• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kebijakan Pemerintah

a. Pengertian Kebijakan

Istilah kebijakan (policy) seringkali penggunaanya saling dipertukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan (goals), program, keputusan, dan rancangan. Bagi para pembuat kebijakan, istilah-istilah tersebut bukanlah menjadi sesuatu hal yang asing. Namun, berbeda halnya bagi mereka yang berada di luar struktur pengambilan kebijakan. Bagi mereka, istilah-istilah tersebut mungkin dapat membingungkan. Kebijakan sendiri dapat dipahami sebagai suatu tindakan berpola yang mengarah pada suatu tujuan tertentu dan bukan sekedar keputusan untuk melakukan sesuatu (Wahab, 2001: 2-3).

William N. Dunn melihat konteks kebijakan sebagai suatu sistem, dimana sistem kebijakan merupakan produk manusia yang subyektif dan secara sadar diciptakan melalui berbagai pilihan oleh para pelaku kebijakan (Dunn, 2000: 111). Selanjutnya, Carl Friedrich menyatakan bahwa kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan dari pendapat seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran (Wahab, 2001: 3).

Berdasarkan pengertian di atas yang dimaksud kebijakan adalah suatu tindakan berpola (sistem) dan dilakukan secara sadar oleh para pelaku kebijakan (aparat pemerintah) untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.

b. Pengertian Pemerintah

Miriam Budiardjo mengemukakan bahwa pemerintah (government) merupakan suatu organisasi yang berwenang untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan bersifat mengikat bagi seluruh penduduk di dalam wilayahnya untuk kepentingan hidup bersama. Keputusan- keputusan ini antara lain dapat berbentuk sebuah undang-undang dan peraturan-peraturan lain (Budiardjo, 1982: 44). A.M. Donner membedakan

commit to user

(2)

pengertian pemerintah dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, pengertian pemerintah menunjukan sebagai badan-badan negara yang mempunyai tugas atau fungsi untuk merumuskan dan menentukan haluan negara (policy state).

Sebaliknya, pengertian pemerintah secara sempit menunjukan sebagai badan- badan negara yang mempunyai tugas atau fungsi untuk merealisasikan atau melaksanakan haluan negara berdasarkan hasil keputusan yang ada (wewenang administrasi) (Fahmal, 2006: 25).

Berdasarkan pendapat di atas yang dimaksud dengan pemerintah adalah sekelompok orang, badan, organisasi yang mempunyai kewenangan untuk mengatur, menyusun dan melaksanakan keputusan-keputusan menyangkut kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya suatu negara.

c. Pengertian Kebijakan Pemerintah

James Anderson mengemukakan definisi kebijakan pemerintah (government policy) sebagai pelaksanaan tindakan yang relatif stabil yang dilakukan oleh sejumlah aktor untuk menyelesaikan masalah maupun dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Nugroho, 2014: 43). Sementara itu, definisi kebijakan pemerintah menurut W.I. Jenkins adalah:

Serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi di mana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut (Wahab, 2001: 4).

Solichin A. Wahab mengemukakan ciri-ciri kebijakan pemerintah yakni: pertama, kebijakan pemerintah sebagai tindakan yang mengarah pada tujuan; kedua, kebijakan pemerintah terdiri atas tindakan-tindakan saling terkait dan berpola yang mengarah ada tujuan tertentu dan bukan merupakan keputusan berdiri sendiri; ketiga, kebijakan menyangkut tindakan nyata yang dilakukan pemerintah dalam bidang-bidang tertentu; keempat, kebijakan pemerintah dapat bersifat positif ataupun negatif (Wahab, 2001: 6-7).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang terdiri atas tindakan-tindakan saling terkait dan berpola untuk mencapai

commit to user

(3)

tujuan tertentu. Kebijakan pemerintah lebih menekankan pada tindakan nyata yang mengarah pada tujuan, tindakan-tindakan saling berkaitan, berpola dan dapat bersifat positif atau negatif. Dalam penelitian ini, teori kebijakan pemerintah bermanfaat untuk menganalisis latar belakang lahirnya revolusi hijau serta kewenangan organisasi (badan) dalam lingkungan pemerintah terkait pelaksanaan kebijakan revolusi hijau di Kabupaten Karanganyar.

2. Pembangunan Pertanian a. Pengertian Pembangunan

Sumitro Djojohadikusumo mengemukakan bahwa pembangunan (development) mengandung arti yang luas, salah satunya berkaitan dengan peningkatan produksi. Peningkatan produksi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan. Selain berpengaruh pada segi peningkatan produksi secara kuantitatif, proses pembangunan mencakup perubahan pada kerangka kelembagaan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh (Djojohadikusumo, 1994: 2-3). Sementara itu, definisi pembangunan menurut Mardikanto yaitu:

Upaya sadar dan terencana untuk melaksanakan perubahan-perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk jangka panjang yang dilaksanakan oleh pemerintah yang didukung oleh partisipasi masyarakatnya, dengan penggunaan teknologi yang terpilih (Mardikanto, 1993: 2).

James H. Weaver mengemukakan bentuk-bentuk model pembangunan guna tercapainya pemerataan yakni: pertama, padat karya; kedua, reorientasi pembentukan modal; ketiga, pemenuhan kebutuhan dasar; keempat, pengembangan sumber manusiawi; kelima, pengembangan sektor agrarian;

keenam, pendekatan pembangunan desa secara terintegrasi (integrated rural development); dan ketujuh, pembangunan suatu Tata Ekonomi Dunia Baru (Susanto, 1984: 9).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pembangunan adalah proses perubahan yang dilakukan secara sadar dan terencana oleh pemerintah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan produksi dan perbaikan kesejahteraan masyarakat.

commit to user

(4)

Berkaitan dengan penelitian ini, teori-teori pembangunan di atas dapat bermanfaat untuk melihat, serta menganalisis model pembangunan dan orientasi pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.

b. Pengertian Pembangunan Pertanian

Arthur T. Mosher mengemukakan definisi mengenai pembangunan pertanian (agricultural development) sebagai bagian integral dari pembangunan ekonomi, dalam hal ini pembangunan menyeluruh (overall development) mencakup dan menjamin penduduk yang hidup dari bertani dan masyarakat pedesaan secara umum (Mosher, 1978: 17). Sementara itu, Khairuddin berpendapat bahwa pembangunan pertanian merupakan bagian sektoral dari pembangunan masyarakat desa dan menjadi pondasi dalam pembangunan nasional (Khairuddin, 1992: 136).

Mubyarto mengemukakan bahwa pembangunan sektor pertanian mendapat prioritas utama karena sektor pertanian ditinjau dari berbagai segi memang merupakan sektor yang cukup dominan dalam ekonomi nasional.

Seperti dapat dilihat kontribusinya dalam pendapatan nasional, perananya dalam pemberian lapangan pekerjaan pada penduduk yang bertambah dengan cepat, kontribusinya dalam penghasilan devisa dan lain sebagainya (Mubyarto, 1989: 221). Pandangan serupa juga diungkapkan oleh Gerald M.

Meier bahwa pembangunan yang berswasembada di sektor pertanian merupakan langkah awal dan cukup relevan bagi kemajuan pembangunan di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia (Meier, 1985: 252).

Arthur T. Mosher mengemukakan analisanya mengenai syarat-syarat pembangunan pertanian di banyak negara dan menggolongkanya menjadi syarat-syarat mutlak dan syarat-syarat pelancar. Syarat-syarat mutlak tersebut antara lain: (1) Adanya pasar untuk hasil-hasil usaha tani; (2) Teknologi yang senantiasa berkembang; (3) Tersedianya bahan dan alat produksi secara lokal;

(4) Adanya perangsang produksi bagi petani; (5) Tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu. Syarat-syarat pelancar antara lain: (1) Pendidikan pembangunan; (2) Kredit produksi; (3) Kegiatan gotong-royong petani; (4) Perbaikan dan perluasan tanah pertanian; (5) Perencanaan nasional commit to user

(5)

pembangunan pertanian (Mosher, 1978: 46). Sejalan dengan Mosher, Van der Eng menyatakan bahwa kontribusi teknologi baru berupa benih unggul dan pupuk memiliki kontribusi cukup penting dalam menopang pelaksanaan pembangunan pertanian (Van Der Eng, 1994: 20).

Sondang P. Siagian menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan di sektor pertanian memiliki tiga sasaran utama. Sasaran pertama, berbagai usaha pembangunan di sektor pertanian diarahkan pada peningkatan taraf hidup petani yang bersangkutan. Para petani yang dimaksud adalah mereka mengandalkan kegiatan bertani sebagai sumber pendapatan utama baik melalui usaha mengerjakan tanah miliknya sendiri maupun mereka bekerja sebagai buruh tani. Sasaran kedua, penambahan penerimaan negara melalui ekspor hasil-hasil pertanian tertentu. Sasaran ketiga, mencapai tingkat mandiri di bidang pemuasan kebutuhan pokok rakyat banyak, khususnya pangan (Siagian, 1984: 129).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembangunan pertanian merupakan proses perubahan yang dilakukan secara sadar dan terencana oleh pemerintah dalam rangka membangun perekonomian masyarakat desa khususnya petani. Pembangunan pertanian memiliki tujuan untuk meningkatkan taraf hidup petani, meningkatkan devisa negara melalui ekspor hasil-hasil komoditas pertanian, dan meningkatkan kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan pangan rakyat. Berkaitan dengan penelitian ini, teori- teori pembangunan pertanian di atas dapat bermanfaat untuk melihat proses pelaksanaan revolusi hijau melalui berbagai program pertanian di Kabupaten Karanganyar.

3. Moral Ekonomi Petani

a. Pengertian Moral Ekonomi

Menurut James C. Scott istilah ‘’moral ekonomi’’ atau ‘’ekonomi moral’’ merupakan konsep dasar yang menggambarkan kondisi petani selalu berada di titik rawan krisis subsistensi, keadaan antara batas-batas kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, menghindari kegagalan, dengan kekurangan pangan, kelaparan, bahkan dapat menghancurkan kehidupanya commit to user

(6)

(Scott, 1981: 7). Eric R. Wolf mengemukakan bahwa ekonomi moral merupakan strategi petani dalam mencukupi kebutuhan hidup mereka dengan cara mengurangi konsumsi (Wolf, 1993: 23). Sementara itu, Clifford Geertz berpandangan bahwa istilah ekonomi moral sama dengan rekonstruksinya mengenai shared poverty (Geertz, 1983: 102). Kekhawatiran masyarakat petani dalam menghadapi kondisi rawan krisis, mengalami kekurangan pangan menyebabkan timbulnya prinsip yang dinamakan ‘’etika subsistensi’’

(Scott, 1981: 3).

Berkaitan dengan ekonomi moral, James C. Scott membedakan strategi yang dilakukan oleh petani (moral choice) ke dalam dua bentuk, yakni ekonomi subsistensi atau yang lebih dikenal dengan istilah dahulukan selamat (safety first) dan sosial subsistensi. Prinsip dahulukan selamat (safety first) merupakan keadaan petani yang lebih memilih berusaha untuk mendahulukan selamat daripada pilihan mendapatkan keuntungan banyak dengan memperbesar tingkat resiko mengalami krisis subsistensi (Scott, 1981: 23).

Selanjutnya, sosial subsistensi terlihat dari desa-desa sebagai organisasi, fungsi-fungsi sosial kolektif dari etika subsistensi dan hubungan patron-klien dapat dilihat sebagai salah satu mekanisme etika subsistensi petani (Scott, 1981: 40).

Dalam ekonomi moral, prinsip subsistensi memiliki ketetapan ketika menghadapi adanya tawaran perubahan untuk suatu kemajuan hanya akan diterima apabila ada jaminan kuat terhindar dari krisis subsistensi. Proses adopsi mengenai inovasi-inovasi di bidang pertanian terutama perkembangan teknologi dan organisasi lebih didasarkan pada pertimbangan resiko kegagalan dibandingkan dengan tingkat keuntungan yang akan diperoleh, meskipun keuntungan yang didapatkan cukup tinggi (Scott, 1981: 38).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi moral adalah strategi atau upaya petani (moral choice) dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup melalui etika subsistensi untuk menghindari kegagalan dan kekurangan pangan (krisis subsistensi). Dalam penelitian ini, teori atau konsep ekonomi moral bermanfaat untuk menggambarkan kondisi commit to user

(7)

dan reaksi (respon) masyarakat petani pedesaan menyikapi perubahan- perubahan yang terjadi saat berlangsungnya revolusi hijau. Sementara itu, prinsip petani berupa etika subsistensi sangat berguna dalam melihat strategi dan pilihan-pilihan yang dilakukan oleh petani (moral choice) melalui ekonomi subsistensi, dahulukan selamat dan sosial subsistensi.

b. Pengertian Petani

Wolf (1993: 2) mengemukakan petani (peasant) sebagai orang desa yang bercocok tanam untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Menurut Scott (1981:19), petani merupakan masyarakat yang hidup secara subsisten dan menggantungkan hidupnya dari kegiatan bertani dan beternak.

Berdasarkan pengertian di atas, petani peasant berbeda dengan farmer yang lebih identik dengan pengusaha pertanian dan berorientasi ke pasar (Mosher, 1978: 2).

Theodor Shanin menjelaskan tentang ciri-ciri masyarakat petani menjadi empat macam yaitu: (1) Satuan keluarga (rumah tangga) petani adalah satuan dasar dalam masyarakat desa yang berdimensi ganda; (2) Petani hidup dari usaha pertanian dengan mengolah tanah; (3) Pola kebudayaan petani berciri tradisional dan kelas; (4) Petani memiliki posisi rendah dalam masyarakat dan merupakan orang kecil di desa (Scott, 1993: viii).

Berdasarkan luas tanah garapan, Bambang Tri Cahyono membagi petani menjadi tiga golongan yakni: (1) Petani gurem untuk luas sampai dengan 0,5 hektar; (2) Petani menengah untuk lahan diatas 0,5 hektar sampai 1,00 hektar;

dan (3) Petani luas untuk lahan diatas satu hektar (Cahyono, 1983: 34).

Berdasarkan jangkauannya terhadap hak-hak atas tanah, Gunawan Wiradi mengelompokkan petani menjadi 5 macam yaitu:

1) Pemilik penggarap murni, yaitu petani yang hanya menggarap tanahnya sendiri

2) Penyewa dan penyakap, yaitu petani yang tidak mempunyai tanah tetapi mempunyai tanah garapan melalui sewa atau bagi hasil

3) Pemilik penyewa atau pemilik penyakap, yaitu petani yang disamping menggarap tanahnya sendiri juga menggarap tanah milik orang lain commit to user

(8)

4) Pemilik bukan penggarap

5) Tunakisma mutlak, yaitu petani yang benar-benar tidak memiliki tanah dan tidak mempunyai tanah garapan. Sebagian besar mereka ini adalah buruh tani dan hanya sebagian kecil saja yang memang pekerjaanya bukan sebagai buruh tani (Wiradi, 1984: 303).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa petani adalah masyarakat desa yang hidup dari lahan dan hasil pertanian untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dalam penelitian ini, teori petani dapat bermanfaat untuk melihat kondisi kehidupan masyarakat petani pedesaan di Indonesia, khususnya di Kabupaten Karanganyar. Kondisi tersebut mengacu dari kehidupan petani pedesaan lebih dekat dengan pengertian petani sebagai peasant atau petani sebagai farmer.

4. Perubahan Sosial Ekonomi a. Pengertian Perubahan Sosial

Istilah perubahan (change) mengandung arti berupa keadaan atau hal yang berubah. Pada prinsipnya, perubahan merupakan suatu proses yang terus menerus. Setiap masyarakat akan mengalami perubahan, hanya saja kadar perubahan yang dialami antara masyarakat satu dengan masyarakat lain tidak selalu sama (Taneko, 1990: 133). Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi mengemukakan bahwa terdapat banyak hal berkaitan dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Hal tersebut berupa norma-norma, nilai-nilai, organisasi, pola perilaku dan stratifikasi masyarakat (Soekanto, 2000: 407).

Margono Slamet mengemukakan bahwa perubahan didalam masyarakat menyangkut dua bentuk umum, yakni perubahan struktural dan perubahan proses. Perubahan struktural menyangkut perubahan yang sangat mendasar dan mampu merubah unsur-unsur kehidupan dalam masyarakat sebelumnya. Berbeda dengan perubahan struktural, perubahan proses hanya mendaur ulang dari perubahan dasar yang sebelumnya pernah terjadi (Taneko, 1990: 155).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan adalah proses yang dilakukan secara terus menerus sehingga membuat hal commit to user

(9)

atau keadaan menjadi berubah dalam kehidupan masyarakat. Dalam penelitian ini, teori perubahan bermanfaat untuk menganalisis bentuk perubahan dalam kehidupan masyarakat petani pedesaan di Kabupaten Karanganyar.

Neil J. Smelser mengemukakan bahwa perubahan sosial merupakan konsekuensi dari pembangunan ekonomi yang meliputi perubahan hubungan kekerabatan, perubahan hubungan community dan perubahan hubungan kerja (Taneko, 1990: 154). Sementara itu, Schweizer (1987: 38) menyatakan bahwa munculnya individualisasi dalam hubungan sosial masyarakat pedesaan merupakan akibat dari melemahnya hubungan patron-client di sektor pertanian. Di sisi lain, pengertian perubahan sosial menurut Selo Soemarjan adalah:

Segala perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap-sikap, serta pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tekanan definisi tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok manusia, perubahan-perubahan tersebut kemudian mempengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainya (Soekanto, 2000: 337).

Menurut Alvin L. Bertrand, proses awal penyebarluasan perubahan sosial dalam masyarakat adalah melalui komunikasi yang menyangkut ide- ide, gagasan-gagasan dan keyakinan-keyakinan maupun hasil-hasil budaya fisik lainya. Everett M. Rogers dan F. Floyd Shoemaker menyatakan bahwa unsur-unsur penting yang menyangkut proses penyebarluasan gagasan, ide ataupun keyakinan serta hasil-hasil budaya yang berupa fisik lainya, yakni:

inovasi, komunikasi, sistem sosial dan unsur waktu (Taneko, 1990: 139-142).

Selain itu, Selo Soemardjan berpendapat bahwa terdapat konsep institutionalized (pelembagaan) dalam proses penyebaran perubahan sosial yang terjadi di masyarakat (Soekanto, 2000: 345).

Perubahan sosial dalam masyarakat akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mampu mendorong jalanya perubahan. Sebaliknya, terdapat juga faktor- faktor penghambat jalanya perubahan. Faktor-faktor yang mendorong jalanya perubahan antara lain: (1) Kontak dengan kebudayaan lain; (2) Sistem commit to user

(10)

pendidikan formal yang maju; (3) Sikap menghargai hasil karya seseorang dan mempunyai keinginan untuk maju; (4) Toleransi terhadap perbuatan- perbuatan yang menyimpang (deviation), yang bukan merupakan delik; (5) Sistem terbuka lapisan masyarakat; (6) Penduduk yang heterogen; (7) Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu; (8) Orientasi ke masa depan; (9) Nilai bahwa manusia harus senantiasa berusaha memperbaiki hidupnya. Sedangkan faktor-faktor yang menghambat jalanya proses perubahan diantaranya: (1) Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain; (2) Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat; (3) Sikap masyarakat yang sangat tradisional; (4) Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat (vested interests); (5) Rasa takut akan terjadi kegoyahan pada integrasi kebudayaan; (6) Prasangka terhadap hal-hal baru atau sikap yang tertutup; (7) Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis; (8) Adat atau kebiasaan; (9) Nilai bahwa hidup pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki (Soekanto, 2000: 361-366).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur, fungsi dan lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat. Dalam penelitian ini, teori perubahan sosial bermanfaat untuk menganalisis dampak revolusi hijau terhadap perubahan kehidupan sosial masyarakat petani pedesaan di Kabupaten Karanganyar.

b. Pengertian Perubahan Ekonomi

Istilah perubahan ekonomi (economic change) erat kaitanya dengan pembangunan ekonomi (economic development). Kebijakan pemerintah dalam pembangunan di bidang ekonomi menimbulkan pergeseran- pergeseran, perubahan-perubahan ekonomi masyarakat (Booth & McCawley, 1987: 2). Menurut Jan Boeke, perubahan ekonomi dipengaruhi oleh perekonomian yang bersifat dualistis, yakni unsur-unsur ekonomi bersifat modern dan tradisional (Mubyarto, 1987: 59). Sementara itu, Geertz (1983:

142-147) menyatakan bahwa perubahan ekonomi meliputi modal, produksi, tenaga dan lapangan kerja dan teknik pengelolaan. Sejalan dengan Geertz, commit to user

(11)

Ann Laura Stoller menyatakan bahwa perubahan hubungan kerja dan penggunaan tenaga kerja di sektor pertanian temasuk bagian dari perubahan ekonomi (Stoler, 1977: 678).

Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo mengemukakan ciri-ciri perubahan ekonomi yang terjadi dalam sistem perekonomian pertanian tradisional ke modern. Sistem pertanian tradisional berwujud dalam bentuk usaha kecil, tidak padat modal, penggunaan lahan terbatas, sumber tenaga kerja berpusat pada anggota keluarga, dan lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri (subsisten), kemudian mengalami perubahan menjadi sistem perekonomian komersial yang lebih berorientasi pada kebutuhan pasar (Kartodirdjo & Suryo, 1991: 4). Booth dan McCawley (1987: 9) mengemukakan beberapa aspek perekonomian yang mengalami perubahan ekonomi yakni adanya penerapan teknologi baru, perubahan kelembagaan dan sikap terhadap prioritas pembangunan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perubahan ekonomi merupakan perubahan-perubahan di bidang ekonomi yang dipengaruhi oleh unsur-unsur perekonomian tradisional dan modern meliputi modal, produksi, tenaga dan lapangan kerja. Dalam penelitian ini, teori perubahan ekonomi bermanfaat untuk menganalisis dampak revolusi hijau terhadap perubahan kehidupan ekonomi masyarakat petani pedesaan di Kabupaten Karanganyar.

5. Historiografi Sejarah Agraria

Historiografi merupakan titik puncak dalam seluruh kegiatan penelitian sejarah. Posisi historiografi dalam metodologi sejarah merupakan bagian terakhir (Poespoprodjo, 1987: 1). Selain itu, historiografi juga dikenal sebagai suatu sintesis dari seluruh hasil penelitian sejarah (Sjamsuddin, 2012: 121).

Penulisan sejarah (historiografi) akan menggambarkan para penulis sejarah dalam setiap periodenya dan sebab-sebab penulisan sejarah mengalami perubahan. Historiografi dibedakan menjadi historiografi umum dan historiografi Indonesia. Historiografi umum mencakup penulisan sejarah sejak zaman kuno sampai abad ke-20. Sementara itu, historiografi Indonesia

commit to user

(12)

mencakup khusus tentang penulisan perkembangan penulisan sejarah Indonesia (Kuntowijoyo, 2013: 62).

Penulisan sejarah (historiografi) memiliki hubungan erat dengan pemahaman klasifikasi waktu (scope temporal) atau yang lebih dikenal dengan istilah periodesasi sejarah. Periodesasi merupakan hasil konseptualisasi sejarawan mengenai pembabakan waktu dengan berdasarkan hasil pemikiran perbandingan antara satu periode dengan periode lainya serta adanya ciri khas suatu kurun sejarah. Kuntowijoyo menyebutkan bahwa periodesasi dalam historiografi sejarah Indonesia terdiri dari zaman kuno (indianisasi), tengah (islamisasi), dan modern (pembaratan) (Kuntowijoyo, 2008: 20-21). Sementara itu, Ricklefs membagi periodesasi sejarah Indonesia modern menjadi enam babak, yaitu: pertama, munculnya zaman modern; kedua, perjuangan memperebutkan hegemoni (1630-1800); ketiga, pembentukan negara jajahan (1800-1910); keempat, munculnya konsepsi Indonesia (1900-1942); kelima, runtuhnya negara jajahan (1942-1950); dan keenam, Indonesia merdeka (Ricklefs, 2007: xi).

Salah satu kajian dalam historiografi sejarah di Indonesia adalah Sejarah Agraria. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian agraria diartikan sebagai urusan pertanian atau tanah pertanian dan urusan pemilikan tanah.

Sejarah agraria merupakan sejarah yang berkaitan dengan masalah penguasaan tanah dan pemanfaatanya bagi kehidupan manusia. Sartono Kartodirdjo mengemukakan bahwa sebagian besar pembahasan sejarah agraria di Indonesia dalam lingkup temporal mencakup periode kuno dan modern, sedangkan dalam lingkup spatial sebagian besar terkonsentrasi di Jawa (Kartodirdjo, 1986: vii).

Hal ini menandakan bahwa periodesasi penulisan sejarah agraria di Indonesia dimulai sejak masa kerajaan (kuno) sampai masa reformasi (modern) dan secara lingkup ruang, Jawa memiliki peran penting dalam mendorong perkembangan kajian sejarah agraria di Indonesia.

Historiografi atau penulisan Sejarah Agraria di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa peneliti baik dari dari orang Indonesia sendiri maupun dari peneliti Indonesianis lainya. Karya-karya tersebut dapat ditelusuri dengan mengkaji commit to user

(13)

beberapa buku diantaranya yakni Involusi pertanian karya Geertz (1983: 6) yang membicarakan mengenai kondisi pertanian di pedesaan Jawa telah memasuki tahap involusi dan munculnya konsep shared poverty. Selain itu, Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi Petani di Asia Tenggara, Scott (1981: 3) menulis tentang teori etika subsistensi dan konsep ekonomi moral yang terdapat di kelas petani pedesaan di Asia Tenggara. Dalam Karyanya yang berjudul Sejarah Perkebunan di Indonesia, Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo (1991: xxiii) menampilkan periodesasi sejarah agraria khususnya terkait perkembangan pertanian perkebunan sejak dari masa VOC, masa Hindia- Belanda termasuk masa Tanam Paksa (1830-1870) dan masa liberal (1870- 1942), masa kependudukan Jepang (1942-1945), masa Revolusi (1945-1950) dan masa Kemerdekaan (1950-1980). Pembahasan mengenai perkembangan pertanian lainya dapat ditelusuri dengan mengkaji melalui beberapa karya diantaranya Bagi Hasil di Hindia Belanda karya Scheltema (1985) , Pertanian dan Kemiskinan di Jawa karya De Vries (1985), dan Dasar-Dasar Usaha Tani di Indonesia karya Vink (1984).

B. Penelitian Relevan

1. R.J. Milich. The Green Revolution in Java: Politics and Social Change Under The ‘’New Order’’ Government. (Thesis, 1975), Politics Departement, Adelaide University.

Penelitian ini menjelaskan tentang adanya pengaruh politik yang melatarbelakangi lahirnya kebijakan revolusi hijau pada masa Orde Baru.

Selain itu, penelitian ini juga mencatat mengenai pelaksanaan program Bimas yang mendorong proses perubahan sosial khususnya menyangkut adanya kelas-kelas petani, kepemilikan modal, upah tenaga kerja buruh tani, dan berkembangnya sistem kredit di pedesaan Jawa pada awal 1970- an. Sementara itu, penelitian penulis mencoba menjelaskan bagaimana pengaruh revolusi hijau terhadap kehidupan pedesaan Jawa dengan mengambil studi kasus di daerah Kabupaten Karanganyar, khususnya berkaitan dengan aspek perubahan sosial ekonomi.

commit to user

(14)

2. Irlan Soejono. Growth and Distributional Changes of Paddy Farm Income in Central Java 1968-1974. (Thesis, 1977), Economics Agricultur Departement, Iowa State University.

Penelitian ini menjelaskan mengenai pengaruh penggunaan teknologi baru dalam peningkatan pendapatan usaha tani petani padi di Jawa Tengah. Pengamatan terhadap perubahan distribusi dan pertumbuhan produksi padi di Jawa Tengah pada Pelita I menjadi fokus kajian penelitan.

Sementara itu, penelitian penulis memiliki fokus kajian mengenai pengaruh revolusi hijau terhadap perubahan sosial ekonomi petani di Kabupaten Karanganyar tahun 1984-1998.

3. Ann Laura Stoller. Rice Harvesting in Kali Loro: A Study of Class and Labor Relations in Rural Java. Journal of American Ethnologist, Volume 4, Nomor 4, 2009, (678-698).

Penelitian ini menjelaskan mengenai perkembangan historis perubahan hubungan kerja dan penggunaan tenaga kerja dalam praktik pemanenan padi di Kali Loro dan Jawa secara umum. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa praktik pemanenan padi di Kali Loro hampir tidak menampilkan sistem shared poverty yang adil, khususnya terkait penyebaran tenaga kerja. Sementara itu, penelitian penulis mencoba mengungkap adanya perubahan sosial terkait perubahan penggunaan tenaga kerja dengan mengambil scope spatial di daerah Kabupaten Karanganyar.

4. Widya Utami & John Ihalauw. (1973). Some Consequences of a Small Farm Size. Bulletin of Indonesian Economic Studies, Volume 9, Nomor 2, 1973, (46-56).

Penelitian ini secara khusus mencoba menggambarkan pola kepemilikan tanah dan ukuran pertanian di Kabupaten Klaten khususnya di desa-desa yang telah menerapkan teknologi baru dalam pengeloaan tanah pertanian. Selain itu, penelitian ini juga mencoba menghubungkan kepemilikan lahan pertanian dengan hasil produksi, proses pemasaran, dan pola hubungan sosial yang terjadi di pedesaan. Sementara itu, penelitian commit to user

(15)

penulis mencoba mengungkap pengaruh revolusi hijau terhadap perubahan sosial ekonomi petani di Kabupaten Karanganyar.

5. Seno Wibowo. Kebijakan Revolusi Hijau Masa Orde Baru Tahun 1984- 1998 Terhadap Dinamika Kehidupan Sosial Ekonomi Petani (Studi Kasus Di Kecamatan Delanggu Kabupaten Klaten). (Skripsi, 2014), Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini menjelaskan mengenai pengaruh revolusi hijau terhadap dinamika sosial ekonomi masyarakat petani di Kecamatan Delanggu Kabupaten Klaten. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa pelaksanaan revolusi hijau mendorong adanya transformasi masyarakat petani Delanggu dari sebelumnya subsisten menjadi petani komersial.

Sementara itu, penelitian penulis mencoba mengungkap adanya pengaruh revolusi hijau terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat petani di wilayah berbeda yakni Kabupaten Karanganyar. Kabupaten Karanganyar yang hanya memiliki beberapa daerah sentra pertanian subur untuk intensifikasi padi sawah mampu menjaga hasil produksi beras tetap surplus dalam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat Kabupaten Karanganyar.

Dengan menggunakan konsep ekonomi moral James C. Scott sebagai kerangka penelitian, penulis menemukan adanya respon masyarakat petani pedesaan Kabupaten Karanganyar dalam menggunakan teknologi baru tidak serta merta mengubah secara menyeluruh kondisi kehidupan mereka menjadi petani komersial (rational peasant). Terdapat sebagian masyarakat petani pedesaan Kabupaten Karanganyar memilih tetap menggunakan strategi moral choice melalui safety first dan menjaga etika subsistensi.

6. Lailatul Muamaroh. Pelaksanaan Program Bimbingan Massal (BIMAS) Padi Di Kabupaten Tulungagung Tahun 1984-1998. Jurnal Avatara, Volume 5, Nomor 2, 2017, (402-416).

Penelitian ini menjelaskan mengenai pelaksanaan program Bimas dan kendala-kendala yang menghambat upaya pengenalan program commit to user

(16)

tersebut terhadap masyarakat petani di Kabupaten Tulungagung. Selain itu, peneliti dalam kerangka penelitianya menggunakan konsep J.W.

Schoorl untuk melihat inovasi teknologi pada pelaksanaan program Bimas.

Sementara itu, penelitian penulis tidak hanya berfokus pada pelaksanaan program Bimas dalam berlangsungnya revolusi hijau, tetapi juga membahas beberapa program lainya. Penulis menggunakan konsep James C. Scott untuk melihat kondisi, respon petani pedesaan menyikapi perubahan-perubahan yang terjadi saat berlangsungnya revolusi hijau di Kabupaten Karanganyar.

C. Kerangka Berpikir

Pada masa awal pemerintahan Orde Baru, pembangunan pertanian mendapat perhatian utama dalam pembangunan nasional. Hal ini tidak terlepas dari adanya persoalan-persoalan perekonomian yang sedang diguncang inflasi dan krisis dunia saat itu. Pemerintah Orde Baru menyadari mengenai pentingnya ketersediaan bahan pangan, khususnya beras. Adanya perkembangan teknologi baru (modernisasi) di sektor pertanian, mendorong pemerintah Orde Baru menjalankan kebijakan revolusi hijau untuk mewujudkan swasembada pangan nasional.

Revolusi hijau diterapkan melalui panca usaha tani yang melibatkan lima unsur, yakni: bibit unggul, pemupukan, irigasi, proteksi tanaman terutama dengan pestisida dan pengolahan tanah yang baik. Progam ini disampaikan kepada para petani lewat kegiatan besar-besaran yakni melalui program Bimbingan massal (Bimas) dengan dukungan utama para penyuluh petani lapangan. Kabupaten Karanganyar yang memiliki lahan pertanian yang subur dan menjadi salah satu daerah lumbung padi di Jawa Tengah, tidak lepas dari pengembangan dan penerapan berbagai program pertanian dalam kebijakan revolusi hijau.

Keberhasilan kebijakan revolusi hijau dalam meningkatkan produksi beras membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat petani di pedesaan. Revolusi hijau memberikan pengaruh terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di pedesaan, baik dalam kehidupan sosial ekonomi petani di Kabupaten Karanganyar.

Salah satu peristiwa sejarah yang dapat dijadikan sebagai pengembangan materi sejarah agraria adalah revolusi hijau pada masa Orde Baru. Kajian mengenai commit to user

(17)

revolusi hijau serta berbagai aspeknya menarik untuk memahami perubahan sosial ekonomi masyarakat petani pedesaan. Penulis melihat bahwa sebagian besar tema- tema sejarah agraria, terutama persoalan tanah dan petani lebih banyak didominasi oleh karya-karya peneliti di masa kolonial. Penulisan sumber-sumber yang barkaitan dengan sejarah perkembangan persoalan agraria di masa setelah kemerdekaan masih kurang dan diperlukan kajian lebih lanjut, khususnya mengenai revolusi hijau. Dalam penelitian ini, penulis mencoba menyajikan hasil penelitian tentang revolusi hijau dengan menitikberatkan pengaruhnya terhadap perubahan sosial ekonomi petani di pedesaan. Dengan demikian, terdapat korelasi dari hasil penelitian sebagai pengembangan materi pada mata kuliah sejarah agraria.

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

(2) Variasi luasan korden memberikan pengaruh yang dapat dirasakan pendengaran, (3) kombinasi substitusi pengurangan jumlah audian dengan korden cukup berhasil pada

Aspek Teknis Operasional, meliputi daerah pelayanan, tingkat pelayanan, sumber sampah, komposisi dan karakterirstik sampah, pola operasi penanganan sampah dari

[r]

Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kantor Regional XIII dan Kantor Regional XIV Badan Kepegawaian Negara (Berita Negara

In this study, three case studies at three different levels (individual animal, farm, and nation) were demonstrated in order to illustrate the use of methods

Peserta dapat mengirimkan jawaban diluar waktu pengerjaan masing-masing soal (lebih cepat atau lebih lambat) namun ada konsekuensi pengurangan soal jika waktu pengerjaan

“Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya

Kosolidasi dapat diartikan sebagai suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu perseroan