• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETUA RAPAT (SIDHARTO DANUSUBROTO/F.PDI.P)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KETUA RAPAT (SIDHARTO DANUSUBROTO/F.PDI.P)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

KETUA RAPAT (SIDHARTO DANUSUBROTO/F.PDI.P)

Yang terhormat saudara anggota Pansus dan yang terhormat menteri Kehakiman, Menteri Pertahanan serta Kapolri.

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam Sejahtra untuk kita semua pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah S.A.W yang telah melimpahkan karunianya kepada kita semua sehingga kita bisa hadir dalam Rapat Kerja Pansus dengan Menteri Kehakiman dan HAM, Menteri Pertahanan dan Kapolri pada hari ini dalam keadaan sehat wal afiat.

Sesuai acara pada hari ini, Pansusmengadakan Rapat Kerja untuk mendapatkan persetujun dan penjelasan tambahan dari Menteri kehakiman dan HAM, serta saran-saran dan masukan dari Menteri Pertahanan dan Kapolri, kepada Pansus tentang Komisi Kebenaran dan Reonsiliasi, menurut menurut laporan dari Sekretariat Pansus pada hari ini daftar hadir yang telah ditandatangani pada hari ini daftar hadir yang telah ditanda tangani oleh anggota 22, ijin 6, jumlah 28 dari 50 anggota jadi telah memenuhi korum, dan telah dihadiri semua fraksi, maka korum sesuai Tata Tertib dewan telah terpenuhi untuk itu seijin Saudara-saudara Rapat Kerja saya buka, dinyatakan terbuka untuk umum.

KETOK 1 X

Sidang pansus yang mulia, sebelumnya kami sampaikan bahwa surat dari debat Departemene kehakiman dan HAM No. A/Uwim 41052 tertanggal 23 September 2003, perihal rapat kerja maka rapat kerja dengan Menteri Kehakiman dan HAM yang semula dilaksanakan 24 September 2003, ditunda pada hari ini tanggal 25 September 2003. Sehubungan dengan hal itu kami sampaikan beberapa hal : jadual rapat-rapat dan mekanisme rapat telah disetujui pada rapat intern Pansus tanggal 10 September 2003, pansus telah melaksanakan rapat 4 kali RDPU dengan dengan 8 Ormas dan LSM, lembaga dan 1 (satu) dkali Raker dengan 2 (dua) Menteri yaitu Mendagru dan Menlu, juga RDPU dengan LIPI dan YBLHI tanggal 15 September 2003, Mendagri dan menlu tanggal 16 September 2003, Komnas HAM tanggal 17 September, LSAM dan LIPI LPHSN tanggal 18 September, IKADIN dan IPHI tanggal 23 September 2003. Dalam rapat intern Pansus tanggal 10 September juga telah diputuskan bahwa fraksi-fraksi menginginkan pembahasan RUU harus sebanyak mungkin mendapatkan masukan-masukkan dari jajaran biokrasi seperti Menlu, Mendagri, MenHan, Panglima TNI, Kapolri, Ormas, LSM, Keluarga Korban juag perwakilan negara asing yang ada di Indonesia maupun para pakar termasuk kita juga akan mengundang toko-toko bangsa antara lain caon-calon presiden yang ingin memberikan masukan kepada kita.

Jadual acara rapat-rapat Pansus akan kita bahas kembali pada Masa Sidang II Tahun Sidang 2003-2004, dan direncanakan RUU ini akan siselesaikan tahun 2004, dan Insya Allah bulan Januari 2004, atau paling lambat sebelum priode masa keanggotaan Dewan berakhir. Perlu kami sampaikan pada kesempatan ini. Dari RDPU yang berlangsung selama 5 hari, bisa kita bagi masukan-masukan kedalam beberapa pointers pertama mengenai tameing pembahasan YLBHI menyampaikan bahwa tameing pembahasan ini sudah kehilangan momentum karena proses peradilan sudah terjadi tahun 2000, Komnas HAM tidak terlambat sekarang dalam tahap konsilidasi jadi masih urgen untuk pembahasan undang-undang ini, Kontras sebaiknya ditunda dan selanjutnya diserahkan pada priode mendatang, lalu yang yang 2 yang saya rekam adalah permasalahan sejak kapan pelanggaran Ham berat ini dibahas dalam undang- undang ini untuk menyelesaian diluar pengadilan, Menlu 30 tahun jadi sejak tahun 1973, mungkin beliau mendapatkan bahan-bahan dari perbandingan dari negara- negara lain, Komnas HAM Bapak Soeprapto tidak ada kata kadaluarsa tidak ada kata pelanggaran HAM berat, juga yang saya catat Pak Syamsudin hadi juga disini, beliau tidak menyebut waktu tetapi berawal dari pelanggaran berat yang berdampak pada disintegrasi bangsa, lalu yang ke tiga posisi KKR YLBHI

(2)

mengharapakan supaya Komisi ini bermartabat dan kalau perllu mempunyai tongkat pemukul (punya sanksi) karena dari pengamanatan YLBHI selama ini komisi-komisi yang dibentuk itu tidak punyai gigi, Mendagri tentang KKR ini beliau lebih condong supaya berwibawa cukup di Ibu Kota, tidak usah sampai ke daerah- daerah, sedangkan yang 4 mengenai bobot masalah ada beberapa masalah yang saya rekam dari LIPI, Doktor Ikrar Bakti Nusa beliau ada 3 poin yang disampaikan untuk tidak lalu mengungkapkan hal yang, karena sejarah perjuangan bangsa demikian banyak masalah LIPI condong pada 3 poin bahwa penghapusan dosa turunan dari PKI stop sampai disini, penghapusan Ex PKI dan pembesan dalam tanah juga dimasukan dalam penlanggaran HAM berat, Mendegri mengenai masalah pengungapan mengenai kebenaran harus berpondasi kepada Rekonliasi Nasional, misi KKR harus steril dari muatan politik, Menlu beliau ingin supaya undang-undang ini lebih kepada prumution of nitional rekontional ex dimana KKR merupakan bagian dari undag-undang ini, ini semacam yang ada di Afrika Selatan, Komnas HAM yang saya rekam mungkin nanti akan diperbaiki oleh Ibu Lis Sugondo, KKR lembaga ekstra Yudisial yang menyelesaikan perkara diluar pengandilan, amesti, rehablitasi, konpensasi dan seterusnya, kedua mengutamakan kepentingan korban, menghargai kesediaan pelaku untuk mengakui perbuatannya demi integritas nasional, yang ketiga pesan untuk korban sikap tolertansi.

Demikian beberaparekaman yang kami kmpulkan dari beberapa pemberi saran sudah kita lakukan selama 5 kali RDPU. Untuk selanjutnya kami mohon Saudara Menteri Kehakiman dan HAM untuk dapat meberikan persetujuan dari pada jadual dan mekanisme yang tadi telah kami sampaikan, disamping itu juga memberikan penjelasan dan selanjutnya juga saran-saran, masukan-masukan dari Saudara Kapolri, Saudara Menteri Pertahanan yang dalam hal ini diwakili oleh SekJen Departemen Pertahanan. Saudara Menteri kehakiman kami persilakan.

YUSIL IZHA MAHENDRA (MENTERI KEHAKIMAN DAN HAM)

Terima Kasih Saudara Pimpinan, dan Sauadara-saudara anggta Pansus yang terhormat, siang hari ini kita dapat mengadakan Rapat Kerja untuk membahas beberapa hal berkaitan dengan pembahasan Rancangan Undang- undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Dihadapan saya sudah ada menkanisme kerja Pansus RUU tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang sangat diserap oleh Pansus dan Pemerintah dapat menerima draf ini, dan berharap kita dapat langsung mengadakan rapat Kerja juga sekaligus membentuk panja, untuk segera kita masuk ke subtansi pembahaan dari subtansi dari Rancangan undang-undang ini, sehingga tepat waktu kita menyelesaikannya untuk kemudian disyakan menjadi undang-undang. Selain dari pada itu kami menjelaskan sudah lama Departemen Kehakiman dan HAM mempersiapkan draf rancangan undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ini, seingat saya, saya mempersiapkan pada saat saya menjadi Menteri Hukum dan Perundang- undangan di bawah kabinet Presiden Abdulrahman Wahid dan cukup lama mempersiapkannya dan diserahkan juga kepada Sekretariat Negara cukup lama dan baru sekarang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat yaitu pada bulan Mei tahun 2003, kami sendiri berharap bahwa dapat menyelesaikan RUU ini pada tahun 2000, bersamaan kita membahasa RUU tentang Pengadilan HAM karena konsepsi kita pada waktu itu bahwa kasus-kasus pelanggaran ham berat sesudah berlakunya undang-undang Pengadilan HAM akan diselesaikan oleh Pengadilan HAM, dengan kasus-kasus yang terjadi sebelumnya dapat diselesaikan oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, mengingat pada waktu itu terjadi perdebatan yang sangat sengit, apakah dalam undang-undang Pengadilan HAM itu dapat memberlakukan ketentuan-ketetuan secara rekto aktif atau tidak dan perdebatan-perdebatan itu sangat panjang dan akhirnya kita sepakat bahwa yang berlaku secara rekto aktif dengan cara kita mengambil model pembentukan Internasional Pemberi Unionyang terbentuk dibeberapa negara, beberap kasus seperti di Uganda, Yugoslavia dan lain-lain. Dimana scuriti konsul mengeluarkan

(3)

suatu resolusi untuk membentuk Internasional Pemberi Union dan dia dapat memberikan kewenangan dapat menangani kasus-kasus rekto aktif tehadap apa yang disebut pren egumenti ini sebenarnya sudah berawal semenjak perang Pengadilan di Tokyo dan di Florerenberg telah terjadi perang dunia ke II.

Kita sepakat terhadap kans agen komenditi kita dapat menyimpang dari ketentuan pidana bahwa kita dapat memberlakukan secara rekto aktif terhadap kasus-kasus yang terjadi sebelum kriminlisasi kasus pidana atau dinyatakan sebagai kasus pidana undang-undang sebelum undang-undang itu disyahkan, namun kitapun menhadapai suatu kenyataan bahwa banyak sekali kasus-kasus yang terjadi masa yang lain, mungkin melibatkan konflik secara massal orang yaang terlibat juga massal kemudian korban massal, dan kesulitan jangankan kita melakukan kontruksi hukum, untuk mengkontruksi kasus itu, kontruksinya secara akademis dalam bentuk kontruksi sejarah kadang-kadang mengalami kesulitan, mungkin bukti-bukti sudah tidak lengkap, dokumen-dokumen sudah tidak ada, para pelaku juga sudah meninggal dan sebagainya. Sehingga dalam kasus-kasus seperti ini sebenarnya tidak mungkin dapat diselesaikan melalui proses peradilan, dan nanti penyelesaiannya adalah melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ini, dan pada waktu itu timbul suatu perdebatan kalau misalnya kasus-kasus yang terungkap dimasa yang lalu itu akan diseleaikan oleh pengadilan HAM dan bagaimana caranya? Dengan meniru model scuriti counsul yang membentuk Internasional Union Counsul bahwa kita menyatakan akses pro aktif dapat dapat diberlakukan apabila DPR memutuskan atau mengusulkan kepada Presiden membentuk pengadilan HAM HOC untuk menyelesaikan kasus itu dibentuk untuk satu kali dan dalam kasus itu saja yang terjadi dalam kasus Timor-Timor dan juga dalam kasus Tanjung Priok yang terjadi sekarang ini.

Terhadap kasus-kasus yang sangat sulit pembutuktiannya pristiwa itu terjadi dimasa yang lalu, kita mencoba untuk menyelesaikannya dalam suatu Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ini, dengan mengungkapkannya kebenarannya dan kemudian melakukan rekonsiliasi terhadap yang terkait, dan akan timbul persoalan disini kapan waktunya? Pada waktu kami merancang undang-undang ini, banyak sekali kalangan yang meminta kepada kami supaya ini dibatasi saja, sampai sejak pemerintahan orde baru saja, tetapi kami selalu berpendapat, ika kita membatasi pada satu tahun tertentu menyebabkan ketidak adilan kelompok yang lain, karena sudah jelas kalau prde baru saja akan terbela hak-haknya orang-orang yang dulu dikaitkan dengan G30S PKI, sementara jangan kita lupa pada waktu PKI, mereka juga melanggar pelanggaran HAM terhadap orang-orang partai Masyumi dan PSI dan sebagainya mau tidak mau kita harus membatasi kenapa karena pada saat itu saya menyatakan bahwa perlu Komisi Kebenaran Rekonsiliasi ini kasus anak nabi adam, habil bisa juga diselesaikan kalau perlu, gimana kita harus membatasinya karena setiap kali kita membuat batasan, maka kita berarti tidak memberikan keadilan kepada orang lain, pada waktu itu saya menyatakan kepada Saudara Munir, ini harus dibatasi sampai 15 tahun, atas dasar masukan 15 tahun kurang 2 bulan, kasus tanjung priok ada kepentingan apa? Kasus tanjung priok kepengadilan. Jadi memang selalu akan ada ketidak adilan dalam persoalan ini. Jadi untuk kasus-kasus apa yang dilakukan oleh Wes terling, apa yang dilakukan oleh tentara belanda tentang kasus pembantaian krawang dan bekasi, dan sampai sekarang belum kita ketahui bahwa masih ada 2 perwira belanda yang dibantai di krawang dan bekasi masih hidup dipreda dan sebagainya. Saya juga kadang-kadang juga bahwa kita sering kali juga di tekan oleh negara-negara lain dalam kasus-kasus HAM tetapi sering dalam perdebatan-perdebatan diberbagai forum kalau kita mengungkap kenapa yang dilakukan oleh belanda selama masa penjajahan atau juga pada masa perang kemerdekaan yang sampai saat ini belum pernah diselesaikan dipengadilan ataupun tidak perna diungkapkan kebenaranya, sudah banyak buku-buku yang terbit di belanda yang menyebutkan bahwa tentara

belanda belanda menggetahui Westerling baik yang di Bandung maupun yang di Makasar tempat-tempat yang lain, tetapi saya berharap bahwa kita harus

(4)

mempunyai persepsi yang luas mengungkapkan kasus-kasus masa lalu dan bila mana perlu kita harus juga menjangkau negara-negara lainnya juga mungkin juga melakukan kejahatan terhadap bangsa kita dimasa lalu, kita harus selesaikan disini, tetapi apakah kita siap menghadapi itu, tetapi kalau ini kita buka terus jepangpun kita bisa persoalkan yang dilakukan oleh pemerintahan jepang selama mendudukan disini. Dan secara internasionalpun bisa kita katakan apa yang dilakukan Amerika Serikat selama perang di Vietnam yang samasekali tidak perna diungkapkan dan tidak perna ada satu komisi indefenden untuk menyelidikan mungkinan terjadinya dinoset dan kejahtan perang selama perang vietnam.

Jadi saya berharap dalam pembahasan ini menunjukan bahwa kita mempunyai etiket yang baik, untuk menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran HAM dimasa yang lalu dan kitapun juga jangan terus-menerus kemudian terperosok oleh anggapan bahwa kita ini bangsa yang kejam, bangsa yang tidak beradab dan ditekan oleh negara-negara lain dan sebenarnya juga negara itupun juga tidak kalah bidabnya melakukan pembataian atau kekejaman dimasa yang lalu.

Mungkin dalam pembahasan ini kita memasuki dalam satu orde baru secara jernih menyelesaikan persoalan-persoalan ini dan pemerintah dari awal berinisiatif menyusun rancangan undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dengan melibatkan banyak pihak dalam menyusun draf sampai menjadi rancangan undang-undang final yang disampaikan oleh presiden dan presiden menyampaikan ke DPR. Kami sungguh-sungguh berharap agar pembahasan ini dapat dilakukan secara jernih dan pembahasan ini bukan kita harapkan bukan malah akan memperparah keadaan dan menimbulkan dendam dan kebencian, tetapi mudah-mudahan kita membahas RUU ini jernih untuk menyelesaikan persoalan-persoalan memang ini pernah terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Saya kira itulah Saudara pimpinan penjelasan dari kami, tambahan dan kami sendiripun berasa ini sangat terlambat, sebenarnya kami akan membahas segera setelah RUU Pengadilan HAM selesai langsung membahas RUU KKR karena banyak sekali hambatan-hambatan di Sekretariat Negarapun perlu waktu yang cukup lama, sehingga agak tertunda pembahasan ini, tetapi kapun berpendapat bahwa tidak salahnya kita memulai sesuatu meskipun agak terlambat dan muah-mudahan pemerintah dan DPR dapat menyelesaikan RUU ini, dan membentuk Komisinya dan barangkali ini merupakan kontribusi sejarah bagi pemerintah dan DPR sekarang ini dalam menyelesaikan kemelut bangsa dan negara ini.

Terima kasih Saudara Pimpinan dan Saudara-saudara Anggota Dewan yang terhormat.

KETUA RAPAT (SIDHARTO DANUSUBROTO/F.PDI.P)

Terima kasih kepada Pak Menteri, saya persilakan kepada Pak Kapolri untuk menyampaikan masukan kepada kita.

KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONEISA (DAI BACHTIAR) Assalamu’allaikum Wr. Wb.

Yang saya hormati Pimpinan Pansus dan Anggota serta Bapak Menteri dan SekJen DepHan dan Ibu Komnas HAM yang saya hormati.

Pada kesempatan ini saya memanfaatkan untuk menambahkan apa yang disampaikan oleh Pemerintah, juga ditambahkan oleh Bapak Menteri Kehakiman dan HAM. Dari sisi-sisi lebih menuju pandangan proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian dimana dalam menghadapi masalah yang kaitannya dengan maslalah-masalah seperti sebagaian tadi sudah disinggung oleh Menteri Kehakiman dan HAM, mengahadapi hambatan dan kendala didalam proses hukumnya, itu yang kami ingin tonjolkan tetapi tentunya kami sangat setuju untuk segera dibahas dan di undangkan, undang-undang KKR ini karena memang ini merupakan amanat dari rakyat melalui TAP MPR, tetapi juga memang ada

(5)

persoalan bangsa yang harus diselesaikan tidak hanya harus melalui jalur hukum tetapi juga jalur lain, seperti termasuk juga rekonsiliasi.

Ibu dan Bapak sekalian, pengalaman menunjukkan kepada kami, katakanlah peristiwa akhir-akhir yang kita hadapi terutama pada konflik horisontal seperti di Poso dan Maluku masih menyisahkan permasalahan-permasalahan yang untuk sementara ini, nampaknya dengan pemeliharaan keamanan dan juga apenagakan hukum dapat kita kendalikan atau kita redam, tetapi itu sudah jaminan suatu saat tidak timbul lagi perasaan dendam luka yang lama tergores akan timbul kembali.

Proses hukum tidak selalu mapu menjangkau setiap peristiwa yang terjadi selama waktu yang relatif lama juga karena peristiwa itu juga terjadi pada tahun 1999, dan nampaknya pada tahun 2003 ini dapat kita kendalikan sepenuhnya yang juga masih menyisahkan permasalahan. Contoh satu hal yang terjadi ditempat penyerangan satu kelompok dengan kelompok yang lain dalam proses menegakkan hukum menghadapi peristiwa seperti itu untuk memprosesnya sesuai etentuan hukum atas dasar KUHP menggunakan alat bukti seperti diatur dalam pasal 1 ayat (84) harus ada saksi, ada keterangan-keterangan ahli, ada petunjuk, surat dan sebagainya. Untuk mencari saksi saja apabila saksi itu dari kelompok lain, maka kita akan sulit sekali menemukan saksi itu dan proses hukum akan tertunda, apa lagi kalau didasarkan dengan keadaan-keadaan psikologis dari kelompok itu, maka harus ada solusi atau penyelesaian lain, tidak selamanya proses hukum ini dapat kita tempauh jalur atau cara rekonsiliasi nampaknya jalan keluar dan memang pemahaman kita tentu bangsa ini baik dari sudut pandang agama maupun budaya nampaknya saling memaafkan adalah kunci dari kebersamaan kita, sekarang saja kita sedang menghadapi contoj ongkrit di Timika diawali dengan masalah pro kontra antara pemekaran di Papua yang keudian berkembang menjadi tidak lagi masalah pro kontra pemekaran tetapi masalah konflik antar suku yang penyelesaiannya bukan saja masalah hukum sekrang sedang dilakukan menurut laporan Kapolda Papua menyatakan bahwa hari ini akan dilaksanakan upacara damai dengan membakar batu dengan kelompok itu.

Itu salah satu bentuk upaya rekonsiliasi antara dua kelompok yang bertikai, hukum tidak menyelesaikan nampaknya, yang bisa menyelesaikan adalah rekonsiliasi dengan cara adat yang dilakukan mereka. Hal-hal seperti ini sudah melembaga dan membudaya pada masyarakat tertentu, tentu kita bisa fomulasikan didalam satu produk hukum yang dapat kita lakukan oleh pemerintahan kita sekarang ini.

Oleh karena itu sekali lagi Bapak/Ibu dan hadirin sekalian, kami sangat mendukung untuk segera dilakukannya rekonsiliasi, undang-undang rekonsiliasi inisehangga betul-betul ada payung untuk kita menyelesaikan masalah bangsa yang tidak saja tentu hal seperti yang kita hadapi walaupun, katakanlah yang akan dibahas dibatasi sebelum undang-undang nomor 26 tahun 2000, tetapi kedepan kita menghadapi masih pontensial masalah-masalah yang tidak diselesaikan dengan hukum bisa diselesaikan dengan cara rekonsiliasi.

Demikian dan terima kasih atas perhatiannya.

Assamu’alaikum Wr. Wb.

KETUA RAPAT (SIDHARTO DANUSUBROTO/F.PDI.P)

Terima kasih Bapak Kapolri, kami minta masukan dari Menteri Pertahanan yang akan disampaikan oleh Sekretaris Jenderal, terima kasih.

SEKRETARIS JENDERAL DEPARTEMEN PERTAHANAN Assmu’alaikum Wr. Wb.

Yang terhormat Pimpinan Rapat Kerja dan seluruh anggota Pansus DPR-Ri megenai Rancangan Undang-undang KKR. Yang saya hormati Menteri Kehakiman dan Kapolri hadirin yang berbahagia. Mengawali tanggapan kami ini, kami atas nama Menteri Pertahanan kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas kesempatan yang diberikan kepada kami atas tanggapan tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, dalam tanggapan kami ini

(6)

kami tidak akan menanggapi secara ditil terhadao klousul-klousul dari materi ini tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, menurut Departemen Pertahanan Konsep ini sudah lengkap dan memadai oleh karena itu pada kesempatan yang berbahagia ini kami akan menaggapi subtansi yang masih perlu mendapatkan perhatian.

Para anggota Pansus DPR-RI dan Bapak-bapak sekalian yang saya beberapatanggapan yang kami sampaikan sebagaim berikut :

1. Dasar hukum pembentukan Komisi Kebeneran dan Rekonsiliasi cukup kuat yaitu merupakan pelaksanaan pasal 47 undang-undang nomor 26 tahun 2000, tentang Pengadilan HAM yang berbunyi sebagai berikut : Plelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum berlakunya undang-undang ini tidak menutup kemukinan penyelesaiaannya melalui Komisi Kebenarannya dan Rekonsiliasi.

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dibentuk dengan undang-undang sehubungan hal tersebut rencanaundang-undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi perlu segera diundangan, agar komisi kebenaran dan rekonsliasi dapat bekerja tntuk menindaklanjuti pengaduan warga atau masyarakat dan sekaligus menyelesakan secara damai terhadap pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tanggal 23 November tahun 2000.

Upaya ini dapat diharapkan akan menggurangi persoalan bangsa yang dapat mengganggu terwujudnya persatuan dan kesatuan dimasa depan, mengingat bahwa persatuan dan kesatuan bangsa tersebut, akan terpengaruh pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan.

2. Agar dapat mengakomendasi ketentuan yang mengatur tentang pembatasan secara jelas dan tegas tentang kurun waktu kebelakang yang akan mejadi kewenangan dan tanggungjawab dari Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk melakukan penyelidikan dan penyelesaian perdamaian terhadap peekara da pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tanggal 23 November 2000, dengan demikian Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tidak akan terjebak dengan proses penyelidikan dan penyelesaian perkara pelanggaran HAm berat dimasa yang lalu yang sagat sulit pembuktiannya baik saksi maupun alat bukti sudah tidak ada lagi. Yang ketiga (3) agar dapat diakomondasi ketentuan yang mengatur tentang pembatasan secara jelas, tegas batas kewenangan tanggungjawab antara Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dengan peradilan HAM Ad Hoc dalam melakukan pelanggaran Ham berat tanggal 23 November 2000,tidak rancu dan tumpang tintih dalam pelaksanaannya. Salah satu contoh tentang batas kewenagnan dan tanggung jawab Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dengan peradilan Ham berat adalah peradilan Ham berat Ad Hoc memeriksa dan mengadilan pelanggaran HAM berat berdasarkan prakasa dari DPR-RI berdasarkan atas pengajuan dari masyarakat sedang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi mencari upaya damai terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan pejabat negara yang diajukan oleh masyarakat yang terkenal dengan pelanggaran HAM berat vertikal dan antara juga dengan masyarakat dengan masyarakat lainnya yang dikenal dengan pelanggaran Ham berat horisontal.

Putusan penagadilan Ham berat Ad Hoc lebih bersifat hukuman pidana sedangkan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi lebih bersifat hukuman perdata daripada pelanggaranya. Yang keempatperlu penambahan bab yang mengatur mekanisme kerja dari Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagai hukum acara dalam melaksankan tugas pemeriksaan dan pengambilan keputusan akan supaya jalannya pemeriksaan dan pengambilan keputusan oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi menjadi tranparan, jujur dan adil bagi semua pihak yang terlibat.

Dengan adanya Komisi Keberan dan Rekonsiliasi yang jelas dan rinci dalam melakukan pemeriksaan dan pengambilan keputusan, maka perkarannya dapat diikuti secara saksama oleh semua pihak termasuk masyarakat umum, dalam hukum acara dimaksud juga perlu diatur hak para pelaku pelanggaran untuk didampingi penasehat hukum selama mejalini pemneriksaan oleh Komisi

(7)

kebenaran dan Rekomsiliasi agar azas praduga tidak bersalah tetap dijunjung tinggi. Ke lima dalam persyaratan menjadi anggota Komisi Kebenaran dan Rekonsilasi supaya diatur dalam pasal 30 ayat (1) draf RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi perlu ditambahkan ketentuan tidak berstatus anggota pegawai negeri sipil. Dengan demikian anggota omisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bekerja secara indenpenden karena anggotang tidak berasal dari Partai Politik dan instansi pemerintah (PNS, TNI/POLRI) Ke enam pembiayaan untuk kerja Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana diatur pada pasal 40 draf RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi hendaknya mengunakan satu sumber anggaran saja yaitu Anggaran Pendapatan Belanja Negara, apbila Komisi Kebenaaran dan Rekonsiliasi dalam melakukan tugasnya mengunakan angaran di luar APBN baik yang berasal dari perorangan atau kelompok tertentu walapupun dalam berbentuk hiba, maka akan menggurangi indenpendensi bagi anggota Komisi Kebenaran dan Rekonsialiasi itu sendiri akibatnya ke netralan dan kebesaran anggota Komisi Kebenaran dan Rekonsilasi menjadi tidak terjaga.

Demikian terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

KETUA RAPAT (SIDHARTO DANUSUBROTO/F.PDI.P)

Terima kasih dari Departemen Pertahanan yang disampaikan oleh Sekretariat Jenderal, ada beberapa pointers yang kami rekam dari 3 (tiga) pembicara, Pertama dari Pak Menteri Kehakiman meskinya memang undang- undang KKR ini dilahirkan bersama dengan undang-undang nomor 26 tahun 2000, tetapi karena satu dan lain hal, maka baru sekarang bisa disampaikan. KKR merupakan line out sebelum undang-undang No. 26 Tahun 2000, batasa dari beliau tanpa limitasi karena kalau ada limitasi maka tidak ada ke tidak adilan di dalam penanganan semua seharus menerima bahwa undang-undang KKR ini suatu etikat baik dari pemerintah (bangsa) untuk membangun kedepan tanpa luka- luka, tanpa ada dendam politik. Pak Kapolri menyampaikan bahwa undang- undang ini adalah amanat TAP MPR No. 5, baik penyelesaiaannya bisa diluar jalur hukum yakni jalur Rekonsiliasi, Pak Kapolri juga memberikan contoh konflik horizontal di Maluku dan Poso situasi memang sudah terkendali tetapi belum semuanya menyembuhkan luka, tidak semua melalui proses hukum agama dan budaya indonesia mempunyai suatu toleransi saling memaafkan, contohnya adalah konflik di Timika penyelesaiaannya diselesaikan secara adat, Pak Kapolri juga menyatakan agar undang-undang ini segera lahir supaya hukum penyelesaian berbagai masalah bangsa.

Dari Departemen Pertahanan yang disampaikan oleh SekJen, konsep RUU cukup lengkap dan memadai dasar hukum cukup kuat baik dalam TAP MPR No. 5 maupun undang-undang nomor 26 tahun 2000, KKR agar segera di undang- undangkan menurut beliau untuk mngurangi persoalan bangsa dan menuju pada persatuan dan integrasi nasional, perlu ada pembatasan waktu dari KKR ini, juga pembatasan kewenangan dan tanggung jawab supaya tidak over lep dengan peradilan berat HAM, kalau pengadilan HAM mengenai pidana dan KKR mengenai perdata, mekanisme kerja KKR harus transparan dan harus adil dan anggota KKR harus indenpenden dan juga anggarannya harus dari APBN tidak dari sumber lain yang isa mengpengaruhi indenpendesi dari pada KKR.

Demikian pointers yang kami rekam, Pak Menteri Kehakiman, Pak Kapolri dan Pak SekJen DepHan dan kami persilakan kepada anggota pansus berikutnya. Terima kasih.

F. PBB (H. M. ZUBAIR BAKRY) Assalamu’laikum Wr. Wb.

Bapak Menteri Kehakiman dan HAM, Bapak Kapolri dan Bapak SekJen DepHan. Saudara-saudara anggota pansus yang terhormat, kita sedang membahas satu undang-undang yang sangat mengandung sifat yang sangat mulia mencari suatu penyelesaian dari satu kesalahan masa lalu yang akan diteliti

(8)

kembali dengan dengan tema mengungkap kebenaran dari rekonsiliasi yang namanya saja, secara filsofi kebenaran ini sebenaranya sudah di ciptakan oleh Allah, bahwa hanya satu hukum yang berlaku diantara manusia, saya kira semua orang cintai kepada kebenaran yang hakiki, memang didalam satu sisi, memang didalam suatu petunjuk Allah, ada satu ayat “yu ikal hakhoq wayuh fatillah fatillah”

kebenaran itu harus dibenarkan tidak boleh tidak dan yang batil itu harus dibilang batil dan dari sini kita menganut suatu prinsip bahwa itu saya katakan disini pekerjaan yang mulia mampu menyelesaiankannya. Namun demikian kalau dilihat persoalan yang begitu lampau mengandung sejarah dan tadi kita cari pembatasan mulai dari mana?disini kita penunjuk ketentuan bahwa sebelum lahirnnya undang- undang nomor 26 tahun 2000 tentang Hak Azasi Manusia nantinya ada garis pemisah, apakah itu yang dimaksud oleh Pak Menteri, begitu berlakunya undang- undang nomor 26 tahun 2000, bedanya apabila terjadinya pelanggaran Hak azasi manusia yang ada, yang berat itu di pengadilan Ad Hoc, sementara yang masa lalu ini, yang berlaku retroaktif itu kepada suatu wujud bisa saja pengadilan Ad Hoc, tetapi ada solusi lain yang mana Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang dikatan ektra yudisial. Saya dalam hal ini ingin menyatakan agar bagaimana klusolnya? Kemudian selanjutnya didalam menyelusuri mencoba baca ini yang dimaksud sekarang ada dua pihak pelaku dan korban, pelaku dengan tentunya ada pengakuan yang jujur dalam perbuatannya , pengakuan yang jujur dalam arti perbuatannya, sebab apabila pelaku menyatakan sesuatu yang tidak cocok kedua pihak yang korban dan pelaku, maka itu adalah kebohongan tentunya dan ini yang sangat berat dari mana kita memulai, pada intinya kemana? Apakah korban dulu didahulukan? Sebagai fakta, karena adanya korban maka ada tentunya pihak yang mengorbankan (tidak pada pelaku dulu tetapi pada korban) kemudian di pasal 6, saya melihat, saya mencoba ada satu pertanyaan yang sekali lagi, apakah bisa menanyai minta keterangan kepada pelaku, korban dan lain-lain keterangan yang tidak ngerti, korban sudah jelas, itu sudah fakta korbannya, mungkin juga korban apa? Tetapi belum ada pegakuan dari pada pelakunya, bisakah didahulukan pelaksanaan konfensasi disatu sisi pendekatan kepada pelaku barangkali bisa dengan jalur diiming-imingsupaya dia mengaku dan lain-lain karena disini menganyakut masalah amnesti, jadi kerja komisi sini, memang disini wewnangan segala berpariasi, ini saya melihat konsep RUU ini betul-betul mendasar sekali dalam hal pariabel, sehingga dalam kalimat-kalimat barangkali disini pada pasal perlu disempurnakan sehingga jelas didalam pengertian bahwa ini ada yang kabur menolak permohonan dana kopensasi dan amnesti apbila perkara sudah didaftarkan kepada panitia Hak Azasi Manusia itu memang, tetai masalah disini dikaitan dengan amnesti ini, sekarang saya mau bertanya kepada pimpinan apakah didalam Komisi Rekonsiliasi ini tidak berlaku amnesti? Apakah juga terkait amnesti bagi para pelaku? Atau sama sekali tidak ada istilah amnesti itu dilakukan? Jadi kira dituntut melihat pasal-pasal yang telah disampaikan walaupun secara normatif umum kita disini, di dalam RDPU karena pertanyaan saya sudah langsung merupakan Rapat Kerja, kadang-kadang kemarin juga saya mempertanyakan sudah Rapat Kerja-kah atau belum bersifat Rapat Kerjakarena sudah menyangkut masalah dua pihak pemerintah, jadi saya masuk pada sesuatu betapa saya bayangkan mengungkap kebenaran itu dan wewenangan apa disini dari komisi itu? Untuk mempergunakan yang tadi dari pimpinan menyatakan supaya RUU ini supaya bergigi di dalam mengungkap kebenaran ini, klousul kalimat yang ada di dalam draf RUU ini saya melihat belum ada secara tegas untuk membuat komisi ini bergigi dalam mengungkap kebenaran itu. Walaupun seluruhnya pada akhirnya adalah tujuan kita mengungkap kebenaran ektra yudisial dan tidak ada penghukuman hanya pengakuan dan pada akhirnya suatu rekonsiliasi, karena masih banyak yang bertanya dalam RDPU ini tidak ada rekonsiliasi tanpa mengungkap kebenaran, ini saya kira harus berjalan pararel kalau sudah sampai begitu ini bisa orang-orang masing-masing tidak akan mengungkap kebenaran itu.

(9)

Saya kira inilah hal-hal yang saya sampaikan tentu kepada penanya yang lain tentunya supaya bisa memperkaya apa-apa yang kita ungkapkan disini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

KETUA RAPAT (SIDHARTO DANUSUBROTO/F.PDI.P)

Terima kasih kepada Zubair dari F.PBB, selanjutnya dari sebelah kira Bapak Parmadi. Pak Parmadi baru saja hari ini dapat surat mengganti Dokter Simanjuntak, beliau Spesilis Dokter Kandungan, diganti oleh Pak Parmadi, SH.

F. PDI.P (PARMADI)

Terima kasih Saudara Pimpinan, Saudara Menteri Kehakiman dan HAM, Saudara Kapolri, dan Saudara SekJen Departemen Pertahanan.

Pertama sekali saya sangat sepakat dengan Menteri Kehaiman bahwa batasan- barasan tentang rekonsiliasi ini sebaiknya sejauh mungkin, tetapi untuk mempertanggungjawakan secara konsitusional sebaiknya kta batasi sejak Indonesia Merdeka (17 Agustus 1945) jadi tidak perlu sampai ke Nabi Adam, kemudian hal-hal yang menyangkut hubungan Indonesia dengan dunia luar, katakanlah dengan Romusa, masalah Westerlling dan sebaginya itu bisa diselesaikan antar negara tetapi antar bangsa menag harus ada rekonsiliasi, mengapa saya sepakat dibatasi pada tahun 1945, karena pada dasarnya pertengkara – pertengkaran diantara kita sampai hari ini dasarnya sama, ini pertikaian-pertikaian yang bersifat latin, munculnya kelompok-kelompok garis keras, katakanlah di sebut kiri-kanan kontra revolusi dan lain sebagainya, samapi hari ini polanya sama, bahkan anak keturunan yang dulu terlibat tetap saja terlibat hal-hal sampai hari ini, ole karena itu tentang batasan waktu ini, supaya masalh- masalah katakanlah DI TII, PRRI,PERMESTA, PKI SEMANGGI sampai kepada Aceh dan sebagainya itu diselesaikan dengan kearifan, tetapi ada hal jangan sampai ita terjebak bahwa masalah rekonsiliasi adalah masalah Hak Azasi Manusia. Hak Azasi Manusia-kan tibulnya baru belakangan sebagai isu global dari Amerika Hak Azasi Manusia dan Lingkungan Hidup sehingga kasus-kasus kita dahulu katakanlah Pak Syarir, Pak Nasir, Pak Syafrruddin dan sebagainya atau PKI itu belum ada pelanggaran Hak Azasi sekalipun menurut Sarwo Edi PKI itu yang terbunuh sampai 3 juta orang, itu tidak ada yang menyebut pelanggaran Hak Azasi Berat, oleh karena itu menurut saya yang menyangkut politik, termasuk ekonomi termasuk korupsi dan sebagainya harus masuk ruang lingkup rekonsiliasi ini. Tetapi untuk melakukan rekonsilaisi dituntut, kita semua ditutu untuk bebas nilai karena menurut saya ini adalah kesalah bangsa, kesalahan yang di lakukan Bung Karno adalah kesalah bangsa, karena bangsa membiarkan, kesalah Pak Harto adalah kesalahan bangsa karena bangsa indonesia membiarkan, demikian pulaseterusnya.

Kalau kita melihat, bahwa saya ikut terlibat tentunya keharifan-kearifan yang saya berikan haruslah bebas nilai, jangan melihat aku dan kelompok aku dan sebagainya, melainkan adalah kepentingan bangsa, tadi saya katakan mulai dari Pak Syafruddin,Nasir,Syarir,Bung Karno bahkan Pak Hartopun mendapat perlakuan-perlakuan tidak manusiawi katakanlah di isolasi dan lain sebagainya, karena masalah-masalah hukumnya belum jelas, oleh karena itu menurut saya perlu dipisahkan masalah-masalah ini yaitu :

1. Hal-hal yang memang bisa di adili kemudian hal-hal yang tidak bisa diadili yang tidak bisa diadili inilah menurut saya bisa diselesaikan melalui rekonsiliasi.

Rekonsiliasi yang total yang tidak berpihak, bebas nilai dan lain sebagainya, Sebab kita mencontoh apa yang dikatakan Pak Kapolri misalnya, saya ambil Maluku, Maluku ini sebagai contoh sebelum menjadi keributan, contoh dari bagaimana beberapa etnis, beberapa agama bersatu padu menjadi satu, tetapi kemudian ada provokasi masuk meraka berbunuh-bunuhan bahkan saudara kandungpun berbunuhan, bermusuhan tetapi dalam waktu yang sangat singkat kalau tidak ada provokasi yang masuk lagi kecendrungannya mereka bisabersatu lagi, saling memaafkan, apa yang pernah kamu lakukan terhadap

(10)

saudara saya, saya ampuni, saya maafkan karena agama kita mengajarkan saling kasih sayang dan lain sebagainya.

Oleh karena itu kita harus meniru bahwa tidak ada persoalan yang tidak bisa terselesaikan, oleh karena itu saya ingin mensitir kata-kata Jaksa Angun hari ini, bahwa korupsi-korupsi besar sangat sulit sekali dibuktikan, kalau memang Jaksa Agung sudah menyatakan demikian barangkali Kapolripin akan menyatakan demikian karena kompleknya masalah yang kita hadapi mengapa kita tidak melakukan rekonsiliasi saja? Artinya silakan mereka pulang kembali tidak akan di adili, tetapi apa yang mereka korup tolonglah dikembalikan, tidak semua, sebagian, asal jangan sebagian kecil. Oleh karena itu yang tidak mau harus di adli kalau banyak yang pulang yang tinggal pasti akan ketir-ketir karena pasti akan di adili.

Mengingat hal-hal yang demikian, maka menurut saya rekonsiliasi inibukan hanya menindasan Hak Azasi Manusia, masalah-maslah politik yang menyangkut penyingkiran-penyingkiran, pemasungan-pemasungan hak-hak politik itu juga harus dimasukkan ke rekonsiliasi, sehingga kalau kita mampu melakukan, kita tidak lagi bisa membedakan kamu Masyumi, kamu PKI, kamu Soekarnois, dan sebagainya tetapi dari kamu, kita menjadi kami dan akhirnya menjadi kita bangsa indonesia yang hidup rukun, aman dan damai.

Demikian pendapat saya, terima kasih atasnperhatian dan sekian.

KETUA RAPAT (SIDHARTO DANUSUBROTO/F.PDI.P) Terima kasih Pak Parmadi, sebelah anan Ibu Evita, silakan.

F. PG (HJ. EVITA ASMALDA) Terima kasi Ketua.

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Bapak Menteri Kehkiman, Bapak Kapolri dan Bapak yang mewakili menteri Pertahanan dan Keamanan, Bapak/Ibu hadiri yang kami muliakan.

Ada beberapa yang ingin saya tanya, terutama kepada Bapak MenKeh, pertanyaan saya begini pak, kelihatannya (mohon maaf) sebetulnya-kan sebagai prakarsa penyusunan sebuah rancangan undang-undang, usulan itu dari pemerintah, itu sudah jelas dan saya yakin dan percaya dibahas Interdep, jadi masuknya undang-undang yang disampaikan oleh pemerintah itu sudah jadi, walaupun pemerkasa bisa masing-masing Departemen tetapi perumusan/penyusunan itu, itu sudah melibatkan semua, saya mohon maaf Pak Ketua bukan untuk menyatakan bahwa kita mengundang Pak Kapolri dan sebagainya (Menlu dan Mendagri) terlihat sekali perbedaan yang cukup tajam saya rasa mengenai ini, memang memperkaya bagi kami angota Pansus tidak tentunya kita berharap ke depan ini. Itu sudah satu suara walaupun ini memang era demokrasi, tetapi kita harapkan begitu, begitu juga yang nanti hasil keputusan seperti inisiatif DPR misanya, suka tidak suka memang rumusan itu harus dibicarakan di dalam antar semua fraksi, jadi maksud saya Pak, berkaitan dengan itu tadi saya sependapat usulan dari Pak Parmadi, jadi memang perlu Bapak disitu sudah memberikan batasan mulainya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bekerja, tetapi tidak ada kapan dia mulai dari mana dia mulainya itu, saya cendrung apa yang diusulan oleh Pak Parmadi itu harus ada sejak 17 Agustus 1945. Mengapa?

Karena kalau tidak ini nanti terlalu los (luas) ini sangat mempersulit sedikit, saya berasumsi bahwa memang undang-undang ini nanti ada batasan tertentu yang dia tentunya kalau kita sudah menganggap ini sudah termuat dan terselesaikan denhan sendirinya undang-undang ini dicabut, jadi karena apa? Karena memang ada undang-undang melanjutkan dengan Peradilan HAM itu, ini menyangkut dengan Kapolri, saya kurang sependapat, kalau memang itu terjadi ada 2 undang- undang yang pengaturannya tidak sama, saling berbenturan dia, kita mengurangai hal seperti itu, saya sependapat kalau ita memulainya rujukan perangkat hukum yang kita susun ini, kalau memang sebelum maka KKR ini, setelah berlakunya adalah undang-undang nomor 26 tahun 2000 itu yang berjalan, jadi tidak lagi

(11)

istilahnya KKR ini kawe-kawe disitu saya berpendapat demikian, atau kalau kita biarkan begitu kerancuan-kerancuan itu akan muncul tentunya kita akan mengeliminir dari prangkat hukum yang ada.

Emudian yang 2 (kedua) tanggal 18 memang kita mengundang LSM dan sebagainya terutama Kontras kemudian ada LBH, ELSAM itu ada satu pertanyaan, itu beliau hadir Bapak Chozin beliau bertanya kemudian ada kesimpulan dari LBH SN itu bahwa muatan undang-undang ini memang ada sponsor dibalik itu (kita agak rame juga) Pak ini kita rapat terbuka, tolong terbuka juga menyampaikan itu dan kami rasa semua, dinamika kemudian juga penyusunan itu, nilai filsofinya, idiologinya kemudian uridisnya masuk kemuatan itu tentunya saya melihat muatan itu cukup bagus, tetapi maaf Pak pandangan- pandangan yang kita undang beragam sekali, tetapi juga dari kontras yang seniornya yaitu Saudara Munir tidak perlu niat baik dari pemerintah maupun DPR yang sekarang ini bisa menyusun suatu rancangan undang-undang KKR ini yang baik, jadi kemudian dia menyatakan bahwa hasil pemilu tahun 2004 bukan suatu jaminan, jadilah DPR sekarang ini bekerja bagus mendorong Peradilan HAM yang ada untuk bekerja tunjukkan itu syah-syah saja itu masukan untuk memperkaya, tetapi kami juga sama sependapat dengan Menkeh dan Bapak-bapak Kapolri, bahwa ini perlu segera dan ini memang sangat kita butuhkan, dengan kita tahu bhawa segala sesuatu memang kitakan manusia tidak ada yang sempurna, tetapi paling tidak ada masukan dan kita akan coba membahasnya, istilahnya memperbaiki disana-sini semua hal itu kita dapat lakukan.

Berikutnya Pak mengenai beban pengantian kerugian Pak Yusril, ini-kan dibebankan ke Pemerintah, saya tahu dananyapun dari DepHan dananya dari APBN yang menjadi masalah kalau murni APBN itu murni mengenai pengantian rugi, kita tahu bahwa dia mampu untuk itu, apakah memang itu cukup adil kalau itu dibebankan kepada pemerintah, jadi ini, tapi tidak semua kasus tetapi ada kasus tertentu yang sebetulnya sipelaku ini dan punya kemampuan dia untuk memberikan konpensasi misalnya dengan biaya seperti itu, masalah ini apakah tiadak ada fleksibilitas maksudnya seperti itu? Karena disini sudah tegas bahwa itu juga dibebankan pemerintah. Selanjutnya mungkin yang terakhir juga kepada Pak Da’I tetapi juga memang permasalah itu juga kami paham bahwa memang dalam proses penegakan hukum, kita juga tahu bahwa banyak SP3-SP3 segala macam, walaupun masyarakat juga binggung ada SP3 dan seterusnya, memang dalam prosedur di undang-undang kita demikian, DPR juga mengharap kita akan coba merevisi ini, mungkin Pak Yusril lebih banyak tahu, Itu sudah 20 lebih sampai menyusun draf akademik Ibu Lis ada disini, mungkin juga sudah lupa lagi karena bbegitu lamanya dan belum sem[at dibahas di DPR ini, semoga masukan itu akan lebih juga untuk memproses Peradilan kita ini, jadi azasnya sederhana, singkat murah itukan jauh dari realitas yang sebetulnya sudah semangat dari undang- undang itu.

Jadi Pak Ketua mohon maaf kurang lebihnya kepada Pak Menteri, Pak Kapolri dan DepHan atas masukannya. Sekali lagi kami juga mengharap adanya tambahan-tambahan secara tertulis yang bisa disampaikan kepada kami.

Demikian Saudara Ketua.

KETUA RAPAT (SIDHARTO DANUSUBROTO/F.PDI.P)

Terima kasih Ibu Evita, tadi Ibu Evita menyinggung soal sponsor mengenai undang-undang ini, yang kemarin disampaikan oleh LBH, sponsornya adalah TAP 5 MPR-RI ini adalah sponsor dari rakyat, Pak Menteri hanya menyampaikan saja sebagai plow-Up dari amanat rakyat itu. Yang berikutnya sebelah kita Bapak Nyoman dari TNI/POLRI, silakan.

F. TNI/POLRI (SANGNYOMAN SUWISMA)

Terima kasih Bapak Pimpinan, yang terhormat Bapak Mentri Kehakiman dan HAM, Bapak Kapolri dan Bapak Sekjen DepHan beserta jajaranya. Pada sore hari inikami berharap banyak kepada Bapak sebagai sumber dari pembuatan RUU

(12)

sebtulnya karena dari beberapa RDPU yang sudah dilakukan banyak hal-hal yang perlu permohonan penjelasan dari sumber pembuatan RUU ini, termasuk diantaranya yang paling penting barang kali walaupun Bapak secara singkat menyampaikan apa yang terkandung dalam RUU tadi, barangkali ada secara tertulis lagi kami mohon ada hal-hal yang prinsip yang terkandung dalam RUU tersebut untuk memudahkan dalam rangka meneliti dan menganalisa RUU tersebut untuk dapat diajukan sebagai undang-undang nanti. Seperti contoh tadi memang Bapak katakan tentang pembatasan waktu dari beberap masukan yang ada itu pembatasan waktu ini menjadi sangat penting demikian, karena kalau diberikan waktu yang leluasa seperti itu barangkali RUU tersebut mungkin akan gagal diperjuangkan didalam realisasi keadannya, karena apa, karena apa yang Bpak katakan tadi, ini kenapa tidak, ini tidak, akhirnya semua tidak-tidak, akhirnya barangkali tidak usaha saja ada undang-undang KKR, akhirnya begitu mungkin jawabannya. Sebenarnya masa waktu itu sangat berharga didalam penentuan ini agar dapat kita memulai pembuatan undang-undang ini dengan baik, tadi Bapak Yusril mermberikan peluang untuk waktu tidak dibatasi karena lebih mengkedepankan agar keadilan itu bisa terjamin.

Barangkali ini prinsip-prinsip tersebut perlu ditata atau diberikan permohonan untuk hal-hal apa aja untuk menjadi prinsip-prinsip sejak awal RUU tersebut untuk dipedomani agar hendaknya diberikan arahan kepada penghimpunan pendapat-pendapat umum yang akan kita rengkrut berikutnya.

Terus yang kedua (2) Bapak Menteri kami mengharapkan dalam rangka merealisasikan konfensasi, apakah itu terhabilitasi, retitusi, ini memang sangat sulit diwujudkan karena konfensasi tersebut sebagai penganti dari sanksi penerapan hukum dari hasil pengadilan supaya kita sepakat agar KKR ini kedepan merupakan upaya hukum diluar pengadilan oleh karenanya harus ada konfensasi, barangkali ada rumusan yang Bapak bisa sampaikan, rumusan yang bagaimana kira-kira konfensasi, retitusi, rehabilitasi yang akan kita tawarkan bagi mereka- mereka yang sudah kita dapat buktikan sebagai korban itu yang ke-2 (dua) Bapak Menteri mohonkan penjelasan.

Terus berilkutnya saya sangat bergembira hati kepada Bapak Kapolri ini, dalam hal ini, kemarin ada permasalahan bahwa undang-undang KKR inikan diharapkan dibatasi waktunya, tetapi dari Bapak Kapolri menyatakan bahwa justru kita upayakan atau diharapkan bisa digunakan kedepan untuk kasus-kasus atau pristiwa hukum yang tidak bisa dilakukan melalui pengadilan, bisa digunakan KKR ini. Barangkali tidak seperti semula artinya harga mati, barabangkali ada masukan- masukan yang kita bisa serap bahwa mungkin saja untuk undang-undang KKR ini, tidak perlu dibatasi waktu, walaupun tak menyatakan bahwa semua peristiwa sebelum tahun 2000, tetapi kalau ada peluang-peluang mungkin ada alasan- alasan yang bisa dipertanggungjawabkan terhadap peristiwa-peristiwa yang akan datangpun kalau tidak bisa ditangani secara hak atau hukum yang baik bisa digunakan juga, kenapa tidak, barabangkali ada resening dari Bapak Kapolri untuk kita bisa serap.

Kemudian yang menarik juga pemanfaatan hukum adat, barangkali ini salah satu jawaban dalam wujud pemberian konfensasi, tetapi Bapak Kapolri barangkali kita juga sering menindaklanjuti dari segala peristiwa di daerah menggunakan hukum adat, tetapi penerapan hukum adat ini sangat sulit, karena apa karena hukum adat ini dapat ditafsirkan diterjemahkan waktu sekarang akhirnya tuntutan materi yang timbangan hukum adat ini, tidak mampu dibuat rasional diminta, sehingga juga tidak akan selesai masalah itu diselesaikan secara hukum adat, barangkali ada hal-hal yang dapat dijadikan pedoman bagaimana menterjemahkan konfensasi hukum adat tersebut.

Kemudian satu (1) pertannyaan kepada Bapak SekJen DepHan, masalah kalau pengadilan Ad Hoc tentang HAM itu diarahkan untuk kepentingan pidana, tetapi kalu KKR ini perdata, sebagai klarifikasi ada penjelasan, kenapa menyatakan landasan KKR ini nanti arahnya lebih kepada hukum perdata, karena secara realisasi yang ada banyak sekali peristiwa-peristiwa yang berlatar belakang pidana

(13)

yang tidak terselesaikan secara hukum juga bisa diselesaikan secara KKR.

Mungkin barangkali perlu penjelasan dari Bapak SekJen mengenai masalah setepmen ini. Ini beberapa hal yang kami sampaikan, terima kasih atas perhatiannya.

KETUA RAPAT (SIDHARTO DANUSUBROTO/F.PDI.P)

Terima kasih Bapak Nyoman dari TNI/POLRI, selanjutnya sebelah kanan Bapak Antoni Amir dari F.Reformasi.

F. REFORMASI (DRS. ANTONI AMIR) Bissmilah’ hirohman hirrohim.

Assmu’alaikum Wr. Wb.

Yang terhormat Saudara Ketua, Saudara-saudara sekalian Yang terhormat, Saudara Kapolri, Saudara Menteri Kehakiman dan HAM, serta Saudara SekJen DepHan.

Saya terus terang saja ketika undang-undang KKR ini mau dibentuk dan ketika di fraksi kami mau dibicarakan mau diwujudkan, saya bahagia sekali bahwa ini suatu momentum yang sangat bagus, negeri kita dapat menyelesaikan masalah-masalah yang memang menjadi catatan sejarah masal lalu, tetapi pada perkkembangannya akhir-akhir ini bahkan sampai setiap hari, baik kepada media mssa ataupun langsung kepada saya atau SMS, telah timbul kontra produktif masyarakat bahwa ada perasaan pesimis, ada perasaan kekwatiran, diantara kekwatiran mereka diantaranya bahwa ini adalah akal-akalan saja untuk menyuci dosa masa lalu, ada juga yang menyatakan bahwa ini hanya muatan saja (cari kerja saja) tetapi ada juga beberapa kawan-kawan yang ulama, kawan-kawan yang memikirkan kepentingan bangsa ini, bahwa sudah waktunya kita memikirkan rekonsiliasi supaya bangsa ini bisa berjalan benar dimasa yang akan datang, kalau kita perhatikan yang dikatakan Pak Amien Rais ketika penutupan Sidang Tahunan MPR bahwa seperti di Cina dikatakan diantaranya terakhir Mr Lie Peng meyatakan bagaimana negeri kamu aman, bagus, sentosa diantaranya dikatakan kita berhenti saling berantam. Kalau kita melihat yang menjadi rumusan munculnya rancangan undang-undang ini, rupanya sangat ideal sekali, Bapak Kapilri dan Menteri Kehakiman dan HAM, tetapi jujur hari demi hari saya kwatir, saya takut bahwa rancangan undang-undang ini bisa declog atau tertunda atau juga susa untuk terwujud plaw-upnya nanti ketika undang-undang syahkan susah terwujud kenapa? Pertanyaan saya akan saya tujukan kepada Bpak Kapolri, ketika kita merasa bahagia dan ada rasa kedamaian dinegeri kita, merupakan dosa-dosa dimasa lalu, tiba-tiba kita tersentak dikejutkan adanya penangkapan-penagkapan aktifis islam, sangat ironis sekali, buat saya sangat prihatin ketika istri-istri mereka bersama anak-anaknya datang ke berbagai lembaga bantuan diantaranya ke Majelis Ulama menagis dengan apa? Langka-langka yang ditempuh Kapolri, tidak melalui langkah-langkah memang diatur oleh hukum, dengan mengunakan undang-undang Anti Teroris, dan permasalahnya kalau kita mau punya niat bersama untuk betul-betul mencari kebenaran dan keadilan rekonsiliasi ini, seyogyanya ketika hal ini kami coba untuk kita lakukan bersama, paling tidak potensi masalah-masalah ini, bagaimana rekonsiliasi ini bisa terwujud, sementara dendam-dendam baru muncul, ini penting kekecewaan baru muncul, luka baru mucul, bagaimana nanti plow-upnya, bagaimana nanti mereka bekerja, rekonsiliasi tidak bisa bekerja ketika prosesnya ini kita syahkan kita membuat kelesalahan baru, katanya kita mau rekonsiliasi saya tegas katakan ini, pertanyaan saya kepada Saudara Kapolri kalau memang ini terwujud sejauhmana dukungan Kapolri terhadap undang-undang rekonsiliasi ini, apa yang saudara lakukan, karena terus terang saja bahwa undang-undang ini terwujud keselahan yang paling memuncak yang awalnya itu bermula dari negara, negara tidak bisa lepas ketika berawal juga dari ujung tombaknya adalah pihak Polri, yang berhadapan kepada masyarakat.

Kalau KKR ini akan menimbulkan luka baru berdasarkan proses ini, tidak akan bisa berjalan dan akan sia-sia saja, pertanyaan saya itu. Tetapi ada kecurigaan

(14)

dari kawan-kawan, ketika undang-undang kita bentuk kita membuat luka baru atau kesalah baru, apakah ini bisa terwujud rekonsiliasi itu yang pertama kepada Kapolri. Yang kedua (2) kepada Saudara Menteri Kehakiman dan HAM. Saudara Menteri Kehakiman, tadi batasan kita bisa saja sampai sejak jaman dulu, bahwakan ada kawan-kawan menyatakan tahun 1945, sejak Republik ini didirikan, sebagaian ada yang membatasi sampai 30 tahun, yang menjadi pertanyaan saya kalau kita memulai batasannya tidak jelas banyak rambu-rambu kita tempuh, misal TAP MPR No. 25 tentang PKI, sampai sekarang kita belum cabut, berarti tentu saja didalam pelaksanaan undang-undang ini, bahwa kawan-kawan dalam melaksanakan plow-up undang-undang ini akan menghadapai hambatan- hambatan. Kemudian berkaitan dengan ini, bagaimana pelaksanaan nanti jika kita mulai pada tahun 1945, titik awalnya mulai dari peristiwa Madiun, peristiwa tahun 19965, Permesta, sama dengan PRRI sementara saksi-saksi sudah meninggal bukti-bukti sudah tidak ada, kaitanya juga kita memberikan misalnya konfensasi sementara dari kawan-kawan kita bilang kalau masalah konfensasi itu uang dari APBN, mereka tidak setuju, kenapa rakyat harus dibebankan lagi untuk mengganti ini, apakah ini tidak dipertimbangkan setelah konfliknya masalah ini, dan beberapa rambu-rambu harus kita hadapi.

Sementara itu saja pertanyaan saya kurang lebih saya minta maaf.

Wassalamu’alikum Wr. Wb.

KETUA RAPAT (SIDHARTO DANUSUBROTO/F.PDI.P)

Terima kasih Saudara Atoni Amir, ini adalah rapat Dengar Pendapat minta masukan soal RUU KKR, kalau ada pertanyaan yang diluar itu kami persilakan dijawab atau tidak terserah Kapolri. Sebelah kira Ibu Arsid dulu, Pak Firman paling muda belakangan. Maaf Ibu Asrid karena ini sampai jam 4, jadi kita putuskan untuk memberikan kesempatan jawaban kepada para Menteri, kita minta persetujuan dulu untuk kita tambah sampai 16.30, bisa disetujui.

SETUJU KETOK 1X

F. KKI (PROF. DR. ASTRID S. SUSANTO)

Terima kasih Bapak Ketua, Bapak Menteri, Bapak Kapolri, Bapak SekJen DepHan dan Ibu/Bapak sekalian yang terhormat, kawan-kawan DPR juga yang terhormat.

Assalamu’alaikum WR. Wb.

Pertanyaan saya khusus, kerena politikus sosialition, dan saya banyak keliling Indonesia, sebanyak 27 Provinsi sudah saya kunjungi semua, karena saya urus sosial jadi saya banyak menjelajah. Saya ingin menanya kenapa Bapak Optimis, dalam mengajukan rekonsiliasi ini, pada hal setelah saya pelajari dan seterusnya di Amerika Serikat sendiri tidak punya Badan ini, saya khusus tanya pada orang Kedutaan mereka binggung tanya, kenapa (… bahasa Inggris) apa lagi kalau kita kembali Amerika Serikat mereka ada sistem Work, apakah kita berada dalam sistem work (bukan jamak tetapi tunggal) tetapi saya maaf saja, justru makin negeri melihatnya untuk tugas yang diberikan, jadi kita bisa melaksanakannya kita bisa cara mengerjakan DIMnya dan seterusnya, tetapi apakah komisi itu bisa berfungsi, sekali lagi justrus awal-awalnya saya juga terlibat didalam panja Maluku, Poso, Aceh dan seterusnya. Tetapi justru itu membuat saya bertanya dan khusus untuk Bapak Kapolri, dengan memakai pikiran dari Bapak Parmadi, nampaknya ini problem masih berjalan terus samapi hari ini dan tidak mempunyai aspek regional. Nasional bahkan internasional, apakah benar analisa saya itu, kalau begitu halnya susah untuk menyelesaikannya (… bahasa Inggris) demikian Pak.

KETUA RAPAT (SIDHARTO DANUSUBROTO/F.PDI.P)

(15)

Terima kasih, yang sebelah kanan sudah habis, sekarang yang masih muda Saudara Firman dari Pulau Nias, silakan.

F. PDI.P (FIRMAN JAYA DAELI)

Terima kasih Pak Ketua, dan Pak Menteri beserta jajarannya, Pak Kapolri dan jajarannya, Pak SekJen DepHan dan jajarannya. Saya hampir saja kehilangan inspirasi karena saya kira ini suasa komisi yang muncul, tetapi tahu-tahu ini suasa Pansus. Oleh karena itu maka akan kami sampaikan pada kesempatan ini yang pertama adalah memang tidak ada rekonsiliasi tanpa penggungkapan pencarian kebenaran itu dulu, itu posisi moral yang harus kita tegakkan dulu, oleh karena itu, maka gambaran kami dalam kontruksi adalaj tetap harus ada proses hukum di dalam instansi KKR, tetapi proses hukum yang kami tanyakan yang non reguler, kapan dilaksanakan, apa motifasi yang melakukan kejahatan HAM dengan siapa pada waktu itu, apa latarbelakangnya harus diungkapkan semua itu. Oleh karena itu sebenarnya bukan hanya soal, kami mendungkung apa yang disampaikan oleh Kapolri, bahwa kita kelihilangan bukti-bukti, pembuktian dan seterusnya saksi susah dihadirkan atau sama sekali tidak ada lagi, tetapi yang paling penting adalah bawah kalau memalalui proses hukum maka tidak muncul rekonsiliasi, kalah menang diterima, tetapi kalau mekanisme KKR nampak-nampaknya memang ada keterbukaan ketulusan dan kejujuran, tetapi harus ada proses hukum yang terbukan dan bisa dipertanggungjawabkan dan seterusnya.

Memang ini menjadi problem, seperti yang disampaikan Pak Parmadi menyatakan bahwa ini problem ideologi bukan politik, biasanya problem ideologi dan politik yang bisa diselesaikan oleh mekanisme hukum yang reguler, hanya melalui mekanisme ini karena ini terbuka tidak hanya formalitik diungkapkan, tetapi juga kami tidak menafsirkan kalau ada pesimisme dari sejumlah masyarakat.

Kalau nantinya ini menjadi lembaga infoniti atau alat yang menjasmifikasi atau alat pensucian dosa, da n kejahatan oleh para pelaku, jikalau ini tidak diungkapkan tidak disusun draf yang sebenarnya, kalau ini yang muncul maka korban itu, Pak Yusril ini mengalami kejahatan ganda, artinya begini dia mengalami kejahatan yang dulu-dulu pelanggaran HAM, tetapi kalau pelanggaran itu tidak diproses lewat KKR secara terbukan, tetapi malah kebalikannya, nanti dia dijahatin kedua kali, ini menurut pemahaman kami, mungkin nanti ada pemasukan, oleh karena itu maka harus hati hati betul ini kita menunggu sepenuhnya ini selain Tap MPR juga undang-undang Nomor 26 itu, itu yang pertama. Yang kedua soal semangat KKR lebih dari pada mengakomondasi kepentingan dan semangat korban, jadi inisiatifnya lebih daripada atau bersal dari masyarakat itu, oleh karena itu persepktif itu diangkat kepermukaan, memang saya sendiri tidak memiliki kwalifikasi kategori mana yang diungkapkan dan yang kedua (2) ini soal kemanusia, kalau misalnya parohnya 70-an itu yang 50-an diperlakukan secara tidak adil, 60-an juga begitu, kalau patokan kita norma ketata negaraan, 45 itu Indonesia Merdeka, karena penyebutannya tahun 40 Indonesia yang sebenarnya belum ada, itu kalau kita pegang dari formal ketata negaraan, tetapi ini dramatis terserah, ini persoalan ideologi, tetapi paling tidak ini harus kita ungkapkan dan disepakati dan seterusnya. Yang ketiga (3) saya setujua yang disampaikan SekJen DepHan soal indenfendensi, indenfensi itu tidak bisa direduksi dengan batasan bahwa pada saat bekerja disitulah dia indenfen, tetapi keseluruhan proses rengkrutmen, kewenangan dan seterusnya itu harus indefen itu. Ada ujul memang, memanarik juga sebagai beberap masukan dan beberapa yang kita undang, indefensi itu harus diberi wewenang penuh pada KKR, misalnya begini jangan sampai terjadi Pengadilan Komnas HAM, dia melakukan penyelidikan, tetapi dia memanggil paksa oleh, misalnya ada putusan pengadilan atau pendapat pengadilanpun tidak bisa, jadi mereduksi kewenangan secara tidak langsung, bisa saja dikatakan bahwa KKR melakukan penyelidikan penuh jangan ada pihak lain , tetapi kewenangan itu, tetapi mengurangan makna kewenangan subtansi yang sebenarnya, jadi ini juga kita perlu perhatikan betul.

(16)

Catatan terakhit Pak Sidharto, begini Pak SekJen, inikan mengungkapkan kebenaran, kami tanyakan kepada Pak Mendagri pada waktu itu, kalau mengungkapkan kebenaran bisa muncul para pelaku itu saksi atau juga korban mengungkapkan kebenaran sesungguhnya dan itu bisa mengungkapkan kebenaran yang selama ini, membantah kebenaran ini yang kita anggap itu kebenaran, kebenaran semu, bisa saja itu terjadi, selama ini-kan katakan kebenaran formal, tetapi melalui proses pengungkapan ini pencarian, rupanya sejarah kita tidak benar, karena diungkapkan melalui ini, bagaiman persfektif pertahanan negara dalam kontek ini, kalau nantinya ada pengungkapan itu, melalui ini, supaya nanti bisa diantisifasi bagaimana nanti kaitannya Departemen Pertahanan disini. Oleh karena itu berkaitan dengan ideologi dan politik.

Terima kasih Pak Sidharto.

KETUA RAPAT (SIDHARTO DANUSUBROTO/F.PDI.P)

Terima kasih Pak Firman Jaya Daeli, pada waktu saya memberikan kepada Menteri Kehakiman untuk jawab memberikan pertanyaan yang disampaikan oleh anggota Pansus, kemudian kepada Bapak Kapolri dan yang terakhir kepada Bapak SekJen DepHanKam. Terima kasih.

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAM (YUSRIL IZHA MAHENDRA)

Saya sebenarnya hadir dalam rapat ini, rapat hari ini dengan semangat menghadiri sebuah Rapat Kerja, bukan menghadiri rapar RDPU sebenarnya, dan sebenarnya tugas saya dalam rapat kerja simple saja, membahasa masalah jadual dan mekanisme kerja sudah terselesaikan dengan baik. Kalau boleh boleh mengharap kepada Dewan, sebenarnya rapat RDPU dengan instansi pemerintah atau tidak diadakan, karena pemerintah itu merupakan satu kesatuan dan Presiden menyampaikan RUU ini kepada DPR dan ditandatangani oleh Presiden dan kami sebenarnya ditunjuk disini mewakili presiden membahas RUU ini, kalau satu demi satu unsur pemerintah diundang disini Menlu, Menhan, Kapolri, Panglima TNI semua menteri, mereka akan mengungkap berbeda-beda draf RUU ini sudah kompromi pemerintah dan kalau satu-satu bicara diakan mengulangi perbedaan-perbedaannya dan itu tidak akan pernah selesai, dan kiranya saya akan menghadapi hal yang sama ketika DPR akan mengajukan usul inisiatif RUU kepada pemerintah, saya akan mengundang fraksi-fraksi untuk mengadakan RDPU, saya mengujulkan supaya dimasa yang akan datang tidak perlulah diadakan RDPU dengan pemerintah.

Karena saya ditunjuk oleh presiden mewakili beliau disini bicara atas nama pemerintah satu kesatuan. Bolehlah RDPU itu dilaksanakan dengan LSM, ormas atau toko-toko dan siapa saja, saya berharap tidak dilakukan oleh pemerintah oleh karena itu, menimbulkan ketidak enakkan diantara sesama pemerintah dan benimbulkan kesan bahwa pemerintah tidak satu sedangkan apa yang pemerintah rumuskan adalah hasil kompromi, antar kami sendiri dan inilah hasilnya akhirnya.

Dan saya kira kamipun kira ada satu permasalahan ketika rapat RDPU, kadang- kadang kami membahas RUU inisiatif DPR ketika masuk ke Pansus, komisi ataupun Baleg pendapatnya beda-beda, pada hal inikan inisiatif DPR, mestinyakan DPR satu suara, tolonglah supaya kita kerja lebih enak satu sama lain, mohon maaf saya tidak minta ijin kepada presiden berbicara seperti ini, sebaiknyalah tidak ada RDPU dengan instansi-instansi pemerintah yang masing-masing mengungkapkan ketidak puasanya karena konsepnya tidak masuk pada waktu RUU ini dibahas dan sebagainya, jadi diungkapkan kembali disini, saya kira tidak pada tempatnya, dan itu presiden telah menandatangani, mak presiden telah mengambil keputusan atas RUU ini.

Pada hal sebenarnya instansi pemerintah tundak pada putusan yang telah ditanda tangani presiden. Jadi sebenarnya tidak fair kalau kita disini para politisi mencecar para menteri ketahuan beda-beda pendapatnya saya kira tidak fair.

Kemudia yang kedua (2) saya ingin saya sampaikan bahwa yang ditanyakan oleh Ibu Astrid, mengapa saya begitu pesimis, malah saya berbalik bertanya, kenapa

(17)

Ibu Asrid begitu pesimis, kami menyusun ini karena diperintah oleh TAP MPR, saya bacakan Tap MPR yaitu Menugaskan kepada Pemerintah untuk menbentuk Komisi Kebenaran Rekonsiliasi Nasional sebagai lembaga ekternal yudisial, jumlah dan kreteria ditetapkan dengan undang-undang, komisi ini bertugas untuk menegakkan kebenaran dengan mengungkapkan penyalagunaan kekuasaan dan penyelenggaraan hak azasi manusia pada masa yang lalu, sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan rekonsiliasi dalam persfektif kepentingan bersama sebagai bangsa dan seterusnya. Jadi pemerintah ditugasi oleh TAP MPR untuk menyusun ini, kami susun kalau pemerintah dan DPR ini tidak membuat TAP ini, maka kami tidak perlu susun, jadi kami balik betanya kepada Ibi Astrid, tetapi Ibu Astrid kami sudah tahu jawabannya, akan sama dengan Pak Sahetapy, saya tidak setujudengan TAP itu dulu pada waktu dibahas, inilah demokrasi, bisa ssaja kita tidak setuju waktu menyusun TAP ini sebagai keputusan MPR, tetapi ketika dia menjadi keputusan, maka semua anggota MPR tetapi tunduk kepada keputusan ini, sama saja, tadi ditanya Kapolri beda-beda kata Ibu Evita juga beda-beda, disini juga Ibu Astrid anggota MPR beda-beda dengan Tap MPR-nya sendiri, apa kita harus juga diskusi disini? Kami Bu Astrid sangat kesulitan membuat undang-undang karena ada TAP MPR dan kami kesulitan menyusun undang-undang karena Undang- Undang Dasar 45 yang diamandemen seringkali kami tidak mengerti, baik kami sebagai Pemerintah maupun sebagai pribadi sebagai guru besar ilmu hukum tidak mengerti, sebagai pengalaman kami membahas istilah presiden melanggar hukum berupa perbuatan tercelah, apakah perbuatan tercelah itu merupakan pelanggaran hukum? Kita bisa berdebat dalam segi sama pakar hukum, mengenai soal itu, di Madura orang sembahyang Jum’at tidak pakai peci itu perbuatan tercelah, di Aceh ema-ema buang air kecil sambil berdiri laki-laki tercelah, apakah dengan itu presiden bisa diberhentikan? Pada proses inpecmen. Menurut pengetahuan saya yang mengajar filsafah hukum perbuatan tercelah kategori moral, bukn samasekali perbuatan hukum, Tap MPR menyatakan melakukan pelanggaran hukum berupa antara lai : perbuatan tercelah, kejahatan perang lainnya, apa yang dimaksud kejahatan perang lainnya? Sehingga kita binggung, tidak ada istilah kejahatan perang di dalam hukum pidana kita, KUHP menyatakan kejahatan pelanggaran.

Jadi kami menyusun RUU-RUU ini, kadang-kadang pusing dengan Bapak/Ibu semua, tetapi apa boleh buat kami menyusun ini bedasarkan apa yang diperintahkan oleh TAP MPR, maka kami pesimis tidak pesimis, kami kerjakan ini, namun setelah kami berpendapat bahwa kita memasuki satu permasalah sangat rumit, dan kami mencoba dengan segala upaya persoalan ini, dan kalau dikatakan, apakah ini ada sponsor? Saya setiap hari menghadapi pertanyaan wartawan atau aktifis di kampus atau dimana-mana, apa saja yang dilakukan pemerintah ini karena pesannya, seolaholah kita sudah kehilangan kepercayaan pada iri kita sendiri, selalu ditanya pensanan Amerika, disruh apalah. Sebab kita tidak punya, walaupun dalam budaya, saya kira memang lucu dikatakan Headburg menyatakan bahwa penyair yang baik dia meminjam, penyair yang buruk dia mencuri. Bahwa kita dalam merumuskan Komisi Kebenaran dan Rerkonsiliasi kita tidak bisa mengabaikan bahwa kita diilhami oleh kejadian-kejadian di Afrika Selatan, saya berdiskusi panjang dengan Nelson Mandela dan Uskup Dismontutu waktu merumuskan ini, kami banyak mengundang pakar terlibat, merumuskan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan ini, walaupun kami tahun ini persoalan rumit, mengungkapkan kebenaran, apa sih kebenaran? Itu berdebat filsafat tidak pernah selesai, apakah manusia itu sampai kepada absulud prus atau seperti apa?

Sebaiknya kita tidak tahu. Atau orang islam menyatakan alhak rabill’alaikum wafalabil mulkarim (yang benar hanya dari Tuhan) jangan ragu-ragu, apakah kita bisa bisa, kalau kita bentuk Komisi Kebenaran dari Konsiliasi, apakah diamampu mengungkap kebenaran, apakah hakekat kebenaran itu sendiri, kebenaran logika- kah, filsofis-kah, kebenaran mistik-kah atau kebenaran apa? Itu persoalan yang rumit sendiri.

(18)

Namun saya tetap beranggapan, simplenya begini, ada undang-undang pengadilan HAM, undang-undang Pengadilan Ham itu, memang akan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi kedepan maupun yang terjadi kebelakang melalui suatu proses, DPR memutuskan untuk melalui pembentukan Pengadilan Ad Hoc, sejauh persoalan itu dapat diselesaikan secara hukum di Pengadilan, artinya bukti-bukti cukup, saksi-saksi cukup bisa dibawa dan terdakwa-terdakwa itu atau tersangka-tersangkanya itu jelas, tetapi ada peristiwa orangnya sudah mati, anak cucunya juga masih ada, bukti-buktinya juga sulit untuk dikumpulkan sehingga kalau dibawa kesidang pengadilan, mungkin itu tidak terbukti dipengadilan dan itu akan lebih parah, sama uga ketika saya berdebat kasus mahasiswa trisakti mengenai kasus trisakti, apakah sebaiknya itu dibawa ke pengadilan HAM, pengadilan biasa dengan pidana biasa, bisa dibuktikan siapa pelakunya? Mereka ngoto mau dibawah kepengadilan HAM, yang perlu ini, apakah hukum yang harus ditegakkan atau pengadilan Ham atau pengadilan biasanya, pengadilan hanya soal apa namaya, hanya alatnya saja, sayakatakan bisa bahaya kalau kasus trisakti itu dibawah ke pengadilan HAM, bisa ditolak pengadilan HAM, karena tidak terbukti memenuhi syarat sebagai satu … human reit (… bahasa inggris) tidak menuhi alasan sistimatik, apakah korban yang meluas yang dibunuh, dua (2) orang mahasiswa ditembak orang dari jembatan selesai, dbawah ke pengadilan HAM, Pengadilan Ham menolak, mereka tidak terbukti, akan lebih para akibatnya. Jadi kalau persoalan-persoalan yang lama mau di adilai bagaimana, okelah kita hormat pada Bung Karno, tetapi Bung Karno pernah mempejarakan Sultan Syarir, pernah menangkap Amir Samsudin yang dikatakan Pak Parmadi tadi, dan lain-lain tanpa pernah ada proses hukum sampai Bung Karno tidal lagi menjabat presiden.

Hal-hal seperti ini untuk mengadilinya bagaimana mengadilinya, Bung Karno tidak ada, korbannya juga tidak ada, anak cucunya masih ada, apakah hal-hal seperti ini tidak sebaiknya diselesaikan melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Jadi kreteria kita ini jelas , hal-hal yang menjadi dimasa lalu maupun dimasa yang akan datang siapa tahu kita setuju, nanti kita selesaikan melalui Komisi ini dan dia penyelesaian ekpedisil, orang diungkapan kebenaranya dan saling maaf- memaafkan mulai suatu babakan barau dalam sejarah. Jadi bukan merupakan proses hukum, jadi kalau didalamnya ini komisi ntuk melakukan penyelidikan, bukan suatu penyelidikan proyektisia, dia mengungkakan fakta-fakta atau suatu kebenaran bahawa itu pernah terjadi dan para pihak ditunjuk kemudian dia saling maaf-memaafkan merupakan peristiwa masa yang lalu.

Kemudian didalam sini memang sulit bagi kami untuk membatasi waktu, akhirnya kami tidak membatasi waktunya disini, tetapi kami sadar betul ini suatu kompeti, kompromi mungkin nanti ada dalam perdebatan-perdebatan kita di DPR ini, kita sepakati seperti usul Pak Parmadi, oke kita batas sampai tahun 1945, mungkin ada yang tidak puas memang, pasti ada yang tidak puas orang-orang yang dulu mungkin diperkosa secara massal oleh tentara jepang misalnya, atau mereka dijadikan romusal itu tidak puas, kenapa tidak bisa diselesaikan, kakek saya sudah dibunuh jepang, nenek saya sudah diperkosa oleh tentara jepang dan segela macam, karena walau bagaimanapun putusan politik, dia merupakan kompromi dari pada masalah tidak terselesaikan, diselesaikan tapi ada pihak-pihak yang tidak puas, kita tidak mungkin memauaskan semua pihak dalam sebuah penyusunan suatu Rancangan undang-undang. Saya sendiripun sadar bahwa saya menyatakan dulu saya berdebat panjang dengan Munir soal ini, satu perdebatan di otel Akasia, dia minta 15 tahun, dia ada urusan apa sama orang- orang Tanjung Priok, akhirnya dia nuduh saya ada kolusi dengan siapa? Saya juga nuduh dia, saya bilang sampai orde baru saja, tidak adil dong, sampai orang PKI, orang PKI membunuh orang di Madiun, Jadi-kan sussah persoalan ini, jadi sementara tidak ada batasan mudah-mudah dalam suatu perdebatan disusi di DPR ini, kita sampai pada suatu kompromi, oke kita sampai tahun 1945, orang yang korban jepang, apa boleh buat, dankalau kita ingat perjanjian papasan perang ita dengan jepang yang dulu di tandatangini oleh Menlu Ahmad Soebarjo

(19)

tahun 1950, itu sudah menyelesakan persoalan kita dengan jepang sehingga tidak bisa dituntut lagi atau ada hal yang dapat diselesaikan oleh KNPI. Jadi persoalan- persoalan seperti ini ada hikmanya untuk kita membahas ini, sementara pemerintah mengajukan tidak ada batasanya, tetapi pemerintah siap kompromi, nanti ketika kita membahas RUU ini, kapan kita membatasi tahun 1945, saya kira lebih asal ada landasan, argumen-argumen yang kita bisa terima, oke pada tahun 1945 kita sepakat disitu.

Mengenai APBN, APBN ini APBN siapa, memang beda kita putuskan melalui pengadilan kalau diputuskan melalui pengadilan maka bisa dibebankan kepada si terpidana untuk membayar apa namanya, ganti rugi kepada korban tetapi asalah Komisi dan Rekonsiliasi, inkan masalahla pelanggaran HAM yang lalu tetapi diambil ahli oleh negara, negara yang mau selesaikan, jadi tidak ada lagi tanggungjwab indipidual itu filsofinya, kalau dalam kasus pidana-kan orang indipidual si A dituntut dipengadilan, dibuktikan dihukum sekian, tanggungjawab pribadi dia, atau dihukum komandan itu dalam militer misalnya, dalam kasus pelanggaran HAM berat, tetapi dalam kasus rekonsiliasi itu negara yang mengambil alih persoalan, karena negara tahu ini persoalan tidak bisa diselesaikan secara hukum, maka negara mengambil alih. Karena negara mengambil laih dengan maksud baik supaya damai supaya tidak ribut lagi supaya saling melepaskan dendam, maka wajarlah kalau konpensasi itu dibayar oleh negara itu dasar pemikirannya, dikatakan disini oleh APBN, tetapi setelah berpikir, saya juga tanya, ngomong sama Ibu kalau Westerling kita ungkap, apakah APBN kita harus bayar, apakah APBN Belanda yang harus bayar kasus Westerling ini, saya baru mendapat ide baru, seteleh berdiskusi dengan beliau, karena jelas westerling merupakan suatu kejahatan kemanusiaan yang tidak pernah terungkap sampai hari ini, saya punya buku-buku di belanda terbit baru-baru ini, terbit 6 bulan lalu panjang lebar membahas westertling, sebagian menyatakan itu adalah pengetahuan oleh pemerintah belanda dan pemerintah belanda tidak bisa cuci tangan, apakah kalau kasus westerling kita buka, beberapa kapten masih hidup di hibrida sampai sekarang saya tahu alamatnya, orang-orang ini bisa ga dibawah, tetapi jelas di belandapun juga beraksi kalau di negeri belanda, kalau yustender satu mati di Tim-Tim ributnya seujung langit sama dia, saya waktu berdebat sama dia, oke you bawah saja yustender ribut, saya juga buka kasus westerling supaya internasional col is justic mengadili belanda dalam kasus yustestic dalam kasus westerling, uda kalau begitu kita selesaikan sampai disini, itu juga penyakit juga begitu, diserang balik mereka juga macam-macam.

Jadi saya berharap kasus ini supaya bisa diselesaikan semua, jadi kita tetaplah punya etikat baik menyelesaikan persoalan yang ada, walaupun saya tahu bahwa Komisi ini tidak bisa 100% optimis bisa diselesaikan semua masalah, tetapi juga kita tidak bisa membiarkan tidak ada langka suatu penyelesaian meghadapi persoalan ini bahwa kemudian, kita mengahdapi ini kita tidak menjadi populer itulah menjadi resiko kita, saya pikir kita harus berani mengambil suatu keputusan yang tidak populer karena tugas kita bagaimana mendidik rakyat beritahu mereka atas rencana penyelesaian masalah yang terbaik yang kita hadapi bersama. Bahwa ini memang berat mengakuai bahwa draf yang diajukan oleh pemerintah berbekal untuk kita bahas bersama DPR dan dengan senang hati untuk kita bisa menampung segala usul perubahan untuk menyempurnakan rancangan undang-undang ini, kita berharap dia adalah salah satu alternatif solusi menyelesakan masalah-masalah yang ukan saja sebenarnya hanya kebelakang, tetapi juga kita berpikir ke depan karena ke depanpun sebenarnya bisa saja satu peristiwa dari pengalaman-pengalaman ita di Poso, Ambon dan lain-lain, bisa saja Pendeta Damamik kita adili atau siapa, Tibo kita adili, tetapi apakah kalau kita adili toko-toko tertentu yang terlibat dalam kasus kerusuhan di Poso, kemudian rekonsiliasi terjadi antara umat kristen dan umat islam di Poso-kan tidak, mungkin juga ke depan setelah kita diskusi membahas ini draf pemerintah ini akan kita perbaiki waktunya-kan tidak cuma kebelakang, meskipun Tibo atau siapapun sudah diadli di Poso, tetapi tetap saja orang itu tetap terkotak-kotak masih

Referensi

Dokumen terkait

Kajian ini berkisar komitmen pelajar dan pensyarah di kampus antaranya ialah komitmen pelajar terhadap pemakaian kad matrik universiti, komitmen pensyarah memperuntukkan masa bagi

NURUL ILMI. Kesesakan, Iritabilitas, Agresivitas dan Kesejahteraan Subjektif Keluarga yang Tinggal di Rumah Susun Jatinegara Barat. Dibimbing oleh EUIS

“Analisis Pngaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar, Inflasi, Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK), Serta implikasinya Pada Pembiayaan Mudharabah

Menurut penuturan bapak Afroh, nasi dikepal itu mirip seperti simbol yang sering digunakan dalam peribadatan Agama Hindu yaitu japa mala , untuk kemudian oleh Sultan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data yaitu: (1) mentranskripsikan data hasil rekaman dalam bahasa tulis, (2) mengklasifikasikan berdasarkan jenis tindak

Proses bisnis dalam HIPPAM Tirto Tentrem setelah dipetakan dengan menggunakan IDEF0 memiliki total 6 diagram, yang terdiri dari 1 diagram level 0, 1 diagram level 1 dan 4

Kampus hijau yang sudah terbentuk akan menjadi pusat kegiatan dan pemberdayaan pemangku kepentingan untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan (Tempo,

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara