TESIS
Oleh
ARIUS PRIMA LUMBANBATU 157011063/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ARIUS PRIMA LUMBANBATU 157011063/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
Nama Mahasiswa : ARIUS PRIMA LUMBANBATU Nomor Pokok : 157011063
Program Studi : KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)
Tanggal lulus : 02 Agustus 2017
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum
2. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum 3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum
Nim : 157011063
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN GENERAL
MANAGER DALAM MEWAKILI PERSEROAN BAIK DI DALAM MAUPUN DI LUAR PENGADILAN
(STUDI PADA PT PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO), MEDAN)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama : ARIUS PRIMA LUMBANBATU Nim : 157011063
melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti orang pribadi. Direksi pada dasarnya mendapat kuasa dari PT itu sendiri sebagai wakil PT sehingga tindakannya merupakan tanggung jawab PT sepanjang sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Direksi diberi kewenangan untuk mengangkat seorang kuasa atau lebih untuk mwakili PT di dalam maupun di luar pengadilan, dengan syarat dan kekuasaan yang ditentukan secara tertulis.
Direksi seringkali memberi kuasa kepada karyawan atau orang lain untuk mewakili PT di dalam maupun di luar pengadilan. Misalnya dalam kasus antara penggugat Yayasan Riau Madani melawan PT. Pelindo I (Persero) sebagai Turut Tergugat IV. PT Pelindo I (Persero) diwakili oleh General Manager PT Pelindo I (Persero) cabang pelabuhan Dumai dalam perkara tersebut. Dalam hal PT diwakili oleh General Manager di dalam maupun di luar pengadilan sering kali terjadi perdebatan mengenai legal standing untuk bertindak atas nama perseroan. Apakah General Manager bertindak langsung atau berdasarkan surat kuasa Direksi.
Teori yang digunakan dalam Tesis ini adalah teori organ dari Otto Von Gierke dan teori pemberian kuasa. metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis dan beracuan kepada peraturan perundang- undangan, dokumen-dokumen hukum serta buku-buku yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.
Pengaturan tentang kuasa direksi di Indonesia diatur dalam UUPT Pasal 103 beserta penjelasannya serta anggaran dasar pada masing-masing perseroan. Kuasa direksi haruslah mengikuti ketentuan Pasal 123 HIR serta SEMA Nomor 1 Tahun 1971 jo.
SEMA Nomor 6 Tahun 1994 tentang Surat Kuasa Khusus. Kedudukan general manager pada PT Pelindo I (Persero) adalah sebagai kepada cabang pelabuhan yang diangkat dan diberhentikan oleh direksi. General manager dapat mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan berdasarkan Surat Keputusan Pengangkatan General Manager, pendelegasian kewenangan yang ditentukan dalam surat keputusan direksi, dan surat kuasa khusus dari direksi untuk mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan yang rincian perwakilannya dimuat dalam isi kuasa tersebut. Akibat hukum pemberian kuasa dari Direksi kepada General Manager untuk mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan adalah direksi wajib memenuhi perikatan yang diperbuat general manager berdasarkan kuasanya dan mengembalikan persekot dan biaya serta kerugian yang dikeluarkan general manager selama melaksanakan kuasa direksi. General manager wajib menyelesaikan ketentuan isi kuasa direksi yang diterimanya; bertanggung jawab atas perbuatan yang disengaja dan kelalaian- kelalaian yang dilakukannya; memberi laporan-laporan perbuatan yang telah dilakukannya.
Kata Kunci : Kedudukan, General Manager, Mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
company has its own assets apart from the managers’ assets which can bind, and perform some legal actions like an individual. Principally, the board of directors is granted power by the limited company as its representatives, so that their actions become the responsibility of the company as long as they are in line with their obligation and authority. The board of directors is authorized to grant their power to one or more persons to represent the company in or out of the court under the terms and power made in written form. The board of directors frequently grants power of attorney to the employee or other person to represent the limited company in or out of the court; such as, the case between Yayasan Riau Madani as the plaintiff and against PT. Pelindo I (Persero) as the co-defendant IV where PT. Pelindo I (Persero) was represented by the General Manager of Branch Port of Dumai. That PT. Pelindo I (Persero) is represented by the General Manager in and out of the court has been a debate regarding the legal standing to take action on behalf of the limited company. Does the General Manager take action directly or by the power of attorney from the board of directors?
Organ theory by Otto Von Gierke and the theory of power transfer are used in this thesis. The normative juridical research method is used with descriptive analysis which refers to the legal provisions, documents and books related to the research problem.
The provisions regarding a director’s power in Indonesia is stipulated in UUPT (the Law on Limited Company) Article 103, its explanation and the company’s article of association. The director’s power shall be subject to the provisions in Article 123 of HIR and SEMA No. 1/1971 in conjunction with SEMA No. 6/1994 regarding Special Power of Attorney. The position of the General Manager of PT.Pelindo I (Persero) was considered as the Branch Head of the port appointed and terminated by the board of directors. The General Manager could represent the company in and out of the court based on the Decree of the General Manager’s Appointment, the power delegation was determined in the director’s decree, and a special power of attorney was granted from the board of directors to represent the company in and out of the court where the details written in the power of attorney. The legal consequence of this power transfer from the Board of Directors to the General Manager to represent the company in and out of the court was that the board of directors was obliged to fulfill the agreement made by the general manager based on his power, to pay the deposit, costs, and the loss endured by the general manager while carrying out the director’s power. The General Manager was obliged to settle the provisions of the director’s power of attorney; to be responsible for his intentional actions and negligence; and to make reports of what actions he had taken.
Keywords: Position, General Manager, Represent the Limited Company in and out of the court.
tesis serta pendidikan di sekolah Pasca sarjana program studi Magister Kenotariatan (M.Kn) dengan judul tesis: “ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN GENERAL MANAGER DALAM MEWAKILI PERSEROAN BAIK DI DALAM MAUPUN DI LUAR PENGADILAN (STUDI PADA PT PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) MEDAN)”.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak kekurangan baik dari isi tulisan maupun cara penulisan. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan guna memperbaiki kualitas untuk penyempurnaan tesis ini.
Pada kesempatan ini, tidak lupa dengan segala hormat penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada orang tua penulis yang telah berjasa tiada batasnya yang selalu mencurahkan kasih dan sayang tanpa pamrih, mensuport tanpa imbalan dan henti-hentinya, membantu tanpa mengharapkan balasan, berjuang dalam mendidik, membimbing, dan menyemangati tanpa batas adalah Paian Lumbanbatu dan R. Pusuh Malem Br Karo, S.Sos.
Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini juga tiada kesempurnaan tanpa adanya bimbingan, masukan, kritikan dan arahan-arahan para pembimbing dan para penguji, dan oleh karena itu penulis ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada para pembimbing, yakni Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., M.H, selaku ketua komisi pembimbing, Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH., M.Hum, selaku anggota komisi pembimbing, dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum, selaku anggota komisi pembimbing, serta para dosen penguji yaitu Bapak
1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. T. Keizerina Devi A. SH., CN., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Para Professor dan Guru Besar serta Staff Pengajar dan juga kepada seluruh Karyawan Biro Administrasi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Para pegawai dan staff PT Pelindo I (Persero), Medan dan cabang pelabuhan belawan khususnya kepada Bapak Basuki Widodo, S.H., M.M, Ibu Trisna Wardani, Bapak Irwansyah, dan Bapak Khairul Ulya. Serta kepada Bapak Notaris Suprayitno, SH., M.Kn yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai.
6. Kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2015, khususnya grup A yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam berdiskusi mengenai perkuliahan dan tesis ini.
7. Kepada teman-teman berkumpul dan berdiskusi seperjuangan, yakni : Ahmad Husein Pan Harahap, SH., Arie Hermawan, SH., Miftahul Rahmah, SH., Mutiara Rizki, SH., Dyan Indriani, SH., Noviza Amalia, SH., dan
Lumbanbatu, Amd., dan Cintya Riama Puspa br Lumbanbatu yang telah memberikan bantuan dan motivasinya dalam penulisan tesis ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan harapan penulis, semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat dan berguna baik bagi penulis, bagi Perseroan, bagi Notaris, dunia Akademik, dan seluruh pihak yang berkaitan dengan bidang Kenotariatan.
Medan, 5 Januari 2015
Arius Prima Lumbanbatu
Tempat/Tanggal Lahir : Tigalingga, 08 Pebruari 1993
Agama : Kristen Protestan
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. M. Idris Gg Ampera No. 12 Medan
Nama Ayah : Paian Lumbanbatu
Nama Ibu : R. Pusuh Malem Br Karo, S.Sos Nama Saudara : 1. Jevri Krisanto Lumbanbatu, ST
2. Ricki Jonefer Lumbanbatu, Amd 3. Cintya Riama Puspa Lumbanbatu
II. PENDIDIKAN
Sekolah Dasar : SD Negeri 030310 Tigalingga Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 1 Tigalingga Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 7 Medan
Perguruan Tinggi (S1) : Universitas Sumatera Utara, Medan Perguruan Tinggi (S2) : Universitas Sumatera Utara, Medan
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR ISTILAH ... ix
DAFTAR SINGKATAN ... x
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Keaslian Penelitian ... 11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13
G. Metode Penelitian ... 22
BAB II PENGATURAN TENTANG KUASA DIREKSI DI INDONESIA ... 27
A. Tinjauan Umum Tentang Kuasa ... 27
B. Hak Direksi Dalam Memberi Kuasa ... 43
BAB III KEDUDUKAN GENERAL MANAGER DALAM MEWAKILI PERSEROAN BAIK DI DALAM MAUPUN DI LUAR PENGADILAN PADA PT. PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) MEDAN ... 53
A. Pengertian General Manager ... 53
B. Pengaturan General Manager Dalam Hukum Perusahaan Di Indonesia ... 55
Dalam Maupun Di Luar Pengadilan ... 70
BAB IV AKIBAT HUKUM PEMBERIAN KUASA DIREKSI KEPADA GENERAL MANAGER UNTUK MEWAKILI PERSEROAN BAIK DI DALAM MAUPUN DI LUAR PENGADILAN PADA PT. PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) MEDAN ... 84
A. Pengaturan Pemberian Kuasa Dalam Anggaran Dasar Perseroan ... 84
B. Akibat Hukum Terhadap Direksi Sebagai Pemberi Kuasa Kepada General Manager Untuk Mewakili Perseroan Baik Di Dalam Maupun Di Luar Pengadilan ... 88
C. Akibat Hukum Terhadap General Manager Selaku Kuasa Dalam Mewakili Perseroan Baik Di Dalam Maupun Di Luar Pengadilan ... 96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102
A. Kesimpulan ... 102
B. Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 106 LAMPIRAN
Board of Directors : Dewan direktur Capaciteit, capacity : Kapasitas
Conflict of interest : Benturan kepentingan Coorporate strategic : Strategis perusahaan Distribution of duties : Pembagian tugas Funcional strategic : Strategis fungsional General meeting : Rapat umum
Lastgever : Pemberi kuasa
Lastgeving : Pemberian kuasa Lasthebber : Penerima kuasa
Law in the books : Peraturan perundang-undangan Legal standing : Dasar hukum
Library Research : Studi kepustakaan Organ theory : Teori organ
Policy maker : Pembuat kebijakan
Power of attomey : Kekuasaan atau wewenang Ultra vires : Melampaui kewenangan
Website : Halaman situs
Volmacht : Kekuasaan atau wewenang
Kepri : Kepulauan Riau
KUH Perdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
MoU : Memorandum of Understanding
NAD : Nangro Aceh Darussalam
PJP : Penanggung Jawab Program
PMO : Project Management Office
PT : Perseroan Terbatas
RUPS : Rapat Umum Pemegang Saham
SML : Sistem Manajemen Lingkungan
SK : Surat Keputusan
UUPT : Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Dalam rangka memperkokoh keberadaan Perseroan Terbatas sebagai salah satu bentuk badan usaha yang menjadi pilihan utama para pelaku usaha, pemerintah menertibkan ketentuan tentang PT yang lebih komprehenship,1 yakni Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT). UUPT merupakan salah satu pilar yang telah memberikan landasan bagi dunia usaha dalam menghadapi pembangunan hukum nasional, pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus perkembangan perekonomian dunia serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa-masa mendatang.2
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyebutkan :
“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”
Perseroan Terbatas dikatakan sebagai badan hukum, yang bermakna bahwa Perseroan Terbatas merupakan subjek hukum, dimana Perseroan Terbatas sebagai sebuah badan yang dapat dibebani hak dan kewajiban seperti halnya
1Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, (Bandung: Nuansa Aulia, 2006), hal. 14
2Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan Buku Ketiga, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2015), hal. 99
manusia pada umumnya. Sebagai badan hukum, Perseroan Terbatas mempunyai kekayaan tersendiri yang terpisah dari kekayaan pengurusnya dan dapat mengikatkan diri serta melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti orang pribadi. Badan hukum sebagai subjek hukum mempunyai hak dan kewajiban sebagai manusia, dapat menggugat dan dapat digugat serta mempunyai harta kekayaan sendiri.3
Ciri-ciri dari Perseroan Terbatas sebagai sebuah badan hukum adalah :
1. Memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan orang-orang yang menjalankan kegiatan dari badan-badan hukum tersebut.
2. Memiliki hak dan kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban orang-orang yang menjalankan kegiatan badan-badan tersebut.
3. Memiliki tujuan.
4. Berkesinambungan (memiliki kontinuitas) dalam arti keberadaannya tidak terikat pada orang-orang tertentu, karena hak-hak dan kewajiban-kewajibannya tetap ada meskipun orang-orang yang menjalankannya berganti.4
Rumusan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa akta pendirian Perseroan memuat anggaran dasar Perseroan secara keseluruhan dan berbagai keterangan lainnya yang diperlukan, seperti :
1. Identitas para pendiri Perseroan;
2. Identitas para pengurus (Direksi), dan pengawas (Komisaris) Perseroan;
3. Keterangan mengenai para pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, nilai nominal saham atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada saat pendirian.5
Dengan disahkannya akta pendirian PT, maka Anggaran Dasar PT tidak hanya mengikat para pendiri, pemegang saham dan pengurus, tetapi juga pihak lain yang
3Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2016), hal. 5
4Ibid., hal. 7
5Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal.27
melakukan transaksi dengan PT. Anggaran Dasar PT merupakan hukum positif bagi PT, karena hal-hal yang menyangkut tentang PT dijabarkan dalam Anggaran Dasar PT. Mengingat Anggaran Dasar merupakan roh bagi PT, maka sebelum PT disahkan Menteri Hukum dan HAM maka akta pendirian dan anggaran dasar PT harus disampaikan ke Departemen Hukum dan HAM terlebih dahulu untuk diteliti apakah memenuhi peraturan perundangan yang berlaku.6
Perkembangan dunia usaha tidak terlepas dari banyaknya persoalan yang dialami oleh PT itu sendiri, baik perkara di dalam maupun di luar pengadilan.
Perkara-perkara tersebut melibatkan direksi sebagai organ PT sehingga dituntut pertanggungjawaban mereka atas perbuatan hukum PT tersebut.
Di dalam Pasal 1 angka 2 UUPT disebutkan bahwa organ dalam perseroan terdiri dari: Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris.
Setiap organ mempunyai tugas dan kewenangan yang wajib dilaksanakan oleh masing-masing organ yang fungsi dan tanggung jawabnya mempunyai kedudukan yang mandiri. Mandiri artinya tanpa adanya intervensi dari organ lain sepanjang dilakukan untuk kepentingan perseroan dan masih dalam batasan UUPT dan Anggaran Dasar.
Tindakan Direksi dapat menjadi tanggung jawab PT sepanjang perbuatan tersebut sesuai dengan wewenangnya yang tercantum dalam anggaran dasar sehingga perbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan PT. Pada umumnya, dalam anggaran dasar telah dijabarkan wewenang dan tugas Direksi dan perbuatan hukum tertentu
6Sentosa Sembiring, Op.Cit., hal. 26
yang harus mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris. Oleh karena itu Direksi sebagai wakil PT pada dasarnya mendapat kuasa dari PT itu sendiri. Apabila Direksi melakukan tindakan di luar batas wewenangnya, maka Direksi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pribadi.7
Direksi adalah Dewan Direktur (Board of Directors) yang terdiri dari satu orang Direktur atau beberapa anggota Direksi yaitu satu orang sebagai Presiden Direktur atau Direktur Utama dan satu atau beberapa Wakil Presiden Direktur serta satu atau beberapa Direktur.8 Direktur (dalam jumlah banyak disebut Dewan Direktur) adalah seseorang yang ditunjuk memimpin perseroan terbatas. Direktur dapat seseorang yang memiliki perusahaan tersebut atau orang profesional yang ditunjuk oleh pemilik usaha untuk menjalankan dan mempimpin perseroan.
Di samping berwenang melakukan pengurusan perseroan, anggota Direksi juga berwenang mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Jika anggota Direksi lebih dari satu orang, maka yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. Pada dasarnya UUPT menganut sistem perwakilan kolegial, yang berarti tiap-tiap anggota Direksi berwenang mewakili perseroan. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan dalam anggaran dasar ditetapkan bahwa hak mewakili perseroan itu dibatasi hanya oleh anggota Direksi tertentu saja. Adakalanya juga wewenang mewakili oleh Direksi
7Ibid, hal. 31
8Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas Dan Aspek Hukumnya, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hal. 121
hilang (tidak berwenang) apabila Direksi yang bersangkutan memiliki benturan kepentingan dengan perseroan.9
Di dalam anggaran dasar perseroan pada umumnya terdapat wewenang Direksi bahwa Direksi atas tanggung jawabnya sendiri diberi kewenangan untuk mengangkat seorang kuasa atau lebih dengan syarat-syarat dan kekuasaan yang ditentukan secara tertulis. Direksi mempunyai wewenang mewakili perseroan di muka dan di luar pengadilan serta berhak melakukan perbuatan pengurusan dan pemilikan atau penguasaan (beheer en beschkking) dengan batasan-batasan tertentu.10 Kuasa merupakan kewenangan mewakili untuk melakukan tindakan hukum demi kepentingan dan atas nama pemberi kuasa dalam bentuk tindakan hukum sepihak. Dalam arti bahwa kewajiban untuk melaksanakan prestasi hanya terdapat pada satu pihak saja, yaitu penerima kuasa.11
UUPT hanya memberi kemungkinan diberikannya Kuasa Direksi oleh Direksi. Ketika Direksi hanya terdiri atas 1 orang direktur, maka surat kuasa yang dikeluarkan oleh direktur haruslah dianggap sebagai Kuasa Direksi, bukan kuasa direktur. Ketika Direksi lebih dari satu orang direktur, maka kewenangan bertindak pihak yang menghadap harus disesuaikan dengan ketentuan anggaran dasar, apakah boleh dengan dengan subtitusi direktur (direktur diwakili pihak ketiga) atau secara
9Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 104
10Agus Budiarto, Kedudukan Hukum Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Bogor:
Ghalia Indonesia), hal. 68
11Herlien Budiono, Perwakilan, Kuasa dan Pemberi Kuasa, Majalah Renvoi, (Nomor: 6.42 IV, 3 November 2006), hal. 69
khusus pihak yang mewakili perseroan terbatas tersebut bertindak melalui/dengan perantaraan kuasa, yang dalam hal ini adalah Kuasa Direksi.
Direksi tidak dibenarkan memberi kuasa umum karena selain menyebabkan kuasa itu batal berdasarkan Pasal 1337 KUH Perdata, tindakan itu merupakan perbuatan ultra vires. Direksi dilarang melakukan perbuatan yang melampaui batas kapasitas dan kewenangannya. Apabila direksi memberi kuasa umum, maka direksi tersebut telah mempersempit ruang geraknya dalam mengurus perseroan sehingga bertentangan dengan fiduciary duty dari direksi.
Kadang kala Direksi PT tidak dapat menghadiri sendiri untuk melakukan perbuatan hukum tertentu seperti penandatangan Perjanjian Kredit atau menghadiri persoalan hukum PT yang menjadi tugas dan wewenangnya baik di dalam maupun di luar pengadilan. Berdasarkan Pasal 103 UUPT, Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada satu orang karyawan perseroan atau lebih untuk dan atas nama PT melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana diuraikan dalam surat kuasa. Kemudian penjelasan Pasal 103 UUPT bahwa surat kuasa tersebut merupakan surat kuasa khusus hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, oleh karena itu diperlukan suatu pemberian kuasa yang menyebutkan dengan tegas perbuatan mana yang dapat dilakukan oleh penerima kuasa.12
Klausula-klausula yang terdapat dalam surat kuasa haruslah jelas menyebutkan identitas para pihak yang menjadi pemberi dan penerima kuasa
12Djaja S. Meliala, Penuntutan Praktis Perjanjian Pemberian Kuasa Menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, (Bandung: Nuansa Aulia, 2008), hal. 5
tersebut. Pemberi kuasa tidak dapat menuntut terhadap hal-hal yang tidak diatur dalam kuasa dan tidak dikuasakan. Tindakan yang dilakukan penerima kuasa yang melebihi kuasa yang diberikan menjadi tanggung jawab pribadinya dan tindakan tersebut menjadi batal demi hukum.
Pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya dan jika ada alasan untuk itu, memaksa kuasa untuk mengembalikan kuasa yang dipegangnya berdasarkan Pasal 1814 KUH Perdata. Artinya pemberi kuasa dapat menghentikan kuasa itu kapan saja asal dengan pemberitahuan penghentian dan mengingat waktu yang secukupnya. Bila penerima kuasa tidak mau menyerahkan kembali kuasanya secara sukarela, ia dapat dipaksa berbuat demikian lewat pengadilan.
Di dalam praktik, Direksi seringkali memberikan kuasa kepada karyawan (bawahannya) atau kepada orang lain untuk mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Misalnya dalam kasus antara penggugat Yayasan Riau Madani melawan Terguggat I Walikota Dumai; Turut Tergugat I PT. Wilmar Nabati Indonesia; Turut Tergugat II PT. Inti Benua Perkasatama; Turut Tergugat III PT.
Nagamas Palm Oil; dan Turut Tergugat IV PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) yang terjadi di Dumai. PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) berdasarkan surat kuasa khusus direksi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) memberi kuasa kepada Biro Hukum PT.
Pelindo I (Persero) dan General Manager PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) cabang pelabuhan Dumai untuk mewakili perseroan di dalam pengadilan untuk perkara tersebut.
General manager merupakan fungsi jabatan kerja tinggi pada sebuah perseroan terbatas yang bertugas memimpin, mengelola, dan mengkoordinasikan semua hal berkaitan dengan jalannya roda perusahaan. Dalam hal sebuah PT diwakili oleh General Manager untuk bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan sering kali terjadi perdebatan mengenai legal standing untuk bertindak atas nama perseroan. Apakah seorang General Manager dapat bertindak secara langsung mewakili perseroan atau harus dengan kuasa dari Direksi. Dalam berbagai kasus, General Manager dapat mewakili PT tanpa surat Kuasa dan ada juga yang mewajibkan General Manager mewakili PT harus dengan kuasa dari Direksi. Hal ini tergantung pada kedudukan General Manager dalam Anggaran Dasar dan struktur organisasi perseroan.
Menurut Ralp Currier Davis, struktur organisasi adalah suatu pengaturan yang menunjukkan keterangan-keterangan yang pasti tentang fungsi-fungsi, pengelompokan fungsi-fungsi dan garis-garis tanggung jawab, wewenang serta akuntabilitas dalam organisasi. Sedangkan menurut Louis A. Allen, struktur organisasi adalah suatu alat yang melukiskan dengan nyata yang menunjukkan data organisasi.13
Perbedaan kedudukan general manager dalam struktur organisasi perseroan menimbulkan perbedaan pengertian general manager itu sendiri. Misalnya pada PT.
JAMAK MAJU, Bandung yang bergerak di bidang garment bahwa General Manager
13Sutarto, Dasar-Dasar Organisasi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992), hal.
190
adalah pemimpin yang berada di bawah seorang direktur, sehingga seorang general manager bertanggung jawab kepada direktur. Tugas pokoknya adalah memimpin kegiatan operasional dan mengambil kebijakan-kebijakan perusahaan. Sedangkan pada PT. CLARION HOTEL & CONVENTION, general manager merupakan pimpinan utama dalam hotel yang mengawasi seluruh kegiatan operasional dan administrasi hotel serta sebagai pengambil keputusan yang bertanggung jawab kepada pihak pemegang saham hotel.
Di Indonesia, dalam UUPT hanya diatur mengenai organ PT yang berarti organisasi yang menyelenggarakan PT yang pada dasarnya terdiri dari RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris. Selanjutnya dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Direksi melalui keputusan atau peraturannya akan membentuk struktur organisasi PT yang lebih komplit guna mencapai visi misinya. Peraturan atau keputusan Direksi tentang struktur organisasi PT pada umumnya terdapat general manager, namun kedudukannya sering kali berbeda-beda untuk setiap perusahaan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kedudukan General Manager dalam struktur organisasi perusahaan yang utamanya adalah segi ekonomi, antara lain: besar kecilnya perusahaan, luas sempitnya jaringan usaha, jumlah karyawan, dan tujuan perusahaan. Setiap perusahaan membentuk struktur organisasi yang mengidentifikasikan jabatan pekerjaan, tugas dan tanggung jawab setiap posisi pekerjaan dan alur hubungan antara posisi tersebuti. Struktur organisasi berdampak pada efisiensi dan efektivitas perusahaan.
Sehubungan dengan uraian di atas, maka perlu suatu penelitian lebih lanjut
mengenai perwakilan PT baik di dalam maupun di luar pengadilan yang akan dituangkan ke dalam judul tesis “Analisis Hukum Kedudukan General Manager Mewakili Perseroan Baik Di Dalam Maupun Di Luar Pengadilan (Studi pada PT.
Pelabuhan Indonesia I (Persero), Medan)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dalam Tesis ini yang menjadi permasalahan, yaitu :
1. Bagaimana pengaturan tentang kuasa direksi di Indonesia?
2. Bagaimana kedudukan General Manager dalam mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero), Medan?
3. Bagaimana akibat hukum pemberian kuasa dari Direksi kepada General Manager untuk mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero), Medan?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang akan menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pengaturan tentang kuasa direksi di Indonesia;
2. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan General Manager dalam mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan pada PT.
Pelabuhan Indonesia I (Persero), Medan;
3. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum pemberian kuasa oleh Direksi kepada General Manager untuk mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero), Medan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian Tesis ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat secara teoretis, penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian ataupun bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu Kenotariatan khususnya Hukum Perusahaan terkait kedudukan General Manager mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
2. Manfaat secara praktis, dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang sangat berharga bagi Direksi dan General Manager dalam mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian yang dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum diketahui bahwa belum pernah ada penelitian yang berjudul “Analisis Hukum Kedudukan General Manager Mewakili Perseroan Baik Di Dalam Maupun Di Luar Pengadilan (Studi pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero), Medan).”
Adapun judul penelitian ini memiliki kaitan judul dengan beberapa tesis yang sudah diteliti oleh Mahasiswa terdahulu pada Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yaitu :
1. Henny Suryani, (NIM. 097011038/Tahun 2011) Analisis Yuridis Mengenai Pemberian Kuasa Dari Direksi Perseroan Terbatas Kepada Komisaris Dalam Meminjam Kredit Pada PT. Bank Mestika Dharma Medan.
Dengan rumusan masalah :
a. Bagaimana Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur mengenai pemberian kuasa?
b. Bagaimana akibat hukum yang dapat timbul sehubungan dengan pemberian kuasa dari direksi kepada anggota dewan komisaris untuk melakukan perbuatan hukum meminjam kredit pada bank?
c. Mengapa pihak bank menerima penggunaan surat kuasa tersebut dalam meminjam kredit?
2. Anriani (NIM. 097011009/Tahun 2011) Pertanggungjawaban Direksi Dalam Melaksanakan Duty Of Loyalty Dan Duty Of Care Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Dengan rumusan masalah :
a. Bagaimana batasan kriteria Direksi Perseroan Terbatas dalam melaksanakan duty of loyalty dan duty of care berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007??
b. Bagaimana tanggung jawab hukum terhadap Direksi Perseroan Terbatas atas pelanggaran duty of loyalty dan duty of care berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007??
3. Linda Marietha Sembiring (NIM. 057011048) Kedudukan Direksi Dalam Hal Terjadinya Benturan Kepentingan Dalam Suatu Perusahaan.
Dengan rumusan masalah :
a. Bagaimana kedudukan Direksi dalam hal terjadinya benturan kepentingan transaksi tertentu dengan perseroan?
b. Bagaimana tindakan Direksi yang termasuk dalam kategori transaksi yang mengandung benturan kepentingan dengan perseroan?
c. Bagaimana upaya mengatasi terjadinya benturan kepentingan Direksi dengan perseroan?
Dari beberapa judul penelitian tersebut diatas tidak ada kesamaan dengan penelitian yang berjudul “Analisis Hukum Keabsahan General Manager Mewakili Perseroan Baik Di Dalam Maupun Di Luar Pengadilan”. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau
pegangan teoritis dalam penelitian.14
Teori adalah kerangka intelektual yang diciptakan untuk bisa menangkap dan menjelaskan objek yang dipelajari secara seksama. Suatu hal yang semula tampak bagaikan cerita cerai berai tanpa makna sama sekali, melalui pemahaman secara teori bisa dilihat sebagai sesuatu yang lain, sesuatu yang mempunyai wujud yang baru dan bermakna.15
Teori hukum merupakan tujuan akhir dari ilmu pengetahuan. Hal tersebut dapat dimaklumi, karena batasan dan sifat hakikat suatu teori adalah Seperangkat konstruk (konsep), batasan, dan proposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan-hubungan antarvariabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan gejala itu.16
Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah Teori Organ (organ theory) dari Otto von Gierke (1841-1921) dengan pengikutnya L.G. Polano. Teori ini memberi status perseroan terbatas sama seperti manusia dimana yang melakukan pengurusan adalah organ perseroan. Hal ini merupakan salah satu prinsip dari sebuah perseroan terbatas.
Teori organ mengangap badan hukum tidak sebagai suatu fiksi atau perumpamaan melainkan sebagai suatu kenyataan belaka (realitas). Para menganut
14M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian Hukum, Cetakan I, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80
15Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum: Esai-Esai Terpilij, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hal.1
16 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hal. 42
teori ini menggambarkan badan hukum sebagai sesuatu yang tidak berbeda dengan seorang manusia.17
Kalau seorang manusia bertindak dengan alat-alatnya (organ) berupa tangan, kaki, jari, mulut, otak dan lain sebagainya, maka badan hukum juga bertindak dengan alat-alatnya berupa rapat anggota atau ketuanya dari badan hukum. Oleh karena alat- alat ini berupa orang-orang manusia juga, maka apabila ada syarat-syarat dalam peraturan hukum yang melekat pada tubuh manusia syarat-syarat ini dapat juga dipenuhi oleh badan hukum.18
Menurut teori organ (Otto von Gierke), badan hukum adalah sesuatu yang sungguh-sungguh ada di dalam pergaulan yang mewujudkan kehendaknya dengan perantara alat-alatnya (organ) yang ada padanya (pengurusnya), jadi bukanlah sesuatu yang fiksi tetapi merupakan makhluk yang sungguh-sungguh ada secara abstrak dari konstruksi yuridis.19
Teori organ menganggap bahwa badan hukum merupakan een bestaan, dat hun realiteit dari konstruksi yuridis seolah-seolah sebagai manusia yang sesunggunnya dalam lalu lintas hukum juga mempunyai kehendak sendiri yang dibentuk melalui alat-alatnya, yaitu pengurus dan anggotanya dan sebagainya.
Putusan yang dibuat pengurus adalah kemauan badan hukum.20
17 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi Di Indonesia, (Jakarta: Dian Rakyat, 1969), hal. 10
18Ibid.
19R. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 153.
20H. Salim, HS, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 180
Misalnya suatu perseroan terbatas dipanggil sebagai saksi di depan pengadilan, menurut stelsel hukum di Indonesia kesaksian diberikan mengenai hal- hal yang dilihat, didengar, dan diketahui secara langsung oleh saksi sendiri. Timbul persoalan ketika dipanggil ke depan pengadilan, yang memberi kesaksian adalah pengurus baru berdasarkan catatan-catatan perseroan yang bersangkutan. Sedangkan pengurus lama yang telah mengalami sendiri telah meninggal dunia. Apakah kesaksian seperti ini diperbolehkan? Menurut teori organ, badan hukum sebagai wujud yang nyata maka kesaksian itu dapat diterima. Misalnya lagi, apabila perseroan bertindak salah, menurut teori ini perseroan dapat dipertanggungjawabkan karena perseroan diwakili oleh pengurusnya, maka pengurus perseroan itulah yang dituntut.21 Dalam UUPT diatur bahwa organ perseroan terbatas adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris. RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/ atau anggaran dasar.22 Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.23Dewan Komisaris adalah organ
21Agus Budiarto, Op. Cit., hal. 29
22Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
23Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.24
Pelaksana pengurusan sehari-hari perseroan dilakukan oleh suatu organ yang dinamakan Direksi. Keberadaan Direksi dalam suatu perseroan sangatlah penting karena Direksi mempunyai peran penting dalam menjalankan operasional perseroan sehingga perseroan dapat mencapai maksud dan tujuannya. Keberadaan Direksi dalam perseroan ibarat nyawa bagi perseroan. Tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya Direksi. Sebaliknya, tidak mungkin ada Direksi tanpa adanya perseroan.25 Keberadaan Direksi diperlukan suatu perseroan sebagai salah satu pilar utama dalam mengurus perseroan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Direksi dapat diibaratkan sebagai nahkoda perseroan.26
Direksi sebagai organ perseroan merupakan alat perseroan yang melakukan hampir semua kegiatan perseroan. Pimpinan perseroan berikut usaha-usahanya ada pada Direksi sehingga Direksi mengambil bagian dalam lalu lintas hukum untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum dengan pihak lain (pihak ketiga).
Direksi juga berwenang mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan berdasarkan undang-undang dan anggaran dasar.
Suatu perseroan haruslah mempunyai organisasi yang teratur karena perseroan dapat melakukan perbuatan hukum melalui organnya. Batasan perbuatan dan
24Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
25Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), hal. 40
26Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 41
kedudukan organ perseroan diatur dalam anggaran dasar dan peraturan atas keputusan rapat anggota yang termasuk pembagian tugasnya. Organ dalam perseroan bertindak sebagai perwakilan perseroan dan dipilih serta diganti berdasarkan peraturan perseroan. Perseroan mempunyai anggaran dasar yang dimuat dalam akta pendiriannya dan mencerminkan keberadaan suatu organisasi yang teratur. Dalam anggaran dasar ini ditentukan tata tertib organisasi dalam aktivitasnya dan bila ada hal-hal yang belum tertampung dalam anggaran dasar ini, dapat diatur melalui keputusan-keputusan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).27
Selain menggunakan teori organ dari Otto von Gierke, dalam penelitian ini juga menggunakan teori pemberian kuasa. Pemberian Kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.28Dengan kata lain, penerima kuasa dapat bertindak dan/atau berbuat seolah-olah ia adalah orang yang memberi kuasa itu. Pasal 1792 KUH Perdata memberikan batasan defenisi mengenai “lastgeving”, adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberi kuasa kepada orang lain yang menerimanya untuk dan atas namanya melakukan suatu urusan. Perkataan “suatu urusan’ pada umumnya diartikan sebagai perbuatan hukum, sedangkan kata “atas namanya” mengandung arti bahwa penerima kuasa bertindak mewakili pemberi kuasa.29
27Agus Budiarto, Op. Cit., hal. 25
28Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
29Komar Andasasmita, Notaris II Contoh Akta Otentik Dan Penjelasannya, Ikatan Notaris Indonesia, 1990, hal. 492.
Seorang penerima kuasa wajib untuk menyelesaikan perbuatan hukum yang dimaksud dalam suatu pemberian kuasa dan apabila hal tersebut tidak dilaksanakan maka penerima kuasa dapat dimintakan ganti kerugian bila terjadi kerugian sebagai akibat dari tidak dilaksanakannya perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam pemberian kuasa.30
Kuasa adalah pernyataan dengan mana seorang memberikan wewenang kepada penerima kuasa untuk mengikat pemberi kuasa secara langsung dengan pihak lain. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa berlaku sah sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemberi kuasa sendiri. Sehingga dalam hal Direksi memberi kuasa kepada General Manager mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan adalah sah bagi General Manager mewakili perseroan sebagai perbuatan hukum dari Direksi.
Pemberian kuasa yang sah menurut Pasal 103 UUPT adalah dalam bentuk tertulis dan merupakan kuasa khusus. Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi kepentingan si pemberi kuasa.31
Si Kuasa tidak diperbolehkan melakukan sesuatu apapun yang melampaui kuasanya; kekuasaan yang diberikan untuk menyelesaikan sesuatu urusan dengan jalan perdamaian, sesekali tidak mengandung kekuasaan untuk menyerahkan
30Pasal 1800 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
31Pasal 1795 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
perkaranya kepada putusan wasit.32 Si pemberi kuasa dapat menggugat secara langsung orang dengan siapa si kuasa telah bertindak dalam kedudukannya dan menuntut daripadanya pemenuhan perjanjian.33
2. Konsepsi
Konsepsi merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsep-konsep yang akan diteliti. Salah satu cara untuk menjelaskan konsep-konsep tersebut adalah dengan membuat definisi. Definisi merupakan suatu pengertian yang relatif lengkap tentang suatu istilah dan definisi bertitik tolak pada referensi.34
Terlihat jelas bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis (tinjauan pustaka), yang seringkali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsi belaka kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian.35
Dalam penelitian tesis ini, perlu kiranya didefenisikan beberapa pengertian tentang konsep-konsep guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, selanjutnya akan dijelaskan maksud dari istilah- istilah tersebut dalam suatu kerangka konsep. Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel
32Pasal 1797 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
33Pasal 1799 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
34Amiruddin dan Zainal Asikin, Op.Cit., hal.61
35 Ibid., hal.47-48
dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan, yaitu:
1. Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.36
2. General Manager dalam hal ini adalah fungsi jabatan kerja tinggi pada sebuah perseroan terbatas yang bertugas memimpin, mengelola, dan mengkoordinasikan semua hal yang berkaitan dengan jalannya roda cabang perusahaan.
3. Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.37
4. Kuasa adalah kuasa khusus untuk perbuatan tertentu sebagaimana dalam surat kuasa.38 Dalam hal ini adalah kuasa khusus yang diberikan Direksi kepada General Manager untuk mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
5. Pemberian Kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberi
36Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
37Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
38Penjelasan umum Pasal 103 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.39 Pemberian kuasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemberian kuasa oleh Direksi kepada General Manager.
G. Metode Penelitian
Metode (Inggris: method, Latin: methodus, Yunani: methodos-meta berarti sesudah, diatas; sedangkan hodos, berarti suatu jalan, suatu cara). Mula-mula metode diartikan secara harfiah sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, menjadi penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana tertentu.40
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahannya yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.41
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan pustaka dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum,
39Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
40Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2005), hal.15
41Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2013), hal.
31.
sumber-sumber hukum, teori hukum, buku-buku, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.42
Penelitian hukum normatif dikonsepkan sebagai apa yang tertulis didalam peraturan perundang-undangan (law in the books) atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas.43
Dalam hal ini dilakukan studi pustaka yang segala sesuatunya berkaitan dengan pengaturan hukum mengenai Analisis Hukum Kedudukan General Manager Mewakili Perseroan Baik Di Dalam Maupun Di Luar Pengadilan (Studi pada PT.
Pelabuhan Indonesia I (Persero), Medan).
2. Sumber Data Penelitian
Berhubung karena metode penelitian adalah penelitian hukum normatif maka sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari bahan penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, seperti:44
1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum atau dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang berupa bahan pustaka yang berisikan peraturan Perundang-undangan, yang antara lain terdiri dari:
a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata;
42Johny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayu Media Publishing, 2008), hal 25-26
43 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Pers, 2007), hal. 43
44Ibid, hal. 23-24
b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer berupa hasil kajian seminar-seminar, jurnal-jurnal, buku-buku, serta karya tulis lainnya yang terdapat pada website yang terpercaya yang berhubungan dengan objek yang diteliti.
3. Bahan hukum tersier, yakni yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum ensiklopedia, dan kamus besar bahasa Indonesia.
Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini juga digunakan data pendukung yang diperoleh dari wawancara dengan pihak yang telah ditentukan sebagai informan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun untuk mendapatkan data yang diperlukan, maka dilakukan pengumpulan data melalui tahap-tahap penelitian antara lain sebagai berikut:
1. Studi Kepustakaan (Library Research)
Studi kepustakaan yaitu menghimpun data dari hasil penelaahan bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Untuk memperoleh data sekunder yang berupa bahan hukum primer, hukum sekunder dan hukum tersier dalam penelitian ini akan menggunakan alat penelitian studi dokumen/pustaka atau penelitian pustaka (library research) yaitu dengan cara mengumpulkan semua peraturan perundang-
undangan, dokumen-dokumen hukum dan buku-buku yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.45
2. Pedoman Wawancara
Hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan. Wawancara dilakukan secara terstuktur dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu. Adapun pihak yang ditentukan sebagai informan adalah:
a. Basuki Widodo, S.H., M.M, Senior Menejer Bidang Hukum PT Pelabuhan Indonesia I (Persero), Medan;
b. Trisna Wardani dan Irwansyah, Divisi Perencanaan dan Pengembangan SDM PT Pelabuhan Indonesia I (Persero), Medan;
c. Khairul Ulya, Plh Menejer SDM dan Umum PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan;
d. Suprayitno S.H., M.Kn, Notaris di Kota Medan.
4. Analisa Data
Dalam suatu penelitian sebelumnya perlu disusun secara sistematis kemudian akan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatif.
Kualitatif berarti akan dilakukan analisa data yang bertitik tolak dari penelitian
45 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 156-159.
terhadap asas atau prinsip sebagaimana yang diatur di dalam bahan hukum primer.46 Artinya bahwa akan dilakukan penguraian, menghubungkan dengan peraturan yang berlaku serta pendapat ahli, dan hasil yang diperoleh dari analisis ini berbentuk tesis.47
Semua data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah yang akan diteliti.
Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus.48
46Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 105
47Ibid, hal. 107.
48Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Op.Cit,. hal.109
BAB II
PENGATURAN TENTANG KUASA DIREKSI DI INDONESIA
A. Tinjauan Umum Tentang Kuasa
1. Pengertian Kuasa dan Pemberian Kuasa
Kekuasaan atau wewenang yang diberikan untuk melakukan perbuatan hukum atas nama orang lain dalam bahasa Belanda disebut volmacht, dan dalam bahasa Inggris disebut power of attomey. 49 Kuasa menurut G.H.S.L Tobing adalah pernyataan, dengan mana seseorang memberikan wewenang kepada orang atau badan hukum lain untuk dan atas namanya melakukan perbuatan hukum.50 Surat kuasa adalah surat yang berisi pelimpahan wewenang dari seseorang atau pejabat tertentu kepada seseorang atau pejabat lain. Pelimpahan wewenang dapat mewakili pihak yang memberi wewenang.51
Hukum perusahaan mengenal perwakilan berdasarkan kuasa atau pengangkatan. Perwakilan ini adalah penugasan untuk melakukan pekerjaan, yang menurut undang-undang di dalamnya mengandung wewenang mewakili. Wewenang ini dapat dicabut setiap waktu dan dapat berakhir karena meninggalnya orang yang melakukan pengangkatan.
Direksi suatu perseroan adalah pemegang kuasa dari badan hukum tersebut, sehingga berlaku ketentuan pemberian kuasa yang diatur dalam Kitab Undang-
49R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1994), hal. 142
50Komar Andasasmita, Op.Cit., hal. 471
51H. Asrori, Wakil Ketua Pengadilan Agama Dumai, Disampakan pada acara diskusi rutin hakim dan pegawai, di ruang sidang utama PA Dumai pada hari Kamis, tanggal 28 Juni 2012.
Undang Hukum Perdata. Direksi wajib mematuhi semua ketentuan Anggaran Dasar, Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan semua peraturan perundang- undangan yang terkait.52
Pemberian kuasa merupakan perjanjian timbal balik karena menimbulkan hak dan kewajiban bagi pemberi dan penerima kuasa, tetapi apabila pemberian kuasa hanya mengandung kewajiban pada salah satu pihak saja, misalnya pemberian kuasa tanpa upah, maka hal ini merupakan perjanjian timbal balik tak sempurna dan digolongkan kepada perjanjian sepihak.53Pemberian kuasa diatur dalam Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Pasal 1792 KUH Perdata menyebutkan pengertian pemberian kuasa sebagai suatu perjanjian dimana seseorang memberikan kuasa kepada orang lain yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
Menyelenggarakan urusan berarti melaksanakan perbuatan hukum tertentu sesuai isi kuasa yang melahirkan akibat hukum.
Pasal 1793 KUH Perdata menyatakan bahwa kuasa dapat diberikan dan dalam diterima dalam bentuk suatu akta umum, dalam suatu tulisan di bawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerima suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh yang diberi kuasa. Rumusan Pasal 1793 KUH Perdata ini memberikan arti dan makna yang sangat mendalam, yaitu bahwa:
52Ibid., hal. 490
53J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku Satu, Citra (Bandung: Aditya Bakti, 2001), hal. 45
1. Lastgeving atau pemberian kuasa adalah suatu perjanjian konsensuil, yang tidak terikat dengan suatu bentuk formil tertentu;
2. Sebagaimana suatu perjanjian pada umumnya, kuasa juga memerlukan penawaran dan penerimaan. Suatu pemberian kuasa baru berlaku dan mengikat manakala telah ada penerimaan oleh penerima kuasa atas suatu kuasa yang ditawarkan oleh pemberi kuasa;
3. Penerimaan kuasa dapat terjadi dengan suatu bukti penerimaan yang secara tegas menyatakan kehendaknya untuk menerima kuasa tersebut dan melaksanakan kuasa yang diberikan; maupun secara langsung melaksanakan kuasa yang ditawarkan tersebut. Konteks yang terakhir ini oleh KUH Perdata dinyatakan sebagai penerima kuasa secara diam-diam.54
Menurut Algra, pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kuasa kepada pihak yang lain yaitu penerima kuasa (lasthebber) yang menerimanya untuk atas namanya sendiri atau untuk menyelenggarakan satu perbuatan hukum atau lebih untuk yang memberi kuasa itu.55
Selanjutnya Algra mengemukakan ciri-ciri dari perjanjian pemberian kuasa yaitu:
1. Bebas bentuk, artinya dapat dibuat dalam bentuk lisan atau tertulis; dan 2. Persetujuan timbal balik para pihak telah mencukupi.56
Menurut Herlien Budiono, unsur pemberian kuasa adalah:
1. Persetujuan, yaitu sesuai dengan syarat sahnya perjanjian.
2. Memberi kekuasaan kepada penerima kuasa yaitu pemberi kuasa dan penerima kuasa telah menyetujui tentang pemberian kuasa tersebut.
3. Atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan yaitu penerima kuasa melakukan tindakan hukum demi kepentingan dari pemberi kuasa baik yang dirumuskan secara umum maupun yang dinyatakan dengan kata-kata secara tegas.57
54Gunawan Widjaja, Aspek Hukum Dalam Bisnis: Pemilikan, Perwakilan & Pemberian Kuasa Dalam Sudut Pandang KUH Perdata, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 174-175
55Salim, H.S., Op. Cit., hal. 84
56Ibid.
57Herlien Budiono, Pengikatan Jual Beli Dan Kuasa Mutlak, Majalah Renvoi, Edisi Tahun I No. 10, Bulan Maret 2004, Hal. 57
Sedangkan menurut I. G. Rai Widjaya, berdasarkan Pasal 1972 KUH Perdata, unsur-unsur dari pemberian kuasa adalah sebagai berikut:
1. Adanya persetujuan
2. Memberikan kuasa kepada penerima kuasa
3. Atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan. Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dimana seseorang memberi kekuasaan atau wewenang (lastgeving) kepada orang lain yang menerimanya (velimacht lasthebber) untuk dan atas namanya (lastgever) menyelenggarakan suatu urusan).58
Kemudian makna kata “untuk atas namanya”, berarti bahwa yang diberi kuasa bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa, sehingga segala sebab dan akibat dari perjanjian itu menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pemberi kuasa dalam batas- batas yang diberikan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1807 KUH Perdata.59
Tiada perselisihan paham tentang arti dari kata “atas nama’, yaitu bahwa pihak yang diberi kuasa, bertindak secara mewakili pihak yang memberi kuasa (vertegenwoordiging). Juga ada kata sepakat bahwa soal pemberian kuasa dan soal perwakilan adalah dua hal tersendiri yang tidak selalu berada bersama-sama pada suatu perbuatan hukum. Yang menjadi perselisihan paham ialah bahwa suatu pendapat berpegang teguh pada adanya kata-kata tersebut, artinya bahwa yang dinamakan oleh BW “pemberian kuasa” (lastgeving) itu adalah pemberian kuasa yang disertai perwakilan (Van Brakel). Sedangkan pendapat kedua menganggap seolah-olah kata-kata “atas nama” itu tidak termuat dalam Pasal 1792 BW dan menganggap bahwa yang dimaksud oleh BW dinamakan dan diatur selaku
58I. G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, (Jakarta: Megamaspion, 2003), hal. 85
59Djaja S. Meliala, Op.Cit., hal. 3
“lastgeving” itu adalah pemberian kuasa pada umumnya, jadi apabila tidak disertai perwakilan.60
Perwakilan berarti bahwa dalam hubungan antara si kuasa (lasthebber) dan seorang ketiga yang diikat bukan si kuasa melainkan orang yang diwakilinya, jadi si pemberi kuasa. Perwakilan ini tidak ada apabila si kuasa bertindak terhadap seorang ketiga itu seolah-olah untuk kepentingan dan si kuasa. Sedangkan perwakilan merupakan hubungan eksternal antara si pemberi kuasa dan seorang ketiga.61
2. Sifat Kuasa
Menurut Salim, HS, jika dilihat dari cara terjadinya, perjanjian pemberian kuasa dapat dibedakan menjadi tujuh macam, yaitu:
1. Akta umum
2. Surat di bawah tangan 3. Lisan
4. Diam-diam 5. Cuma-Cuma 6. Kuasa khusus 7. Kuasa umum62
Pemberian kuasa dengan akta umum adalah suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan menggunakan akta notariel. Artinya pemberian kuasa itu dilakukan di hadapan atau di muka Notaris.
Dengan demikian pemberian kuasa mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
60 Joko Prakoso dan Bambang Riyadi Lany, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu Di Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal.191-192
61Ibid, hal. 192
62Salim, H.S, Op.Cit., Hal 84
Pemberian kuasa dengan di bawah tangan adalah suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa. Artinya surat kuasa itu hanya dibuatkan oleh para pihak. Pemberian kuasa lisan adalah suatu kuasa yang dilakukan secara lisan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa.
Pemberian kuasa secara diam-diam adalah suatu kuasa yang dilakukan secara diam-diam oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa. Sedangkan pemberian kuasa secara Cuma-Cuma adalah suatu pemberian kuasa yang dilakukan pemberi kuasa kepada penerima kuasa tanpa adanya penerimaan atau penggantian biaya dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa.
Pemberian kuasa khusus yaitu suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa mengenai kepentingan tertentu atau lebih dari pemberi kuasa. Sedangkan pemberian kuasa umum adalah pemberian kuasa yang dilakukan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa yang isi atau substansinya bersifat umum (segala kepentingan) dari pemberi kuasa.
Pasal 1795 KUH Perdata menentukan bahwa pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa. Selanjutnya Pasal 1796 KUH Perdata menetukan bahwa pemberian kuasa yang dirumsukan dalam kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan. Untuk memindahtanganan benda-benda atau untuk meletakkan hipotik di atasnya, atau lagi untuk membuat suatu perdamaian, ataupun sesuatu perbuatan lain yang hanya dapat
dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas.
Berdasarkan rumusan pasal tersebut diatas dapat diketahui bahwa ada dua jenis kuasa pemberian kuasa, yaitu:
1. Kuasa khusus 2. Kuasa umum
Kuasa khusus, yaitu kuasa untuk menyelenggarakan hal-hal sebagaimana dikecualikan dari tindakan pengurusan.63Dalam hal ini, bahkan rumusan Pasal 1797 KUH Perdata menentukan:
Si kuasa tidak diperbolehkan melakukan sesuatu apapun yang melampaui kuasanya; kekuasaan yang diberikan untuk menyelesaikan suatu urusan dengan jalan perdamaian, sekali-kali tidak mengandung kekuasaan untuk menyerahkan perkaranya kepada putusan wasit.
Kuasa umum, yaitu kuasa untuk melakukan pengurusan. Dalam kuasa yang demikian, terkadung di dalamnya setiap tindakan yang berhubungan dengan pengurusan layaknya seorang wali. Dengan demikian maka seorang penerima kuasa umum tidak diperkenankan untuk:
1. Meminjamkan uang;
2. Mengasingkan atau membebani benda-benda tak bergerak, termasuk menjual atau memindahtangankan surat-surat utang negara, piutang-piutang dan andil- andil;
3. Menyewa atau mengambil dalam hak usaha untuk diri sendiri;
4. Menerima warisan, selain dengan hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan tersebut.
5. Menolak warisan;
6. Menerima hibah;
7. Memajukan suatu gugatan di muka hakim;
63Gunawan Widjaja, Op. Cit., hal. 177-178
8. Memajukan suatu pembelaan atas suatu gugatan;
9. Meminta pembagian dan pemisahan harta peninggalan;
10. Mengadakan perdamaian di luar hakim;
11. Menyerahkan suatu perkara kepada suatu lembaga penyelesaian sengketa alternatif.64
Kuasa khusus digunakan hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, sehingga jelas dan tegas dinyatakan perbuatan apa yang dapat dilakukan oleh penerima kuasa. Misalnya untuk mengalihkan hak atas barang bergerak atau tidak bergerak, memasang hipotek atau membebankan hak tanggungan, melakukan suatu perdamaian atau perbuatan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik.65
Kuasa umum berdasarkan Pasal 1796 KUH Perdata adalah suatu pemberian kuasa secara umum yang meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan yang mencakup segala kepentingan pemberi kuasa, kecuali perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik. Misalnya melakukan tindakan pengurusan, penghunian atau pemeliharaan seperti membayar rekening listrik, telepon, dan rekening air serta tindakan lain yang merupakan tindakan pemilikan sementara terhadap sebuah rumah atau lebih yang terletak di kota tertentu atau jalan tertentu.
Untuk mengajukan suatu perkara gugatan di muka pengadilan menurut Pasal 123 H.I.R diperlukan suatu kuasa khusus tertulis. Sifat khusus itu ditujukan kepada keharusan menyebutkan nama pihak yang digugat dan mengenai perkara apa. Kuasa tersebut boleh diberikan secara lisan apabila penggugat membawa orang yang akan diberi kuasa itu ke depan sidang pengadilan, kemudian di depan sidang pengadilan itu
64Ibid., hal. 177
65Djaja S. Meliala, Op.Cit., hal. 5