• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. karena tanaman ini tidak membutuhkan sinar matahari berlebih dan sangat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. karena tanaman ini tidak membutuhkan sinar matahari berlebih dan sangat"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Porang

Tanaman porang pada umumnya dapat tumbuh dengan baik di kawasan hutan karena tanaman ini tidak membutuhkan sinar matahari berlebih dan sangat membutuhkan naungan. Tanaman ini juga mengalami fase dormansi, periode tanaman ini tumbuh aktif hanya sekitar 4 sampai 5 bulan saja. Yaitu pada masa awal musim hujan sampai memasuki musim kemarau. Tanaman porang adalah termasuk tanaman liar dan tanah apa saja dapat di tumbuhi, akan tetapi tanahnya harus gembur dan subur.berikut adalah beberapa syarat tumbuh tanaman porang dilihat dari keadaan iklim, keadaan tanah, dan kondisi lingkungan.

1. Pengaruh Iklim

Tanaman porang bersifat khusus yaitu mempunyai toleransi yang tinggi terhadap naungan atau tempat yang teduh. Intensitas cahaya yang dibutuhkan tanaman porang hanya kurang dari 40%. Kawasan yang oaling bagus untuk pertumbuhan porang adalah pada ketinggian 100-600 m dpl. Akan tetapi banyak juga yang membudidayakan tanaman porang pada ketinggian 0-700 m dpl. Suhu harian rata-rata tanaman porang yaitu pada suhu rendah atau lebih tepatnya dingin. Tanaman ini adalah tanaman dengan iklim tropis.

(2)

2. Kondisi Lahan

Lingkunag yang sesuai untuk pertumbuhan dan produktivitas tanaman porang adalah lahan yang ternaungi oleh tegakan pohon-pohon tahunan, agar intensitas cahaya matahari yang sampai ke permukaan lahan yang ditumbuhi porang lebih rendah. Contoh beberapa pohon naungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman porang seperti jenis pohon jati, mahoni, sono, dan tanaman tahunan lainya. Tingkat kerapatan naungan sebaiknya sekitar lebih dari 40%, dengan demikian semakin rapat naungan akan semakin baik untuk pertumbuhan porang agar dapat menhasilkan umbi yang baik.

Untuk mendapatkan hasil produksi umbi yang maksimal, keadaan tanah yang dikehendaki tanaman porang adalah dengan kondisi yang gembur, subur dan tidak becek (tergenang air) pada saat hujan. Tingkat keasaman tanah yang ideal adalah berkisar antara pH 6-7 serta pada kondisi tanah yang baik. Kualitas umbi yang baik adalah pada tingkat pH sekitar 7 dibandingkan dengan porang yang ditanam pada pH

<6.

Secara umum pemeliharaan pertumbuhan tanaman porang tidak menuntut secara khusus. Namun untuk mendapatkan hasil produksi yang baik dapat ditingkatkan dengan perawatan yang baik pula. Di awal pertumbuhan tanaman tidak memperlukan perawatan secara khusus hanya saja dengan penggemburan tanah disekitar dan melakukan penyiangan gulma. Pemeliharaan tanaman porang selama

(3)

pertumbuhan sangatlah mudah dan ringan pengerjaannya dan tidak seintensif seperti tanaman pangan lainya. Pemeliharaan yang utama dari tanaman porang selama pertumbuhan hanya melekukan bebepara tahapan. Seperti, irigasi atau pengairan, pembubunan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit tanaman porang.

(Wahyuningtyas, Azrianingsih, & Rahardi, 2013)

Karakter tumbuh tanaman porang sangat khas, yaitu dapat dilihat apabila lingkungan sekitar sudah memasuki musim baru atau pergantian musim. Tanaman porang akan mengalami fase istirahat dengan memeperlihatkan daunya yang layu, berwarna kuning dan mulai roboh ke tanah sampai batang melepaskan diri dari umbi porang. Pada masa ini nutrisi yang ada padadaun dan batang akan mengalami translokasi ke bulbil dan umbi porang. Hal inilah yang menjadi waktu pertumbuhan umbi dan bulbil yang signifikan dan prosen ini berlangsung selam kurang lebih berkisar antara 30 sampai 40 hari. Tanda-tanda berahirnya masa translokasi yaitu batang dan daun tanaman benar-benar kering serta bulbil sudah lepas dari tanaman porang. Umbi dan batang sudah tidak menempel atau sudah bener benar lepas.

Tanaman yang biasanya dipanen dalam bentuk umbi yaitu setelah 1 sampai 2 bulan pertumbuhan aktifnya berhenti. Hasil pemanenan tanaman porang rata-rata maksimal dari 8.000 tanaman dalam satu ha, maka produksi umbi porang per ha bisa mencapai bobot 10 ton. Apabila umbi yang dihasilkan benar-benar maksimal hasilnya. Namun apabila lahan yang digunakan lebih subur dan gembur maka hasil produksi dapat ditingkatkan sampai lebih dari 12 ton/ha yaitu dengan bibit dari umbi

(4)

yang sudah memiliki berat rata-rata 200 gr. Hasil yang maksimal pada umbi porang sebaiknya dilakukan dari umbi yang sudah mengalami 2 sampai 3 kali pertumbuhan vegetatif. Hal ini dapat ditinjau dari ukuran umbi dan kandungan glukomanannya yang menunjukkan hasil yang lebih baik. Umbi porang yang sudah dipanen jika tidak dilakukan pengeringan sesegera mungkin maka akan cepat mengalami penurunan bobot dan kandungan senyawa penting yang ada didalamnya, yaitu glukomanan dan kandungan patinya. Maka dari itu setelah pemanenan umbi porang agar sesegera mungkin dilakukan pembersihan dan pengeringan untuk mengindari kerusakan pada umbi porang. (Ardhian, Dhike & Indriyani, 2013)

2.2 Penyediaan Bibit Tanaman Porang

Bibit tanaman porang yang didapatkan adalah hasil dari petani dengan cara diperbanyak secara vegetative (umbi dan bulbil) dan generative (biji) yang sudah tersertifikasi oleh balai pengawasan dan sertifikasi benih disetiap daerah. Ada tiga jenis bibit yang dapat digunakan pada budidaya tanaman porang, yaitu umbi, bulbil, dan biji. Pada bibit yang menggunakan umbi atau bulbil dipilih yang tidak cacat atau rusak, sedangkan pada biji yaitu memilih biji yang sudah tua dan kondisinya masih baik. Bibit dari umbi porang didapatkan dari hasil pemanenan musim sebelumnya, dan umbi porang dapat ditanam sebanyak 4x penanaman.

Kriteria umbi porang yang siap ditanam atau dijadikan bibit adalah umbi yang minimal sudah berumur satu tahun dengan pertumbuhan yang subur sehat dan bobot umbinya minimal 200 gr. Satu umbi rata-rata menumbuhkan satu tunas yang akan

(5)

menjadi tanaman meskipun ada beberapa yang dapat menumbuhkan 2 atau 3 tunas kemudian tumbuh menjadi tanaman pada umumnya. Sedangkan pada penggunaan bibit dari biji adalah dipilih dari biji yang sudah tua (berwarna orange kemerahan sampai dengan merah kehitaman) yang tersusun dan menempel pada tangkai buah yang berbentuk seperti tongkol. Ciri kedua pada biji yang siap dijadikan bibit adalah biji dari tongkol terlepas sendiri atau mudah dilepaskan dari tongkolnya. (Sulistiyo, Soetopo, & Darmanhuri, 2015)

Benih dari biji terdapat kulit yang didalamnya ada lender yang harus dibersihkan sebelum dilakukan penyemaian dan dilakukan perendaman selama sehari semalam. Bibit ketiga didapatkan dari bulbil yaitu umbi generative yang tumbuh pada saat tanaman porang mengalami pertumbuhan aktif selama 2 bulan. Bulbil ini tumbuh pada pangkal daun dan beberapa titik diketiak daun. Jumlah bulbil pertanaman berkisar antara 4 sampai 15 buah tergantung pada ruas percabangan daun tanaman porang. Bulbil yang siap dijadikan bibit adalah bulbil yang berasal dari tanaman yang sudah dipanen yaitu dengan tanda bulbil mengalami fase melepaskan diri dari tanaman. Tanda kedua pada bulbil yang siap tanaman adalah bulbil muncul tonjolan seperti mata tunas yang berwarna putih kemerah-merahan.

Dari ketiga jenis bibit yang ada, paling banyak digunakan untuk penanaman tanaman porang adalah bibit jenis bulbil yaitu karena harga yang terbilang lebih murah dibandingakan bibit dari umbi porang, ada yang lebih murah dari bibit bulbil yaitu biji tanaman, akan tetapi sulitnya ditemui dipasaran dan hampir tidak ada karena

(6)

untuk mendapatkan biji tersebut harus tanaman porang berumur 4 tahun yang bisa berbunga dan menghasilkan biji. Penggunaan bulbil yang sebagain banyak digunakan untuk pembibitan adalah untuk pengandaan bibit pada musim depanya dengan menghasilkan umbi dan bulbil yang keduanya siap ditanam pada musim depan.

(Suheriyanto, Romaidi, & Resmisari, 2001)

2.3 Pemupukan Pada Tanaman Porang

Secara umum tanaman porang tidak banyak memperlukan perawatan khusus karena sifat tanaman ini merupakan tanaman hutan akan tetapi untuk tahapan budidaya dan dengan tujuan hasil yang maksimal dapat ditingkatkan dengan perawatan yang intensif terutama pada tahap pemupukan. Pupuk yang digunakan kebanyakan adalah pupuk kandnag sebagai awal penanaman dan untuk pemupukan berkelanjutan yaitu dengan pupuk kimia berupa pupuk urea SP 36. Pengaplikasin pupuk dilakukan dengan ditanam disekitar batang porang tepatnya dengan memberi lubangan disekitar tanaman.

Pemupukan pastinya dengan tujuan untuk menjaga tetap tersedianya unsur hara didalam tanah, meningkatkan pertumbuhan dan mendapat hasil yang maksimal.

Agar tujuan penggunaan pupuk sesuai dengan harapan, ada yang perlu diperhatikan dalam tahapan pemupukan tanman porang, yaitu waktu pemberian pupuk dan dosis pupuk. Waktu pemberian pupuk dipengaruhi oleh kondisi tanaman yang dapat dilihat dari fase pertumbuhannya yaitu penampakan secara fisik. Sedangkan pada dosis pupuk dipengaruhi oleh kandungan unsur hara dan tingkat kesuburan pada tanah.

(7)

Penelitian sebelumnya tepatnya di perhutani Jawa Timur, pemupukan dilakukan setelah tanaman porang tumbuh sempurna, yaitu daun yang sudah lengkap dan pada beberapa daun sudah menunjukkan adanya pertumbuhan bulbil. Jenis pupuk yang diberikan pada pemupukan ini yaitu pupuk kimia majemuk dengan perhitungan dosis per hektar. Cara pemupukan dengan membuat lubangan disekitar tanaman kemudian pupuk dimasukkan kedalam lubang dan selanjutnya ditutup dengan tanah.

Pada proses pelubangan yang harus diperhatikan adalah tingkat kedalaman agar terhindar dari melukai atau terjadinya luka pada umbi tanaman porang.(Amalia, Harijati, & Mastuti, 2014)

2.4 Pupuk Hayati Plant Growth Promoting Rhizobacteria

Rizobakteri pemacu tumbuh tanaman (RPPT) atau populer disebut plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) adalah kelompok bakteri yang tidak merugikan atau menguntungkan yang agresif menduduki lapisan tanah tipis atau rizosfir disekitar zona perakaran. Kandungan pupuk hayati PGPR dikatakan organic karena isi kandungan tersebut hanya meliputi Bacillus subtilis, Pseudomonas fluorescens, dan Trichoderma harzianum, dari ketiga tersebut merupakan bakteri antagonis yang memiliki sifat pengendali pathogen pada tanaman. (Hanudin et all 2012).

Bakteri pupuk hayati atau biopestisida tersebut dievaluasi dan dipatenkan oleh kementerian hukum dan HAM Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI) dengan nomor sertifikat paten ID. 0 022 384, 12

(8)

Januari 2009. Dari hasil pengujian sebelumnya yaitu pada rumah kaca dan dilapang menunjukkan bahwa Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens dapat mengendalikan penyakit layu bakteri (R. solanacearum) pada tomat, serta penyakit akar bengkak (Plasmodiophora brassicae) pada caisim. Sedangkan Trichoderma harzianum yaitu yang diformulasikan dalam bentuk tepung efektif mengendalikan penyakit layu (F. oxysporum). dianthi pada anyelir, penyakit busuk daun (Phytophthora infestans) pada kentang, serta penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani (Widjayanti et al., 2012).

Penggunaan pupuk hayati PGPR dengan kandungan tersebut dapat mencegah atau mengurangi penggunaan pupuk kimia sintetis sebegai pengendalian pada tanaman dan memperbaiki kondisi tanah yaitu baik dalam penyediaan hara pada tanaman (biofertilizer) dan dalam pengendalian pathogen tanah (bioprotectants). Di Indonesia bakteri yang termasuk pada kandungan PGPR sudah banyak dijumpai dengan berbagai jenis/merek pupuk hayati majemuk komersial. Beragamnya kondisi tanah dan berbeda-beda kandungannya denagan masa pengujian dari beberapa peneliti yang pendek waktunya dan teknik aplikasi yang belum tepat merupakan hal yang harus diperhatikan dan menjadi kedndala untuk terus diteliti sebagai keberhasilan pemanfaatannya. (Husen et all 2006)

Pupuk hayati PGPR mengandung agen pemacu pertumbuhan dan agen biokontrol tanaman Pseudomonas sp, Bacillus sp, dan Trichoderma harzianum. Dari tiga jenis tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pseudomonas sp.

(9)

Merupakan bakteri dengan sel berbentuk batang lurus atau lengkung. Bakteri ini dapat ditemukan secara luas didalam ekosistem tanah dan air. Kemampuan bakteri ini yaitu mendominasi daerah rizosfer dan berkembang secara cepat. Pseudomonas sp.

Dapat mendegradasi sejumlah senyawa besar organic dan berasosiasi dalam rizosfer serta berinteraksi dengan tanaman yang bersifat menguntungkan dibidang pertanian.

Bakteri ini secara langsung dapat menguntungkan tanaman melelui pemacuan pertumbuhan dan peningkatan kesehatan tanaman.(Manan, Mugiastuti, & Soesanto, 2018)

Agen pemacu pertumbuhan tanaman dan agen biokontro kedua adalah bacillus sp, yang merupakan bakteri sel berbentuk batang. Bacillus sp yaitu bakteri yang sering digunakan dalam penelitian untuk pengembangan karena didapatkan hasil endospore yang mampu bertahan dengan waktu yang lama dan pada kondisi suhu serta pH yang ekstrim. Bacillus termasuk kelompok PGPR yang berberan langsung dalam menginduksi system ketahanan tanaman dan menjadi agen biokontrol.

Kandungan pupuk hayati PGPR yang terahir adalah Trichoderma harzianum, yang merupakan jamur parasit nekrotrof antagonis. Jamur Trichoderma harzianum dapat dijumpai pada berbagai jenis tanah, termasuk jenis tanah geluh lempung, berpasir, tanah hutan, atau tanah sawah. Trichoderma spp. adalah jamur yang terdapat pada hampir semua tanah dan habitat beragam. Dalam tanah, Trichoderma spp. adalah jamur yang paling lazim sering ditemukan. Mereka disukai oleh kehadiran tingkat tinggi akar tanaman, dimana Trichoderma spp. mudah menginfeksi . Beberapa strain

(10)

rizosfer sangat kompeten, yaitu mampu menginfeksi dan tumbuh di akar sebagaimana yang Trichoderma spp. lakukan. Setelah Trichoderma spp. masuk dan kontak dengan akar, Trichoderma spp. menginfeksi permukaan akar atau korteks, tergantung pada strain. Dengan demikian, jika ditambahkan sebagai perlakuan benih, strain terbaik akan menginfeksi permukaan akar bahkan ketika akar satu meter atau lebih di bawah permukaan tanah dan mereka bisa bertahan di angka berguna hingga 18 bulan setelah aplikasi. Namun, sebagian besar strain kurang memiliki kemampuan dalam hal ini.(Saad, Moharram, Aly, & Muqlad, 2016)

2.5 Fungsi dan Mekanisme Plant Growth Promoting Rhizobacteria

PGPR pada umumnya berfungsi dalam meningkatkan pertumbuhan dalam tiga kategori, yaitu: 1). Untuk pemacu dan perangsang serta mengatur konsentrasi berbagai zat pengatur tumbuh (fitohormon) di lingkungan akar tanaman. 2). Sebagai penyedia hara dan melarutkan P yang terikat didalam tanah. Dan yang ke 3). Sebagai pengendali pathogen yang berasal dari tanah atau memproduksi siderophore.

Menurut kloepper (1993) ada dua fungsi dari PGPR, yaitu fungsi langsung dan fungsi tidak langsung yang tidak dapat dipisahkan atau bagaikan dua muka dari satu mata uang yang sama. Tanaman yang memiliki perakaran dengan perkembangan yang baik akan menyerap unsur hara dengan efisien dan tidak mudah terserang penyakit.(Mpanga et al., 2019)

(11)

Mekanisme PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman masih belum sepenuhnya dapat dipahami. Hal ini dikarenakan beragamnya kondisi biologi, kimia, dan lingkungan rizosfer yang ada. Namun diyakini bahwa dari beberapa hasil penelitian penggunaan PGPR yaitu mengkolonisasi lapisan tanah atau rizosfir.

Mekanisme peningkatan pengaruh pengunaan PGPR terhadap pertumbuhan tanaman yaitu dengan pengendalian pathogen kemudian penyedia unsur hara dan yang terahir adalah fitohormon biostimulan. Mekanisme yang secara normal membatasi pertumbuhan dan penyebaran pathogen dengan agen penginduksi berupa mikroorganisme pathogen, non pathogen, metabolit mikrob dan dari ekstrak tumbuhan. Mekanisme terjadi sebagai akibat perubahan fisiologi tanaman yang kemudian menstimulan terbentuknya senyawa kimia yang berguna pada pertahanan tanaman terhadap serangan patogren. Pada dasarnya ketahanan tanaman sudah terbentuk sebelum pathogen menyerang tanaman. Ketahanan alami tanaman akan patah ketika terinfeksi oleh pathogen yang bersifat virulen karena pathogen ini mampu mengatasi reaksi ketahanan tanaman.(Verma, Tiwari, Yadav, & Mishra, 2018)

Pathogen yang menjadi pengganggu pada tanaman dan bereaksi pada akar adalah Fusarium oxysporum yang merupakan genus dari cendawan berfilamen, keberadaannya tersebar luas ditanah dan berasosiasi pada tanaman. Jumlahnya sangat melimpah pada tanah. Cendawan ini menyerang akar tanaman dengan mekanisme menggunakan pembuluh sporangia dan miseliumnya. Serangan ini terjadi melelui

(12)

ujung akar, luka pada akar atau pada akar lateral. Fusarium ini memiliki kethanan hidup yang relative lama pada bahan organik yang ada di dalam tanah dan di bagian rizosfer berbagai tananaman. F. oxysporum ini mampu menginfeksi berbagai tanaman inang dan menyebabkan berbagai macam penyakit pada tanaman, seperti layu batang, kerdil tanman, busuk akar, dan kematian masal pada kecambah.

Tanaman yang terinfeksi oleh F.oxysporum terdapat lapisan bening pada permukaan daun mudan dan gugur daun tua. Pada tanamn yang masih muda atau pada fase persemaian setelah tanaman tersebut terinfeksi akan mengalami layu dan mati dengan segera. Sedangkan pada tanaman yang sudah tua yaitu ditunjukkan dengan adanya lapisan bening pada daun dan diikuti dengan tanaman mengalami kekerdilan, daun dibagian bawah menguning, layu daun dan batang, gugur daun dan ahirnya terjadi kematian tanaman. (Li et al., 2016)

Permasalahan kedua yang dapat diatasi dengan pupuk hayati PGPR adalah pembusukan akar Rhizoctonia yang merupakan penyakit tanah dan tersebar diseluruh dunia dengan kerusakan bermacam-macam dari kerugian hasil produksi. Gejala awal yang muncul yaitu dari pembusukan akar yang tidak dapat dilihat pada lahan dank arena itulah sering tidak diketahui. Hal ini banyak dialami oleh tanaman semaian yang baru saja dipindahkan ke lahan pertanian. Pathogen ini mengeluarkan sesuatu yang berpotensi merusak dinding sel atau membrane sel pada tanaman. (Ajayi- Oyetunde & Bradley, 2018)

(13)

Cendawan ketiga yaitu Screlotium rolfsii yaitu serangan yang remtan pada fase pembenihan. pathogen akar ini sangat cepat tersebar pada tanah melalui air, angin atau peralatan penggolahan tanah. Cendawan ini dapat menyebabkan busuk akar pada tanaman dengan gejala infeksi layu pada pucuk tanaman yang diakibatkan kerusakan dibagian batang dan akar. Mekanisme PGPR untuk mengatasi dari ketiga cendawan pathogen akar tersebut yaitu dengan melawan melalui tiga kandungan bakteri yang ada, yaitu Pseudomonas sp, Bacillus sp, dan Trichoderma harzianum dengan menjadi biokontrol pada tanaman dengan menginduksi system ketahanan tanaman serta menghasilkan antibiotic. (Saad et al., 2016)

Referensi

Dokumen terkait

1  Morel  Jumlah individu, fase tubuh buah  2  Suhu udara  Thermohigrometer digital  3  Kelembaban udara  Thermohigrometer digital  4 

Spora berwarna krem hingga kekuningan, atau kemerahmudaan, berbentuk ellip, permukaan licin , berukuran 6–8 x 3–3,5 mikron.Habitat: pada hutan cemara atau kayu lapuk, hidup

Berkaitan dengan masalah tersebut, maka akan diteliti apakah sumur resapan merupakan solusi yang dapat diandalkan utuk menjawab masalah krisis air tanah di DKI Jakarta.. Pertanyaan

BTS (Base Transceiver Station) menangani interface radio ke mobile station (Handphone) yang digunakan oleh pelanggan BTS adalah merupakan perangkat radio yang terdiri atas

Enzim protease yang dihasilkan oleh bakteri endofit selain berperan dalam mendegradasi dinding sel patogen, protease dapat digunakan oleh bakteri tersebut untuk melakukan

Se!uah tra?o step do0n harus didesain sesuai dengan ke!utuhan !e!an, ketika arus yang di!utuhkan oleh !e!an le!ih !esar dari arus keluaran yang dikeluarkan oleh tra?o step do0n,

Tanpa kesehatan kita tidak akan bisa melakukan sesuatu yang berharga lainnya, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.. Masa remaja merupakan masa yang menentukan

Menurut Djemari (Riwidikdo : 2012), dikatakan reliabel jika memiliki nilai Alpha minimal 0,7. Hasil ujicoba kefeektivitas penggunaan instrument penilaian pengajaran mikro