami pengasingan
saat melakukan persalinan. Selain it u juga dipaparkan pandangan
t okoh masyarakat dan juga pandangan masyarakat t ent ang hal
t ersebut .
Bab 6 menjelaskan t ent ang cat at an penelit i t erhadap
keseluruhan isi buku yang dirangkum dalam beberapa
kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan t ersebut
penelit i mencoba melemparkan rekomendasi yang disesuaikan
dengan kondisi yang spesifik lokal unt uk menjam in fisibilit as dari
BAB 2
SEPENGGAL SEJARAH ASAL-USUL
DAN PERKEM BANGAN
M endeskripsikan t ent ang eksist ensi Et nik M uyu—dengan
segala t et ek bengeknya—t idak ubahnya mengurai gulungan
panjang benang sejarah umat manusia, khususnya masyarakat
Papua. Terlebih khusus lagi masyarakat di Provinsi Papua bagian
Selat an. Hal ini disebabkan Et nik M uyu ini memiliki sejarah yang
begit u panjang dan kompleks. Di sat u pihak, kompleksit as it u
menyangkut pemahaman dan keyakinan menyangkut asal-usul
(genealogi) dan perilaku sebagai ekspresi at as pemahaman dan
keyakinan dalam w ujud budayanya. Sedangkan di pihak lain, juga
bert alian dengan hiruk-pikuk konst alasi polit ik, ekonomi, agama
dan t radisi (budaya) yang melingkari dan mew arnai hidup dan
kehidupan mereka selama ini.
Terlebih kemudian, apabila menyebut M uyu, t ernyat a,
bukanlah berart i t unggal, sat u. Sebab di dalamnya t erdapat
banyak sub suku (marga/ fam) yang t idak hanya berbeda nama,
berbeda dalam dialek bahasanya, juga berbeda dalam beberapa
prinsip hidup lainnya. Kompleksit as it u semakin menampakkan
w ujudnya ket ika kit a berupaya melukiskan bagaimana proses
t egur-sapa mereka dengan budaya lain yang (t iba-t iba) hadir, hilir
mudik, dan hidup di t engah-t engah mereka. Perset ubuhan (baca:
int eraksi dan akult urasi) dengan budaya lain it u jelas semakin
Sebelum secara khusus berbicara mengenai Et nik M uyu
ini, mungkin lebih sempurna apabila dieksplorasi t erlebih dahulu
mengenai kebudayaan Papua secara umum. Hal ini menjadi
pent ing karena Et nik M uyu dan segala hal yang bersangkut paut
dalam kebudayaannya menjadi sat u bagian yang t idak
t erpisahkan dari kebudayaan masyarakat Papua secara
keseluruhan.
Pulau Irian (kini Papua) yang berbent uk seekor burung
raksasa, secara polit is t erbagi at as dua bagian dengan garis
pembat as sekit ar 141
BT. Bagian yang t erlet ak di bagian Barat garis pembat as t ersebut adalah Provinsi Papua yang merupakanprovinsi paling Timur di Indonesia. Sedangkan bagian Barat
adalah negara Papua New Guenia (PNG).
Sedangkan bat as w ilayahnya dapat dikemukakan sebagai
berikut :
1) Sebelah Ut ara berbat asan dengan Laut an Teduh
(Samudera Pasifik) dan Laut Halmahera
2) Sebelah Timur berbat asan langsung dengan negara PNG
3) Sebelah Selat an berbat asan dengan Laut Arafura dan
Benua Aust ralia
4) Sebelah Barat berbat asan dengan Laut Seram, Laut
Banda, dan Provinsi M aluku.
Bagian Ut ara Pulau Papua t erdapat banyak pulau yakni,
ant ara lain Pulau Yapen, Numfor, Supiori, kepulauan Padaido dan
Pulau Ron (berada di Teluk Cendraw asih). Di bagian Ut ara kepala
burung dekat Provinsi M aluku t erdapat Pulau Bat ant a, Salaw at i,
Doom, Waigeo, M isol, dan gugusan Pulau Pam, Kofiau, dan masih
t erdapat pulau-pulau kecil lainnya yang dikenal dengan gugusan
kepulauan Raja Ampat . Sedangkan di bagian Selat an t erdapat
pulau-pulau sepert i: Pulau Adi, Aiduma, Naurio, Yos Sudarso
Selain it u, di pulau ini juga t erdapat beberapa t eluk dan
sungai yang cukup besar dan memiliki pot ensi sumber daya alam
(SDA)20. Teluk-t eluk t ersebut sebagian t erdapat di bagian Ut ara,
di ant aranya; Teluk Yos Sudarso (dulu dinamakan Teluk
Humbold). Tanah M erah, Cendraw asih (dulu dinamakan Teluk
Geelvink/ Saireri, Wandamen, Berau/ Bint uni. Sedangkan di bagian
Selat an t erdapat t eluk, ant ara lain; Teluk Arguni dan Teluk Trit on.
Sement ara sungai-sungai yang ada ant ara lain; Sungai
M amberamo (95 km), Grime, Tami, Kais, Kamundan, Balim, Digul,
Bian, dan lain-lain yang bermuara ke Laut Arafura.
Sedangkan pegunungan-pegunungan yang t erbent ang di
pulau ini yait u dari arah Barat (daerah kepala burung) ke Timur
(PNG) ant ara lain; pegunungan Tamerau, Arfak, Cant ier, Wyland,
Nasaw , Sudirman, Jayaw ijaya—dengan puncak-puncaknya:
Puncak Jaya (5.030 m)21, Puncak Trikora (4.750 m), dan Puncak
Yamin (4.595 m).
Sement ara it u, apabila membincang t ent ang nam a “ orang
Papua” yang saat ini dikenal sebagai sebut an unt uk suku
bangsa-suku bangsa yang berada di pulau paling ujung Timur kaw asan
NKRI ini t elah mengalami beberapa kali penamaan berdasarkan
pekembangan sejarah. Orang Belanda dahulu menyebut pulau ini
dengan sebut an “ Niew -Guinea” (Guinea Baru). Sedangkan pelaut
Spanyol, Ynigo Ort iz de Ret es (1545) menyebut dengan sebut an
“ Neuva Guinea” . Sebut an it u, didasarkan pada kondisi penduduk
20
Sum ber daya alam t ersebut ant ara lain adalah t ambang minyak, gas, t em baga, em as, nikel, dan sejumlah flora dan fauna di darat an m aupun di laut an.
21
Puncak Jaya ini m emiliki keajaiban t ersendiri di dunia karena m eskipun t erlet ak di daerah tropis nam un puncak t ersebut diselim ut i salju abadi
yang berkulit hit am dan mengingat kannya dengan penduduk
pant ai Guinea di Benua Afrika.22
Sebut an lainnya adalah Papua yang mula-mula dipakai
oleh pelaut Port ugis, Ant onio d’Arbreu yang mengunjungi pant ai
Papua pada t ahun 1551. Nama it u sebelumnya dipakai oleh
Ant onio Pigafet t a pada w akt u berada di laut M aluku pada t ahun
1521. Kat a “ Papua” berasal dari kat a M elayu “ Pua-pua” yang
berart i “ kerit ing” .23
Dalam Konferensi M alino t ahun 1964, nama “ Iryan”
diusulkan oleh F. Kaisepo. Kat a it u berasal dari bahasa Biak yang
art inya “ Sinar mat ahari yang m enghalau kanut di Irian” , sehingga
ada “ harapan bagi para nelayan Biak unt uk m encapai t anah
darat an Irian” . Pengert ian lain dari kat a ini juga berasal dari bahasa Biak, bahw a Irian it u berasal dari dua kat a, yakni “ Iri” dan
“ ryan” . Iri berart i “ dia” (Dia yang dimaksud di sini adalah Tanah)
dan ryan berart i “ panas” . Sehingga art i kat a Irian adalah “ t anah
yang panas” . M asyarakat M arind-Anim di pant ai Selat an mengat akan kat a Irian berart i “ t anah air” . Akhirnya, presiden
Soekarno sebagai orang pert ama yang mempopulerkan kat a Irian
sebagai singkat an dari “ Ikut Republik Indonesia Ant i
Nederland” .24
Sedangkan, apabila perihal kebudayaan Papua, para
ant ropolog mencoba menaw arkan berbagai sisi mengenai
kebudayaan Papua ini. Walker dan M ansoben sepert i dikut ip
oleh Djekky R. Djoht misalnya, menggolongkan masyarakat dan
kebudayaan Papua dalam t iga kat egori, t ipe-t ipe mat a
22
Tim Prodi Ant ropologi Fisip Uncen, 1991. Kebudayaan, Kesehat an Orang dalam Perspekt if Ant ropologi. Jayapura; Universit as Cendraw asih, 5.
23
Koent jaraningrat , 1933. Irian Jaya: M embangun M asyarakat M ajemuk. Jakart a; Djam bat an.
24
pencaharian yang berkembang di t iga t ipe ekologi at au
lingkungan, yakni (1) daerah raw a-raw a, pant ai, dan banyak
sungai, (2) daerah kaki bukit dan lembah-lembah kecil, dan (3)
daerah dat aran t inggi.25
M engkrit ik kat egori yang dit aw arkan oleh Walker dan
M ansoben karena kat egori it u dianggap mereduksi
keanekaragaman kebudayaan-kebudayaan di Papua ke dalam
kat egori mat a pencaharian, Parsudi Suparlan mencoba
menaw arkan pembagian pola-pola kebudayaan di Papua dalam
suat u penggolongan yang lebih luas. Taw aran penggolongan
t ersebut adalah:
a. Wilayah pant ai dan pulau yang t erdiri at as:
1) daerah pant ai Ut ara,
2) daerah-daerah pulau Biak-Numfor, Yapen, Waigeo, dan
pulau-pulau kecil lainnya, dan
3) daerah pant ai Selat an yang penuh dengan daerah
berlum pur dan pasang surut sert a perbedaan musim
kemarau dan hujan yang t ajam;
b. Wilayah pedalaman yang meliput i:
1) daerah sungai-sungai dan raw a-raw a,
2) daerah danau dan sekit arnya, dan
3) daerah kaki bukit dan lembah-lembah kecil;
c. Daerah dat aran t inggi sebagaimana dikemukakan oleh Walker
dan M ansoben.26
Sat u lagi pengelompokkan masyarakat Papua adalah
sebagaimana yang dit aw arkan oleh Koent jaraningrat .
25
Djekky R. Djoht , 2002. “ Penerapan Ilm u Antropologi Kesehat an Dalam Pembangunan Kesehat an M asyarakat Papua” , 23.
26
Lebih lanjut periksa Parsudi Suparlan, 1994. “ Keanekaragam an Kebudayaan, St rat egi Pem bangunan dan Transform asi Sosial” dalam Bulet in Penduduk dan
Koent jaraningrat , sebagaimana dikut ip oleh Beni Giay,
mengelompokkan masyarakat Papua berdasarkan let ak geografis
dan mat a pencahariannya menjadi t iga kelompok, yakni:
1. Penduduk Pant ai dan Hilir
Kelompok ini t elah mengadakan kont ak dengan dunia
modern/ luar kurang lebih sekit ar 100 t ahun yang lalu, dan
sudah beragama Krist en dan Roma Kat olik. M ereka sudah
mengalami pendidikan formal dan kebut uhan hidup
t ergant ung pada pasar dengan sumber alam yang melimpah.
2. M asyarakat Pedalaman
Kelompok-kelompok kecil yang t inggal di sepanjang sungai, di
hut an-hut an rimba. M ereka adalah peramu yang sering
berpindah-pindah t empat t inggal, jumlah penduduknya t idak
besar. Adapun yang t ermasuk dalam kelompok ini adalah
orang-orang Bauzi, Kerom, Waropen, Asmat Hulu, dan
lain-lain.
3. M asyarakat Pegunungan Tengah
Kelompok masyarakat ini t erdiri at as berbagai suku bangsa
yang t inggal di lembah-lembah, di pegunungan t engah yang
t erdiri at as pegunungan M ooke, Sudirman. Saat ini, mereka
pada umumnya t inggal di kabupat en Paniai dan Jayaw ijaya
dan jumlah penduduknya sangat padat . Pemeliharaan babi
dan pembudidayaan ubi jalar merupakan kegiat an ekonomi
yang sangat pent ing.27
Sement ara, apabila berpijak pada Indeks of Language
Jayapura, sepert i dikut ip oleh Djekky, Papua apabila dilihat dari
sudut suka bangsa berdasarkan bahasa, maka di seluruh w ilayah
27
Beni Giay, 1996. “ Pem bangunan Irian Jaya dalam Perspekt if Agam a, Budaya,
Papua t erdapat lebih dari 271 suku bangsa. Art inya, di Papua
t erdapat lebih dari 271 kebudayaan.28
Deskripsi di at as, hanyalah sekedar ingin menunjukkan
bet apa begit u “ luar biasanya” kekayaan budaya yang dimiliki oleh
masyarakat Papua. M eskipun Et nik M uyu menjadi bagian yang
t idak t erpisahkan dan sangat mungkin masuk dalam sat u at au
lebih kat egorisasi yang dit aw arkan t ersebut , namun memasukkan
secara kaku ke dalam sat u kat egori t ert ent u, sangat mungkin
akan berdampak generalisasi dan menjebak analisis-analisis
at asnya.
Oleh karena it u, adalah sebuah pilihan bijak apabila
“ membaca” dan kemudian “ mencerit akan kembali” perihal
pernik-pernik kebudayaan Et nik M uyu—baik masa lalu dan/ at au
kekiniannya—haruslah dengan penuh kehat i-hat ian agar t idak
t erjebak dalam simplikasi dan generalisasi yang berujung pada
pemaksaan pemaknaan t erhadap mereka. Hal ini karena Et nik
M uyu adalah sebuah pelangi; penuh w arna, penuh cerit a.
2.1. M indiptana: Kota Tua M uyu
Secara geografis, mengut ip J.W. Schoorl, daerah Et nik
M uyu t erlet ak di dalam zona kaki gunung dan lembah-lembah
kecil, meliput i daerah Sent ani, Nimboran, dan Ayamaru. Et nik
M uyu menempat i Onderafdeling M uyu yang berupa sebidang
t anah sempit , hampir bujur sangkar, di sepanjang bat as PNG.
Sebagian kecil dari suku bangsa it u menempat i w ilayah PNG.
Di samping it u, Onderafdeling M uyu (juga) merupakan
daerah peralihan ant ara t anah dat ar di pant ai dan daerah
pegunungan t engah. Di bagian Selat an w ilayah it u, t anahnya
28
Lihat Djekky R. Djoht , 2002. “ Penerapan Ilm u Ant ropologi Kesehat an dalam
dat ar namun di dekat Sungai Fly t erdapat raw a-raw a luas. At au
t epat nya, berada di ant ara pert emuan Sungai M uyu dan Kao dan
garis lint ang M indipt ana, sebagaimana dit unjukkan dalam pet a
berikut :
Gambar 2.1.
M asih menjejak pada Schoorl—sebagaimana pet a di at as,
saat it u, Et nik M uyu menempat i onderafdeling dengan nama
yang sama, M uyu. Bat as Ut aranya adalah pegunungan bint ang
(gunung st ar), sedangkan bat as sebelah Barat onderafdeling ini
adalah—saat it u—bernama onderafdeling Boven Digoel. Bat as
Selat annya memanjang dari sungai Kao dan sungai Digoel dan
berbat asan dengan (saat it u) onderafdeling M erauke. Adapun
w ilayah sebelah Timur berbat asan dengan PNG. Daerah yang
hampir bujur sangkar dari onderafdeling M uyu it u panjangnya
sekit ar 180 km dan lebarnya 40-45 km, meliput i 7.800 km2.
Seluruh luas Irian Jaya (Papua sekarang) kira-kira 416.000 km2.
Gambar 2.2.
Suasana Kot a M indipt ana t ahun 1956 Sum ber: Schoorl, 1997
Sejak t ahun 1926 ket ika Boven Digoel dibent uk,
onderafdeling M uyu menjadi bagiannya, t ermasuk afdeling (residensi) Nugini Selat an. Kot a t erpent ingnya adalah
t anggal 12 Januari 1955, onderafdeling M uyu dipisahkan dari
onderafdeling Boven Digoel.29
M elalui pergulat an panjang sejarah, M indipt ana—
t epat nya Dist rik M indipt ana, saat ini, merupakan salah sat u
dist rik dari Kabupat en Boven Digoel30 yang berbat asan langsung
dengan Negara PNG dan memiliki luas w ilayah 448,17 km2 at au
1,65% dari rasio t ot al luas w ilayah Kabupat en Boven Digoel.
Dist rik yang berpenduduk 4.238 jiw a ini berjarak 480 km dari
M erauke, sement ara jarak dari dan ke Tanah M erah, ibu kot a
Kabupat en Boven Digoel adalah 72 km.31
M indipt ana kini adalah M indipt ana yang t elah berubah.
Bukan hanya st at us administ rat ifnya yang t idak lagi menjadi
bagian dari afdeling Nugini Selat an, t et api kot a ini juga t elah
menggeliat dalam berbagai sendi dan sekt or kehidupannya.
Sebut saja sat u hal, masalah t ransport asi dan cara menjangkau
lokasi Kot a M indipt ana ini misalnya. Dari M erauke, t ransport asi
darat , sungai, udara, sudah dapat mencapai kot a t ua dan
bersejarah bagi Et nik M uyu ini.
Ket ika menuju lokasi penelit ian, penelit i sengaja memilih
rut e perjalanan darat dari M erauke ke Tanah M erah, baru
melanjut kan—masih via darat —Tanah M erah ke M indipt ana.
M emilih rut e darat dari M erauke ini bukanlah t anpa alasan;
penelit i ingin melihat secara dekat dan merasakan secara
29
Periksa J.W. Schoorl, 1997. Kebudayaan dan Perubahan Suku M uyu dalam Arus M odernisasi Irian Jaya. Jakart a; Grasindo, 25-26.
30
Sem enjak dikeluarkannya Perat uran Pem erint ah Daerah No. 11 t ahun 2008 t ent ang pem bent ukan 36 (t iga puluh enam ) kam pung baru, saat ini Kabupaten Boven Digoel m em iliki 20 dist rik dengan jum lah t ot al kampung sebanyak 112 kam pung. Periksa Periksa BPS Kabupaten Boven Digoel, 2012. Boven Digoel dalam Angka.Tanah merah; BPS Boven Digoel, 40.
31
langsung jengkal per jengkal alam dan budaya masyarakat
sepanjang jalan dari M erauke sampai M indipt ana. M enikmat i
inchi per inchi kekayaan budaya bumi Indonesia, t erut ama
“ mut iara” yang t erkandung di belant ara Papua, t erut ama Papua
bagian Selat an, jelas sebuah kemew ahan t ersendiri bagi penelit i.
Begit u keluar dari kot a M erauke, penelit i langsung
disambut jalanan beraspal sedikit menanjak dan
berlubang-lubang hampir merat a di sepanjang ruasnya. “ Jalan ini sudah
sangat bagus dan mulus” , demikian koment ar Syahib, Kepala
Bidang P2PL dan Plt . KTU Dinas Kesehat an Kabupat en Boven
Digoel yang mengant arkan penelit i menuju lokasi. Kondisi jalan
berlubang nan merat a it u t idak sedikit pun menghalangi
kencangnya laju mobil yang penelit i t umpangi, hingga angka di
spidomet er selalu menunjuk 100-120 km/ jam. “ Bagaikan sedang
berlom ba di arena off road” , begit u yang penelit i rasakan karena
hampir-hampir pant at ini t idak menempel sempurna di kursi.
Selalu t erangkat dan t ubuh ham pir melompat dari kursi yang
penelit i duduki.
Semakin lama dan kencang mobil melaju, semakin
memasuki hut an belant ara yang sepi dan hanya menyisakan
hut an lebat dengan raw a-raw a di sepanjang kanan kiri jalan.
Jalan ini t erasa membelah belant ara Papua dengan hut an
t anaman t ropis yang berjejer rapi di kanan kiri jalan yang t idak
lagi nampak menjulang t inggi. Tingginya rat a-rat a berkisar ant ara
10-15 met er. Kemungkinan besar penebangan hut an dengan
seabrek alasan pembenarnya t elah membuat sebagian besar hut an di Papua, khususnya w ilayah Papua Selat an ini t idak
peraw an lagi. Paling t idak kondisi pemandangan hut an sepert i
it ulah yang penelit i t emukan di sepanjang w ilayah perbat asan
Seolah mengamini pernyat aan Syahib, dr. Viviana
M aharani Prodjokusumo, Kadinkes Kabupat en Boven Digoel yang
semobil dengan penelit i menimpali,
“ ...ee, kondisi jalan begini ini mem ang sudah sangat baik lho.. sehingga sangat m em udahkan kami. Kalau t ahun-t ahun sebelum 2008, sebelum jalan ahun-t rans ini diperbaiki, kam i set engah m at i m elew at inya. Bisa-bisa dibut uhkan dua at au t iga hari w akt u perjalanan dari M erauke ke Tanah M erah at au sebaliknya. Terlebih apabila ada kendaraan yang t ert anam lum pur karena jalanan m em ang belum beraspal, w ah… bisa-bisa sampai sem inggu di jalan. Saat ini, hanya jem bat anlah yang m asih m enjadi kendala besar bagi rut e ini.”
Bagaimana jalan yang meski sudah diaspal t et api
berlubang di sana-sini, bahkan sebagian di ant aranya belum
t ert ut up aspal sama sekali sepert i ini dikat akan sudah sangat
bagus dan mulus? Penelit i hanya dapat membayangkan
bagaimana suasana dan kondisi jalan saat it u.
Belum lagi kondisi jembat an yang sangat memprihat inkan.
Di sepanjang jalan darat dari M erauke hingga Tanah M erah, t idak
kurang dari 55 jembat an dengan panjang masing-masing ant ara
10-30 met er. Dari jumlah it u, 22 di ant aranya sedang dalam
pengerjaan dengan kondisi penyelesaian yang bervariasi. Ada di
ant aranya hampir selesai, t et api t idak kurang banyak juga yang
baru nampak bangunan dasarnya saja, belum ada kerangka besi
siap dicor, apalagi siap unt uk dilalui kendaraan di at asnya.
Alhasil, kendaraan yang melint asinya harus mengambil
ruas jalan di samping jembat an yang sedang dibangun it u. Ruas
jalan yang berupa urukan t anah liat menut upi aliran sungai. Tidak
mengherankan apabila ada sat u kendaraan yang t ert anam di
jalan t anah liat berlumpur it u dibut uhkan w akt u berhari-hari
bahkan berminggu unt uk mencapai jarak 480 km dari M erauke
Oleh karena it u dapat dimengert i mengapa kendaraan
yang melint asi jalanan ini dipacu dengan kecepat an begit u t inggi.
Pert am a, kondisi cuaca yang susah diprediksi, sebent ar langit nampak cerah dan panas, namun secepat it u pula bergant i
dengan mendung t ebal dan hujan. Apabila melihat kondisi
geografisnya, curah hujan di w ilayah ini memang t ermasuk t inggi.
Bukit barisan t engah memiliki pengaruh yang dominan at as curah
hujan di w ilayah ini. Dat angnya arah angin dari pegunungan it u
mempunyai dampak “ menghalau” yang memaksa angin naik dan
uapnya berkondensasi menjadi hujan.
Jumlah curah hujan t ert inggi di w ilayah ini t erjadi pada
bulan M aret , yakni mencapai 800,5 mm dan yang t erendah
t erjadi pada bulan Agust us mencapai 175,9 mm. Sehingga rat
a-rat a curah hujan mencapai 431,67 mm dan jumlah hari hujan
dalam set ahun sebanyak 225 hari.32
Kondisi cuaca yang t idak menent u dengan curah hujan
t inggi sepert i it ulah, salah sat u alasan mengapa kendaraan harus
dipacu dengan kecepat an t inggi. Sebab jika t idak, saat hujan
t urun dan mobil t ert anam di jalan alt ernat if it u, maka harus
siap-siap unt uk bermalam di jalan it u.
Kedua, kondisi arus lalu lint as yang melint as di jalan ini sangat sepi. Bagaimana t idak dikat akan sepi, sepanjang
perjalanan menem puh jarak 480 km it u, kendaraan yang penelit i
t umpangi hanya berpapasan dengan 49 mobil, 10 di ant aranya
berjalan se-arah, ke Tanah M erah. Sedangkan pengendara mot or
yang kami t emui sepanjang perjalanan it u t idak lebih dari 42
mot or. M eskipun demikian, kondisi lalu lint as sepert i ini sudah
32
Lihat Badan Pusat St at ist ik Kabupat en Boven Digoel, 2012. Boven Digoel dalam Angka, 24; bandingkan dengan Schoorl, 1997. Kebudayaan dan