• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN MEDIASI PERBANKAN DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN MEDIASI PERBANKAN DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PERAN MEDIASI PERBANKAN DALAM MENDORONG

PERTUMBUHAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA

LUH PUTU EKA SURYANINGRUM NIM 1091462009

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)
(3)

TESIS

PERAN MEDIASI PERBANKAN DALAM MENDORONG

PERTUMBUHAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Ekonomi

Program Pascasarjana Universitas Udayana

LUH PUTU EKA SURYANINGRUM NIM 1091462009

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

PROGRAM PASCASARJANA

(4)
(5)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 5 OKTOBER 2015

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Made Kembar Sri Budhi, Drs, MP Dr. I Gede Sudjana Budiasa, SE, Msi NIP. 19580212 198601 1 001 NIP.19541122 198403 1 002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Direktur

Magister Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE, MS Prof. Dr. dr. A A Raka Sudewi, Sp.S(K)

(6)

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 20 Oktober 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 3263/UN 14.4/HK/2015, Tanggal : 20 Oktober 2015

Ketua : Prof. Dr. Made Kembar Sri Budhi, Drs, MP

Anggota :

1. Dr. I Gede Sudjana Budiasa, SE, Msi 2. Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina SE, MS 3. Prof. Dr. I Wayan Sudirman, SE, SU

(7)

Surat Pernyataan Bebas Plagiat

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Luh Putu Eka Suryaningrum

NIM : 1091462009

Program Studi : Pembangunan Daerah

Judul Tesis : Peran Mediasi Perbankan Dalam Mendorong Pertumbuhan Sektor

Riil Di Indonesia

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia

menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan

Perundang-Undangan yang berlaku.

Denpasar, 21 Oktober 2015 Yang membuat pernyataan,

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan

Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas segala rahmat dan petunjukNya, tesis yang

berjudul “Peran Mediasi Perbankan Dalam Mendorong Pertumbuhan Sektor Riil Di

Indonesia” dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Made Kembar Sri Budhi, Drs, MP sebagai

Pembimbing I dan Dr. I Gede Sudjana Budiasa, SE, Msi sebagai Pembimbing II yang

dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran

kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister

Ilmu Ekonomi di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan

kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka

Sudewi, Sp,S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi

mahasiswa program Magister Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana Universitas

(9)

Bagus Wiksuana, SE, Msi selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana atas

ijin yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para

penguji tesis, yaitu : Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina SE, MS, Prof. Dr. I Wayan

Sudirman, SE, SU dan Dr. I B P Purbadharmaja, SE, ME, yang telah memberikan

masukan, saran, sanggahan dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud. Penulis

juga mengucapkan terima kasih kepada para Dosen Pengajar Magister Ilmu Ekonomi

dan pegawai Program Magister Ilmu Ekonomi yang memberikan bantuan dan

perhatian selama perkuliahan.

Pada kesempatan ini, penulis juga pengucapkan banyak terima kasih kepada

keluarga yang selalu mendukung dalam menjalankan Magister ini dari awal hingga

berakhir, Bapak saya I Putu Surata, Ibu saya Susdiyati dan terutama Selly adik saya,

yang sangat sangat membantu dalam proses ini. Untuk semua Pimpinan Mandiri

Bapak Adlin Novian yang selalu memberikan ijin untuk mengikuti ujian dan segala

aktivitas dalam menyelesaikan perkuliahan ini karena memang dibarengi dengan

kegiatan bekerja. Terima kasih banyak untuk sahabat setia Setiyo Wibowo yang selalu

mendukung agar perkuliahan ini cepat selesai. Dan semua teman-teman Bank

Mandiri, semua teman yang selalu mendukung saya dalam proses perkuliahan dengan

sangat baik dan positif saya ucapkan terima kasih maaf tidak dapat saya sebutkan satu

(10)
(11)

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat dan

petunjukNya kepada semua pihak yang telah membantu di dalam pelaksanaan dan

penyelesaian tesis ini.

Denpasar, Januari 2016

(12)

PERAN MEDIASI PERBANKAN DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA

ABSTRAK

Kebijakan moneter Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka mencapai sasaran akhir yaitu stablilitas perekonomian nasional. Sejalan dengan fungsi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia mempergunakan industri perbankan sebagai peranjangan tangan dalam melaksanakan praktek kebijakan moneter yang didukung seenuhnya melalui perbankan sebagai lembaga intermediasi yang menjembatani kepentingan pemilik tabungan dan dalam tentang tugas pokok Bank Indonesia tersebut, maka kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional dilaksanakan dalam tahapan yang sejalan dengan perkembangan dinamika dan tantangan perekonomian yang selalu memerlukan penyesuaian kebijakan moneter dengan tujuan untuk mencapai sasaran akhir yaitu memelihara stabilitas perekonomian nasional. Berbagai kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia akan diimplikasikan melalui semua sektor perbankan yang ada di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis pengaruh langung dari volume kredit perbankan terhadap pertumbuhan produksi. (2) menganalisis pengaruh tidak langsung dari SBI terhadap pertumbuhan sektor riil volume melalui saluran kredit perbankan. (3) menganalisis pengaruh tidak langsung dari GWM terhadap pertumbuhan sektor riil melalui kredit perbankan. (4) menganalisis pengaruh tidak langsung dari NPL terhadap pertumbuhan sektor riil melalui kredit perbankan. (5) menganalisis pengaruh tidak langsung dari NIM terhadap pertumbuhan sektor riil melalui kredit perbankan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa analisis fungsi endogen sektor riel adalah signifikan, dengan nilai R2 = 0.97. Model dinyatakan cukup representatif,

karena hanya sebesar 0.03 dari variasi dependent variabel sektor riel (PDB) tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas kredit dan BI rate. Uji model secara parsial menunjukkan bahwa kredit perbankan (Cred) adalah signifikan berdasarkan tingkat keyakinan 5%. Demikian juga berlaku pada variabel BI rate yang juga signifikan berdasarkan tingkat keyakinan 5%. Dengan demikian, dapat dinyataan bahwa sektor riel (output) dipengaruhi oleh variabel kredit dan suku bunga BI rate dapat didukung penelitian ini. Bahwa ternyata pengaruh perubahan realisasi kredit berdampak lebih dominan dibandingkan dengan suku bunga BI rate.

(13)

untuk mendampingi instrumen moneter BI Rate, karena perubahan GWM tidak berdampak negatif bagi realisasi kredit perbankan. Bahwa suku bunga BI rate tidak memiliki keterkaitan yang jelas dengan realisasi kredit, tetapi memiiki keterkaitan yang nyata pada kinerja sektor riel. Dengan demikian, maka instrumen BI rate akan berdampak pada kinerja output secara langsung. Maka direkomendasikan untuk memberikan pilihan menurunkan suku bunga BI rate sebagai upaya untuk memperluas realisasi kredit perbankan dalam rangka mendorong peningkatan sektor riel.

(14)

THE ROLE OF BANKING MEDIATION AND ITS IMPACT ON REAL SECTOR banking industry as supporting system to achieve monetary policy goal, that could be connected banking industry intermediary of house-hold agent as saving power connecting with firms as ntrepreneurs who needed operating capital for driving their investments.

This research have been organized to find some research goals, i.e the connection between banking credit with riel sector, the indirect effect of BI rate to riel sector growth by banking credit sectors, the role of monetary aggregates GWM to riel sector via banking credit sector, the indirect effect of non performing loans to riel sector growth via banking credit sector, and the indirect effect of net interest margin to rieal sector via bangking credit sectors.

This research have been found that the model have coefficient of determination R2 = 0.97 and its can be said that the model is good representative, otherwise the model also indicated a significant of F statistical test both of riel sector equation and credit equation.

Procedure statistitical using t test indicated that credit have strong significanly impact to riel sector growth, and also indicated by BI rate but with different direction. On the other hand, money aggregate GWM and Non performing loan have significant role to riel sector via banking credit sectors. This research is recommended that both of monetary instrument BI rate and monetary aggregate GMS can be jointly used in order to improve economic growth. The jointly instruments have efectively supporting credit channel and therefore injecting production and investent activities to achieve economic growth.

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG………. xvi

DAFTAR LAMPIRAN……… xvii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1 Latar Belakang Masalah…..……… 1

1.2 Rumusan Pokok Masalah………. 8

2.3 Kebijakan Moneter dan Perbankan……….. 19

2.4 Mekanisme Transmisi Makro Ekonomi Jangka Pendek…... 23

2.5 Pengertian dan Jenis-Jenis Simpanan Pihak Ketiga………. 25

2.6 Penelitian Sebelumnya………. 28

(16)

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……… 31 3 . 2

4.2.2. Jenis Data Menurut Sumbernya……… 36

4.3 Identifikasi Variabel ………. 36

4.4 Definisi Operasional Variabel ………. 36

4.5 Teknik Pengumpulan Data ……….. 38

4.5.1 Uji Kelayakan Data Time-Series……….. 38

4.6 Teknik Analisis Data ……… 39

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN………. 47

5.1 Analisis Kelayakan Data Makro Ekonomi……… 47

5.1.1 Analisis JB-Test Untuk Normalitas Data time-series…. 47 5.1.2 Analisis Kelayakan Data Jangka Pendek……… 48

5.1.3 Analisis Kelayakan Data Jangka Panjang………... 49

5.2 Kinerja Kredit Perbankan Terhadap Sektor Riil Hasil Analisis Tahap Pertama……….….. 51

3. Peran Mekanisme Transmisi Kredit Sebagai Variabel Intermediasi……….. 53

3.1. Pengaruh BI rate terhadap Kinerja Sektor Riil Melalui Jalur Kredit……….. 55

3.2. Pengaruh GWM terhadap Kinerja Sektor Riil Melalui Jalur Kredit……….. 56

(17)

4. Pengaruh NIM terhadap Kinerja Sektor Riil

Melalui Jalur Kredit……….. 57

2. Kinerja Kredit Perbankan Terhadap Sektor Riil………. 58

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN………. 62

6.1 Simpulan……….. 62

6.2 Saran……… 64

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 1.1………. 4

Tabel 1.2………. 5

Tabel 5.1………. 48

Tabel 5.2………. 49

Tabel 5.3………. 49

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar grafik 1.1……… 7

Gambar Grafik 1.2..……… 8

(19)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

1. SBI = Sertifikat Bank Indonesia

2. GWM = Giro Wajib Minimum

3. NPL = Non Performing Loans

4. NIM = Net Interest Margin

5. ! = Jumlah produksi nasional (PDB) yang dapat dihasilkan secara

nasional untuk data triwulan dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2012 (milyar rupiah) dinyatakan dalam prosentase pertumbuhan (dalam %)

6. Credit = Jumlah kredit perbankan nasional yang dapat direalisasikan secara nasional untuk data triwulan dari tahun 2002 sampai tahun 2012 (dalam milyar rupiah)

7. π1, π2, π3…… = Konstanta/intersep

8. β1, β2, β3,β4,β5, …. = Koefisien regresi

pdb

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Uji Normalitas Fungsi..………. 72

Lampiran 1.2 Hasil Analisis……….. 74

Lampiran 1.3 Uji Jangka Pendek……….……….. 76

Lampiran 1.4 Uji Jangka Panjang Kointegrasi………...…... 78

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Kebijakan moneter Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka mencapai

tujuan akhir yaitu stablilitas perekonomian nasional sebagaimana diatur sebagai tugas

pokok Bank Indonesia yang termuat pada Undang-Undang Bank Indonesia No. 23

tahun 1999 serta kemudian direvisi menjadi UU No. 3 tahun 2004. Sebagaimana telah

ditetapkan dalam perundangan tentang tugas pokok Bank Indonesia tersebut, maka

kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional dilaksanakan dalam tahapan

yang sejalan dengan perkembangan dinamika dan tantangan perekonomian yang

selalu memerlukan penyesuaian kebijakan moneter dengan tujuan untuk mencapai

sasaran akhir yaitu memelihara stabilitas perekonomian nasional. Berbagai kebijakan

moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia akan diimplikasikan melalui semua

jenis sektor perbankan yang ada di Indonesia. Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1998

(perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan), Bank di Indonesia dibagi

menjadi 2 sektor perbankan, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Pasal 3 UU No. 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia

(22)

bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka

meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah

peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Berdasarkan peran perbankan sebagai industri jasa keuangan, maka perbankan

berfungsi sebagai perantara keuangan atau financial intermediary yaitu suatu

organisasi yang bergerak dalam pasar uang yang menghubungkan antara pengguna

jasa keuangan dengan masyarakat penabung. Dana yang dihimpun dari masyarakat

dapat berbentuk tabungan, deposito maupun giro. Untuk sisi penghimpun dana disini

unit yang memiliki dana yaitu penabung. Untuk unit yang berikutnya membutuhkan

saluran dana ini diakibatkan kekurangan dana maka dinamakan peminjam. Dan disini

dana tersebut selanjutnya akan disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk

kredit, baik itu untuk penggunaan investasi, modal kerja maupun konsumsi,

berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Alokasi dana masyarakat tersebut dapat pula

dilakukan dengan membeli berbagai aset yang dianggap menguntungkan (Sugiarto,

2003).

Studi tentang peranan kredit perbankan dan dampaknya terhadap

pertumbuhan ekonomi disajikan oleh Allen dan Ndikumama (1998), dengan fokus

studi pada kinerja sektor riil dan kaitannya dengan sektor financial. Studi lainnya

berkaitan dengan kinerja industri perbankan dan pasar keuangan disampaikan oleh

(23)

sebagai faktor strategis dalam mempengaruhi kinerja sektor riil. (Oura, 2008)

mempergunakan pendekatan sejumlah indikator rasio keuangan perbankan sebagai

indikator dalam mempengaruhi kinerja sektor riil. (Davis, 2004) Peneliti sejenis

lainnya yang menyajikan focus studi tentang peranan kredit dan pertumbuhan sektor

riil bahwa kredit perbankan merupakan salah satu komponen signifikan sebagai

penggerak pertumbuhan ekonomi di banyak negara.

Keuntungan utama bisnis perbankan diperoleh dari selisih antara suku bunga

yang dikenakan pada sumber-sumber dana dan suku bunga yang diterima dari alokasi

dana tersebut. Penentuan suku bunga yang secara tidak langsung diatur oleh Bank

Indonesia akan sangat berpengaruh terhadap suku bunga kredit yang akan dibebankan

kepada masyarakat (Kasmir, 2002). Sumber pendapatan utama bank dapat berbentuk

pembelian obligasi, Sertifikasi Bank Indonesia (SBI) maupun melalui kredit kepada

sektor financial yang lain, seperti Bank Umum yang lain atau BPR. Berdasarkan data

pada Tabel 1.1 tampak arah perkembangan mobilisasi dana masyarakat berdasarkan

lembaga perbankan. Pada tahun 2002, mobilisasi pengumpulan dana pihak ketiga

didominasi oleh Bank persero yang termasuk kelompok BUMN, namun sejalan

dengan arah persaingan antar bank, maka tampak bank swasta nasional telah

mengambil peranan yang semakin signifikan sebagai lembaga intermediasi pasar

keuangan, disusul oleh semakin menguatnya peranan Bank BPD di seluruh Indonesia

(24)

Asing merupakan bagian kecil dari market shared pasar keuangan, sehingga dapat

dinyatakan pasar keuangan domestik masih didominasi oleh potensi ekonomi

domestik. Bank BPR merupakan kelompok usaha mikro yang ternyata dapat

berkembang relative baik dalam melengkapi peranan perbankan dalam melaksanakan

intermediasinya untuk mendorong pertumbuhan sektor riil yang bersumber

pendanaannya dari dana pihak ketiga.

Tabel 1.1

Perkembangan Sumber Dana Pihak Ketiga Perbankan di Indonesia (Dalam Miliar Rupiah)

Sumber : Data SEKI Bank Indonesia, Jakarta, 2012.

Jenis realisasi pinjaman secara nasional meliputi semua perbankan adalah

untuk kredit modal kerja (KMK), kredit untuk investasi (KI) serta kredit untuk

konsumsi (KK). Ternyata arah penggunaan pinjaman perbankan lebih banyak untuk

tujuan pemenuhan modal kerja dan pembiayaan konsumsi. Penggunaan pinjaman

Tahun PerseroBANK Bank BPD Bank Swasta Nasional Bank Asing BPR

(25)

untuk memenuhi kebutuhan investasi relatif memiliki volume pertumbuhan yang

lebih kecil dibandingkan dengan jenis penggunaan pinjaman untuk modal kerja dan

pembiayaan konsumsi. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 1.2 tampak adanya

pertumbuhan permintaan dana kredit perbankan untuk tujuan konsumsi relative

berkembang lebih cepat dibandingan untuk tujuan investasi, hal ini membuktikan

bahwa pada lembaga keuangan terdapat hambatan kebijakan perkreditan yang dapat

menjadi penghambat tumbuh berkembangnya roda kegiatan produksi nasional.

Tabel 1.2

Perkembangan Permintaan permodalan perbankan Berdasarkan Jenis Kebutuhan Permodalan

(Dalam Miliar Rupiah)

Sumber : Data SEKI Bank Indonesia, Jakarta, 2012.

(26)

Berdasarkan pola sebaran data pinjaman berdasarkan penggunaannya, tampak

bahwa realisasi penggunaan dana pinjaman untuk investasi masih bergerak lebih

lambat dibandingkan dengan kredit modal kerja dan pembiayaan konsumsi.

Sehubungan dengan kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia lebih

terfokus kepada pengendalian stabilitas perekonomian nasional melalui kebijakan

inflation targeting framework yang terfokus kepada pengendalian inflasi, maka

kebijakan makro ekonomi Bank Indonesia tersebut tidak secara otomatis juga dapat

mendorong pertumbuhan industri perbankan untuk berkembang membawa dukungan

kepada pertumbuhan sektor riil.

Sejumlah variabel makro ekonomi yang diduga dapat menentukan arah

pergerakan saluran pinjaman yang tidak berkembang tumbuh secepat kredit konsumsi

adalah bersumber dari kebijakan Bank Indonesia mencakup instrument Sertifikasi

Bank Indonesia (SBI) dan Giro Wajib Minimum (GWM) yang tidak mendorong

secara efektif pada peningkatan pertumbuhan volunme kredit perbankan untuk

membiayai sector riil, seperti Non Perfoming Loans (NPL) dan Net Interest Margin

(NIM).

Berdasarkan Grafik 1.1 dapat ditelusuri arah pergerakan instrument kebijakan

SBI serta kaitannya dengan variabel pendukung non performing loans (NPL), serta

net interest margin (NIM). Bahwa kebijakan SBI dapat diperkirakan akan berdampak

(27)

Meskipun kebijakan moneter SBI berdampak positif dan berhasil mencapai sasaran

akhir kebijakan ekonomi makro Indonesia, tidaklah secara otomatis berdampak

searah dengan industri perbankan nasional. Pada grafik 1.1 dapat dilihat bahwa Non

Perfoming Loans (NPL) sepanjang tahun 2003 sampai tahun 2011 mengalami

perkembangan yang stabil. Berbeda pada perkembangan SBI yang sempat mengalami

penurunan drastis pada pertengahan tahun 2011 namun perlahan mulai meningkat

kembali. Lain dengan perkembangan Net Interest Margin (NIM) yang sempat

mengalami penurunan drastis sebelum tahun 2003, namun perkembangan kembali

(28)

Grafik 1.1

Perkembangan SBI, NPL dan NIM pada Perbankan Nasional

!

Sumber : Data SEKI Bank Indonesia, Jakarta, 2012.

Berdasarkan Grafik 1.2 tampak penetapan kebijakan GWM dilaksanakan

tidak secara periodik, tetapi atas dasar pertimbangan khusus dalam rangka

mendukung efektivitas instrument SBI dalam mendorong pertumbuhan sektor riil.

Penetapan kebijakan GWM dengan prosentase penetapan cadangan giro wajib

minimum yang meningkat telah terjadi tahun 2004, kemudian mengalami kenaikan

(29)

Grafik 1.2

Perkembangan GWM, NPL dan NIM pada Perbankan Nasional

!

Sumber : Data SEKI Bank Indonesia, Jakarta, 2012.

Penelitian ini berusaha melakukan penelusuran dampak dari arah pergerakan

SBI dan GWM terhadap industri perbankan nasional secara langsung maupun tidak

langsung berproses melalui transmisi NPL maupun NIM, yang pada akhirnya

mempengaruhi pertumbuhan laba perbankan. Penelitian ini melakukan focus kajian

untuk mendapatkan konstruksi yang menentukan pertumbuhan kredit perbankan, 0

4 8 12 16 20

2003 2005 2009 2011

(30)

serta pada akhirnya diharapkan memberi dampak positif dalam mendorong

pertumbuhan sektor riil.

1.2 Rumusan Pokok Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengambil rumusan pokok masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh penyaluran kredit terhadap pertumbuhan nilai produksi

(sektor riil).

2. Bagaimanakah pengaruh tidak langsung dari SBI terhadap pertumbuhan sektor

riil melalui variabel antara kredit.

3. Bagaimanakah pengaruh tidak langsung dari GWM terhadap pertumbuhan sektor

riil melalui variabel antara kredit.

4. Bagaimanakah pengaruh tidak langsung dari NPL terhadap pertumbuhan sektor

riil melalui variabel antara kredit.

5. Bagaimanakah pengaruh tidak langsung dari variabel NIM terhadap

pertumbuhan sektor riil melalui variabel antara kredit

.

3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis pengaruh langung dari volume kredit perbankan terhadap

(31)

2. Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung dari SBI terhadap pertumbuhan

sektor riil melalui saluran kredit perbankan.

3. Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung dari GWM terhadap pertumbuhan

sektor riil melalui kredit perbankan.

4. Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung dari NPL terhadap pertumbuhan

sektor riil melalui kredit perbankan.

5. Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung dari NIM terhadap pertumbuhan

sektor riil melalui kredit perbankan.

4. Manfaat Penelitian

1. Akademis

Sebagai bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut, serta menambah informasi

berkaitan dengan fungsi intermediasi perbankan nasional.

2. Praktis

Diharapkan penelitian ini juga dipergunakan sebagai masukan untuk mengambil

keputusan oleh Perbankan di Indonesia dalam merumuskan berbagai kebijakan

untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat dalam rangka mendorong

(32)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Pengertian Bank

Bank secara umum merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang

berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan antara pihak yang kelebihan dana

dengan pihak yang kekurangan dana. Peranan sektor perbankan akan semakin besar

seiring dengan semakin majunya suatu perekonomian. Berdasarkan UU No.14/1967

pasal 1 disebutkan bahwa bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya

adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran

uang. Selanjutnya dalam pasal 3 UU tersebut dibedakan adanya 4 (empat) bank

berdasarkan fungsinya yaitu Bank Sentral, Bank Umum, Bank Tabungan dan Bank

Pembangunan. Pengertian bank umum itu sendiri adalah bank yang dalam

pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk tabungan deposito

dan giro dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka pendek.

Menurut UU No.10/1998 tentang perubahan UU No.7/1992, yang dimaksud

dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan

atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Dalam UU ini pula bank kemudian hanya dibedakan atas dua jenis, yaitu Bank

(33)

Perbankan nasional dalam katagori Bank Umum diijinkan untuk melakukan

usaha-usaha seperti yang tercantum dalam pasal 6 UU No. 10 tahun 1998, meliputi :

a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito

berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu;

b. memberikan kredit;

c. menerbitkan surat pengakuran hutang;

d. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan

dan atas perintah nasabahnya :

1. surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa

berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan

surat-surat dimaksud;

2. surat pengakuran hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya

tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

3. kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerntah;

4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI);

5. obligasi;

6. surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

7. instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu)

tahun;

e. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan

nasabah;

f. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada

bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun

(34)

g. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan antar pihak ketiga;

h. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

i. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu

kontrak;

j. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk

surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;

k. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;

l. menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip

Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

m. melakukan kegiatan yang lain yang lazim dilakuan oleh bank sepanjang tidak

bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, bank

umum nasional dapat pula bertindak :

a. melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia;

b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang

keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi,

serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi

ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat

kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan

syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang

(35)

d. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan

ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

Dalam melakukan fungsinya, Bank diharapkan lebih memiliki peran dalam

menopang dan mendorong pembangunan daerah daripada bank-bank umum lannya.

Karenanya, bank umum nasional lebih difokuskan untuk memberikan kredit serta

pembiayaan untuk proyek-proyek yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau

mendanai investasi dan modal kerja yang dilakukan oleh masyarakat di dalam daerah

tersebut.

2. Pengertian Kredit

Menurut Suyatno (1993 : 12), istilah “kredit” berasal dari bahasa Yunani

yaitu credere yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Sedangkan menurut

Adinogoro (1996), inti sari dari pada kredit sebenarnya adalah kepercayaan, suatu

unsur yang harus dipegang sebagai benang merah melintasi falsafah perkreditan

dalam arti sebenarnya bagaimanapun asalnya kepada siapapun diberikannya.

Disamping pengertian tersebut Hasibuan (1997:92), mengemukakan kredit adalah

semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam

sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Sedangkan menurut UU Perbankan

No. 10 tahun 1998 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

(36)

pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak pinjam-meminjam untuk

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Sektor perbankan menjadikan kredit sebagai sumber pendapatan utama, selain

pembelian obligasi ataupun surat berharga lainnya seperti Sertifikat Bank Indonesia

(SBI). Pendapatan akan diperoleh dari perbedaan antara suku bunga pinjaman dengan

suku bunga simpanan. Menurut Manurung (2004:188) kredit yang disalurkan oleh

sistem perbankanp ada umumnya ditujukan untuk tiga penggunaan, yaitu :

1) Kredit Modal Kerja (KMK)

Kredit Modal Kerja (KMK) diberikan untuk tujuan komersial, yaitu membuat

perusahaan mampu menjalankan usahanya sekalipun arus kas masuk untuk

sementara masih lebih kecil dari arus kas keluar.

2) Kredit investasi

Kredit investasi diberikan kepada debitur agar dapat membeli barang-barang

modal maupun jasa, yang diperlukan dalam rangka rehabilitasi, modernisasi,

ekspansi, relokasi dan pendirian usaha baru. Dilihat dari jangka waktu

pengembaliannya, kredit investasi termasuk kredit jangka menengah dan panjang.

(37)

Kredit konsumtif (consumer loan) yaitu kredit yang diberikan untuk memenuhi

kebutuhan dana bagi debitur yang ingin membeli barang atau

kebutuhan-kebutuhan konsumtif.

Dalam kehidupan perekonomian, fungsi kredit tersebut antara lain (Kasmir,

2003 : 97) :

1. Untuk meningkatkan daya guna uang

Adanya kredit yang dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya jika uang

hanya disimpan saja tidak menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikan

kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si

penerima kredit.

2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah

ke wilayah lainnya sehingga, suatu daerah yang kekurangan uang dengan

memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari

daerah lainnya.

3. Uang meningkatkan daya guna barang

Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitur untuk

(38)

4. Meningkatkan peredaran barang

Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah

lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah

lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang

beredar.

5. Sebagai alat stabilitas ekonomi

Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena

dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang

diperlukan oleh masyarakat. Kemudian dapat pula kredit membantu dalam

mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri sehingga meningkatkan

devisa negara.

6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha

Bagi penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha,

apalagi bagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan.

7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan

Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama dalam

hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk membangun

pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja sehingga, dapat

(39)

juga akan dapat meningkatkan pendapatannya seperti membuka warung atau

menyewa rumah kontrakan atau jasa lainnya.

8. Untuk meningkatkan hubungan internasional

Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan

antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberian kerdit oleh negara

lain akan meningkatkan kerja sama di bidang lainnya.

Sehubungan dengan kredit, jelas dicantumkan dalam pasal 11 UU No.

10/1998, bahwa Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum

pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberi jaminan,

penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang mana tidak boleh

melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Kredit yang disalurkan dikatakan bermasalah jika pengembaliannya terlambat

dibanding jadwal yang direncanakan, bahkan tidak dikembalikan sama sekali. Dalam

konteks Indonesia, kredit bermasalah (non performing loans / NPL) dapat

dikelompokkan menjadi kredit tidak lancar dan kredit macet (Manurung, 2004 : 196).

Secara garis besar klasifikasi kredit-kredit tidak lancar adalah sebagai berikut (SE BI

No. 23/12/BPPP, Februari 1991): 1) kredit kurang lancar, 2) kredit yang diragukan; 3)

kredit macet. Definisi NPL dalam ensiklopedia Wikipedia (2005, dalam Wiwin, 2006)

(40)

“non-performing loan is a loan that is in default or close tobeing in default. Many loans become non-performing after being in default for 3 months, but this can depend on the contract terms”.

Sedangkan definisi NPL menurut IMF (2005, dalam Wiwin, 2006):

“A loan is nonperforming when payments of interest and principal are past due by 90 days or more, or at least 90 days of interest payments have been capitalized, refinanced or delayed by agreement, or payments are less than 90 days overdue, but there are other good reasons to doubt that payments will be made in full”.

Terdapat beberapa kriteria yang menunjukkan mengapa suatu kredit dikatakan

berada dalam kualitas di atas. Menurut Sudirman (1996, 2006), kredit digolongkan

kurang lancar apabila memenuhi kriteria :

a) Terdapat tunggakan bunga angsuran yang telah ditetapkan (untuk kredit

dengan angsuran di luar KPR).

b) Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui enam bulan tetapi

belum sembilan bulan (untuk kredit dengan angsuran untuk KPR).

c) Untuk kredit tanpa angsuran dikatakan kurang lancar bila terdapat tunggakan

bunga melampaui batas waktu untuk kredit yang belum jatuh tempo, atau

kredit telah jatuh waktu dan belum dibayar tetapi belum melampaui tiga

bulan.

Kredit tergolong diragukan jika kredit yang bersangkutan tidak memenuhi

kriteria lancar dan kurang lancar di atas tetapi berdasarkan penilaian disimpulkan

(41)

a) Kredit masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya

75% dari hutang peminjam, termasuk bunga.

b) Kredit tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai

sekurang-kurangnya 100% dari hutang peminjam.

Sementara kerdit dikategorikan macet jika :

a) Tidak memenuhi kriteria-kriteria lancar, kurang lancar, dan diragukan seperti

tersebut di atas.

b) Memenuhi kriteria diragukan tersebut tetapi dalam jangka waktu 21 bulan

sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha menyelamatkan

kredit.

c) Kredit tersebut penyelesaiannya diserahkan pada Pengadilan Negeri atau

Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) atau telah diajukan penggantian ganti

rugi kepada perusahaan asuransi kredit.

Ratio NPL dapat diperoleh dari pembagian antara total volume kredit dalam

kualitas kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet dengan total kredit secara

keseluruhan.

(42)

Ascarya (2004) menyatakan kebijakan moneter Bank Sentral dapat melakukan

sejumlah pilihan yang paling mungkin dilakukan untuk mendapatkan hasil akhir yang

paling bersifat segera. Pilihan penggunaan instrument moneter yang tidak bersifat

segera serta memerlukan waktu yang panjang untuk mencapai hasil akhir yang

diinginkan sudah barang tentu tidak memberi manfaat optimal dan diabaikan sebagai

instrument kebijakan. Berdasarkan konsep teori yang tersedia sampai saat ini,

kebijakan moneter meliputi dua aspek penting yaitu kebijakan moneter yang bersifat

langsung dan kebijakan moneter yang bersifat tidak langsung.

Kebijakan moneter termasuk dalam katagori langsung adalah instrument suku

bunga, sedangkan kebijakan moneter bersifat tidak langsung adalah penggunaan

jumlah uang beredar yang dipergunakan dalam ranga mempengaruhi arah pergerakan

(43)

Sumber : Mankiw, 2001.

Kebijakan suku bunga memiliki pengaruh langsung (direct langsung) pada

output, sedangkan kebijakan moneter pengaturan jumlah uang beredar berpengaruh

secara tidak langsung dengan membentuk suku bunga terlebih dahulu, untuk

kemudian memberi pengaruh kepada output. Dengan demikian, suku bunga

merupakan sasaran antara (intermediate target) yang akan berpengaruh kepada

output. Penggunaan suku bunga merupakan pilihan yang lebih memuaskan karena

suku bunga langsung dapat ditentukan besarannya, tetapi bahwa penetapan kebijakan

berdasarkan instrument suku bunga memerlukan kondisi pasar keuangan yang

relative berkembang (McCallum, 2007). Sedangkan kebijakan pengendalian jumlah

uang beredar tidk memerlukan syarat pasar keuangan yang mantap, tetapi di banyak

Negara berkembang pada umumnya efek pengganda dari mata uang domestik tidak

stabil, sehingga relative sulit untuk memprediksi pembentukan suku bunga yang

bersumber dari arah pergerakan jumlah uang beredar (Solikin, 2007), (Aulia Pohan,

2008).

Pilihan lain adalah dengan melakukan kombinasi dari kebijakan moneter suku

bunga dan pengendalian jumlah uang beredar, sehingga keduanya dapat saling

melengkapi satu sama lain. Secara garis besar, kerangka teori yang dapat

dipergunakan untuk menjelaskan hubungan output dengan suku bunga dapat

(44)
(45)

Graik 2.1 : Makro Ekonomi Hicksian Model IS-LM

!

Sumber : Dornbusch et al, 2008.

Grafik 2.1 menyajikan pola hubungan kebijakan fiscal (Keynesian cross) yang

kemudian diturunkan ke dalam hubungan model IS-LM (Hicksian model).

Berdasarkan model fiscal yang dirintis oleh Keynes (1936), teori tidak menemukan

adanya peranan kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap perekonomian

nasional. J.R. Hicks (1937) telah berhasil memadukan pemodelan IS-LM, yaitu

penurunan kurve IS yang bersumber dari karakter fiscal, serta penurunan kurve LM

yang menggambarkan karakter pasar uang, sehingga terbentuknya sebuah

EDG : Excess Demand for Goods ESG : Excess Supply for Goods AD : Agregat Demand

(46)

keseimbangan ekonomi nasional yang digambarkan melalui prilaku pasar barang

kurve IS, serta prilaku pasar uang kurve LM.

Jika Keynesian fiscalist model berhubungan antara aggregate demand dan

output, maka pada Hicksian model pembentukan keseimbangannya berdasarkan suku

bunga dan prilaku kurve IS dan kurve LM. Berdasarkan Hicksian model, maka dapat

diketahui pembentukan keseimbangan makro ekonomi dalam jangka pendek dengan

pendalaman pada kebijakan moneter serta pengembangan lebih jauh dari pemodelan

makro ekonomi dengan menyertakan berbagai instrument kebijakan moneter seperti

penggunaan suku bunga, politik diskonto, serta jumlah uang beredar.

4. Mekanisme Transmisi Makro Ekonomi Jangka Pendek

Pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja adalah sasaran akhir

yang ingin dicapai dalam setiap perumusan kebijakan makro ekonomi. Dipandang

dari sudut moneter, sasaran akhir kebijakan makro ekonomi dapat dicapai dengan

mempergunakan instrument kebijakan moneter. Seperti suku bunga atau jumlah uang

beredar. Ketika kebijakan moneter telah ditetapkan instrument dan target sasarannya,

maka keberhasilan sebuah kebijakan makro ekonomi akan sangat tergantung kepada

mekanisme transmisi makro ekonomi. Dalam jangka pendek, perumusan kebijakan

makro ekonomi dapat dijalankan melalui strategi belanja pemerintah beserta

(47)

demand dari sisi pasar uang, yaitu dengan menetapkan pilihan penggunaan instrument

moneter Bank Sentral dalam rangka menggerakkan aggregate demand, yang pada

gilirannya berdampak pada sector produksi. Bagan 2.1 menyajikan rangkaian proses

mekanisme transmisi makro ekonomi dimulai dari pemetaan kebijakan fiscal,

permintaan uang, pasar barang (IS) serta pasar uang (LM).

Bagan 2.1 : Permintaan dan Penawaan Uang dan Pembentukan Harga

Sumber : Dornbusch et al, 2008.

Bagian 2.1 menyajikan alur mekanisme transmisi makro ekonomi dalam

pengendalian jangka pendek dimana digambarkan sasaran akhir dari kebijakan makro

ekonomi adalah pengendalian jangka pendek dengan membangkitkan pertumbuhan

produksi (aggregate supply curve) yang akan dipicu oleh pergerakan aggregate

(48)

kekuatan penggerak yang dapat dimulai dari perumusan kebijakan fiscal (cross

Keyesian), pengendalian jumlah uang beredar (liquidity preferences), kebijakan

investasi dan suku bunga (IS Curve), serta kebijakan suku bunga dan pengendalian

inflasi (LM Curve).

Penelusuran secara lebih detail dari mekanisme transmisi model makro secara

lebih substansial dapat ditelusuri secara lebih kedalam dengan melihat peran serta

industri perbankan dalam melaksanakan fungsinya sebagai financial intermediary

dalam rangka menghimpun dana pihak ketiga (DPK), untuk kemudian disalurkan

dalam rangka pemenuhan model kerja, investasi dan pembiayaan konsumsi.

5. Pengertian dan Jenis-jenis Simpanan Pihak Ketiga

Dana pihak ketiga (DPK) merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan

operasional bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai

kegiatan operasinya. Dana pihak ketiga ini relatif diperoleh jika dibandingkan dengan

sumber lainnya dan sumber dana ini paling dominan, asalkan dapat memberikan

bunga dan fasilitas yang menarik bagi masyarakat (Kasmir, 2002:63). Pembagian

simpanan pihak ketiga kedalam beberapa jenis dimaksudkan agar para penyimpanan

mempunyai pilihan sesuai dengan tujuan masing-masing. Tiap pilihan mempunyai

(49)

Pengharapan yang ingin diperoleh dapat berupa keuntungan, kemudahan dan

keamanan (Kasmir, 2004 : 64).

Sumber dana pihak ketiga dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu :

1. Simpanan Tabungan (Saving Deposit)

Tabungan menurut UU No. 10/1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya

dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat

ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alamat lainnya yang dipersamakan dengan

itu. Dana tabungan biasanya dimiliki oleh masyarakat dengan kegiatan bisnis

relative kecil bahkan tidak ada. Dana ini dapat terhimpun bilamana masyarakat

mempunyai uang lebih dibandingkan dengan kebutuhan sehari-hari. Dalam hal ini

maka semakin besar dana tabungannya yang dapat dihimpun dapat diartikan

bahwa kemakmuran suatu masyarakat sudah meningkat.

2. Simpanan Deposito (Time Deposit)

Menurut UU Perbankan No.10 tahun 1998 yang dimaksud dengan deposito

adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu

berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Dana deposito akan

mengendap di bank karena para pemegangnya tertarik dengan tawaran bunga

yang diajukan bank, disamping keyakinan pada deposan bahwa pada saat jatuh

tempo, dana tersebut tersedia. Dana yang berasal dari deposito adalah dana

(50)

umumnya dihimpun dari pengusaha menengah dan masyarakat dari golongan

menengah atas yang bukan bisnis. Semakin besar dana simpanan berjangka dari

masyarakat berarti menunjukkan kemakmuran masyarakat yang lebih dari cukup.

Tetapi apabila sumber dana ini dihimpun dari golongan pengusaha, maka terdapat

indikasi bahwa pengusaha terhadap usahanya tidak terlalu menguntungkan

dibandingkan bilamana uangnya disimpan dalam uang dengan mendapatkan

bunga tetap setiap bulannya. Dengan demikian semakin besar dana simpanan

berjangka yang dapat dihimpun oleh bank tampaknya memberi indikasi bahwa

kegiatan ekonomi mengalami kelesuan.

3. Simpanan Giro (Demand Deposit)

Menurut UU Perbankan No. 10 tahun 1998 yang dimaksud dengan giro

adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan

menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan

cara pemindahbukuan. Perkembangan rekening giro pada bank tidak semata-mata

berdasarkan kepentingan bank, akan tetapi juga kepentingan masyarakat modern,

karena giro adalah uang giral yang juga dipergunakan sebagai alat pembayaran

melalui penggunaan cek. Dana giro umumnya dipergunakan oleh pengusaha

dengan likuiditas tinggi sehingga pergerakan dananya amat cemat. Memiliki

rekening giro untuk para pengusaha merupakan kebutuhan mutlak demi

(51)

telah melampaui jumlah penggunaan uang kartal. Dengan demikian semakin

besar dana giro yang dapat dihimpun oleh bank, berarti menunjukkan kecepatan

perputaran kegiatan ekonomi. Sesuai teori Liquidity Preference dari Keynes,

masyarakat cenderung akan memegang uang tunai dengan tiga motif, yaitu motif

transaksi, motif berjaga-jaga, dan motif spekulasi. Dalam perekonomian modern,

motif transaksi dan berjaga-jaga yang paling banyak mendasari alasan

(52)

6. Penelitian Sebelumnya.

Penelitian tentang pasar keuangan dalam peranannya sebagai pemicu

pertumbuhan ekonomi telah dilaksanakan oleh Inggrid (2004) yang berusaha

mengkaitkan arah perkembangan kinerja sektor keuangan dengan laju pertumbuhan

produk domestik bruto. Berdasarkan penggunaan analisis vector error correction

model (VECM), Inggrid menemukan bahwa arah perkembangan pasar keuangan

menjadi dinamika pemicu pertumbuhan ekonomi (Inggrid, 2004).

Sejalan dengan itu, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter selalu terfokus

pada upaya melaksanakan pengembangan fungsi intermediasi perbankan secara lebih

efektif dalam mendorong laju pertumbuhan sektor riil (Syahrir Sabirin, 2002).

Dengan demikian, maka jelas bahwa industri perbankan di Indonesia tidak saja

dioptimalkan dalam menggali sumber dana dari pihak ketiga, tetapi lebih jauh dari itu

adalah bahwa perbankan dapat melaksanakan fungsi intermediasinya dengan

mendorong laju pertumbuhan produksi dan investasi di Indonesia melalui

pembiayaan permodalan dari industri perbankan.

Studi yang terkait langsung terhadap gejala dis-intermediasi industri

perbankan dikemukakan oleh Tatu Nia Wulandari (2008) yang mengamati fenomena

dis-intermediasi perbankan pasca krisis ekonomi dalam melihat peranan perbankan

itu sendiri dalam mendorong pertumbuhan sector riil. Tatu Nia Wulandari

(53)

intermediasi perbankan di Indonesia yaitu terbatasnya sumber daya perbankan dalam

mengelola risiko minimal dalam penyaluran kredit perbankan, serta belum pulihnya

kegiatan ekonomi secara mantap dalam gerakan produksi dan investasi.

Heni Rohaeni (2009) mengembangkan studi yang lebih spesifik tentang

peranan dana pihak ketiga yang masih relative mahal, sehingga relative sulit bagi

perbankan untuk mengelola suku bunga pinjaman menjadi lebih murah, sebagai

factor yang dapat meminimalkan risiko.

Studi dari Lukman Hakim (2004) tentang efektifitas pelaksanaan fungsi kredit

pada perbankan sebelum dan sesudah krisis menemukan tidak adanya kemajuan yang

berarti dilihat dari fungsi intermediasi perbankan, meskipun studi ini tidak

memperhatikan secara sungguh sungguh bahwa pada kebijakan moneter yang

berbeda dapat diperoleh sasaran akhir yang berbeda, menjadi lebih baik atau menjadi

lebih buruk.

Yeniwati dan Novya Zulva Riani (2010) secara khusus mengamati kinerja

jalur kredit perbankan dipandang dari mekanisme transmisi dan pola kinerja

instrument moneter pada jalur perkreditan tersebut. Bahwa dengan kebijakan

penetapan suku bunga melalui BI rate, tidak terdapat kemajuan berarti untuk lebih

mengoptimalkan intermediasi kredit dalam kerangka pembiayaan sektor riil.

Doni Satria dan Solokin M Juhro (2011) mengkaji kemungkinan adanya

(54)

mencapai sasaran akhir berdasarkan penggunaan instrument kebijakan moneter suku

bunga BI rate. Kebijakan moneter saat ini yang ditetapkan oleh otoritas moneter Bank

Indonesia melalui inflation targeting framework yang menetapkan suku bunga BI rate

sebagai instrument kebijakan moneter yang dilengkapi dengan dukungan penetapan

giro wajib minimum (GWM) bagi perbankan di Indonesia, adalah instrumen yang

perlu ditelaah secara lebih mendalam arah dinamikanya dalam membentuk suku

bunga kredit.

Studi yang lebih terfokus kepada kajian efektifitas suku bunga BI rate

terhadap penyaluran kredit perbankan dikemukakan oleh Ismail Hadikusumah (2007),

dalam hal mana studi tersebut menemukan adanya ketidak-selaraasan antara

kepentingan industri perbankan dengan hasil yang diinginkan oleh otoritas moneter,

dengan menyalurkan seoptimal mungkin dana pihak ketiga yang dikumpulkan

Gambar

Tabel 1.1……………………………………………………………………. 4
Tabel 1.1
Tabel 1.2
Grafik 1.1
+3

Referensi

Dokumen terkait

Data primer adalah data yang diperoleh dari sampel pada saat penelitian mencakup umur penderita, jenis kelamin, pendidikan, data hasil pemeriksaan profil lipid (kadar

Pada sistem bagi hasil antara syirkah al-‘inan dengan Koperasi Muamalah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry memiliki sedikit perbedaan karena pada syirkah inan sistem

Clothing line merupakan salah satu bisnis yang ramai dizaman modern seperti sekarang ini. Banyak brand baru bermunculan, mulai dari yang langsung memiliki nama besar atau yang

Sehingga wujud dari sebuah bangunan hotel resor, baik itu pengaruh rancangan bangunan dengan kondisi lingkungan kawasan tapak, maupun bentuk dan fasilitas bangunan itu sendiri

Dilihat dari hasil analisa terhadap equivalent stress dan total deformasi pada blok motor bakar satu silinder dengan daya 1 hp dengan pembebanan 0.123 N, jadi pada

Jenis menara ini posisi berdirinya dapat vertical atau hampir vertical, terdiri dari bagian yang dikaitkan satu sama lain dengan las atau sekrup (biasanya terdiri dari dua

H. Siswanto Sunarno, Op.. tugas untuk menegakkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Ketentraman Masyarakat dan Ketertiban Umum berkantor di Kota Painan. Namun

Furthermore, in support of these objectives, this research uncovered that organizations in successful partnering relationships commonly developed a system to assess the