• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ASMA BRONKIAL. Oleh : Kayan Setiawan ( ) Pembimbing : dr. Tjokorda Istri Anom Saturti,SpPD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ASMA BRONKIAL. Oleh : Kayan Setiawan ( ) Pembimbing : dr. Tjokorda Istri Anom Saturti,SpPD"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

i PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

ASMA BRONKIAL

Oleh :

Kayan Setiawan (0902005081)

Pembimbing :

dr. Tjokorda Istri Anom Saturti,SpPD

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH DENPASAR

2018

(2)

ii KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan pengalaman belajar lapangan yang berjudul “Asma Bronkial” ini tepat waktu. Penulisan responsi kasus ini, merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar. Dalam penyusunan responsi kasus ini, penulis mendapat bimbingan, saran, serta masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Tjokorda Istri Anom Saturti selaku pembimbing dalam penyusunan responsi kasus ini, atas bimbingannya

2. Dokter residen yang bertugas di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, atas masukannya 3. Rekan-rekan dokter muda yang bertugas di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar atas masukannya.

Penulis menyadari bahwa responsi kasus ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik yang membangun, sangat penulis harapkan. Semoga responsi kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, Nopember 2018

Penulis

(3)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2

2.1 Epidemiologi dan Etiologi Asma ... 2

2.2 Patofisiologi Asma ... 3

2.3 Faktor Pencetus Asma ... 5

2.4 Gambaran Klinis Asma ... 5

2.5 Diagnosis Asma ... 6

2.6 Klasifikasi Asma ... 7

2.7 Penatalaksanaan Asma ... 8

BAB III Laporan Kasus ... 17

BAB IV Kunjungan Lapangan ... 24 DAFTAR PUSTAKA

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit inflamasi dari saluran pernafasan yang melibatkan inflamasi pada saluran pernafasan dan mengganggu aliran udara, dan dialami oleh 22 juta warga Amerika. Inflamasi saluran nafas pada asma meliputi interaksi komplek dari sel, mediator-mediator, sitokin, dan kemokin. 1 Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari.

Episode tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.2

Di Indonesia, asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian.

Hal tersebut tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) diberbagai propinsi di Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan empisema.

Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan empisema sebagai penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000 dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000.2

(5)

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Dan Etiologi Asma

Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering dijumpai pada awal kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali sebelum berumur 10 tahun dan sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur 40 tahun. Pada usia anak- anak, terdapat perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita, namun perbandingan ini menjadi sama pada umur 30 tahun. Angka ini dapat berbeda antara satu kota dengan kota yang lain dalam negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 – 7 %.4,5

Atopi merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi perkembangan asma.

Asma alergi sering dihubungkan dengan riwayat penyakit alergi pribadi maupun keluarga seperti rinitis, urtikaria, dan eksema. Keadaan ini dapat pula disertai dengan reaksi kulit terhadap injeksi intradermal dari ekstrak antigen yang terdapat di udara, dan dapat pula disertai dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan atau respon positif terhadap tes provokasi yang melibatkan inhalasi antigen spesifik.5

Pada manusia alergen berupa debu rumah (tungau) marupakan pencetus tersering dari eksaserbasi asma. Tungau-tungau tersebetut secara biologis dapat merusak struktur daripada saluran nafas melalui aktifitas proteolitik, yang selanjutnya menghancurkan integritas dari tight junction antara sel-sel epitel. Sekali fungsi dari epitel ini dihancurkan, maka alergen dan partikel lain dapat dengan mudah masuk ke area yang lebih dalam yaitu di daerah lamina propia. Penyusun daripada tungau-tungau pada debu rumah ini yang memiliki aktivitas protease ini dapat memasuki daerah epitel dan mempenetrasi daerah yang lebih dalam di saluran pernafasan. 3

Faktor lingkungan yang berhubungan dengan imune dan nonimunologi juga merupakan pencetus daripada asma termasuk rokok dan perokok pasif. Kira-kira 25% sampai 30% dari penderita asma adalah seorang perokok. Hal ini menyimpulkan bahwa merokok ataupun terkena asap rokok akan meningkatkan morbiditas dan keparahan penyakit dari penderita asma. Terpapar asap rokok yang lama pada pasien asma akan berkontribusi terhadap kerusakan dari fungsi paru, yaitu

(6)

3 penurunan kira-kira 18% dari FEV 1 selama 10 tahun.Pasien asma yang memiliki kebiasaan merokok akan mempercepat terjadinya emfisema. Mekanisme yang mendasari daripada efek rokok pada pasien asma dijelaskan pada tabel 1.1

2.2 Patofisiologi Asma

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang dikarakteristikan dengan proses yang sangat kompleks dan melibatkan beberapa komponen yaitu hiperresponsif dari bronkial, inflamasi dan remodeling saluran pernafasan4,5

2.2.1 Penyempitan Saluran Napas

Penyempitan saluran napas merupakan hal yang mendasari timbulnya gejala dan perubahan fisiologis asma. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya penyempitan saluran napas yaitu kontraksi otot polos saluran napas, edema pada saluran napas, penebalan dinding saluran napas dan hipersekresi mukus. 3

Kontraksi otot polos saluran napas yang merupakan respon terhadap berbagai mediator bronkokonstiktor dan neurotransmiter adalah mekanisme dominan terhadap penyempitan saluran napas dan prosesnya dapat dikembalikan dengan bronkodilator.

Edema pada saluran napas disebabkan kerena adanya proses inflamasi. Hal ini penting pada eksaserbasi akut. Penebalan saluran napas disebabkan karena perubahan struktural atau disebut juga ”remodelling”.3 Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan

(7)

4 pergantian sel-sel yang mati atau rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan perbaikan jaringan yang rusak dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan penyambung yang menghasilkan jaringan parut. Pada asma kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan struktur yang komplek yang dikenal dengan airway remodelling.2

Inflamasi kronis yang terjadi pada bronkus menyebabkan kerusakan jaringan yang menyebabkan proses perbaikan (repair) yang terjadi berulang-ulang. Proses remodeling ini yang menyebabkan terjadinya asma. Namun, pada onset awal terjadinya proses ini kadang-kadang sebelum disesbkan oleh inflamasi eosinofilik, dikatakan proses remodeling ini dapat menyebabkan asma secara simultan. Proses dari remodeling ini dikarakteristikan oleh peningkatan deposisi protein ekstraselular matrik di dalam dan sekitar otot halus bronkial, dan peningkatan daripada ukuran sel atau hipertropi dan peningkatan jumlah sel atau hiperplasia.5

2.2.2 Hiperreaktivitas saluran napas

Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan patofisiologis yang secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang

(8)

5 bertanggungjawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui dengan pasti tetapi mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos saluran napas (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran respiratorik terutama daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran respiratorik selama kontraksi otot polos.6,7

2.3 Faktor Pencetus Asma

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu (host factor) dan faktor lingkungan. 2

a. Faktor host

 Genetik

 Obesitas

 Jenis kelamin b. Faktor lingkungan

 Rangsangan alergen.

 Rangsangan bahan-bahan di tempat kerja.

 Infeksi.

 Merokok

 Obat.

 Penyebab lain atau faktor lainnya.

2.4 Gambaran Klinis Asma

Gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, dan mengi. Gejala lainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan toleransi kerja, nyeri tenggorokan, dan pada asma alergik dapat disertai dengan pilek atau bersin.

Gejala tersebut dapat bervariasi menurut waktu dimana gejala tersebut timbul musiman atau perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi diurnal. Timbulnya gejala juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti paparan terhadap alergen, udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau aktivitas fisik. Faktor sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada pasien asma, seperti karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat bekerja atau sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan.4

(9)

6 2.5 Diagnosis Asma2,3

Diagnosis asma ditegakkan bila dapat dibuktikan adanya obstruksi jalan nafas yang reversibel. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat penyakit/gejala :

- bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

- gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak.

- gejala timbul/memburuk di malam hari.

- respons terhadap pemberian bronkodilator.

Selain itu melalui anamnesis dapat ditanyakan mengenai riwayat keluarga (atopi), riwayat alergi/atopi, penyakit lain yang memberatkan, perkembangan penyakit dan pengobatan. Adapun beberapa tanda dan gejala yang dapat meningkatkan kecurigaan terhadap asma adalah :

1. Di dengarkan suara mengi (wheezing)  sering pada anak-anak

Apabila didapatkan pemeriksaan dada yang normal, tidak dapat mengeksklusi diagnosis sama, apabila terdapat :

1. Memiliki riwayat dari:

a. Batuk, yang memburuk dimalam hari b. Mengi yang berulang

c. Kesulitan bernafas

d. Sesak nafas yang berulang

2. Keluhan terjadi dan memburuk saat malam

3. Keluhan terjadi atau memburuk saat musim tertentu

4. Pasien juga memiliki riwayat eksema, hay fever, atau riwayat keluarga asma atau penyakit atopi

5. Keluhan terjadi atau memburuk apabila terpapar : a. Bulu binatang

b. Aerosol bahan kimia c. Perubahan temperatur d. Debu tungau

e. Obat-obatan (aspirin,beta bloker) f. Beraktivitas

g. Serbuk tepung sari

h. Infeksi saluran pernafasan

(10)

7 i. Rokok

j. Ekspresi emosi yang kuat

6. Keluhan berespon dengan pemberian terapi anti asma

Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda obstruksi saluran nafas dan tanda yang khas adalah adanya mengi pada auskultasi. Namun pada sebagian penderita dapat ditemukan suara nafas yang normal pada auskultasi walaupun pada pengukuran faal paru telah terjadi penyempitan jalan nafas. 2,3

Pengukuran faal paru dilakukan untuk menilai obstruksi jalan nafas, reversibiliti kelainan faal paru, variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiper-responsif jalan nafas. Pemeriksaan faal paru yang standar adalah pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow meter (arus puncak ekspirasi). Pemeriksaan lain yang berperan untuk diagnosis antara lain uji provokasi bronkus dan pengukuran status alergi. Uji provokasi bronkus mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum, namun cara ini tidak terlalu bernilai dalam mendiagnosis asma, hanya membantu dalam mengidentifikasi faktor pencetus.2,3

2.6 Klasifikasi Asma2,3

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis (Sebelum Pengobatan)2

Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru

I. Intermiten Bulanan APE ≥ 80%

 Gejala < 1x/minggu

 Tanpa gejala diluar serangan

 Serangan singkat

≤ 2x/bulan  VEP1 ≥ 80% nilai prediksi

APE ≥ 80% nilai terbaik

 Variabilitas APE < 20%

II. Persisten

Ringan Mingguan APE ≥ 80%

 Gejala > 1x/minggu, tapi <

1x/hari

 Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur

 Membutuhkan bronkodilator setiap hari

 > 2x/bulan  VEP1 ≥ 80% nilai prediksi

APE ≥ 80% nilai terbaik

 Variabilitas APE 20-30%

III. Persisten

Sedang Harian APE 60-80%

 Gejala setiap hari

 Serangan menggangu aktivitas dan tidur

 >1x/minggu  VEP1 60-80% nilai prediksi

 APE 60-80% nilai terbaik

 Variabilitas APE > 30%

(11)

8

 Membutuhkan bronkodilator setiap hari

IV. Persisten

Berat Kontinyu APE ≤ 60%

 Gejala terus menerus

 Sering kambuh

 Aktivitas fisik terbatas

 Sering  VEP1 ≤ 60% nilai prediksi

APE≤ 60% nilai terbaik

 Variabilitas APE > 30%

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Asma pada Penderita dalam Pengobatan2 Tahapan pengobatan yang digunakan saat penilaian

Gejala dan faal paru dalam pengobatan

Tahap 1 Intermiten

Tahap 2

Pesisten ringan

Tahap 3 Persisten sedang Tahap I: Intermiten

Gejala < 1x/mggu Serangan singkat Gejala malam < 2x/bln

Faal paru normal diluar serangan

Intermiten Persisten ringan Persisten sedang

Tahap II: Persisten Ringan Gejala >1x/mggu, tapi <1x/hari Gejala malam >2x/bln, tapi <1x/mggu Faal paru normal diluar serangan

Persisten ringan Persisten sedang Persisten berat

Tahap III: Persisten Sedang Gejala setiap hari

Serangan mempengaruhi tidur dan aktivitas Gejala malam >1x/mggu

60%<VEP1<80% nilai prediksi 60%<APE<80% nilai terbaik

Persisten sedang Persisten berat Persisten berat

Tahap III: Persisten Berat Gejala terus menerus Serangan sering Gejala malam sering

VEP1≤60% nilai prediksi, atau APE≤60% nilai terbaik

Persisten berat Persisten berat Persisten berat

2.7 Penatalaksanaan Asma

Menurut pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di Indonesia yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2004, ada 7 komponen program penatalaksanaan asma dimana 6 di antaranya menyerupai komponen pengobatan yang dianjurkan oleh GINA dan ditambah satu komponen yaitu pola hidup sehat.2

EDUKASI

Edukasi yang diberikan antara lain adalah pemahaman mengenai asma itu sendiri, tujuan pengobatan asma, bagaimana mengidentifikasi dan mengontrol faktor

(12)

9 pencetus, obat-obat yang digunakan berikut efek samping obat, dan juga penanganan serangan asma di rumah.

PENILAIAN DERAJAT BERATNYA ASMA

Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma.

A. Pemantauan tanda gejala asma.

B. Pemeriksaan faal paru

IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIAN FAKTOR PENCETUS

Sebagian penderita dengan mudah mengenali fakor pencetus, akan tetapi sebagian lagi tidak dapat menegtahui faktor pencetus asmanya.

MERENCANAKAN DAN MEMBERIKAN PENGOBATAN JANGKA PANJANG Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan. Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang untuk mencapai atau mempertahankan keadaan asma yang terkontrol, terdapat tiga faktor yang perlu dipertimbangkan:

1. Medikasi (obat-obatan) 2. Tahapan pengobatan

3. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)

Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan nafas, terdiri atas pengontrol dan pelega.

A. Pengontrol

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol adalah:

a. Glukokortikosteroid inhalasi

Kortikosteroin inhalasi bertujuan untuk menekan proses inflamasi dan komponen yang berperan dalam remodeling pada bronkus yang menyebabkan asma. Pada tingkat vascular, glukokortikosteroid inhalasi bertujuan menghambat terjadinya hipoperfusi, mikrovaskular, hiperpermeabilitas, pembentukan mukasa udem, dan pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis).4

(13)

10 Glukokortikosteroid inhalasi adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan nafas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualitas hidup. Efek samping adalah efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia dan batuk karena airitasi saluran nafas atas.

b. Glukokortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan sebagai pengontrol pada keadaan asma persisten berat, tetapi penggunaannya terbatas mengingat risiko efek sistemik. Untuk jangka panjang, lebih efektif menggunakan steroid inhalasi daripada steroid oral selang sehari. Jika steroid oral terpaksa harus diberikan, maka dibutuhkan selama jangka waktu tertentu. Efek samping jangka panjang adalah osteoporosis, hipertensi, diabetes, supresi aksis adrenal pituitari hipotalamus, katarak, glaukoma, obesitas, penipisan kulit, striae, dan kelemahan otot.

c. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

Mekanisme yang pasti belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui merupakan antiinflamasi nonsteroid, menghambat pelepasan mediator dari sel mast melalui reaksi yang diperantarai IgE yang bergantung pada dosis dan seleksi serta supresi pada sel inflamasi tertentu (makrofag, eosinofil, monosit), selain juga kemungkinan menghambat saluran kalsium pada sel target. Pemberiannya secara inhalasi, digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Efek samping umumnya minimal seperti batuk atau rasa tidak enak obat saat melakukan inhalasi.

d. Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan bersama/kombinasi dengan agonis β2 kerja singkat, sebagai alternatif bronkodilator jika dibutuhkan. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, dimana pemberian jangka panjang efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Preparat lepas lambat mempunyai aksi/waktu kerja yang lama sehingga digunakan untuk mengontrol gejala asma malam dikombinasi dengan antiinflamasi yang lazim. Efek samping berpotensi terjadi pada dosis tinggi (≥10 mg/kgBB/hari atau lebih) dengan gejala gastrointestinal seperti nausea, muntah adalah efek samping yang paling dulu dan

(14)

11 sering terjadi. Efek kardiopulmoner seperti takikardi, aritmia dan kadangkala merangsang pusat nafas. Intoksikasi teofilin dapat menyebabkan kejang bahkan kematian.

e. Agonis β2 kerja lama

Termasuk agonis β2 kerja lama inhalasi adalah salmoterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Agonis β2 memiliki efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.

Pada pemberian jangka lama mempunyai efek antiinflamasi, walau kecil dan mempunyai efek protektif terhadap rangsang bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis β2 kerja lama menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik dibandingkan preparat oral. Karena pengobatan jangka panjang dengan agonis β2

kerja lama tidak mengubah inflamasi yang sudah ada, maka sebaiknya selalu dikombinasi dengan glukokortikosteroid inhalasi, dimana penambahan agonis β2

kerja lama inhalasi akan memperbaiki gejala, menurunkan asma malam, memperbaiki faal paru, menurunkan kebutuhan agonis β2 kerja singkat (pelega) dan menurunkan frekuensi serangan asma.

Agonis β2 kerja lama inhalasi dapat memberikan efek samping sistemik (rangsangan kardiovaskuler, tremor otot rangka dan hipokalemia) yang lebih sedikit atau jarang daripada pemberian oral.

f. Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.

Mekanisme kerjanya menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok sintesis semua leukotrien (contohnya zileuton) atau memblok reseptor-reseptor leukotrien sisteinil pada sel target (contohnya montelukas, pranlukas, zafirlukas).

Mekanisme kerja tersebut menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.

B. Pelega

a. Agonis β2 kerja singkat

Mempunyai waktu mulai kerja singkat (onset) yang cepat. Formoterol mempunyai onset cepat dan durasi yang lama. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek

(15)

12 samping minimal/tidak ada. Mekanisme kerja sebagaimana agonis β2 yaitu relaksasi otot polos saluran nafas, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Efek sampingnya rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka dan hipokalemia. Pemberian secara inhalasi jauh lebih sedikit menimbulkan efek samping.

b. Metilsantin

Termasuk dalam bronkodilator walaupun efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis β2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat tidak menambah efek bronkodilatasi agonis β2 kerja singkat dosis adekuat, tetapi mempunyai manfaat untuk respiratory drive, memperkuat fungsi otot pernafasan dan mempertahankan respon terhadap agonis β2 kerja singkat diantara pemberian satu dengan berikutnya.

c. Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik dari jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.. Efek samping berupa rasa kering di mulut dan rasa pahit.

d. Adrenalin

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila tidak tersedia agonis β2, atau tidak respon dengan agonis β2 kerja singkat.

C. Tahapan penanganan asma

Pengobatan jangka panjang berdasarkan derajat berat asma, agar dapat tercapai tujuan pengobatan dengan menggunakan medikasi seminimal mungkin.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyarankan stepdown therapy.

D. Pengobatan berdasarkan derajat berat asma Tabel 3. Pengobatan Sesuai Berat Asma2

Semua tahapan : ditambahkan agonis β2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak > 3-4x/hari Berat Asma Medikasi Pengontrol

Harian

Alternatif/Pilihan Lain Alternatif Lain

Asma Intermiten

Tidak perlu - -

(16)

13 Asma Persisten

Ringan

Glukokortikosteroid inhalasi (200-400ug

BD/hari atau equivalennya)

 Teofilin lepas lambat

 Kromolin

 Leukotrien modifiers

-

Asma Persisten Sedang

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400- 800ug BD/hari atau equivalennya) dan agonis β2 kerja lama

 Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400- 800ug BD/hari atau equivalennya) ditambah teofilin lepas lambat, atau

 Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400- 800ug BD/hari atau equivalennya) ditambah agonis β2 kerja lama oral, atau

 Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800ug BD atau equivalennya) atau

 Glukokortikosteroid inhalasi (400-800ug BD atau equivalennya) ditambah leukotriene modifiers

 Ditambah agonis β2 kerja lama oral, atau

 Ditambahkan teofilin lepas lambat

Asma Persisten Berat

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (>800ug BD/hari atau equivalennya) dan agonis β2 kerja lama, ditambah ≥1 dibawah ini:

- teofilin lepas lambat - leukotriene modifiers - glukokortikosteroid oral

Prednisolon/ metil prednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis β2

kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat

Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian diturunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol

MENETAPKAN PENGOBATAN PADA SERANGAN AKUT

Kunci awal dalam penanganan serangan akut adalah penilaian berat serangan.

Tabel 4. Klasifikasi Berat Serangan Asma Akut1 Gejala dan

Tanda

Berat Serangan Akut Keadaan

Mengancam Jiwa

Ringan Sedang Berat

Sesak nafas Berjalan Berbicara Istirahat

Posisi Dapat tidur terlentang Duduk Duduk membungkuk

(17)

14 Cara berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata

Kesadaran Mungkin gelisah Gelisah Gelisah Mengantuk,

gelisah, kesadaran menurun Frekuensi nafas < 20/menit 20-30/menit > 30 menit

Nadi < 100 100-120 > 120 Bradikardia

Pulsus paradoksus

-

10 mmHg

±

10-20 mmHg

+

> 25 mmHg

-

kelelahan otot Otot bantu

nafas dan retraksi suprasternal

- + + Torakoabdo

minal paradoksal

Mengi Akhir ekspirasi paksa Akhir ekspirasi Inspirasi dan ekspirasi

Silent chest

APE > 80% 60-80% < 60%

PaO2 > 80 mmHg 80-60 mmHg < 60 mmHg

PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

SaO2 > 95% 91-95% < 90%

Tabel 5. Rencana Pengobatan Serangan Asma Berdasarkan Berat Serangan dan Tempat Pengobatan1

Serangan Pengobatan Tempat pengobatan

Ringan

Aktivitas relatif normal

Berbicara satu kalimat dalam 1 nafas

Nadi < 100 APE > 80%

Terbaik:

Inhalasi agonis β2

Alternatif:

Kombinasi oral agonis β2 dan teofilin

Di rumah

Di praktek dokter/ klinik/

puskesmas

Sedang

Jalan jarak jauh timbulkan gelaja Berbicara beberapa kata dalam 1 nafas

Nadi 100-120 APE 60-80%

Terbaik:

Nebulasi agonis β2 @ 4 jam Alternatif:

- Agonis β2 subkutan - Aminofilin iv

- Adrenalim 1/1000 0,3 mL sc Oksigen bila mungkin

Kortikosteroid sistemik

Darurat gawat/RS Klinik

Praktek dokter Puskesmas

Berat

Sesak saat istirahat

Berbicara kata perkata dalam 1

Terbaik:

Nebulasi agonis β2 @ 4 jam Alternatif:

Darurat gawat/RS Klinik

(18)

15 nafas

Nadi > 120

APE < 60% atau 100 L/dtk

- Agonis β2 sc/iv

- Adrenalim 1/1000 0,3 mL sc Aminofilin bolus dilanjutkan drip Oksigen

Kortikosteroid iv Mengancam jiwa

Kesadaran berubah /menurun Gelisah

Sianosis Gagal nafas

Seperti serangan akut berat Pertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik

Darurat gawat/RS ICU

KONTROL SECARA TERATUR

Dua hal penting yang harus diperhatikan dokter dalam penatalaksanaan asma jangka panjang adalah melakukan tindak lanjut/follow up teratur dan merujuk ke ahli paru pada keadaan-keadaan tertentu.

(19)

16 Jika asma tidak terkontrol pada pengobatan yang dijalani, maka pengobatan harus di naikkan. Secara umum, perbaikan harus dilihat selama 1 bulan. Tetapi sebelumnya harus dinilai tehnik medikasi pasien, kepatuhan dan usaha menghindari faktor resiko. Jika asma sebagian terkontrol, dipertimbangkan menaikkan pengobatan yang tergantung pada keefektifan terhadap pengobatan yang ada, keamanan, dan harga serta kepuasan pasien terhadap pengobataan yang dijalani pasien. Dan jika, asma berhasil dikontrol selama minimal 3 bulan, pengobatan dapat diturunkan secara gradual. Tujuan nya adalah mengurangi pengobatan. Monitoring tetap penting dilakukan setelah asma terkontrol, karena asma dapat tetap dapat terjadi eksaserbasi apabila kehilangan kontrol.3

D. Bronkial thermoplasty (BT)

Bronkial thermoplasty adalah suatu intervensi yang dilakukan bagi pasien asma untuk mengkontrol energi termal ke dinding saluran pernafasan selama prosedur bronkoskopy, yang menyebabkan penurunan daripada massa otot halus pada saluran pernafasan. Peningkatan massa dan kontraktilitas dari otot halus merupakan mekanisme yang dapat memperparah keadaan asma yaitu dengan meningkatkan bronkokonstriktor dan obstruksi saluran pernafasan, penurunan jumlah dan/atau kontraktilitas dari otot halus pada saluran pernafasan akan menyebabkan perbaikan dari gejala asma itu sendiri.10

(20)

17 BAB III

LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Putu Aniati

Umur : 33 tahun

Jenis kelamin : Perempuan Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Hindu

Pendidikan : Tamat SLTA

Status : Sudah menikah

Pekerjaan : Petani

Alamat : Jl.Tukad Irawadi No 36E Denpasar Tanggal MRS : 27 Februari 2013

Tanggal Kunjungan : 13 Maret 2013

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Sesak nafas Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keadaan sadar ke IRD RSUP Sanglah dengan keluhan sesak napas. Sesak napas dirasakan sejak 8 jam SMRS (27/2/2013) dan memberat sejak 2 jam SMRS. Sesak napas yang dirasakan disertai bunyi napas

“ngik-ngik”dan pasien kesulitan untuk menghirup udara hingga pasien kesulitan untuk tidur. Sesak napas dikatakan lebih baik bila dalam keadaan duduk dan pasien merasakan sesak napas lebih berat dalam keadaan berbaring.

Sesak napas awalnya disertai dengan batuk-batuk.

Batuk-batuk dirasakan sesaat sebelum sesak nafas dirasakan, batuk yang dirasakan berdahak, namun dahak dirasakan susah untuk dikeluarkan. Batuk dirasakan sejak 1 hari sebelum gejala sesak napas, yang semakin memberat sesaat sebelum sesak napas. Setelah diberikan obat oleh dokter di RSUP Sanglah, pasien mengatakan dahak mulai keluar sedikit-sedikit dengan warna dahak dikatakan berwarna putih kekuningan dan sedikit lengket.

Awalnya pasien sempat memeriksakan diri ke klinik dan diberi obat (pasien tidak mengingat nama obat) tapi keluhan tidak membaik dan semakin memburuk hingga menganggu tidur pasien.

(21)

18 Keluhan lain seperti panas badan, keringat malam hari, penurunan berat badan dan mual muntah disangkal pasien. BAB dan BAK dirasakan biasa, tidak ada keluhan lainnya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya sudah beberapa kali mengalami hal yang sama. Sesak napas seperti saat ini pertama kali dirasakan umur 15 tahun, dan sempat di rawat di rumah sakit. Setelah itu apabila pasien mengalami keluhan yang sama pasien hanya mengkonsumsi obat yang didapatkan di puskesmas (pasien tidak mengingat nama obatnya) dan sesak napas berkurang dengan mengkonsumsi obat tersebut. Awalnya keluhan ini dirasakan sering oleh pasien, tapi beberapa tahun terakhir serangan berkurang yaitu sekitar 1 kali sebulan, Pasien mengatakan sesak napas sering kali kambuh apabila bekerja di tempat dingin/

berdebu. Alergi obat (-), alergi makanan (-).

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat keluarga yang mengalami penyakit asma, alergi makanan , rhinitis disangkal pasien.

Riwayat Sosial dan Personal

Pasien menyangkal memiliki riwayat merokok , tetapi pasien mengatakan suaminya merupakan seorang perokok sejak masih muda hingga sekarang, sedangkan riwayat minum-minuman beralkohol disangkal pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK Tanda Tanda Vital:

Keadaan Umum : Kesan sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)

VAS : 0/10

Tekanan darah : 110/60 mmHg Nadi : 100 kali/menit Respirasi : 22 kali/menit Suhu aksila : 36,3 ºC Tinggi badan : 160 cm Berat badan : 50 kg

BMI : 22,02 kg/m2

(22)

19 Pemeriksaan Umum

Mata : kesan anemis -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor, edema palpebra -/- THT : Telinga : sekret -/-, hiperemis -/-

Hidung : sekret (-)

Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-) Lidah : papil atrofi (-)

Leher : JVP ± 0 cmH2O, kelenjar tiroid normal, pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax : Simetris (+), retraksi (-) Cor :

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V MCL S

kuat angkat (-)

Perkusi : Batas atas jantung ICS II kiri Batas kanan jantung PSL kanan Batas kiri jantung MCL kiri ICS V Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-) Pulmo

Inspeksi : Simetris (+), retraksi (-) Palpasi : Vocal fremitus N N

N N

N N Perkusi : Sonor Sonor

Sonor Sonor Sonor Sonor

Auskultasi : Ves Ves, Ronkhi - - Wheezing + + Ves Ves - - + + Ves Ves - - + +

Abdomen :

Inspeksi : distensi (+), ascites (-) Auskultasi : bising usus (+) normal

(23)

20 Palpasi : Hepar/lien tidak teraba, ginjal tidak teraba balotement (-/-),

nyeri ketok CVA (-/-), nyeri suprapubic (-) Perkusi : Timpani, ascites shifting dullness (-)

Ekstremitas : Hangat +/+, edema -/- , CRT<2 detik

+/+ -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Lengkap (27/02/2013)

Parameter Nilai Unit Remarks Nilai Normal WBC 16,39 103/μL Tinggi 4,10-11,00

#Ne 15,05 103/μL8 Tinggi 2,50-7,50

#Ly 0,67 103/μL Normal 1,00-4,00

#Mo 0,54 103/μL Normal 0,10-1,20

#Eo 0,04 103/μL Normal 0,00 – 0,50

#Ba 0,07 103/μL Normal 0,00 – 0,10

RBC 6,21 103/μL Tinggi 4,50 – 5,90

HGB 14,07 g/dl Tinggi 13,50 – 17,50

HCT 44,99 % Normal 41,00 – 53,00

MCV 73,49 Fl Normal 80,00 – 100,00

MCH 22,99 Pg Normal 26,00 – 34,00

MCHC 31,26 g/dl Normal 31,00 – 36,00

PLT 259,90 K/ul Normal 150,00 – 440,00

Kesan: Leukositosis Kimia Klinik (27/02/2013)

Parameter Nilai Satuan Remarks Nilai Normal

SGOT 22,49 U/L Normal 11,00-33,00

SGPT 16,70 U/L Normal 11,00-50,00

BUN 13,00 mg/dL Normal 8,00-23,00

Kreatinin 0,76 mg/dL Normal 0,70 – 1,20

GDS 104,00 mg/dL Normal 70,00 – 140,00

(24)

21 Analisis Gas Darah dan Elektrolit (27/02/2013)

Parameter Nilai Remarks Nilai Normal

pH 7,37 Normal 7,35 – 7,45

pCO2 46,00 Tinggi 35 – 45 mmHg

pO2 133,00 Tinggi 80 – 100 mmHg

HCO3- 26,60 Tinggi 22 – 26 mmol/L

TCO2 28,00 Normal 24,00-30,00 mmol/L

BEecf 1,30 Normal (-)2,00-(+)2,00

SO2c 99,00 Normal 95 – 100%

Natrium 139,00 Normal 136,00-145,00

Kalium 3,60 Normal 3,50 – 5,10

Kesan : Asidosis Metabolik Terkompensasi RADIOLOGI (21/02/2013)

 Thoraks AP:

Cor : besar dan bentuk normal Pulmo : Tak tampak infiltrat atau nodul.

Corakan bronkovaskular normal.

Diafragma kanan dan kiri normal Sinus pleural kanan dan kiri tajam Tulang-tulang : tidak tampak kelainan

Kesan : cor dan pulmo tidak tampak kelainan

(25)

22

 EKG (27/02/2013)

- Irama : Sinus

- Heart rate : 100x per menit, regular

- Axis : Normal

- Gelombang P : Normal

- Interval PR : Normal (3 kotak) - QRS Complex : ≤ 35 mm

Kesimpulan : Irama sinus normal Axis normal

SV2 + RV5 ≤ 35 mm

V. DIAGNOSIS KERJA

 Serangan Asma Akut Sedang

 ISPA

(26)

23 VI. PENATALAKSANAAN.

 Rencana Terapi:

- IVFD NS 20tpm - O2 4 liter/menit

- Nebul Combivent @ 6 jam

- Methylprednisolone 2 x 62,5 mg (IV) - Azytromysin 1 x 500 mg (p.o)

- Ambroxol 3 x CI

 Rencana Diagnosis:

- Spirometri - IgE spesifik - Kultur sputum/ST

 Rencana Monitoring:

- Tanda – tanda vital.

- Keluhan.

- AGD VII. KIE

 Keadaan pasien saat ini dan rencana penatalaksanaan

 Upaya mencegah perburukan kondisi dengan cara menghindari faktor pencetus asma serta gaya hidup sehat.

 Melakukan kontrol rutin ke Rumah Sakit untuk mencegah kekambuhan berulang dari serangan asma.

 Pentingnya kepatuhan pengobatan untuk mencegah kekambuhan dan perburukan kondisi pasien.

(27)

24 BAB IV

KUNJUNGAN LAPANGAN

4.1 ALUR KUNJUNGAN LAPANGAN

Kunjungan dilakukan pada tanggal 13 Maret 2013 di rumah pasien di jalan Tukad Irawadi No. 36 E, Denpasar. Tujuan diadakannya kunjungan lapangan ini adalah untuk memberikan informasi dan komunikasi tentang penyakit yang diderita pasien serta mengenal lebih dekat kehidupan pasien dan membantu mengidentifikasi masalah yang ada pada pasien.

4.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Beberapa masalah yang menjadi kendala bagi pasien untuk mengatasi penyakitnya adalah :

1. Asma merupakan penyakit yang bisa timbul sewaktu-waktu jika pasien terpapar oleh alergen yang dapat mencetuskan kekambuhan. Sehingga ketika terjadi serangan asma pasien tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari.

2. Pasien sudah mengerti tentang penyakit dan pengobatan penyakitnya, pasien juga memahami karakter penyakit dan bagaimana pada tahap awal menangani ketika terjadi serangan ringan. Namun untuk penanganan lebih lanjut pasien masih belum memiliki alat-alat yang cukup untuk mengatasi gejala yang diderita, terutama bila terjadi serangan yang lebih berat.

3. Pasien merupakan seorang petani dan waktunya banyak dihabiskan diluar rumah untuk bekerja disawah dan mencari kangkung untuk dijual. Keadaan demikian dapat menimbulkan kelelahan dan paparan debu bagi pasien yang dapat mencetuskan serangan asma.

4.3 ANALISIS KEBUTUHAN PASIEN a. Kebutuhan fisik-biomedis

1. Kecukupan Gizi

Nutrisi Harian Keluarga:

Jenis Jumlah Jadwal/hari Jadwal/minggu Karbohidrat

(28)

25 Nasi

Mie Lainnya Protein Hewani Nabati Sayur Buah Lainnya

13-15 sendok nasi 2-3 bungkus -

5 potong 5 potong 2 mangkok 1 biji/potong -

3 kali Tidak tentu -

3 kali Tidak tentu 3 kali Tidak tentu -

21 kali 2 kali -

21 kali 14 kali 21 kali 2 kali -

Nutrisi harian pasien:

Jenis Jumlah Jadwal/hari Jadwal/minggu Karbohidrat

Nasi Mie Lainnya Protein Hewani Nabati Sayur Buah Lainnya

3-5 sendok nasi 1-2 bungkus -

2-3 potong 1-3 potong

1- 2 mangkok 1 biji/potong -

3 kali Tidak tentu -

1 kali Tidak tentu 3 kali Tidak tentu -

21 kali 2 kali -

7 kali 8 kali 21 kali 2 kali -

Menurut pengakuan pasien, dalam sehari pasien makan tiga kali sehari dengan uraian menu untuk sarapan berupa nasi, sayur dan kadang-kadang tempe atau tahu. Untuk makan siang dengan menu lengkap seperti nasi, sayur, daging, begitu juga untuk makan malam. Untuk makanan sehari-hari pasien saat ini memakan masakan yang dimasak sendiri oleh pasien dirumah karena pasien terbiasa untuk makan di rumah.

2. Kegiatan fisik

Pasien memiliki kegiatan yang sebagian besar dilakukan diluar rumah, seperti bertani dan mencari kangkung untuk dijual. Selain itu, pasien juga menghabiskan waktunya untuk mengurus keluarganya. Pasien mengaku tidak sempat lagi berolahraga karena mengaku tidak memiliki waktu luang untuk itu.

(29)

26 3. Akses ke tempat pelayanan kesehatan

Waktu yang ditempuh pasien dari rumah ke rumah sakit Sanglah sekitar 10 menit, pasien dapat dengan mudah mengunjungi RSUP Sanglah untuk kontrol dan mengobati penyakitnya. Akses dari rumah pasien menuju Puskesmas maupun Rumah Sakit Swasta juga sangat dekat.

4. Lingkungan

Pasien tinggal di sebuah rumah sederhana di kawasan Jalan Tukad Irawadi No.

36 E, Denpasar. Di rumah tersebut dihuni oleh 8 orang, yaitu pasien, suami dan 2 anak pasien yang masih kecil, 2 mertua pasien, dan 2 keponakan pasien.

Lingkungan dalam rumah tampak cukup rapi, namun kebersihan rumahnya sedikit kurang terjaga. Ventilasi dan sirkulasi udara di dalam rumah dan kamar juga kurang memadai, bahkan bisa dikatakan sangat kurang sehingga ruangan dan kamar tidur pasien terkesan lembab dan pengap. Sumber masuknya cahaya matahari pagi dan sore ke dalam rumah tampak masih kurang. Pasien tidur di dalam kamar yang berukuran cukup sempit dengan jendela tempat masuknya sinar dan ventilasi yang ditutup dengan menggunakan tripleks sehingga terlihat gelap dan terasa pengap. Tempat tidur pasien cukup bersih walaupun terkesan kurang rapi, tampak 1 buah lemari yang cukup besar disamping tempat tidur pasien. Pasien menggunakan sumber air PDAM untuk air minum, dan keperluan memasak serta air sumur untuk untuk mandi dan mencuci baju.

Tempat pembuangan sampah menggunakan tempat sampah, di mana kalau sudah penuh, ada petugas sampah yang mengambil sampah dengan gerobak.

Lingkungan halaman rumah tampak cukup bersih dan rapi.

b. Kebutuhan bio-psikososial 1. Lingkungan biologis

Dalam lingkungan biologis di dalam keluarga pasien ke 2 anak pasien tidak pernah mengeluh ataupun mengalami keadaan yang sama seperti pasien.

2. Faktor psikososial

Dalam keadaan sakit ini pasien sangat membutuhkan pengertian dan dukungan dari keluarga, terutama suami pasien yang tinggal serumah.

Keluarga agar senantiasa mengawasi pola kegiatan dan makan pasien, serta ikut mengawasi segala faktor pemicu yang berhubungan dengan penyakit alergi maupun asma pasien. Penting juga dari pihak keluarga ikut membantu

(30)

27 permasalahan yang dihadapi pasien sehari-hari sehingga turut meringankan beban pasien.

4.4 SARAN DAN PEMECAHAN MASALAH

Dari beberapa masalah yang dijelaskan sebelumnya, kami mengusulkan penyelesaian masalah yang yakni:

1. Edukasi pasien tentang penyakitnya

Kami menjelaskan kembali lebih lengkap mengenai penyakit asma dan faktor- faktor yang dapat mengakibatkan kekambuhan berdasarkan kegiatan dan rutinitas pasien, perkiraan perjalanan penyakitnya, pencegahan dan pengobatannya lebih lanjut. Pasien juga disarankan untuk rutin kontrol di RS atau di dokter spesialis sampai asma yang diderita terkontrol sepenuhnya.

2. Memberikan KIE agar pasien dapat menghindari faktor-faktor pencetus kambuhnya penyakit yang diderita. Pasien diharapkan memakai jaket untuk menghindari udara dingin, memakai masker jika bepergian menggunakan sepeda motor. Pasien juga diberikan edukasi agar selalu menyediakan dan membawa obat-obatan yang diperlukan untuk mengatasi jika terjadi serangan. Jika serangan memberat agar secepatnya dibawa ke rumah sakit dan dapat diatasi secepatnya oleh dokter sehingga mengurangi morbiditas pasien.

3. Memberikan edukasi mengenai kegiatan dan rutinitas dari pasien agar dimengerti oleh keluarga. Disarankan agar pasien tidak terlalu lelah serta tidak stres serta menjaga kesehatan jasmani dan rohani dengan cara makan makanan yang sehat serta rutin melakukan olahraga. Pasien juga disarankan menjaga lingkungan rumah, terutama mengenai debu, polutan dan alergen yang potensial timbul.

Pasien agar rutin menjaga kebersihan rumahnya dan mengatur sirkulasi udara serta cahaya yang cukup di dalam rumah. Pasien juga diberikan edukasi mengenai pemilihan makanan, sebaiknya memasak makanannya sendiri dan menghindari makanan dengan bahan pengawet, serta menghindari makanan yang menimbulkan alergi pada pasien.

Saran

1. Memberikan pasien ketenangan dan istirahat yang cukup agar pasien tidak lelah sehingga dapat mengurangi risiko kekambuhan penyakitnya.

(31)

28 2. Keluarga sebaiknya mendukung pengobatan pasien secara psikis, fisik, dan material sehingga meringankan beban pikiran dan tenaga pasien. Terutama mengingatkan untuk menghindari faktor-faktor pencetus penyakitnya.

3. Pasien harus rutin berolahraga serta ikut menjaga dirinya agar terhindar dari paparan faktor pencetus penyakitnya, terutama yang sudah diketahui pasien dan pernah menimbulkan kekambuhan serangan terhadap diri pasien.

4. Pasien agar lebih mendekatkan diri kepada tuhan dengan rutin melakukan persembahyangan 3 x sehari sehingga memberikan perasaan tenang, nyaman dan damai di kehidupan pasien yang sudah senja.

4.5 FOTO KUNJUNGAN

(32)

29

(33)

30 DAFTAR PUSTAKA

1. Megan Stapleton, PharmD, Amanda Howard-Thompson. Smoking and Asthma.

JABFM May–June 2011 Vol. 24 No. 3, p.313-322

2. Mangunegoro, H. Widjaja, A. Sutoyo, DK. Yunus, F. Pradjnaparamita. Suryanto, E.

et al. (2004), Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

3. N. Miglino, M. Roth, M. Tamm and P. Borger. House dust mite extract downregulates C/EBPa in asthmatic bronchial smooth muscle cells. Eur Respir J 2011; 38: 50–58

4. O’Byrne, P. Bateman, ED. Bosquet, J. Clark, T. Otha, K. Paggiaro, P. et al. (2010), Global Initiative for Asthma Global Strategy for Asthma Management and Prevention, Ontario Canada.

5. Sundaru, H. Sukamto. (2006), Asma Bronkial, In: Sudowo, AW. Setiyohadi, B.

Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Keempat, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, pp: 247-252.

6. I. Bara, A. Ozier, J-M. Tunon de Lara, R. Marthan and P. Berger. Pathophysiology of bronchial smooth muscle remodelling in asthma. Eur Respir J 2010; 36: 1174–

1184

7. McFaden, ER. (2005), Asthma, In: Kasper, DL. Pauci, AS. Longo, DL. Draunwald, E. Hauser, SL. Jameson, JL. (eds), Harrison’s Principal of Medicine, 16th ed, Vol 2, McGraw-Hill, Philladelphia, pp:1508-1515.

8. Chesnutt, MS. Prendergast, TJ. (2007), Lung, In: McPhee, SJ. Papadakis, MA. (eds) Current Medical Diagnosis and Treatment, 46th ed, McGrawHill, Philadelphia, pp:

230-241.

9. G. Horvath and A. Wanner. Inhaled corticosteroids: effects on the airway vasculature in bronchial asthma. Eur Respir J 2006; 27: 172–187

10. Mario Castro, Adalberto S. Rubin, Michel Laviolette. Effectiveness and Safety of Bronchial Thermoplasty in the Treatment of Severe Asthma. Am J Respir Crit Care Med Vol 181. pp 116–124, 2010

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis                 (Sebelum Pengobatan) 2
Tabel 4. Klasifikasi Berat Serangan Asma Akut 1  Gejala dan
Tabel  5. Rencana Pengobatan Serangan Asma  Berdasarkan  Berat  Serangan dan Tempat  Pengobatan 1

Referensi

Dokumen terkait

Tempe grits kacang merah terbaik diperoleh dengan ketebalan satu cm pada semua perlakuan persen aerasi, karena miselium menutupi hampir seluruh permukaan grits dan tempe

Dalam waktu 6 hari pasca gempa, PKPU telah memulai pembangunan rumah darurat dan sampai saat ini PKPU telah mendirikan 10 unit Sekolah darurat yang terdiri dari 6 lokal. Alokasi

Study Concer- ning the Reduction of Structures Dynamic Responses, April 1 1. High Altitudes Rockets

Presiden AS Barack Obama meminta Presiden Mesir Muhammad Mursi untuk melindungi prinsip-prinsip demokrasi di Mesir, dan bekerja untuk mencapai konsensus politik, dengan kesiapan

Dalam kasus rokok Dji Sam Soe, maka peluang yang mereka miliki adalah jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan ini merupakan pasar yang potensial untuk

Gambar 4.7 Informasi untuk chatting pribadi dengan client lain 50 Gambar 4.8 Tampilan ruang pribadi dengan tab baru 51 Gambar 4.9 Pengiriman pesan pada ruang pribadi berhasil 51

Pasien akan dipindahkan ke rumah sakit lain, untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai, ketika tidak tersedianya pelayanan tersebut di RSUD Majene atau jika pasien

Jemaat HKBP PTI terus menerus berpindah-pindah untuk beribadah, meskipun mereka mendapatkan penolakan dari masyarakat setempat, tetapi mereka (jemaat) tetap berusaha melakukan