• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. STUDENT ENGAGEMENT

Student engagement merupakan faktor prediktor penting dalam keberhasilan pembelajaran karena memperlihatkan tingkat perhatian, usaha, emosi positif dan komitmen dari seorang mahasiswa dalam proses belajarnya. Mahasiswa cenderung lebih sukses dalam proses pembelajaran jika ia memiliki keterlibatan secara aktif di dalam proses pembelajaran (Skinner et al, 1990). 1. Definisi Student Engagement

Student Engagement diartikan sebagai keterlibatan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di dalam kelas secara afeksi, emosi dan kognisi untuk meningkatkan hasil belajar dan perkembangan mahasiswa (Trowler, 2010). Reeve (2005) mengemukakan student engagement sebagai intensitas tingkah laku, kualitas emosi, dan usaha pribadi dari keterlibatan mahasiswa secara aktif dalam aktifitas pembelajaran. Student engagement tidak hanya melibatkan mahasiswa tetapi juga institusi tempat mereka belajar. Higher Education Funding Council for England (HEFCE) mendefinisikan student engagement sebagai proses dimana institusi, dosen dan staf institusi membuat suatu usaha yang melibatkan dan memberdayakan mahasiswa sebagai proses membentuk pengalaman belajar.

Konsep lain yang serupa dan sudah sering diteliti memberikan istilah sebagai school engagement. Akan tetapi, student engagement memiliki perbedaan

(2)

dengan konsep tersebut. Reeve (2005) menjelaskan bahwa student engagement memiliki cakupan daerah yang lebih sempit. Pada konsep student engagement keterlibatan hanya pada proses pembelajaran di dalam kelas. Sedangkan pada konsep school engagement, keterlibatan terjadi pada aktivitas di sekolah. Konsep lain yang berlawan dengan student engagement adalah student alienation. Mann (2001) menjelaskan bahwa student alienation merupakan konsep yang menggambarkan ketidakperdulian mahasiswa terhadap proses pembelajaran yang ada di dalam kelas.

Kuh et al (2007) yang menyatakan bahwa student engagement sebagai partisipasi aktif di dalam kelas, yang mampu mengarahkan pada tujuan yang ingin dicapai. Student engagement digunakan sebagai prediktor hasil pembelajaran yang baik jika mahasiswa terlibat dalam aktivitas di dalamnya (Krause dan Coates, 2008). Hu dan Kuh (2001) mendefinisikan hal yang sama yaitu student engagement adalah kualitas usaha mahasiswa untuk tekun terhadap aktivitas yang bertujuan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Kuh (2009) sendiri mendefinisikan student engagement sebagai waktu dan usaha mahasiswa yang disediakan untuk aktivitas yang berhubungan dengan hasil yang diinginkan di perkuliahan dan apa yang institusi lakukan untuk membuat mahasiswa berpartisipasi di dalam aktivitas tersebut.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa student engagement adalah keterlibatan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di dalam kelas baik secara tingkah laku, kognisi dan emosi untuk meningkatkan hasil belajar dan perkembangan mahasiswa.

(3)

2. Dimensi-Dimensi Student Engagement

Dimensi student engagement dapat dilihat dalam definisi yang dikemukakan oleh Trowler (2010) yang mengatakan bahwa student engagement terdiri dari tiga dimensi. Dimensi yang pertama ialah behavioral engagement. Mahasiswa menunjukkan behavioral engagement-nya dengan tingkah laku-tingkah laku yang bertujuan untuk melatih atau mengembangkan kemampuannya, baik yang bersifat pemahaman maupun yang bersifat keterampilan. Seorang mahasiswa dengan behavioral engagement yang baik, akan mematuhi norma, hadir tepat waktu, tidak pernah absen dari kelas dan tidak menganggu proses pembelajaran. Contoh tingkah laku dari behavioral engagement adalah mahasiswa hadir tepat waktu dan memiliki absen tidak lebih dari 3 kali dalam satu semester.

Dimensi yang kedua yaitu emotional engagement. Mahasiswa menunjukkan student engagement-nya dengan melibatkan emosinya dalam proses belajar. Mahasiswa dengan emotional engagement yang baik akan tertarik secara pribadi menjalani proses belajar, menikmati proses pembelajaran dan memiliki sense of belonging. Contoh tingkah laku yang mencerminkan emotional engagement adalah mahasiswa bersemangat dalam mempelajari mata kuliah.

Dimensi yang terakhir adalah cognitive engagement. mahasiswa menunjukkan student engagement-nya dengan menggunakan kognitif nya. Mahasiswa dengan cognitive engagement yang baik akan lancar dalam mengerjakan ujian pelajaran yang dihadapinya, mengevaluasi pemahaman melalui nilai yang ia dapat ujian pelajaran, percaya diri untuk menghadapi ujian pelajaran dan akan menikmati tantangan. Contoh tingkah laku yang mencerminkan

(4)

cognitive engagement adalah ketika ujian, mahasiswa belajar sampai larut malam untuk mendapatkan nilai yang diinginkan.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Student engagement

Berbagai penelitian menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi student engagement pada mahasiswa. Karena sampel yang akan digunakan dalam penelitian adalah mahasiswa, sehingga perlu untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi student engagement pada mahasiswa. Miller et al (2011) menjelaskan bahwa student engagement pada mahasiswa dapat dipengaruhi oleh faktor individu dan faktor pendidikan.

a. Faktor Individu

Faktor individu yang berkontribusi dalam meningkatkan student engagement terdiri dari tiga faktor. Faktor pertama yaitu perceived control and autonomy dimana mahasiswa merasa memiliki kemampuan untuk mempengaruhi hasil sosialnya. Mahasiswa dengan persepsi kontrol pribadi yang lebih tinggi memiliki keinginan untuk menyelesaikan tugas agar memuaskan dirinya.

Faktor kedua yaitu persepsi terhadap lingkungan belajar. Lingkungan yang berkontribusi dalam meningkatkan student engagement yaitu jenis ruangan kelas, mahasiswa, dan karakteristik fakultas. Suasana lingkungan dimana pengajar berperilaku dengan mendukung mahasiswanya berhubungan positif dengan jumlah mahasiswa yang berpartisipasi selama didalam kelas. Selanjutnya, fakultas dapat meningkatkan engagement pada mahasiswa dengan menujukkan pencapaian dari mahasiswa.

(5)

Faktor yang terakhir adalah motivasi berprestasi dan tujuan mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi cenderung terlibat dan mencari aktifitas yang berorientasi pada prestasi. Selanjutnya, mahasiswa yang memiliki tujuan dalam akademik akan memiliki pola pemikiran yang berbeda dari mahasiswa lain yang tidak memiliki tujuan.

Porter (2006) memberikan penekanan lebih pada faktor dari lingkungan kampus. Ia menjelaskan bahwa struktur institusi juga dapat mempengaruhi student engagement pada mahasiswa. Struktur institusi ini mempengaruhi student engagement pada mahasiswa dari tiga sisi, yaitu : size yang mengacu pada jumlah murid per setting, mission yang mengacu pada jumlah mahasiswa yang lulus dan selectivity mengacu pada kemampuan rata-rata peer grup.

b. Faktor Educational Practices

Sebagai tambahan untuk meningkatkan student engagement pada mahasiswa yaitu adanya faktor educational practice yang terdiri dari lima faktor, yaitu : 1. Diversity experiences

Dimana budaya, ras, dan agama yang berbeda dapat meningkatkan partisipasi dan kesempatan belajar yang lebih luas. Mahasiswa-mahasiswa dengan budaya, ras dan agama yang berbeda akan berinteraksi dan memiliki kesempatan belajar lebih luas dan memandang persoalan dengan secara lebih terbuka.

2. Shared learning opportunities

Gabungan dari student engagement dan shared learning opportunities memiliki dampak yang positif. Hal ini disebabkan karena ketika satu masalah dibahas dengan berbagai pandangan maka dapat meningkatkan hubungan yang

(6)

lebih luas dan menumbuhkan pengetahuan baru serta meningkatkan hasil dan keterlibatan mahasiswa.

3. Student faculty interaction

Tingkat interaksi antara mahasiswa dan fakultas mempengaruhi hasil pembelajaran yang penting termasuk student engagement. terdapat 2 jenis hubungan antara mahaisswa dan fakultas. Hubungan yang perrtama adalah hubungan formal dimana interaksi yang sebatas berdiskusi mengenai pelajaran sedangkan hubungan yang kedua adalah hubungan secara informal dimana fakultas terbuka dalam menghadapi perubahan dan perkembangan yang terjadi pada mahasiswa.

4. Active learning

Kegiatan yang penting untuk menghasilakan nilai yang baik. contoh dari active learning adalah menulis catatan- catatan penting, mencari referensi baik online maupun tulisan, menyelesaikan ujian yang mengukur kemampuan, minat atau sikap dan membaca artikel-artikel yang penting.

5. High expectation

Mahasiswa akan lebih terlibat dalam proses pembelajaran jika mereka memiliki tujuan yang ingin dicapai dan harapan yang tinggi terhadap fakultas. 4. Strategi Meningkatkan Student engagement

Strategi meningkatkan student engagement dapat dikembangkan berdasarkan dimensi-dimensi serta faktor-faktor yang mempengaruhi student engagement (Trowler, 2010). Ada 5 strategi-strategi yaitu:

(7)

Misalnya membangkitkan semangat untuk berdiskusi, eksplorasi dan menemukan hal yang baru.

b. Menilai pekerjaan dan tugas mahasiswa

Misalnya setiap tugas yang diberikan oleh dosen selalu dinilai sehingga membangkitkan semangat mahasiswa untuk membuat tugas lebih baik lagi.

c. Menyakinkan harapan mahasiswa

Misalnya mahasiswa mentapkan IPK yang harus dicapai setiap semester agar lulus tepat waktu.

d. Mengembangkan hubungan sosial antara mahasiswa dengan mahasiswa dan mahasiswa dengan dosen baik dengan media online, kelompok kecil dan dalam kuliah umum.

e. Mengembangkan strategi self management

Misalnya mahasiswa dan dosen berdiskusi mengenai cara mengatur yang baik dan meningkatkan motivasi mahasiswa khususnya ketika semester yang penuh dengan stress.

5. Kategori pada Student engagement

Trowler (2010) menjelaskan bahwa ada student engagement dikategorikan ke dalam 3 tingkatan yakni :

a. Positive Engagement

Kategori positive engagement adalah kategori yang paling tinggi. Pada kategori ini, mahasiswa terlibat secara aktif. Artinya, mahasiswa tertarik terhadap pelajaran, menghadiri perkuliahan dan mendapatkan hasil yang diinginkan.

(8)

b. Non Engagement

Kategori non engagement merupakan kategori yang lebih rendah dari positive engagement. pada kategori ini mahasiswa tidak terlibat dalam perkuliahan dan tidak juga bolos perkuliahan. Artinya, mahasiswa hanya duduk diam di dalam kelas, mengalami kebosanan dan mengumpulkan tugas secara terlambat.

c. Negative Engagement

Kategori yang terakhir adalah negative engagement. Pada kategori ini mahasiswa sama sekali tidak perduli dengan perkuliahan yang sedang dijalani. Mahasiswa tidak datang di setiap perkuliahan dan mengulang mata kuliah.

B. PERSEPSI TERHADAP IKLIM KELAS 1. Definisi Persepsi

Persepsi adalah pengamatan tentang obyek, peristiwa atau hubungan– hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan penafsiran pesan (Sobur, 2003). Persepsi adalah proses yang terintegrasi mengenai perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir dan kerangka acuan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek. Proses ini akan memberikan informasi sehingga seseorang akan menyadari, mengerti dan memahami keadaan sekitarnya serta keadaan diri sendiri. Kondisi ini akan menolong individu untuk dapat bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan sosial (Davidoff dalam Lutfi dkk, 2009).

Selain itu Chaplin (2006) mendefinisikan persepsi kedalam lima hal yaitu:1) proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indra, 2) kesadaran dari proses-proses organis, 3) mengemukakan

(9)

persepsi adalah satu kelompok pengindraan dengan menambah arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu, 4) variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisme untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang, 5) kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu. Lahey (2007) juga mengartikan persepsi adalah pemberian arti stimulus yang berbeda dan mempunyai arti yang menimbulkan kesadaran, arti yang diberikan individu terhadap suatu stimulus berdasarkan cara orang tersebut mempolakannya. Persepsi juga dapat didefinisikan sebagai proses organisasi dan interpretasi informasi yang diterima dari dunia luar.

Jadi persepsi adalah suatu hasil dari proses organisasi dan interpretasi situasi yang ada di sekitar individu dan hasil dari proses ini akan berbeda beda antara individu yang satu dengan yang lainnya karena dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi persepsi.

a. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Irwanto (2002) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu:

1. Perhatian yang selektif

Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsangan dari lingkungannya. Meskipun demikian individu tidak harus menanggapi semua rangsangan yang diterima. Individu akan memusatkan perhatian pada rangsangan tertentu saja.

(10)

Ciri-ciri tertentu dari suatu objek atau rangsangan akan memepengaruhi persepsi individu atau subjek. Rangsangan yang bergerak diantara rangsangan yang diam akan lebih menarik perhatian. Demikian juga rangsangan yang paling besar diantara yang paling kecil.

3. Nilai-nilai dan kebutuhan individu

Nilai dan kebutuhan yang dianut oleh individu akan mempengaruhi pengamatan individu tersebut.

4. Pengalaman terdahulu

Pengalaman-pengalaman pada masa lalu akan mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan suatu benda. Persepsi mengenai dunia oleh satu individu akan berbeda dengan individu lain, karena setiap individu menanggapi persepsi berkaitan dengan aspek-aspek situasi yang mengandung arti khusus sekali pada dirinya.

2. Definisi Iklim Kelas a. Definisi Iklim Kelas

Iklim kelas merupakan segala situasi yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara mahasiswa dengan dosen, dan antara mahasiswa dengan mahasiswa lainnya (Fraser , 2003). Iklim kelas merupakan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang muncul akibat hubungan antara dosen dan peserta didik atau hubungan diantara peserta didik yang menjadi ciri khusus suatu kelas dan mempengaruhi proses belajar-mengajar (Fisher & Rawnsley, 1998). Elliot dkk (1999), menyatakan iklim kelas adalah kondisi, pengaruh dan rangsangan dari luar

(11)

yang meliputi pengaruh fisik sosial dan intelektual yang mempengaruhi mahasiswa. Dalam kelas terdapat mahasiswa yang memiliki bentuk fisik yang berbeda. Terdapat mahasiswa yang memiliki postur tubuh yang tinggi atau pendek, badan yang besar dan kecil serta warna kulit yang bermacam-macam, selain itu dalam kelas juga terdapat mahasiswa yang memiliki perbedaan psikologis, seperti perbedaan minat mahasiswa dalam bidang studi, karakter dan kemampuan IQ yang berbeda.

Schuh dan Schmuch (dalam Hadianto & Subianto, 2002) menyatakan bahwa iklim kelas dapat berupa penerapan hubungan perasaan dalam pribadi yang diasosiasikan dalam pola-pola interaksi seperti reaksi emosional terhadap kelompok, rasa puas terhadap kelompok dan rasa frustasi. Iklim kelas merupakan suasana kelas dimana terjadi interaksi antar mahasiswa dan interaksi antara pengajar dengan mahasiswa secara pribadi, dalam suasana kelas yang positif akan terjadi jika interaksi yang terjadi dalam kelas terdapat komunikasi dalam bentuk kerjasama, tolong-menolong, tenggang rasa antara anak yang pandai dengan anak yang kurang pandai, mahasiswa yang mampu secara finansial dengan mahasiswa yang mengalami kekurangan finansial dalam menunjang belajarnya, norma-norma pergaulan hidup dan tata tertib kelas maupun institusi yang dipatuhi dengan disiplin yang luwes, serta terjadi komunikasi yang terbuka.

Subianto dan Hadianto (2002) menyatakan bahwa suasana yang dialami mahasiswa di dalam kelas lazim disebut iklim kelas. Ada beberapa istilah yang kadang-kadang digunakan secara bergantian untuk mendefinisikan iklim kelas. Climate yang diterjemahkan dengan iklim, feel, atmosphere, tone, dan

(12)

environment. Istilah iklim kelas digunakan untuk mewakili kata-kata tersebut di atas dan kata-kata lain seperti learning environment, group climate dan classroom environment.

Batasan mengenai iklim kelas menurut Reily dan Lewis (1983) yaitu dimensi psikologis dan sosial di dalam ruang kelas seperti tingkat formalitas, fleksibilitas, struktur, kecemasan, kontrol pengajar, aktivitas dan stimulasi. Ramelan (1989) memberikan batasan mengenai iklim kelas yaitu tugas pembelajaran, metode mengajar dan penilaian.

Dari beberapa teori mengenai iklim kelas tersebut, maka dapat diambil pengertian bahwa iklim kelas merupakan kondisi psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk dari suatu lingkungan kelas tempat belajar mengajar sebagai hasil dari interaksi antara dosen dengan mahasiswa dan antara mahasiswa dan dosen sebagaimana yang dipersepsikan oleh individu yang ada di dalamnya.

b. Aspek-Aspek Iklim Kelas

Menurut Fraser (2003), terdapat tujuh aspek yang dapat digunakan untuk mengukur iklim kelas, yaitu :

1. Kekompakan Mahasiswa (student cohesiveness)

Dimensi ini dapat dilihat dari sejauh mana mahasiswa mengenal, membantu dan saling mendukung satu sama lain. Kekompakan tersebut dapat berupa mengerjakan tugas dengan bersama-sama dan membantu mahasiswa lainnya ketika tidak memahami pelajaran.

(13)

Dimensi ini mengukur sejauh mana dosen memberikan bantuan, dukungan terhadap mahasiswa dan perhatian serta keterlibatan emosi pengajar dengan mahasiswa. Dukungan ini dapat berupa memberi kesempatan yang sama kepada seluruh mahasiswa untuk bertanya, menjawab pertanyaan yang diajukan dan sebagainya.

3. Arahan terhadap tugas (task orientation)

Dimensi ini berupa perhatian yang diberikan dosen terhadap mahasiswa dalam mengikuti pelajaran dan mencoba memahami tugas yang diberikan serta menekankan seberapa pentingnya penyelesaian aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan.

4. Kerjasama (cohesiveness)

Dimensi ini menekankan aktivitas-aktivitas kelas yang dilakukan secara bersama-sama atau berrkelompok. Dosen ada kalanya memberikan tugas secara berkelompok untuk melihat kemampuan bekerjasama antar mahasiswa.

5. Kegiatan penyelidikan (investigation)

Dimensi ini menekankan pada sejauh mana mahasiswa dapat memecahkan persoalan dalam kelas tanpa diberitahu cara pemecahannya.

6. Kesetaraan (equity)

Dimensi ini dapat dilihat melalui setiap mahasiswa mendapat kesempatan yang sama untuk bicara. Dosen tidak membeda-bedakan mahaisswanya.

(14)

Dimensi ini menggambarkan keterlibatan mahasiswa dalam aktivitas belajar yang mencakup pada kepuasan mahasiswa terhadap keadaan kelas sehingga dapat berpartisipasi aktif.

c. Ciri-ciri Iklim Kelas

Menurut Scheerens & Boske (2008) ciri-ciri dalam iklim kelas meliputi : 1. Hubungan di dalam kelas

Hubungan di dalam kelas sejauh mana keterlibatan mahasiswa di dalam kelas, adanya mahasiswa yang mendukung dan membantu, mahasiswa didik dapat mengekspresikan kemampuannya secara terbuka dan bebas, mahasiswa membantu mahasiswa yang lain jika mahasiswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas pengajar, adanya keakraban dalam kelas, saling menghormati satu sama lain adanya perasaan tenggang rasa.

2. Pengendalian kelas

Pengendalian kelas merupakan pengajar memulai dan mengakhiri materi pelajaran tepat waktu, adanya peraturan kelas yang dijalankan, munculnya ketenangan mahasiswa dalam belajar di dalam kelas, tidak ada mahasiswa yang sering absen, adanya jadwal piket kelas yang teratur, pembagian tugas struktur kelas yang jelas.

3. Sikap pengajar terhadap pekerjaannya

Sikap pengajar terhadap pekerjaannya yaitu pengajar bersikap ramah tamah, sering memotivasi mahasiswa untuk bertanya, menumbuhkan minat belajar dalam diri mahasiswa, memiliki sifat yang terbuka terhadap mahasiswa, mengajak

(15)

mahasiswa untuk berpikir kritis dan mengajak mahasiswa untuk memperhatikan materi yang telah diberikan.

4. Kepuasan di dalam kelas

Kepuasan di dalam kelas yaitu mahasiswa merasa senang belajar di dalam kelas yang terlihat bersih, tertib, teratur, sehat dan menggunakan media belajar secara optimal.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Iklim Kelas

Creemers dan Reezigh (1994) menyatakan bahwa iklim kelas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Lingkungan fisik kelas

Merupakan aspek materi kelas bentuk dan warna kelas, luas kelas, perlengkapan kelas, jumlah individu yang terlibat di dalamnya. Contoh dari lingkungan fisik kelas ialah ruangan kelas di cat dengan warna putih sehingga ruangan di dalamnya menjadi terang dan diberi pendingin ruangan agar mahasiswa dapat nyaman belajar di kelas.

2. Sistem sosial

Sistem sosial terdiri dari hubungan dan interaksi antara mahasiswa dan pengajar, relasi pengajar dengan mahasiswa, biasanya ditunjukkan dengan perhatian pada mahasiswa sehingga mahasiswa merasa dosennya ramah dan bersahabat. Interaksi ini tergantung pada struktur tujuan yang ada di dalam kelas. Adanya struktur organisasi yang jelas di dalam kelas seperti kerjasama persaingan. Contoh dari sistem sosial adalah tidak membolehkan mahasiswa yang terlambat selama 15 menit untuk masuk ke dalam kelas.

(16)

3. Kerapian lingkungan kelas

Susunan kelas, kenyamanan dan keberfungsian yang ada di dalam kelas, adanya struktur organisasi yang jelas di dalam kelas suasana kekeluargaan di dalam kelas dan berfungsinya media pembelajaran di dalam kelas. Contoh dari kerapian lingkungan kelas ialah ruangan kelas di bersihkan setiap hari dan bangku-bangku disusun dengan menghadap kea rah papan tulis.

e. Kategori pada Iklim Kelas 1. Iklim Kelas Positif

Iklim kelas yang positif meliputi hubungan interpersonal yang hangat dan suportif, memberikan kesempatan untuk berrpartisipasi dalam aktivitas di dalam kelas dan pengambilan keputusan, memiliki norma serta tujuan yang jelas (Battistich, 2001). Selain itu iklim kelas yang positif ditandai dengan adanya komitmen untuk saling menghormati satu sama lain sesama mahasiswa, dosen dan staf institusi di dalam maupun luar kelas, menghormatisetiap perbedaan individu, dan proses belajar mengajar yang efektif (Preble & Gordon, 2011).

2. Iklim kelas Negatif

Fassinger (1995) menjelaskan bahwa iklim kelas negative membuat mahasiswa merasa tidak nyaman, mahasiswa akan merasa takut apabila berada didalam kelas dan ragu apakah mereka akan mendapatkan pengalaman yang berharga atau tidak.

3. Definisi Persepsi terhadap Iklim Kelas

Mukhlis (2004) menyatakan bahwa persepsi mahasiswa tentang iklim kelas sangat erat kaitannya hubungan dosen dengan mahasiswa, dan hubungan

(17)

antar mahasiswa menjadi ciri khusus dalam kelas yang akan mempengaruhi keterlibatan mahasiswa dalam belajar. Mahasiswa yang mempunyai persepsi yang positif terhadap iklim kelas akan merasa nyaman ketika memasuki ruang kelas, karena mengetahui bahwa akan ada yang memperdulikan dan menghargai mereka, dan percaya bahwa akan mempelajari sesuatu yang berharga. Namun sebaliknya mahasiswa yang mempunyai persepsi terhadap iklim kelas yang negatif mahasiswa akan merasa takut apabila berada di dalam kelas dan ragu apakah mereka akan mendapat pengalaman yang berharga. Kondisi yang merupakan dimensi iklim kelas tersebut dalam tiap-tiap kelas dapat bervariasi dan kemungkinan akan dapat mempengaruhi keterlibatan mahasiswa di dalam kelas.

Iklim kelas sendiri diartikan sebagai segala situasi yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara mahasiswa dengan dosen, dan antara mahasiswa dengan mahasiswa lainnya (Fraser , 2003). Sedangkan, persepsi ialah pemberian arti stimulus yang berbeda dan mempunyai arti yang menimbulkan kesadaran, arti yang diberikan individu terhadap suatu stimulus berdasarkan cara orang tersebut mempolakannya. Persepsi juga dapat didefinisikan sebagai proses organisasi dan interpretasi informasi yang diterima dari dunia luar (Lahey, 2007).

Sehingga persepsi iklim kelas dapat diartikan sebagai penilaian yang dimunculkan dalam berinteraksi dengan teman sekelas dan dengan pengajar yang mengajar di dalam kelas serta lingkungan fisik di sekitar ruang kelas.

(18)

C. MAHASISWA

Mahasiswa adalah suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya dalam ikatan perguruan tinggi (Sarwono, 1978). Mahasiswa menurut Salim dan Salim (dalam kamus umum bahasa Indonesia, 2002) adalah orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan di perpengajaran tinggi. Menurut Sukadji (2001) mahasiswa adalah sebagian kecil dari generasi muda yang mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuannya di perpengajaran tinggi. Oleh sebab itu mahasiswa diharapkan akan mendapat manfaat yang sebesarbesarny adalam pendidikan tersebut. Selanjutnya Basir (1992) menjelaskan bahwa mahasiswa secara psikis dan fisik telah mencapai tahap awal dewasa dan telah meninggalkan masa remajanya, sehingga perilakunya dengan lingkungan sekitar sudah terarah, mengakui dan memahami norma, serta nilai yang harus ditaatinya. Selanjutnya Hurlock (1999) mengkategorikan usia mahasiswa ke dalam masa dewasa dini. Mahasiswa merupakan seseorang yang menuntut ilmu di perpengajaran tinggi, baik di universitas, institut ataupun akademi.

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa mahasiswa merupakan individu yang terdaftar dan belajar di perpengajaran tinggi, baik di universitas, institut ataupun akademi.

D. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (USU) 1. Sejarah Universitas

Sejarah Universitas Sumatera Utara (USU) dimulai dengan berdirinya Yayasan Universitas Sumatera Utara pada tanggal 4 Juni 1952. Pendirian yayasan

(19)

ini dipelopori oleh Gubernur Sumatera Utara untuk memenuhi keinginan masyarakat Sumatera Utara khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya. Pada zaman pendudukan Jepang, beberapa orang terkemuka di Medan termasuk Dr. Pirngadi dan Dr. T. Mansoer membuat rancangan perguruan tinggi Kedokteran. Setelah kemerdekaan Indonesia, pemerintah mengangkat Dr. Mohd. Djamil di Bukit Tinggi sebagai ketua panitia. Setelah pemulihan kedaulatan akibat clash pada tahun 1947, Gubernur Abdul Hakim mengambil inisiatif menganjurkan kepada rakyat di seluruh Sumatera Utara mengumpulkan uang untuk pendirian sebuah universitas di daerah ini.

Sebagai hasil kerjasama dan bantuan moril dan material dari seluruh masyarakat Sumatera Utara yang pada waktu itu meliputi juga Daerah Istimewa Aceh, pada tanggal 20 Agustus 1952 berhasil didirikan Fakultas Kedokteran di Jalan Seram dengan dua puluh tujuh orang mahasiswa diantaranya dua orang wanita. Kemudian disusul dengan berdirinya Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat (1954), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1956), dan Fakultas Pertanian (1956).

Pada tanggal 20 November 1957, USU diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Dr. Ir. Soekarno menjadi universitas negeri yang ketujuh di Indonesia. Dan hingga saat ini terdapat 15 fakultas dan 33.000 lebih mahasiswa yang sedang menimba ilmu di USU.

2. Fakultas dan Mahasiswa

(20)

mengemban ilmu di USU (usu cyber media diakses pada Desember 2015). Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai jumlah mahasiswa di setiap program studi dapat dilihat di lampiran.

E. DINAMIKA PERSEPSI IKLIM KELAS DENGAN STUDENT ENGAGEMENT

Student engagement merupakan hal yang penting bagi mahasiswa dan institusi. Menurut Trowler (2010) student engagement adalah keterlibatan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di dalam kelas secara afeksi, emosi dan kognisi untuk meningkatkan hasil belajar dan perkembangan mahasiswa. Student engagement juga sebagai prediktor dari keberhasilan suatu pembelajaran. Usaha menciptakan student engagement dapat dilakukan menggunakan berbagai strategi yang diimplementasikan melalui visi dan misi, kebijakan, ataupun norma yang berlaku di institusi.

Pada Universitas Sumatera Utara (USU) perwujudan menciptakan student engagement tercerminkan pada visi dan misi yaitu tidak hanya mengembangkan kemampuan untuk siap terjun ke lapangan pekerjaan tetapi juga membentuk individu yang bertakwa, inovatif dan tangguh. Hal ini berarti USU memperdulikan mahasiswa dalam hal akademik dan juga sebagai individu yang baik. meskipun demikian, student engagement tidak hanya kesediaan mahasiswa tetapi adanya bentuk nyata atas keterlibatan mereka di dalam kelas (usu cyber media diakses pada desember 2015).

(21)

Menurut Trowler (2010) student engagement dapat dilihat dari 3 dimensi student engagement yaitu behavioral engagement, emotional engagement dan cognitive engagement. Student engagement dianggap penting karena memperlihatkan tingkat perhatian, usaha, persistensi, emosi positif, dan komitmen dari seorang mahasiswa dalam proses belajarnya (Skinner, 1990). Reeve (2005) juga menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat engagement seorang mahasiswa maka semakin baik pula proses belajarnya. Tanda- tanda mahasiswa yang memiliki student engagement tinggi ada 3 hal yaitu : tingkah lakunya dalam melatih kemampuannya, emosinya yang positif saat proses pembelajaran berlangsung, dan mampu menjawab soal-soal ujian yang diberikan.

Student engagement dikategorikan kedalam 3 tingkatan dengan keterlibatan yang berbeda-beda yaitu positive engagement, non engagement dan negative engagement. Pada setiap kategori tidak menunjukkan baik atau buruk mahasiswa tersebut hanya saja akan dilihat mahasiswa tersebut terlibat atau tidak di dalam proses pembelajaran (Trowler, 2010). Tingkatan-tingkatan dalam student engagement terbentuk karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi student engagement diantaranya motivasi berprestasi dan tujuan mahasiswa, interaksi mahasiswa dan fakultas, pengalaman, harapan yang tinggi dari mahasiswa dan yang terakhir adalah persepsi terhadap iklim kelas (Miller et al, 2011). Fassinger (1995) dan Nunn (1996) lebih menekankan pada iklim kelas, dikarenakan iklim kelas merupakan prediktor utama dari partisipasi di dalam kelas. Pada iklim kelas yang positif, mahasiswa akan merasa nyaman ketika memasuki ruang kelas, mereka mengetahui bahwa akan ada yang

(22)

memperdulikan dan menghargai mereka sehingga mereka dapat berpartisipasi aktif di dalam kelas, serta mereka percaya bahwa akan mempelajari sesuatu yang berharga. Namun sebaliknya, pada iklim kelas negatif, siswa akan merasa takut apabila berada di dalam kelas dan ragu apakah mereka akan mendapat pengalaman yang berharga. Sehingga iklim kelas sangat penting bagi suatu institusi karena dapat mempengaruhi keterlibatan mahasiswa.

Iklim kelas merupakan segala situasi yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil dari interaksi antara mahasiswa dengan dosen dan mahasiswa dengan mahasiswa lainnya (Fraser, 2003). Selain itu, iklim kelas mengacu kepada berbagai dimensi psikologis dan sosial di dalam kelas, seperti tingkat formalitas, fleksibilitas, struktur, kecemasan, kontrol dari pengajar, aktivitas dan juga dorongan (Reilly dan Lewis, 1983). Bloom (1964) mendefinisikan iklim kelas sebagai kondisi, pengaruh, dan rangsangan dari luar yang meliputi pengaruh fisik, sosial dan intelektual yang mempengaruhi peserta didik. Menurut Kaplan dan Ryan (2011) iklim kelas dapat meningkatkan keterlibatan mahasiswa.

Salah satu cara untuk meningkatkan keterlibatan mahasiswa di dalam kelas, yaitu mahasiswa memiliki persepsi yang positif terhadap iklim kelasnya (Fassinger, 1995). Apabila mahasiswa memiliki persepsi yang positif terhadap iklim kelasnya, maka mahasiswa akan menerima hal tersebut sebagai hal yang menyenangkan. Sebaliknya, bila mahasiswa memiliki persepsi yang negatif terhadap iklim kelas, maka mahasiswa akan menerima hal tersebut sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan (Andriani, 2004).

(23)

Mengenai iklim kelas tersebut, tentunya mahasiswa memiliki pendapat yang berbeda-beda yang dalam konteks psikologis disebut dengan persepsi. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan perasaan (Desiderato, 1976). Menurut Mulyana (2001), persepsi merupakan suatu proses kognitif psikologis dalam diri individu yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan yang digunakan individu untuk memahami objek yang dipersepsi. Fassinger (1995) juga mengatakan bahwa dengan mengontrol kenyamanan mahasiswa secara signifikan mahasiswa akan terlibat dalam proses pembelajaran.

E. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh antara persepsi iklim kelas terhadap student engagement pada mahasiswa.

Referensi

Dokumen terkait

Korelasi  Alpha   yang mula  –    mula direkomendasikan oleh Tomlinson (1957)  berbeda dengan publikasi yang sekarang dimana pada sumbu horizontal kurvanya menggunakan nilai

Hasil rekapitulasi di tingkat PPK Kecamatan Samarinda yang ditolak oleh para saksi dari partai-partai politik termasuk PDK, tidak pernah diperbaiki dan hal ini telah

Pengaduan terhadap Ahli Pialang Asuransi dan Reasuransi sebagai Teradu yang dianggap melanggar Kode Etik harus disampaikan secara tertulis disertai dengan

Secara garis besar disini dijelaskan admin akan mengelola data user/admin, data anggota, data buku, data kategori, data pengarang, data rak data penerbit, data

Bahan eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tunas dari planlet Puar Tenangau yang merupakan hasil subkultur ketiga yang dipelihara dalam media MS +

sterilisasi dan pertumbuhan mikroorganisme pada makanan kaleng agar dapat diselesaikan secara numerik dengan metode beda

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Ervilah dan Fachriyah (2015), Bustamam, et al (2010) dan Kartika (2011) menemukan pengaruh antara total