i
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN RESILIENSI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Matheus Kwan
089114081
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Trust no one but yourself !
Life is just a game, why so serious ?
This is your life, do what you love and do it often. If you don’t like
something, change it. If you don’t like your job, quit. Start doing
things you love. Stop over analyzing. Life is simple, yet not so easy.
Karya ini kupersembahkan untuk diriku yang terus berusaha,
tidak menyerah, meskipun hampir kehilangan semangat.
vi
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN RESILIENSI
Matheus Kwan
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara religiusitas dengan resiliensi. Asumsi dasarnya adalah dengan sudut pandang religius, seseorang bisa merasa bahwa masih ada harapan dibalik kejadian-kejadian buruk yang terjadi sehingga membantu proses resiliensi seseorang. Hipotesis dalam penelitian ini adalah religiusitas berhubungan positif dengan resiliensi. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sanata Dharma sebanyak 60 siswa yang terdiri dari 30 pria dan 30 wanita. Alat pengumpul data yang digunakan terdiri dari dua skala, yaitu skala religiusitas dan skala resiliensi. Reliabilitas skala religiusitas adalah 0.852 dan skala resiliensi adalah 0.890. Metode analisis data dengan korelasi product moment model Spearman menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,275 dengan probabilitas 0,017. Hasil ini menunjukkan hipotesis bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara religiusitas dengan resiliensi yang diajukan diterima.
vii
RELATIONSHIP BETWEEN RELIGIOSITY AND RESILIENCE
Matheus Kwan
ABSTRACT
This study aims to examine the relationship between religiosity . The assumption is with religious point of view, a person could feel there is still a hope after all the negative life events so it could help the resilience process. The hypothesis of this research that religiosity has a positive relationship with resilience. Subject in this study were 60 students of Sanata Dharma University, consist of 30 male and 30 female students.. Data collection instrument that is used consists of two scales; religiosity scale and resilience scale. Religiosity scale reliability is 0.852 and resilience scale is 0.890. Methods of data analysis from the correlation product moment in Spearman showed that correlation coefficient is 0,275 with probability number 0,017. These results indicate that there is a positive and significant relationship between religiosity with resilience and its mean hypothesis is accepted.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih
dan karunia-Nya yang senantiasa menyertai penulis, sehingga skripsi yang
berjudul “Hubungan Antara Religiusitas Dengan Resiliensi” ini dapat selesai.
Keberhasilan ini tercapai juga atas bantuan dari banyak pihak yang telah
mengorbankan waktu dan terus memberikan dukungan terhadap penulis.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
atas segala bantuan baik berupa doa, dorongan semangat, maupun bimbingan
kepada :
1. V. Didik Suryo Hartoko, S. Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan memberikan bimbingan hingga skripsi ini selesai.
2. Agnes Indar E., M.Si., Psi. selaku dosen pembimbing akademik yang
senantiasa memberikan dorongan agar penulis dapat segera menyelesaikan studi.
3. Sylvia Carolina MYM., M.Si. yang telah memberikan banyak masukan dan
referensi yang membantu penulis dalam penulisan skripsi ini
4. Seluruh dosen fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah
mencurahkan ilmunya kepada penulis semasa menuntut ilmu di Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma
5. Seluruh karyawan fakultas Psikologi, Mas Gandung, Mbak Nanik, Mas Muji,
x
6. Papa and Mama yang dengan sabar menanti penulis menyelesaikan studi dan
terus memberikan dorongan. Maaf kalau lulusnya lama.
7. Kedua kakak (Siska & Elis) yang sampai capek mengingatkan agar penulis
segera menyelesaikan studinya.
8. fr. Yandriyano Ananda Seto dan Rezky yang bersedia membantu dalam
memberikan penilaian terhadap skala penelitian ini
9. Honji, Ika Kurniawati, Miss Karina, Miss Melisa yang sudah membantu
menerjemahkan skala
10. Putri Setiyarini yang sudah menemani dan banyak membantu peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini
11. Dan masih banyak lagi pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per
satu...Terima kasih semuanya.
Penyusun menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penyusun
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaa skripsi ini. Akhir kata, penulis
berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca pada
umumnya dan dunia Psikologi pada khususnya.
Yogyakarta, Maret 2013
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……….i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING……….…ii
HALAMAN PENGESAHAN………...iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ….………iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………v
ABSTRAK……….vi
ABSTRACT………..vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………….viii
KATA PENGANTAR…….………..ix
DAFTAR ISI……….xi
DAFTAR TABEL………..………xv
DAFTAR LAMPIRAN……….xvi
BAB I PENDAHULUAN……….1
A. Latar Belakang Masalah ………....1
B. Rumusan Masalah ………..4
C. Tujuan Penelitian ………4
D. Manfaat Penelitian………..4
1. Manfaat Teoritis………..4
2. Manfaat Praktis………...4
BAB II LANDASAN TEORI ………..5
xii
1. Pengertian Resiliensi ………5
2. Karakteristik Resiliensi………..6
3. Hal-hal yang Menguatkan Resiliensi……….9
B. Religiusitas………..12
1. Pengertian Religiusitas ……….12
2. Aspek-aspek Religiusitas ……….13
C. Hubungan Antar Variabel ………...15
D. Hipotesis Penelitian………....17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………18
A. Jenis Penelitian ………..18
B. Identifikasi Variabel Penelitian………..18
C. Definisi Operasional ………..18
1. Religiusitas ………18
2. Resiliensi ………..20
D. Subjek Penelitian ………..……21
E. Metode Pengumpulan Data……….21
1. Skala Religiusitas ……….21
2. Skala Resiliensi ………27
F. Teknik Analisis Data ………..…...29
1. Uji Asumsi Data Penelitian………..….29
2. Pengujian Hipotesis Penelitian ……….…30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...31
xiii
B. Deskripsi Subjek Penelitian ………..…….31
C. Uji Asumsi ………..…...32
1. Uji Normalitas ………..….32
2. Uji Linearitas ……….32
D. Hasil Penelitian ………..32
1. Uji Hipotesis ………..32
2. Uji Tambahan ………33
E. Pembahasan ………36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..40
A. Kesimpulan ………40
B. Saran ………..40
DAFTAR PUSTAKA ………..42
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue Print Skala Religiusitas ……….25
Tabel 2. Hasil Uji Korelasi Aitem Total Skala Religiusitas ………26
Tabel 3. Uji Normalitas ………32
Tabel 4. Skor Hipotetik dan Empiris Skala Religiusitas dan Resiliensi...…34
Tabel 5. Norma Kategorisasi ………35
Tabel 6. Distribusi Religiusitas ………35
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Religiusitas………46
Lampiran 2. Reliabilitas Skala Try Out………..50
Lampiran 3. Skala Religiusitas Baru.……….58
Lampiran 4. Reliabilitas Skala Religiusitas.………...60
Lampiran 5. Skala Resiliensi………...61
Lampiran 6. Reliabilitas Skala Resiliensi………...63
Lampiran 7. Uji Normalitas ………64
Lampiran 8. Uji Linearitas ……….65
Lampiran 9. Uji Hipotesis ………..66
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Banyak penderita dari keadaan yang stress mencari dukungan dari
agama, para professional, panduan-panduan, atau teman, sementara yang lain
lebih memilih untuk diam, mengisolasi, jatuh dan atau menipu diri sendiri
(Spouse, 1999; Bonanno, 2004). Orang-orang yang memiliki tingkat
religiusitas tinggi cenderung akan menggunakan religious coping dalam melakukan coping stress. Sebuah survey nasional mengenai reaksi stress pada Amerika Serikat setelah kejadian 11 September menemukan bahwa beralih ke
agama (berdoa, atau perasaan spiritual ) merupakan cara kedua yang paling
banyak dipakai (90%), setelah menceritakan atau berbicara dengan orang lain
(98%) (Schuster, dkk., 2001).
Agama atau spiritualitas dianggap sebagai protective factor dalam menghadapi stressor hidup dan juga dapat melindungi diri dari outcomes yang negatif (Cotton, dkk., 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Nicholson,
dkk. (2009) juga menemukan bahwa religiusitas mempunyai pengaruh yang
vital dalam untuk efikasi diri pada perawatan orang-orang yang memiliki
gangguan mental. Seligman (2002) mengatakan bahwa orang yang religius
lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan karena penghayatan
terhadap agama dianggap dapat memberikan harapan akan masa depan dan
Menurut Bastaman (1996), dalam keadaan sehat ataupun sakit
seseorang harus memandang dirinya tidak hanya sebagai makhuk
bio-psiko-sosial saja melainkan juga memandang sebagai makhluk
bio-psiko-sosio-spiritual. Selanjutnya juga dikatakan bahwa spiritual sebagai bagian dari
religiusitas memegang peranan yang besar dalam menghadapi masalah,
supaya stres tidak berlanjut.
Dalam keadaan stress seperti inilah kemampuan untuk bangkit
kembali dan adaptasi yang tinggi dibutuhkan agar terhindar dari hal-hal
negatif yang sifatnya merusak. Kemampuan yang dimaksud disebut dengan
resiliensi. Ryff dan Singer (dalam Baugardner, 2009) mendefinisikan
resiliensi sebagai “pemeliharaan, penyembuhan, atau kemajuan dalam mental
atau kesehatan fisik mengikuti tantangan.” Resiliensi bercirikan “pemantulan
kembali” dari pengalaman negatif dalam waktu yang relatif singkat. Masten
dan Reed menyebutkan bahwa salah satu syarat penilaian resiliensi adalah
seseorang harus menghadapi ancaman yang “signifikan” atau resiko yang
berpotensi untuk menghasilkan outcomes yang negatif.
Saat seseorang sudah depresi, putus asa, tidak bisa melihat manfaat
positif di balik kejadian yang menimpanya dari berbagai sudut pandang logis,
maka agama bisa memberikan sudut pandang lain yang mungkin tidak logis,
namun mampu memberikan harapan kembali bagi orang-orang yang percaya.
Kalimat seperti “Tuhan punya rencana yang lebih indah” dapat memberi
kekuatan bagi orang-orang yang percaya. Kalimat tersebut seperti memberi
Harapan dan makna hidup yang didapatkan melalui religious coping ini merupakan salah satu hal yang dapat menguatkan resiliensi seseorang.
Secara lebih spesifik, harapan dan makna hidup termasuk dalam klasifikasi I am pada hal-hal yang menguatkan resiliensi seseorang menurut Grothberg (1995). Selain itu, adanya role models dari sosok yang diagungkan dalam agama juga termasuk dalam hal-hal yang menguatkan resiliensi pada
klasifikasi I have. Masih banyak lagi hal yang didapatkan dari religiusitas seseorang yang bisa menguatkan resiliensi.
Meskipun demikian religious coping tidak selalu berhubungan dengan outcomes yang lebih baik. Pada sebuah studi yang dilakukan oleh Pargament, dkk. (2011), religious coping yang negatif (apakah Tuhan telah mengabaikan saya, mempertanyakan cinta Tuhan pada saya, dan memutuskan bahwa iblis
yang membuat semua ini terjadi) diasosiasikan dengan meningkatnya
kemungkinan kematian.
Selanjutnya menurut Pargament dkk., (2011) ilmu jiwa agama hanya
mengungkap bagaimana perasaan dan pengalaman orang-orang secara
individual terhadap Tuhan, tetapi tidak selamanya orang mampu menghadapi
kesukaran yang menimpanya, dan tidak selamanya pula orang berhasil
mencapai tujuannya dengan usaha yang terencana, teratur, dan telah
diperhitungkan sebelumnya. Hal ini berarti religiusitas tidak selalu mampu
membantu seseorang dalam menghadapi kesukaran yang menimpanya.
Dengan mempertimbangkan faktor religiusitas yang berpotensi
atau keadaan stress, maka peneliti menjadi tertarik untuk melihat apakah ada
hubungan antara religiusitas dengan resiliensi.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka persoalan yang
diangkat adalah sebagai berikut :
“Bagaimana hubungan religiusitas dengan resiliensi?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
“Bagaimana hubungan religiusitas dengan resiliensi?”
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan manfaat bagi ilmu
pengetahuan khususnya psikologi perkembangan sehingga dapat digunakan
sebagai bahan literatur untuk penelitian yang sejenis di masa yang akan
datang.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada
5 BAB II
LANDASAN TEORI
A. RESILIENSI
1. Pengertian Resiliensi
Kata resiliensi sendiri berasal dari bahasa latin abad pertengahan
’resilire’ yang berarti ’kembali’. Dalam bahasa inggris, kata ’resiliency’ atau ’resilient’ biasa digunakan untuk menyebutkan suatu kondisi seseorang yang berhasil kembali dari kondisi terpuruk. Jika dilihat dari asal dan makna kata,
maka resiliensi secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang
untuk kembali pada kondisi semula ketika menghadapi tantangan atau kondisi
yang terpuruk (Connor, 2006).
Resiliensi merupakan konstruk psikologi yang diajukan oleh para ahli
behavioral dalam mengetahui, mendefinisikan, dan mengukur kapasitas individu untuk tetap bertahan dan berkembang pada kondisi yang menekan
(adverse conditions) dan untuk mengetahui kemampuan individu untuk kembali pulih (recovery) dari kondisi tekanan (McCubbin, 2001). Sementara itu resiliensi menurut Grotberg (1995) merupakan sebagai proses dinamis
individu dalam mengembangkan kemampuan diri untuk menghadapi,
mengatasi, memperkuat dan mentransformasikan pengalaman-pengalaman
yang dialami pada situasi sulit menuju pencapaian adaptasi yang positif.
Desmita (2005) mengatakan resiliensi merupakan kemampuan atau kapasitas
memungkinkannya menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan
menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang
tidak menyenangkan, atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang
menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Adanya
resiliensi akan membuat seseorang berhasil menyesuaikan diri dalam
berhadapan dengan kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan (Desmita,
2005).
Resiliensi dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis. (1) Resiliensi
ditentukan dari hasilnya. (2) Resiliensi dianggap sebagai salah satu jenis
kemampuan dan kualitas individu, dimana ini merupakan salah satu
karakteristik individu. (3) Resiliensi dianggap sebagai proses perkembangan
yang dinamis. Berdasarkan definisi ini, APA Help Center (dalam Wei, dkk.
2011) menunjukkan resiliensi sebagai proses adaptif ketika seseorang
mengalami kesulitan, trauma, tragedy, dan stress hebat lainnya.
2. Karakteristik Resiliensi
Wagnild dan Young (dalam Shaikh dan Kauppi, 2010) mendefinisikan
resiliensi sebagai sebuah sifat kepribadian dengan lima karakteristik yang
a. Keseimbangan batin (equanimity)
Keseimbangan batin (equanimity) didefinisikan sebagai perspektif yang seimbang pada kehidupan dan pengalaman seseorang. Beberapa
orang terus merenungkan kegagalan yang dialami, terbebani dengan
banyak penyesalan, atau cenderung melihat hal-hal buruk yang terjadi
dalam hidup sebagai malapetaka. Orang yang resilien akan mampu
mengerti bahwa hidup tidak selalu baik dan tidak selalu buruk.
Orang-orang yang resilien mempunyai pikiran yang terbuka.
b. Ketekunan (perseverance)
Ketekunan (perseverance) mengacu pada kesediaan untuk melakukan perlawanan terhadap kesulitan. Kebulatan tekad seseorang
meski mengalami kesulitan, kekecewaan, keputusasaan itu yang disebut
dengan ketekunan. Orang yang resilien akan mampu mengatasi hal-hal
seperti kesulitan, kekecewaan, keputusasaan dan tetap maju meraih
tujuannya. Resiliensi merupakan proses untuk bangkit dari pengalaman
negatif dan untuk itu diperlukan ketekunan.
c. Kemandirian (self reliance)
Kemandirian (self reliance) diartikan sebagai kepercayaan diri dan kemampuan untuk bergantung pada diri sendiri dan tidak bergantung pada
orang lain. Individu mampu mengerti kemampuan dan keterbatasan yang
dimiliki. Pengalaman dan latihan akan membentuk kepercayaan pada
pengalaman-pengalaman dan telah mengembangkan banyak cara untuk mengatasi
sebuah masalah.
d. Kebermaknaan (meaningfulness)
Kebermaknaan (meaningfulness) tergolong ke dalam realisasi hidup, bahwa hidup memiliki tujuan. Sadar akan tujuan atau makna dalam
hidup individu mungkin merupakan karakteristik yang paling penting dari
resiliensi karena ini merupakan fondasi dari empat karakteristik lainnya.
Hidup tanpa tujuan merupakan hal yang sangat sia-sia. Memiliki tujuan
akan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Ketika kita
mengalami kesulitan yang tak terelakan, hal yang dapat membuat kita
terus maju adalah memiliki tujuan.
e. Kesendirian eksistensial (existential aloneness)
Kesendirian eksistensial(existential aloneness) mencerminkan sebuah kesadaran bahwa jalan hidup setiap orang adalah unik. Definisi ini
mencakup ciri-ciri kepribadian serta orientasi filosofis resilien individu.
Individu yang resilien belajar hidup mandiri meskipun hidup
bersama-sama dengan orang lain. Individu sadar bahwa ketika menghadapi hal-hal
dalam hidup, individu itu harus menghadapinya sendiri. Hal ini tidak
berarti melupakan pentingnya berbagi pengalaman dengan orang lain dan
menutup hubungan dengan orang lain. Lebih singkatnya, individu yang
resilien mengenali diri sepenuhnya, tidak merasakan tekanan konformitas,
3. Hal-hal yang Menguatkan Resiliensi
a. I have (Dukungan eksternal)
Grotberg (1995) mengatakan bahwa dukungan eksternal
dibutuhkan untuk mengembangkan perasaan aman yang menjadikan
fondasi, yang merupakan pusat atau inti, untuk mengembangkan resiliensi.
Faktor dukungan eksternal ini terdiri dari :
1) Trusting relationship meliputi orang tua, anggota keluarga lain, guru, dan teman-teman yang mencintai dan menerima individu tanpa syarat
(unconditional love)
2) Structure and rules meliputi seseorang yang bisa memberi batasan dan membantu individu untuk mengerti kesalahan yang telah dibuat
individu. Ketika individu mengikuti aturan, individu tersebut dipuji.
3). Role models meliputi orang-orang yang memberi contoh bagaimana melakukan sesuatu, memberi semangat individu, model moralitas, dan
memperkenalkan individu pada kepercayaannya.
4) Encouragement to be autonomous meliputi orang-orang yang memuji dan mendukung individu yang berani melakukan sesuatu sendiri atas
inisiatif individu itu sendiri.
b. I am (Kekuatan personal dan internal)
Menurut Grotberg (1995), faktor I am merupakan kekuatan internal
dan personal. Hal ini meliputi perasaan, sikap, dan kepercayaan dalam
1) Loveable and my temperament is appealing meliputi individu yang sadar bahwa orang lain menyukai dan mencintai dirinya. Individu juga
peka terhadap mood orang lain dan bisa memberikan respon yang tepat pada orang lain.
2) Loving, empathic, and altruistic meliputi rasa cinta individu pada orang lain dan mampu mengekspresikan rasa cinta tersebut dengan berbagai
cara, baik itu tindakan maupun kata-kata. Individu ingin melakukan
sesuatu untuk meringankan penderitaan orang lain.
3) Proud of myself meliputi perasaan bangga akan diri sendiri dan tahu bahwa dirinya merupakan orang yang penting serta mampu
mendapatkan apa yang diinginkan.
4) Autonomous and responsible meliputi kemampuan individu untuk melakukan sesuatu secara mandiri dan menerima konsekuensi dari
tindakannya. Individu mengerti batas control dirinya dan mengetahui
tanggung jawab dirinya.
5) Filled with hope, faith, and trust meliputi rasa percaya yang dimiliki individu pada Tuhan, bahwa selalu ada harapan untuk dirinya dan
orang-orang yang bisa dipercaya.
c. I can (Kemampuan interpersonal dan sosial)
Menurut Grothberg (1995), individu bisa mempelajari kemampuan
ini dengan berinteraksi dengan orang lain dan dari orang-orang yang
1) Communicate. Individu dapat mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran dan perasaanya pada orang lain. Individu dapat menyesuaikan
diri pada perbedaan-perbedaan yang ada dan mampu mengerti dan
bertindak dengan baik.
2) Problem solve. Individu dapat mengetahui cakupan suatu masalah, apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, dan bantuan
orang lain yang dibutuhkan seperti apa. Individu gigih untuk bertahan
sampai masalah tersebut selesai.
3) Manage my feelings and impulses. Individu mampu mengenali perasaan dirinya dan mengekspresikannya dalam kata-kata dan perilaku yang
tidak mengganggu perasaan orang lain.
4) Gauge the temperament of myself and others. Individu mempelajari siapa yang akan bertindak, mengambil kesempatan, mencoba hal-hal
baru, berhati-hati dan mempertimbangkan sesuatu dari berbagai sisi.
Individu mengenal dirinya, termasuk temperamen.
5) Seek trusting relationships. Individu memiliki orang-orang yang dapat dipercaya, dimana individu dapat mencari mereka pada saat
membutuhkan pertolongan, tidak bahagia, atau butuh orang untuk
diajak bicara.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bangkit kembali pada kondisi
semula ketika menghadapi tantangan atau kondisi yang terburuk, dimana
kemampuan diri untuk menghadapi, mengatasi, memperkuat dan
mentransformasikan pengalaman-pengalaman yang dialami pada situasi
sulit menuju pencapaian adaptasi yang positif. Ada hal-hal yang dapat
menguatkan resiliensi seseorang, baik itu internal, eksternal, maupun
kemampuan interpersonal.
B. RELIGIUSITAS
1. Pengertian Religiusitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), religiusitas adalah
pengabdian terhadap agama atau bisa dikatakan sebagai kesalehan. Hardjana
(2005) mendefinisikan religiusitas sebagai perasaan dan kesadaran akan
hubungan dan ikatan kembali dengan Allah. Religiusitas menunjuk pada
tingkat ketertarikan individu terhadap agamanya dengan mengahayati dan
menginternalisasikan ajaran agamanya sehingga berpengaruh dalam segala
tindakan dan pandangan hidupnya (Ghufron & Risnawati, 2010).
Mangunwijaya (1986) membedakan antara istilah religi atau agama dengan
istilah religiusitas. Agama atau religi menunjuk pada aspek formal yang
berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban, sedangkan
religiusitas menunjuk pada aspek yang dihayati oleh individu. Hal ini
selaras dengan pendapat Glok dan Stark (dalam Dister, 1986) yang
mengartikan religiusitas sebagai keberagamaan, yang berarti adanya unsur
2. Aspek-aspek Religiusitas
Glok dan Stark (dalam Ancok dan Suroso, 2008) mengatakan bahwa
terdapat 5 aspek dalam religiusitas, yaitu :
a. Religious Belief (The Ideological Dimension)
Religious belief (the idiological dimension) atau disebut juga dimensi keyakinan adalah tingkatan sejauh mana seseorang menerima
hal-hal yang dogmatik dalam agamanya, misalnya kepercayaan kepada Tuhan,
malaikat, surga dan neraka. Meskipun harus diakui setiap agama tentu
memiliki seperangkat kepercayaan yang secara doktriner berbeda dengan
agama lainnya, bahkan untuk agamanya saja terkadang muncul paham yang
berbeda dan tidak jarang berlawanan. Pada dasarnya setiap agama juga
menginginkan adanya unsur ketaatan bagi setiap pengikutnya. Dalam begitu
adapun agama yang dianut oleh seseorang, makna yang terpenting adalah
kemauan untuk mematuhi aturan yang berlaku dalam ajaran agama yang
dianutnya. Jadi dimensi keyakinan lebih bersifat doktriner yang harus ditaati
oleh penganut agama.
b. Religious Practice (The Ritual Dimension)
Religious practice (the ritual dimension) yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Unsur
yang ada dalam dimensi ini mencakup pemujaan, kultur serta hal-hal yang
c. Religious Feeling (The Experiental Dimension)
Religious Feeling (The Experiental Dimension) atau bisa disebut dimensi pengalaman, adalah perasaan-perasaan atau pengalaman yang
pernah dialami dan dirasakan. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan,
merasa takut berbuat dosa, merasa doanya dikabulkan, diselamatkan oleh
Tuhan, dan sebagainya.
d. Religious Knowledge (The Intellectual Dimension)
Religious Knowledge (The Intellectual Dimension) atau dimensi pengetahuan agama adalah dimensi yang menerangkan seberapa jauh
seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada di
dalam kitab suci manapun yang lainnya. Paling tidak seseorang yang
beragama harus mengetahui hal-hal pokok mengenai dasar-dasar keyakinan,
ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.
e. Religious Effect (The Consequential Dimension)
Religious effect (the consequential dimension) yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana prilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran-ajaran
agamanya dalam kehidupan sosial, misalnya apakah seseorang mengunjungi
tetangganya yang sakit, menolong orang yang kesulitan, mendermakan
hartanya, dan sebagainya.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa religiusitas adalah
penghayatan seseorang terhadap ajaran agamanya. Hal ini dapat terlihat dari
pikiran, sikap, dan perilaku seseorang yang sesuai dengan ajaran agamanya.
belief, religious practice, religious feeling, religious knowledge, dan religious effect.
C. HUBUNGAN ANTAR VARIABEL
Resiliensi seseorang dapat meningkat ataupun menurun. Hal ini
dikarenakan resiliensi itu sendiri merupakan proses dinamis individu. Dengan
kata lain, ketika individu mengalami suatu masalah atau dalam keadaan stress,
ada hal-hal yang bisa dilakukan individu tersebut dalam rangka meningkatkan
resiliensi dirinya.
Banyak peneliti yang mengidentifikasikan faktor-faktor spesifik yang
dapat mempengaruhi resiliensi seperti hubungan yang bisa dipercaya, dukung
emosi dari luar keluarga, self-esteem, dukungan untuk menjadi mandiri, harapan, mengambil resiko secara bertanggung jawab, merasa dicintai, prestasi
di sekolah, percaya pada Tuhan dan moralitas, unconditional love untuk seseorang (Grotberg, 1995).
Grotberg (1995) mengklasifikasikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi resiliensi ke dalam 3 kelompok besar, yaitu I am (faktor internal), I have (faktor eksternal), dan I can (kemampuan interpersonal dan sosial). Hal-hal yang menguatkan resiliensi ini bisa didapatkan melalui
pengabdian seseorang terhadap agama atau religiusitas.
Individu yang memiliki religiusitas tinggi sadar bahwa dirinya memiliki
rules). Selain itu, melalui cerita mengenai “Tuhan” dan para pengikutnya (nabi, rasul), seseorang diberikan sosok yang menjadi panutan (role models). Semua hal yang disebutkan ini termasuk faktor eksternal yang dapat menguatkan
resiliensi seseorang.
Setiap agama mengajarkan tentang cinta kasih, dan orang yang
benar-benar mengikuti ajaran agamanya akan mengembangkan rasa cinta pada orang
lain, membantu orang lain. Hal ini termasuk hal yang dapat menguatkan
resiliensi (loving, emphatic, and altruistic). Orang yang memiliki religiusitas tinggi juga bisa bangga dan mensyukuri dirinya sebagai individu yang
mempunyai berbagai kelebihan yang diberikan Tuhan. Orang yang memiliki
religiusitas tinggi juga menaruh kepercayaan dan harapan pada Tuhan (filled with hope,faith, and trust). Dengan sudut pandang religius, seseorang dapat melihat bahwa masih ada harapan atau rencana yang lebih baik yang akan
diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Harapan dan makna hidup inilah yang
dibutuhkan oleh individu yang sedang mengalami keadaan stress. Semua hal yang disebutkan ini termasuk faktor internal yang dapat menguatkan resiliensi
seseorang.
Dalam sebuah agama selalu diajarkan untuk berdoa. Melalui doa,
manusia dapat berkomunikasi dengan sosok yang diagungkan dalam agama
tersebut. Individu dapat mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran dan
perasaannya pada orang lain melalui doa. Melalui doa, individu juga
mendapatkan kekuatan untuk bertahan dalam menghadapi masalah, mendapat
masalahnya. Sosok yang diagungkan dalam agama, seperti Tuhan, Allah,
ataupun dewa-dewa lainnya, selalu ada dan menemani kapan saja. Di saat
seseorang mengalami masalah dan tidak tahu ingin menceritakan atau
berbicara dengan siapa, mereka bisa mencari sosok tersebut. Sosok yang
dipercaya dan selalu ada untuk umatnya. Semua hal yang disebutkan ini
termasuk kemampuan interpersonal yang dapat menguatkan resiliensi
seseorang.
Ada banyak hal dari agama dan sifat religius seseorang yang secara
teoritis berhubungan dengan hal-hal yang dapat menguatkan resiliensi
seseorang, baik itu internal maupun eksternal. Berdasarkan uraian mengenai
beberapa hal yang didapatkan sifat religius dan kaitannya dengan hal-hal yang
menguatkan resiliensi seseorang, maka peneliti mempunyai hipotesis adanya
hubungan positif antara religiusitas dengan resiliensi.
D. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada korelasi positif antara religiusitas
18 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini bersifat korelasional. Penelitian korelasional bertujuan
menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi
pada satu atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi (Azwar,
2009).
B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Variabel penelitian ini terdiri dari
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah religiusitas
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah resiliensi
C. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Religiusitas
Religiusitas dalam penelitian ini akan diukur menggunakan skala
religiusitas. Semakin tinggi skor yang didapat dari skala, semakin tinggi
pula religiusitas subjek. Dalam membuat skala ini, konsep religiusitas
Glok dan Stark (dalam Ancok dan Suroso, 2008) mengatakan
bahwa terdapat 5 aspek dalam religiusitas, yaitu :
a. Religious Belief (The Ideological Dimension)
Religious belief (the idiological dimension) atau disebut juga dimensi keyakinan adalah tingkatan sejauh mana seseorang menerima
hal-hal yang dogmatik dalam agamanya, misalnya kepercayaan kepada
Tuhan, malaikat, surga dan neraka.
b. Religious Practice (The Ritual Dimension)
Religious practice (the ritual dimension) yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam
agamanya.
c. Religious Feeling (The Experiental Dimension)
Religious Feeling (The Experiental Dimension) atau bisa disebut dimensi pengalaman, adalah perasaan-perasaan atau pengalaman yang
pernah dialami dan dirasakan.
d. Religious Knowledge (The Intellectual Dimension)
Religious Knowledge (The Intellectual Dimension) atau dimensi pengetahuan agama adalah dimensi yang menerangkan seberapa jauh
seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang
e. Religious Effect (The Consequential Dimension)
Religious effect (the consequential dimension) yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana prilaku seseorang dimotivasi oleh
ajaran-ajaran agamanya dalam kehidupan sosial.
2. Resiliensi
Resiliensi subjek dapat diketahui dari skor skala resiliensi. Semakin
tinggi skor, maka semakin tinggi resiliensi subjek. Skala yang dipakai
merupakan skala terjemahan dari Resilience Scale yang dikembangkan oleh Wagnild and Young. Wagnild dan Young (dalam Shaikh dan Kauppi,
2010) mendefinisikan resiliensi sebagai sebuah sifat kepribadian dengan
lima karakteristik yang saling terkait. Karakteristik ini mencakup
keseimbangan batin (equanimity), ketekunan (perseverance), kemandirian (self-reliance), kebermaknaan (meaningfulness), dan kesendirian eksistensial (existential aloneness).
a. Keseimbangan batin (equanimity) didefinisikan sebagai perspektif yang seimbang pada kehidupan dan pengalaman seseorang
b. Ketekunan mengacu pada kesediaan untuk melakukan perlawanan
terhadap kesulitan.
c. Kemandirian diartikan sebagai kepercayaan diri dan kemampuan untuk
bergantung pada diri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain.
d. Kebermaknaan tergolong ke dalam realisasi hidup, bahwa hidup
e. Kesendirian eksistensial mencerminkan sebuah kesadaran bahwa jalan
hidup setiap orang adalah unik. Definisi ini mencakup ciri-ciri
kepribadian serta orientasi filosofis resilien individu.
D. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian adalah sumber utama penelitian yaitu yang memiliki
data mengenai variabel-variabel yang akan diteliti. Subjek penelitian pada
dasarnya yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 1998).
Subjek pada penelitian ini yaitu sebagian kecil populasi mahasiswa
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan kriteria beragama Katolik.
E. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data penelitian ini adalah dengan metode
kuantitatif. Metode kuantitatif yang digunakan yaitu dengan metode skala.
Skala merupakan alat ukur psikologis dalam bentuk kumpulan
penyataan-pernyataan sikap yang disusun sedemikian rupa sehingga respon seseorang
terhadap pernyataan tersebut dapat diberi skor dan diinterpretasikan (Azwar,
1998).
1. Skala Religiusitas
Skala Religiusitas yang akan digunakan bertujuan untuk mengukur
religiusitas yang dimiliki oleh individu. Skala ini menggunakan
a. Religious Belief
1) percaya terhadap api penyucian (nomor aitem 1)
2) percaya terhadap malaikat (11)
3) Tuhan mengabulkan doa umatnya (21)
4) Dosa akan dipertanggungjawabkan setelah meninggal ( 35)
5) Manusia makhluk evolusi (6)
6) Tuhan hadir pada saat dibutuhkan (16)
7) Meragukan surga dan neraka (26)
8) Ada perbuatan yang tidak diampuni Tuhan (40)
b. Regilious Practice
1) Pergi ke gereja setiap minggu (2)
2) Sering mengikuti kegiatan yang berkaitan gereja (12)
3) Melakukan pantang dan puasa (22)
4) Menghadiri misa dalam hari penting agama Katolik (34)
5) Berdoa sebelum dan sesudah makan tidur (7)
6) Mengikuti jalan salib (17)
7) Membaca Kitab Suci (27)
8) Melakukan pengakuan dosa (39)
c. Religious Feeling
1) Rezeki karena Tuhan murah hati (3)
3) Tuhan memberi kekuatan menghadapi masalah (23)
4) Selalu dilindungi Tuhan (38)
5) Mendapat pencerahan ketika berdoa (8)
6) Merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup (18)
7) Tuhan memberi jawaban pada masalah yang dihadapi (28)
8) Merasa baik-baik saja walau jarang ke gereja dan berdoa (33)
d. Religious Knowledge
1) Empat peristiwa dalam doa Rosario (4)
2) Tujuan tuguran (14)
3) Nama kedua belas murid Yesus (24)
4) Doa Aku Percaya (37)
5) Sepuluh perintah Allah (9)
6) Nama-nama Santo (19)
7) Makna setiap hari raya Katolik (29)
8) Wanita yang mengusap wajah Yesus (32)
e. Religious Effect
1) Menyisihkan uang untuk disumbangkan (5)
2) Membantu teman yang kesulitan (15)
3) Menjadi sukarelawan (25)
4) Mengunjungi teman yang sakit (36)
6) Memaafkan kesalahan orang lain (20)
7) Hidup berfoya-foya (30)
8) Hanya membantu orang yang dikenal (31)
Aitem pada Skala Religiusitas disusun berdasarkan
pernyataan-pernyataan yang bersifat favorable dan unfavorable. Untuk pernyataan yang bersifat favorable. Setiap aitem menyediakan 4 pilihan jawaban
yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat
Tidak Setuju (STS). Penilaian untuk aitem yang bersifat favorable.
Pada setiap aitem favorable untuk jawaban Sangat Setuju (SS)
diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS) diberi skor
2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1. Sedangkan
aitem-aitem yang bersifat unfavorable berlaku sebaliknya, yaitu untuk
jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 1, Setuju (S) diberi skor 2,
Tidak Setuju (TS) diberi skor 3, Sangat Tidak Setuju (STS) diberi
skor 4.
FAVORABEL UNFAVORABEL
Jawaban Nilai Jawaban nilai
SS 4 SS 1
S 3 S 2
TS 2 TS 3
Berikut rancangan aitem-aitem yang tersusun dalam blue print :
Tabel 1
Blue Print Skala Religiusitas
No Aspek Favourable Unfavourable Jumlah
1
Skor total diperoleh dengan cara menjumlahkan skor subjek
pada masing-masing aitem yang akan digunakan dalam analisis
statistik. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek maka semakin
tinggi pula religiusitas subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor yang
diperoleh subjek maka semakin rendah pula religiusitas subjek. Tidak
disertakan alternatif jawaban netral/ tengah pada skala ini
dimaksudkan agar subjek tidak memiliki kecenderungan untuk
memilih jawaban netral/ tengah.
a. Validitas dan Reliabilitas
Validitas yang digunakan dalam skala penelitian ini adalah
validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasikan
lewat pengujian alat ukur yang ditentukan melalui pendapat orang
dan skala dibuat oleh peneliti sendiri. Reliabilitas skala religiusitas
didapatkan dengan bantuan program SPSS 16. Skala religiusitas
memiliki koefisien Alpha Cronbach sebesar 0.852. Hal ini menunjukkan bahwa nilai reliabilitas aitem memuaskan.
b. Uji Daya Beda Aitem
Dasar kerja yang dipergunakan dalam seleksi aitem adalah
memilih aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi
ukur yang dikehendaki penyusunnya (Azwar,2004). Seleksi aitem
dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor masing-masing aitem
dengan nilai total. Semakin tinggi koefisien korelasi antara aitem
dengan skor totalnya maka semakin tinggi daya pembedanya. Skala
Religiusitas menggunakan persyaratan akan pemilihan aitem-aitem
yang memiliki koefisien korelasi aitem total (rix) lebih besar atau
sama dengan 0.250.
Tabel 2
Hasil Uji Korelasi Aitem Total Skala Religiusitas
rix Item Total
rix ≥ 0.250 1 2 3 4 7 8 9 11 12 13 16 17 18 21
23 24 26 27 28 29 31 33 34 35 37
38 39
27
rix ≤ 0.250 5 6 10 14 15 19 20 22 25 30 32 36
40
Koefisien korelasi aitem total dalam skala religiusitas ini berkisar
antara 0.081 – 0.601. Aitem-aitem yang tidak lolos seleksi nilainya
berkisar antar 0.081 – 0.249.
2. Skala Resiliensi
Skala resiliensi dalam penelitian ini menggunakan Resilience Scale yang dikembangkan oleh Gail M. Wagnild & Heather M. Young. Reliabilitas skala ini tergolong cukup tinggi, yaitu dengan nilai
coefficient alpha 0.91 (Ahner, Kiehl, Sole, dkk 2006). Sesuai dengan prosedur penerjemahan oleh Greco, dkk. (1987), skala diterjemahkan
terlebih dahulu ke bahasa Indonesia oleh Ika Kurniawati yang pernah
menjadi guru bahasa Inggris di salah satu lembaga bimbingan belajar
Yogyakarta. Setelah diterjemahkan ke bahasa Indonesia, skala
diterjemahkan kembali ke Bahasa Inggris oleh Andre Honji (Sarjana
Sastra Inggris). Skala asli bahasa Inggris kemudian dibandingkan
dengan skala yang sudah diterjemahkan kembali ke bahasa Inggris dari
bahasa Indonesia untuk mengetahui apakah terjadi perubahan makna
tiap aitem. Proses pembandingan ini dilakukan oleh Miss Karina
Macdonal (native speaker dari Irlandia) dan Miss Melisa (native speaker dari Filipina). Melalui pengujian reliabilitas dengan menggunakan SPSS 16, skala resiliensi mempunyai koefisien Alpha Cronbach sebesar 0.890. Hal ini menunjukkan bahwa nilai reliabilitas aitem memuaskan. Sementara itu untuk koefisien korelasi aitem total
Skala resiliensi yang akan digunakan bertujuan untuk mengukur
resiliensi yang dimiliki oleh individu. Skala ini menggunakan
indikator-indikator sebagai berikut:
a. Keseimbangan batin :
1) Bisa melihat sebuah situasi dari berbagai sudut pandang (19)
2) Tidak terus memikirkan hal-hal di luar kendali (22)
3) Bisa menemukan sesuatu yang lucu (16)
4) Bisa menemukan jalan keluar dalam keadaan yang sulit (23)
5) Keyakinan diri untuk melalui masa-masa sulit (17)
b. Ketekunan :
1) Tetap fokus pada tujuan meskipun ada hal yang mengganggu (7)
2) Tekun (10)
3) Bisa melewati masa-masa sulit (13)
4) Melakukan hal sesuai rencana (1)
5) Memiliki disiplin diri (14)
6) Mampu melakukan apa yang ingin dilakukan (24)
c. Kemandirian
1) Lebih mandiri daripada orang lain (3)
2) Bisa melakukan sesuatu sendirian bila memang diharuskan (5)
3) Bisa menemukan solusi alternatif (2)
4) Bisa melakukan hal-hal yang harus dilakukan saat darurat (18)
d. Kebermaknaan hidup
1) Merasakan hidup yang bermakna (21)
2) Tetap tertarik pada suatu hal (4 dan 5)
3) Jarang mempertanyakan makna dari hal-hal yang terjadi (11)
4) Merasa bangga bila menyelesaikan sesuatu (6)
e. Kesendirian eksistensial
1) Tidak masalah bila ada orang yang tidak menyukai dirinya (25)
2) Bisa berdamai dengan diri sendiri (8)
3) Tidak terlalu mencemaskan masa depan (12)
4) Mampu memaksa diri melakukan sesuatu (20)
F. TEKNIK ANALISIS DATA
1. Uji Asumsi Data Penelitian
Untuk memperoleh kesimpulan yang benar berdasarkan data yang
ada dilakukan uji asumsi sebagai berikut :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan
antara distribusi sebaran variable predictor dan variable kriterium
penelitian ini bersifat normal atau tidak. Data dinyatakan berdistribusi
normal apabila signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05. Sebaliknya
apabila nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 5% atau 0,05
maka sebaran data tersebut tidak berdistribusi normal. Uji normalitas ini
b. Uji linearitas
Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan
antara skor variabel predictor dan variabel kriterium merupakan garis
lurus atau tidak. Jika hubungan antar variabel tersebut menunjukkan
garis lurus maka dapat dikatakan terdapat korelasi linear antar kedua
variabel. Data dinyatakan linear apabila dua variabel mempunyai
signifikansi kurang dari 0,05.
2. Pengujian Hipotesis Penelitian
Setelah persyaratan analisis data dipenuhi maka dilanjutkan dengan
pengujian hipotesis penelitian. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini
digunakan teknik korelasi product moment dari Spearman dengan menggunakan program SPSS versi 16 untuk mengetahui korelasi antar variabel
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PELAKSANAAN PENELITIAN
Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2013 di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam pengambilan data peneliti
menyebarkan skala kepada mahasiswa S1 dari berbagai jurusan. Peneliti
mencari sendiri subjek penelitian yang akan diberikan skala.
Informasi mengenai subjek diperoleh pada bagian identitas yang
terdapat dalam skala yang disebarkan oleh peneliti. Dalam skala tersebut ada
beberapa hal yang harus diisi oleh subjek berkaitan dengan informasi subjek
penelitian, di antaranya adalah jenis kelamin dan usia. Penelitian ini
menggunakan uji coba dan pengambilan data sebenarnya.
B. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa dengan karakteristik
beragama Katolik.. Dalam penelitian ini terkumpul 100 sampel uji coba dan
C. UJI ASUMSI
1. Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS
16 for windows dan hasilnya sebagai berikut:
Tabel 3 Uji Normalitas
Nilai Probabilitas Makna
Religiusitas 0.452 Sebaran data normal
Resiliensi 0.857 Sebaran data normal
Ket : Sebaran data disebut normal apabila >0.05
Hasil uji normalitas dapat dilihat pada lampiran.
2. Uji Linearitas
Uji linieritas dilakukan dengan program bantuan SPSS 16 for windows. Nilai probabilitas pada penelitian ini sebesar 0,112. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel religiusitas dengan variabel
resiliensi dapat dikatakan tidak linier, karena nilai probabilitasnya lebih
besar dari 0,05.
Hasil uji linieritas dapat dilihat pada lampiran.
D. HASIL PENELITIAN
1. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik
dengan menggunakan bantuan SPSS 16 for Windows. Uji hipotesis satu ekor (one-tailed) dilakukan pada penelitian ini karena hipotesis dalam penelitian ini mengarah.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara
variabel religiusitas dengan resiliensi adalah sebesar 0,275 dengan
probabilitas 0,017. Karena signifikansi < 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara variabel
religiusitas dengan variabel resiliensi.
Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa r = 0,275, dengan
demikian dapat diketahui koefisien determinasinya (r2), yaitu sebesar
7,6% terhadap resiliensi, sedangkan sisanya sebesar 92,4% lainnya
dipengaruhi oleh variabel lainnya.
Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada lampiran.
2. Uji Tambahan
Uji tambahan dilakukan untuk mengetahui apakah keseluruhan
subjek memiliki tingkat religiusitas dan resiliensi yang tinggi.
Berdasarkan hasil analisis data statistik deskriptif dapat diketahui skor
empirik dan skor hipotetik. Skala religiusitas memiliki empat alternatif
jawaban dengan skor bergerak dari 1-4 pada skala religiusitas. Skala
religiusitas terdiri dari 27 aitem, sehingga kemungkinan skor terendah
tertinggi (Xt) adalah 4 x 27 = 108. Standar deviasi hipotetiknya adalah
(108−27)
6 = 13.5, sementara mean hipotetiknya adalah
(1+4) 27
2 = 67.5.
Skala resiliensi memiliki tujuh alternatif jawaban dengan skor
bergerak dari 1-7 pada skala resiliensi. Skala resiliensi terdiri dari 25
aitem sehingga kemungkinan skor terendah (Xr) data resiliensi secara
hipotetik adalah sebesar 1 x 25 = 25 dan skor tertinggi (Xt) adalah 7 x 25
= 175. Standar deviasi hipotetiknya adalah (175−25)
6 = 25, sementara mean
hipotetiknya adalah (1+7) 25
2 = 100.
Tabel 4
Skor Hipotetik dan Empiris Skala Religiusitas dan Resiliensi
Variabel
N Skor Empirik Skor Hipotetik
Min Maks M SD Min Maks M SD
Mean hipotetis merupakan rata-rata skor pada alat ukur penelitian,
sedangkan mean empiris merupakan rata-rata skor data hasil penelitian.
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa mean empiris pada skala religiusitas
lebih besar dari mean hipotetik. Hal ini menunjukkan bahwa subjek
resiliensi juga lebih besar dari mean hipotetik. Hal ini juga menunjukkan
bahwa subjek memiliki resiliensi yang tinggi.
Berdasarkan deskripsi data penelitian, maka dapat dilakukan suatu
pengkategorisasian skor pada kedua variabel penelitian. Untuk mengetahui
tinggi rendahnya skor yang diperoleh subjek dapat dilakukan
pengkategorian dengan menetapkan suatu kriteria. Kategorisasi yang
digunakan adalah kategorisasi jenjang berdasarkan distribusi normal.
Norma kategorisasi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
Tabel 5 Norma Kategorisasi
Interval Kategorisasi Nama Kategori X > (µ + 1σ) Tinggi
Kategori tersebut didasarkan pada nilai mean hipotetik dan standar
deviasi hipotetik pada masing-masing variabel yang dapat dilihat pada
tabel 4.4 dan 4.5 berikut :
Tabel 6
Distribusi Religiusitas
Skor f Persentase (%) Kriteria
> 81 28 46.67 % Tinggi 54 < X < 81 31 51.67 % Sedang < 54 1 1.66 % Rendah
Berdasarkan hasil analisis data dan kategori skala religiusitas,
menunjukkan bahwa 51.67 % (31 subjek dari 60 subjek keseluruhan)
berada dalam kategori sedang, 46.67 % (28 subjek dari 60 subjek
keseluruhan) berada dalam kategori tinggi, dan 1.66 % (1 subjek dari 60
subjek keseluruhan) berada dalam kategori rendah. Berdasarkan hasil
analisis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa subjek dalam penelitian ini
sebagian besar tingkat religiusitasnya cenderung sedang.
Tabel 7 Distribusi Resiliensi
Skor f Persentase (%) Kriteria
> 125 35 58.33 % Tinggi 75 < X < 125 25 41.67 % Sedang < 75 0 0% Rendah
Jumlah 60 100
Berdasarkan hasil analisis data dan kategori skala resiliensi,
menunjukkan bahwa 58.33% (35 subjek dari 60 subjek keseluruhan)
berada dalam kategori tinggi. 41.67% (25 subjek dari 60 subjek
keseluruhan) berada dalam kategori sedang dan 0% (0 subjek dari 60
subjek keseluruhan) berada dalam kategori rendah. Berdasarkan hasil
analisis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa subjek dalam penelitian ini
sebagian besar tingkat resiliensinya cenderung tinggi.
E. PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan religiusitas
diketahui bahwa nilai koefisien korelasi antara religiusitas dengan resiliensi
sebesar 0,275 dengan nilai probabilitas sebesar 0,017. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara religiusitas
dengan resiliensi.
Melalui hasil penelitian, dapat diketahui bahwa religiusitas memiliki
peran yang penting dalam membantu seseorang dalam proses resiliensi diri
setelah ditimpa masalah. Agama atau spiritualitas dianggap sebagai protective factor dalam menghadapi stressor hidup dan juga dapat melindungi diri dari outcomes yang negatif. (Cotton dkk., 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Nicholson dkk. (2009) juga menemukan bahwa religiusitas mempunyai
pengaruh yang vital dalam untuk efikasi diri pada perawatan orang-orang
yang memiliki gangguan mental. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Seidmahmoodi, dkk (2011) menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara orientasi religiusitas, resiliensi, dan status perkawinan dengan
perkembangan posttraumatic.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Annalakshmi & Abeer (n.d.)
mengenai religious personality dan resiliensi di kalangan siswa remaja Muslim di India menemukan bahwa religious personality yang berbeda antara tinggi dan yang rendah akan memiliki resiliensi yang berbeda pula. Religious personality memiliki hubungan yang signifikan dan berkorelasi positif dengan resiliensi. Sudah banyak studi yang menyelidiki hubungan antara
peran religiusitas dan kesehatan mental. Pada kebanyakan kasus, para peneliti
mental yang lebih baik dan lebih sejahtera (Moreira-Almeida dkk., 2006).
Berdasarkan teori Grothberg (1995) mengenai sumber-sumber resiliensi,
spiritualitas atau keyakinan (I am) juga memiliki peranan penting terhadap resiliensi individu.
Resiliensi harus diusahakan dan dilakukan oleh individu. Ibadah,
merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk membuka
pandangan seseorang akan nilai-nilai potensi dan makna hidup yang terdapat
dalam diri dan sekitarnya. Ibadah merupakan ritual dalam rangka
mendekatkan diri kepada Tuhan, melalui cara-cara yang diajarkan dalam
agama. Ibadah yang dilakukan secara khidmat sering menimbulkan perasaan
tentram, mantap dan tabah sehingga tidak jarang pula menimbulkan perasaan
seakan-akan mendapat bimbingan dalam melakukan tindakan-tindakan
penting dengan demikian menjalani hidup sesuai tuntunan agama
memberikan corak penghayatan bahagia dan bermakna bagi pelakunya.
Seligman (2002) mengatakan bahwa orang yang religius lebih bahagia dan
lebih puas terhadap kehidupan karena penghayatan terhadap agama dianggap
dapat memberikan harapan akan masa depan dan menciptakan makna dalam
hidup bagi manusia.
Sebuah studi yang meneliti hubungan antara keyakinan agama secara
umum, spiritualitas, dan hasil kesehatan mental dari penyalahgunaan bahan
terlarang dengan menggunakan sampel besar menemukan bahwa orang yang
dapat pulih dikarenakan memiliki tingkat keyakinan agama dan afiliasi
tingkat keyakinan agama dan spiritualitas yang tinggi ditemukan berkaitan
dengan orientasi hidup yang lebih optimis, dukungan sosial yang besar,
ketahanan yang lebih tinggi terhadap stres, dan kecemasan yang lebih rendah.
Penelitian ini tidak dapat digeneralisir ke semua agama dan semua
usia. Perbedaan budaya dan nilai-nilai yang dianut tiap agama bisa menjadi
salah satu faktor yang berpengaruh pada resiliensi. Selain itu, perbedaan
perkembangan mental dan emosi dewasa awal, dewasa tengah, maupun
dewasa akhir bisa memberikan pengaruh pada resiliensi dan hasil penelitian.
Meskipun demikian, penelitian ini cukup bisa memberi gambaran mengenai
hubungan religiusitas dengan resiliensi pada populasi mahasiswa yang
40 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis yang dilakuan pada bagian sebelumnya,
kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa antara variabel religiusitas
dengan resiliensi terdapat hubungan yang ditunjukkan dengan hasil
perhitungan korelasi sebesar 0,275 dengan tingkat probabilitas sebesar
0,017 pada taraf 0,05. Dengan hasil tersebut dapat dilihat bahwa
religiusitas terkait dengan resiliensi. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan
nilai hasil uji korelasi spearman product moment.
B. SARAN
1. Dalam penelitian berikutnya yang mengambil topik yang sama dengan
penelitian ini sebaiknya lebih meningkatkan lagi hasil penelitian
dengan mengambil subjek yang lebih bervariasi. Hal ini disebabkan
dalam penelitian ini masih banyak kekurangan seperti subjek lebih
umum pada mahasiswa, untuk selanjutnya sebaiknya lebih divariasikan
mulai dari mahasiswa sampai orang tua.
2. Penelitian ini hanya mengambil sampel dari satu agama yaitu Katolik,
sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisir. Untuk penelitian
agama yang ada di Indonesia dengan sistem perbandingan sehingga
42
DAFTAR PUSTAKA
Ahner, N.R., Kiehl E.M., Sole M.L., Byers J. A Review of Instruments Measuring Resilience. Comprenhensive Pediatric Nursing, 29 : 103-125, 2006. Annalakshi N., & Abeer M., n.d. Islamic Worldview, Religious Personality and
Resilience among Muslim Adolescent Students in India. Europe’s Jpurnal of Pscyhology, 7 (4), pp.716-738
Ancok, D. dan Suroso, N.F. 2008. Psikologi Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Anggarasari, R.E. 1997. Hubungan Tingkat Religiusitas dengan Sikap Konsumtif
pada Ibu Rumah Tangga. Indonesian Psychologycal Journal. Psikologika. Halaman 15-20 Nomor4 Tahun II .
Azwar, Syaifudin. 1998.Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, Syaifudin. 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Azwar, Syaifudin. 2009.Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Bastaman, H.D. 1996. Meraih Hidup Bermakna, Kisah Pribadi dengan
Pengalaman Tragis. Jakarta : Penerbit Paramadina.
Baugardner, S.R. 2009. Positive Psychology. New Jersey : Pearson Education, Inc.
Bonanno, G. A. 2004. Loss, Trauma, and Human Resilience: Have We Underestimated the Human Capacity to Thrive After Extremely Aversive Events? The AmericanPsychologist, 59, 20-28.
Connor, M.K. 2006. Assesment of resilience in the aftermath trauma. Journal of Clinical Psychiatry vol 67 pp 46-49.
Cotton, S., Zebrachi, K., Rosenthal, S.L., Tsevat, J., & Drotar, D. 2006. Religion/ spirituality and adolescent health outcomes: a review. Journal of Adolescent Health, 38, 472–480.
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Dister, N.S. 1988. Psikologi Agama. Yogyakarta : Kanisius
Gr eco, L.D ., Wa lop W., & Ea stridge L. 1987 . Clinical epid em iology , questionnaire de velop men t: 3 . Tran sla tion. Ca na da Medica l Association Journal, 136, 817–818
Grotberg, Edith. 1995. A Guide to Promoting Resilience in Children. Denhaag : Bernard van Leer Foundation.
Hardjana, A.M. 2005. Religiositas, agama dan spiritualitas. Yogyakarta: Kanisius.
Huffman, Karen. 2000. Psychology in Action. United States of America : john Wiley & Sons, Inc.
Joseph, S., & Linley, P. A. 2006. Positive therapy: A meta-theory for positive psychological practice. New York: Routledge
Mangunwidjaya, Y.B. 1986. Menumbuhkan sikap religius pada anak Gramedia Jakarta
McCubbin, L. 2001. Challenge to The Definition of Resilience. Paper Presented at The Annual Meeting of The American Psychological Association in San Francisco, 24-28 Agustus.
Moreira, A.A., Lotufo, N.F., & Koenig, H. G. 2006. Religiousness and Mental Health: A review. Revista Brasileira de Psiquiatria, 28(3), in press.
Nicholson,A., Rose,R., & Bobak ,M. 2009. Association between attendance at religious services and self-reported health in 22 European countries, Social Science & Medicine, 69, 519–528.
Pardini, D.A., Plante T.G., Sherman A., Stump. J.E. 2000. Religious Faith and Sprituality in Substance Abuse Recovery : Determining the Mental Health Benefits. Journal of substance abuse treatment, vol 19, p. 347-354 Pargament KI, Koenig HG, Tarakeshwar N, Hahn J. Religious struggle as a
predictor of mortality among medically ill elderly patients: a 2-year longitudinal study. Arch InternMed. 2001 Aug 13-27;161(15):1881-5. Santrock, J. W. 2002. Perkembangan Masa Hidup. Jakarta : Erlangga.
Seidhamoodi, J., Rahimi, C., Mohamadi, N. Resiliency and Religious Orientation : Factors Contributin to Posttraumatic Growth in Iranian Subject. Iran J Psychiatry 2011; 6: 145-150
Seligman, Martin. 2002. Authentic Happiness. New York : Simon & Schuster, Inc.
Shaikh, A. & Kauppi, C. 2010. Deconstructing Resilience: Myriad Conceptualizations and Interpretations. International Journal of Arts and Sciences 3(15): 155 - 176
Spouse, L. 1999. The trauma of being a refugee.Medicine, conflict, and survival,
15, 394-403.
Lampiran 1 Skala Religiusitas
Usia :
Jenis kelamin : L / P
Petunjuk:
Berikut ini tersedia pertanyaan- pertanyaan yang harus Anda jawab terkait dengan
religiusitas dan resiliensi pasca putus cinta. Jawablah pertanyaan- pertanyaan
tersebut sesuai dengan pikiran dan perasaan Anda saat ini.
Dibawah ini telah tersedia kotak jawaban yang akan Anda gunakan sebagai
pilihan jawaban. Berilah tanda silang (X) pada kotak pilihan jawaban tersebut:
STS : sangat tidak setuju
TS : tidak setuju
S : setuju
SS : sangat setuju
Contoh :
Jika Anda setuju dengan pernyataan tersebut, maka Anda akan memilih jawaban
sesuai dengan pikiran dan perasaanmu dengan memberi tanda silang (x) pada
kotak S (setuju).
STS TS S SS
Berilah salah satu jawaban terhadap pernyataan berikut sesuai dengan pendapat Anda
NO PE R T AN Y A AN STS TS S SS
1 Saya percaya adanya api penyucian setelah kematian
2 Setiap minggu, saya pasti menyempatkan diri untuk pergi ke gereja
3 Rezeki yang saya terima selama ini dikarenakan kemurahan hati Tuhan
4 Saya masih mengingat 4 peristiwa dalam doa rosario
5 Saya selalu menyisihkan sebagian uang saya untuk disumbangkan pada orang yang kurang mampu
6 Manusia merupakan makhluk yang telah melalui evolusi yang panjang
7 Saya sering lupa untuk berdoa sebelum dan sesudah makan, tidur
8 Saya jarang mendapatkan pencerahan ketika berdoa
9 Saya hanya mengingat sebagian kecil dari 10 perintah Allah
10 Saya belum pernah berkarya (mengajar/melayani) di panti sosial
11 Saya percaya bahwa malaikat itu ada dan mengawasi seluruh umat manusia
12 Saya sering mengikuti kegiatan-kegiatan di gereja ataupun komunitas gereja di lingkungan tempat tinggal saya
NO PE R T AN Y A AN STS TS S SS
14
Saya mengerti tujuan dari tuguran yang diadakan setelah misa Kamis Putih
15 Saya sering membantu teman saya yang sedang dalam kesulitan
16 Tuhan hanya hadir pada saat kita membutuhkan-Nya
17 Saya jarang mengikuti jalan salib
18 Saya jarang merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup saya
19 Nama Santo yang saya ingat tidak lebih dari 10
20 Sulit bagi saya untuk memaafkan kesalahan orang
21 Tuhan akan mengabulkan doa umatnya jika umat terus berusaha dan percaya padaNya
22 Saya selalu melakukan pantang dan puasa pada hari pantang dan puasa
23 Tuhan memberi kekuatan pada saya dalam menghadapi masalah
24 Saya masih mengingat kedua belas nama murid Yesus
25 Saya sering menjadi sukarelawan di tempat-tempat yang terkena musibah
26 Saya meragukan bahwa surga dan neraka itu ada
27 Saya jarang membaca kitab suci
28 Saya jarang menemukan jawaban dari Tuhan mengenai permasalahan yang saya hadapi
NO PE R T AN Y A AN STS TS S SS
30 Saya sering berfoya-foya
31 Saya hanya mau membantu orang-orang yang saya kenal
32 Saya sering lupa nama wanita yang mengusap wajah Yesus pada saat proses jalan salib
33 Saya merasa baik-baik saja ketika saya jarang ke gereja, jarang berdoa
34 Saya selalu menghadiri misa dalam setiap hari-hari penting dalam agama Katolik
35 Semua dosa yang dilakukan di dunia akan dipertanggungjawabkan setelah meninggal nanti
36 Saya selalu mengunjungi teman yang sakit dan mendoakannya
37 Saya mengingat doa Aku Percaya (syahadat para rasul)
38 Saya berani menghadapi masalah apa saja karena saya yakin saya selalu dilindungi Tuhan
39 Saya jarang melakukan pengakuan dosa
Lampiran 2
Reliabilitas Skala Try Out
Case Processing Summary
N % Cases Valid 100 100.0
Excludeda 0 .0 Total 100 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Case Processing Summary
N % Cases Valid 100 100.0
Excludeda 0 .0 Total 100 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Case Processing Summary
N % Cases Valid 100 100.0
Excludeda 0 .0 Total 100 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Case Processing Summary
N % Cases Valid 100 100.0
Excludeda 0 .0 Total 100 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Lampiran 3
Skala Religiusitas Baru
Berilah salah satu jawaban terhadap pernyataan berikut sesuai dengan pendapat Anda
NO PE R T AN Y A AN STS TS S SS
1 Saya percaya adanya api penyucian setelah kematian
2 Setiap minggu, saya pasti menyempatkan diri untuk pergi ke gereja
3 Rezeki yang saya terima selama ini dikarenakan kemurahan hati Tuhan
4 Saya masih mengingat 4 peristiwa dalam doa rosario
5 Saya sering lupa untuk berdoa sebelum dan sesudah makan, tidur
6 Saya jarang mendapatkan pencerahan ketika berdoa
7 Saya hanya mengingat sebagian kecil dari 10 perintah Allah
8 Saya percaya bahwa malaikat itu ada dan mengawasi seluruh umat manusia
9 Saya sering mengikuti kegiatan-kegiatan di gereja ataupun komunitas gereja di lingkungan tempat tinggal saya
10 Setiap kali saya berdoa dalam keheningan, Tuhan seperti berada di samping saya dan mendengarkan semuanya
11 Tuhan hanya hadir pada saat kita membutuhkan-Nya
12 Saya jarang mengikuti jalan salib