• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Bab III Tinjauan Pustaka

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1

SISTEM IRIGASI

Irigasi secara umum didefinisikan sebagai kegiatan yang bertalian dengan usaha untuk mendapatkan air guna menunjang kegiatan pertanian seperti sawah, ladang atau perkebunan. Usaha tersebut menyangkut pembuatan sarana dan prasarana irigasi yaitu berupa bangunan dan jaringan saluran untuk membawa dan membagi air secara teratur ke petak irigasi yang selanjutnya digunakan untuk kebutuhan tanaman itu sendiri.

Usaha penyediaan air memiliki delapan kegunaan sebagai berikut :

1. Penambahan air ke dalam tanah untuk menyediakan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman.

2. Menyediakan jaminan panen pada saat musim kemarau yang pendek.

3. Mendinginkan tanah dan atmosfer sehingga menimbulkan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman.

4. Mengurangi bahaya pembekuan

5. Mengurangi atau mencuci garam dalam tanah. 6. Mengurangi bahaya erosi tanah.

7. Melunakkan pembajakan dan gumpalan tanah. 8. Memperlambat pembentukan tunas.

3.1.1 Jenis-Jenis Sistem Irigasi

Ada 5 macam sistem irigasi yang kita gunakan. Pemilihan sistem mana yang akan dipakai tergantung dari keadaan topografi, biaya dan teknologi yang ada.

Lima macam sistem irigasi itu adalah :

1. Irigasi Gravitasi (Open Gravitation Irrigation)

Sistem ini adalah sistem irigasi yang memanfaatkan gaya tarik bumi untuk pengaliran airnya. Air mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat yang lebih rendah karena pengaruh gaya gravitasi. Jenis irigasi yang termasuk sistem irigasi gravitasi adalah :

(2)

Bab III Tinjauan Pustaka a. Irigasi genangan liar

Air dialirkan ke permukaan sawah melalui bangunan pengatur. Jenis irigasi ini meliputi :

1) Irigasi tanah lebak (lebak tanah yang lebih rendah di sepanjang sungai)

Pada irigasi tanah lebak pada saat air besar (setelah hujan) air akan melimpah ke sisi sungai. Pada saat air surut maka akan ada sedikit sisa air yang tertinggal. 2) Irigasi banjir

Pada dasarnya prinsipnya sama dengan irigasi tanah lebak, hanya saja pada irigasi banjir ini dataran di sisi sungai bukan dataran lebak sehingga perlu diadakan pintu air. Pintu ini dibuka sewaktu sungai mulai banjir agar air dapat mengairi dataran sisi sungai. Bila air mulai surut maka pintu ditutup supaya air tidak kembali ke sungai.

3) Irigasi pasang-surut

Sistem irigasi ini memanfaatkan adanya pasang surut dari air laut untuk mengairi air sawah. Berbeda dengan irigasi pasang surut genangan liar, irigasi pasang surut ini dapat dikendalikan sepenuhnya. Pada saat air pasang, diharapkan lapisan air bagian atas yang masih tawar dapat memenuhi kebutuhan lahan, sedangkan pada saat surut dilakukan proses drainase.

b. Irigasi genangan dari saluran

Pemberian dan pembuangan air dapat dikendalikan sepenuhnya, baik besar maupun waktunya. Jenis ini meliputi :

1) Irigasi genangan

Digunakan untuk tanaman yang memerlukan banyak air (misalnya padi). Sistem ini murah dalam penyelenggaraannya tetapi air yang digunakan sangat banyak dan cenderung boros.

2) Irigasi petak jalur (border strip irrigation)

Jenis irigasi ini sangat baik untuk tembakau, jagung dan sebagainya. Dalam jenis irigasi ini diusahakan agar lahan tidak terlalu landai supaya air cepat turun, diperlukan pematang antara untuk mempercepat aliran tersebut.

3) Irigasi kotak (basin irrigation)

Jenis irigasi ini digunakan untuk perkebunan. c. Irigasi alur dan gelombang

(3)

Bab III Tinjauan Pustaka

Banyaknya alur tergantung pada : 1) Macam tanah

2) Kemiringan 3) Jenis tanaman

Kecepatan aliran tidak boleh terlalu besar agar tidak terjadi penggerusan. 2. Irigasi Bawah Tanah (subsurface Irrigation )

Tanah dialiri melalui bawah permukaannya. Air dialirkan melalui saluran-saluran yang ada di sisi petak sawah. Akibat adanya air ini, muka air tanah pada petak-petak sawah akan naik. Kemudian air tanah akan mencapai daerah perakaran secara kapiler. Dengan demikian tanaman akan memperoleh air. Berikut beberapa persyaratan yang harus dipenuhi :

a. Lapisan tanah atas mempunyai permeabilitas yang cukup tinggi.

b. Lapisan tanah bawah cukup stabil dan kedap air berada pada kedalaman c. 1.5 sampai 3 meter.

d. Permukaan tanah sangat datar

e. Air berkualitas baik dan berkadar garam rendah. f. Organisasi pengatur berjalan dengan baik. 3. Irigasi Siraman (closed gravitation irrigation)

Pada sistem ini air akan disalurkan melalui jaringan pipa, kemudian disemprotkan ke permukaan tanah dengan kekuatan mesin pompa air. Sistem ini lebih efisien dibandingkan dengan cara gravitasi dan irigasi bawah tanah.

4. Irigasi tetesan (trickle irrigation)

Air irigasi disalurkan lewat jaringan pipa dan diteteskan tepat di daerah perakaran tanaman. Irigasi ini juga menggunakan mesin pompa air sebagai tenaga penggerak. Perbedaan dengan sistem irigasi siraman :

a. Pipa tersier jalurnya melalui pohon.

b. Tekanan yang dibutuhkan kecil, karena hanya diteteskan dengan tekanan lapangan 1 atm.

Sistem irigasi yang dipakai dalam pengerjaan tugas akhir “Rancangan Desain Rinci (DED) Bangunan Bendung Utama dan Jaringan Irigasi D.I Sidey di Kabupaten Manokwari-Papua” ini adalah sistem irigasi gravitasi genangan dari saluran irigasi genangan. Prinsip sistem irigasi ini adalah saluran pembawa, saluran sawah dan saluran pembuang dibuat terpisah dan diusahakan tidak saling berpotongan. Air disalurkan ke saluran pembawa, dari

(4)

Bab III Tinjauan Pustaka

saluran pembawa ini air disadap menggenangi petak-petak sawah. Air mengalir terus dari saluran pembawa ke petak sawah tertinggi, kemudian mengalir ke petak sawah yang lebih rendah. Air yang berkelebihan, yaitu air sisa yang mengalir dari petak sawah terakhir dari suatu petak tersier, dibuang melalui saluran pembuangan. Idealnya setiap sawah mempunyai tempat penyadapan dan pembuangan sendiri.

3.1.2 Data Untuk Perencanaan Irigasi

Terdapat beberapa data yang diperlukan dalam perencanaan irigasi, diantaranya: 1. Data Curah Hujan.

Diperlukan untuk menentukan curah hujan rencana di lokasi studi daerah irigasi D.I Sidey, yang didapat dari stasiun curah hujan.

2. Data Evapotranspirasi

Data mengenai evapotranspirasi diperlukan untuk menentukan besarnya evaporasi tanaman. Data-data yang diperlukan untuk perhitungan ini adalah temperatur, kelembaban relatif, sinar matahari, angin, dll.

3. Data Topografi

Diperlukan peta topografi untuk melihat garis-gari kontur atau ketinggian di lokasi studi daerah irigasi D.I Sidey.

4. Data Geoteknik

Diperlukan data mekanika tanah berupa sifat-sifat dan karakteristik tanah di lokasi studi. 5. dll

3.1.3 Jaringan Irigasi

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas , jaringan irigasi dapat dibedakan kedalam 3 (tiga) tingkatan yaitu :

1. sederhana 2. semi teknis 3. teknis

Perbedaan dari klasifikasi jaringan irigasi diatas adalah berdasarkan bangunan utama, kemampuan dalam mengatur dan mengukur debit, bentuk jaringan saluran, pengembangan petak tersier, efisiensi secara keseluruhan, dan ukuran.

Dalam konteks standardisasi irigasi ini, hanya irigasi teknis saja yang ditinjau. Bentuk irigasi yang lebih maju ini cocok untuk dipraktekkan di sebagian besar proyek irigasi di Indonesia,

(5)

Bab III Tinjauan Pustaka

termasuk dalam pengerjaan Tugas Akhir Jaringan Irigasi D.I Sidey Kabupaten Manokwari-Papua.

Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok, yaitu : - bangunan-bangunan utama (head works) dimana air diambil dari sumbernya, umumnya

sungai atau waduk

- jaringan pembawa, berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak tersier - petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif air

irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier.

- sistem pembuang yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air lebih ke sungai atau saluran-saluran alamiah.

1. Irigasi Nonteknis

Di dalam proyek-proyek pembagian air tidak diukur atau diatur, air lebih akan mengalir ke selokan pembuang. Para pemakai air tergabung dalam suatu kelompok yang sama dan tidak diperlukan keterlibatan pemerintah di dalam organisasi jaringan irigasi semacam ini. Persediaan air biasanya melimpah dan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air.

Jaringan yang masih sederhana itu mudah diorganisasi tetapi memiliki kelemahan-kelemahan yang serius. Kelemahan tersebut diantaranya yang pertama ada pemborosan air dan karena pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang itu tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur. Kedua, terdapat banyak penyadapan yang memerlukan lebih banyak biaya lagi dari penduduk karena setiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri. Karena bangunan pengelaknya bukan bangunan tetap/permanen maka umurnya mungkin pendek.

2. Irigasi Semiteknis

Dalam kebanyakan hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi sederhana dan jaringan semiteknis adalah bahwa yang belakangan ini bendungnya terletak di sungai lengkap dengan pengambilan dan bangunan pengukur di bagian hilirnya. Mungkin juga dibangun beberapa bangunan permanen di jaringan saluran. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana.

Kemungkinan bahwa pengambilan dipakai untuk melayani daerah yang lebih luas daripada daerah layanan jaringan sederhana. oleh karena itu biayanya ditanggung

(6)

Bab III Tinjauan Pustaka

oleh lebih banyak daerah layanan. Organisasinya lebih rumit dan jika bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai maka diperlukan lebih banyak keterlibatan dari pemerintah.

3. Irigasi Teknis

Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Hal ini berarti bahwa baik saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing dari pangkal hingga ujung. Saluran irigasi mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah-sawah ke selokan-selokan pembuang alamiah yang kemudian akan membuangnya ke laut.

Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Luas petak tersier adalah maksimum 150 ha. Pembagian air di dalam petak tersier diserahkan kepada petani. Jaringan-saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung di dalam suatu jaringan saluran pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang primer.

Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip-prinsip di atas adalah cara pembagian air yang paling efisien dengan memperhitungkan waktu-waktu merosotnya persediaan air serta kebutuhan-kebutuhan pertanian. Jaringan teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih secara efisien. Jika petak tersier hanya memperoleh air pada satu tempat saja dari jaringan pembawa utama, hal ini akan memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit di saluran primer, eksploitasi yang lebih baik dan pemeliharaan yang lebih murah dibandingkan dengan apabila setiap petani diizinkan untuk mengambil sendiri air dari jaringan pembawa. Kesalahan dalam pengelolaan air di petak-petak tersier juga tidak akan mempengaruhi pembagian air di jaringan utama.

Keuntungan yang dapat diperoleh dari jaringan gabungan semacam ini adalah pemanfaatan air yang lebih ekonomis dan biaya pembuatan saluran lebih rendah karena saluran pembawa dapat dibuat lebih pendek dengan kapasitas yang lebih kecil.

Kelemahan-kelemahannya adalah bahwa jaringan semacam ini lebih sulit diatur dan dieksploitasi, lebih cepat rusak dan menampakkan pembagian air yang tidak merata. Bangunan-bangunan tertentu di dalam jaringan tersebut akan memiliki sifat-sifat seperti bendung dan relatif mahal.

(7)

Bab III Tinjauan Pustaka

3.2 BANGUNAN UTAMA

3.2.1 Pemilihan Lokasi Bendung

Untuk dapat mengalirkan air dari sumber air yaitu sungai ke daerah rencana areal irigasi diperlukan suatu bangunan utama yang dapat mengendalikan air. Ada beberapa tipe bangunan utama yang penggunaannya tergantung pada kecocokan tipe bangunan utama dengan kondisi dan karakteristik lokasi rencana bangunan, baik dari segi teknis maupun non teknis.

Untuk perencanaan tata letak jaringan irigasi terdiri dari tata letak bangunan utama, saluran pembawa, saluran pembuang, pembagian petak-petak tersier serta bangunan bagi sadap. Di dalam suatu perencanaan harus dapat menentukan tipe bangunan, jumlah dan besarnya bangunan air dalam rangka mencari efektifitas pengambilan air. Pada umumnya penentuan lokasi, bentuk dan tipe serta perencanaan pendahuluan bangunan utama harus ditinjau dari berbagai alternatif yang masing-masing alternatif mempunyai keuntungan dan kerugian yang akan diperbandingkan dalam menetapkan pilihan.

Pemilihan lokasi bendung yang dibicarakan dalam hal ini yaitu bendung tetap permanen untuk irigasi. Dalam pemilihan hendaknya dipilih lokasi yang paling menguntungkan dari berbagai segi, yaitu dari segi perencanaan, pengamanan bendung pelaksanaan pengoperasian, dampak pembangunan dan sebagainya. Pemilihan lokasi bendung juga mempertimbangkan pengaruh timbal balik antara morfologi sungai dan bangunan lain yang ada dan yang akan dibangun.

Lokasi bendung dipilih atas pertimbangan beberapa aspek yaitu: 1. Keadaan Topografi

a. Harus dilhat elevasi sawah tertinggi yang akan diairi, sehingga semua daerah rencana irigasi dapat terairi.

b. Bila elevasi sawah tertinggi yang akan diairi telah diketahui, maka elevasi mercu bendung dapat ditentukan sehingga ketinggian mercu bendung dari dasar sungai dapat pula direncanakan.

2. Kondisi Topografi

Perlu memperimbangkan beberapa aspek kondisi topografi dari lokasi bendung, yaitu: a. Ketinggian bendung tidak terlalu tinggi. Bila bendung dibangun di palung sungai,

maka sebaiknya ketinggian bendung dari dasar sungai tidak lebih dari 7 (tujuh) meter, sehingga tidak menyulitkan pelaksanaannya.

(8)

Bab III Tinjauan Pustaka

b. Trace saluran induk terletak di tempat yang baik. Misalnya penggaliannya tidak terlalu dalam dan tanggul tidak terlalu tinggi. Agar tidak menyulitkan pelaksanaan, penggalian saluran induk tidak dibatasi sampai dengan kedalaman 8 (delapan) meter, bila masalah ini dijumpai maka sebaiknya lokasi bendung dipindah ke tempat lain. Kedalaman saluran induk yang diijinkan sampai tanah dasar cukup baik dan saluran tidak terlalu panjang.

c. Penempatan lokasi intake yang tepat dilihat dari segi hidraulik dan angkutan sedimen, sehingga aliran ke intake tidak mengalami gangguan dan angkutan sedimen yang akan masuk ke intake juga dapat dihindari. Untuk menjamin aliran lancar masuk ke intake, salah satu syaratnya, intake harus terletak di tikungan luar aliran atau di bagian sungai yang lurus dan harus dihindari penempatan intake di tikungan dalam aliran.

3. Kondisi Hidraulik dan Morfologi Sungai

a. Pola aliran sungai; kecepatan dan arahnya pada waktu debit banjir, sedang dan kecil.

b. Kedalaman dan lebar muka air pada waktu debit banjir, sedang dan kecil. c. Tinggi muka air pada debit air rencana.

d. Potensi dan distribusi angkutan sedimen.

Bila persyaratan diatas tidak terpenuhi maka dipertimbangkan pembangunan bendung dilokasi lain misalnya di sudetan sungai atau dengan jalan membangun pengendalian sungai.

4. Kondisi Tanah Fundasi

Bendung harus ditempatkan di lokasi dimana tanah fundasinya cukup baik sehingga pembangunan akan stabil. Faktor lain yang harus dipertimbangkan yaitu potensi kegempaan, potensi gerusan karena arus dan sebagainya. Secara teknik bendung dapat ditempatkan di lokasi sungai dengan tanah fundasi yang kurang baik, tetapi bangunan akan membutuhkan biaya yang tinggi, peralatan yang lengkap dan pelaksanaan yang tidak mudah.

5. Biaya Pelaksanaan

Beberapa alternatif lokasi harus dipertimbangkan, yang selanjutnya biaya pelaksanaan, cara pelaksanaan, peralatan dan tenaga dapat ditentukan. Dari beberapa alternatif lokasi ditinjau pula dari segi biaya yang paling murah dan pelaksanaan yang tidak terlalu sulit. 6. Faktor-Faktor Lain

(9)

Bab III Tinjauan Pustaka

Mempertimbangkan penggunaan lahan disekitar bendung, kemungkinan pengembangan daerah disekitar bendung, perubahan morfologi sungai, daerah genangan yang tidak terlalu luas dan ketinggian tanggul banjir.

3.2.2 Bendung Pelimpah 3.2.2.1 Definisi dan fungsi

Menurut Standar Tata Cara Perencanaan Umum Bendung, yang diartikan dengan bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau untuk mendapatkan tinggi air terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke tempat yang membutuhkannya. Sedangkan bangunan air adalah setiap pekerjaan sipil yang dibangun dibadan sungai untuk berbagai keperluan.

Bendung tetap adalah bendung yang terdiri dari ambang tetap, sehingga muka air banjir tidak dapat diatur elevasinya. Pada umumnya dibangun di sungai-sungai ruas hulu dan tengah.

Bendung berfungsi untuk meninggikan taraf muka air, agar air sungai dapat disadap sesuai dengan kebutuhan dan untuk mengendalikan aliran, angkutan sedimen dan geometri sungai sehingga air dapat dimanfaatkan secara aman, efektif, efisien dan optimal.

Bendung sebagai pengatur tinggi muka air sungai dapat dibedakan menjadi bendung pelimpah dan bendung gerak. Dalam bab kajian pustaka ini, yang dibahas adalah bendung pelimpah yang terbuat dari pasangan batu. Bendung pelimpah yang dibangun melintang di sungai, akan memberikan tinggi air minimum pada bangunan intake untuk keperluan irigasi. Merupakan penghalang selama terjadinya banjir dan dapat menyebabkan genangan di udik bendung.

Bendung pelimpah terdiri dari tubuh bendung dan mercu bendung. Tubuh bendung merupakan ambang tetap yang berfungsi untuk meninggikan taraf muka air sunga. Mercu bendung berfungsi untuk mengatur tinggi air minimum, melewatkan debit banjir, dan untuk membatasi tinggi genangan yang akan terjadi di udik bendung. Nama bendung biasanya diambil dari nama sungai atau nama kampung atau desa di sekitar bendung tersebut.

3.2.2.2 Klasifikasi bendung

(10)

Bab III Tinjauan Pustaka

1. Bendung Penyadap

Digunakan sebagai penyadap aliran sungai untuk berbagai keperluan seperti untuk irigasi, air baku dan sebagainya.

Gambar 3.1 Bendung Penyadap 2. Bendung Pembagi Banjir

Dibangun di percabangan sungai untuk mengatur muka air sungai, sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir dan debit rendah sesuai dengan kapasitasnya.

3. Bendung Penahan Pasang

Dibangun di bagian sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut antara lain untuk mencegah masuknya air asin.

Gambar 3.2 Bendung Penahan Pasang Berdasarkan tipe strukturnya bendung dapat dibedakan atas: 1. Bendung Tetap

(11)

Bab III Tinjauan Pustaka

3. Bendung kombinasi

4. Bendung Kembang Kempis 5. Bendung Bottom Intake.

Ditinjau dari segi sifatnya bendung dapat pula dibedakan atas:

1. Bendung permanen seperti bendung pasangan batu, beton dan kombinasi beton dan pasangan batu.

2. Bendung semi permanen seperti bendung bronjong, cerucuk kayu dan sebagainya.

Gambar 3.3 Bendung Semi Permanen

3. Bendung darurat, yang dibuat oleh masyarakat pedesaan seperti bendung tumpukan batu dan sebagainya.

3.2.2.3 Tata letak bendung dan perlengkapannya

Bendung tetap yang terbuat dari pasangan batu untuk keperluan irigasi terdiri atas berbagai komponen yang mempunyai fungsi masing-masing, yaitu:

1. Tubuh bendung

Terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung dengan bangunan peredam energinya.

2. Bangunan intake

Terdiri dari lantai/ambang dasar, pintu, dinding banjir, pilar penempatan pintu, saringan sampah, jembatan pelayan, rumah pintu, dan perlengkapan lainnya. 3. Bangunan pembilas

Dengan under sluice atau tanpa undersluice, pilar penempatan pintu, pintu bilas, jembatan pelayan, rumah pintu, saringan batu dan perlengkapan lainnya.

4. Bangunan perlengkapan lain

Perlengkapan lain yang harus ada pada bendung terdiri dari tembok pangkal, sayap bendung, lantai udik dan dinding rantai, pengarah arus tanggul banjir dan

(12)

Bab III Tinjauan Pustaka

tanggul penutup atau tanpa tanggul, penangkap sedimen atau tanpa penangkap sedimen, tangga, penduga muka air, dan sebagainya.

5. Penangkap Sedimen

3.2.2.4 Bentuk bendung pelimpah

Bendung untuk melimpahkan aliran sungai tubuh bendungnya harus kuat dan stabil. Untuk itu bentuk tubuh bendung bagian udiknya dapat dibuat tegak atau miring. Sedangkan bagian hilirnya dengan kemiringan. Berikut beberapa bentuk pelimpah:

1. Pelimpah Lurus

Umumnya banyak digunakan untuk bendung tetap. Dibangun melintang di palung sungai dan tegak lurus antara tembok pangkal dan pilar pembilas bendung. Mengarah tegak lurus terhadap aliran utama sungai. Aliran sungai yang keluar dari bendung ke hilir akan merata dan tidak terkonsentrasi pada satu bagian, sehingga penggerusan setempat di hilir bendung tidak terpusat pada suatu tempat.

Gambar 3.4 Pelimpah Lurus 2. Pelimpah Lengkung

Bentuk ini tidak banyak dijumpai. Lengkungan pelimpah berbentuk cembung mengarah ke udik. Jarak lengkungan biasanya sekitar 1/10 s.d 1/20 dari lebar bentang. Bentuk ini akan melimpahkan aliran sungai lebih besar dibandingkan dengan bentuk lurus karena bentangnya lebih panjang. Umumnya dibangun di

(13)

Bab III Tinjauan Pustaka

daerah dasar sungai dari jenis batuan keras sehingga penggerusan setempat hilir bendung tidak perlu dikhawatirkan.

Gambar 3.5 Pelimpah Lengkung 3. Pelimpah Bentuk U

Banyak dijumpai di tengah kota Tasikmalaya. Antara lain dimaksudkan agar dapat melimpahkan aliran sungai dari sisi yang lain, karena di udik bendung terdapat percabangan sungai.

Gambar 3.6 Pelimpah Bentuk U 4. Pelimpah Bentuk Gergaji

Kapasitas pelimpahan akan menjadi jauh lebih besar dan dapat dikembangkan di daerah pedataran untuk mengurangi daerah genangan banjir di bagian udik bendung.

(14)

Bab III Tinjauan Pustaka

Gambar 3.7 Pelimpah Bentuk Gergaji

3.2.3 Mercu Bendung 3.2.3.1 Definisi dan fungsi

Mercu bendung yaitu bagian teratas tubuh bendung dimana aliran dari udik dapat melimpah ke hilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum di sungai bagian udik bendung, sebagai pengenpang sungai dan sebagai pelimpah aliran sungai. Letak mercu bendung bersama-sama tubuh bendung diusahakan tegak lurus arah aliran sungai agar aliran yang menuju bendung terbagi merata.

3.2.3.2 Bentuk mercu bendung

Bentuk mercu bendung tetap yaitu:

1. mercu bulat dengan satu jari-jari pembulatan 2. mercu bulat dengan dua jari-jari pembulatan 3. mercu tipe Ogee, SAF.

(15)

Bab III Tinjauan Pustaka

Gambar 3.8 Bentuk Mercu Ogee

Bentuk mercu bendung yang lazim digunakan di Indonesia yaitu bentuk mercu bulat. Hal ini dikarenakan:

1. bentuknya sederhana sehingga mudah dalam pelaksanaannya.

2. mempunyai bentuk mercu yang besar, sehingga lebih tahan terhadap benturan batu gelundung, bongkah dan sebagainya.

3. tahan terhadap goresan atau abrasi, karena mercu bendung diperkuat oleh pasangan batu candi dan beton.

4. pengaruh kavitasi hampir tidak ada atau tidak begitu besar asalkan radius mercu bendung memenuhi syarat minimum yaitu 0,7 h < R < h.

Bendung bermercu bulat memiliki harga koefisien debit yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan koefisien bendung ambang lebar. Karena itu bendung berambang lebar hampir tidak digunakan lagi pemakaiannya.

(16)

Bab III Tinjauan Pustaka

Gambar 3.9 Bentuk Mercu Bendung Bulat

3.2.3.3 Tinggi mercu bendung

Tinggi mercu bendung, p, yaitu ketinggian antara elevasi lantai udik/dasar sungai di udik bendung dan elevasi mercu. Dalam penentuan ketinggian mercu bendung ini, belum ada rumus atau ketentuan yang pasti. Hanya berdasarkan pengalaman dengan pertimbangan stabilitas bendung.

Dalam menentukan tinggi mercu bendung maka harus dipertimbangkan beberapa hal berikut:

1. kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekan. 2. Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan.

3. Tinggi muka air genangan yang akan terjadi. 4. Kesempurnaan aliran pada bendung.

5. Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bendung.

Tinggi mercu bendung, p, dianjurkan tidak lebih dari 4,00 meter dan minimum 0,5 H. Jika, p, lebih tinggi dari 4,00 meter yang biasa terjadi untuk bendung-bendung dengan lokasi di sudetan maka elevasi lantai dasar udik dapat diletakkan lebih tinggi dari dasar sungai.

3.2.3.4 Panjang mercu bendung

Panjang mercu bendung atau disebut juga lebar bentang bendung, yaitu jarak antara 2 (dua) tembok pangkal bendung (abument), termasuk lebar bangunan pembilas dan pilar-pilarnya. Ini disebut panjang mercu bruto.

Sedangkan panjang mercu bendung efektif, yaitu panjang mercu bendung bruto dikurangi dengan lebar pilar dan pintu pembilas. Artinya panjang mercu bendung yang efektif melewatkan debit banjir desain. Panjang mercu bendung efektif lebih pendek daripada panjang mercu bendung bruto.

Dalam penentuan panjang mercu bendung, maka harus mempertimbangkan terhadap:

(17)

Bab III Tinjauan Pustaka

1. Kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup. 2. Batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit desain. Berkaitan dengan itu panjang mercu dapat diperkirakan:

1. Sama lebar dengan lebar rata-rata sungai stabil atau pada debit penuh alur (bank full discharge).

2. Umumnya diambil sebesar 1,2 kali lebar sungai rata-rata, pada ruas sungai yang stabil.

3.2.3.5 Penentuan elevasi mercu bendung

Elevasi mercu bendung ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan: 1. elevasi sawah tertinggi yang akan diairi,

2. keadaan tinggi air di sawah,

3. kehilangan tekanan mulai dari intake sampai dengan saluran tersier ditambah kehilangan tekanan akibat eksploitasi,

4. tekanan yang diperlukan agar dapat membilas sedimen di undersluice dan kantong sedimen,

5. pengaruh elevasi mercu bendung terhadap panjang bendung untuk mengalirkan debit banjir rencana,

6. untuk mendapatkan sifat aliran sempurna.

7. harus terpenuhi pencapaian pengaliran ke seluruh wilayah pengaliran,

8. perkiraan respon morfologi sungai di bagian udik dan hilir terhadap bendung pada elevasi tersebut,

9. kestabilan bangunan secara keseluruhan, biaya pembangunan, dengan tidak menutup kemungkinan pemilihan lokasi lain.

3.2.3.6 Tinggi muka air di atas mercu bendung

Tinggi muka air di atas mercu dapat dihitung dengan persamaan tinggi energi-debit, untuk ambang bulat dan pengontrol segi empat yaitu:

2 3 ) 3 / 2 ( 3 / 2 x x g x B xH x C Qdd eff Dimana: d

Q = debit banjir rencana (desain), m3/det.

d

C = koefisien debit = CdC0 xC1 xC2

g = percepatan gravitasi, m/det2. eff

(18)

Bab III Tinjauan Pustaka

H = tinggi energi diatas mercu, m.

Dalam penentuan harga koefisien debit, C , dapat dilihat pada Standar d Perencanaan Irigasi KP.02.

3.2.4 Bangunan Intake 3.2.4.1 Definisi dan fungsi

Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendung yang berfungsi sebagai penyadap aliran sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen serta menghindarkan sedimen dasar sungai dan sampah masuk ke intake. Terletak dibagian sisi bendung, di tembok pangkal dan merupakan satu kesatuan dengan bangunan pembilas.

3.2.4.2 Tata letak

Tata letak intake diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi fungsinya dan biasanya diatur seperti berikut:

1. sedekat mungkin dengan bangunan pembilas 2. merupakan satu kesatuan dengan pembilas 3. tidak menyulitkan penyadapan aliran

4. tidak menimbulkan pengendapan sedimen dan turbulensi aliran di udik intake. Pertimbangan yang utama dalam merencanakan tata letak intake adalah kebutuhan penyadapan debit dan mengelakkan sedimen agar tidak masuk ke intake. Selain itu harus dipikirkan juga kemungkinan pengembangan, kehilangan tinggi tekan, dan sebagainya.

Berkaitan dengan pengurangan angkutan sedimen ke saluran terutama fraksi pasir atau yang lebih besar dari itu maka bangunan intake adalah pertama-tama untuk pengendaliannya. Dalam hal ini mulut intake diatur sedemikian rupa sehingga terletak tidak terlalu dekat dan tidak juga terlalu jauh dari pintu pembilas.

Jika terlalu dekat dengan pintu pembilas maka pengaliran ke intake akan terganggu oleh tembok baya-baya. Dan jika terlalu jauh, bangunan undersluice akan semakin panjang.

3.2.4.3 Macam intake

1. Intake Biasa

Intake biasa yaitu intake dengan pintu berlubang satu atau lebih dan dilengkapi dengan pintu dinding banjir, dan perlengkapan lainnya.

(19)

Bab III Tinjauan Pustaka

Lebar satu pintu tidak lebih dari 2,50 m dan diletakkan dibagian udik. Pengaliran melalui bawah pintu dan besarnya debit diatur melalui tinggi bukaan pintu.

Gambar 3.10 Intake Biasa 2. Intake Gorong-Gorong

Tanpa pintu di udik dan pintu-pintu diletakkan dibagian hilir gorong-gorong. Lubang intake lebih dari satu dengan lebar masing-masing lubang kurang dari 2,50 m. Jika dilihat dari arah sungai/bendung mulut intake tidak kelihatan karena tenggelam. Pengoperasian pintu intake dilakukan secara mekanis, bila tidak akan sangat berat.

Gambar 3.11 Intake Gorong-Gorong 3. Intake Frontal

Intake diletakkan di tembok pangkal, jauh dari bangunan pembilas/bendung. Arah aliran sungai dari udik frontal terhadap mulut intake sehingga tidak menyulitkan penyadapan aliran.

(20)

Bab III Tinjauan Pustaka

Gambar 3.12 Intake Frontal 4. Dua Intake di Satu Sisi Bendung

Pintu intake untuk sisi yang lain diletakkan di pilar pembilas bendung. Pengaliran ke sisi yang lain tersebut melalui gorong-gorong didalam tubuh bendung. Jumlah gorong-gorong dapat dua buah. Gorong-gorong yang umumnya dipakai yaitu yang berbentuk bulat.

3.2.5 Bangunan Pembilas 3.2.5.1 Definisi dan fungsi

Bangunan pembilas adalah salah satu perlengakapan pokok bendung yang terletak di dekat dan menjadi satu kesatuan dengan intake. Berfungsi untuk menghindarkan angkutan sedimen dasar dan mengurangi angkutan muatan sedimen layang masuk ke intake.

3.2.5.2 Macam bangunan pembilas

Bangunan pembilas dapat dibedakan menjadi: 1. tipe konvensional tanpa undersluice, 2. tipe undersluice dan shunt undersluice.

Bangunan pembilas konvensional terdiri dari satu dan dua lubang pintu. Umumnya dibangun pada bendung-bendung kecil dengan bentang berkisar 20,0 meter dan banyak terdapat pada bendung tua peninggalan Belanda di Indonesia. Bangunan pembilas dengan undersluice banyak dijumpai pada bendung yang dibangun sesudah tahun 1970-an, untuk bendung irigasi teknis. Ditempatkan pada bentang dibagian sisi yang arahnya tegak lurus sumbu bendung.

(21)

Bab III Tinjauan Pustaka

Bangunan pembilas shunt undersluice digunakan pada bendung di sungai ruas hulu, untuk menghindarkan benturan batu dan benda padat lainnya terhadap banguna.

3.2.5.3 Tata letak

Tata letak bangunan pembilas undersluice diatur sebagai berikut: 1. merupakan satu kesatuan dengan bangunan intake,

2. pintu pembilas diletakkan segaris dengan sumbu bendung,

3. bangunan diletakkan di sisi luar tubuh bendung dekat tembok pangkal, arahnya tegak lurus sumbu bendung.

4. Mulut undersluice mengarah ke udik bukan ke arah samping. Tata letak bangunan pembilas shunt undersluice diatur sebagai berikut: 1. satu kesatuan dengan bangunan intake,

2. ditempatkan di bagian luar tubuh bendung dan atau di luar tembok pangkal bendung,

3. mulut undersluice mengarah ke samping bukan ke arah udik, 4. pilar pembilas berfungsi sebagai tembok pangkal.

3.3 PERENCANAAN SALURAN

Air irigasi dari sumber air ke petak-petak sawah yang direncanakan dan air buangan dari petak-petak sawah tersebut disalurkan melalui salurang pembuangan. Saluran penyalur dan saluran pembuangan ini merupakan saluran atau jaringan irigasi. Dilihat dari fungsinya saluran irigasi dapat dibagi atas :

1. Saluran Pembawa

Berfungsi membawa air dari sumber ke petak sawah. Dilihat dari tingkat percabangannya, dapat dibedakan menjadi :

a. Saluran Primer

Berfungsi membawa air dari sumbernya dan membagikannya ke saluran sekunder. Air yang dibutuhkan untuk saluran irigasi didapat dari sungai, danau atau waduk. Pada umumnya pengairan yang didapat dari sungai jauh lebih baik dari yang lainnya karena mengandung banyak zat lumpur yang merupakan pupuk bagi tanaman. Pertama-tama terlebih dahulu dibahas dari peta situasi yang telah dibuat apakah daerah yang akan dialiri itu cukup dilayani dengan sebuah saluran primer saja atau

(22)

Bab III Tinjauan Pustaka

harus beberapa saluran primer. Yang belakangan sudah tentu merupakan keharusan jika daerah yang akan diairi terletak sepanjang kanan kiri sungai kecuali untuk keadaan tertentu dimana saluran primer tidak mungkin dibuat ke kiri dan ke kanan. Untuk daerah yang berbentuk panjang, yang menjurus ke arah sungai sebaiknya digunakan beberapa saluran primer yang masing-masing menerima air langsung dari sungai, sehingga harus dibuat beberapa penyadapan sungai sehingga pembuatan meningkat. Akan tetapi dibalik biaya meningkat tersebut juga terdapat biaya pembuatan saluran yang lebih murah karena saluran-saluran primer dari beberapa bendung yang berturut-turut akan lebih kecil ukurannya.

Jika sungai maupun daerah yang akan diairi mempunyai kemiringan agak besar, sebaiknya daerah tersebut dibagi-bagi atas beberapa daerah irigasi yang lebih kecil, karena saluran primer memerlukan beberapa bendung dan bangunan lainnya yang mahal agar kemiringan saluran tersebut maupun kecepatan airnya tidak terlalu besar. Akan tetapi jika daerah yang akan di airi itu di bagi atas beberapa daerah irigasi yang lebih kecil maka airnya dengan mudah dapat disalurkan oleh sungai itu sendiri yang disekitarnya disadap untuk memberikan air.

b. Saluran Sekunder

Dari saluran primer air disadap oleh saluran-saluran sekunder untuk mengairi daerah-daerah yang sedapat mungkin dikitari oleh saluran -saluran alam yang dapat digunakan untuk membuang air hujan dan air yang kelebihan. Jadi luas petaknya tergantung pada keadaan tanah juga jalan kereta api, jalan raya yang dapat merupakan batas-batas yang juga dapat sekaligus berfungsi sebagai saluran inspeksi dari saluran sekunder. Untuk mengairi petak sekunder yang jauh dari bangunan penyadap, kita gunakan saluran muka supaya tidak perlu membuat bangunan penyadap.

Fungsi utama dari saluran sekunder adalah membawa air dari saluran primer dan membagikannya ke saluran tersier. Sedapat mungkin saluran pemberi merupakan saluran punggung sehingga dengan demikian kita bisa membagi air pada kedua belah sisi. Dalam silangan dengan jalan raya atau jalan kereta api maupun yang lain sedapat mungkin sedikit bangunan saja. Biasanya dibutuhkan bangunan terjun atau selokan-selokan dengan saluran curam.

Yang dimaksud dengan saluran punggung adalah saluran yang memotong atau melintang terhadap garis tinggi sedemikian rupa sehingga melalui daerah (titik

(23)

Bab III Tinjauan Pustaka

tertinggi) dari daerah sekitarnya. Jadi saluran ini melalui punggung ketinggian tanah setempat, hingga dapat mengairi daerah sebelah kiri maupun kanan.

c. Saluran Tersier

Fungsi utamanya adalah membawa air dari saluran sekunder dan membagikannya ke petak-petak sawah. dengan luas petak maksimal adalah 150 Ha. Jika saluran tersier disadap dari saluran sekunder yang merupakan saluran garis tinggi maka saluran tersier dapat mengalirkan air dalam dua arah.

2. Saluran Pembuang

Fungsinya adalah membuang air yang berlebihan dari petak-petak sawah ke sungai. Biasanya digunakan saluran lembah yaitu saluran yang memotong atau melintang terhadap garis tinggi sedemikian rupa hingga melewati titik terendah dari daerah sekitarnya. Jadi saluran lembah melalui lembah dari ketinggian tanah setempat. Agar saluran ini dapat mengairi daerah sekitarnya maka permukaan airnya harus dinaikkan dengan jalan membangun bendung pada tempat-tempat tertentu.

3.4 BANGUNAN PELENGKAP

3.4.1 Bangunan Bagi dan Sadap

1. Bangunan bagi terletak di saliuran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih.

2. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke saluran tersier penerima.

3. Bangunan bagi dan sadap dapat digabung menjadi suatu rangkaian bangunan. 4. Box-box di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluaran atau lebih

3.4.2 Bangunan-Bangunan Pengukur dan Pengatur

Aliran akan diukur di hulu saluran primer, di cabang saluran jaringan primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier. Peralatan ukur dapat dibedakan menjadi alat ukur aliran atas bebas dan alat ukur aliran bawah.

Berikut beberapa alat-alat pengukur yang dipakai antuk mengatur aliran air, yaitu: 1. Di hulu saluran primer

(24)

Bab III Tinjauan Pustaka

Untuk aliran besar alat ukur ambang lebar dipakai untuk pengukuran dan pintu sorong atau radial untuk alat pengatur.

2. Di bangunan bagi/bangunan sadap sekunder

Pintu Romijn dan pintu Crump-de Gruyter dipakai untuk mengukur dan mengatur aliran. 3. Bangunan sadap tersier

Dipakai pintu Romijn atau jika fluktuasi di saluran besar dapat dipakai alat ukur Crump– de Grutler.

Bangunan-bangunan pengatur muka air mengatur/mengontrol muka air di jaringan irigasi utama sampai batas-batas yang diperlukan untuk memberikan debit yang konstan kepada bangunan sadap tersier. Bangunan pengatur diperlukan ditempat-tempat dimana tinggi muka air di saluran di pengaruhi oleh bangunan terjun. Untuk mencegah menurunnnya muka air di saluran, dipakai mercu tetap atau celah control trapesium.

3.4.3 Bangunan Pembawa

Bangunan pembawa berfungsi membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir saluran. Aliran melalui bangunan ini bisa superkritis atau subkritis.

1. Bangunan pembawa dengan aliran superkritis

Diperlukan di tempat-tempat dimana lereng medannya lebih curam daripada kemiringan saluran.

a. Bangunan terjun

b. Dengan ini menurunnya, muk air (dengan tinggi energi) dipusatkan di satu tempat. c. Got miring

Dibuat bila trase saluran terlewati luas medan dengan kemiringan tajam dan jumlah perbedaan tinggi energi yang besar.

2. Bangunan pembawa dengan aliran subkritis a. Gorong-gorong

Dipasang di tempat-tempat dimana saluran lewat di bawah bangunan (jalan, rel KA, dll) atau bila pembuang lewat di bawah saluran.

b. Talang

Dipakai untuk mengalirkan air irigasi diatas saluran lainnya, saluran pembuang alamiah atau cekungan dan lembah-lembah.

(25)

Bab III Tinjauan Pustaka

Merupakan saluran tertutup yang direncanakan untuk mengalirkan air secara penuh dan dipengaruhi oleh tinggi tekan.

Dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan menggunakan gavitasi di bawah saluran pembuang, cekungan, anak sungai atau sungai . Sipon juga dipakai untuk melewatkan air dibawah jalan, rel keret api, dan bangunan-bangunan lain.

d. Jembatan sipon

Merupakan saluran tertutup yang bekerja atas dasar tinggi tekan dan dipakai untuk mengurangi ketinggian bangunan pendukung di atas lembah yang dalam

e. Flume

Flume memiliki potongan melintang berbentuk persegi empat atau setengah bulat dan aliran dalam flume merupakan aliran bebas.

Ada beberapa tipe yang dipakai untuk mengalirkan air irigasi melalui situasi-situasi medan tertentu, misalnya :

1) Flume tumpu (bench flume), untuk mengalirkan air di sepanjang lereng bukit yang curam.

2) Flume elevasi (elevated flume), untuk menyeberangkan air irigasi lewat di atas saluran pembuang atau jalan air lainnya.

3) Flume, dipakai bila batas pembebasan tanah (right of way) terbatas atau jika bahan tanah tidak cocok untuk membuat potongan melintang saluran trapesium biasa.

Gambar

Gambar 3.2  Bendung Penahan Pasang
Gambar 3.3  Bendung Semi Permanen
Gambar 3.4  Pelimpah Lurus
Gambar 3.5  Pelimpah Lengkung
+6

Referensi

Dokumen terkait

Metode ini menggunakan kertas milimeter dan peralatan menggambar untuk mengukur luas daun.Metode ini dapat diterapkan cukup efektif pada daun dengan bentuk daun

Pengujian regresi berganda dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel X (Bauran pemasaran jasa Hotel Posters, yang terdiri dari produk, harga, tempat

Agar suatu pabrik berjalan dengan baik di samping tersedianya alat-alat proses yang lengkap dan bahan baku yang dipergunakan, diperlukan juga tenaga kerja guna menjalankan proses

LAJU PERTUMBUHAN MENURUN DENGAN BERTAMBAHNYA UKURAN TUBUH (UMUR) DAN UMUR MEMPENGARUHI KEBUTUHAN ENERGI...

Tulisan ilmiah merupakan hasil pemikiran bersifat ilmiah tentang disiplin ilmu tertentu yang disusun secara sistematis, benar, logis, utuh, dan bertanggung jawab, serta

Sebaliknya bila R semakin besar (semakin jauh dari muatan) maka kuat medan listrik semakin kecil dan jarak antara garis juga semakin jauh. G) Berdasarkan program awal pada poin

5.1.1 Mempromosi, memasarkan serta menjual produk makanan berasaskan sejuk-beku dan makanan konfeksioneri sebagai jualan utama di premis perniagaan. 5.1.2 Menyediakan tempahan