1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Indonesia Stock Exchange atau Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan salah satu lembaga yang berada di Pasar modal yang bertujuan untuk menyediakan informasi terkait pasar modal dan tempat melakukan transaksi penawaran dan jual beli efek. Menurut Undang- Undang Pasar modal No 8 tahun 1995 tentang pasar modal “ pasar modal adalah kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan penawaran umum dan perdagangan publik”.
Pasar modal (capital market ) merupakan sarana dimana berbagai macam instrumen keuangan yang berjangka panjang ( jangka waktu lebih dari 1 tahun ) diperjualbelikan di kalangan masyarakat , seperti ekuitas (saham), surat utang (obligasi ), reksa dana , warrant dan instrumen derivatif lainnya. Di perusahaan maupun institusi lainnya ( seperti pemerintah) pasar modal merupakan salah satu sumber pendanaan dan sarana melakukan kegiatan investasi. (www.idx.com)
Perusahaan yang terdaftar di dalam Bursa Efek Indonesia hingga saat ini tercatat sebanyak 713 perusahaan dan terdiri dari sembilan sektor yaitu Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan, Sektor Industri Dasar & Kimia, Sektor Aneka Industri, Sektor Barang Konsumsi, Sektor Properti,Real Estate dan Konstruksi Bangunan, Sektor Infrastruktur,Utilitas,& Transportasi, Sektor Keuangan, dan Sektor Perdagangan,Jasa, dan Investasi. Sektor barang konsumsi merupakan subsektor yang terdapat di dalam sektor manufaktur yang terdiri yaitu sektor makanan dan minuman, sektor rokok, sektor kosmetik dan keperluan rumah tangga, sektor peralatan rumah tangga, sektor farmasi, dan sektor industri barang konsumsi lainnya (www.idx.com). Sektor barang komsumsi merupakan sektor yang hampir semua produk yang ada di dalamnya digunakan dan dibutuhkan sehari- hari oleh masyarakat, tak heran bahwa sektor tersebut cenderung lebih familiar di masyarakat dibandingkan sektor lainnya.
Alasan peneliti menggunakan sektor industri komsumsi menjadi objek penelitian, karena sektor tersebut merupakan sektor yang cukup kuat berdasarkan data yang diperoleh dari IHSG sektor barang komsumsi selama penutupan perdagangan terkoreksi kuat pada tahun 2018 yaitu sebesar 37,29 poin atau sekitar 1,54 persen dibandingkan dengan sektor lainnya yang berada di Bursa Efek Indonesia (www.beritatagar.id), dan sektor industri barang konsumsi merupakan sektor yang memiliki risiko yang rendah dan risiko yang
2 stabil sehingga saham yang ada di produk customer goods sangat aman, harga saham sektor industri tersebut memiliki kecenderungan untuk meningkat dan sangat cocok untuk investasi jangka panjang karena produk yang ada di dalam sektor tersebut akan selalu dibutuhkan . Selain itu, sektor industri barang konsumsi merupakan sektor yang cukup menopang kenaikan di sektor industri manufaktur. Menurut Putu Chantika Putri, Analis NH Korindi Sekuritas Indonesia mengatakan bahwa walaupun terjadi koreksi tetapi tidak terlalu mempengaruhi saham – saham yang berada di sektor customer goods karena saham tersebut cenderung lebih resilient dan lebih berkembang sehingga cenderung mempengaruhi bagaimana perilaku pasar untuk mengkoleksi saham-saham di sektor Customer ( www.investasi.kontan.co.id ).
Gambar 1. 1 Data pertumbuhan JKSE dan Sektor Industri
Gambar 1.1 menunjukkan bahawa selama periode 2007-2018 atau sekitar 12 tahun terakhir, sektor industri barang komsumsi (JKCONS) mengalami kenaikan yang paling tinggi dan signifikan yaitu sebesar 672,25% atau sekitar rata-rata kenaikan 56,02%
pertahun dengan sektor lainnya .Sedangkan untuk sektor industri yang paling rendah di peroleh oleh sektor infastuktur (JKINFA) yang hanya memperoleh 62,63% atau sekitar rata-rata sebesar 5,22% per tahun, berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa sektor industri barang komsumsi merupakan salah satu sektor yang sangat berpengaruh dalam peningkatan indeks harga saham gabungan (JKSE) selama 12 tahun terakhir (www.investing.com)
3
Gambar 1. 2 Data Harga JKSE dan Harga Saham Indeks Gabungan Gambar 1.2 menunjukkan bahwa pertumbuhan di dalam sektor industri dikuasai dan dipimpin oleh sektor barang konsumsi (JKCONS) dengan rata rata pertumbuhan sebesar 46,22% per tahun, kemudian disusul oleh sektor industri dasar dan kimia (JKBIND) sebesar 40,09% pertahun menggeser sektor keuangan (JKFINA) dari posisi kedua menjadi posisi ketiga yang tumbuh hanya sebesar 39,09 % pertahun (www.investing.com).
Berdasarkan hal ini membuat peneliti tertarik menjadikan perusahaan sektor barang konsumsi sebagai objek penelitian dengan populasi sebanyak 54 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), daftar perusahaan terdapat pada lampiran.
1.2 Latar Belakang Penelitian
Pada era globalisasi saat ini perkembangan perekonomian dan bisnis mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga diperlukannya sebuah tindakan oleh manajemen dalam melakukan persaingan secara global dengan mempersiapkan strategi perusahaan untuk jangka pendek dan jangka panjang agar perusahaan dapat meminimalisir risiko yang terjadi di masa yang akan datang. Selain itu, perusahaan harus memiliki pendanaan yang memadai untuk biaya operasional perusahaan, salah satu cara perusahaan untuk memperoleh pendapatan lain untuk operasional perusahaan dengan melakukan penjualan saham kepada publik.Perusahaan melakukan penjualan saham untuk mendapatkan tambahan sedangkan untuk investor membeli saham dan menamkan modalnya di suatu perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan (Gautama & Haryati, 2014).
Pengembalian atau keuntungan atas investasi yang dilakukan oleh investor dapat berupa capital gain atau dividen. Dividen adalah laba bersih yang diberikan oleh perusahaaan kepada pemegang saham, sedangkan capital gain selisih antara harga perolehan dengan harga pasar (Windyasari dan Widyawati, 2017).Dalam teori kebijakan dividen bird in the hand theory menyatakan bahwa investor memilih pembayaran dividen daripada capital gain untuk masa
4 yang akan datang, karena menilai capital gain dianggap memiliki risiko yang tinggi (Vidia &
Darmayanti, 2016). Besarnya nilai yang diperoleh dividen ditentukan dari pendapatan laba bersih tahun sebelumnya, apakah laba tersebut digunakan sebagai laba yang ditahan atau sebagai modal untuk pembiayaan operasional dan investasi perusahaan.
Teori sinyal pada dasarnya membahas mengenai ketidaksamaan informasi terkait pihak internal dengan pihak eksternal perusahaan. informasi yang tidak sama antara pihak internal dan pihak eksternal tersebut bisa dikurangi dengan melakukan pemberian sinyal dari pihak internal kepada pihak eksternal. Signalling theory dividen adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan untuk memberikan petunjuk mengenai prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Masalah yang mungkin timbul yang diakibatkan oleh pembayaran dividen adalah masalah terkait biaya agen (agency cost). Menurut (Godfrey,2010 dalam (Rokhaniyah, 2020) permasalahan agency cost yang sering terjadi di dalam perusahaan besar dikarenakan adanya konflik dimana pemegang saham lebih tertarik terhadap kenaikan arus kas di masa yang akan datang , sedangkan pihak manejemen lebih cenderung fokus terhadap target volalitas arus kas yang bertujuan untuk memaksimalkan kinerja perusahaan di jangka pendek (horizon problem) ; dimana manajemen memiliki hak yang mendominasi dalam pengambilan keputusan investasi. Dalam pengambilan keputusan tersebut manajemen perusahaan cenderung menghindari investasi yang mendatangkan return tinggi (risk avertion problem) dan manajemen perusahaan cenderung menahan pembayaran dividen untuk pemegang saham, tujuan menahan pembayaran dividen tersebut untuk membayar gaji atau bonus serta peningkatan operasional perusahaan (dividen retention problem). Selain itu masalah dalam biaya keagenan cenderung timbul karena adanya perbedaan kepentingan di masing- masing pihak yang ada di perusahaan sehingga dapat menimbulkan sikap opportunistic manager di dalam perusahaan.
Kebijakan dividen adalah kebijakan yang dilakukan oleh manajemen dalam membagikan laba yang diperoleh untuk para pemangku kepentingan (investor). Jumlah dividen yang dibagikan oleh perusahaan ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan ( RUPS) sesuai dengan kebijakan dividen yang telah disepakati oleh para pemegang saham mayoritas.
Pembagian dividen dilakukan oleh perusahaan ketika perusahaan tersebut mampu membayarkan kewajibannya , dividen yang dibayarkan kepada investor dapat berupa secara tunai ataupun aset non kas seperti tambahan saham (Wijayanto & Putri, 2018). Dalam memutuskan pembagian dividen di dalam Rapat Umum Pemegang Saham, perusahaan akan mengumumkan kepada media massa besaran nilai dividen yang akan dibayarkan kepada
5
pemegang saham, dalam pemberian dividen tersebut tidak akan selalu tetap besaran yang diberikannya,perubahan dalam pembagian bisa jadi lebih besar atau lebih kecil dibandingkan hasil tiap pembagian. Kebijakan dividen merupakan salah satu topik kajian yang menarik di dalam perusahaan karena berkaitan erat dengan investor yang akan memberikan dananya untuk kelangsungan perusahaan . Keputusan dalam kebijakan dividen dapat memberikan efek yang berlawanan bagi perusahaan, ketika kebijakan dividen tersebut meningkatkan rasio pembayaran bagi perusahaan,ketika rasio pembayaran meningkat maka akan berdampak terhadap perusahaan yaitu kurangnya ketersediaan arus kas bagi perusahaan . Akibat dari pilihan tersebut akan berpengaruh terhadap keputusan manajemen terhadap kesempatan melakukan investasi, maka diperlukan keputusan yang optimal dan tepat dalam menentukan kebijakan dividen yang dilakukan sehingga dapat menghasilkan keseimbangan antara dividen dan pertumbuhan perusahaan. Pembagian dividen di perusahaan terdapat lima yaitu divien tunai ( cash ), dividen saham ( stock), dividen surat ( script) , dividen barang ( property), dividen modal ( liquidation). Dividen tunai adalah salah satu dividen yang sering diberikan oleh perusahaan dan sangat diminati oleh para investor karena paling mudah memperoleh keuntungannya.
Berdasarkan teori Signalling Hypothesis menurut Modligani dan Miller, kenaikan dividen merupakan suatu tanda untuk investor bahwa manajemen akan meramalkan sautu penghasilan yang baik untuk di masa yang akan datang . Sebaliknya, penurunan dividen atau kenaikan yang dibawah normal di yakini oleh investor sebagai tanda bahwa perusahaan sedang menghadapi masa sulit sehingga berpengaruh terhadap penurunan harga saham di pasaran (Gautama &
Haryati, 2014). Hal tersebut dapat berpengaruh kepada para investor yang enggan menanamkan modalnya diperusahaan tersebut, akibat dari keputusan tersebut akan mempengaruhi modal yang didapatkan oleh perusahaan. Dari teori Signalling Hypothesis tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan akan melakukan penjaminan kepada investor akan memberikan jumlah dividen yang besar untuk menarik minat investor, sehingga investor dapat memutuskan jumlah besaran dana yang akan di investasikan di perusahaan sebagai modal dasar bagi kelancaran operasional perusahaan.
Dalam menentukan pembagian dividen di dalam perusahaan banyak faktor- faktor yang mempengaruhi keputusan dalam pembagian dividen. Faktor- faktor tersebut sangat luas cakupannya bukan hanya dari internal perusahaan yang dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan, tetapi kondisi eksternal seperti kondisi ekonomi secara luas yang merupakan diluar kendali manajemen. Hal yang dapat mempengaruhi dari faktor dari eksternal yaitu
6 kebijakan pemerintah, inflasi, kurs dan suku bunga, kondisi sosial politik, dan peraturan perundangan- undangan yang dapat mempengaruhi pembagian pembagian dividen dari faktor eksternal , dan pajak . Sebagian investor menginginkan adanya pembagian dividen, maka faktor yang dapat mempengaruhi yaitu faktor fundamental dalam pembagian dividen merupakan aspek penting, yang dilandasi oleh pemikiran bahwa semakin tinggi cash yang ada diperusahaan maka kemampuan dalam pembagian dividen semakin tinggi dan faktor manajemen dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya sebelum memutuskan dividen serta faktor manajemen dalam menghasilkan laba bersih sebagai landasan pembagian dividen (Reke, 2020) .
Besaran dividen yang akan dibagikan kepada para pemegang saham ditentukan dengan menggunakan persentase yang disebut Dividend Payout Ratio, Dividend Per Share. Dalam membagikan dividen perusahaan akan memilih membagikan keuntungan yang diperoleh sebagai dividen yang dikurangi dari total sumber dana internal perusahaan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kebijakan dividen dengan variabel dividend per share. Besaran dividen tunai yang diberikan dilihat dari jumlah dividend per share yang dibagikan oleh perusahaan sesuai dengan kesepakatan di dalam RUPS. Menurut (Shodikin, 2018) dividend per share (DPS) adalah pembayaran yang dihasilkan dari keuntungan perusahaan untuk pemegang saham yang dibagikan dalam bentuk tunai (Cash). Perusahaan yang sering melakukan pembagian dividen dapat berpengaruh terhadap peningkatan harga saham perusahaan,karena kecenderungan para investor melihat dari hasil yang diberikan oleh perusahaan. Selain sebagai nilai pembayaran bagi pemegang saham , dividend per share memiliki peranan yang penting dalam perusahaan karena dapat mempengaruhi aspek-aspek lainnya dalam perusahaan seperti arus pendanaan perusahaan, struktur financial dalam perusahaan, melihat keadaan likuiditas perusahaan , dan harga saham.
Tabel 1. 1 Jumlah Perusahaan Sektor Barang Konsumsi yang Membagikan Dividen Tunai Tahun 2015-2019
Tahun Jumlah perusahaan yang tidak membagikan dividen
Jumlah perusahaan yang membagikan dividen
2015 31 23
2016 27 27
2017 25 29
2018 25 29
7
Tahun Jumlah perusahaan yang tidak membagikan dividen
Jumlah perusahaan yang membagikan dividen
2019 25 29
Sumber : Data yang diolah(2020)
Tabel 1.1 menjelaskan bahwa pembagian dividen yang dilakukan emiten sektor industri barang konsumsi cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2017-2019 pembagian dividen cenderung stabil hal tersebut dikarenakan beberapa perusahaan pada tahun tersebut membagikan dividen tunai, dibandingkan dengan tahun 2015 dimana jumlah perusahaan yang membagikan dividen hanya sekitar 23 perusahaan. Selain itu penyebab lainnya terjadinya kenaikan disebabkan pada tahun 2017-2019 banyak perusahaan yang sebelumnya perusahaan tertutup menjadi perusahaan go public , contohnya yaitu perusahaan yang berkode GOOD yaitu PT Garuda Putra Putri Jaya yang baru mendaftarkan perusahaanya menjadi perusahaan go publik pada 2018. Sehingga diketahui bahwa jumlah perusahaan tidak membagikan dividen karena laba tersebut di gunakan sebagai laba ditahan untuk operasional perusahaan , perusahaan yang belum memperoleh laba khususnya perusahaan yang baru , dan beberapa perusahaan mengalami kerugian selama operasional pada tahun 2015-2019. Perusahaan yang sama sekali tidak membagikan dividen selama periode 2015-2019 contohnya yatitu PT Tri Banyan Tirta Tbk (ALTO) , PT Siantar Top Tbk (STTP) , dan PT Prima Cakrawala Abadi (PCAR) . PT Tri Banyan Tirta Tbk (ALTO) tidak melakukan pembagian dividen dikarenakan mencatat saldo laba negatif di dalam perusahaannya yang mengakibatkan tidak bisa melakukan untuk melakukan pembagian dividen kepada pemegang saham . Hal ini berdasarkan Undang – undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Anggaran dasar Perseroan, dividen hanya boleh dibagikan apabila perseoran mempunyai saldo laba positif dan pembagian dividen dilakukan dengan memperhatikan kewenangan Rapat Umum Pemegan Saham Tahunan (RUPS) berdasarkan usulan direksi (Annual report PT Alto 2019) .
Sedangkan perusahaan PT Siantar Top Tbk (STTP) , pada tahun 2015 perusahaan mencatat laba sebesar 185 miliar dan selalu mengalami peningkatan laba bersih setiap tahunnya. Perusahaan memutuskan tidak membagikan laba yang diperoleh menjadi dividen dari tahun 2010 sampai tahun 2018 sesuai dengan hasil Rapat umum Pemegang Saham (RUPS) untuk mencatat laba perseroan sebagai laba ditahan untuk memperkuat modal perusahaan.
Selain itu perusahan menggunakan laba yang diperoleh untuk investasi mengenai barang dan modal yang dilakukan pada tahun 2019 berupa penambahan aset tetap senilai Rp 114.489.614.905 dalam bentuk pembelian tanah,pembangunan gudang,perbaikan dana
8 penambahan mesin serta peralatan lainnya yang menunjang peningkatan produksi perseroan.
Selain itu, PT Siantar Top Tbk (STTP) akhirnya pada tahun buku 2019 melakukan pembagian dividen tunai sebesar Rp 100 miliar atau Rp76,35 per saham. Angka tersebut setara 20,72%
dari laba bersih STTP tahun lalu dan perusahaan membukukan laba tahun berjalan Rp 482,59%
atau meningkat sekitar 89% secara tahunan. Dalam Tabel 1.1 memberikan gambaran bahwa masih ada beberapa perusahaan yang masih belum stabil dalam keuangannya , sehingga tidak bisa memberikan dividen kepada pemegang saham. Faktor yang mungkin terjadi di perusahaan yaitu ketika perusahaan menginginkan laba yang dihasilkan dapat digunakan sebagai cadangan kas perusahaan, memperluas dan mengembangkan operasional perusahaan , digunakan sebagai struktur modal bagi perusahaan.
Berbeda dari dua perusahaan di atas, PT Prima Cakrawala Abadi tidak membagikan dividen dikarenakan baru listing pada tahun 2017, sehingga belum memungkinkan untuk membagikan labanya kepada pemegang saham, selain itu laba yang diperolehnya digunakan sebagai operasional perusahaan (Annual Report PT PCAR,2019)
Gambar 1. 3 Rata-Rata Pembagian Dividend Per Share
Berdasarkan gambar 1.2 didapatkan data bahwa pembagian dividen terendah terjadi pada tahun 2019 yaitu rata-rara pembagian dividennya sebesar Rp 50. Alasan terjadinya penurunan pembagian dividen di tahun buku 2019 terjadi disebabkan beberapa perusahaan memilih tidak membagikan dividennya, karena dilatar belakangi keputusan di dalam manajemen perusahaan yang menggunakan alokasi yang seharusnya dibagikan menjadi dividen tetapi dialihkan menjadi cadangan laba,mengatasi kerugian atass operasional, ekspansi
Rp144
Rp101 Rp112
Rp156
Rp50
Rp0 Rp20 Rp40 Rp60 Rp80 Rp100 Rp120 Rp140 Rp160 Rp180
2015 2016 2017 2018 2019
Dividend Per Share
Rata-Rata Dividen Per Share
9
perusahaan, dan hal lainnya yang berpengaruh terhadap kegiatan operasional perusahaan.
Selain disebabkan oleh operasional perusahaan, penurunan dividen tahun buku 2019 pada sektor industri barang konsumsi yang dikarenakan adanya penurunan kinerja sektor barang konsumsi pada kuartal 1 tahun 2019 pada sub sektor industri makanan dan minuman yang disebabkan penurunan konsumsi oleh masyarakat sehingga berpengaruh terhadap laba yang diperoleh oleh perusahaan (www.katadata.co.id).
Contoh emiten yang rajin membagikan dividennya tetapi pada tahun buku 2019 tidak membagikan dividen yaitu PT Gudang Garam Tbk. PT Gudang Garam Tbk (GGRM) merupakan perusahaan yang melakukan pembagian dividen per share yang tinggi per lembar sahamnya yaitu senilai Rp 2600 selama kurun waktu 2015-2018 dengan total pembayaran dividen sebesar RP 5.002.628.800.000(Annual Report,GGRM). Pada tahun 2019 perusahan absen tidak membagikan dividen karena akan digunakan untuk modal kerja perseroan sehingga perusahaan tidak akan membagikan dividen kepada pemegang saham untuk tahun buku 2019.
Laba bersih yang diperoleh oleh GGRM sebesar Rp 10,88 triliun , jumlah ini lebih tinggi sebesar 39,6% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp 7,79 triliun. Selain itu kenaikan laba ini lebih tinggi daripada pendapatan GGRM yang tumbuh sekitar 15,5% menjadi Rp 110,52 Triliun daripada tahun 2018 pendapatan GGRM sebesar Rp 95,7 triliun (www.Invetasi.kontan.id). Mengakibatkan rata rata pembagian dividen tahun 2019 mengalami penurunan karena perusahaan GGRM merupakan salah satu penyumbang Dividen Per share tertinggi di sektor barang konsumsi. Terjadinya fluktuasi dalam pembayaran dividen tunai dapat diartikan bahwa perusahaan tidak mengutamakan kesejahteraan para investor yang telah menanamkan modalnya. Selain itu perusahaan yang stabil dalam melakukan pembayaran dividen tunai dapat diartikan bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek yang baik di masa yang akan datang .
Perusahaan lain yang tidak membagikan dividennya yaitu PT Kimia Farma Tbk (KAEF),perusahaan tidak membagikan dividen tahun buku 2019 dikarenakan kinerja keuangan tercatat mengalami rugi pada tahun berjalan sebesar Rp 12,724 miliar , sehingga berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan tahun buku 2019 yang dilaksanakan pada tanggal 29 Juli 2020 mengusulkan tidak adanya pembagian dividen untuk tahun buku 2019 di perusahaan , dikarenakan hasil dari dividen tersebut digunakan sebagai cadangan perusahaan yang sedang mengalami kerugian (RUPS Tahunan,KAEF).
10 Berikut faktor – faktor yang mempengaruhi kebijakan Dividen yaitu Investment Opportunity Set, Collateral Asset, Manager Ownership .Faktor pertama Investment Opportunity Set merupakan kesempatan investasi yang tergantung terhadap pengeluaran yang telah diputuskan manajeman untuk dimasa yang akan datang dan investasi yang diharapkan untuk mendapat return atau pengembalian yang lebih besar dari yang telah di investasikan (Fidhayatin dan Dewi,2012, dalam Suartawan & Yasa, 2017) . Menurut Horne & Wachochiwz (2010), apabila peluang dalam investasi di perusahaan jumlahnya banyak , kecenderungan persentanse laba yang dibayarkan adalah nol atau tidak ada. Di lain pihak, perusahaan yang tidak bisa menemukan peluang investasi yang baik dan menguntungkan, kecenderungan pembayaran dividen akan dibayarkan 100% dari laba perusahaan. Sedangkan menurut Brigham & Houston (2014:209) perusahaan dalam kondisi yang bertumbuh pesat akan menggunakan peluang investasi dengan baik , kecenderungan perusahaan tersebut akan menginvestasikan kas yang tersedia untuk proyek- proyek baru dan akan kecil kemungkinannya untuk melakukan pembayaran dividen. Investment Opportunity Set di dalam suatu perusahaan dapat mempengaruhi bagaimana kebijakan dividen, invetasi merupakan salah satu indikator yang penting untuk perusahaan yang betujuan untuk meningkatkan nilai di dalam perusahaan.Untuk melihat bagaimana pengaruh kesempatan investasi memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen yaitu dengan melihat dari penggunaan sumber pendanaan untuk melakukan investasi. Sumber pendaanaan invetasi dapat di danai dari internal equity dan external equity.Pembayaran dividen akan berpengaruh apabila investasi yang dilakukan cenderung didanai oleh external equity perusahaan (Ulfa Wulandari & Alit Suardana, 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Siti Nur Aini & Sawitri, 2020) menunjukkan bahwa investment opportunity set (IOS) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sanya, Putri, Kepramareni, Ayu, & Yuliastuti, 2020) menunjukkan bahwa investment opportunity set berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
Faktor kedua Collateral Asset adalah surat berharga yang dijadikan jaminan dalam pembayaran utang. Selain itu istilah collateral juga digunakan sebagai aset yang dijaminkan untuk utang sehingga disebut collaterazible assets (Ross et al., 2013, p.179 , dalam (Setiawati
& Yesisca, 2016). Perhitungan collateral asset dapat diukur dengan membagi aset tetap terhadap total aset.Penelitian yang dilakukan mollah menyatakan bahwa perusahaan dengan nilai collateral asset yang tinggi memiliki kecenderungan agency problem yang rendah antara manajemen dengan pihak kreditor, dengan collateral asset yang tinggi maka kreditur lebih
11
terjamin dan tidak perlu adanya pembatasan yang ketat terhadap kebijakan dividen perusahaan sehingga perusahaan dapat melakukan pembagian dividen yang tinggi kepada pemegang saham ( Mollah, 2011, dalam (Setiawati & Yesisca, 2016). Dapat disimpulkan bahwa nilai collateral aset yang tinggi maka berpengaruh terhadap pembayaran dividen yang tinggi , sedangkan nilai collateral asset yang rendah akan berpengaruh terhadap pembayaran dividen yang kecil. Menurut ( Pujiastuti,2008 dalam (Suci, 2016) collateral asset merupakan rasio aset terhadap total aset dianggap proksi aset- aset kolateral ( aset jaminan) sebagai biaya agensi yang terjadi karena adanya konflik antara para pemegang saham dengan pemegang obligasi.
Dalam hubungan tersebut pemegang obligasi dapat meminta haknya agar aktiva yang dijadikan sebagai jaminan dapat diasuransikan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Suci, 2016) menunjukkan bahwa collateral asset berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh(Mangasih & Asandimitra, 2017) menunjukkan bahwa collateral asset berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
Ownership Structure atau Struktur kepemilikan adalah komposisi saham yang terdapat disuatu perusahaan dan merupakan bentuk dari aspek Good Corporate Governance yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen. Struktur kepemilikan merupakan salah satu bentuk komitmen yang dilakukan pemegang saham yang bertujuan untuk melakukan pengendalian dengan tingkat tertentu terhadap para manajer.Struktur kepemilikan digunakan sebagai bentuk dari variabel- variabel yang penting dalam struktur modal yang tidak hanya ditentukan oleh jumlah utang dan equity, tetapi ditentukan oleh presentase kepemilikan oleh manajerial dan institusional (Gautama & Haryati, 2014). Selain itu , struktur kepemilikan memiliki pengaruh secara signifikan terhadap bagaimana proses operasinal perusahaan yang nantinya akan mempengaruhi bagaimana kinerja perusahaan. Ownership Structure terdiri dari dua kepemilikan yaitu kepemilikan manajerial ( Insider Ownership) dan kepemilikan institusional ( Institutional Ownership).
Faktor ketiga Managerial Ownership adalah ukuran presentase saham yang dimiliki oleh komisaris,direksi,dan manajemen serta pihak-pihak yang terlibat di dalam pembuatan keputusan perusahaan. kepemilikan jumlah saham oleh manajemen akan mensejajarkan kepentingan manajemen di dalam saham (Meckling,1976 dalam (Jannah & Azizah, 2019).
Menurut (Jannah & Azizah, 2019) ketika adanya kesamaan dalam kepentingan antara pihak manajemen dengan pihak pemegang saham akan menurunkan potensi terhadap konflik yang terjadi, serta akan menurunnya potensi terhadap konflik keagenan yang dapat berpengaruh terhadap rendahnya agency cost yang dikeluarkan oleh pemegang saham. Dengan managerial
12 ownership dapat mengakibatkan tidak adanya pembagian dividen yang disebabkan oleh adanya manajemen yang merangkap menjadi pemegang saham sehingga manajemen memiliki tanggung jawab atas keuangan perusahaan, akibatnya perusahaan akan lebih memilih dividen yang ada untuk membangun perusahaan supaya keuntungan yang diperoleh lebih banyak serta tidak adanya penyalahgunaan keuangan perusahaan (Mangasih & Asandimitra, 2017).
Sedangkan menurut (Dewi, 2011) managerial ownership cenderung berorientasi pada minimalisasi risiko sehingga ketika ada kesempatan kegiatan mereka memiliki kecenderungan untuk kepentingan pribadi . Ketika managerial ownership tinggi di dalam sebuah perusahaan akan memiliki pengaruh terhadap pembayaran dividen yang rendah ,sedangkan insider ownership yang rendah maka akan memiliki pengaruh terhadap pembayaran dividen yang tinggi, karena kecenderungan manajemen akan menggunakan dividen tersebut sebagai laba yang ditahan dan sebagai operasional perusahaan . Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Mangasih & Asandimitra, 2017) menunjukkan bahwa managerial ownership berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh (Mardasari, 2014) menunjukkan bahwa managerial ownership berpengaruh secara positif terhadap kebijakan dividen
Faktor keempat Institutional Ownership atau kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan investasi,asuransi,perbankan, dan instuitusi lainnya. Sedangkan pengertian kepemilikan insitusional yaitu kepemilikan saham yang dimiliki pemerintah,institusi keuangan,institusi berbadan hukum, insitusi luar negeri dan institusi lainnya pada akhir tahun(Winanda,2009 dalam (Kurniawati, Manalu, & Octavianus, 2015). Kepemilikan saham institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya dalam pengawasan yang lebih intensif sehingga pemilik saham institusional dapat membatasi perilaku opportunistic manager yaitu manager melakukan laba secara oportunis untuk memaksimalkan kepetingannya sendiri (Scoot,2000 dalam (S. C. Dewi, 2008). Dengan tingginya institutional ownership akan mengakibatkan kontrol eskternal yang kuat terhadap perusahaan dan dapat mengurangi biaya keagenan, sehingga perusahaan akan cenderung melakukan pembagian dividen yang lebih rendah (Crulchley.,et.all,1999;Ismiyanti & Hanafi,2003 dalam (Liana Susanto, Merry Susanti, 2013).
Hal ini sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh (Mangasih & Asandimitra, 2017) bahwa institusional ownership dengan nilai yang banyak akan berakibat kepada proses monitoring yang sangat teliti kepada manajer yang mengakibatkan agency cost semakin kecil, sehingga para pemegang saham cenderung lebih suka tidak membagikan dividennya. Berdasarkan
13
penelitian yang dilakukan oleh (Mangasih & Asandimitra, 2017) menjelaskan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen sejak mayoritas saham dimiliki oleh kepemilikan institusional di perusahan sehingga sedikit terjadi kecurangan yang membuat mereka berinvestasi kembali. Penelitian yang dilakukan oleh (Siti Nur Aini & Sawitri, 2020) menjelaskan bahwa kepemilikan institusional secara signifikan tidak ada pengaruh terhadap kebijakan dividen. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Liana Susanto, Merry Susanti, 2013) menjelaskan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
Berdasarkan uraian latar belakang dan fenomena yang telah dijelaskan dapat disimpulkan masih adanya inkosistensi dalam beberapa hasil penelitian terdahulu terkait investment opportunity set (IOS), collateral asset ,managerial ownership dan institutional ownership terhadap kebijakan dividen. Sehingga menarik minat penulis untuk melakukan penelitian kembali dengan melakukan analisis diperusahaan yang bergerak di sektor customer goods . Penelitian kembali yang dilakukan oleh penulis dengan judul “ Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS), Collateral Asset , Managerial Ownership Dan Institutional Ownership Terhadap Kebijakan Dividen ( Studi Kasus Pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019”
1.3 Rumusan Masalah
Perusahaan adalah salah satu lembaga yang memiliki tujuan untuk menghasilkan laba atau keuntungan dan untuk kepentingan kemakmuran para pemegang saham. Tujuan perusahaan melakukan penjualan saham yaitu untuk mendapatkan tambahan sedangkan untuk investor membeli saham dan menamkan modalnya di suatu perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan (Gautama & Haryati, 2014). Seperti yang telah diuraikan dalam latar belakang kebijakan dividen adalah kebijakan yang dilakukan oleh manajemen dalam membagikan laba yang diperoleh untuk para pemangku kepentingan (investor). Fenomena yang terjadi pada perusahaan di sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2019 masih terjadinya secara fluktuatif perusahaan yang dapat melakukan pembagian dividen kepada pemegang saham. Sehingga dibutuhkannya kebijakan dividen di dalam perusahaan yang dapat menentukan bagaimana pembagian laba yang diperoleh oleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham atau dijadikan laba ditahan bagi perusahaan. Dalam pengambilan keputusan menajemen dapat memilih apakah laba tersebut
14 dijadikan laba ditahan sebagai modal untuk operasional perusahaan atau dibagikan sebagai dividen untuk kepentingan investor.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan , masih terjadinya inkonsistensi di dalam penelitian yang dipengaruhi oleh fenomena yang berbeda di setiap penelitian yang dilakukan. Selain itu diperlukannya pertimbangan secara seksama di dalam perusahaan terhadap faktor faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan seperti faktor Investment opportunity set (IOS), Collateral asset , Managerial Ownership dan Institutional Ownership
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut :
1) Bagaimana Investment opportunity set (ios), Collateral asset , Managerial Ownership dan Institutional Ownership dan kebijakan dividen pada sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015-2019 ? 2) Apakah terdapat pengaruh secara simultan Investment opportunity set (ios),
Collateral asset , Managerial Ownership dan Institutional Ownership terhadap kebijakan dividen pada sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015-2019 ?
3) Apakah terdapat pengaruh secara parsial Investment opportunity set (IOS) pada sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015- 2019 ?
4) Apakah terdapat pengaruh secara parsial Collateral asset pada sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015-2019 ?
5) Apakah terdapat pengaruh secara parsial Managerial ownership pada sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015-2019 ? 6) Apakah terdapat pengaruh secara parsial Institutional ownership pada sektor industri
barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015-2019 ?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah dan pertanyaan penelitian yang telah dijelaskan diatas, tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
15
1. Untuk menjelaskan pengaruh Investment opportunity set (IOS), Collateral asset, Managerial Ownership dan Institutional Ownership terhadap kebijakan dividen pada perusahaan sektor industri barang konsumsi tahun 2015-2019.
2. Untuk menjelaskan pengaruh Investment opportunity set (IOS), Collateral asset, Managerial Ownership dan Institutional Ownership secara simultan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan sektor industri barang konsumsi tahun 2015-2019.
3. Untuk menjelaskan pengaruh Investment opportunity set (IOS) secara parsial terhadap kebijakan dividen pada perusahaan sektor industri barang konsumsi tahun 2015-2019.
4. Untuk menjelaskan pengaruh Collateral asset secara parsial terhadap kebijakan dividen pada perusahaan sektor industri barang konsumsi tahun 2015-2019.
5. Untuk menjelaskan pengaruh Managerial ownership secara parsial terhadap kebijakan dividen pada perusahaan sektor industri barang konsumsi tahun 2015- 2019.
6. Untuk menjelaskan pengaruh Institutional ownership secara parsial terhadap kebijakan dividen pada perusahaan sektor industri barang konsumsi tahun 2015- 2019.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Aspek Teoritis
Dalam aspek teoritis, hasil penelitian diharapkan :
1) Bagi akademis, diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai pengaruh investment opportunity set , collateral asset, Managerial Ownership dan Institutional Ownership terhadap kebijakan dividen pada perusahaan sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2015-2019.
2) Bagi penelitian selanjutnya dapat menjadikan rujukan atau referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.5.2 Aspek Praktis
Dalam aspek praktis, diharapkan hasil penelitian dapa bermanfaat untuk berbagai pihak,seperti :
1. Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau masukan bagi perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang
16 memiliki keterkaitan dengan investment opportunity set (IOS), collateral asset, Managerial Ownership dan Institutional Ownership,serta kebijkan dividen di perusahaan.
2. Investor
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau masukan kepada investor terkait kebijkan dividen yang ada di perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan investasi di perusahaan.
3. Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sebagai sumber referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan tentang penjelasan secara umum dan luas tentang gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian yang berisikan fenomena dan pemilihan judul penelitian, perumusan masalah yang dilandasi oleh latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian baik secara teoritis ataupun praktis, serta sistematika penulisan tugas akhir.
BAB II TINJAUAN PUSTKA
Dalam bab ini berisikan penjelasan secara lengkap landasan teori mengenai penelitian terdahulu yang digunakan baik umum ataupun secara khusus yang berkaitan dengan variable penelitian dan telah teruji secara ilmiah. Dalam bab ini membahas juga tentang kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian, pendekatan dan tahapan dalam melakukan penelitian , populasi dan sampel , pengumpulan data , jenis data, serta teknik analisis yang digunakan dalam penelitian dan melakukan pengujian atas hipotesis penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
17
Dalam bab ini menjelaskan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan secara sistematis dan kronologis sesuai dengan perumusan masalah serta tujuan penelitian yang telah diolah , dan melakukan analisis terkait hipotesis variabel penelitian , dari hasil penelitian tersebut akan memperoleh kesimpulan yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran, serta keterbatasan terkait hasil penelitian. Berdasarkan informasi dari penelitian yang bertujuan memiliki manfaat bagi penelitian selanjutnya .