SKRIPSI
PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK RUMAH
SUSUN WONOREJO SECARA BIOLOGI
DENGAN TRICKLING FILTER
Oleh :
OKTY PARISA
0352010037
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JATIM
SURABAYA
SKRIPSI
PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK RUMAH
SUSUN WONOREJO SECARA BIOLOGI
DENGAN TRICKLING FILTER
Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh
Gelar Sarjana (S-1)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
Oleh :
OKTY PARISA
0352010037
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JATIM
SURABAYA
PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK RUMAH
SUSUN WONOREJO SECARA BIOLOGI
DENGAN TRICKLING FILTER
Oleh :
OKTY PARISA
0352010037
Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada hari : ..., Tanggal : ...
Menyetujui,
Penguji I
Pembimbing
Ir. Putu Wesen., MS
NIP. 030 174 661
Ir. Tuhu Agung R., MT
NIP. 19620501 198803 1 001
Penguji II
Ir. Yayok Suryo P., MS
Mengetahui,
NIP. 19600601 198703 1 001
Ketua Program Studi
Penguji III
Ir. Tuhu Agung R., MT
Okik Hendriyanto C., ST, MT
NIP. 19620501 198803 1 001
NPT. 3 7507 99 01721
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan
Untuk memperoleh gelar Sarjana (S-1), tanggal : ...
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas skripsi ini dengan judul
“PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK RUMAH SUSUN
WONOREJO SECARA BIOLOGI DENGAN
TRICKLING FILTER
”
. Skripsi
ini merupakan salah satu persyaratan bagi mahasiswa Program Studi Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, UPN “Veteran” Jawa Timur
untuk mendapatkan gelar Sarjana.
Selama menyelesaikan tugas ini, penyusun telah banyak memperoleh
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penyusun ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Dr. Ir. Edi Mulyadi. SU, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
UPN ”Veteran” Jawa Timur.
2.
Ir. Tuhu Agung R. MT, selaku Kepala Program Studi Teknik Lingkungan UPN
“Veteran” Jawa Timur dan selaku Dosen Pembimbing yang selalu sabar
membimbing kami.
3.
Orang tua dan keluarga tercinta yang telah membantu dan memberikan
dukungan baik secara moral maupun material.
4.
Semua rekan-rekan di Program Studi Teknik Lingkungan yang secara langsung
maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.
ii
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan mohon maaf yang
sebesar-besarnya apabila di dalam laporan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau
kurang di pahami.
iii
INTISARI
Air limbah domestik adalah air bekas yang tidak dapat digunakan lagi, air
limbah tersebut berasal dari aktifitas dapur, kamar mandi dan cuci. Air limbah
domestik mengandung lebih dar 90% cairan, didalamnya terdapat zat-zat
diantaranya unsur organik tersuspensi maupun terlarut, unsur anorganik dan
mikroorganisme.
Trickling Filter merupakan salah satu proses biologi dengan menggunakan
media batu apung secara acak. Air limbah akan mengalir melalui media tersebut,
dalam beberapa hari akan timbul lapisan lendir yang menyelimuti batu apung.
Lapisan lendir ini mengandung mikroorganisme yang akan mengolah/
mendedagrasi air limbah tersebut. Sebagai peubah yang digunakan adalah debit
aliran (ml/menit) 100, 150, 200, 250 dan 300 serta rasio resirkulasi 0,5; 1,0; 1,5;
2,0; dan 2,5 dengan parameter uji BOD dan TSS.
Hasil terbaik yang diperoleh dari penelitian ini adalah pada debit aliran 100
ml/menit dengan rasio resirkulasi 1,5 menghasilkan penyisihan BOD sebesar
84,11% sedangkan untuk penyisihan TSS pada debit aliran 100 ml/menit dan rasio
resirkulasi 1,5 menghasilkan penyisihan sebesar 73,21%.
iv
ABSTRACT
Domestic waste water is used water that can not be used again, the waste
water from kitchen activities, bathroom and laundry. Domestic waste water
containing more dar 90% liquid, in which there are substances such as suspended
and dissolved organic elements, inorganic elements and microorganisms.
Trickling filter is one of the biological process by using a pumice stone in a
random media. Waste water will flow through the media, within a few days there
will be a layer of mucus that blankets the pumice stone. This mucus layer contains
microorganisms that will process / degradation the waste water. As the variables
used is flow rate (ml / min) 100, 150, 200, 250 and 300 and the recirculation ratio
0.5, 1.0, 1.5, 2.0, and 2.5 with test parameters BOD and TSS
The best result obtained from this study is the flow rate 100 ml / min with
recirculation ratio of 1.5 produce BOD allowance amounting to 84.11% while for
the provision of TSS at flow rate 100 ml / min and recirculation ratio of 1.5
produces allowance of 73
.
, 21%.
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...
i
INTISARI ... ...
iii
ABSTRACT ... ...
iv
DAFTAR ISI ... ...
v
DAFTAR TABEL ... ...
vii
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK ... viii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ...
1
1.2
Perumusan Masalah ...
2
1.3
Tujuan Penelitian ...
2
1.4
Manfaat Penelitian ...
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi dan Karakteristik Air Limbah Domestik ...
3
2.1.1
Sifat dan Komposisi Kimiawi ...
4
2.1.2
Baku Mutu Air Limbah Domestik ...
5
2.1.3
Dampak Pencemaran Air Limbah Domestik ...
5
2.2
Pengolahan Air Limbah Secara Biologi ...
6
2.2.1
Proses Biologi ...
7
2.2.2
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme
Proses Aerob ...
8
2.2.3
Mikroorganisme Dalam Pengolahan Air Limbah
Secara Biologi ...
9
2.3
Trickling Filter ...
10
2.3.1
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Efisiensi
Penggunaan Trickling Filter ...
13
vi
2.3.3
Kelebihan dan Kekurangan Pengolahan Trickling
Filter ...
18
2.4
Media Filter ...
19
2.5
Resirkulasi ...
20
2.6
Landasan Teori ...
21
2.7
Hipotesis ...
22
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Bahan Yang Digunakan ...
23
3.2
Rangkaian Alat ...
23
3.3
Variabel
3.3.1
Peubah Tetap ...
24
3.3.2
Peubah Yang Dikerjakan ...
24
3.4
Prosedur Penelitian
3.4.1
Tahap Persiapan ...
25
3.4.2
Tahap Penelitian ...
26
3.5
Kerangka Penelitian ...
27
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pengaruh Debit (ml/ menit) Terhadap Persen (%)
Penyisihan BOD Air Limbah Domestik ...
30
4.2
Pengaruh Rasio Resirkulasi (R) Terhadap Persen (%)
Penyisihan BOD Air Limbah Domestik ...
32
4.3
Pengaruh Debit (ml/ menit) Terhadap Persen (%)
Penyisihan TSS Air Limbah Domestik ...
34
4.4
Pengaruh Rasio Resirkulasi (R)Terhadap Persen (%)
Penyisihan TSS Air Limbah Domestik ...
35
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan ...
37
5.2
Saran
...
37
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1
Karakteristik Fisik dari Air Buangan Domestik ...
4
Tabel 2.2
Baku Mutu Air Limbah Domestik ...
4
Tabel 2.3
Karakteristik dan Komposisi Kimiawi ...
5
Tabel 2.4
Parameter Desain Trickling Filter ...
12
Tabel 4.1
Analisa Awal Air Limbah Domestik Rumah Susun Wonorejo
28
Tabel 4.2
Pengaruh Debit dan Rasio Resirkulasi Terhadap Persen (%)
Penyisihan BOD ...
29
viii
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK
Halaman
Gambar 2.1 Penampang Bak Trickling Filter ...
11
Gambar 2.2 Mekanisme Proses Pada Trickling Filter Dengan
Sistem Biofilm ... 17
Grafik 4.1
Hubungan Antara Debit (ml/menit) dengan Persen (%)
Penyisihan BOD Pada Berbagai Rasio Resirkulasi (R) ...
30
Grafik 4.2
Hubungan Antara Rasio Resirkulasi (R) dengan Persen (%)
Penyisihan BOD Pada Berbagai Debit (ml/menit) ...
32
Grafik 4.3
Hubungan Antara Debit (ml/menit) dengan Persen (%)
Penyisihan TSS Pada Berbagai Rasio Resirkulasi (R) ...
34
Grafik 4.4
Hubungan Antara Rasio Resirkulasi (R) dengan Persen (%)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal yang nyaman
serta memenuhi persyaratan lingkungan semakin meningkat. Oleh karena itu
masyarakat yang berpenghasilan rendah perlu mendapatkan perhatian khusus dari
pemerintah kota. Salah satu upaya pemerintah untuk tetap mempertahankan
keberadaanya di daerah perkotaan adalah dengan menyediakan rumah susun.
Pengolahan air limbah domestik di Rumah Susun Wonorejo selama ini
belum ada, timbul persoalan pada saat air limbah yang dialirkan langsung dibuang
ke badan air penerima (sungai). Hal ini menyebabkan lingkungan menjadi kotor,
lembab, bau, buntu , air di badan penerima berwarna kehitam-hitaman dan sering
meluap.
Secara kuantitas, air limbah domestik jauh lebih banyak dibandingkan air
limbah industri. Dikota besar misalnya, beban organik air limbah domestik bisa
mencapai sekitar 70% dari beban organik total air limbah yang ada di kota.
Pencemar organik ini telah menimbulkan dampak yang cukup besar, karena itu
pengolahannya menjadi cukup penting untuk diprioritaskan.
Berkaitan dengan hal diatas maka dibutuhkan pengolahan air limbah
domestik secara biologis, misalnya lumpur aktif, trickling filter, kolam stabilisasi,
kolam aerasi, RBC (Rotating Biological Contactor) dan anerobik lagoon. Pada
2
menyisihkan beban organik dengan penggunaan energi dan luas lahan yang kecil
(Wahyuningsih, 2006).
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahannya adalah air limbah domestik dari penghuni Rumah Susun
Wonorejo langsung dibuang ke badan air penerima, tidak diolah terlebih dahulu
sehingga kandungan BOD, TSS tinggi dan dapat mencemari badan air penerima
(sungai). Untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan proses biologis dengan
Trickling Filter.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan trickling
filter dalam mengolah air limbah domestik guna menurunkan kandungan organik
(BOD) dan TSS di air limbah tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
a.Air limbah yang telah diolah tidak mencemari lingkungan khususnya badan air
penerima (sungai).
b.Meningkatkan kesehatan lingkungan di Rumah Susun Wonorejo.
c.Memberikan masukkan kepada pengelola Rumah Susun Wonorejo dengan
menggunakan RBC (Rotating Biological Contactor) sebagai salah satu
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Karakteristik Air Limbah Domestik
Air limbah domestik adalah air bekas yang tidak dapat dipergunakan lagi
untuk tujuan semula baik yang mengandung kotoran manusia (tinja) atau dari
aktifitas dapur, kamar mandi dan cuci dimana kuantitasnya antara 50-70 % dari
rata-rata pemakaian air bersih (120-140 liter/orang/hari).
Air limbah domestik mengandung lebih dari 90 % cairan. Zat-zat yang
terdapat dalam air buangan diantaranya adalah unsur-unsur organik tersuspensi
maupun terlarut dan juga unsur-unsur anorganik serta mikroorganisme.
Unsur-unsur tersebut memberikan corak kualitas air buangan dalam sifat fisik kimiawi
maupun biologi.
Karakteristik biologi pada air buangan domestik terdiri dari kelompok
protista seperti bakteri, algae dan protozoa, sedangkan kelompok
tumbuh-tumbuhan antara lain paku-pakuan dan lumut. Bakteri berperan penting dalam air
buangan, terutama dalam proses biologi. Bakteri dikelompokkan menjadi dua
yaitu bakteri patogen (menyebabkan penyakit) dan non patogen (Pratama, 2004).
Karakteristik fisik air buangan domestik pada umumnya dinyatakan dalam
Temperatur, Warna, Bau, dan Kekeruhan. Untuk lebih jelasnya sifat-sifat tersebut
4
Tabel 2.1 Karakteristik Fisik dari Air Buangan Domestik
Parameter Penjelasan
Temperatur
Suhu dari air buangan biasanya sedikit lebih tinggi dari air minum.
Temperatur ini dapat mempengaruhi aktifitas microbial, solubilitas dari gas dan viskositas.
Warna Air buangan segar biasanya berwarna agak abu-abu. Dalam kondisi septik air buangan akan berwarna hitam.
Bau
Air buangan segar biasanya mempunyai bau seperti sabun atau bau lemak. Dalam kondisi septic akan berbau sulfur dan kurang sedap.
Kekeruhan
Kekeruhan pada air buangan sangat tergantung sekali pada kandungan zat padat tersuspensi. Pada umumnya air buangan yang kuat mempunyai kekeruhan yang tinggi.
(Sumber : Sjarief, 2005)
2.1.1 Baku Mutu Air Limbah Domestik
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.112 Tahun 2003,
Baku mutu limbah domestik adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau
jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik
yang akan dibuang atau dilepas ke air permukaan. Baku mutu air limbah domestik
ditampilkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Baku Mutu Air Limbah Domestik
Parameter Satuan Kadar Maksimum
pH - 6 – 9
BOD mg/L 100
TSS mg/L 100
Minyak dan Lemak mg/L 100
5 2.1.2 Sifat dan Komposisi Kimiawi
Kualitas/ sifat kimiawi dari air buangan domestik biasanya dinyatakan
dalam bentuk organik dan organik dan biasanya dengan perbandingan 50 % zat
organik dan 50 % zat anorganik. Komposisi tipikal dari air bungan domestik dapat
dilihat pada Tabel 2.3 berikut (Sjarief, 2005).
Tabel 2.3 Karakteristik dan Komposisi Kimiawi
Parameter (mg/L) Konsentrasi
Kuat Medium Lemah Total zat padat (TS)
Total zat padat terlarut (DS) Total zat padat tersuspensi (SS)
1200 850 350 720 500 220 350 250 100
BOD5 400 220 110
TOC 290 160 80 COD 1000 500 250 N total 85 40 20
P total 15 8 4
Cl- 100 50 30 Alkalinity (CaCO3) 200 100 50
Lemak 150 100 50
2.1.3 Dampak Pencemaran Air Limbah Domestik
Air limbah mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap kesehatan
individu manusia. Faktor-faktor yang terkait dengan seberapa jauh pengaruh
limbah terhadap kesehatan, antara lain :
a. Daya tahan tubuh
b. Jenis limbah dan jumlah dosis yang diterima pada tubuh
c. Akumulasi dosis limbah dalam tubuh
d. Sifat-sifat racun (toxic) dari limbah terhadap tubuh
e. Mudah tidaknya limbah di cerna dan di keluarkan dari tubuh
6
g. Alergi (tubuh sensitif) terhadap limbah dalam bentuk tertentu seperti : bau,
debu atau cairan.
Pembuangan air limbah ke badan air dengan kandungan beban COD dan
BOD diatas 200 mg/liter akan menyebabkan turunya jumlah oksigen dalam air.
Kondisi tersebut mempengaruhi kehidupan biota pada badan air terutama biota
yang hidupnya tergantung pada oksigen terlarut di air. Hal tersebut diatas
menyebabkan berkurangnya potensi yang dapat digali dari sumber daya alam
badan air yang telah tercemar COD dan BOD.
Pengaruh lain adanya kandungan COD dan BOD dalam air yang melebihi
batas waktu 18 jam, akan menyebabkan penguraian oksigen (degradasi) secara
anaerob sehingga menimbulkan bau dan kematian pada ikan dalam air (Sjarief,
2005).
2.2 Pengolahan Air Limbah Secara Biologi
Pengolahan air limbah secara biologi adalah proses dengan
mengikutsertakan aktivitas atau pemanfaatan aktivitas dan kempuan jasad hidup/
mikroba (Anonim, 2004).
Pengolahan air limbah secara biologi bertujuan untuk membersihkan
zat-zat organik atau mengubah bentuk (transformasi) zat-zat-zat-zat organik menjadi
bentuk-bentuk yang kurang berbahaya. Misalnya proses nitrifikasi oleh senyawa-senyawa
7
Tujuan lebih lanjut tergantung pada media yang diolah. Pengolahan air
limbah domestik pada umumnya bertujuan untuk membersihkan zat-zat organik,
yang mula-mula diubah bentuknya menjadi lumpur, kemudian dibuang.
2.2.1 Proses Biologi
Proses-proses biologi biasanya digolongkan menjadi 2 kriteria dasar.
Kriteria pertama adalah aktivitas metabolik yang menandai dua kelas utama, yaitu
aerob dan anaerob.
Proses aerob adalah proses yang ditandai oleh adanya molekul oksigen
yang terlarut, sedangkan proses anaerob tidak menunjukkan adanya oksigen yang
terlarut. Perbedaan akan keberadaan oksigen ini mengakibatkan dua rantai
biokimia yang berbeda. Proses aerob misalnya trickling filter dan proses activated
sludge, sedangkan proses anaerobik misalnya proses digester dari lumpur IPAL.
Selain proses aerob dan anaerob, terdapat kelompok proses ketiga yaitu
proses anoksik. Proses anoksik ditandai oleh tidak adanya oksigen terlarut serta
penggunaan oksigen yang terdapat di dalam senyawa-senyawa kimia secara
terus-menerus oleh berbagai kelompok mikroorganisme. Proses ini digunakan dalam
denitrifikasi.
Kriteria kedua adalah reaktor yang membatasi mikroorganisme, ditandai
oleh proses-proses pertumbuhan bakteri tersuspensi atau melekat (attached).
a. Pertumbuhan Bakteri Tersuspensi (suspended growth process)
Dalam suspended growth process, misalnya proses aktivated sludge,
8
secara bebas (tersuspensi) didalam air limbah. Mikroorganisme-mikroorganisme
dapat keluar melalui aliran keluar air limbah sehingga densitas bakteri dalam
reaktor harus dikontrol. Pada proses aliran lambat, pertumbuhn bakteri mungkin
cukup untuk menggantikan kehilangan bakteri akibat aliran keluar Pada proses
dengan kecepatan tinggi dan waktu tinggal hidrolik pendek, pengembalian atau
recycling bakteri merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk
mengontrol densitas bakteri di dalam reaktor (Kanisius, 2005).
b. Pertumbuhan Bakteri Melekat (attached growth process)
Dalam attached growth process, misalanya proses trickling filters,
mikroorganisme tumbuh di permukaan beberapa bahan pendukung di dalam
reaktor. Mikroorganisme tersebut tidak terbawa keluar sehingga tidak dibutuhkan
pengembalian massa bakteri. Dalam proses ini, biasanya digunakan batu-batuan
sebagai bahan pengisi. Selain bahan-bahan pengisi alam, saat ini mulai banyak
digunakan bahan-bahan pengisi plastik karena memiliki densitas packing yang
lebih tinggi dan volume reaktor yang diperlukan untuk kapasitas yang sama lebih
kecil. Plastik pengisi dapat digunakan baik dalam proses aerob maupun anaerob
(Kanisius, 2005).
2.2.2 Fakor-Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Proses Aerob
a. Temperatur
Temperatur tidak hanya mempengaruhi aktivitas metabolisme dari populasi
9
transfer gas dan karakteristik pengendapan lumpur. Temperatur optimum untuk
mikroorganisme dalam proses aerob tidak berbeda dengan proses anaerob.
b. pH
Nilai pH merupakan faktor kunci pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa
bakteri dapat hidup pada pH 9,5 dan di bawah 4,0. Secara umum pH optimum
bagi pertumbuhan mikroorganisme adalah sekitar 6,5-7,5.
c. Waktu Tinggal Hidrolis
Waktu tinggal hidrolis adalah waktu perjalanan limbah cair di dalam reaktor
atau lamanya proses pengolahan limbah cair tersebut. Semakin lama waktu
tinggal, maka penyisihan yang terjadi akan semakin besar. Sedangkan waktu
tinggal pada reaktor aerob sangat bervariasi (Wahyuningsih, 2006).
d. Nutrien
Selain kebutuhan karbon dan energi, mikroorganisme juga membutuhkan
nutrient untuk sintesa sel pertumbuhan. Kebutuhan nutrient tersebut dinyatakan
dalam bentuk perbandingan antara karbon dan nitrogen serta phosphor yang
merupakan nutrient anorganik utama yang diperlukan mikroorganisme dalam
bentuk BOD : N : P .
2.2.3 Mikroorganisme Dalam Pengolahan Air limbah Secara Biologi
Mikroba adalah jasad hidup yang memerlukan sumber nutrien dan
lingkungan kehidupan yang sesuai untuk aktivitasnya (metabolisme,
10
didapatkan sejumlah benda asing yang mungkin bersifat racun, maka harus dapat
dikontrol sebaik-baiknya.
Proses pengolahan limbah secara biologi akan menghasilkan indikator
biologi yang terdiri dari jenis-jenis mikroba yang berperan. Mikroba tersebut
tergolong dalam bakteria, mikroalgae dan protozoa. Selain mikroba tersebut
adapula jasad lain yang ikut aktif, walaupun tidak merupakan jasad utama seperti
jamur, serangga air dan hewan lainnya (Anonim, 2007).
Bakteri diperlukan untuk menguraikan bahan organik yang ada di dalam
air limbah. Oleh karena itu, diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk
menguraikan bahan-bahan tersebut. Bakteri itu sendiri akan berkembang biak
apabila jumlah makanan yang terkandung di dalamnya cukup tersedia, sehingga
pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan secara konstan.
2.3 Trickling Filter
Nama trickling filter berasal dari penggunaan nama reaktor yang
menggunakan media padat berpori untuk pertumbuhan biofilm. Sistem ini terdiri
dari peralatan yang diperlukan untuk mendistribusikan limbah cair ke seluruh
permukaan media. Sedangkan yang dimaksud filter adalah proses pengaliran
limbah cair melalui media yang telah ditumbuhi oleh biofilm. Gambar penampang
11
Gambar 2.1 Penampang Bak Trickling Filter (Metcalf and Eddy, 2001)
Kebanyakan media trickling filter tersusun dari media batu atau media
sintetis lainnya. Sifat media ini adalah keras, tahan lama, permukaanya tahan
terhadap bahan kimia. Range ukuran partikel 50-100 mm atau 2-4 inchi, luas
permukaan 50-65 m²/m³, dengan porositas 40-50 %. Media plastik sering pula
digunakan sebagai pengganti batu, tentunya yang mempunyai ukuran dan luas
permukaan yang cukup, serta porositas yang memadai. Dengan luas permukaan
>200 m²/m³ dan porositas > 95 %. Alternatif media lain yang bisa dipergunakan
antara lain kayu dan lembaran-lembaran plastik (Purwanto, 2006).
Trickling filter dapat diklasifikasikan berdasarkan beban hidrolik atau
beban organik, yaitu low-rate, intermediate-rate, high-rate, super high-rate,
roughing dan two-stage (Metcalf, 1991). Parameter desain trickling filter
12 Tabel 2.4 Parameter Desain Trickling Filter
Design Characteristics Low-rate Intermediate
Rate High-rate
Super
high-rate Roughing Two-stage
Filter medium Rock, slag Rock, slag Rock Plastic Plastic, redwood
Rock, Plastic Hydraulic loading,
gal/ft2
.min 0,02-0,06 0,06-0,16 0,16-0,64 0,2-1,20 0,8-3,2 0,16-0.64 Mgal/acre.d 1-4 4-10 10-40 15-90 50-200 10-40
BOD5 loading, lb/103 ft3
.d 5-25 15-30 30-60 30-100 100-500 60-120
Depth, ft 6-8 6-8 3-6 10-40 15-40 6-8
Recirculation ratio 0 0-1 1-2 1-2 1-4 0,5-2
Filter flies Many Some Few Few or none
Few or none
Few or none Sloughing Intermittent Intermittent Continuous Continuous Continuous Continuous BOD5 removal efficiency, % 80-90 50-70 65-85 65-80 40-65 85-95
Effluent Well
nitrified Partially Nitrified Little nitrification Little nitrification No nitrification Well Nitrified
Tiga Komponen utama pada trickling filter, yaitu :
a. Distributor
Air limbah didistribusikan pada bagian atas lengan distributor yang dapat
berputar.
b. Pengolahan (pada media trickling filter)
Sistem pengolahan pada trickling filter terdiri dari suatu bak atau bejana
dengan media permeable untuk pertumbuhan bakteri. Bentuk bejana biasanya
bundar luas ,dengan diameter 6-60 meter, dindingnya biasanya terbuat dari beton
atau bahan lain tetapi tidak perlu kedap air. Disepanjang dinding diberi ventilasi
dengan maksud agar terjadi pertukaran udara secara baik (aerasi) sehingga proses
biologis aerobik dapat berlangsung dengan baik. Pada beberapa trickling filter,
media disusun tanpa dinding sehingga tidak diperlukan ventilasi tetapi konstruksi
13 c. Pengumpul
Filter juga dilengkapi dengan underdrain untuk mengumpulkan biofilm yang
mati, kemudian diendapkan dalam bak sedimentasi. Bagian cairan yang keluar
biasanya dikembalikan lagi ke trickling filter sebagai air pengencer air baku yang
diolah.
2.3.1 Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada Efisiensi Penggunaan
Trickling Filter
Agar fungsi trickling filter dapat berjalan dengan baik, diperlukan
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Persyaratan Abiotis
1. Lama waktu tinggal trickling filter
Diperlukan lama waktu tinggal yang disebut dengan masa pengkondisian
atau pendewasaan agar mikroorganisme yang tumbuh di atas permukaan media
telah tumbuh cukup memadai untuk terselenggaranya proses yang diharapkan.
Waktu aerasi dirancang umumnya antara 3–8 hari. Lama waktu tinggal ini
dimaksudkan agar mikroorganisme dapat menguraikan bahan-bahan organik dan
tumbuh di permukaan media trickling filter membentuk lapisan biofilm atau
lapisan berlendir. Pertumbuhan mikroorganisme pada media batu kali mulai
terbentuk lapisan biofilm pada hari ke-3 masa pengkondisian (Anonim, 2007).
2. Aerasi
Agar aerasi berlangsung dengan baik, media trickling filter harus disusun
14
trickling filter tersebut. Keterbatasan udara dalam hal ini adalah oksigen sangat
berpengaruh terhadap proses penguraian oleh mikroorganisme.Aerasi juga dapat
dilakukan dengan distributor berputar. Air limbah dikeluarkan di atas penyaring
menetes oleh suatu distributor berputar sehingga aerasi cairan berlangsung
sebelum kontak dengan media.
3. Jenis media
Bahan untuk media trickling filter harus kuat, keras, tahan tekanan, tahan
lama, tidak mudah berubah dan mempunyai luas permukaan per unit volume yang
tinggi. Bahan yang biasa digunakan adalah kerikil, batu kali, antrasit, batu bara
dan sebagainya. Akhir-akhir ini telah digunakan media plastik yang dirancang
sedemikian rupa sehingga menghasilkan panas yang tinggi.
4. Diameter media
Diameter media trickling filter biasanya antara 2,5-7,5 cm. Sebaiknya
dihindari penggunaan media dengan diameter terlalu kecil karena akan
memperbesar kemungkinan penyumbatan. Makin luas permukaan media, maka
makin banyak pula mikroorganisme yang hidup di atasnya.
5. Ketebalan susunan media
Ketebalan media trickling filter minimum 1 meter dan maksimum 3-4
meter. Makin tinggi ketebalan media, maka akan makin besar pula total luas
permukaan yang ditumbuhi mikroorganisme sehingga makin banyak pula
15 6. pH
Pertumbuhan mikroorganisme khususnya bakteri, dipengaruhi oleh nilai
pH. Agar pertumbuhan baik, diusahakan nilai pH mendekati keadaan netral. Nilai
pH antara 4-9,5 dengan nilai pH yang optimum 6,5-7,5 merupakan lingkungan
yang sesuai.
7. Karakteristik air buangan
Air buangan yang diolah dengan trickling filter terlebih dahulu
diendapkan, karena pengendapan dimaksudkan untuk mencegah penyumbatan
pada distributor dan media filter.
8. Suhu
Pertumbuhan mikroorganisme juga dipengaruhi suhu. Suhu yang baik
untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah 25-37ºC. Selain itu suhu juga
mempengaruhi kecepatan reaksi dari suatu proses biologi, bahkan efisiensi dari
trickling filter sangat dipengaruhi oleh suhu.
b. Persyaratan Biotis
Persyaratan biotis diperlukan dalam penggunaan trickling filter adalah jenis,
jumlah dan kemampuan mikroorganisme dalam trickling filter serta asosiasi
kehidupan didalamnya.
2.3.2 Prinsip Kerja
Air buangan yang diolah dengan trickling filter harus terlebih dahulu di
endapkan, karena pengendapan dimaksudkan untuk mencegah penyumbatan pada
16
Air limbah diteteskan secara periodik dan terus-menerus ke atas media
trickling filter. Bahan organik yang ada dalam air limbah diuraikan oleh
mikroorganisme yang menempel pada media filter. Bahan organik sebagai subrat
yang terlarut dalam air limbah diabsorbsi biofilm atau lapisan berlendir dan
dilepaskan sebagai bahan suspensi yang berkoagulasi karena massanya lebih berat
maka akan lebih mudah mengendap.
Bahan organik yang ada dalam limbah cair diuraikan oleh mikroorganisme
yang menempel pada media filter. Pada bagian luar biofilm, bahan organik
diuraikan oleh mikroorganisme aerobik. Pertumbuhan mikroorganisme akan
mempertebal lapisan biofilm (0,1-0,2 mm). Oksigen yang terdifusi dapat
dikomsumsi sebelum biofilm mencapai ketebalan maksimum. Pada saat mencapai
ketebalan penuh, oksigen dapat mencapai penetrasi secara penuh, akibatnya
bagian dalam atau permukaan media menjadi anaerobik. Gambar 2.2
menunjukkan mekanisme proses pada trickling filter dengan sistem biofilm.
Pada saat lapisan biofilm mengalami ketebalan bahan organik yang
diabsorsi dapat diuraikan oleh mikroorganisme, namun tidak dapat mencapai
mikroorganisme yang berada di permukaan media. Dengan kata lain, tidak
tersedia bahan organik untuk sel karbon pada bagian permukaan media, sehingga
mikroorganisme pada bagian sekitar permukaan media mengalami fase
17
Gambar 2.2 Mekanisme Proses Pada Trickling Filter Dengan Sistem Biofilm (Eckenfelder, 2000)
Pada akhirnya mikroorganisme sebagai biofilm tersebut akan terlepas dari
media. Cairan yang masuk akan turut melepas atau mencuci dan mendorong
biofilm keluar. Setelah itu lapisan biofilm baru akan segera mulai tumbuh.
Fenomena lepasnya biofilm dari media disebut sloughing dan hal ini fungsi dari
beban organik dan beban hidroulik memberikan kecepatan daya gerus biofilm,
sedangkan beban organik memberikan konstribusi pada laju metabolisme dalam
biofilm.
Mikroorganisme yang dominan adalah bakteri aerob, anaerob fakultatif,
dan anaeob obligant. Bakteri aerob Bacillus terdapat di lapisan teratas, sedangkan
bakteri anaerob Desuifovibrio terdapat di lapisan terbawah. Kelompok yang
paling dominan adalah bakteri anaerob fakultatif, yang dapat hidup secara aerobik
pada saat tersedia oksigen, tetapi dapat hidup terus menerus secara aerobik apabila
terjadi penurunan kandungan oksigen. Jenis bakteri fakultatif yang biasa
18
2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Pengolahan Trickling Filter
Pengolahan dengan menggunakan trickling filter mempunyai keuntungan
dan kerugian (Anonim,2000).
Keuntungan :
1. Sederhana, dapat diandalkan, dan proses biologi.
2. Cocok di area yang bidang tanahnya tidak terlalu luas.
3. Mungkin kualitas untuk ini semua sama dengan keluarnya standart sekunder.
4. Efektif dilakukan pada konsentrasi tinggi tergantung dari penggunaan jenis
medium organik.
5. Dapat dipakai untuk media kecil sampai sedang.
6. Secara cepat menurunkan kelarutan BOD5 di dalam air limbah.
7. Efisiensi unit nitrifikasi.
8. Proses dasar yang tahan lama.
9. Kebutuhan energi rendah.
10.Tingkat keterampilan sedang dan keahlian teknis yang diperlukan untuk
mengatur dan beropersainya sistem ini.
Kerugian :
1. Butuh perawatan ekstra untuk lebih banyak memenuhi standart kuat
keluarannya.
2. Kemungkinan akumulasi kelebihan biomass itu yang tidak dapat disesuaikan
dengan kondisi an aerobik dan dapat menghalangi kinerja trickling filter
19
jenis media, jenis bahan organik, temperatur, dan kondisi alami pertumbuhan
biologis).
3. Memerlukan perhatian teratur dari operator.
4. Timbulnya clogging relatif tinggi.
5. Membutuhkan beban rendah tergantung pada media.
6. Fleksibilitas dan pengaturan terbatas jika dibandingkan dengan proses lumpur
aktif.
7. Problem bau busuk.
8. Permasalahan keong/ siput.
2.4 Media Filter
Media filter ideal adalah suatu bahan yang memiliki area permukaan tinggi
per unit volume, rendah biayanya, memiliki daya tahan yang tinggi, dan tidak
mudah tersumbat. Sebaiknya dipakai dengan ukuran 2-4 inchi (5-10 cm), karena
akan menyediakan permukaan yang cukup luas untuk tempat bertumbuhnya
mikroorganisme dan memberikan celah untuk masuknya udara.
Sebagai jenis filter yang banyak digunakan saat ini adalah batu dan plastik.
Jenis batu apung karena memiliki beberapa keuntungan yaitu harga yang lebih
murah dan mudah didapat, memiliki luas permukaan yang besar serta berpori
banyak sehingga bakteri yang menempel pada permukaan media lebih banyak dari
pada permukaan batu yang licin dan air limbah dapat terdegradasi lebih sempurna.
20
bekerja pada ketinggian menara filter sampai 12 meter sedangkan batu hanya
sampai 1 – 2,5 meter.
Menurut Wahyuningsih (2006) dalam Bowo Djoko (1995) bahwa media
filter biasanya mempunyai ukuran media 25-100 mm. Kedalaman media berkisar
0,9-2,5 m (rata-rata 1,8 m). Media filter dapat berupa batu atau plastik.
Kedalaman dapat mencapai 12 m yang disebut tower trickling filter.
2.5 Resirkulasi
Resirkulasi adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk
meningkatkan efisiensi removal dalam proses trickling filter sehingga tingkat
pengolahan yang diinginkan dapat tercapai.
Fungsi dari resirkulasi yang utama adalah untuk menaikkan kebasahan
media filter dengan mengatur kecepatan aliran limbah sebaik-baiknya sehingga
diperoleh ketebalan biofilm yang merata dan dapat meningkatkan kerja filter serta
menghindari sloughing (Wahyuningsih, 2006).
Pertimbangan resirkulasi didasarkan pada faktor-faktor yang menyebabkan
meningkatnya pengolahan dengan resirkulasi, antara lain:
a. Bahan organik di dalam effluen filter yang diresirkulasi, dimasukkan
kembali sehingga terjadi kontak dengan bahan biologis di dalam filter
lebih dari satu kali. Hal ini menambahkan waktu kontak dengan
mikroorganisme.
b. Jika resirkulasi dialirkan melalui bak sedimentasi, aliran ini akan
21
membantu menjaga kondisi filter tetap baik selama periode fluktuasi
pembebanan.
c. Resirkulasi memperbaiki pendistribusian di atas permukaan filter
memperkecil kecenderungan clogging dan membantu mengontrol filter,
dengan rasio resirkulasi 1 sampai 2 (Metcalf & Eddy, 2003)
2.6 Landasan Teori
Teori yang melandasi penelitian ini didasari atas penurunan polutan
organik secara biologis dengan menggunakan bakteri aerobik yang melekat pada
media batu apung dan dilakukan secara resirkulasi pada kolom trickling filter.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses biologis dengan
menggunakan trickling filter, antara lain :
1. Debit filtrasi
Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan diperlukan keseimbangan
antara debit filtrasi dengan kondisi media yang ada. Debit yang terlalu besar
menyebakan tidak bekerjanya filter secara efisien Dengan adanya aliran air yang
terlalu cepat dalam melewati ruang pori antara butiran media menyebabkan
berkurangnya waktu kontak antara permukaan butiran media dengan air yang
akan di filtrasi, sehingga proses filtrasi tidak berjalan sempurna.
2. Kedalaman dan material media
Tebal tidaknya media menyebabkan lamanya pengaliran dan besarnya
daya saring. Media yang terlalu tebal biasanya mempunyai daya saring tinggi,
22
tipis mempunyai daya saring rendah dan waktu pengaliran pendek. Demikian pula
dengan butiran media berpengaruh pada porositas, rate filtrasi dan kemampuan
daya saring.
Material media yang digunakan adalah batu apung, karena memiliki
permukaan yang kasar (berpori) sehingga bakteri yang menempel pada permukaan
media lebih banyak. Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya pori dan luas
permukaan media adalah bentuk butiran dan porositas. Porositas media per butir
ini tidak boleh kurang dari 0,4 karena dapat menyebabkan filter menjadi cepat
tersumbat. Sebaliknya bila lebih besar dari 0,4 akan menghasilkan effluent yang
buruk (Wahyuningsih, 2006).
3. Resirkulasi.
Fungsi dari resirkulasi yang utama adalah menaikkan kebasahan media
filter. Dengan mengatur kecepatan aliran air limbah sebaik-baiknya, dapat
diperoleh tebal biofilm yang merata, meningkatakan kinerja filter, untuk
menghindari sloughing dan sebagai pengencer.
2.7 Hipotesa
Diduga bahwa dengan menggunakan Trickling Filter kandungan BOD dan
TSS pada air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo dapat di turunkan.
23
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.2 Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Air limbah domestik berasal dari Rumah Susun Wonorejo daerah Surabaya
dan terlebih dahulu dianalisa BOD dan TSS nya.
2. Kolom trickling filter yang terbuat dari flexiglass.
3. Media batu apung (3 – 5 cm).
24 Keterangan Alat :
1. Bak penampung 1 sebagai tempat penampung air limbah domestik.
2. Bak penampung 2 sebagai tempat penampung limbah cair dari bak
penampunng 1 yang di pompakan ke atas.
3. Shower sebagai meratakan air ke media.
4. Kolom trickling filter yang berisi tumpukan batu apung dengan sususun media
secara acak tak beraturan.
5. Bak penampung 3 sebagai tempat untuk menampung effluent lalu di
resirkulasi ke kolom trickling filter.
6. Kran di gunakan untuak mengatur besarnya debit yang mengalir.
7. Resirkulasi ke bak umpan
3.4 Variabel
Penelitian dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) variable yang
dikerjakan yaitu debit dan rasio resirkulasi.
3.3.1 Peubah tetap
1. Diameter tabung = 20 cm
2. Ketinggian tabung = 80 cm
3. Volume rongga = 15,2 lt
3.3.1 Peubah yang dikerjakan
1. Debit (ml/ menit) = 100, 150, 200, 250, 300
25 3.5 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara kontinyu dan dua tahap proses, yaitu tahap
persiapan dan tahap percobaan utama.
3.4.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini meliputi proses seeding dan aklimatisasi. Tahap ini
dilakukan agar reaktor siap diguanakn untuk prnyisihan beban organik yaitu
meliputi :
1. Pembibitan terhadap bakteri (seeding) dengan menggunakan air septiktank
sebanyak 2 liter dan di tambahkan 5 liter aquadest kemudian di masukkan ke
dalam wadah untuk di aerasi selama 2 minggu serta penambahan nutrien
hingga timbul mikroorganisme kemudian dimasukkan ke dalam kolom
trickling filter untuk di proses.
2. Apabila lapisan lendir tersebut telah tumbuh dan menutupi semua area
permukaan media batu apung maka kolom trickling filter siap di gunakan
untuk proses penyisihan beban organik.
3. Tahap selanjutnya adalah mencampurkan air limbah sebesar 10% setiap hari
dari volume lumpur aktif di bak penampung, hal ini dilakukan terus sampai
volume limbah di bak penampung mencapai 100%. Penambahan air limbah
ini dilakukan untuk mengkondisikan mikroorganisme dengan air limbah,
setelah penambahan air limbah mencapai 100% selanjutnya penelitian
26 3.4.2 Tahap Penelitian
1. Analiasa awal air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo sebelum masuk
bak penampung.
2. Air limbah domestik dimasukkan dalam bak penampung (1).
3. Dari bak penampung (1) air limbah domestik tersebut dialirkan ke bak
penampung (2) yang berfungsi sebagai bak pengatur debit dengan
memvariasikan debit 100, 150, 200, 250 dan 300 ml/menit.
4. Kemudian dari bak penampung (2) air limbah domestik tersebut dialirkan ke
dalam kolom trickling filter menuju bak penampung (3).
5. Air limbah domestik dari bak penampung (3) dialirkan kembali (di recycle) ke
kolom trickling filter dengan menggunakan pompa agar mendapatkan hasil
yang maksimal dengan memvariasikan operasi terhadap rasio resirkulasi
sebesar 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 dan 2,5 .
6. Selanjutnya dari bak penampung (2) air limbah domestik dialirkan kembali ke
kolom trickling filter untuk diproses kembali dengan memvariasikan debit
akumulasi yang diperoleh dari penjumlahan debit awal dan debit resirkulasi.
7. Pengambilan sampel dari effluent dilakukan sesuai dengan waktu detensi
masing-masing. Hasil akhir proses tersebut ditampung pada bak effluent
27
3.6 Kerangka Penelitian
Mulai
Permasalahan badan air
Tujuan
Persiapan awal penelitian : 1. Studi literatur
2. Pemilihan variabel penelitian
Persiapan penelitian
Analisa pendahuluan BOD dan TSS
Pengadaan sampel Rangkaian alat
Seeding dan aklimatisasi
Pelaksanaan penelitian
Analisa BOD dan TSS
Kesimpulan dan saran
28
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian pengolahan air limbah domestik dengan trickling filter ini
dipergunakan untuk mempelajari variabel yang berpengaruh menurunkan beban
pencemar yang terdapat dalam air limbah domestik. Air limbah sebagai sumber
pencemar tersebut berasal dari Rumah Susun Wonorejo Surabaya. Sebelum
melakukan penelitian maka air limbah domestik tersebut dianalisakan terlebih
dahulu guna mengetahui parameter cemaran yang ada. Hasil analisa awal yang
dilakukan, diperoleh data-data sebagaimana seperti pada Tabel 4.1 sebagai
[image:39.612.132.507.429.548.2]berikut:
Tabel 4.1 Analisa Awal Air Limbah Domestik Rumah Susun Wonorejo
Parameter Satuan
Hasil Baku Mutu Air Limbah Domestik Analisa SK Gub. No 45 KepMen LH
Awal Tahun 2002 No 112 Thn 2003
pH ‐ 8,3 6 ‐ 9 6 – 9
BOD mg/lt 380,95 50 100
TSS mg/lt 272,63 200 100
Minyak dan Lemak mg/lt < 0,5 5 10
Air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo tersebut diolah secara
biologi, yaitu menggunakan trickling filter dengan media batu apung yang
berdiameter 3-5 cm. Proses peneliti untuk mendapatkan penyisihan BOD dan TSS
yang maksimum dengan memvariasikan debit aliran dan rasio resirkulasi. Hasil
29
pengolahan cemaran, diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3
sebagai berikut :
Tabel 4.2 Pengaruh Debit (ml/menit) dan Rasio Resirkulasi Terhadap
Persen (%) Penyisihan BOD
Q Rasio Resirkulasi (R)
(ml/menit) 0,5 1 1,5 2 2,5
Penyisihan BOD (%)
100 77,46 82,07 84,11 81,56 81,04
150 76,14 81,14 83,17 81,00 80,41
200 75,00 80,74 82,30 80,09 79,44
250 74,16 78,52 80,14 79,05 78,59
300 73,58 76,53 79,03 78,53 77,87
Tabel 4.3 Pengaruh Debit (ml/menit) dan Rasio Resirkulasi Terhadap
Persen (%) Penyisihan TSS
Q Rasio Resirkulasi (R)
(ml/menit) 0,5 1 1,5 2 2,5
Penyisihan TSS (%)
100 66,16 69,78 73,15 69,37 67,63
150 64,62 68,04 72,28 68,40 66,69
200 63,87 66,86 71,29 67,56 65,60
250 62,60 65,29 68,70 66,91 64,95
300 61,74 64,29 67,19 65,27 63,86
Berdasarkan Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 pengaruh debit aliran pada proses
biologi menggunakan trickling filter terhadap air limbah domestik Rumah susun
Wonorejo menunjukkan dengan debit aliran 300 ml/menit dan rasio resirkulasi 1,5
diperoleh kemampuan penyisihan BOD dan TSS air limbah domestik sebesar
79,03% dan 67,19%. Apabila debit aliran diturunkan menjadi 200 ml/menit dan
100 ml/menit dengan rasio resirkulasi yang sama yaitu 1,5 maka kemampuan
[image:40.612.147.484.184.323.2] [image:40.612.154.485.378.514.2]30
Untuk penyisihan TSS terlihat pula naik menjadi 71,29% dan 73,15%. Cenderung
meningkatnya kemampuan penyisihan BOD dan TSS tersebut juga terlihat pula
pada variasi rasio resirkulasi yang digunakan dengan berbagai debit aliran yang
secara bertutur-turut diturunkan. Untuk itu secara keseluruhan BOD yang
dipengaruhi berbagai variasi debit aliran dapat ditunjukkan pada Grafik 4.1.
4.1 Pengaruh Debit (ml/ menit) Terhadap Persen (%) Penyisihan BOD Air
Limbah Domestik
Kemampuan instalasi trickling filter untuk menyisihkan BOD pada air
limbah domestik Rumah Susun Wonorejo dengan menggunakan variasi debit
[image:41.612.166.510.392.558.2]aliran dapat dilihat pada Grafik 4.1 di bawah ini.
Grafik 4.1 Hubungan Antara Debit (ml/menit) dengan Persen (%)
Penyisihan BOD Pada Berbagai Rasio Resirkulasi (R)
Dari Grafik 4.1 terlihat bahwa persen penyisihan BOD pada air limbah
domestik Rumah Susun Wonorejo dengan menggunakan trickling filter terbaik
terjadi pada debit aliran 100 ml/menit, dengan rasio resirkulasi 1,5. Maka
31
bahwa efisiensi penyisihan BOD pada trickling filter adalah 75-85 %. Hal ini
menunjukkan semakin kecil debit aliran yang digunakan dalam proses maka akan
terjadi kontak yang lama antara air limbah dengan bakteri yang menempel pada
media batu apung. Mekanisme kontak tersebut dapat dilihat dari lapisan film atau
lendir yang menempel pada permukaan media batu apung dan lapisan lendir
(biofilm) tersebut akan mengadsorb bahan organik yang ada sebagai substrat.
Peristiwa ini menyebabkan bertambah tebalnya lapisan lendir yang
menempel pada permukaan media batu apung, seiring dengan semakin tebalnya
lapisan lendir pada permukaan media batu apung tersebut maka penyisihan BOD
juga semakin besar. Pada debit aliran 100 ml/menit dengan rasio resirkulasi 1,5
terjadi kontak yang lama antara air limbah domestik dengan bakteri yang
menempel pada biofilter yang ada pada permukaan media batu apung dan
didukung dengan proses pengenceran yang cukup, dengan bertambahnya waktu
tinggal air limbah yang lama dalam kolom Trickling Filter maka memberi
kesempatan kepada bakteri untuk memperoleh makanannya secara maksimal yaitu
dengan mendegradasi polutan organik.
Sedangkan pada debit 300 ml/menit dengan rasio resirkulasi 1,5
mengalami penurunan pada penyisihan BODnya menjadi 79,03 %. Hal ini karena
kesempatan bakteri untuk mengambil substrat dan oksigen guna proses
metabolisme sel, serta berkurangnya waktu tinggal maka akan memberikan
ksempatan berkontaknya udara/oksigen dengan air limbah domestik yang kurang
berjalan baik sehingga kemampuan bakteri dalam penyisihan BOD belum berjalan
32
4.2 Pengaruh Rasio Resirkulasi (R) Terhadap Persen (%) Penyisihan BOD
Air Limbah Domestik
Pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dengan resirkulasi 0,5 dan pada debit
aliran 300 ml/menit diperoleh kemampuan penyisihan BOD sebesar 73,58%.
Apabila rasio resirkulasi dinaikkan menjadi 1,5 dengan debit aliran yang sama
300 ml/menit maka kemampuan penyisihan BOD naik menjadi 79,03% akan
tetapi bila rasio resirkulasi dinaikkan lagi menjadi 2,5 maka kemampuan
penyisihan BOD akan turun menjadi 77,87%. Secara keseluruhan dapat dilihat
[image:43.612.165.509.366.535.2]pada Grafik 4.2 berikut ini.
Grafik 4.2 Hubungan Antara Rasio resirkulasi (R) dengan Persen (%)
Penyisihan BOD Pada Berbagai Debit (ml/menit)
Dari Grafik 4.2 diatas dapat dilihat bahwa persen penyisihan BOD air
limbah domestik Rumah Susun Wonorejo dengan menggunakan Trickling filter
terbaik terjadi pada rasio resirkulasi 1,5 dengan debit aliran 100 ml/menit.
Penyisihan terbaik BOD terjadi pada rasio resirkulasi 1,5 dengan debit aliran 100
33
masing-masing 0,5, 1,0 dan 1,5 dengan debit aliran yang sama pula 100 ml/menit
terjadi kenaikkan kemampuan penyisihan BOD sebesar 77,46% , 82,07% dan
84,11%, karena pada rasio resirkulasi yang kecil mengalami peningkatan, hal ini
$disebabkan oleh semakin kecil debit yang dikembalikan akan semakin lama juga
waktu tinggal air limbah dalam kolom Trickling Filter tersebut sehingga kemampuan
penyisihan BOD oleh bakteri semakin meningkat, karena terjadi kontak yang lama
antara air limbah dengan bakteri yang menempel pada media batu apung dalam
bentuk film yang tebal. Mikroorganisme yang tumbuh melekat sebagai film pada
permukaan filter (batu apung) melakukan oksidasi didalam air limbah dan oksigen
dari udara, hal ini menyebabkan mikroorganisme berkembang dengan baik sehinga
lapisan film atau lendir semakin tebal.
Pada rasio resirkulasi dinaikkan lagi menjadi 2,0 dan 2,5 maka kemampuan
penyisihan BOD mengalami penurunan sebesar 81,56% dan 81,04% karena adanya
penambahan debit aliran yang dikembalikan dalam jumlah besar, hal ini dapat
menyebabkan kondisi bakteri butuh penyesuaian lagi dan tidak stabil. Dengan
bertambahnya debit aliran yang besar sehingga waktu tinggal air limbah dalam kolom
Trickling Filter semakin pendek, karena kontak antara bakteri dengan air limbah
semakin cepat, sehingga kemampuan bakteri dalam penyisihan BOD belum
34
4.3 Pengaruh Debit (ml/ menit) Terhadap Persen (%) Penyisihan TSS Air
Limbah Domestik
Kemampuan penyisihan TSS air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo
dengan memvariasikan debit secara keseluruhan dapat di lihat pada Grafik 4.3 di
[image:45.612.165.507.237.416.2]bawah ini :
Grafik 4.3 Hubungan Antara Debit (ml/menit) dengan Persen (%)
Penyisihan TSS Pada Berbagai Rasio Resirkulasi (R)
Dari Grafik 4.3 diatas dapat dilihat bahwa persen penyisihan TSS air
limbah domestik Rumah Susun Wonorejo dengan menggunakan Trickling filter
terbaik terjadi pada debit aliran 100 ml/menit dengan rasio resirkulasi 1,5.
Penyisihan terbaik TSS terjadi pada debit aliran 100 ml/menit dengan rasio
resirkulasi 1,5 yaitu sebesar 73,15%. Apabila terjadi penambahan debit menjadi
masing-masing 150 ml/menit, 200 ml/menit, 250 ml/menit dan 300 ml/menit
dengan rasio resirkulasi yang sama yaitu 1,5 maka terjadi penurunan pada
penyisihan TSS sebesar 72,28%, 71,29%, 68,70% dan 67,19%.
Hal ini menunjukkan dengan debit yang kecil maka waktu tinggalnya air
35
TSS semakin besar, karena semakin lama waktu kontak antara air limbah dengan
lapisan film atau lendir pada media batu apung, maka proses degradasi
parameter-parameter pencemar organik dapat berlangsung lebih lama sehingga kinerja
reaktor akan semakin baik dan konsentrasi effluent yang dihasilkan juga semakin
rendah. Sedangkan pada debit yang besar maka aliran airnya yang melewati
pori-pori pada media batu apung juga semakin besar sehingga kemampuan daya saring
tidak dapat terjadi dengan sempurna karena waktu kontak yang singkat antara air
limbah dengan biofilm yang menempel pada batu apung.
4.4 Pengaruh Rasio Resirkulasi (R) Terhadap Persen (%) Penyisihan TSS
Air Limbah Domestik
Pada Grafik 4.4 di bawah ini dapat dilihat kemampuan penyisihan TSS pada
air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo dengan memvariasikan rasio
[image:46.612.163.504.471.649.2]resirkulasi.
Grafik 4.4 Hubungan Antara Rasio Resirkulasi (R) dengan Persen (%)
36
Dari Grafik 4.4 diatas dapat dilihat bahwa persen penyisihan TSS air
limbah domestik Rumah Susun Wonorejo dengan menggunakan Trickling filter
terbaik terjadi pada rasio resirkulasi 1,5 dengan debit aliran 100 ml/menit.
Penyisihan terbaik TSS terjadi pada rasio resirkulasi 1,5 dengan debit aliran 100
ml/menit yaitu sebesar 73,15%. Apabila rasio resirkulasi di perbesar menjadi
masing-masing 2,0 dan 2,5 dengan debit 100 ml/menit didapat penurunan pada
penyisihan BOD sebesar 69,78% dan 67,63%. Pada rasio resirkulasi 0,5 dan 1,0
dengan debit yang sama adalah 100 ml/menit nampak ada peningkatan pada
penyisihan BOD air limbah Rumah Susun Wonorejo sebesar 66,16% dan 69,78%.
Hal ini dikarenakan pada rasio resirkulasi yang kecil maka debit yang
dikembalikan juga kecil sehingga waktu pengalirannya panjang,karena makin
lama waktu kontak air limbah dengan biofilm yang menempel pada media batu
apung maka menyebabkan daya saring yang tinggi untuk menyaring TSS pada air
limbah domestik Rumah Susun Wonorejo.
Sedangkan pada rasio 2,0 dan 2,5 terjadi penurunan penyisian TSS sebesar
69,78% dan 67,63% hal ini disebabkan resirkulasi semakin besar waktu tinggal air
limbah pada Trickling Filter semakin cepat. Pada rasio 2,0 dan 2,5 lapisan
biofilm yang menempel pada batu apung mulai tebal, sehingga pada akhirnya
akan terlepas juga dari media tersebut. Jika resirkulasi ditambahkan maka akan
terjadi pengenceran yang besar pula, hal ini menyebabkan biofilm akan terlepas
37
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka trickling filter mampu
dipergunakan sebagai unit pengolahan air limbah domestik Rumah Susun
Wonorejo. Kemampuan penurunan BOD yang terbaik adalah 84,11% pada ratio
resirkulasi 1,5 dan debit 100 ml/menit dengan kadar BOD akhir 60,53 mg/ lt.
Sedangkan kemampuan penurunan TSS yang terbaik adalah 73,15% pada ratio
resirkulasi 1,5 dan debit 100 ml/menit dengan kadar TSS akhir 73,21 mg/ lt.
Semakin kecil debit aliran menunjukkan semakin lama pula waktu tinggal
sehingga dapat meningkatkan efisiensi penyisihan yang terjadi. Hal ini disebabkan
karena semakin lama waktu kontak antara limbah dengan biomassa.
5.2 Saran
a. Pada penelitian ini Trickling Filter mampu menurunkan kandungan BOD
dan TSS pada air limbah domestik, maka disarankan untuk penelitian
selanjutnya dapat menggunakan pengolahan yang lainnya misalnya RBC
(Rotating Biological Contactor) dan sistem anaerob.
b. Pada penelitian ini hanya dua variabel yang ditinjau, yaitu debit aliran dan
rasio resirkulasi dari variabel yang berpengaruh dalam Trickling Filter,
maka perlu dikembangkan lagi untuk variabel pH, jenis media, diameter
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2002, “Wastewater Technology Fact Sheet Trickling Filter”.
http:
Benefield, L.D., and Randall, C.W., 1980, ”Biological Process Design for
Wastewater Treatment”, pp 391-410, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs.
Eckenfelder Jr, W.W., 2000,” Industrial Water Pollution control”, 3
thedition, pp
614-621, McGraw-Hill Book Company, Inc., Singapore.
Eddy and Metcalf., 1991, ”Wastewater Enggenering treatment Disposal Reuse”,
3
thedition, pp 375-378, McGraw-Hill Book Company, Inc., New York.
Ginting, P., 2007, ”Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri”, hlm
160-164, Yrama Widya, Bandung.
Kanisius., dan Siregar, S.A., 2005, ”Instalasi Pengolahan Air Limbah”, hlm
52-64, Andi, Yogyakarta.
Kristanto, P., 2002, ”Ekologi Industri”, hlm 77-87, Andi, Yogyakarta.
Pratama, W., 2004, “Studi Pemanfaatan Kayu Api (Pistia Stratiotes L) Untuk
Menurunkan Konsentrasi BOD dan COD Limbah Domestik Rumah Susun
Menanggal Surabaya”, hlm 5, Jurusan Teknik Lingkungan, UPN Veteran,
Surabaya.
Purwanto, D.S., 2006, ”Pengolahan Limbah Cair”, hlm18-21, Dua Tujuh,
Surabaya.
Rosalia , 2006, ”Unjuk Kinerja Biofilter Aerobik Aliran Upflow Dengan Media
Batu Apung”, hlm 120-130, Jurusan Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya.
Sundstrom, D.W., and Kler, H.E., 1979, “Wastewater Treatment”, pp 174,
Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs.
Susanti, R., 2002, “Pengolahan Limbah Cair Industri Rokok Secara Biologis
Anaerob Dengan Menggunakan Alat Trickling Filter”, hlm 19-25, Jurusan
Teknik Kimia, UPN Veteran, Surabaya.
A-1
LAMPIRAN A
DATA DASAR HASIL PENELITIAN
[image:51.595.111.538.306.545.2]Dari penelitian yang dilakukan yaitu pengolahan air limbah domestik
Rumah Susun Wonorejo secara biologi dengan
Trickling filter
, diperoleh
data-data sebagaimana ditabelkan dalam Tabel a.1 dan Tabel a.2 :
Tabel a.1
Pengaruh perubahan rasio resirkulasi, dan debit terhadap BOD
Rasio resirkulasi (R)
Debit 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
(ml/menit) (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt)
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
100 85,87 68,31 60,53 70,25 72,21
150 90,89 71,83 64,13 72,39 74,62
200 380,95 95,25 380,95 73,39 380,95 67,42 380,95 75,86 380,95 78,34
250 98,43 81,84 75,66 79,80 81,55
300 100,66 89,42 79,87 81,78 84,31
Tabel a.2
Pengaruh perubahan rasio resirkulasi, dan debit terhadap TSS
Rasio resirkulasi (R)
Debit 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
(ml/menit) (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt)
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
100 92,25 82,40 73,21 83,52 88,25
150 96,47 87,14 75,56 86,15 90,80
200 272,63 98,51 272,63 90,36 272,63 78,27 272,63 88,43 272,63 93,79
250 101,96 94,62 85,33 90,21 95,57
B-1
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
Langkah-langkah menentukan volume rongga pada kolom Trickling Filter
adalah :
Di ketahui :
1.
Volume rongga tanpa media (Vr)
Volume kolom
=
=
=
=
2.
Kolom trickling filter diisi dengan kerikil hingga tinggi 80 cm.
3.
Kolom yang diisi penuh dengan air,di taruh dalam sebuah bak, lalu kerikil
tersebut di masukkan dalam kolom sehingga banyak air yang tumpah dan di
tampung dalam bak tadi. Air yang ada dalam bak dapat kita hitung sebagai
volume media. Volume air yang tumpah sebeasar 16,2 liter.
B-2
Prosentase penurunan kandungan BOD dan TSS pada pengolahan limbah
cair domestik rumah susun Wonorejo secara biologi dengan kolom Trickling
Filter dapat dicari dengan persamaan berikut :
Contoh perhitungan penyisihan BOD :
Pada variabel debit aliran 100 ml/ menit dengan rasio resirkulasi 1,5
Kadar BOD awal
= 380,95 mg/ lt
Kadar BOD akhir
= 60,53 mg/ lt
Contoh perhitungan penyisihan TSS :
Pada variabel debit aliran 100 ml/ menit dengan rasio resirkulasi 1,5
Kadar TSS awal
= 272,63 mg/ lt
C-1
LAMPIRAN C
ANALISA BOD DAN TSS
1.
Langkah Analisa BOD
1).
Larutan pengencer terhadap air limbah domestik yang akan dianalisa. Cara
membuatnya dengan mencampur 1 ml larutan buffer fosfat, 1 ml larutan
MgSO
4, 1 ml KCL, 1 ml FeCL
32).
Siapkan 2 botol winkler yang masing-masing di isi 100 ml sampel air yang
akan dianalisa dan 2 botol winkler yang masing-masing di isi 100 ml
aquades (blanko) ke dalam botol winkler.
, 1 ml larutan benih. Komposisi tersebut
untuk per liter air, aerasi minimal 2 jam
3).
Tambahan air pengencer/benih/seeding ke masing-masing botol winkler
sampai penuh dan tumpah, kemudian tutup botol winkler.
4).
Pada kedua botol winkler di lakukan analisa oksigen terlarut 0 hari untuk
sampel air dan aquades, kemudian dilanjutkan ke prosedur analisa
selanjutnya.
5).
Sedangkan kedua sisa botol winkler yang berisi sampel air dan aquades
dimasukkan ke dalam inkubator 20°C selama 5 hari. Setelah 5 hari lakukan
analisa oksigen terlarut 5 hari (lakukan sesuai prosedur selanjutnya).
6).
Tambahkan 1 ml larutan Mn SO
C-2
8).
Tutup kembali botol winker dengan hati-hati sehingga tidak ada udara yang
terperangkap, kemudian balik-balik / kocok botol hingga larut
9).
Biarkan gumpalan mengendap sekitar 5 – 10 menit
10).
Tambahkan 1 ml larutan H
2SO
411).
Ambil sebanyak 100 ml larutan tersebut
pekat, tutup kembali kemudian kocok
botol hingga larut
12).
Titrasi dengan Na
2S
2O
313).
Tambahkan 3 – 4 tetes indikati amilum lalu titrasi kembali sampai warna
biru permata kali hilang (setelah beberapa menit akan timbul kembali)
sehingga warna menjadi coklat muda
14).
Catat volume titrasi Na
2S
2O
15).
Perhitungan :
3
Oksigen terlarut (mg/l) =
1000 8 ml100 a
× × ×NNa−Thio
Pengencer Blanko DO DO Sampel DO DO
BOD520 =( 0 − 5) −( 0 − 5) ×
2.
Langkah Analisa TSS
1).
Keringkan Gooch krus pada suhu 103 - 105°C selama 1 jam, hingga berat
tetap.
2).
Simpan dalam desikator 20 menit
3).
Timbang Gooch krus (a)
C-3
6).
Dinginkan dalam desikator 20 menit
7).
Timbang Gooch krus sampai berat konstan (b).
8).
Perhitungan :
TSS (mg/l) =
Sampel vol
1000 A x -B
D-1
LAMPIRAN D
E-1
LAMPIRAN E
GAMBAR-GAMBAR PENELITIAN
Lokasi Penelitian
E-2
Rangkaian alat Trickling Filter