TESIS
PERAN MEDIASI PERBANKAN DALAM MENDORONG
PERTUMBUHAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA
LUH PUTU EKA SURYANINGRUM NIM 1091462009
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
TESIS
PERAN MEDIASI PERBANKAN DALAM MENDORONG
PERTUMBUHAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Ekonomi
Program Pascasarjana Universitas Udayana
LUH PUTU EKA SURYANINGRUM NIM 1091462009
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 5 OKTOBER 2015
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. Made Kembar Sri Budhi, Drs, MP Dr. I Gede Sudjana Budiasa, SE, Msi NIP. 19580212 198601 1 001 NIP.19541122 198403 1 002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Direktur
Magister Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE, MS Prof. Dr. dr. A A Raka Sudewi, Sp.S(K)
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 20 Oktober 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 3263/UN 14.4/HK/2015, Tanggal : 20 Oktober 2015
Ketua : Prof. Dr. Made Kembar Sri Budhi, Drs, MP
Anggota :
1. Dr. I Gede Sudjana Budiasa, SE, Msi 2. Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina SE, MS 3. Prof. Dr. I Wayan Sudirman, SE, SU
Surat Pernyataan Bebas Plagiat
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Luh Putu Eka Suryaningrum
NIM : 1091462009
Program Studi : Pembangunan Daerah
Judul Tesis : Peran Mediasi Perbankan Dalam Mendorong Pertumbuhan Sektor
Riil Di Indonesia
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku.
Denpasar, 21 Oktober 2015 Yang membuat pernyataan,
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas segala rahmat dan petunjukNya, tesis yang
berjudul “Peran Mediasi Perbankan Dalam Mendorong Pertumbuhan Sektor Riil Di
Indonesia” dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Made Kembar Sri Budhi, Drs, MP sebagai
Pembimbing I dan Dr. I Gede Sudjana Budiasa, SE, Msi sebagai Pembimbing II yang
dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran
kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister
Ilmu Ekonomi di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan
kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka
Sudewi, Sp,S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi
mahasiswa program Magister Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana Universitas
Bagus Wiksuana, SE, Msi selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana atas
ijin yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para
penguji tesis, yaitu : Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina SE, MS, Prof. Dr. I Wayan
Sudirman, SE, SU dan Dr. I B P Purbadharmaja, SE, ME, yang telah memberikan
masukan, saran, sanggahan dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada para Dosen Pengajar Magister Ilmu Ekonomi
dan pegawai Program Magister Ilmu Ekonomi yang memberikan bantuan dan
perhatian selama perkuliahan.
Pada kesempatan ini, penulis juga pengucapkan banyak terima kasih kepada
keluarga yang selalu mendukung dalam menjalankan Magister ini dari awal hingga
berakhir, Bapak saya I Putu Surata, Ibu saya Susdiyati dan terutama Selly adik saya,
yang sangat sangat membantu dalam proses ini. Untuk semua Pimpinan Mandiri
Bapak Adlin Novian yang selalu memberikan ijin untuk mengikuti ujian dan segala
aktivitas dalam menyelesaikan perkuliahan ini karena memang dibarengi dengan
kegiatan bekerja. Terima kasih banyak untuk sahabat setia Setiyo Wibowo yang selalu
mendukung agar perkuliahan ini cepat selesai. Dan semua teman-teman Bank
Mandiri, semua teman yang selalu mendukung saya dalam proses perkuliahan dengan
sangat baik dan positif saya ucapkan terima kasih maaf tidak dapat saya sebutkan satu
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat dan
petunjukNya kepada semua pihak yang telah membantu di dalam pelaksanaan dan
penyelesaian tesis ini.
Denpasar, Januari 2016
PERAN MEDIASI PERBANKAN DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA
ABSTRAK
Kebijakan moneter Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka mencapai sasaran akhir yaitu stablilitas perekonomian nasional. Sejalan dengan fungsi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia mempergunakan industri perbankan sebagai peranjangan tangan dalam melaksanakan praktek kebijakan moneter yang didukung seenuhnya melalui perbankan sebagai lembaga intermediasi yang menjembatani kepentingan pemilik tabungan dan dalam tentang tugas pokok Bank Indonesia tersebut, maka kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional dilaksanakan dalam tahapan yang sejalan dengan perkembangan dinamika dan tantangan perekonomian yang selalu memerlukan penyesuaian kebijakan moneter dengan tujuan untuk mencapai sasaran akhir yaitu memelihara stabilitas perekonomian nasional. Berbagai kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia akan diimplikasikan melalui semua sektor perbankan yang ada di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis pengaruh langung dari volume kredit perbankan terhadap pertumbuhan produksi. (2) menganalisis pengaruh tidak langsung dari SBI terhadap pertumbuhan sektor riil volume melalui saluran kredit perbankan. (3) menganalisis pengaruh tidak langsung dari GWM terhadap pertumbuhan sektor riil melalui kredit perbankan. (4) menganalisis pengaruh tidak langsung dari NPL terhadap pertumbuhan sektor riil melalui kredit perbankan. (5) menganalisis pengaruh tidak langsung dari NIM terhadap pertumbuhan sektor riil melalui kredit perbankan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa analisis fungsi endogen sektor riel adalah signifikan, dengan nilai R2 = 0.97. Model dinyatakan cukup representatif,
karena hanya sebesar 0.03 dari variasi dependent variabel sektor riel (PDB) tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas kredit dan BI rate. Uji model secara parsial menunjukkan bahwa kredit perbankan (Cred) adalah signifikan berdasarkan tingkat keyakinan 5%. Demikian juga berlaku pada variabel BI rate yang juga signifikan berdasarkan tingkat keyakinan 5%. Dengan demikian, dapat dinyataan bahwa sektor riel (output) dipengaruhi oleh variabel kredit dan suku bunga BI rate dapat didukung penelitian ini. Bahwa ternyata pengaruh perubahan realisasi kredit berdampak lebih dominan dibandingkan dengan suku bunga BI rate.
untuk mendampingi instrumen moneter BI Rate, karena perubahan GWM tidak berdampak negatif bagi realisasi kredit perbankan. Bahwa suku bunga BI rate tidak memiliki keterkaitan yang jelas dengan realisasi kredit, tetapi memiiki keterkaitan yang nyata pada kinerja sektor riel. Dengan demikian, maka instrumen BI rate akan berdampak pada kinerja output secara langsung. Maka direkomendasikan untuk memberikan pilihan menurunkan suku bunga BI rate sebagai upaya untuk memperluas realisasi kredit perbankan dalam rangka mendorong peningkatan sektor riel.
THE ROLE OF BANKING MEDIATION AND ITS IMPACT ON REAL SECTOR banking industry as supporting system to achieve monetary policy goal, that could be connected banking industry intermediary of house-hold agent as saving power connecting with firms as ntrepreneurs who needed operating capital for driving their investments.
This research have been organized to find some research goals, i.e the connection between banking credit with riel sector, the indirect effect of BI rate to riel sector growth by banking credit sectors, the role of monetary aggregates GWM to riel sector via banking credit sector, the indirect effect of non performing loans to riel sector growth via banking credit sector, and the indirect effect of net interest margin to rieal sector via bangking credit sectors.
This research have been found that the model have coefficient of determination R2 = 0.97 and its can be said that the model is good representative, otherwise the model also indicated a significant of F statistical test both of riel sector equation and credit equation.
Procedure statistitical using t test indicated that credit have strong significanly impact to riel sector growth, and also indicated by BI rate but with different direction. On the other hand, money aggregate GWM and Non performing loan have significant role to riel sector via banking credit sectors. This research is recommended that both of monetary instrument BI rate and monetary aggregate GMS can be jointly used in order to improve economic growth. The jointly instruments have efectively supporting credit channel and therefore injecting production and investent activities to achieve economic growth.
DAFTAR ISI
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG………. xvi
DAFTAR LAMPIRAN……… xvii
BAB I PENDAHULUAN………... 1
1.1 Latar Belakang Masalah…..……… 1
1.2 Rumusan Pokok Masalah………. 8
2.3 Kebijakan Moneter dan Perbankan……….. 19
2.4 Mekanisme Transmisi Makro Ekonomi Jangka Pendek…... 23
2.5 Pengertian dan Jenis-Jenis Simpanan Pihak Ketiga………. 25
2.6 Penelitian Sebelumnya………. 28
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……… 31 3 . 2
4.2.2. Jenis Data Menurut Sumbernya……… 36
4.3 Identifikasi Variabel ………. 36
4.4 Definisi Operasional Variabel ………. 36
4.5 Teknik Pengumpulan Data ……….. 38
4.5.1 Uji Kelayakan Data Time-Series……….. 38
4.6 Teknik Analisis Data ……… 39
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN………. 47
5.1 Analisis Kelayakan Data Makro Ekonomi……… 47
5.1.1 Analisis JB-Test Untuk Normalitas Data time-series…. 47 5.1.2 Analisis Kelayakan Data Jangka Pendek……… 48
5.1.3 Analisis Kelayakan Data Jangka Panjang………... 49
5.2 Kinerja Kredit Perbankan Terhadap Sektor Riil Hasil Analisis Tahap Pertama……….….. 51
3. Peran Mekanisme Transmisi Kredit Sebagai Variabel Intermediasi……….. 53
3.1. Pengaruh BI rate terhadap Kinerja Sektor Riil Melalui Jalur Kredit……….. 55
3.2. Pengaruh GWM terhadap Kinerja Sektor Riil Melalui Jalur Kredit……….. 56
4. Pengaruh NIM terhadap Kinerja Sektor Riil
Melalui Jalur Kredit……….. 57
2. Kinerja Kredit Perbankan Terhadap Sektor Riil………. 58
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN………. 62
6.1 Simpulan……….. 62
6.2 Saran……… 64
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 1.1………. 4
Tabel 1.2………. 5
Tabel 5.1………. 48
Tabel 5.2………. 49
Tabel 5.3………. 49
DAFTAR GAMBAR
Gambar grafik 1.1……… 7
Gambar Grafik 1.2..……… 8
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
1. SBI = Sertifikat Bank Indonesia
2. GWM = Giro Wajib Minimum
3. NPL = Non Performing Loans
4. NIM = Net Interest Margin
5. ! = Jumlah produksi nasional (∆PDB) yang dapat dihasilkan secara
nasional untuk data triwulan dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2012 (milyar rupiah) dinyatakan dalam prosentase pertumbuhan (dalam %)
6. Credit = Jumlah kredit perbankan nasional yang dapat direalisasikan secara nasional untuk data triwulan dari tahun 2002 sampai tahun 2012 (dalam milyar rupiah)
7. π1, π2, π3…… = Konstanta/intersep
8. β1, β2, β3,β4,β5, …. = Koefisien regresi
pdb
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Uji Normalitas Fungsi..………. 72
Lampiran 1.2 Hasil Analisis……….. 74
Lampiran 1.3 Uji Jangka Pendek……….……….. 76
Lampiran 1.4 Uji Jangka Panjang Kointegrasi………...…... 78
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Kebijakan moneter Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka mencapai
tujuan akhir yaitu stablilitas perekonomian nasional sebagaimana diatur sebagai tugas
pokok Bank Indonesia yang termuat pada Undang-Undang Bank Indonesia No. 23
tahun 1999 serta kemudian direvisi menjadi UU No. 3 tahun 2004. Sebagaimana telah
ditetapkan dalam perundangan tentang tugas pokok Bank Indonesia tersebut, maka
kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional dilaksanakan dalam tahapan
yang sejalan dengan perkembangan dinamika dan tantangan perekonomian yang
selalu memerlukan penyesuaian kebijakan moneter dengan tujuan untuk mencapai
sasaran akhir yaitu memelihara stabilitas perekonomian nasional. Berbagai kebijakan
moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia akan diimplikasikan melalui semua
jenis sektor perbankan yang ada di Indonesia. Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1998
(perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan), Bank di Indonesia dibagi
menjadi 2 sektor perbankan, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Pasal 3 UU No. 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia
bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Berdasarkan peran perbankan sebagai industri jasa keuangan, maka perbankan
berfungsi sebagai perantara keuangan atau financial intermediary yaitu suatu
organisasi yang bergerak dalam pasar uang yang menghubungkan antara pengguna
jasa keuangan dengan masyarakat penabung. Dana yang dihimpun dari masyarakat
dapat berbentuk tabungan, deposito maupun giro. Untuk sisi penghimpun dana disini
unit yang memiliki dana yaitu penabung. Untuk unit yang berikutnya membutuhkan
saluran dana ini diakibatkan kekurangan dana maka dinamakan peminjam. Dan disini
dana tersebut selanjutnya akan disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk
kredit, baik itu untuk penggunaan investasi, modal kerja maupun konsumsi,
berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Alokasi dana masyarakat tersebut dapat pula
dilakukan dengan membeli berbagai aset yang dianggap menguntungkan (Sugiarto,
2003).
Studi tentang peranan kredit perbankan dan dampaknya terhadap
pertumbuhan ekonomi disajikan oleh Allen dan Ndikumama (1998), dengan fokus
studi pada kinerja sektor riil dan kaitannya dengan sektor financial. Studi lainnya
berkaitan dengan kinerja industri perbankan dan pasar keuangan disampaikan oleh
sebagai faktor strategis dalam mempengaruhi kinerja sektor riil. (Oura, 2008)
mempergunakan pendekatan sejumlah indikator rasio keuangan perbankan sebagai
indikator dalam mempengaruhi kinerja sektor riil. (Davis, 2004) Peneliti sejenis
lainnya yang menyajikan focus studi tentang peranan kredit dan pertumbuhan sektor
riil bahwa kredit perbankan merupakan salah satu komponen signifikan sebagai
penggerak pertumbuhan ekonomi di banyak negara.
Keuntungan utama bisnis perbankan diperoleh dari selisih antara suku bunga
yang dikenakan pada sumber-sumber dana dan suku bunga yang diterima dari alokasi
dana tersebut. Penentuan suku bunga yang secara tidak langsung diatur oleh Bank
Indonesia akan sangat berpengaruh terhadap suku bunga kredit yang akan dibebankan
kepada masyarakat (Kasmir, 2002). Sumber pendapatan utama bank dapat berbentuk
pembelian obligasi, Sertifikasi Bank Indonesia (SBI) maupun melalui kredit kepada
sektor financial yang lain, seperti Bank Umum yang lain atau BPR. Berdasarkan data
pada Tabel 1.1 tampak arah perkembangan mobilisasi dana masyarakat berdasarkan
lembaga perbankan. Pada tahun 2002, mobilisasi pengumpulan dana pihak ketiga
didominasi oleh Bank persero yang termasuk kelompok BUMN, namun sejalan
dengan arah persaingan antar bank, maka tampak bank swasta nasional telah
mengambil peranan yang semakin signifikan sebagai lembaga intermediasi pasar
keuangan, disusul oleh semakin menguatnya peranan Bank BPD di seluruh Indonesia
Asing merupakan bagian kecil dari market shared pasar keuangan, sehingga dapat
dinyatakan pasar keuangan domestik masih didominasi oleh potensi ekonomi
domestik. Bank BPR merupakan kelompok usaha mikro yang ternyata dapat
berkembang relative baik dalam melengkapi peranan perbankan dalam melaksanakan
intermediasinya untuk mendorong pertumbuhan sektor riil yang bersumber
pendanaannya dari dana pihak ketiga.
Tabel 1.1
Perkembangan Sumber Dana Pihak Ketiga Perbankan di Indonesia (Dalam Miliar Rupiah)
Sumber : Data SEKI Bank Indonesia, Jakarta, 2012.
Jenis realisasi pinjaman secara nasional meliputi semua perbankan adalah
untuk kredit modal kerja (KMK), kredit untuk investasi (KI) serta kredit untuk
konsumsi (KK). Ternyata arah penggunaan pinjaman perbankan lebih banyak untuk
tujuan pemenuhan modal kerja dan pembiayaan konsumsi. Penggunaan pinjaman
Tahun PerseroBANK Bank BPD Bank Swasta Nasional Bank Asing BPR
untuk memenuhi kebutuhan investasi relatif memiliki volume pertumbuhan yang
lebih kecil dibandingkan dengan jenis penggunaan pinjaman untuk modal kerja dan
pembiayaan konsumsi. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 1.2 tampak adanya
pertumbuhan permintaan dana kredit perbankan untuk tujuan konsumsi relative
berkembang lebih cepat dibandingan untuk tujuan investasi, hal ini membuktikan
bahwa pada lembaga keuangan terdapat hambatan kebijakan perkreditan yang dapat
menjadi penghambat tumbuh berkembangnya roda kegiatan produksi nasional.
Tabel 1.2
Perkembangan Permintaan permodalan perbankan Berdasarkan Jenis Kebutuhan Permodalan
(Dalam Miliar Rupiah)
Sumber : Data SEKI Bank Indonesia, Jakarta, 2012.
Berdasarkan pola sebaran data pinjaman berdasarkan penggunaannya, tampak
bahwa realisasi penggunaan dana pinjaman untuk investasi masih bergerak lebih
lambat dibandingkan dengan kredit modal kerja dan pembiayaan konsumsi.
Sehubungan dengan kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia lebih
terfokus kepada pengendalian stabilitas perekonomian nasional melalui kebijakan
inflation targeting framework yang terfokus kepada pengendalian inflasi, maka
kebijakan makro ekonomi Bank Indonesia tersebut tidak secara otomatis juga dapat
mendorong pertumbuhan industri perbankan untuk berkembang membawa dukungan
kepada pertumbuhan sektor riil.
Sejumlah variabel makro ekonomi yang diduga dapat menentukan arah
pergerakan saluran pinjaman yang tidak berkembang tumbuh secepat kredit konsumsi
adalah bersumber dari kebijakan Bank Indonesia mencakup instrument Sertifikasi
Bank Indonesia (SBI) dan Giro Wajib Minimum (GWM) yang tidak mendorong
secara efektif pada peningkatan pertumbuhan volunme kredit perbankan untuk
membiayai sector riil, seperti Non Perfoming Loans (NPL) dan Net Interest Margin
(NIM).
Berdasarkan Grafik 1.1 dapat ditelusuri arah pergerakan instrument kebijakan
SBI serta kaitannya dengan variabel pendukung non performing loans (NPL), serta
net interest margin (NIM). Bahwa kebijakan SBI dapat diperkirakan akan berdampak
Meskipun kebijakan moneter SBI berdampak positif dan berhasil mencapai sasaran
akhir kebijakan ekonomi makro Indonesia, tidaklah secara otomatis berdampak
searah dengan industri perbankan nasional. Pada grafik 1.1 dapat dilihat bahwa Non
Perfoming Loans (NPL) sepanjang tahun 2003 sampai tahun 2011 mengalami
perkembangan yang stabil. Berbeda pada perkembangan SBI yang sempat mengalami
penurunan drastis pada pertengahan tahun 2011 namun perlahan mulai meningkat
kembali. Lain dengan perkembangan Net Interest Margin (NIM) yang sempat
mengalami penurunan drastis sebelum tahun 2003, namun perkembangan kembali
Grafik 1.1
Perkembangan SBI, NPL dan NIM pada Perbankan Nasional
!
Sumber : Data SEKI Bank Indonesia, Jakarta, 2012.
Berdasarkan Grafik 1.2 tampak penetapan kebijakan GWM dilaksanakan
tidak secara periodik, tetapi atas dasar pertimbangan khusus dalam rangka
mendukung efektivitas instrument SBI dalam mendorong pertumbuhan sektor riil.
Penetapan kebijakan GWM dengan prosentase penetapan cadangan giro wajib
minimum yang meningkat telah terjadi tahun 2004, kemudian mengalami kenaikan
Grafik 1.2
Perkembangan GWM, NPL dan NIM pada Perbankan Nasional
!
Sumber : Data SEKI Bank Indonesia, Jakarta, 2012.
Penelitian ini berusaha melakukan penelusuran dampak dari arah pergerakan
SBI dan GWM terhadap industri perbankan nasional secara langsung maupun tidak
langsung berproses melalui transmisi NPL maupun NIM, yang pada akhirnya
mempengaruhi pertumbuhan laba perbankan. Penelitian ini melakukan focus kajian
untuk mendapatkan konstruksi yang menentukan pertumbuhan kredit perbankan, 0
4 8 12 16 20
2003 2005 2009 2011
serta pada akhirnya diharapkan memberi dampak positif dalam mendorong
pertumbuhan sektor riil.
1.2 Rumusan Pokok Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengambil rumusan pokok masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaruh penyaluran kredit terhadap pertumbuhan nilai produksi
(sektor riil).
2. Bagaimanakah pengaruh tidak langsung dari SBI terhadap pertumbuhan sektor
riil melalui variabel antara kredit.
3. Bagaimanakah pengaruh tidak langsung dari GWM terhadap pertumbuhan sektor
riil melalui variabel antara kredit.
4. Bagaimanakah pengaruh tidak langsung dari NPL terhadap pertumbuhan sektor
riil melalui variabel antara kredit.
5. Bagaimanakah pengaruh tidak langsung dari variabel NIM terhadap
pertumbuhan sektor riil melalui variabel antara kredit
.
3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis pengaruh langung dari volume kredit perbankan terhadap
2. Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung dari SBI terhadap pertumbuhan
sektor riil melalui saluran kredit perbankan.
3. Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung dari GWM terhadap pertumbuhan
sektor riil melalui kredit perbankan.
4. Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung dari NPL terhadap pertumbuhan
sektor riil melalui kredit perbankan.
5. Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung dari NIM terhadap pertumbuhan
sektor riil melalui kredit perbankan.
4. Manfaat Penelitian
1. Akademis
Sebagai bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut, serta menambah informasi
berkaitan dengan fungsi intermediasi perbankan nasional.
2. Praktis
Diharapkan penelitian ini juga dipergunakan sebagai masukan untuk mengambil
keputusan oleh Perbankan di Indonesia dalam merumuskan berbagai kebijakan
untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat dalam rangka mendorong
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Pengertian Bank
Bank secara umum merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang
berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan antara pihak yang kelebihan dana
dengan pihak yang kekurangan dana. Peranan sektor perbankan akan semakin besar
seiring dengan semakin majunya suatu perekonomian. Berdasarkan UU No.14/1967
pasal 1 disebutkan bahwa bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran
uang. Selanjutnya dalam pasal 3 UU tersebut dibedakan adanya 4 (empat) bank
berdasarkan fungsinya yaitu Bank Sentral, Bank Umum, Bank Tabungan dan Bank
Pembangunan. Pengertian bank umum itu sendiri adalah bank yang dalam
pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk tabungan deposito
dan giro dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka pendek.
Menurut UU No.10/1998 tentang perubahan UU No.7/1992, yang dimaksud
dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dalam UU ini pula bank kemudian hanya dibedakan atas dua jenis, yaitu Bank
Perbankan nasional dalam katagori Bank Umum diijinkan untuk melakukan
usaha-usaha seperti yang tercantum dalam pasal 6 UU No. 10 tahun 1998, meliputi :
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
b. memberikan kredit;
c. menerbitkan surat pengakuran hutang;
d. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan
dan atas perintah nasabahnya :
1. surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa
berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan
surat-surat dimaksud;
2. surat pengakuran hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya
tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
3. kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerntah;
4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
5. obligasi;
6. surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
7. instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu)
tahun;
e. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah;
f. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada
bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun
g. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan antar pihak ketiga;
h. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
i. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak;
j. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk
surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
k. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
l. menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip
Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
m. melakukan kegiatan yang lain yang lazim dilakuan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, bank
umum nasional dapat pula bertindak :
a. melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia;
b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang
keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi,
serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan
syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang
d. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
Dalam melakukan fungsinya, Bank diharapkan lebih memiliki peran dalam
menopang dan mendorong pembangunan daerah daripada bank-bank umum lannya.
Karenanya, bank umum nasional lebih difokuskan untuk memberikan kredit serta
pembiayaan untuk proyek-proyek yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau
mendanai investasi dan modal kerja yang dilakukan oleh masyarakat di dalam daerah
tersebut.
2. Pengertian Kredit
Menurut Suyatno (1993 : 12), istilah “kredit” berasal dari bahasa Yunani
yaitu credere yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Sedangkan menurut
Adinogoro (1996), inti sari dari pada kredit sebenarnya adalah kepercayaan, suatu
unsur yang harus dipegang sebagai benang merah melintasi falsafah perkreditan
dalam arti sebenarnya bagaimanapun asalnya kepada siapapun diberikannya.
Disamping pengertian tersebut Hasibuan (1997:92), mengemukakan kredit adalah
semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam
sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Sedangkan menurut UU Perbankan
No. 10 tahun 1998 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak pinjam-meminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sektor perbankan menjadikan kredit sebagai sumber pendapatan utama, selain
pembelian obligasi ataupun surat berharga lainnya seperti Sertifikat Bank Indonesia
(SBI). Pendapatan akan diperoleh dari perbedaan antara suku bunga pinjaman dengan
suku bunga simpanan. Menurut Manurung (2004:188) kredit yang disalurkan oleh
sistem perbankanp ada umumnya ditujukan untuk tiga penggunaan, yaitu :
1) Kredit Modal Kerja (KMK)
Kredit Modal Kerja (KMK) diberikan untuk tujuan komersial, yaitu membuat
perusahaan mampu menjalankan usahanya sekalipun arus kas masuk untuk
sementara masih lebih kecil dari arus kas keluar.
2) Kredit investasi
Kredit investasi diberikan kepada debitur agar dapat membeli barang-barang
modal maupun jasa, yang diperlukan dalam rangka rehabilitasi, modernisasi,
ekspansi, relokasi dan pendirian usaha baru. Dilihat dari jangka waktu
pengembaliannya, kredit investasi termasuk kredit jangka menengah dan panjang.
Kredit konsumtif (consumer loan) yaitu kredit yang diberikan untuk memenuhi
kebutuhan dana bagi debitur yang ingin membeli barang atau
kebutuhan-kebutuhan konsumtif.
Dalam kehidupan perekonomian, fungsi kredit tersebut antara lain (Kasmir,
2003 : 97) :
1. Untuk meningkatkan daya guna uang
Adanya kredit yang dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya jika uang
hanya disimpan saja tidak menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikan
kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si
penerima kredit.
2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah
ke wilayah lainnya sehingga, suatu daerah yang kekurangan uang dengan
memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari
daerah lainnya.
3. Uang meningkatkan daya guna barang
Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitur untuk
4. Meningkatkan peredaran barang
Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah
lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah
lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang
beredar.
5. Sebagai alat stabilitas ekonomi
Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena
dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang
diperlukan oleh masyarakat. Kemudian dapat pula kredit membantu dalam
mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri sehingga meningkatkan
devisa negara.
6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha
Bagi penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha,
apalagi bagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan.
7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan
Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama dalam
hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk membangun
pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja sehingga, dapat
juga akan dapat meningkatkan pendapatannya seperti membuka warung atau
menyewa rumah kontrakan atau jasa lainnya.
8. Untuk meningkatkan hubungan internasional
Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan
antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberian kerdit oleh negara
lain akan meningkatkan kerja sama di bidang lainnya.
Sehubungan dengan kredit, jelas dicantumkan dalam pasal 11 UU No.
10/1998, bahwa Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum
pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberi jaminan,
penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang mana tidak boleh
melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Kredit yang disalurkan dikatakan bermasalah jika pengembaliannya terlambat
dibanding jadwal yang direncanakan, bahkan tidak dikembalikan sama sekali. Dalam
konteks Indonesia, kredit bermasalah (non performing loans / NPL) dapat
dikelompokkan menjadi kredit tidak lancar dan kredit macet (Manurung, 2004 : 196).
Secara garis besar klasifikasi kredit-kredit tidak lancar adalah sebagai berikut (SE BI
No. 23/12/BPPP, Februari 1991): 1) kredit kurang lancar, 2) kredit yang diragukan; 3)
kredit macet. Definisi NPL dalam ensiklopedia Wikipedia (2005, dalam Wiwin, 2006)
“non-performing loan is a loan that is in default or close tobeing in default. Many loans become non-performing after being in default for 3 months, but this can depend on the contract terms”.
Sedangkan definisi NPL menurut IMF (2005, dalam Wiwin, 2006):
“A loan is nonperforming when payments of interest and principal are past due by 90 days or more, or at least 90 days of interest payments have been capitalized, refinanced or delayed by agreement, or payments are less than 90 days overdue, but there are other good reasons to doubt that payments will be made in full”.
Terdapat beberapa kriteria yang menunjukkan mengapa suatu kredit dikatakan
berada dalam kualitas di atas. Menurut Sudirman (1996, 2006), kredit digolongkan
kurang lancar apabila memenuhi kriteria :
a) Terdapat tunggakan bunga angsuran yang telah ditetapkan (untuk kredit
dengan angsuran di luar KPR).
b) Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui enam bulan tetapi
belum sembilan bulan (untuk kredit dengan angsuran untuk KPR).
c) Untuk kredit tanpa angsuran dikatakan kurang lancar bila terdapat tunggakan
bunga melampaui batas waktu untuk kredit yang belum jatuh tempo, atau
kredit telah jatuh waktu dan belum dibayar tetapi belum melampaui tiga
bulan.
Kredit tergolong diragukan jika kredit yang bersangkutan tidak memenuhi
kriteria lancar dan kurang lancar di atas tetapi berdasarkan penilaian disimpulkan
a) Kredit masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya
75% dari hutang peminjam, termasuk bunga.
b) Kredit tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai
sekurang-kurangnya 100% dari hutang peminjam.
Sementara kerdit dikategorikan macet jika :
a) Tidak memenuhi kriteria-kriteria lancar, kurang lancar, dan diragukan seperti
tersebut di atas.
b) Memenuhi kriteria diragukan tersebut tetapi dalam jangka waktu 21 bulan
sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha menyelamatkan
kredit.
c) Kredit tersebut penyelesaiannya diserahkan pada Pengadilan Negeri atau
Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) atau telah diajukan penggantian ganti
rugi kepada perusahaan asuransi kredit.
Ratio NPL dapat diperoleh dari pembagian antara total volume kredit dalam
kualitas kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet dengan total kredit secara
keseluruhan.
Ascarya (2004) menyatakan kebijakan moneter Bank Sentral dapat melakukan
sejumlah pilihan yang paling mungkin dilakukan untuk mendapatkan hasil akhir yang
paling bersifat segera. Pilihan penggunaan instrument moneter yang tidak bersifat
segera serta memerlukan waktu yang panjang untuk mencapai hasil akhir yang
diinginkan sudah barang tentu tidak memberi manfaat optimal dan diabaikan sebagai
instrument kebijakan. Berdasarkan konsep teori yang tersedia sampai saat ini,
kebijakan moneter meliputi dua aspek penting yaitu kebijakan moneter yang bersifat
langsung dan kebijakan moneter yang bersifat tidak langsung.
Kebijakan moneter termasuk dalam katagori langsung adalah instrument suku
bunga, sedangkan kebijakan moneter bersifat tidak langsung adalah penggunaan
jumlah uang beredar yang dipergunakan dalam ranga mempengaruhi arah pergerakan
Sumber : Mankiw, 2001.
Kebijakan suku bunga memiliki pengaruh langsung (direct langsung) pada
output, sedangkan kebijakan moneter pengaturan jumlah uang beredar berpengaruh
secara tidak langsung dengan membentuk suku bunga terlebih dahulu, untuk
kemudian memberi pengaruh kepada output. Dengan demikian, suku bunga
merupakan sasaran antara (intermediate target) yang akan berpengaruh kepada
output. Penggunaan suku bunga merupakan pilihan yang lebih memuaskan karena
suku bunga langsung dapat ditentukan besarannya, tetapi bahwa penetapan kebijakan
berdasarkan instrument suku bunga memerlukan kondisi pasar keuangan yang
relative berkembang (McCallum, 2007). Sedangkan kebijakan pengendalian jumlah
uang beredar tidk memerlukan syarat pasar keuangan yang mantap, tetapi di banyak
Negara berkembang pada umumnya efek pengganda dari mata uang domestik tidak
stabil, sehingga relative sulit untuk memprediksi pembentukan suku bunga yang
bersumber dari arah pergerakan jumlah uang beredar (Solikin, 2007), (Aulia Pohan,
2008).
Pilihan lain adalah dengan melakukan kombinasi dari kebijakan moneter suku
bunga dan pengendalian jumlah uang beredar, sehingga keduanya dapat saling
melengkapi satu sama lain. Secara garis besar, kerangka teori yang dapat
dipergunakan untuk menjelaskan hubungan output dengan suku bunga dapat
Graik 2.1 : Makro Ekonomi Hicksian Model IS-LM
!
Sumber : Dornbusch et al, 2008.
Grafik 2.1 menyajikan pola hubungan kebijakan fiscal (Keynesian cross) yang
kemudian diturunkan ke dalam hubungan model IS-LM (Hicksian model).
Berdasarkan model fiscal yang dirintis oleh Keynes (1936), teori tidak menemukan
adanya peranan kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap perekonomian
nasional. J.R. Hicks (1937) telah berhasil memadukan pemodelan IS-LM, yaitu
penurunan kurve IS yang bersumber dari karakter fiscal, serta penurunan kurve LM
yang menggambarkan karakter pasar uang, sehingga terbentuknya sebuah
EDG : Excess Demand for Goods ESG : Excess Supply for Goods AD : Agregat Demand
keseimbangan ekonomi nasional yang digambarkan melalui prilaku pasar barang
kurve IS, serta prilaku pasar uang kurve LM.
Jika Keynesian fiscalist model berhubungan antara aggregate demand dan
output, maka pada Hicksian model pembentukan keseimbangannya berdasarkan suku
bunga dan prilaku kurve IS dan kurve LM. Berdasarkan Hicksian model, maka dapat
diketahui pembentukan keseimbangan makro ekonomi dalam jangka pendek dengan
pendalaman pada kebijakan moneter serta pengembangan lebih jauh dari pemodelan
makro ekonomi dengan menyertakan berbagai instrument kebijakan moneter seperti
penggunaan suku bunga, politik diskonto, serta jumlah uang beredar.
4. Mekanisme Transmisi Makro Ekonomi Jangka Pendek
Pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja adalah sasaran akhir
yang ingin dicapai dalam setiap perumusan kebijakan makro ekonomi. Dipandang
dari sudut moneter, sasaran akhir kebijakan makro ekonomi dapat dicapai dengan
mempergunakan instrument kebijakan moneter. Seperti suku bunga atau jumlah uang
beredar. Ketika kebijakan moneter telah ditetapkan instrument dan target sasarannya,
maka keberhasilan sebuah kebijakan makro ekonomi akan sangat tergantung kepada
mekanisme transmisi makro ekonomi. Dalam jangka pendek, perumusan kebijakan
makro ekonomi dapat dijalankan melalui strategi belanja pemerintah beserta
demand dari sisi pasar uang, yaitu dengan menetapkan pilihan penggunaan instrument
moneter Bank Sentral dalam rangka menggerakkan aggregate demand, yang pada
gilirannya berdampak pada sector produksi. Bagan 2.1 menyajikan rangkaian proses
mekanisme transmisi makro ekonomi dimulai dari pemetaan kebijakan fiscal,
permintaan uang, pasar barang (IS) serta pasar uang (LM).
Bagan 2.1 : Permintaan dan Penawaan Uang dan Pembentukan Harga
Sumber : Dornbusch et al, 2008.
Bagian 2.1 menyajikan alur mekanisme transmisi makro ekonomi dalam
pengendalian jangka pendek dimana digambarkan sasaran akhir dari kebijakan makro
ekonomi adalah pengendalian jangka pendek dengan membangkitkan pertumbuhan
produksi (aggregate supply curve) yang akan dipicu oleh pergerakan aggregate
kekuatan penggerak yang dapat dimulai dari perumusan kebijakan fiscal (cross
Keyesian), pengendalian jumlah uang beredar (liquidity preferences), kebijakan
investasi dan suku bunga (IS Curve), serta kebijakan suku bunga dan pengendalian
inflasi (LM Curve).
Penelusuran secara lebih detail dari mekanisme transmisi model makro secara
lebih substansial dapat ditelusuri secara lebih kedalam dengan melihat peran serta
industri perbankan dalam melaksanakan fungsinya sebagai financial intermediary
dalam rangka menghimpun dana pihak ketiga (DPK), untuk kemudian disalurkan
dalam rangka pemenuhan model kerja, investasi dan pembiayaan konsumsi.
5. Pengertian dan Jenis-jenis Simpanan Pihak Ketiga
Dana pihak ketiga (DPK) merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan
operasional bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai
kegiatan operasinya. Dana pihak ketiga ini relatif diperoleh jika dibandingkan dengan
sumber lainnya dan sumber dana ini paling dominan, asalkan dapat memberikan
bunga dan fasilitas yang menarik bagi masyarakat (Kasmir, 2002:63). Pembagian
simpanan pihak ketiga kedalam beberapa jenis dimaksudkan agar para penyimpanan
mempunyai pilihan sesuai dengan tujuan masing-masing. Tiap pilihan mempunyai
Pengharapan yang ingin diperoleh dapat berupa keuntungan, kemudahan dan
keamanan (Kasmir, 2004 : 64).
Sumber dana pihak ketiga dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu :
1. Simpanan Tabungan (Saving Deposit)
Tabungan menurut UU No. 10/1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya
dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat
ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alamat lainnya yang dipersamakan dengan
itu. Dana tabungan biasanya dimiliki oleh masyarakat dengan kegiatan bisnis
relative kecil bahkan tidak ada. Dana ini dapat terhimpun bilamana masyarakat
mempunyai uang lebih dibandingkan dengan kebutuhan sehari-hari. Dalam hal ini
maka semakin besar dana tabungannya yang dapat dihimpun dapat diartikan
bahwa kemakmuran suatu masyarakat sudah meningkat.
2. Simpanan Deposito (Time Deposit)
Menurut UU Perbankan No.10 tahun 1998 yang dimaksud dengan deposito
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Dana deposito akan
mengendap di bank karena para pemegangnya tertarik dengan tawaran bunga
yang diajukan bank, disamping keyakinan pada deposan bahwa pada saat jatuh
tempo, dana tersebut tersedia. Dana yang berasal dari deposito adalah dana
umumnya dihimpun dari pengusaha menengah dan masyarakat dari golongan
menengah atas yang bukan bisnis. Semakin besar dana simpanan berjangka dari
masyarakat berarti menunjukkan kemakmuran masyarakat yang lebih dari cukup.
Tetapi apabila sumber dana ini dihimpun dari golongan pengusaha, maka terdapat
indikasi bahwa pengusaha terhadap usahanya tidak terlalu menguntungkan
dibandingkan bilamana uangnya disimpan dalam uang dengan mendapatkan
bunga tetap setiap bulannya. Dengan demikian semakin besar dana simpanan
berjangka yang dapat dihimpun oleh bank tampaknya memberi indikasi bahwa
kegiatan ekonomi mengalami kelesuan.
3. Simpanan Giro (Demand Deposit)
Menurut UU Perbankan No. 10 tahun 1998 yang dimaksud dengan giro
adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan
cara pemindahbukuan. Perkembangan rekening giro pada bank tidak semata-mata
berdasarkan kepentingan bank, akan tetapi juga kepentingan masyarakat modern,
karena giro adalah uang giral yang juga dipergunakan sebagai alat pembayaran
melalui penggunaan cek. Dana giro umumnya dipergunakan oleh pengusaha
dengan likuiditas tinggi sehingga pergerakan dananya amat cemat. Memiliki
rekening giro untuk para pengusaha merupakan kebutuhan mutlak demi
telah melampaui jumlah penggunaan uang kartal. Dengan demikian semakin
besar dana giro yang dapat dihimpun oleh bank, berarti menunjukkan kecepatan
perputaran kegiatan ekonomi. Sesuai teori Liquidity Preference dari Keynes,
masyarakat cenderung akan memegang uang tunai dengan tiga motif, yaitu motif
transaksi, motif berjaga-jaga, dan motif spekulasi. Dalam perekonomian modern,
motif transaksi dan berjaga-jaga yang paling banyak mendasari alasan
6. Penelitian Sebelumnya.
Penelitian tentang pasar keuangan dalam peranannya sebagai pemicu
pertumbuhan ekonomi telah dilaksanakan oleh Inggrid (2004) yang berusaha
mengkaitkan arah perkembangan kinerja sektor keuangan dengan laju pertumbuhan
produk domestik bruto. Berdasarkan penggunaan analisis vector error correction
model (VECM), Inggrid menemukan bahwa arah perkembangan pasar keuangan
menjadi dinamika pemicu pertumbuhan ekonomi (Inggrid, 2004).
Sejalan dengan itu, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter selalu terfokus
pada upaya melaksanakan pengembangan fungsi intermediasi perbankan secara lebih
efektif dalam mendorong laju pertumbuhan sektor riil (Syahrir Sabirin, 2002).
Dengan demikian, maka jelas bahwa industri perbankan di Indonesia tidak saja
dioptimalkan dalam menggali sumber dana dari pihak ketiga, tetapi lebih jauh dari itu
adalah bahwa perbankan dapat melaksanakan fungsi intermediasinya dengan
mendorong laju pertumbuhan produksi dan investasi di Indonesia melalui
pembiayaan permodalan dari industri perbankan.
Studi yang terkait langsung terhadap gejala dis-intermediasi industri
perbankan dikemukakan oleh Tatu Nia Wulandari (2008) yang mengamati fenomena
dis-intermediasi perbankan pasca krisis ekonomi dalam melihat peranan perbankan
itu sendiri dalam mendorong pertumbuhan sector riil. Tatu Nia Wulandari
intermediasi perbankan di Indonesia yaitu terbatasnya sumber daya perbankan dalam
mengelola risiko minimal dalam penyaluran kredit perbankan, serta belum pulihnya
kegiatan ekonomi secara mantap dalam gerakan produksi dan investasi.
Heni Rohaeni (2009) mengembangkan studi yang lebih spesifik tentang
peranan dana pihak ketiga yang masih relative mahal, sehingga relative sulit bagi
perbankan untuk mengelola suku bunga pinjaman menjadi lebih murah, sebagai
factor yang dapat meminimalkan risiko.
Studi dari Lukman Hakim (2004) tentang efektifitas pelaksanaan fungsi kredit
pada perbankan sebelum dan sesudah krisis menemukan tidak adanya kemajuan yang
berarti dilihat dari fungsi intermediasi perbankan, meskipun studi ini tidak
memperhatikan secara sungguh sungguh bahwa pada kebijakan moneter yang
berbeda dapat diperoleh sasaran akhir yang berbeda, menjadi lebih baik atau menjadi
lebih buruk.
Yeniwati dan Novya Zulva Riani (2010) secara khusus mengamati kinerja
jalur kredit perbankan dipandang dari mekanisme transmisi dan pola kinerja
instrument moneter pada jalur perkreditan tersebut. Bahwa dengan kebijakan
penetapan suku bunga melalui BI rate, tidak terdapat kemajuan berarti untuk lebih
mengoptimalkan intermediasi kredit dalam kerangka pembiayaan sektor riil.
Doni Satria dan Solokin M Juhro (2011) mengkaji kemungkinan adanya
mencapai sasaran akhir berdasarkan penggunaan instrument kebijakan moneter suku
bunga BI rate. Kebijakan moneter saat ini yang ditetapkan oleh otoritas moneter Bank
Indonesia melalui inflation targeting framework yang menetapkan suku bunga BI rate
sebagai instrument kebijakan moneter yang dilengkapi dengan dukungan penetapan
giro wajib minimum (GWM) bagi perbankan di Indonesia, adalah instrumen yang
perlu ditelaah secara lebih mendalam arah dinamikanya dalam membentuk suku
bunga kredit.
Studi yang lebih terfokus kepada kajian efektifitas suku bunga BI rate
terhadap penyaluran kredit perbankan dikemukakan oleh Ismail Hadikusumah (2007),
dalam hal mana studi tersebut menemukan adanya ketidak-selaraasan antara
kepentingan industri perbankan dengan hasil yang diinginkan oleh otoritas moneter,
dengan menyalurkan seoptimal mungkin dana pihak ketiga yang dikumpulkan