• Tidak ada hasil yang ditemukan

10.BAB 3 - RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "10.BAB 3 - RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

Bab ini memuat penjelasan tentang kondisi ekonomi Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 dan prospek perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2016 dan 2017, yang antara lain mencakup indikator pertumbuhan ekonomi daerah, sumber-sumber pendapatan dan kebijakan pemerintah daerah yang diperlukan dalam pembangunan perekonomian daerah meliputi pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah.

(2)

penyusunan rancangan kerangka ekonomi daerah yang cermat dan akurat menjadi syarat bagi perumusan kebijakan keuangan daerah yang tepat.

Perumusan arah kebijakan ekonomi daerah ditujukan untuk mengimplementasikan program dan mewujudkan visi dan misi Kepala Daerah, serta isu strategis daerah, sebagai payung untuk perumusan program dan kegiatan prioritas pembangunan yang akan dilaksanakan pada tahun 2017.

Arah kebijakan ekonomi Provinsi DKI Jakarta tahun 2017 diselaraskan dengan sasaran dan arah yang telah ditetapkan Pemerintah Pusat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017 yang memiliki tema memacu pembangunan infrastruktur dan ekonomi untuk meningkatkan kesempatan kerja serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antar wilayah.

Selain itu, kebijakan perekonomian DKI Jakarta juga diarahkan untuk membangun manusia unggul Jakarta melalui peningkatan Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Kebahagiaan yang didorong dengan upaya pembangunan infrastruktur dasar, penurunan jumlah penduduk miskin, peningkatan kualitas pendidikan, peningkatan kesehatan masyarakat, peningkatan kualitas gizi masyarakat dan perluasan kesempatan kerja.

Kebijakan perekonomian DKI Jakarta bersifat terbuka dan sangat dipengaruhi oleh dinamika perkembangan ekonomi nasional dan global. Oleh sebab itu, penyusunan asumsi perekonomian DKI Jakarta tahun 2017 memperhitungkan hasil analisis terhadap kinerja perekonomian global, regional dan nasional tahun sebelumnya.

Berdasarkan data World Economic Outlook IMF pada April 2016, pertumbuhan

ekonomi global 2015 diestimasi sebesar 3,1 persen. Pemulihan perekonomian global

diperkirakan masih terbatas, seiring masih terbatasnya pemulihan ekonomi negara maju

dan melambatnya pertumbuhan ekonomi emerging markets. Pemulihan ekonomi negara

(3)

Pertumbuhan ekonomi emerging market masih belum menunjukkan perbaikan,

seiring dengan melambatnya ekonomi Tiongkok. Sejak pertengahan tahun 2014, Tiongkok mengalami serangan turbulensi keuangan dan mengalami penurunan pada indeks pasar modal. Perekonomian Tiongkok terus mengalami perlambatan pada triwulan IV 2015 yaitu tumbuh sebesar 6,3 persen yoy, di tengah berbagai upaya stimulus, baik melalui kebijakan moneter maupun fiskal, serta reformasi di sisi penawaran.

Pemulihan ekonomi global yang masih terbatas berdampak pada harga komoditas internasional yang masih terus menurun. Tren perkembangan harga komoditas yang terus turun antara lain dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi Tiongkok sebagai konsumen terbesar. Sementara itu, harga minyak juga masih terus turun karena masih lemahnya permintaan global dan pasokan yang melimpah. Kondisi ini diperkirakan akan mengurangi pasokan minyak dari negara-negara non-OPEC pada tahun mendatang.

Nilai tukar rupiah menguat pada akhir tahun, seiring membaiknya kondisi pasar keuangan global. Rupiah mengalami penguatan pada bulan Desember 2015, seiring

dengan menurunnya ketidakpastiaan di pasar keuangan global setelah kenaikan Fed Fund

Rate (FFR) pada 17 Desember 2015. Meskipun secara rata-rata mencatat pelemahan.

Secara point to point (ptp), rupiah mengalami penguatan sebesar 0,36 % (mtm) ke level

Rp.13.785 per dolar AS. Menurunnya ketidakpastian di pasar keuangan global mendorong kembalinya aliran modal asing ke pasar surat berharga Negara (Bank Indonesia, 2016)

Berdasarkan data WEO IMF pada April 2016, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2016 dan 2017 diperkirakan akan masih lebih baik dari perekonomian pada tahun 2015. Perekonomian dunia diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,2 persen pada tahun 2016 dan sebesar 3,5 persen pada tahun 2017 sebagaimana terlihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Tahun 2016 dan 2017

Kawasan/ Negara Estimasi Proyeksi

(4)

Dari sisi domestik, ekonomi nasional tumbuh melambat, seiring masih lemahnya ekonomi global. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2015 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 4,79 persen melambat bila dibandingkan tahun 2014 sebesar 5,02 persen. Melambatnya pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh melemahnya konsumsi rumah tangga, seiring masih lemahnya daya beli masyarakat. Selain itu, belum stabilnya kondisi perekonomian mendorong masyarakat untuk menahan konsumsi. Sementara itu, investasi, terutama investasi bangunan, meningkat sejalan dengan meningkatnya realisasi proyek infrastruktur pemerintah. Di sisi eksternal, menurunnya harga komoditas, disertai masih lemahnya pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang, menyebabkan ekspor terkontraksi. Sejalan dengan masih lemahnya konsumsi dan ekspor yang terkontraksi, impor mengalami penurunan.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV 2015 menunjukkan perbaikan didorong oleh stimulus fiskal dan relaksasi kebijakan makroprudensial. Perekonomian nasional pada triwulan IV 2015 tumbuh sebesar 5,04 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,74 persen (yoy). Meningkatnya kinerja perekonomian nasional didorong oleh meningkatnya peran pemerintah, baik dalam bentuk konsumsi pemerintah maupun investasi infrastruktur. Sementara itu, konsumsi swasta masih tetap kuat, ditopang oleh peningkatan pertumbuhan konsumsi Lembaga Non-Profit Rumah Tangga (LNPRT) terkait aktivitas Pilkada pada triwulan IV 2015. Dari sisi eksternal, pemulihan ekonomi global yang berjalan lambat serta penurunan harga komoditas berdampak pada masih lemahnya ekspor.

Di tengah pelemahan ekonomi global dan melemahnya perekonomian nasional, fundamental perekonomian Indonesia dipandang tetap baik terlihat dari segi investasi. Moody’s Investors Service kembali mengafirmasi peringkat Indonesia dalam level layak

investasi (investment grade) pada akhir Januari tahun 2016. Beberapa faktor kunci yang

mendukung penilaian sovereign credit rating Indonesia adalah Pengelolaan keuangan

pemerintah yang kuat di tengah peningkatan defisit fiskal dan respons kebijakan otoritas yang efektif dalam mengelola risiko penurunan harga komoditas dan pelemahan pertumbuhan ekonomi (Bank Indonesia, 2016).

Dari lapangan usaha (LU), pertumbuhan ekonomi nasional terutama ditopang oleh

sektor non-tradable. Semakin tingginya aktivitas proyek infrastruktur pemerintah akan

(5)

angkutan udara dan komunikasi. Selain itu, sektor informasi dan komunikasi diperkirakan meningkat sejalan dengan semakin tingginya konsumsi data terkait bertambahnya transaksi dan aplikasi online. LU penyediaan akomodasi dan makan minum juga diperkirakan membaik didorong oleh terus meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan terkait kebijakan pembebasan visa untuk beberapa Negara. Di sisi lain, masih lambatnya pemulihan ekonomi global berdampak pada masih terbatasnya pertumbuhan LU tradable. Kinerja LU pertambangan masih terus terkontraksi karena rendahnya permintaan dunia terhadap batu bara, yang diiringi dengan penurunan harga. Kinerja LU tradable lainnya yaitu manufaktur tumbuh melambat, seiring dengan masih lemahnya permintaan ekspor.

Selanjutnya, perekonomian Indonesia triwulan I 2016 dibandingkan triwulan I 2015 (yoy) tumbuh sebesar 4,92 persen. Pertumbuhan didukung oleh hampir semua lapangan usaha, kecuali pertambangan dan penggalian yang mengalami kontraksi sebesar 0,66 persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 9,10 persen, diikuti Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 8,52 persen, dan Informasi dan Komunikasi sebesar 8,28 persen. Struktur PDB Indonesia menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku pada triwulan I-2016 masih didominasi oleh Industri Pengolahan; Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; dan Perdagangan Besar-Eceran. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2016 terjadi pada Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto. Pertumbuhan tertinggi dicapai Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga non Profit yang melayani Rumah Tangga sebesar 6,38 persen, diikuti Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 5,57 persen, dan Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga sebesar 4,94 persen.

(6)

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Jawa terus meningkat yang didorong oleh investasi dan konsumsi Pemerintah. Perekonomian Jawa pada triwulan IV 2015 tumbuh 5,87 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya didorong oleh konsumsi rumah tangga dan konsumsi Pemerintah. Membaiknya investasi bersumber dari investasi bangunan sejalan dengan meningkatnya realisasi proyek-proyek infrastruktur.

Gambar 3.1 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV 2015

Sumber : Dokumen Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta, Bank Indonesia 2016

(7)

Gambar 3.2 Peranan Pulau Dalam Pembentukan PDB Nasional Triwulan I-2016 (persen)

Sumber : Badan Pusat Statistik 2016

Dari sisi harga, tekanan inflasi pada triwulan IV 2015 lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Inflasi tercatat sebesar 3,35 persen (yoy), lebih rendah dari inflasi tahun sebelumnya dan berada dalam sasaran inflasi tahun 2015 yaitu sebesar 4±1 persen (yoy).

Inflasi inti tergolong rendah dan tercatat sebesar 3,95 persen (yoy). Inflasi volatile food

tercatat sebesar 4,84 persen (yoy), cukup rendah di tengah terjadinya gejala El Nino. Hal ini seiring dengan semakin kuatnya koordinasi Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mendorong peningkatan produksi dan memperbaiki distribusi serta meminimalkan berbagai distorsi harga bahan pangan. Kelompok administered prices juga mencatat inflasi yang rendah, yakni 0,39 persen (yoy), yang didukung oleh reformasi subsidi berupa penyesuaian harga BBM dan LPG 12 kg, serta penyesuaian tarif listrik, di tengah menurunnya harga minyak dan gas global.

(8)

Deflasi pada April 2016 terjadi karena adanya penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya beberapa indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan 0,94 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,13 persen; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 1,60 persen. Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi, yaitu: kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,35 persen; kelompok sandang 0.22 persen; kelompok kesehatan 0,31 persen; dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,03 persen. Tingkat inflasi tahun

kalender (Januari–April) 2016 sebesar 0,16 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (April

2016 terhadap April 2015) sebesar 3,60 persen.

Selanjutnya, berdasarkan asumsi ekonomi Makro APBN dari Kementerian Keuangan, pertumbuhan ekonomi nasional di tahun 2016 diperkirakan akan mencapai 5,3 persen, yang diharapkan akan lebih bertumpu pada faktor-faktor domestik seperti aktivitas investasi, khususnya infrastruktur, yang lebih tersebar ke berbagai kawasan dan terfokus pada pengembangan potensi daerah. Peningkatan belanja modal pemerintah dan transfer ke daerah akan menjadi langkah awal bagi strategi pembangunan saat ini. Laju inflasi diperkirakan berada pada kisaran 4,7 persen yang terutama didukung oleh semakin membaiknya koordinasi kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil. Nilai tukar rupiah diperkirakan akan bergerak pada kisaran Rp.13.900 per dolar AS.

Tabel 3.2. Asumsi Dasar Ekonomi Makro Nasional

INDIKATOR 2016* 2017** 2018**

Pertumbuhan Ekonomi (% , yoy) 5,3 6,0 – 7,2 6,2 – 7,8

Inflasi (% , yoy) 4,7 3,0 – 5,0 2,5 – 4,5

Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan

(%) 5,5 4,0 – 6,0 3,5 – 4,5

Nilai tukar (Rp/US$) 13.900 13.300 – 13.700 13.400 – 13.800

Harga Minyak Mentah Indonesia

(US$/barel) 50 60 – 90 60 – 90

Lifting Minyak Mentah (ribu barel

per hari) 830 750 - 780 700 - 730

Lifting Gas (ribu barel setara

minyak per hari) 1.155 1.100 – 1.200 1.100 – 1.300

Sumber :

*) Asumsi dasar ekonomi makro APBN 2016, Kementerian Keuangan

(9)

Salah satu indikator utama dalam mengukur perekonomian daerah adalah penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tujuan pembangunan daerah harus mampu memicu peningkatan PDRB dari tahun ke tahun agar bisa membuka lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Analisis ekonomi daerah harus mampu menggambarkan dengan jelas kinerja PDRB tersebut dari berbagai aspek, termasuk perhitungannya ke sektor-sektor usaha. Indikator-indikator lain yang tak kalah penting antara lain inflasi, kemiskinan, investasi, nilai tukar, dan lain-lain. Analisis ekonomi daerah dilakukan untuk mengumpulkan fakta dan permasalahan yang dihadapi daerah saat ini untuk digunakan sebagai data dalam analisis keuangan daerah dan perumusan kerangka ekonomi daerah. Penjabaran lebih lanjut mengenai indikator-indikator ekonomi daerah yaitu sebagai berikut:

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai keseluruhan barang dan jasa yang diproduksi pada suatu wilayah dalam suatu jangka waktu tertentu. PDRB dapat dihitung melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu dari sisi produksi, pengeluaran dan pendapatan. Nilai PDRB Provinsi DKI Jakarta atas dasar harga berlaku pada tahun 2015 yaitu sebesar Rp.1.983,42 Triliun dengan PDRB perkapita mencapai Rp.194,87 juta. Sedangkan nilai PDRB Provinsi DKI Jakarta Triwulan I pada tahun 2016 atas dasar harga berlaku yaitu sebesar Rp.518,96 Triliun (BPS, 2016).

Bila dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi, perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2015 mengalami pertumbuhan sebesar 5,88 persen, melambat dibanding tahun 2014 sebesar 5,91 persen. Sedangkan perekonomian DKI Jakarta pada Triwulan I tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 5,62 persen bila dibandingkan dengan triwulan I-2015 (yoy).

Sebutan Jakarta sebagai Kota Jasa (Service City) tercermin dari struktur

(10)

Tabel 3.3 PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Distribusi

Persentase

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1.867,18 0,09 487,47 0,09

2 Pertambangan dan Penggalian 5.023,72 0,25 1.263,65 0,24

3 Industri Pengolahan 274.492,25 13,84 71.848,17 13,84

4 Pengadaan Listrik dan Gas 6.027,20 0,30 1.552,38 0,30

8 Transportasi dan Pergudangan 65.120,22 3,28 17.316,02 3,34

9 Penyedian Akomodasi dan Makan Minum 105.882,37 5,34 27.361,28 5,27

10 Informasi dan Komunikasi 141.788,69 7,15 37.425,76 7,21

11 Jasa Keuangan dan Asuransi 205.312,75 10,35 54.952,41 10,59

12 Real Estate 122.622,35 6,18 31.972,72 6,16

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan sosial 32.931,42 1,66 8.657,80 1,67

17 Jasa lainnya 71.723,52 3,62 19.255,39 3,71

Total 1.983.420,52 100,00 518.957,94 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016 Menggunakan tahun dasar 2010=10

Bila dilihat dari segi pertumbuhannya, perekonomian DKI Jakarta mengalami pertumbuhan pada seluruh sektor lapangan usaha. Jasa Keuangan dan Asuransi merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 11,59 persen, diikuti oleh sektor Informasi dan Komunikasi sebesar 9,95 persen dan Transportasi Pergudangan sebesar 9,71 persen (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2016).

(11)

tahun 2015 yaitu sebesar Rp.1.157.939.531 Milyar sedangkan pada triwulan I Tahun 2016 yaitu sebesar Rp.303.739,76 Milyar.

Tabel 3.4 PDRB Menurut Pengeluaran Tahun 2015 dan Triwulan I-2016

No Komponen

Tangga 1.157.939.531 849.061.695 303.739,76 217.521,86

2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 35.718.999 26.910.692 9.390,13 6.890,06

3 Pengeluaran Konsumsi

Pemerintah 240.119.619 179.518.648 37.291,78 27.565,79

4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 808.551.792

657.105.156 211.336,40 165.394,60

5 Perubahan Inventori 5.556.040 2.902.368 2.924,33 1.714,62

6 Ekspor Barang dan Jasa 329.760.731 230.271.305 76.713,87 53.065,05

7 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 951.755.600 714.439.158 227.130,48 174.722,67

8 Net Ekspor Antar Daerah 357.529.415 222.771.401 104.692,15 74.281,30

PDRB 1.983.420.526 1.454.102.107 518.957,94 371.810,61

Sumber : Badan Pusat Statistika 2016

*Menggunakan Tahun Dasar 2010

Struktur ekonomi DKI Jakarta Triwulan I tahun 2016 menurut pengeluaran didominasi oleh kontribusi komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 58,53 persen dan diikuti pembentukan modal tetap bruto sebesar 40,72 persen. Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Jakarta Triwulan I tahun 2016, komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 3,09 persen, diikuti PMTB sebesar 1,29 persen, dan komponen konsumsi pemerintah sebesar 0,25 persen

Tabel 3.5 Distribusi Persentase dan Sumber Pertumbuhan PDRB Provinsi DKI Jakarta Menurut Pengeluaran Triwulan I- 2016 (Persen)

No Komponen Distribusi Persentase Triw

I-2016 (%)

Sumber Pertumbuhan Triw I-2016 (%)

1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 58,53 3,09

2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1,81 0,10

(12)

No Komponen Distribusi Persentase Triw

I-2016 (%)

Sumber Pertumbuhan Triw I-2016 (%)

Pemerintah

4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 40,72 1,29

5 Perubahan Inventori 0,56 0,26

Inflasi merupakan salah satu indikator penting dalam perencanaan pembangunan daerah. Fluktuasi inflasi pada suatu daerah dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Inflasi yang tidak stabil dapat menciptakan ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Inflasi yang tidak stabil juga akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menyebabkan perlambatan ekonomi. Mengingat pentingnya peran inflasi terhadap kondisi sosial-ekonomi daerah, menjadikan indikator ini digunakan sebagai salah satu dasar dalam penyusunan perencanaan keuangan Provinsi DKI Jakarta.

Tingkat inflasi diukur dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebagai indikator. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang dan jasa.

(13)

Sedangkan pada Bulan April 2016, harga-harga di DKI Jakarta mengalami deflasi 0,27 persen. Laju inflasi Tahun 2016 mencapai 0,05 persen dan laju inflasi tahun ke tahun DKI Jakarta 3,06 persen. Deflasi yang terjadi pada bulan April disebabkan turunnya harga-harga pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Tiga kelompok pengeluaran mengalami penurunan indeks/deflasi yaitu kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan 1,44 persen; kelompok bahan makanan 0,21 persen; dan kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar 0,11 persen. Sedangkan empat kelompok lainnya mengalami kenaikan indeks/inflasi yaitu kelompok kesehatan 0,88 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau 0,33 persen; kelompok sandang 0,27 persen; dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,01 persen.

Tabel 3.6 Indeks Harga Konsumen Provinsi DKI Jakarta

(14)

Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2016 Catatan :

1) Perubahan bulanan merupakan perbandingan antara indeks bulan yang bersangkutan dengan indeks bulan sebelumnya

2) Perubahan tahun ke tahun merupakan perbandingan antara indeks bulan yang bersangkutan dengan indeks bulan yang sama tahun sebelumnya

3) Data indeks dan perubahan bulanan (%) untuk periode tahunan adalah angka bulan Desember tahun yang bersangkutan

Selain pertumbuhan ekonomi dan inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar juga merupakan indikator penting bagi perekonomian DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan DKI Jakarta merupakan bagian dari kota-kota besar dunia yang tidak bisa terlepas dari dinamika perekonomian global. Tren penguatan dolar terhadap hampir seluruh mata uang dunia dipicu tren perekonomian AS yang tumbuh solid dengan perkiraan adanya kenaikan suku bunga bank sentral Amerika The Fed yang turut membuat pelaku pasar terus berspekulasi terhadap imbas hasil dolar. Dari awal tahun 2015 hingga pertengahan bulan Mei tahun 2016, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika berada pada kisaran

Rp.12.444 – Rp.14.728 per Dollar Amerika. Selanjutnya Gambar 3.3 menjelaskan tentang

(15)

Gambar 3.3 Perkembangan nilai tukar

Sumber : Bank Indonesia

Stabilitas nilai tukar mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil juga diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha. Bersama dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi, nilai tukar digunakan sebagai asumsi dalam penyusunan perencanaan keuangan Provinsi DKI Jakarta. Dalam hal indikator nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengikuti kebijakan ekonomi Pemerintah Pusat. Nilai tukar IDR/USD pada tahun 2016 sebagaimana diproyeksikan dalam Asumsi dasar ekonomi makro APBN Kementerian Keuangan 2016 dan dokumen Kebijakan Umum APBD DKI Jakarta 2016 akan berada pada kisaran Rp.13.900,-

(16)

Realisasi Jumlah Investor Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mengalami penurunan dari 167 investor pada tahun 2014 menjadi 90 investor pada tahun 2015. Realisasi jumlah investor PMDN DKI Jakarta pada tahun 2015 yaitu sejumlah 90 investor masih berada dibawah proyeksi yang ditetapkan dalam RPJMD Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 yaitu sebesar 96 investor. Selanjutnya proyeksi jumlah investor PMDN Provinsi DKI Jakarta berdasarkan dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017 yaitu sebesar 98 investor pada tahun 2016 dan sebesar 100 investor pada tahun 2017.

Realisasi Jumlah Persetujuan PMA mengalami penurunan dari 48,44 triliun pada tahun 2014 menjadi 45,24 triliun pada tahun 2015. Realisasi Jumlah Persetujuan PMA pada tahun 2015 sebesar 45,24 Triliun masih berada dibawah proyeksi yang ditetapkan dalam RPJMD Provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 55,62 Triliun. Selanjutnya proyeksi jumlah persetujuan PMA Provinsi DKI Jakarta berdasarkan dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017 yaitu sebesar 59,57 triliun pada tahun 2016 dan sebesar 63,94 Triliun pada tahun 2017.

Realisasi Jumlah Persetujuan PMDN mengalami penurunan dari 17,81 triliun pada tahun 2014 menjadi 15,51 triliun pada tahun 2015. Realisasi Jumlah Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada tahun 2015 yaitu sejumlah 15,51 Triliun sudah melampaui proyeksi yang ditetapkan dalam RPJMD Provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 12,15 Triliun. Selanjutnya proyeksi jumlah persetujuan PMDN Provinsi DKI Jakarta berdasarkan dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017 yaitu sebesar 13,02 triliun pada tahun 2016 dan sebesar 13,97 Triliun pada tahun 2017. Meskipun demikian, diharapkan proyeksi pada tahun 2016 dan 2017 tersebut dapat terealisasi lebih baik dibandingkan realisasi pada tahun sebelumnya.

Tabel 3.7 Realisasi dan Proyeksi Investasi Provinsi DKI Jakarta

DATA DAN INFORMASI SATUAN REALISASI PROYEKSI *

2014 2015 2016* 2017*

- Jumlah Persetujuan PMA Investasi 48,44

(17)

DATA DAN INFORMASI SATUAN REALISASI PROYEKSI *

2014 2015 2016* 2017*

- Jumlah Persetujuan PMDN Investasi 17,81

Triliun

Sumber : BKPM RI & BPBUMDPM Prov. DKI Jakarta

* ) Sumber: Dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017

Tingkat kesejahteraan di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2015 menunjukkan perbaikan dengan kembali turunnya rasio jumlah penduduk miskin. Berdasarkan data kemiskinan yang dikeluarkan BPS DKI Jakarta pada September 2014, jumlah penduduk miskin di Provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 412,79 ribu orang atau 4,09 persen. Selanjutnya pada bulan September 2015 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 44,12 ribu orang (turun sebesar 10,67 persen) sehingga jumlah penduduk miskin di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2015 tercatat sebesar 368,67 ribu orang atau 3,61 persen. Penurunan rasio penduduk miskin ini dapat dicapai berkat adanya berbagai upaya program sosial yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Persentase penduduk miskin diproyeksi akan mencapai pada kisaran 3,46-3,51 persen pada tahun 2016 dan

berada pada kisaran 3,40 – 3,50 persen pada tahun 2017.

Tabel 3.8 Realisasi dan Proyeksi Persentase Penduduk Miskin Provinsi DKI Jakarta

INDIKATOR SATUAN REALISASI PROYEKSI *

2014 2015 2016* 2017*

Persentase Penduduk Miskin Persen 4,09 3,61 3,46 – 3,51 3,40 – 3,50

Sumber: Badan Pusat Statistika Provinsi DKI Jakarta 2016

* ) Sumber: Dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017

(18)

ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin, atau kesenjangan kemampuan daya beli diantara individu di kelompok masyarakat miskin semakin berkurang.

Walaupun garis kemiskinan Jakarta tahun 2015 mengalami peningkatan cukup tinggi, namun tidak menimbulkan pertambahan jumlah penduduk miskin. Hal ini disebabkan oleh nilai pengeluaran penduduk yang sebelumnya dalam kategori miskin meningkat lebih tinggi dari peningkatan garis kemiskinan tersebut. Adapun garis kemiskinan merupakan tingkat kebutuhan dasar yang berupa pengeluaran masyarakat untuk mampu memenuhi kebutuhan dasar tertentu, baik makanan maupun bukan makanan. Pada September 2015 garis kemiskinan DKI Jakarta berada di level Rp.503.038 per kapita per bulan, meningkat 9,5 persen dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang tercatat sebesar Rp.459.560 per kapita per bulan. Faktor utama yang mendorong meningkatnya garis kemiskinan pada periode September 2014 sampai dengan September 2015 adalah kenaikan harga BBM yang menyebabkan naiknya harga-harga komoditas kebutuhan dasar , dimana harga BBM tersebut merupakan komponen pembentuknya (Bank Indonesia, 2016).

Selain dari pertumbuhan ekonomi DKI yang masih relatif stabil, peningkatan pengeluaran penduduk miskin ditopang oleh adanya program kesejahteraan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Berbagai program tersebut meliputi bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan bagi penduduk miskin DKI Jakarta yang dijalankan melalui Kartu Jakarta Sehat (KJS), Kartu Jakarta Pintar (KJP), dan program Rumah Susun Sewa (Rusunawa). Dengan adanya berbagai program tersebut sebagian kebutuhan dasar masyarakat Jakarta telah dipenuhi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

(19)

Gambar 3.4 Porsi orang miskin dan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta Sumber : BPS 2016

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.

Indeks Pembangunan Manusia Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, nilai IPM pada tahun 2013 yaitu sebesar 78,59 dan menurun menjadi 78,39 pada tahun 2014. Proyeksi Indeks Pembangunan Manusia yang ditetapkan dalam RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 yaitu sebesar 78,80 pada tahun 2015, sebesar 79,10 pada tahun 2016 dan diproyesikan kembali meningkat di akhir periode RPJMD menjadi sebesar 79,60 pada tahun 2017.

6.53

6.07 5.91 5.88

3.7 3.7 4.1 3.6

0 1 2 3 4 5 6 7

2012 2013 2014 2015

(20)

Tabel 3.9 Realisasi dan Proyeksi Indeks Pembangunan Manusia Provinsi DKI Jakarta

INDIKATOR REALISASI PROYEKSI *

2013 2014 2015* 2016* 2017*

Indeks Pembangunan Manusia 78,59 78,39 78,80 79,10 79,60

Sumber: Badan Pusat Statistika Provinsi DKI Jakarta 2016

* ) Sumber: Dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017

Kemampuan penyerapan angkatan kerja (penduduk usia kerja yang aktif dalam kegiatan ekonomi) di Provinsi DKI Jakarta menunjukkan kondisi yang cukup baik. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2015 tercatat sejumlah 5,09 juta orang, bertambah sekitar 28,74 ribu orang dibandingkan jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 sebesar 5,06 juta orang (meningkat 0,57 persen). Untuk jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi DKI Jakarta pada Agustus 2015 sebesar 4,72 juta orang, bertambah sekitar 89,66 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 2014 sebesar 4,63 juta orang (meningkat 1,93 persen).

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi DKI Jakarta pada Agustus 2015 sebesar 7,23 persen, mengalami penurunan 1,24 poin dibandingkan keadaan Agustus 2014 (8,47 persen). Secara absolut jumlah pencari kerja atau pengangguran mengalami penurunan sebesar 60,92 ribu orang, dari 429,11 ribu orang pada Agustus 2014 menjadi 368,19 ribu orang pada Agustus 2015 (menurun 14,20 persen).

Realisasi Tingkat penggangguran Terbuka (TPT) tahun 2014 sebesar 8,47 persen telah melampaui proyeksi TPT yang tercantum dalam RPJMD tahun 2014 yaitu sebesar 10,2 persen. Untuk realisasi TPT tahun 2015 sebesar 7,23 persen telah melampaui proyeksi TPT yang tercantum dalam RPJMD tahun 2015 yaitu sebesar 9,9 persen.

(21)

Tabel 3.10 Realisasi dan Proyeksi Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi DKI Jakarta

INDIKATOR SATUAN REALISASI PROYEKSI *

2014 2015 2016* 2017*

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Persen 8,47 7,23 9,7 9,3

Sumber: Badan Pusat Statistika Provinsi DKI Jakarta 2016

* ) Sumber: Dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017

Nilai ekspor Non Migas Provinsi DKI Jakarta berdasarkan angka free on board (f.o.b)

pada tahun 2015 yaitu 11.454.794 ribu USD dengan volume sebesar 3.133.439 ton. Nilai ekspor non migas menurut Negara pembeli terbesar di Provinsi DKI Jakarta yaitu Singapura sebesar 4.541.171 ribu USD, RRC (termasuk Hongkong) sebesar 983.637 ribu USD, dan Amerika Serikat sebesar 961.461 ribu USD.

Tabel 3.11 Nilai Ekspor Non Migas Menurut Negara Pembeli di Provinsi DKI Jakarta (Ribu USD)

Negara Pembeli 2012 2013 2014 2015

I. Afrika 308.995 406.624 270.633 245.783

II. Amerika 1.275.995 1.743.676 1.213.886 1.146.663

1. Amerika Serikat 1.089.374 1.496.652 1.047.519 961.461

2. Amerika Latin 101.300 146.942 89.992 101.032

3. Kanada 45.673 53.504 38.546 41.889

4. Lainnya 39.648 46.578 37.830 42.281

III. Asia 8.178.895 12.693.513 9.131.606 9.168.035

1. ASEAN 5.144.203 7.669.329 5.789.875 6.187.490

a. Brunei Darusssalam 16.590 24.902 14.027 13.732

b. Malaysia 495.727 839.818 678.476 559.658

c. Filipina 259.986 390.522 311.156 295.166

d. Singapura 3.488.357 5.348.289 4.117.676 4.541.171

e. Thailand 571.529 617.702 344.038 437.471

(22)

IV.Australia dan Oceania 1.003.086 528.093 288.703 285.189

V. Eropa 810.997 1.113.048 623.560 609.123

Jumlah 11.577.967 16.484.954 11.528.388 11.454.792

Sumber : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam Statistik Ekonomi Keuangan Daerah Bank Indonesa, 2016

Selanjutnya Nilai impor Non Migas Provinsi DKI Jakarta berdasarkan angka cost,

insurance, and freight (c.i.f) pada tahun 2015 yaitu 46.349.692 ribu USD dengan volume sebesar 26.288.694 ton. Nilai impor non migas menurut Negara penjual terbesar di Provinsi DKI Jakarta yaitu RRC sebesar 9.962.434, Singapura sebesar 8.817.323 ribu USD,

danJepang sebesar 7.116.989 ribu USD

Tabel 3.12 Nilai Impor Non Migas Menurut Negara Penjual di Provinsi DKI Jakarta (Ribu USD)

Negara Penjual 2012 2013 2014 2015

I. Afrika 169.089 150.211 179.219 149.428

II. Amerika 2.869.471 3.343.492 3.327.174 2.763.737

1. Amerika Serikat 2.389.048 2.675.815 2.618.521 2.192.107

2. Amerika Latin 275.180 291.458 462.859 309.754

3. Kanada 146.169 266.300 210.136 234.960

4. Lainnya 59.074 109.919 35.658 26.917

III. Asia 53.135.042 48.666.850 44.765.043 37.088.876

1. ASEAN 21.469.762 19.536.983 17.940.701 15.255.419

a. Brunei Darusssalam

44.959 46.237 42.875 16.597

b. Malaysia 2.493.827 2.421.697 2.273.309 1.969.283

c. Filipina 262.979 291.337 289.995 286.758

d. Singapura 13.454.880 11.615.402 10.308.737 8.817.323

e. Thailand 4.397.781 4.439.877 4.223.054 3.405.027

(23)

Negara Penjual 2012 2013 2014 2015

g. Vietnam 784.309 686.180 752.339 731.952

h. Kamboja 2.026 3.609 4.750 3.488

i. Laos 170 49 0 2.011

2. India 1.006.376 1.311.865 1.116.216 852.830

3. Irak - 49 0 -

4. Jepang 14.231.151 11.260.824 9.969.470 7.116.989

5. Korea Selatan 3.440.350 3.331.854 2.941.482 2.328.211

6. Pakistan 79.074 35.894 60.179 52.640

7. RRC 1) 10.834.285 11.239.509 10.844.034 9.962.434

8. Saudi Arabia 30.273 50.777 52.015 33.825

9. Taiwan 1.616.735 1.530.874 1.445.156 1.154.964

10. Lainnya 427.035 368.220 395.789 331.564

IV. Australia dan Oceania 2.075.491 2.312.902 2.487.392 1.802.932

V. Eropa 5.628.130 5.980.152 5.281.549 4.544.719

Jumlah 63.877.223 60.453.607 56.040.376 46.349.692

Sumber : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam Statistik Ekonomi Keuangan Daerah Bank Indonesa, 2016

Berdasarkan pantauan terhadap berbagai faktor baik kondisi ekonomi global maupun nasional serta berbagai kebijakan yang akan ditempuh pemerintah, Bank Indonesia memproyeksikan perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh meningkat mencapai kisaran 6,3 - 6,7 persen (yoy). Angka perkiraan tersebut

berada di atas perkiraan sebelumnya (5,9 – 6,3 persen) terkait realisasi pertumbuhan

ekonomi tahun 2015 yang diatas perkiraan dan revisi angka PDRB (sejak tahun 2013) yang semakin meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta. Sedangkan pada tahun

2017 pertumbuhan ekonomi diproyeksi berada pada kisaran 6,4 – 6,8 persen.

(24)

realisasi belanja modal pemerintah dan perbaikan iklim investasi melalui stimulus dan kemudahan usaha dari berbagai paket kebijakan pemerintah. Membaiknya perekonomian nasional juga akan berpengaruh terhadap meningkatnya kinerja perdagangan antardaerah DKI Jakarta. Sementara itu, masih lemahnya pemulihan perekonomian global belum dapat meningkatkan andil kinerja ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta.

Tabel 3.13 Prospek Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Tahun 2016 dan 2017

Indikator 2016 2017

Pertumbuhan Ekonomi 6,3 - 6,7% 6,4 – 6,8%

Sumber: Bank Indonesia 2016

Lebih tingginya proyeksi angka pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia didorong oleh beberapa faktor positif diantaranya percepatan realisasi belanja Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat, yang ditandai dengan lelang berbagai proyek strategis pada awal tahun 2016. Selain itu, kenaikan UMP, disertai meningkatnya optimisme konsumen, menjadi pendorong membaiknya konsumsi rumah tangga. Perbaikan kinerja juga terjadi pada investasi, ditopang reaisasi belanja modal pemerintah. Namun, kinerja ekspor masih terbatas di tengah masih lemahnya pemulihan ekonomi global dan menurunnya harga komoditas. Merespons ekspor yang masih terbatas, impor masih tumbuh negatif.

(25)

Kinerja lapangan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh membaik didorong oleh meningkatnya progres pembangunan infrastruktur. Realisasi proyek infrastruktur diperkirakan terus meningkat sehingga menjadi pendorong membaiknya kinerja lapangan usaha konstruksi. Aktivitas konstruksi di proyek-proyek eksisting mengalami peningkatan dan terdapat tambahan proyek baru pada tahun 2016, baik yang berasal dari Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. Selain itu, pembangunan proyek properti komersial dan residensial diperkirakan akan kembali menggeliat sebagai dampak dari pelonggaran kebijakan Loan-to-Value (LTV) kredit properti.

Meskipun diperkirakan tumbuh membaik, terdapat beberapa risiko yang dapat memengaruhi pertumbuhan PDRB DKI Jakarta. Dari sisi global, ketidakpastian di pasar

keuangan kembali terjadi seiring rencana kenaikan Fed Fund Rate (FFR) secara gradual.

Harga komoditas masih berada dalam tren yang menurun, seiring masih terbatasnya pemulihan perekonomian global. Selain itu, kinerja ekonomi Tiongkok, yang merupakan salah satu negara mitra dagang utama terus mengalami penurunan. Sementara itu, dari sisi domestik, risiko bersumber dari berlanjutnya gelombang PHK.

Inflasi Jakarta pada tahun 2016 diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2015, namun tetap terkendali dengan perkiraan sebesar 4,1% ± 1% (yoy). Tingkat inflasi tersebut tetap akan mendukung target pencapaian sasaran inflasi nasional yang di kisaran 4% ± 1% (yoy). Sedangkan pada tahun 2017 inflasi Jakarta diproyeksi pada kisaran 4,0 ± 1 persen. Peningkatan tekanan inflasi lebih disebabkan oleh faktor domestik antara lain meningkatnya permintaan masyarakat, seiring dengan prospek ekonomi yang membaik, transmisi dampak pelemahan nilai tukar rupiah kedalam harga barang dan jasa, kenaikan UMP 2016 serta potensi pergeseran masa tanam yang dapat mengganggu kesinambungan pasokan pangan. Dari sisi eksternal, pergerakan nilai tukar yang belum stabil merupakan salah satu sumber potensi risiko yang dapat menyebabkan tekanan inflasi.

Tabel 3.14 Proyeksi Inflasi DKI Jakarta Tahun 2016 dan 2017

Indikator 2016 2017

Inflasi 4,1±1% 4,0±1%

Sumber: Bank Indonesia 2016

(26)

curah hujan yang tinggi dapat mengganggu produksi komoditas hortikultura, yang merupakan komoditas yang mudah rusak (perishable product). Komoditas tersebut semakin mudah membusuk karena tingginya kadar air. Selain itu, banjir awal tahun yang melanda beberapa daerah sentra pangan dapat mengganggu panen dan distribusi bahan pangan dari daerah sentra ke konsumen. Kondisi ini dapat menyebabkan keterbatasan pasokan terutama pada triwulan I 2016.

Selanjutnya, seiring dengan perbaikan prospek ekonomi tahun 2016 yang diikuti oleh peningkatan permintaan akan barang dan jasa, berpotensi meningkatkan tekanan

inflasi dari sisi permintaan (demand pull). Berbagai kebijakan ekonomi yang dikeluarkan

pemerintah untuk mendorong perekonomian nasional menumbuhkan optimisme adanya perbaikan iklim dunia usaha. Optimisme tersebut juga tercermin dari indeks persepsi perekonomian Jakarta yang meningkat. Indeks ekspektasi inflasi juga cenderung naik, menjelang akhir tahun 2015, sejalan dengan persepsi kondisi perekonomian yang membaik.

Dari sisi eksternal pergerakan inflasi Jakarta dapat dipengaruhi dari nilai tukar dan perkembangan harga komoditas global. Pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi sepanjang tahun 2015 belum sepenuhnya ditransmisikan kedalam harga barang dan jasa. Hal ini disebabkan oleh masih relatif rendahnya tingkat permintaan masyarakat, sehingga apabila perusahaan langsung menaikkan harga dapat berdampak pada menurunnya tingkat penjualan. Seiring dengan menggeliatnya prospek perekonomian serta peningkatan tingkat permintaan masyarakat pada tahun 2016, kenaikan harga yang tertunda sebelumnya dapat dilakukan perusahaan, sehingga akan mendorong laju inflasi.

Sebaliknya harga komoditas internasional diperkirakan masih akan mengalami penurunan, seiring perlambatan ekonomi Tiongkok sebagai konsumen terbesar. Demikian juga dengan harga minyak dunia diperkirakan juga masih rendah karena masih lemahnya permintaan global dan pasokan yang melimpah. Kondisi ini berpotensi menurunkan tekanan inflasi dari komoditas-komoditas seperti BBM, tarif angkutan, tarifftenaga listrik (TTL) untuk industri dan rumah tangga. Kondisi ini diindikasikan sebagai faktor penahan laju inflasi tahun 2016.

Berdasarkan disagregasi inflasi, risiko tekanan inflasi tahun 2016 terutama

bersumber dari kelompok volatile food. Perbaikan infrastruktur pertanian di beberapa

(27)

Sementara itu, risiko inflasi kelompok administered prices tahun 2016 diperkirakan

masih pada level rendah. Hal ini sejalan dengan perkiraan harga komoditas global dan minyak yang masih belum menunjukkan perbaikan. Dengan kondisi ini terbuka ruang bagi pemerintah untuk kembali Melakukan penyesuaian harga komoditas energi dan transportasi. Namun, apabila pemerintah jadi Melakukan pencabutan subsidi listrik kepada pelanggan listrik berdaya 900 VA, melalui kebijakan pengalihan langganan ke daya 1300 VA, maka laju penurunan administered prices dapat terkendala.

Inflasi inti diperkirakan akan mengalami peningkatan, namun tetap terkendali. Peningkatan inflasi inti terkait dengan permintaan domestik yang diperkirakan akan membaik. Potensi tekanan inflasi yang lebih tinggi juga bersumber dari kenaikan UMP DKI Jakarta. Kenaikan UMP, yang terjadi hampir setiap tahun, akan menambah biaya produksi

yang selanjutnya dapat mendorong kenaikan inflasi (cost push inflation). Meskipun

demikan, masih rendahnya harga-harga komoditas internasional akan menahan laju inflasi inti yang berasal dari kegiatan impor.

Tabel. 3.15 Potensi risiko inflasi 2016

a. Pergeseran musim tanam berdampak pada pergeseran panen. Sehingga terdapat potensi pasokan terganggu, terutama pada triwulan I 2016

b. Musim hujan yang sedang berlangsung, berdampak kurang kondusif bagi produksi tanaman hortikultura. Gangguan produksi hortikultura akan mendorong kenaikan harga.

Medium

Administered Prices

a. Kebijakan pemerintah mengalihkan pelanggan listrik berdaya 900VA ke 1300VA pada bulan Agustus

b. Harga minyak internasional diperkirakan akan cenderung berada di level yang rendah. Sehingga terdapat ruang untuk menurunkan harga BBM (bensin dan solar), yang selanjutnya akan mendorong turunnya tarif angkutan. Selain itu dengan ICP yang juga rendah, maka tarif TTL juga mempunyai peluang untuk diturunkan

(28)

Core a. Transmisi dampak pelemahan rupiah tahun terhadap

kenaikan biaya produksi tahun 2015 ke 2016

b. Kembali tertekannya rupiah, terkait dengan defisit transaksi berjalan yang meningkat, sejalan dengan impor yang lebih kuat, yang didorong geliat aktivitas ekonomi yang lebih tinggi

Rendah

Sumber : Bank Indonesia

Menghadapi berbagai risiko yang ada, dukungan dari seluruh daerah sangat dibutuhkan untuk menuju target pencapaian inflasi nasional. Untuk mencapai kondisi sesuai target yang diproyeksikan, koordinasi antarpelaku ekonomi, terutama berbagai institusi yang terlibat dalam TPID Provinsi Jakarta perlu terus diperkuat, melalui program-program pengendalian yang lebih terencana dan aplikatif. Menghadapi tantangan tersebut, diperlukan sinkronisasi kebijakan disertai dengan komitmen yang kuat dari berbagai pihak.

Nilai tukar rupiah selama periode 2016 hingga 2018 diperkirakan cukup stabil meskipun diperkirakan masih akan mengalami tekanan seiring dengan perkembangan ekonomi global dan domestik. Terjaganya stabilitas ekonomi, serta perkiraan membaiknya kinerja sektor riil sejalan dengan perbaikan fundamental ekonomi nasional melalui percepatan pembangunan infrastruktur serta pembenahan iklim usaha dan investasi diharapkan dapat mengurangi tekanan pada nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam jangka menengah. Selain itu, pelaksanaan kebijakan pendalaman pasar keuangan di dalam negeri diharapkan juga dapat memberikan kontribusi positif bagi peningkatan ketersediaan valas di dalam negeri. Sementara itu, tekanan dari sisi ekternal diperkirakan mengalami moderasi seiring dengan mulai berakhirnya proses normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat.

(29)

Tabel 3.16 Prospek Nilai Tukar

Tahun Nilai Tukar (Rp/US$)

2016 13.900

2017 13.300 – 13.700

2018 13.400 – 13.800

Sumber : Dokumen Nota Keuangan beserta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016, Kementerian Keuangan

Kebijakan keuangan daerah merupakan kebijakan yang strategis dalam pembangunan daerah. Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang memperhatikan kondisi dan kemampuan keuangan daerah. Pada tahun 2017 kebijakan keuangan daerah difokuskan pada kebijakan yang memperhatikan kapasitas fiskal yang utamanya memfokuskan pada pendapatan asli daerah, pendapatan transfer dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Kebijakan belanja daerah juga diarahkan untuk pemenuhan kebijakan belanja wajib, mengikat dan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu juga difokuskan pada belanja untuk mendukung peran Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan mendukung kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat serta belanja untuk memenuhi ketentuan-ketentuan lain yang sifatnya wajib dan mengikat.

Selanjutnya pembiayaan pembangunan daerah yang terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan diarahkan untuk tetap menjaga stabilitas fiskal daerah sehingga pembangunan daerah dapat berjalan berkesinambungan dan tetap. Selain itu pembiayaan pembangunan mengedepankan prinsip akuntubilitas, transparansi, kepatutan dan kewajaran, efisien dan efektif.

(30)

Salah satu sumber utama penerimaan kas daerah adalah pendapatan daerah. Pendapatan daerah harus dioptimalkan untuk menghasilkan kapasitas keuangan daerah yang makin tinggi guna mendukung pendanaan pembangunan daerah. Sumber pendapatan daerah yang berasal dari PAD, meliputi: Pendapatan pajak daerah, Pendapatan retribusi daerah, Pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, Lain-lain PAD yang sah, sedangkan Dana perimbangan, terdiri dari: Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber daya Alam), Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Lain-lain Pendapatan yang sah, meliputi: dana hibah, dana darurat, bagi hasil pajak dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya, serta dana penyesuaian dan Otonomi Khusus.

Selanjutnya dirumuskan kebijakan yang terkait langsung dengan pos-pos Pendapatan Daerah dalam APBD. Arah kebijakan pendapatan daerah meliputi:

a. Kebijakan perencanaan pendapatan daerah yang akan dilakukan pada tahun anggaran

berkenaan, dengan meningkatkan optimalisasi sumber-sumber pendapatan, sehingga perkiraan besaran pendapatan dapat terealisasikan dan sedapat mungkin mencapai lebih dari yang ditargetkan.

b. Uraian arah kebijakan berkaitan dengan target pendapatan daerah.

c. Upaya-upaya pemerintah daerah dalam mencapai target.

A. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

(1) Pajak Daerah

a) Peningkatan Pelayanan Pajak Daerah

Melakukan perluasan pembayaran pajak melalui bank (multikanal) dan

tempat lainnya.

Melakukan penambahan gerai pajak, gerai samsat, samsat keliling dan drive

thru dalam rangka mempermudah pembayaran pajak daerah.

Melakukan sosialisasi terhadap berbagai kebijakan-kebijakan terbaru

b) Peningkatan Law Enforcement

Memaksimalkan kegiatan penagihan pajak dengan surat paksa dalam rangka

meningkatkan penerimaan pajak daerah.

Meningkatkan kerjasama dengan Kejati dalam hal penagihan piutang pajak

(31)

c) Intensifikasi Pajak Daerah

Optimalisasi online sistem terhadap 4 (empat) jenis pajak daerah, yaitu Pajak

Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak Parkir.

Membangun sistem informasi pajak daerah terkonsolidasi.

Melakukan pemutakhiran data subjek dan objek PBB-P2.

Memberlakukan data berbasis NIK dan KK dalam rangka meningkatkan

akurasi tarif progresif guna meningkatkan penerimaan pajak kendaraan bermotor.

Melakukan kerjasama dengan Kementerian ESDM untuk mendapatkan data

kuota BBM para perusahaan penyalur BBM dalam rangka optimalisasi penerimaan PBB-KB.

Melakukan koordinasi dengan Ditjen Perimbangan Keuangan dalam rangka

optimalisasi dan percepatan penerimaan pajak rokok

Melakukan koordinasi dengan Instansi Pemerintah dan Stakeholder yang

terkait dengan penentuan potensi dan pemungutan pajak daerah

Membangun sistem terintegrasi antara Pemprov DKI, BPN, PPAT, dan Bank

dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB secara online

Peningkatan kualitas pelayanan seluruh jenis pajak daerah

Melakukan pendataan, penyisiran dan pemeriksaan terhadap objek atau

subjek pajak daerah

Melakukan cleansing data piutang pajak daerah

d) Ekstensifikasi Pajak Daerah

Optimalisasi penerapan penyesuaian tarif Pajak Parkir yang sebelumnya 20%

direncanakan menjadi 30%

Melakukan perluasan basis Pajak Daerah:

1. Revisi perijinan hotel dan restoran yang menjalankan aktifitas hiburan

untuk diperluas menjadi objek pajak hiburan

2. Reklasifikasi aktifitas tempat wisata dan rekreasi keluarga yang dikelola

oleh swasta dan BUMD menjadi klasifikasi jenis hiburan sehingga dapat dijadikan sebagai objek pajak hiburan

3. Optimalisasi kebijakan Pemerintah Daerah dalam mendorong

pengalihan penyelenggaraan jenis reklame papan menjadi jenis reklame LED

(32)

5. Optimalisasi pengenaan pajak restoran terhadap jenis usaha restoran

dengan peredaran usaha diatas Rp.200 juta/tahun

6. Melakukan perubahan dasar pengenaan pajak reklame dan penyesuaian

tarif Kelas Jalan

(2) Retribusi Daerah

a) Peningkatan Pelayanan Retribusi Daerah

 Penerapan e-Retribusi dalam pemungutan Retribusi Daerah.

 Menerapkan Banking System dalam melakukan pembayaran Retribusi.

 Memaksimalkan dan menyempurnakan pelayanan Retribusi Perizinan dan

Non Perizinan dilaksanakan melalui Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP).

b) Peningkatan Law Enforcement

 Menerapkan Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Perda

Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah.

 Membuat perjanjian kerja sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

dengan Perbankan dalam rangka pembayaran rertribusi Daerah.

 Menegakkan peraturan-peraturan pemerintah daerah seperti penertiban

parkir liar dan kios-kios penunggak pembayaran retribusi daerah.

c) Intensifikasi dan Ekstensifikasi Penerimaan Retribusi Daerah

 Melakukan penyesuaian tarif beberapa jenis retribusi Daerah.

 Melakukan pembaharuan sistem pelayanan dan pembayaran Retribusi

UKM.

B. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli

Daerah Yang Sah

(1) Meningkatkan kemampuan manajemen pengelolaan bisnis Badan Usaha Milik

Daerah (BUMD) yang dapat meningkatkan laba BUMD;

(2) Menerapkan strategis bisnis yang tepat, serta meningkatkan sinergisitas antar

BUMD untuk meningkatkan daya saing perusahaan.

(3) Memperkuat struktur permodalan BUMD, antara lain melalui Penyertaan Modal

Daerah (PMD), dan lain-lain.

(4) Mengimplementasikan hasil evaluasi terhadap perjanjian-perjanjian pemanfaatan

aset daerah dengan Pihak Ketiga;

(5) Mengoptimalkan pemanfaatan aset daerah yang berada di lahan-lahan yang

(33)

(6) Mengembangkan pengelolaan mitigasi fiskal daerah melalui Debt Management.

C. Kebijakan Dana Perimbangan

Pemerintah Provinsi akan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Pusat untuk meningkatkan pendapatan yang berasal dari Dana Perimbangan melalui Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (sumber daya alam) dan dana alokasi khusus

(DAK) serta Dana Penyesuaian/BOK/UMKM.

D. Kebijakan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah

Melakukan koordinasi untuk pencairan Hibah MRT sesuai perjanjian perubahan (amandemen) terhadap Naskah Perjanjian Penerusan Hibah (NPPH) dan Hibah PT. Jasa Raharja (Persero).

E. Upaya Pemerintah Daerah dalam Mencapai Target Pendapatan Daerah

(1) Pemberlakuan perubahan tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB)

untuk kendaraan bermotor baru sebesar 15 persen.

(2) Perubahan tarif Pajak Penerangan Jalan yang bersumber dari PLN yang digunakan

atau dikonsumsi selain industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, yang sebelumnya 2,4 persen menjadi 6 persen untuk masyarakat pelanggan diatas 3.500 kva.

(3) Perubahan tarif Pajak Parkir yang sebelumnya 20 persen menjadi 30 persen.

(4) Meningkatkan Tarif Pajak Hiburan terhadap jenis hiburan tertentu sebesar 35

persen untuk jenis hiburan malam dan sejenisnya, sesuai Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan paling tinggi 75 persen untuk jenis hiburan tertentu.

(5) Melakukan pemungutan pajak daerah dengan peningkatan online sistem wajib

pajak bekerjasama dengan bank BRI dengan mengimplementasikan Cash Management System (CMS) terhadap 4 (empat) jenis pajak daerah, yaitu Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Parkir dan Pajak Hiburan.

(6) Melakukan optimalisasi penerimaan pajak reklame dengan pemberlakuan

perubahan dasar pengenaan pajak reklame untuk reklame berjalan dan menyesuaikan tarif Kelas Jalan.

(7) Menerapkan penyelenggaraan reklame dengan teknologi LED, yang bertujuan

untuk meningkatkan jumlah penerimaan pajak reklame dan menata ruang kota Jakarta menjadi lebih indah dalam penempatan reklame.

(8) Mendorong kebijakan Pemerintah Daerah dalam pengalihan on-street parking

(34)

(9) Melaksanakan optimalisasi pelaksanaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) dengan melakukan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai dasar pengenaan BPHTB.

(10) Melaksanakan optimalisasi pelaksanaan pemungutan PBB Perdesaan dan

Perkotaan yang menjadi kewenangan daerah sesuai Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dengan melakukan pemutakhiran data objek pajak PBB-P2 serta melakukan penyesuaian NJOP sebagai dasar pengenaan PBB-P2.

(11) Melakukan koordinasi yang lebih intensif dengan Kementerian Keuangan melalui

Direktorat Jenderal Pajak dengan membuat kesepakatan perihal pertukaran data informasi terkait informasi perpajakan maupun laporan keuangan Wajib Pajak tertentu.

(12) Revisi perijinan hotel dan restoran yang menjalankan aktifitas hiburan untuk

diperluas menjadi objek pajak hiburan

(13) Meningkatkan kerja sama dengan Kejaksaan Tinggi Provinsi DKI Jakarta dalam hal

penagihan piutang pajak daerah.

Subbab ini berisikan uraian mengenai kebijakan yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang terkait langsung dengan pengelolaan Belanja (Belanja Langsung maupun Belanja Tidak Langsung).

Kebijakan belanja daerah memprioritaskan terlebih dahulu pos belanja yang wajib dikeluarkan, antara lain belanja pegawai, belanja bunga dan pembayaran pokok pinjaman, belanja subsidi, belanja bagi hasil, serta belanja barang dan jasa yang wajib dikeluarkan pada tahun yang bersangkutan.

Belanja tidak langsung untuk belanja hibah, belanja sosial, dan belanja bantuan kepada provinsi dan kabupaten/kota/pemerintah desa, serta belanja tidak terduga disesuaikan dan diperhitungkan berdasarkan ketersediaan dana dan kebutuhan belanja langsung.

(35)

A. Kebijakan terkait Pemenuhan Belanja Mengikat dan Belanja Wajib (Pasal 106

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006) :

(1) Memenuhi Belanja Mengikat yaitu belanja yang dibutuhkan secara terus-menerus

dan dialokasikan oleh Pemda dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran bersangkutan seperti Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa.

(2) Memenuhi Belanja Wajib yaitu belanja untuk terjaminnya kelangsungan

pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain : Pendidikan dan Kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.

B. Kebijakan Terkait Pemenuhan Belanja Prioritas Dalam Pencapaian Visi Dan Misi

RPJMD :

(1) Melaksanakan Program Unggulan dan Program Prioritas dalam rangka pencapaian

Visi dan Misi RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017.

(2) Melaksanakan sasaran dan prioritas pembangunan tahun 2017 sesuai dengan arah

kebijakan pembangunan tahun kelima yang tertuang di dalam RPJMD yaitu memastikan terjadinya perubahan dan pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah daerah sesuai dengan target yang ditetapkan. Arah kebijakan pembangunan tahun kelima difokuskan pada bidang/sektor yang masih perlu ditingkatkan pencapaian kinerjanya berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi terhadap capaian program prioritas yang telah dilaksanakan selama 4 (empat) tahun terakhir. Selain itu, capaian pembangunan daerah pada tahun kelima

menjadi dasar (baseline) untuk penyusunan rencana dan kebijakan pembangunan

pada periode keempat pelaksanaan RPJPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2005-2025. Pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pada tahun keempat tetap diarahkan pada upaya untuk mensinergikan capaian pembangunan di masing-masing bidang/sektor dengan memperhatikan program-program prioritas yang perlu dipercepat pencapaian targetnya.

(3) Mengedapankan program-program yang menunjang pertumbuhan ekonomi,

peningkatan penyediaan lapangan kerja dan upaya pengentasan kemiskinan.

(4) Melaksanakan program-program yang bersifat mengikat seperti halnya dukungan

pencapaian 9 prioritas pembangunan nasional (Nawa Cita) sebagaimana diamanatkan pada RPJMN 2015 - 2019 serta pemenuhan ketentuan perundang-undangan.

(5) Melaksanakan pendampingan terhadap program-program pemerintah pusat serta

program-program yang didanai oleh Lembaga Keuangan Internasional.

(6) Mengakomodir seluruh program pembangunan yang dijaring melalui Aspirasi

(36)

(7) Mengakomodir hasil telaahan pokok-pokok pikiran DPRD, yang merupakan hasil

kajian permasalahan pembangunan daerah yang diperoleh dari DPRD berdasarkan risalah rapat dengar pendapat dan/atau rapat hasil penyerapan aspirasi melalui reses yang dituangkan dalam daftar permasalahan pembangunan yang ditandatangani oleh Pimpinan DPRD sebagaimana yang diatur pada pasal 96 ayat Perda 14 tahun 2011 tentang Perencanaan dan Penganggaran Terpadu.

(8) Meningkatkan peran Jakarta sebagai Ibukota Negara sebagaimana yang

diamanatkan pada arah kebijakan pembangunan RPJMD DKI Jakarta tahun 2013 –

2017.

C. Kebijakan terkait pengalokasian belanja penyelenggaraan urusan pemerintah daerah

(sesuai Pasal 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014):

(1) Pendidikan

(2) Kesehatan

(3) Pekerjaan umum dan penataan ruang

(4) Perumahan rakyat dan kawasan permukiman

(5) Ketenteraman, ketertiban umum dan pelindungan masyarakat, dan

(6) Sosial

D. Kebijakan terkait belanja hibah, bantuan sosial, subsidi, bantuan keuangan dan

belanja tidak terduga (sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah) :

(1) Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada

pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.

(2) Bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah

daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

(3) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf g Peraturan

(37)

dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah Iainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.

(4) Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf h Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun tahun sebelumnya yang telah ditutup.

E. Kebijakan terkait Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik sesuai dengan Surat Edaran

Menteri Dalam Negeri Nomor 905/501/SJ tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penganggaran Dana Alokasi Khusus Non FisiK pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016 yang menyatakan bahwa berdasarkan Pasal 12 ayat (7) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 dan Lampiran XVlll Peraturan Presiden Nomor 137 Tahun 2015, DAK Non Fisik terdiri dari:

(1) Kebijakan untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS);

(2) Kebijakan untuk Tunjangan Profesi Guru PNS Daerah (TPG PNSD);

(3) Kebijakan untuk Tambahan Penghasilan Guru PNS Daerah (Tamsil PNSD);

(4) Kebijakan untuk Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2);

(5) Kebijakan untuk Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia

Dini (BOP PAUD);

(6) Kebijakan untuk Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Bantuan Operasional

Keluarga Berencana (BOKB); dan

(7) Kebijakan untuk Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, dan

Ketenagakerjaan (PK2 UKM dan Naker).

A. Pembiayaan dengan Skema APBD

(38)

Rencana pembiayaan daerah memegang peranan penting dalam penyusunan APBD di DKI Jakarta. Sejalan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan perhitungan yang komprehensif dengan memperhatikan potensi pendapatan dan alokasi belanja.

Kebijakan Pembiayaan Daerah di masa yang akan datang, sumber dari sisi Penerimaan adalah dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran sebelumnya dan dari Penerimaan Pinjaman Daerah. Sedang dari sisi pengeluaran pembiayaan direncanakan untuk Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah.

Kebijakan penerimaan pembiayaan yang akan dilakukan terkait dengan kebijakan pemanfaatan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SILPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, penerimaan piutang daerah sesuai dengan kondisi keuangan daerah.

Kebijakan pengeluaran pembiayaan daerah mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah, pembayaran pokok utang yang jatuh tempo, pemberian pinjaman daerah kepada pemerintah daerah lain sesuai dengan akad pinjaman.

Dalam hal ada kecenderungan terjadinya defisit anggaran, harus diantisipasi kebijakan-kebijakan yang akan berdampak pada pos penerimaan pembiayaan daerah, sebaliknya jika ada kecenderungan akan terjadinya surplus anggaran, harus diantisipasi kebijakan-kebijakan yang akan berdampak pada pos pengeluaran pembiayaan daerah, seperti penyelesaian pembayaran pokok utang dan penyertaan modal.

B. Pembiayaan dengan Skema Non-APBD

1) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Dunia Usaha (TSLDU)

(39)

TSLDU dapat berupa kegiatan langsung kepada masyarakat atau melalui keikutsertaan dalam program pemerintah daerah berupa kegiatan TSLDU terkait barang milik daerah dan atau jasa/non barang milik daerah. Kegiatan TSLDU yang terkait barang milik daerah merupakan kegiatan yang berdampak pada adanya penambahan dan atau penggunaan barang milik daerah. Sedangkan TSLDU yang terkait jasa/non barang milik daerah merupakan kegiatan yang tidak berdampak pada adanya penambahan dan/atau penggunaan barang milik daerah. Adapun prosedur pelaksanaan TSLDU terkait barang milik daerah dilaksanakan melalui mekanisme hibah. Setelah pelaksanaan TSLDU selesai, ditindaklanjuti dengan serah terima dan dibuatkan Berita Acara Serah Terima (BAST) dan dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan.

2) Pengenaan Kompensasi terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan

Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2015 tentang Pengenaan Kompensasi terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Gubernur Nomor 119 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2015 tentang Pengenaan Kompensasi terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan, disebutkan bahwa pemanfaatan ruang yang dapat diberikan pelampauan KLB dimungkinkan pada lokasi :

a. Pusat Kegiatan Primer;

b. Pusat Kegiatan Sekunder;

c. Kawasan Strategis Kepentingan Ekonomi;

d. Kawasan Terpadu Kompak dengan Pengembangan Konsep TOD;

e. Kawasan yang memiliki fungsi sebagai fasilitas parkir perpindahan moda (park and

ride); dan

f. Lokasi pertemuan angkutan umum massal.

(40)

Kompensasi terhadap pelampauan KLB ditetapkan dalam bentuk penyediaan fasilitas publik antara lain :

a. penyediaan lahan dan/atau membangun RTH publik;

b. penyediaan lahan dan/atau membangun rumah susun sewa;

c. penyediaan lahan dan/atau membangun waduk atau situ;

d. pembangunan dan/atau perbaikan prasarana dan sarana kota;

e. perbaikan dan/atau pemugaran bangunan cagar budaya;

f. penyediaan moda angkutan umum;

g. pembangunan dan/atau perbaikan fasilitas penyeberangan orang dan/atau

multiguna;

h. penyediaan jalur dan peningkatan kualitas fasilitas pejalan kaki;

i. penyediaan jalur sepeda serta fasilitas pendukungnya; dan/atau

j. penyediaan lahan dan/atau pembangunan dan/atau perbaikan sarana dan prasarana

pemerintah lainnya.

Penyediaan fasilitas publik dapat berada di dalam wilayah Provinsi DKI Jakarta maupun di luar wilayah Provinsi DKI Jakarta, pada aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta/Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah lainnya atau pada lahan yang wajib diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Sedangkan untuk rumah susun sewa yang akan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus memenuhi ketentuan khusus untuk rumah susun sewa sesuai ketentuan dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.

Adapun yang diberikan dalam bentuk sebagaimana point a sampai dengan point j diatas, sesuai prioritas Pemerintah Daerah harus diserahkan kepemilikannya kepada Pemerintah Daerah untuk menjadi aset. Selain pengenaan kompensasi sebagaimana dimaksud dalam point a sampai dengan point j, dikenakan kompensasi tambahan dalam bentuk penyediaan jalur dan peningkatan kualitas pejalan kaki dengan lebar minimal 5 (lima) meter.

(41)

Rata-rata pertumbuhan realisasi Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta dapat ditunjukan pada tabel 3.17 dibawah ini

Tabel 3.17 Rata-rata Pertumbuhan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta

No Uraian

1.1. Pendapatan Asli Daerah 22.091,07 26.852,19 31.274,21 33.693,18 15,25 %

1.1.1 Pajak daerah 17.721,49 23.370,21 27.050,94 29.076,50 18,37 %

1.1.4 Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah 2.194,81 2.750,95 3.242,12 3.629,93 18,39 %

1.2 Dana perimbangan 11.552,55 9.387,53 9.677,53 5.887,26 -18,27 %

1.2.1 Dana bagi hasil pajak 10.982,38 8.863,20 9.279,06 5.751,74 - 17,54 %

1.2.2 Dana bagi hasil bukan pajak 294,84 225,15 312,47 135,52 -13,83 %

1.2.3 Dana alokasi umum 275,32 299,18 85,98 0,00 -54,20 %

1.3 Lain-lain pendapatan daerah yang sah 1.783,41 3.277,81 2.872,55 4.633,83 44,25 %

1.3.1 Hibah 3,73 1.148,32 389,61 1.878,71 10334,06 %

1.3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 1.779,68 2.129,48 2.482,93 2.755,11 15,74 %

1.3.5

Bantuan Keuangan dari provinsi pemerintah daerah lainnya

- - - - -

JUMLAH PENDAPATAN 35.427,04 39.517,54 43.824,30 44.214,27 7,78 %

Sumber : BPKAD Provinsi DKI Jakarta, 2016

Gambar

Tabel 3.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Tahun 2016 dan 2017
Gambar 3.1 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV 2015
Gambar 3.2 Peranan Pulau Dalam Pembentukan PDB Nasional Triwulan I-2016 (persen)
Tabel 3.2. Asumsi Dasar Ekonomi Makro Nasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menyusun mekanisme penelusuran kinerja pelayanan SOP Penilaian kinerja Menyusun struktur organisasi penanggung jawab upaya puskesmas yang efektif Struktur organisasi tiap

Proses manipulasi pada implementasi teknik steganografi dengan metode AMELSBR dapat tahan terhadap proses manipulasi gambar ( stego image ) dengan syarat bahwa gambar

Setelah pembelajaran selesai diharapkan siswa dapat mendiskrisikan pengaruh perubahan lingkungan fisik 3.Guru membuat hipotesa, apakah dengan eksperimen dapat

produk yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa atribut produk motor merek Honda jenis Vario yang lebih dominan mempengaruhi persepsi konsumen saat ini adalah

Penelitian ini memberi informasi tentang tema gambar kaca, teknik dasar yang biasanya dilakukan secara tradisi dan yang terpenting adalah penemuan teknik baru yang dapat

Konteks belum ratanya akses informasi di Indonesia, menjadikan media-media di pedalaman menjadi media alternatif di era reformasi, mengingat fungsinya yang sanggup

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2016 ~ Universitas Kanjuruhan Malang | 267 konteks pemecahan masalah; (d) Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and

Jika seluruh permukaan balok tersebut dicat, banyak kubus satuan yang terkena cat pada salah satu sisinya saja..