5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori
Kerangka teori pada dasarnya merupakan acuan yang dijadikan sebagai landasan berpikir dalam membuat suatu tulisan / karya ilmiah, tujuannya adalah untuk mengkaji permasalahan yang ada dalam tulisan tersebut (Jujun, 1978:316). Dalam menganalisis kasus yang dibahas dalam penelitian harus berdasarkan pengetahuan ilmiah sebagai dasar argumen sehingga mampu menjawab setiap persoalan dengan lebih meyakinkan. Oleh karena itu, peneliti menggukanan teori Deprivasi Relatif sebagai landasan berpikir dalam menganalisis permasalahan yang ada dalam tulisan ini.
2.2.1 Teori Deprivasi Relatif
Dalam buku “Konsep Dan Teori Gerakan Sosial” (Oman Sukmana, 2016:99) Morrison berpendapat bahwa Teori Deprivasi Relatif ini didasari pada pemikiran bahwa gerakan sosial kemungkinan besar akan terjadi jika suatu kelompok masyarakat mengalami suatu kondisi sosial yang menyebabkan terjadinya deprivasi relatif. Teori ini berfokus pada suatu kondisi psikologis yang menjadi latar belakang untuk membentuk ataupun terlibat dalam suatu gerakan sosial (Social Movement). Dalam buku ini dijelaskan bahwa terdapat 3 tahapan mendasar terkait dengan proses deprivasi dalam teori deprivasi relatif yaitu: (1) Relative deprivation, (2) Legitimate expectations, (3) Blocked expectations and discontent.
Pada tahapan pertama dalam teori ini yaitu Relative deprivation, digunakan untuk menggambarkan situasi di mana seseorang mengalami ketidakpuasan yang asalnya dari keyakinan bahwa apa yang mereka dapatkan tidak sesuasi / kurang dari yang seharusnya mereka dapatkan. Umumnya digambarkan sebagai situasi yang memperlihatkan ketidakpuasan sosial sebagai hasil dari persepsi terkait apa yang seharusnya dan bagaimana kenyataanya.
Dalam konsep ini terdapat gerakan yang dikenal dengan istilah aspiration deprivation yaitu kecenderungan membentuk gerakan liberal yang bertujuan untuk melakukan suatu perubahan baru dalam masyarakat secara progresif atau dengan kata lain melakukan gerakan revolusioner.
Selain itu relative deprivation juga bisa dipahami sebagai suatu pengalaman dari seseorang atau sekelompok masyarakat yang merasa berkekurangan terhadap sesuatu yang mereka anggap sudah sepantasnya mereka dapatkan.
Tahapan kedua yaitu Legitimate Expectation, di mana pada tahapan ini seseorang atau kelompok orang tidak hanya sekedar menginginkan sesuatu namun merasa yakin bahwa mereka memiliki hak dan layak untuk mendapatkan hal tersebut. Pada bagian ini dijelaskan bahwa ketika orang-orang sudah meyakini bahwa apa yang mereka harapkan sebagai sesuatu
6
yang sah (legitimate), maka suatu deprivasi akan terjadi apabila harapan mereka tidak terpenuhi. Dalam kaitannya dengan gerakan sosial, apa yang kemudian diperjuangkan haruslah mampu untuk memenuhi keinginan dan harapan dari orang-orang yang bernasib serupa.
Tahapan terakhir dalam proses deprivasi adalah Blocked expectations and discontent (harapan dan ketidakpuasan yang dihambat), di mana pada tahapan ini dijelaskan tentang bagaimana orang-orang yang bisa memperoleh apa yang mereka inginkan dengan mudah tidak akan melakukan suatu gerakan sosial. Namun sebaliknya jika mereka meyakini bahwa apa yang sepantasnya menjadi hak tidak bisa mereka dapatkan dan membuat mereka jadi tidak bahagia serta harapan dan kebutuhan mereka jadi tidak terpenuhi maka gerakan sosial bisa saja muncul.
Selanjutnya dalam buku dijelaskan mengenai bagaimana kondisi masyarakat yang ditandai oleh suatu deprivasi relatif kemungkinan besar akan melahirkan suatu gerakan sosial (social movement). Jika mereka merasakan deprivasi relatif setiap saat, maka apa yang mereka harapkan tidak bisa terpenuhi. Apabila mereka mempunyai suastu harapan yang sama yang yakin bahwa terdapat hambatan untuk memperolehnya maka gerakan sosial akan terjadi.
Kemudian pada bagian akhir dijelaskan mengenai beberapa kondisi struktural yang menjadi penanda gerakan sosial (social movement) bisa muncul yaitu: pertama, harus terdapat sejumlah orang dengan jumlah yang cukup banyak di mana mereka sama-sama mengalami suatu deprivasi relatif. Kedua, terdapat kedekatan dalam hal komunikasi, interaksi, dan kedekatan fisik dengan orang-orang yang mengalami situasi serupa. Ketiga, adanya persamaan status dan peran antara orang-orang yang mengalami situasi yang sama karena merupakan syarat dari suatu gerakan sosial. Keempat, gerakan sosial berpeluang besar untuk muncul pada masyarakat yang memiliki sistem stratifikasi yang kaku (rigid) (Oman Sukmana, 2016:104). Kelima, adanya kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh suatu kelompok (asosiasi) dalam masyarakat.
2.2 Konsep Gerakan Sosial Revolusi
Gerakan sosial merupakan salah satu aktivitas atau fenomena sosial yang sering muncul ditengah masyarakat yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan tujuan untuk melakukan suatu perubahan sosial. Di dunia ini ada berbagai macam gerakan sosial yang dibedakan oleh para sosiolog tergantung arah dan tujuan dari gerakan sosial tersebut. Salah satunya adalah gerakan sosial revolusi. Para sosiolog memiliki pandangan mereka sendiri mengenai apa yang dimaksud dengan gerakan sosial revolusi. Menurut Cohen (1983), suatu gerakan sosial yang sifatnya revolusioner akan menuntut adanya perubahan yang bersifat total dan radikal terhadap segala aspek kehidupan sosial dan mengubah tatanan yang sudah ada sejak lama. Menurut
7
Sztompka (2004) gerakan revolusi merupakan bentuk gerakan sosial yang memunculkan suatu perubahan sosial dengan skala yang paling luas dan mencakup semua tingkatan dan dimensi dalam masyarakat yang meliputi: politik, budaya, ekonomi, organisasi sosial, kehidupan sosial dan kepribadian individu. Perubahan yang terjadi bersifat sangat cepat, terorganisir, dan bertahan lama, sehingga dapat dikatakan bahwa gerakan revolusi merupakan gerakan sosial yang paling menonjol serta membawa pengaruh yang paling kuat, bersifat menyeluruh dengan durasi waktu yang terbilang cepat.
Menurut Macionis (1999) gerakan revolusi merupakan suatu jenis gerakan sosial yang paling keras (ekstrim) jika dibantingkan dengan jenis gerakan sosial lain. Gerakan revolusi memperjuangkan terjadinya sebuah transformasi yang mendasar dari seluruh masyarakat. Lalu menurut Zanden (1988) berpendapat bahwa gerakan sosial revolusi merupakan suatu gerakan yang muncul dengan tujuan untuk mengubah/mengganti nilai-nilai yang sudah lama ada dalam kehidupan sosial masyarakat. Kemudian menurut Spencer (1982) menyebutkan bahwa gerakan revolusi adalah suatu bentuk gerakan sosial yang dramatis di mana idenya adalah berusaha untuk menggulingkan kekuasaan/kewenangan yang sudah mapan meskipun dengan menggunakan cara-cara yang ekstrim demi bisa mencapai tujuan.
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan mahasiswa dalam melakukan penelitian sehingga penulis bisa memperkaya wawasan yang kemudian akan digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian sebelumnya ini, mahasiswa tidak menemukan penelitian dengan judul yang dengan yang digunakan oleh mahasiswa. Namun penulis mengangkat beberapa penelitian di bawah ini sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian mahasiswa. Berikut ini merupakan penelitian terdahulu terkait dengan penelitian yang dilakukan mahasiswa.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Wahiduddin
(2020)
Konflik Sudan dan Jatuhnya Rezim Presiden Omar Bashir
Selama 30 tahun masa kepemimpinan Omar Al-Bashir, Sudan telah banyak mengalami konflik yang akhirnya menimbulkan banyak kekacauan terjadi di negara tersebut. Banyak masyarakat yang
8
membuat kelompok anti pemerintah sebagai hasil dari ketidakpuasan yang mereka rasakan dari masa pemerintahan Omar Al-Bashir. Pemerintahan yang dianggap otoriter serta kebijakan yang dianggap hanya memperburuk keadaan di negara tersebut akhirnya membuat masyarakat mengadakan demonstrasi dengan skala yang cukup besar untuk menuntut Omar Al-Bashir agar turun jadi jabatannya sebagai pemimpin Sudan.
Dengan jatuhnya kepemimpinan Bashir serta dibentuknya pemerintahan transisi yang di pimpin oleh Sipil membuat masyarakat Sudan berharap bahwa kondisi ini merupakan pertanda lahirnya era baru yang mungkin bisa membawa kesejahteraan di Sudan.
Persamaan : Peneliti dan Penulis sama- sama mengkaji bagaimana kepemimpinan Omar Al-Bashir yang otoriter dan dianggap gagal dalam membawa kesejahteraan di Sudan mendorong masyarakat untuk melakukan demonstrasi menuntut Omar Al-Bashir agar turun dari jabatannya.
Perbedaan : Peneliti secara umum menjelaskan sejarah terkait konflik apa saja yang terjadi selama 30 tahun masa kepemimpinan Omar Al-Bashir serta mengapa pemerintahannya yang otoriter menjadi penyebab gagalnya negara
9
tersebut mencapai kesejahteraan.
Sedangkan penulis lebih berfokus pada gerakan sosial yang lahir di masyarakat sebagai wujud ketidakpuasan atas kepemimpinan yang gagal dalam menciptakan kesejahteraan di negara tersebut.
Herdi Sahrasad (2014)
Pergolakan Mesir: Dari Revolusi ke Transisi
Demokrasi
Fenomena Revolusi Mesir yang terjadi pada tahun 2011 merupakan aksi yang dipengaruhi oleh Revolusi Tunisia. Aksi Demonstrasi yang menuntut Presiden Hosni Mubarak agar mundur dari jabatannya merupakan hasil dari ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan yang dianggap gagal dalam menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat sipil di Mesir. Kudeta sebagai hasil dari Revolusi Mesir membawa harapan kepada masyarakat Mesir bahwa era baru yang lebih baik akan hadir serta peluang transisi menuju negara Demokrasi semakin besar.
Persamaan : Peneliti dan Penulis sama- sama membahas mengenai bagaimana demonstrasi sebagai wujud gerakan sosial mampu menumbangkan rezim pemerintahan yang memiliki kuasa besar terhadap suatu negara serta bisa menciptakan peluang untuk melakukan transisi menuju Era Baru yang lebih baik.
Perbedaan : Peneliti membahas terkait gerakan revolusi yang terjadi di Mesir
10
tahun 2011 sedangkan Penulis membahas terkait gerakan Revolusi yang terjadi di Sudan tahun 2019
Putri Rezki Manan (2020)
People Power Dalam Suksesi Kepemimpinan
Di Mesir
People Power yang muncul di Mesir merupakan hasil dari ketiakpuasan dan rasa kekecewaan masyarakat Mesir terhadap Presiden Mursi yang dipercaya masyarakat Mesir untuk memimpin pasca Revolusi Mesir 2011 karena dianggap melupakan impian masyarakat pasca revolusi seperti keadilan, kebebasan dan kesejahteraan masyarakat. Aksi demonstrasi masyarakat Mesir yang dikenal sebagai fenomena People Power berhasil membuat Presiden Mursi tidak punya pilihan lain selain mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
Persamaan : Peneliti dan Penulis sama- sama membahas mengenai bagaimana kekuatan masyarakat dalam wujud suatu gerakan sosial bisa menciptakan pengaruh yang cukut besar sehingga mampu membawa suatu perubahan yang besar dalam sistem pemerintahan di suatu negara.
Perbedaan : Peneliti membahas terkait gerakan sosial yang muncul di kalangan masyarakat Mesir sedangkan Penulis membahas mengenai gerakan sosial yang muncul di Sudan
11 Afiq Galih
Pratama (2020)
Arab Spring: Gejolak Revolusi Di Libya
(2011-2014)
Revolusi Libya yang bermula pada tahun 2011 didasari atas keadaan sosial masyarakat sipil menjadi pendorong utama lahirnya gerakan sosial menuntut runtuhnya rezim kepemimpinan Muammar Khadafi. Berbagai macam permasalahan mulai dari pemerintahan yang otoriter, kesenjangan sosial, diskriminasi etnis, korupsi, nepotisme, dan lain sebagainya menjadi faktor utama yang mendorong masyarakat sipil dalam menyatukan kekuatan untuk melakukan protes terhadap pemerintahan. Revolusi Libya ini juga terpengaruh dari fenomena Arab Spring seperti yang terjadi di Tunisia dan Mesir. Berbagai macam upaya dilakukan oleh masyarakat sipil untuk menjatuhkan rezim Muammar Khadafi bahkan sampai mendapat bantuan NATO. Fenomena Revolusi Libya sekaligus membawa Libya menuju perubahan-perubahan yang lebih baik dalam kehidupan sosial maupun politik pemerintahan yang demokratis dan jauh dari kata otoriter.
Persamaan : Peneliti dan Penulis sama- sama membahas mengenai Gerakan Revolusi yang lahir sebagai akibat dari ketidakpuasan masyarakat sipil terhadap pemerintahan otoriter yang dianggap gagal dalam menciptakan kesejahteraan di negaranya.
12
Perbedaan : Peneliti membahas mengenai fenomena Gerakan Revolusi yang terjadi di Libya pada tahun 2011 sedangkan Penulis membahas mengenai Gerakan Revolusi yang terjadi di Sudan tahun 2019
Siti Nur Azizah (2016)
Revolusi Di Tunesia Dan Pengaruhnya
Terhadap Proses Demokratisasi Di Negara-Negara Timur
Tengah
Tunisia menjadi negara yang membawa pengaruh besar terhadap fenomena Arab Spring yang terjadi di Timur Tengah.
Revolusi Tunisia terjadi dikarenakan terdapat masalah-masalah seperti ekonomi yang menurun, ketidakstabilan politik, korupsi, pelanggaran HAM dan lain sebagainya, menjadi salah satu pendorong masyarakat melakukan aksi demonstrasi. Pemerintahan yang otoriter dan pembatasan hak dan wewenang masyarakat sipil juga menjadi alasan dari Revolusi Tunisia terjadi. Gabungan kekuatan masyarakat dalam gerakan revolusi berhasil menumbangkan rezim Ben Ali pemimpin Tunisia yang berkuasa saat itu. Keberhasilan Tunisia dalam menumbangkan rezim otoriter kemudian berhasil mempengaruhi negara-negara lain di Timur Tengah untuk melakukan hal serupa. Ditambah lagi keadaan negara lain juga menjadi Pengaruh dari Revolusi Tunisia cepat berkembang luas ke negara- negara lain di Timur Tengah dengan menggunakan bantuan media sosial dan media massa.
13
Persamaan : Peneliti dan Penulis sama- sama menulis mengenai fenomena gerakan revolusi yang terjadi di suatu negara karena rezim pemerintahannya yang tidak bisa menciptakan kesejahteraan terhadap masyarakat sipil.
Perbedaan : Peneliti membahas mengenai bagaimana revolusi Tunisia bisa terjadi serta pengaruhnya terhadap negara- negara lain di Timur Tengah sedangkan Penulis berfokus pada fenomena gerakan Revolusi yang terjadi di Sudan.
2.4 Kerangka Pikir
Masyarakat Sudan menjalankan aksi protes terhadap kebijakan pemerintah mulai dari desember 2018. Demonstrasi yang dilakukan oleh berbagai macam golongan dalam lapisan masyarakat Sudan berujung pada kudeta militer terhadap rezim Omar Al-Bashir yang sudah memimpin 30 tahun lamanya pada april 2019. Aksi ini kemudian dikenal luas secara umum sebagai Revolusi Sudan. Meskipun pemerintahan Omar Al-Bahsir telah runtuh namun aksi
Kebijakan Pemerintah Menghadapi Inflasi
Demonstrasi Menentang Kebijakan Pemerintah 2018-2019
Kudeta Militer Omar Al- Bashir
Pemerintahan Transisi Yang Dipimpin Oleh Sipil Teori Deprivasi Relatif
14
demonstrasi terus berlanjut dikarenakan pemerintahan yang diambil alih oleh pihak militer selama masa pemerintahan Transisi. Masyarakat yang pro terhadap demokrasi menginginkan kepemimpinan yang dipimpin oleh sipil sehingga terus melakukan aksi protes hingga pada agustus 2019 pihak militer dan masyarakat yang diwakili mencapai kesepakatan untuk memberikan hak terhadap sipil untuk menjalankan pemerintahan transisi sampai pemimpin Sudan yang baru bisa dipilih melalui jalur demokrasi. Peneliti dalam tulisan ini menggunakan teori deprivasi relatif dan konsep gerakan sosial revolusi untuk menjelaskan bagaimana suatu gerakan sosial bisa terbentuk di kalangan masyarakat Sudan yang berasal dari berbagai golongan berhasil untuk menjatuhkan rezim serta membuat pemerintahan transisi yang dipimpin oleh sipil sebagai harapan mereka bahwa demokrasi bisa lahir di Sudan.