• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki jenis kelamin yang berbeda yaitu seorang laki-laki dan perempuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki jenis kelamin yang berbeda yaitu seorang laki-laki dan perempuan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah salah satu mahluk tuhan di dunia ini yang hidup saling membutukan satu sama lain, manusia juga akan berkembang seiring berjalannya waktu.

Manusia memiliki jenis kelamin yang berbeda yaitu seorang laki-laki dan perempuan yang mempunyai daya saling menarik satu sama lain untuk hidup bersama. Dalam proses perkembangan manusia membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan, antara seorang laki-laki dan perempuan saling berhubungan dengan ikatan pernikahan, karena pernikahan sebagai jalan untuk bisa melanjutkan perkembangan manusia dengan membangun sebuah keluarga yang bahagia, damai, sejahtera lahir batin, sebuah keluarga penuh limpahan rahmat dan kasih sayang. Di samping itu pernikahan merupakan perjanjian yang sangat suci.

Pernikahan merupakan ikatan lahir batin yang kuat dan kekal antara dua insan, rasa cinta kasih, kewajiban, dan untuk meneruskan keturunan bagi ummat islam. Salah satu tujuannya syariat islam adalah memelihara kelangsungan keturunan maka, Allah memberikan wadah untuk merealisasikan keinginan tersebut sesuai dengan syariat islam yaitu melelui jalan perkawinan (Wasman, 2011: 29) .Tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang agamis, bahagia, sejahtera lahir dan batin. Sebuah rumah tangga yang penuh dengan limpahan rahmat dan kasih sayang. Sedangkan beberapa ulama ahli fiqih mendefinisikan nikah adalah akad yang memberikan faedah kebolehan mengadakan hubungan keluarga suami-istri antara pria dan wanita, dan mengadakan

▸ Baca selengkapnya: seorang laki-laki brachydactily ( bb ) menikah dengan wanita bracydactily ( bb ), kemungkinan mereka akan memiliki anak letal adalah bergenotipe…

(2)

2 tolong menolong serta memberi batas hak bagi pemiliknya dan pemenuhan kewajiban masing-masing (Junaidi, 2002:5).

Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia.

Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing masyarakat dan juga dengan harta kekayaan yang diperoleh diantara mereka baik sebelum maupun selamanya perkawinan berlangsung. Setiap mahluk hidup memiliki hak azasi untuk melanjutkan keturunannya melalui perkawinan, yakni melalui budaya dalam melaksanakan suatu perkawinan yang dilakukan di Indonesia. Perkawinan yang sukses sering ditandai dengan kesiapan suami istri dalam memikul tanggung-jawab. Begitu memutuskan untuk menikah, mereka harus siap menanggung segala beban yang timbul akibat pernikahan, terutama menyangkut pemberian nafkah, pendidikan dan pengasuhan anak (Al-Gifari, 2002)

Pernikahan dini pada umumnya terjadi pada perempuan Indonesia terutama dikawasan pedesaan. Hal ini dapat disebabkan oleh pendidikan yang rendah, akses kesempatan baik dari sisi kesejahteraan maupun kesetaraan mempengaruhi posisi perempuan dalam pengambilatn keputusan dalam pernikahan usia dini, selain itu pernikahan usia dini dapat pula disebabkan kultur yang masih sangat permisif mengatur pernikahan sejak dini terutama bagi perempuan. Rendahnya tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola pikir dalam memahami dan mengerti hakekat dan tujuan pernikahan serta orang tua yang memiliki ketakutan bahwa anaknya akan menjadi perawan tua juga menjadi faktor meningkatnya pernikahan pada usia dini.

(3)

3 Pernikahan usia dini di Indonesia secara frekuen merefleksikan pernikahan yang diatur atau karena kehamilan sebelum menikah. Isu mengenai kebutuhan ekonomi yang rendah juga selalu menjadi salah satu penyebab pernikahan usia dini. Pernikahan usia dini merupakan gambaran rendahnya kualitas kependudukan dan menjadi fenomena tersendiri di masyarakat. Akibat yang timbul dari pernikahan usia dini di tingkat keluarga beragam dan berdampak langsung pada kesejahteraan kelurga. Seseorang belum bisa mengendalikan emosi oleh sebab itu dampak negatif dari menikah usia remaja seperti rentan perceraian karena setiap masalah dihadapi dengan emosi dan saling menyalahkan, kehilangan kesempatan untuk bergaul bersama teman, kehilangan kesempatan berkarier, berisiko mengalami gangguan seksual, mereka setelah menikah cenderung mengalami drop out dari sekolah dan memperoleh pendidikan yang rendah, status sosial yang menurun atau subordinasi dalam keluarga, hilangnya hak kesehaan reproduksi, tingginya peluang kematian ibu akibat melahirkan di usia muda hingga kekerasan dalam rumah tangga, usia remaja merupakan fase yang sangat labil.

Meskipun demikian, bukan berarti menikah di usia muda tidak memberikan kebahagiaan, dampak positif dari menikah muda salah satunya adalah terhindar dari seks bebas, memiliki anak dengan usia yang tidak terlalu jauh, dan memupuk cinta atau melewati masa pacaran dalam hubungan berumah tangga akan membuat hubungan selalu harmonis dan langgeng.

Pernikahan dini adalah pernikahan pada remaja di bawah usia 20 tahun yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan. Masa remaja juga merupakan masa yang rentan risiko kehamilan karena pernikahan dini, diantaranya adalah keguguran, persalinan premature, kelainan bawaan, mudah terjadi infeksi, anemia pada

(4)

4 kehamilan, keracunan dan kematian. Padahal bagi anak yang masih berusia remaja, masa pubertas atau masa remaja sebenarnya dimulai pada usia kurang lebih usia 14 tahun, dan akan berakhir pada usia kurang lebih 17 tahun namun pubertas anak perempuan pada umumnya berlangsung lebih awal dibandingkan anak laki-laki, dan pada masa remaja tersebut mereka masih membutuhkan peran orang tua sebagai sosok yang membimbing dan mendidik baik dalam perkembangan maupun pergaulan anak (Kartono, 2007:168).

Idealnya usia pernikahan untuk perempuan adalah minimal 20 tahun. Secara psikologis sudah stabil dalam menyikapi banyak hal, dan ini berpengaruh dalam pernikahan. perempuan yang masih kurang dari 20 ahun cenderung belum siap karena kebanyak diantara mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan pendidikan yang baik dan bersenang-senang. Laki-laki minimal 25 tahun, karena laki-laki pada usia tersebut kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, sehingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik secara psikis, emosional, ekonomi dan sosial (BKKBN, 2010).

Menurut Undang – Undang Pernikahan No. 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat (1) yang menyatakan bahwa pasangan calon pengantin pria dapat melangsungkan pekawinan apabila telah berusia 19 tahun dan calon pengantin wanita telah berusia 16 tahun.

Namun jika terjadi hal yang menyimpang dari Undang-Undang tersebut misalnya karena adanya pergaulan bebas seorang perempuan hamil sebelum menikah dan perempuan ersebu belum mencapai umur 16 tahun dan laki-laki belum mencapai umur 19 tahun maka Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 masih dapat memberikan kemungkinan dari batas umur yang telah ditetapkan yaitu dengan meminta dispensasi

(5)

5 kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua dari pihak perempuan maupun pihak laki-laki, hal ini berdasarkan pada pasal 7 ayat 2 Undang- Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

Di Indonesia menikah muda semakin diminati para remaja. Salah satu buktinya, yaitu maraknya unggahan di Instagram dengan tagar gerakan nikah muda. Ada lebih dari 112 ribu unggahan tentang menikah muda per 31 Agustus 2018. Terjadi 40 kasus perceraian perjam. Sebanyak 70 persen di antaranya diajukan oleh perempuan. Kasus perceraian tertinggi di Indonesia terjadi di usia 20 sampai 24 tahun. Panjang waktu pernikahan pun tidak sampai lima tahun, diduga, tingginya angka perceraian pada kelompok tersebut sebagai akibat pernikahan yang dilakukan pada usia muda sehingga belum siap dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Tingginya jumlah pasangan muda yang bercerai akibat ketidaksiapan mereka dalam menjalani perkawinan mengindikasikan banyaknya pasangan muda yang sesungguhnya belum memperhatikan kesiapan menikah. masalah ini menjadi serius karena perceraian tidak hanya memberi dampak negatif kepada anak, tetapi juga kepada ibu. (Pernikahan Dini Picu Tingginya Angka Perceraian :BKKBN, 2018).

Berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama Surabaya tahun 2014, kasus perceraian di Kabupaten Banyuwangi tertinggi di Jawa Timur dengan 7.132 kasus.

Selain itu, Kabupaten Banyuwangi juga tertinggi dalam kasus perceraian di bawah usia 20 tahun dengan 319 kasus. Tingginya kasus perceraian dengan usia di bawah 20 tahun tersebut menggambarkan besarnya potensi perceraian pada pernikahan yang dilakukan pada usia < 20 tahun. Rata-rata persentase wanita yang menikah di bawah usia 17 tahun Provinsi Jawa Timur pada tahun 2012 sebanyak 25,55% (BPS Jawa Timur, 2012).

(6)

6 Kabupaten Banyuwangi menjadi salah satu kabupaten dengan angka pernikahan usia dini yang melebihi angka pernikahan usia dini di tingkat Provinsi Jawa Timur (Andrian dan Kuntoro, 2013:2). Sebanyak 30,79% wanita dengan usia <17 tahun 2013 telah menikah di kabupaten Banyuwangi (BPS jawa timur, 2012) Penelitian ini di lakukan di Kabupaten Banyuwangi menyebutkan bahwa Suku Osing lebih banyak melakukan pernikahan dini dibandingkan dengan Suku Jawa (Rahmawati, 2010:72). Selain kedua suku tersebut di Kabupaten Banyuwangi juga terdapat Suku Madura sebagai salah satu dari tiga suku dominan di Kabupaten Banyuwangi. Persentasi antara kebudayaan suku jawa (47,6%), berikutnya madura 33,3% osing 11,9% dan mandar 7,1%, yang melakukan pernikahan dini (RPIJM BIDANG CIPTA KARYA KAB. BANYUWANGI TAHUN 2018-2022).

Praktek pernikahan dini lebih banyak terjadi didaerah perdesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan. Menurut Palu (2008:11) berdasarkan angka statistik pernikahan Indonesia 2007, pernikahan di bawah usia 16 tahun lebih banyak terjadi di wilayah perdesaan bahkan pernikahan seringkali dilakukan setelah anak perempuan mendapat haid pertama. Pernikahan yang dilakukan pada usia dini menjadi hal yang biasa dikalangan masyarakat perdesaan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa pernikahan dini merupakan salah satu peninggalan dari generasi sebelumnya dan dengan latar belakang pendidikan yang rendah menyebabkan pernikahan dini menjadi tradisi kebiasaan sosial (Joseph, et.al, 2013:14). Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa masyarakat Suku Madura cenderung untuk menikahkan anak-anaknya di usia dini. Pernikahan dini sudah sejak lama menjadi tradisi kebanyakan etnik suku Madura yang berstratifikasi sosial menengah kebawah seperti buruh tani, pedagang perancang,

(7)

7 dan pekerja kuli bangunan (Haryono, 2008:2). Fenomena pernikahan dini di masyarakat Madura salah satunya di sebabkan oleh alasan untuk mengurangi beban ekonomi keluarga dan rendahnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan. Selain itu, rendahnya pendidikan merupakan salah satu alasan Suku Madura untuk melaksanakan praktek pernikahan dini (Setyowati, 2013:58).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana tingkat kesejahteraan keluarga yang melakukan pernikahan usia dini di desa

Sidowangi?

2. Apa saja faktor penyebab terjadinya pernikahan usia dini desa Sidowangi?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana kesejahteraan keluarga dari pernikahan dini di Desa Sidowangi Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi

2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor pendorong terjadinya pernikahan dini di Desa Sidowangi Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat akademis

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan wawasan yang berkaitan dengan pernikahan dini dan kesejateraan keluarganya

(8)

8 2. Manfaat praktis

a. Kepada pemerintah daerah hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan berkaitan fenomena pernikahan dini dan upaya peningkatan kesejahteraan keluarga

Referensi

Dokumen terkait

pembeli yang tersebar secara geografis denganbiaya yang rendah untuk setiap tampilannya. Periklanan dapat digunakan untuk membangun citra jangka panjang untuk suatu

Hasil penelitian mewujudkam bahwa kebijakan asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dalam hukum penetensier atau hukum pelaksanaan pemidanaan adalah merupakan bagian

LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI : Untuk Periode Sembilan Bulan Yang Berakhir Pada Tanggal 30 September 2010 (Dengan Angka Perbandingan Untuk Periode Sembilan Bulan Yang

Puji syukur dipanjatkan kehadirat ALLAh atas segala limpah rahmat, taupiq hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Iplementasi

Uraian di atas menjadi dasar berkembangnya suatu pemikiran apakah ada perbedaan perubahan kadar base excess pada pemberian resusitasi cairan ringer laktat

Sedangkan perkara yang menyangkut status seseorang (personal recht) seperti dalam hal perkara perceraian, maka apabila terjadi perdamaian akan dibuat akta

ED PSAK 7 (Penyesuaian 2015) menambahkan persyaratan pihak-pihak berelasi bahwa suatu entitas berelasi dengan entitas pelapor ketika entitas, atau anggota dari kelompok yang

Dalam konteks pembangunan usaha ekonomi skala besar itu yang terjadi Dalam konteks pembangunan usaha ekonomi skala besar itu yang terjadi kemudian adalah