• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENgARUh KEDALAmAN PERENDAmAN TERhADAP KESTABILAN LERENg TERENDAm

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENgARUh KEDALAmAN PERENDAmAN TERhADAP KESTABILAN LERENg TERENDAm"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Mineral & Batubara

1. PENDAhULUAN

Keberadaan cadangan endapan mineral di da rat makin lama semakin terbatas untuk bisa ditambang, karena berbenturan dengan berba gai kepentingan lain, misalnya karena

PENgARUh KEDALAMAN PERENDAMAN TERhADAP KESTABILAN LERENg TERENDAM

Eko Pujianto

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara eko@tekmira.esdm.go.id

SARI

Penambangan di darat dan di dasar laut memiliki persamaan, khususnya penambangan cara tambang terbuka, yaitu dalam hal pembuatan bukaan tambang yang terdiri atas front, jalan dan lereng tambang. Perbedaannya, pada tambang di dasar laut, seluruh permukaan tambang dan semua material batuan berkontak dengan air. Pengaruh perendaman terhadap kestabilan le- reng material batuan bawah laut dinyatakan berdasarkan besarnya nilai faktor keamanan (FK).

Data sifat fisik dan mekanik batuan menggunakan percontoh dari Laut Cupat, Belinyu, Bangka Utara. Simulasi dilakukan pada tiga buah lereng tunggal (single slope) dengan tinggi lereng 45 m, masing-masing dengan kemiringan 50 o, 40 o dan 33 o (disesuaikan rata-rata dimensi galian oleh alat gali penambangan, yaitu kapal keruk, bucket wheel dredger dan kapal isap). Kedalam- an perendaman dibuat dalam delapan kondisi, yaitu pada elevasi 84 m, 75 m, 65 m, 63 m, 54 m, 45 m, 39 m dan 30 m. Pada elevasi 84 m dan 75 m, seluruh material lereng terendam air dengan kedalaman 19 m dan 9 m pada lantai lereng atas, sedangkan untuk lantai lereng bawah, pada kedalaman 64 m dan 55 m. Pada elevasi 65 m, elevasi muka air tanah tepat sama dengan elevasi lantai lereng atas dan lantai bawah pada kedalaman 45 m. Elevasi muka air tanah pada lereng diasumsikan sesuai elevasi muka air tanah dan menurun secara proporsional mengikuti elevasi muka air yang merendam. Hasil simulasi menunjukkan bahwa lereng yang penuh teren- dam air (84 m) menghasilkan FK tinggi untuk semua metode analisis kecuali metode Ordinary (Fellenius). FK yang dihitung dengan metode ini umumnya bernilai lebih rendah sebesar 5-20%, bahkan untuk lereng landai dan tekanan air pori yang tinggi, dapat mencapai 60%. FK paling ting- gi dihasilkan dari kondisi lereng yang terendam tepat sampai lantai atas lereng (elevasi 65 m), meskipun nilainya tidak jauh berbeda dengan yang terendam penuh (elevasi 84 m dan 75 m).

Hal ini disebabkan karena gaya hidrostatik dari berat air perendam membantu menahan kelong- soran dan berat batuan dalam kondisi minimal. Nilai FK terendah adalah pada kondisi lereng sedikit terendam, yaitu pada elevasi 45 m karena berkurangnya gaya hidrostatik dari berat air perendam yang membantu menahan kelongsoran.

Kata kunci: lereng dasar laut, kestabilan lereng, lereng terendam, faktor keamanan

letaknya yang berada di hutan lindung atau di area konservasi dan berada atau berdekatan de ngan permukiman penduduk. Di samping itu, jumlah cadangan endapan di darat juga memang sudah mulai sulit diperoleh, karena sudah banyak yang ditambang. Oleh karena

(2)

Mineral & Batubara

1. PENDAhULUAN

Keberadaan cadangan endapan mineral di da rat makin lama semakin terbatas untuk bisa ditambang, karena berbenturan dengan berba gai kepentingan lain, misalnya karena

PENgARUh KEDALAMAN PERENDAMAN TERhADAP KESTABILAN LERENg TERENDAM

Eko Pujianto

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara eko@tekmira.esdm.go.id

SARI

Penambangan di darat dan di dasar laut memiliki persamaan, khususnya penambangan cara tambang terbuka, yaitu dalam hal pembuatan bukaan tambang yang terdiri atas front, jalan dan lereng tambang. Perbedaannya, pada tambang di dasar laut, seluruh permukaan tambang dan semua material batuan berkontak dengan air. Pengaruh perendaman terhadap kestabilan le- reng material batuan bawah laut dinyatakan berdasarkan besarnya nilai faktor keamanan (FK).

Data sifat fisik dan mekanik batuan menggunakan percontoh dari Laut Cupat, Belinyu, Bangka Utara. Simulasi dilakukan pada tiga buah lereng tunggal (single slope) dengan tinggi lereng 45 m, masing-masing dengan kemiringan 50 o, 40 o dan 33 o (disesuaikan rata-rata dimensi galian oleh alat gali penambangan, yaitu kapal keruk, bucket wheel dredger dan kapal isap). Kedalam- an perendaman dibuat dalam delapan kondisi, yaitu pada elevasi 84 m, 75 m, 65 m, 63 m, 54 m, 45 m, 39 m dan 30 m. Pada elevasi 84 m dan 75 m, seluruh material lereng terendam air dengan kedalaman 19 m dan 9 m pada lantai lereng atas, sedangkan untuk lantai lereng bawah, pada kedalaman 64 m dan 55 m. Pada elevasi 65 m, elevasi muka air tanah tepat sama dengan elevasi lantai lereng atas dan lantai bawah pada kedalaman 45 m. Elevasi muka air tanah pada lereng diasumsikan sesuai elevasi muka air tanah dan menurun secara proporsional mengikuti elevasi muka air yang merendam. Hasil simulasi menunjukkan bahwa lereng yang penuh teren- dam air (84 m) menghasilkan FK tinggi untuk semua metode analisis kecuali metode Ordinary (Fellenius). FK yang dihitung dengan metode ini umumnya bernilai lebih rendah sebesar 5-20%, bahkan untuk lereng landai dan tekanan air pori yang tinggi, dapat mencapai 60%. FK paling ting- gi dihasilkan dari kondisi lereng yang terendam tepat sampai lantai atas lereng (elevasi 65 m), meskipun nilainya tidak jauh berbeda dengan yang terendam penuh (elevasi 84 m dan 75 m).

Hal ini disebabkan karena gaya hidrostatik dari berat air perendam membantu menahan kelong- soran dan berat batuan dalam kondisi minimal. Nilai FK terendah adalah pada kondisi lereng sedikit terendam, yaitu pada elevasi 45 m karena berkurangnya gaya hidrostatik dari berat air perendam yang membantu menahan kelongsoran.

Kata kunci: lereng dasar laut, kestabilan lereng, lereng terendam, faktor keamanan

letaknya yang berada di hutan lindung atau di area konservasi dan berada atau berdekatan de ngan permukiman penduduk. Di samping itu, jumlah cadangan endapan di darat juga memang sudah mulai sulit diperoleh, karena sudah banyak yang ditambang. Oleh karena

Mineral & Batubara

berdasarkan besarnya nilai faktor keamanan (FK) dan akan dibandingkan dengan nilai FK pada kondisi tidak terendam atau terendam air sebagian. Data sifat fisik dan mekanik batu an yang dipergunakan dalam simulasi diperoleh dari pengujian percontoh yang dihasilkan dari pengeboran dengan kapal bor PT. Timah Per- sero Tbk di Laut Cupat, Belinyu, Bangka Utara.

2. METoDoLogI a. Metode simulasi

Seperti telah dipaparkan di atas, untuk peng- galian di dasar laut, seluruh permuka galian akan terendam air laut. Oleh karena itu, untuk memprediksi tingkat kestabilannya, akan di- hitung berdasarkan FK-nya dalam beberapa kondisi kedalaman perendaman dan diban- dingkan dengan kondisi lereng yang tidak te- rendam air.

Simulasi dilakukan dengan cara membuat tiga buah lereng tunggal, yaitu lereng tanpa undak dengan tinggi lereng 45 m. Dari ketiga lereng tersebut, masing-masing mempunyai kemi ringan berbeda, yaitu 50o, 40o dan 33o se- perti yang terlihat pada Gambar 1 (a), (b) dan (c). Sebagai model dibuat lereng tunggal de- ngan tinggi 45 m adalah disesuaikan rata-ra- ta dimensi galian yang biasanya oleh alat gali penambangan, yaitu kapal keruk, bucket wheel dredger dan kapal isap seperti yang terlihat pada Tabel 1. Untuk tinggi lereng yang sesuai dengan kemampuan gali maksimum peralatan penambangan di laut, yaitu sampai sekitar 75 meter dengan bentuk lereng bertingkat, pada prinsipnya dapat dilakukan dengan cara yang sama.

Sebagian besar kegiatan penambangan timah yang berada di laut untuk jarak lebih dari 4 mil laut dari garis pantai, menggunakan kapal isap (KiP), kapal keruk (KK) dan bucket wheel dredger (BWD). Untuk penggalian pada jarak kurang dari 4 mil laut dari pantai menggunakan ponton isap produksi (PiP). KiP umum nya beroperasi di lokasi-lokasi yang telah ditam- bang oleh KK. Kedalaman pengerukan oleh alat gali tercantum pada Tabel 1. Untuk mem- itu perlu segera mencari cadangan baru yang

masih memungkinkan untuk ditambang, di an- taranya adalah cadangan endapan mineral di laut (Simorangkir, D.P., 2015). Sehubungan dengan hal tersebut perlu adanya penelitian, khususnya mengenai penambangannya.

Banyak persamaan antara penambangan di darat maupun di laut, khususnya apabila penambangannya dengan cara tambang per- mukaan atau tambang terbuka. Di antara per- soalan pokok dalam tambang terbuka adalah dalam pembuatan bukaan tambang, yang un- tuk tambang darat terdiri atas front tambang, jalan dan lereng tambang. Perbedaannya an- tara lain, pada tambang terbuka di darat, di permukaan tambang, seluruh batuan mayori- tas berkontak dengan udara (ada juga yang berkontak dengan air, misalnya di tambang yang terdapat kolam, genangan air, sungai dan sebagainya), sedangkan untuk penambangan di dasar laut, seluruh permukaan tambang dan semua material batuan berkontak dengan air.

Persamaan lainnya yaitu terbentuknya lereng tambang, baik berupa lereng tunggal (single bench) maupun bertingkat (multibench) hasil penggalian kapal keruk, bucket wheel dredger dan kapal isap.

Hasil pengujian percontoh material penge- boran di laut diperoleh data bahwa komponen material terbanyak berukuran butir pasir dan lanau, selanjutnya lempung dan yang paling sedikit adalah kerikil. Karakteristik percontoh dari laut dan darat tidak sama (c dan Ø dari laut

< c dan Ø dari darat). ini menunjukkan bah- wa desain dan teknis untuk penambangan di laut akan cenderung berbeda dengan di darat.

Berdasarkan pada kenyataan tersebut, apabila akan melakukan penambangan di dasar laut, diperlukan studi mengenai kestabilan lereng di dasar laut, agar dapat merencanakan desain bukaan yang baik, supaya proses penggalian dan pengambilan endapan mineral bisa dilaku- kan dengan aman dan produktif.

Tulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh perendaman terhadap kestabilan lereng material batuan pada berbagai kondisi perendaman. Tingkat kestabilan dinyatakan

(3)

Mineral & Batubara

buritan kapal. Skema bentuk pit hasil pengga- lian BWB, KK dan kapal isap dapat dilihat pada Gambar 3.

Tingkat kestabilan lereng tersebut direpre- sentasikan berdasarkan nilai FK pada berba- gai kondisi lereng yang berbeda agar bisa dibandingkan. Perbedaan kondisi tersebut adalah sudut kemiringan lereng dan kedalam- an peren daman lereng di dalam air apabila le- rengnya terendam, seperti yang terlihat pada prediksi kestabilan dari dimensi pit dan lereng

hasil pengerukan oleh BWD maupun kapal keruk, maka simulasi ini dilakukan de ngan beberapa kondisi. Skema sistem pengeruk- an material pada BWD maupun kapal keruk dapat dilihat pada Gambar 2. Peralatan yang berfungsi sebagai penggali berada di anjung- an kapal menggali material di bawah kapal, menaikkan material hasil galian ke atas kapal dan sekaligus memproses material tersebut (mineral dressing) dan membuang tailing di

pasir kuarsa, putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur,

pasir kuarsa, putih - abu-abu - coklat, halus - sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, halus-sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, sedang-kasar,

Distance (Jarak - meter)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Elevation (Kedalaman - meter)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 81 84

pasir kuarsa, putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur,

pasir kuarsa, putih - abu-abu - coklat, halus - sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, halus-sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, sedang-kasar,

Distance (Jarak - meter)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Elevation (Kedalaman - meter)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 81 84

pasir kuarsa, putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur,

pasir kuarsa, putih - abu-abu - coklat, halus - sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, halus-sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, sedang-kasar,

Distance (Jarak - meter)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Elevation (Kedalaman - meter)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 81 84

gambar 1. Kemiringan lereng masing-masing a=50o, b=40o dan c=33o.

(a) (b)

(c)

Tabel 1. Kemampuan alat gali di laut *)

Jenis Kapal Kemampuan gali Umur Tambang

KiP/KK 20 – 43 meter 5 – 10 tahun

BWD 70 – 85 meter ± 20 tahun

*) Suranto Wibowo, Distamben Provinsi Bangka-Belitung, Materi FGD Penambangan di laut, 2015

(4)

Mineral & Batubara

buritan kapal. Skema bentuk pit hasil pengga- lian BWB, KK dan kapal isap dapat dilihat pada Gambar 3.

Tingkat kestabilan lereng tersebut direpre- sentasikan berdasarkan nilai FK pada berba- gai kondisi lereng yang berbeda agar bisa dibandingkan. Perbedaan kondisi tersebut adalah sudut kemiringan lereng dan kedalam- an peren daman lereng di dalam air apabila le- rengnya terendam, seperti yang terlihat pada prediksi kestabilan dari dimensi pit dan lereng

hasil pengerukan oleh BWD maupun kapal keruk, maka simulasi ini dilakukan de ngan beberapa kondisi. Skema sistem pengeruk- an material pada BWD maupun kapal keruk dapat dilihat pada Gambar 2. Peralatan yang berfungsi sebagai penggali berada di anjung- an kapal menggali material di bawah kapal, menaikkan material hasil galian ke atas kapal dan sekaligus memproses material tersebut (mineral dressing) dan membuang tailing di

pasir kuarsa, putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur,

pasir kuarsa, putih - abu-abu - coklat, halus - sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, halus-sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, sedang-kasar,

Distance (Jarak - meter)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Elevation (Kedalaman - meter)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 81 84

pasir kuarsa, putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur,

pasir kuarsa, putih - abu-abu - coklat, halus - sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, halus-sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, sedang-kasar,

Distance (Jarak - meter)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Elevation (Kedalaman - meter)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 81 84

pasir kuarsa, putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur,

pasir kuarsa, putih - abu-abu - coklat, halus - sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, halus-sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, sedang-kasar,

Distance (Jarak - meter)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Elevation (Kedalaman - meter)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 81 84

gambar 1. Kemiringan lereng masing-masing a=50o, b=40o dan c=33o.

(a) (b)

(c)

Tabel 1. Kemampuan alat gali di laut *)

Jenis Kapal Kemampuan gali Umur Tambang

KiP/KK 20 – 43 meter 5 – 10 tahun

BWD 70 – 85 meter ± 20 tahun

*) Suranto Wibowo, Distamben Provinsi Bangka-Belitung, Materi FGD Penambangan di laut, 2015

Mineral & Batubara

tanah diasumsikan menurun sesuai elevasi muka air tanah yang merendam. Sebagai con- toh, ditampilkan berbagai kondisi perendaman dan elevasi muka air tanahnya pada lereng yang 33o.

Data kondisi sifat fisik dan mekanik material bawah laut yang dibuat lereng, diperoleh ber- dasarkan hasil pengujian sifat fisik dan mekan- ik percontoh di laboratorium mekanika tanah.

Percontoh merupakan hasil pengeboran di laut Cupat, Bangka Utara. Untuk bisa dibanding- kan, yaitu hanya parameter sudut lereng dan kedalaman perendaman, maka parameter lain (tinggi lereng, sifat fisik, sifat mekanik, geo- metri dan kondisi lereng, posisi bidang lemah) dalam hal ini diasumsikan sama. Material ba- tuan dasar laut diasumsikan terdiri dari empat lapisan/jenis material dengan susunan seperti pada Tabel 2, yaitu parameter kekuatan mate- rial batuan dibuat berdasarkan besarnya kuat ge ser material batuan, kohesi dan sudut ge- ser dalam dan tekanan air pori, seperti terlihat pada Gambar 5 (a) sampai 5 (d).

b. Perhitungan faktor keamanan lereng Perhitungan FK menggunakan beberapa me- tode, yaitu Fellenius (Ordinary), Janbu, Bi- shop, Morgenstern-Price dan Spencer (meng- Gambar 4 (a) sampai 4. (f) maupun dimisalkan

apabila kondisi lereng tersebut dalam keadaan tidak terendam air seperti yang terlihat pada Gambar 4 (g) dan 4 (h).

Untuk kedalaman perendaman dibuat dalam delapan macam kondisi seperti yang tercan- tum dalam Gambar 4 (a) sampai 4 (h), yaitu pada elevasi muka air 84 m, 75 m, 65 m, 63 m, 54 m, 45 m, 39 m dan 30 m. Pada elevasi 84 m dan 75 m seluruh material lereng terendam air masing-masing dengan kedalaman 19 m dan 9 m pada lantai lereng bagian atas, sedangkan untuk lantai lereng bagian bawah, terendam air pada kedalaman 64 m dan 55 m. Pada elevasi 65 m, elevasi muka air tanah tepat sama de- ngan elevasi lantai lereng bagian atas dan lan- tai bagian bawah terendam pada kedalaman 45 m.

Elevasi muka air tanah pada lereng yang teren- dam penuh, tentu saja sesuai dengan elevasi muka air yang merendam, seperti terlihat pada Gambar 4 (a), (b) dan (c), sedangkan elevasi muka air tanah pada lereng yang tidak teren- dam secara penuh, seperti yang tertera pada Gambar 4 (d), (e), (f), (g) dan (h), diasum- sikan /disesuaikan elevasi muka air tanahnya menurun secara proporsional, yaitu muka air

Kedalam an gali Max - 60m

TAILINg

FRoNT KERJA

gambar 2. Skema sistem kerja BWD FRoNT

KERJA

Sumber : agus P dan T. Situmorang, PT. Timah Persero Tbk, Materi FGD Penambangan di Laut, 2015 Kedalam-

an Gali Max - 60m

(5)

Mineral & Batubara

Sumber : agus P dan T. Situmorang, PT. Timah Persero Tbk, Materi FGD Penambangan di Laut, 2015

gambar 3. Bentuk galian penambangan oleh BWD dan KiP

(6)

Mineral & Batubara

Sumber : agus P dan T. Situmorang, PT. Timah Persero Tbk, Materi FGD Penambangan di Laut, 2015

gambar 3. Bentuk galian penambangan oleh BWD dan KiP

Mineral & Batubara

pasir kuarsa, putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur,

pasir kuarsa, putih - abu-abu - coklat, halus - sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, halus-sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, sedang-kasar,

Distance (Jarak - meter)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Elevation (Kedalaman - meter)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 81 84

pasir kuarsa, putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur,

pasir kuarsa, putih - abu-abu - coklat, halus - sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, halus-sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, sedang-kasar,

Distance (Jarak - meter)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Elevation (Kedalaman - meter)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 81 84

pasir kuarsa, putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur,

pasir kuarsa, putih - abu-abu - coklat, halus - sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, halus-sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, sedang-kasar,

Distance (Jarak - meter)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Elevation (Kedalaman - meter)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 81 84

pasir kuarsa, putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur,

pasir kuarsa, putih - abu-abu - coklat, halus - sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, halus-sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, sedang-kasar,

Distance (Jarak - meter)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Elevation (Kedalaman - meter)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 81 84

pasir kuarsa, putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur,

pasir kuarsa, putih - abu-abu - coklat, halus - sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, halus-sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, sedang-kasar,

Distance (Jarak - meter)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Elevation (Kedalaman - meter)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 81 84

pasir kuarsa, putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur,

pasir kuarsa, putih - abu-abu - coklat, halus - sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, halus-sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, sedang-kasar,

Distance (Jarak - meter)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Elevation (Kedalaman - meter)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 81 84

pasir kuarsa, putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur,

pasir kuarsa, putih - abu-abu - coklat, halus - sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, halus-sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, sedang-kasar,

Distance (Jarak - meter)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Elevation (Kedalaman - meter)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 81 84

pasir kuarsa, putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur,

pasir kuarsa, putih - abu-abu - coklat, halus - sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, halus-sedang,

pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih - abu-abu - coklat, sedang-kasar,

Distance (Jarak - meter)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Elevation (Kedalaman - meter)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 81 84

(c)

(b) (a)

(d)

(e) (f)

(g) (h)

gambar 4. Kondisi perendaman lereng dan muka airtanah untuk simulasi (masing-masing dengan elevasi 84 m, 75 m, 65 m, 63 m, 54 m, 45 m, 39 m dan 30 m)

(7)

Mineral & Batubara

metode lainnya, seperti metode ele men hingga (finite element), metode beda hingga (finite dif- ference) atau metode elemen diskrit (discrete element).

gunakan software Geoslope Versi 7.0). Me tode irisan merupakan metode yang popu ler dalam analisis kestabilan lereng serta membutuhkan data yang relatif sedikit diban dingkan dengan

Kuat Geser (Tahanan Geser)

Shear Strength (kPa)

Distance (m) 0

20 40 60 80 100 120 140

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Strength Parameter of Material (Parameter Kekuatan Material Batuan)

Cohesion (kPa)

Distance (m) 6

8 10 12 14 16 18 20

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Tekanan air Pori

Pore-Water Pressure (kPa)

Distance (m) 100

150 200 250 300 350 400 450 500 550

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Strength Parameter of Material (Parameter Kekuatan Material Batuan)

Friction angle (°)

Distance (m) 19

20 21 22 23 24 25

0 10 20 30 40 50 60 70 80

(c) (d)

Tabel 2. Deskripsi percontoh material hasil pengeboran morNo- Kedalaman

(m) Deskripsi batuan

1 0-15 Pasir kuarsa, putih-abu-abu, butir sangat halus-sedang, mengan dung lumpur, lepas

2 15-25 Pasir kuarsa, putih-abu-abu-coklat muda, butir halus-sedang, lepas 3 25-50 Pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih-abu-abu-coklat,

halus-sedang-kasar

4 50-ke bawah Batuan dasar, pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih- abu-abu-coklat tua, butir sedang-kasar

(a) (b)

gambar 5. Sifat material batuan terhadap kedalaman (kuat geser, kohesi, sudut geser dan tekanan air pori)

(8)

Mineral & Batubara

metode lainnya, seperti metode ele men hingga (finite element), metode beda hingga (finite dif- ference) atau metode elemen diskrit (discrete element).

gunakan software Geoslope Versi 7.0). Me tode irisan merupakan metode yang popu ler dalam analisis kestabilan lereng serta membutuhkan data yang relatif sedikit diban dingkan dengan

Kuat Geser (Tahanan Geser)

Shear Strength (kPa)

Distance (m) 0

20 40 60 80 100 120 140

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Strength Parameter of Material (Parameter Kekuatan Material Batuan)

Cohesion (kPa)

Distance (m) 6

8 10 12 14 16 18 20

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Tekanan air Pori

Pore-Water Pressure (kPa)

Distance (m) 100

150 200 250 300 350 400 450 500 550

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Strength Parameter of Material (Parameter Kekuatan Material Batuan)

Friction angle (°)

Distance (m) 19

20 21 22 23 24 25

0 10 20 30 40 50 60 70 80

(c) (d)

Tabel 2. Deskripsi percontoh material hasil pengeboran morNo- Kedalaman

(m) Deskripsi batuan

1 0-15 Pasir kuarsa, putih-abu-abu, butir sangat halus-sedang, mengan dung lumpur, lepas

2 15-25 Pasir kuarsa, putih-abu-abu-coklat muda, butir halus-sedang, lepas 3 25-50 Pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih-abu-abu-coklat,

halus-sedang-kasar

4 50-ke bawah Batuan dasar, pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih- abu-abu-coklat tua, butir sedang-kasar

(a) (b)

gambar 5. Sifat material batuan terhadap kedalaman (kuat geser, kohesi, sudut geser dan tekanan air pori)

Mineral & Batubara

Persamaan untuk menghitung FK (F) adalah sebagai berikut (Fellenius, 1936) :

Persamaan (1-a)

Persamaan (1-b)

di mana:

c’ = kohesi efektif φ’ = sudut gesek efektif u = tekanan air pori W = berat total irisan

N = gaya normal total pada dasar irisan Sm = gaya geser di dasar irisan yang diperlu

kan agar irisan dalam kondisi tepat se- timbang

Fellenius (1936) memperkenalkan metode irisan biasa dan setelah itu muncul beberapa metode irisan lainnya, antara lain yang dikem- bangkan oleh Janbu (1954, 1957), Bishop (1955), Morgenstern dan Price (1965), Spen- cer (1967), Sarma (1996), Chen dan Morgen- stern (1983) dan Saifuddin arief (2008).

Terdapatnya beberapa macam variasi dari metode irisan disebabkan oleh adanya perbe- daan asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungannya. asumsi tersebut digunakan karena analisis kestabilan lereng me rupakan persoalan statika tak-tentu (indefinite statics), sehingga diperlukan beberapa asumsi tamba- han yang diperlukan dalam perhitungannya.

1. Metode irisan Biasa (Metode Fellenius) Metode irisan biasa (Fellenius, 1936) meru- pa kan salah satu metode irisan yang juga di- namakan sebagai metode lingkaran Swedia.

asumsi yang digunakan dalam metode ini ada- lah resultan gaya antar irisan sama dengan nol dan bekerja sejajar dengan permukaan bidang runtuh dan bidang runtuh berupa sebuah bu- sur lingkaran. Kondisi kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini hanya kesetim- bangan momen untuk semua irisan pada pusat lingkaran runtuh.

(a) (b)

gambar 6. Gaya-gaya yang bekerja pada tiap irisan

(9)

Mineral & Batubara

karena dapat menghasilkan rancangan lereng yang tidak ekonomis.

2. Metode Bishop Yang Disederhanakan (Sim plified Bishop Method)

Di antara metode irisan lainnya, metode Bishop yang disederhanakan (Bishop, 1955;

Saifuddin arief, 2008) merupakan metode yang paling populer dalam analisis kestabil- an lereng. asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah besarnya gaya geser antar- irisan sama dengan nol (X = 0) dan bidang runtuh berbentuk sebuah busur lingkaran.

Kondisi kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini adalah kesetimbangan gaya dalam arah vertikal untuk setiap irisan dan kesetimbangan momen pada pusat lingkaran runtuh untuk semua irisan, sedangkan kese- timbangan gaya dalam arah horizontal tidak dapat dipenuhi. Persamaan untuk gaya nor- mal total (N) adalah sebagai berikut :

Persamaan (2)

Persamaan untuk menghitung faktor keaman- an (F) sebagai berikut (Bishop, 1955) :

Persamaan (3)

di mana N dihitung menggunakan persamaan (2). Pada persamaan (3) variabel FK (F) ter- dapat pada kedua sisi persamaan, sehingga perhitungan nilai F tidak dapat dilakukan secara langsung dan harus dihitung dengan menggu- nakan aproksimasi berulang (iterasi). aproksi- masi berulang dilakukan beberapa kali sampai nilai perbedaan dari F pada kedua sisi persa- E = gaya antaririsan horizontal masing-

ma sing untuk sebelah kiri dan kanan dari irisan

X = gaya antaririsan vertikal masing-ma- sing untuk sebelah kiri dan kanan dari irisan

kW = gaya seismik horizontal yang bekerja pada pusat massa irisan, k adalah koe- fisien seismik

R = radius lingkaran untuk bidang runtuh busur lingkaran; atau lengan momen dari gaya geser Sm terdapat pusat momen untuk bidang runtuh yang bu- kan busur lingkaran

f = jarak tegak lurus dari gaya normal N terhadap pusat momen

x = jarak horizontal dari pusat massa iris- an terhadap pusat momen

e = jarak vertikal dari pusat massa irisan terhadap pusat momen

h = tinggi rata-rata irisan b = lebar irisan

β = panjang dasar irisan (β = b sec α) a = jarak vertikal dari gaya hidrostatik ter-

hadap pusat momen

a = gaya hidrostatik pada retakan tarik α = sudut kemiringan dari garis sing-

gung pada titik di tengah dasar iris- an terhadap bidang horizontal. Sudut kemiringan bernilai positif, apabila se- arah dengan kemiringan lereng, dan bernilai negatif apabila berlawanan arah dengan kemiringan lereng

apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang lebih teliti, seperti metode Bishop atau metode Spencer, FK yang dihitung dengan metode ini pada umumnya mempunyai nilai yang lebih rendah sebesar 5% sampai den- gan 20%. Bahkan untuk lereng landai dengan tekanan air pori yang tinggi, perbedaannya dapat mencapai sekitar 60%. Untuk lereng dengan material yang mempunyai sudut gesek sama dengan nol (φ = 0) metode ini dapat memberikan nilai FK yang sama akuratnya dengan Metode Bishop Yang Disederhanakan.

Untuk lereng dengan dengan material yang mempunyai sudut gesek lebih besar daripa- da nol, metode ini sebaiknya tidak digunakan

(10)

Mineral & Batubara

karena dapat menghasilkan rancangan lereng yang tidak ekonomis.

2. Metode Bishop Yang Disederhanakan (Sim plified Bishop Method)

Di antara metode irisan lainnya, metode Bishop yang disederhanakan (Bishop, 1955;

Saifuddin arief, 2008) merupakan metode yang paling populer dalam analisis kestabil- an lereng. asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah besarnya gaya geser antar- irisan sama dengan nol (X = 0) dan bidang runtuh berbentuk sebuah busur lingkaran.

Kondisi kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini adalah kesetimbangan gaya dalam arah vertikal untuk setiap irisan dan kesetimbangan momen pada pusat lingkaran runtuh untuk semua irisan, sedangkan kese- timbangan gaya dalam arah horizontal tidak dapat dipenuhi. Persamaan untuk gaya nor- mal total (N) adalah sebagai berikut :

Persamaan (2)

Persamaan untuk menghitung faktor keaman- an (F) sebagai berikut (Bishop, 1955) :

Persamaan (3)

di mana N dihitung menggunakan persamaan (2). Pada persamaan (3) variabel FK (F) ter- dapat pada kedua sisi persamaan, sehingga perhitungan nilai F tidak dapat dilakukan secara langsung dan harus dihitung dengan menggu- nakan aproksimasi berulang (iterasi). aproksi- masi berulang dilakukan beberapa kali sampai nilai perbedaan dari F pada kedua sisi persa- E = gaya antaririsan horizontal masing-

ma sing untuk sebelah kiri dan kanan dari irisan

X = gaya antaririsan vertikal masing-ma- sing untuk sebelah kiri dan kanan dari irisan

kW = gaya seismik horizontal yang bekerja pada pusat massa irisan, k adalah koe- fisien seismik

R = radius lingkaran untuk bidang runtuh busur lingkaran; atau lengan momen dari gaya geser Sm terdapat pusat momen untuk bidang runtuh yang bu- kan busur lingkaran

f = jarak tegak lurus dari gaya normal N terhadap pusat momen

x = jarak horizontal dari pusat massa iris- an terhadap pusat momen

e = jarak vertikal dari pusat massa irisan terhadap pusat momen

h = tinggi rata-rata irisan b = lebar irisan

β = panjang dasar irisan (β = b sec α) a = jarak vertikal dari gaya hidrostatik ter-

hadap pusat momen

a = gaya hidrostatik pada retakan tarik α = sudut kemiringan dari garis sing-

gung pada titik di tengah dasar iris- an terhadap bidang horizontal. Sudut kemiringan bernilai positif, apabila se- arah dengan kemiringan lereng, dan bernilai negatif apabila berlawanan arah dengan kemiringan lereng

apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang lebih teliti, seperti metode Bishop atau metode Spencer, FK yang dihitung dengan metode ini pada umumnya mempunyai nilai yang lebih rendah sebesar 5% sampai den- gan 20%. Bahkan untuk lereng landai dengan tekanan air pori yang tinggi, perbedaannya dapat mencapai sekitar 60%. Untuk lereng dengan material yang mempunyai sudut gesek sama dengan nol (φ = 0) metode ini dapat memberikan nilai FK yang sama akuratnya dengan Metode Bishop Yang Disederhanakan.

Untuk lereng dengan dengan material yang mempunyai sudut gesek lebih besar daripa- da nol, metode ini sebaiknya tidak digunakan

Mineral & Batubara

Persamaan (4)

dan persamaan untuk menghitung faktor kea- manan (F) adalah sebagai berikut:

Persamaan (5)

FK (F) terdapat pada kedua sisi dari persa- maan di atas, sehingga perhitungannya harus dilakukan dengan menggunakan aproksimasi berulang, sampai diperoleh nilai perbedaan dari F pada sisi kiri dan kanan lebih kecil dari nilai toleransi yang diberikan.

FK yang dihitung dengan persamaan (4) dan (5) merupakan faktor keamanan yang belum dikoreksi, sehingga setelah F dihitung kemu- dian harus dikalikan dengan faktor koreksi fo. maan lebih kecil dari nilai toleransi yang diberi-

kan. Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode yang umum dalam anali- sis kestabilan lereng, karena perhitungannya yang sederhana, cepat dan memberikan ha- sil FK yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang memenuhi semua kondisi kesetimbang- an seperti metode Spencer atau metode Ke- setimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk busur lingkaran untuk mencari faktor keamanan minimum.

3. Metode Janbu Yang Disederhanakan (Sim- plified Janbu Method)

Metode Janbu yang disederhanakan (Janbu, 1973; Saifuddin arief, 2008) juga termasuk salah satu metode yang populer dan sering digunakan dalam analisis kestabilan lereng.

asumsi yang digunakan dalam metode ini yai- tu gaya geser antaririsan sama dengan nol.

Metode ini memenuhi kesetimbangan gaya dalam arah vertikal untuk setiap irisan dan ke- setimbangan gaya dalam arah horizontal untuk semua irisan, namun kesetimbangan momen tidak dapat dipenuhi. Persamaan untuk gaya normal total (N) sebagai berikut:

gambar 7. Faktor koreksi untuk metode Janbu Yang Disederhanakan

(11)

Mineral & Batubara

Besarnya gaya normal antaririsan pada sisi kanan irisan (ER) dapat ditentukan dari ke- setimbangan gaya pada arah horizontal untuk setiap irisan, yang dapat dinyatakan de ngan persamaan sebagai berikut:

Persamaan (9)

Dengan menggunakan persamaan (1-a), maka persamaan (9) dapat ditulis ulang menjadi : Persamaan (10)

Gaya geser antaririsan pada sisi kiri dan kanan untuk setiap irisan dapat dinyatakan sebagai berikut:

Persamaan (11)

X

L

= λ f (x

L

) E

L

Persamaan (12)

X

R

= λ f (x

R

) E

R

Dengan menggunakan persamaan (8), (10), (11) dan (12) maka gaya normal antaririsan pada sisi kanan (ER) dapat dinyatakan sebagai berikut:

Persamaan (6)

F

Janbu

= f

o

. F

Faktor koreksi dimasukkan sebagai koreksi dari pengabaian gaya geser antaririsan, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Persamaan (7)

Besarnya nilai t bervariasi sesuai dengan jenis tanah yaitu sebagai berikut:

t = 0,69 untuk tanah dengan c≠0 dan φ = 0 t = 0,31 untuk tanah dengan c = 0 dan φ ≠ 0 t = 0,50 untuk tanah dengan c ≠0 dan φ ≠ 0 FK yang dihitung dengan metode ini apabi- la dibandingkan dengan metode yang teliti, seperti metode Kesetimbangan Batas Umum dan Morgenstern-Price, pada umumnya lebih rendah sekitar 30%, akan tetapi kadang dapat juga lebih besar sekitar 5%.

4. Metode Morgenstern-Price

Metode Morgenstern-Price dapat digunakan untuk semua bentuk bidang runtuh dan te lah memenuhi semua kondisi kesetimbangan.

Metode Morgenstern-Price menggunakan asumsi bahwa terdapat hubungan antara gaya geser antaririsan dan gaya normal antaririsan.

Metode Morgenstern-Price, perhitungan FK dilakukan dengan menggunakan kondisi kese- timbangan gaya dan momen dari setiap irisan.

Persamaan gaya normal total (N) setiap irisan adalah sebagai berikut (Morgenstern & Price, 1965; Saifuddin arief, 2008) :

Persamaan (8)

(12)

Mineral & Batubara

Besarnya gaya normal antaririsan pada sisi kanan irisan (ER) dapat ditentukan dari ke- setimbangan gaya pada arah horizontal untuk setiap irisan, yang dapat dinyatakan de ngan persamaan sebagai berikut:

Persamaan (9)

Dengan menggunakan persamaan (1-a), maka persamaan (9) dapat ditulis ulang menjadi : Persamaan (10)

Gaya geser antaririsan pada sisi kiri dan kanan untuk setiap irisan dapat dinyatakan sebagai berikut:

Persamaan (11)

X

L

= λ f (x

L

) E

L

Persamaan (12)

X

R

= λ f (x

R

) E

R

Dengan menggunakan persamaan (8), (10), (11) dan (12) maka gaya normal antaririsan pada sisi kanan (ER) dapat dinyatakan sebagai berikut:

Persamaan (6)

F

Janbu

= f

o

. F

Faktor koreksi dimasukkan sebagai koreksi dari pengabaian gaya geser antaririsan, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Persamaan (7)

Besarnya nilai t bervariasi sesuai dengan jenis tanah yaitu sebagai berikut:

t = 0,69 untuk tanah dengan c≠0 dan φ = 0 t = 0,31 untuk tanah dengan c = 0 dan φ ≠ 0 t = 0,50 untuk tanah dengan c ≠0 dan φ ≠ 0 FK yang dihitung dengan metode ini apabi- la dibandingkan dengan metode yang teliti, seperti metode Kesetimbangan Batas Umum dan Morgenstern-Price, pada umumnya lebih rendah sekitar 30%, akan tetapi kadang dapat juga lebih besar sekitar 5%.

4. Metode Morgenstern-Price

Metode Morgenstern-Price dapat digunakan untuk semua bentuk bidang runtuh dan te lah memenuhi semua kondisi kesetimbangan.

Metode Morgenstern-Price menggunakan asumsi bahwa terdapat hubungan antara gaya geser antaririsan dan gaya normal antaririsan.

Metode Morgenstern-Price, perhitungan FK dilakukan dengan menggunakan kondisi kese- timbangan gaya dan momen dari setiap irisan.

Persamaan gaya normal total (N) setiap irisan adalah sebagai berikut (Morgenstern & Price, 1965; Saifuddin arief, 2008) :

Persamaan (8)

Mineral & Batubara

Persamaan(16)

Persamaan (13) dan (16) adalah persamaan yang digunakan dalam perhitungan FK. Kedua persamaan tersebut digunakan secara se- rentak, dimulai dari irisan persamaan sampai irisan terakhir. Dalam perhitungan tersebut di- gunakan syarat batas untuk irisan pertama se- bagai berikut:

Persamaan (17)

E

L

(1) = E

0

= 0

Persamaan(18)

y

L

(1) = y

0

= 0

Untuk irisan terakhir syarat batas adalah se- bagai berikut :

Persamaan (19) Persamaan (13)

di mana:

Persamaan (14)

Persamaan kesetimbangan momen pada titik tengah dasar irisan adalah sebagai berikut:

Persamaan (15)

di mana hc adalah tinggi pusat massa irisan dari titik tengah pada dasar irisan. Dari persa- maan di atas, titik kerja gaya antaririsan pada sisi kanan irisan (yR) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

(13)

Mineral & Batubara

bidang runtuh kritis tersebut dapat ditentukan dengan cara coba-coba atau dengan meng- gunakan metode optimasi. Prinsip dasarnya, sebuah bidang runtuh yang masuk akal dibuat, kemudian dihitung FK-nya. Kemudian proses tersebut diulangi untuk sejumlah bidang runtuh yang masuk akal lainnya. Dari semua bidang runtuh yang dicoba kemudian dipilih bidang runtuh yang menghasilkan faktor keamanan yang terkecil, bidang runtuh ini kemudian dise- but sebagai bidang runtuh kritis.

Lokasi bidang runtuh kritis yang berbentuk bu- sur lingkaran dapat ditentukan antara lain de- ngan menggunakan dua metode, yaitu metode Grid and Radius dan metode Entry and Exit.

Dalam metode grid dan radius, bidang runtuh busur lingkaran dibuat dengan menentukan titik pusat lingkaran dan radius lingkaran atau garis yang menyinggung lingkaran. Titik-titik pada grid digunakan sebagai pusat dari ling- karan-lingkaran yang akan dicoba. apabila digunakan adalah garis yang menyinggung lingkaran, maka radius lingkaran adalah ja- rak tegak lurus dari pusat lingkaran terhadap garis singgung. Garis singgung dapat berupa garis horizontal maupun garis miring, seperti yang terlihat pada Gambar 8 (a).

Pada periode awal perkembangan metode iris- an, FK dari semua bidang runtuh yang dianali- sis ditampilkan dalam bentuk kontur FK, se- perti yang terlihat di Gambar 8 (b). Setiap titik pada grid menggambarkan nilai FK minimum dari semua bidang runtuh yang berpusat pada titik tersebut. Kontur FK menggambarkan ca- kupan dari bidang runtuh yang telah dianalisis serta menunjukkan bahwa FK minimum telah diperoleh.

Cara lain yang dapat digunakan untuk menampilkan FK dari semua bidang runtuh yang dianalisis adalah dengan menampilkan peta FK. Semua bidang runtuh yang masuk akal dari keseluruhan bidang runtuh yang dicoba dikelompokkan berdasarkan nilai FK- nya. Nilai FK diurutkan dari yang paling besar ke yang paling kecil, kemudian dikelompok- kan berdasarkan nilai interval tertentu, setiap interval diberi warna yang berbeda, seperti yang terlihat pada Gambar 9. Pada contoh Persamaan (20)

di mana hw adalah tinggi air yang mengisi re- takan tarik. apabila tidak ada air yang mengisi retakan tarik maka En = 0 dan yn = 0. Prinsip dari perhitungan faktor keamanan dalam metode Morgenstern-Price adalah mencari pasangan nilai FK dan faktor skala ( λ), sehingga syarat batas pada irisan terakhir dapat dipenuhi. Per- syaratan lainnya yang harus dipenuhi adalah tidak ada gaya normal pada dasar irisan yang mempunyai nilai negatif dan semua titik kerja gaya antaririsan harus berada di dalam massa gelinciran.

5. Metode Spencer

Spencer (1967) menganggap resultan gaya antaririsan pada semua irisan mempunyai sudut kemiringan tertentu yang sama. Hal ini secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

Persamaan (21)

di mana adalah sudut kemiringan dari resul- tan gaya antaririsan. Oleh karena itu, metode Spencer dapat dianggap sebagai kasus khu- sus dari metode Morgenstern-Price dimana f (x) = 1. Metode Spencer dapat digunakan un- tuk sembarang bentuk bidang runtuh dan me- menuhi semua kondisi kesetimbangan gaya dan kesetimbangan momen pada setiap irisan.

3. hASIL DAN PEMBAhASAN

Penentuan bidang runtuh kritis yang meng- hasilkan FK minimum adalah salah satu tahap penting dalam analisis kestabilan le- reng menggunakan metode irisan. Lokasi dari

(14)

Mineral & Batubara

bidang runtuh kritis tersebut dapat ditentukan dengan cara coba-coba atau dengan meng- gunakan metode optimasi. Prinsip dasarnya, sebuah bidang runtuh yang masuk akal dibuat, kemudian dihitung FK-nya. Kemudian proses tersebut diulangi untuk sejumlah bidang runtuh yang masuk akal lainnya. Dari semua bidang runtuh yang dicoba kemudian dipilih bidang runtuh yang menghasilkan faktor keamanan yang terkecil, bidang runtuh ini kemudian dise- but sebagai bidang runtuh kritis.

Lokasi bidang runtuh kritis yang berbentuk bu- sur lingkaran dapat ditentukan antara lain de- ngan menggunakan dua metode, yaitu metode Grid and Radius dan metode Entry and Exit.

Dalam metode grid dan radius, bidang runtuh busur lingkaran dibuat dengan menentukan titik pusat lingkaran dan radius lingkaran atau garis yang menyinggung lingkaran. Titik-titik pada grid digunakan sebagai pusat dari ling- karan-lingkaran yang akan dicoba. apabila digunakan adalah garis yang menyinggung lingkaran, maka radius lingkaran adalah ja- rak tegak lurus dari pusat lingkaran terhadap garis singgung. Garis singgung dapat berupa garis horizontal maupun garis miring, seperti yang terlihat pada Gambar 8 (a).

Pada periode awal perkembangan metode iris- an, FK dari semua bidang runtuh yang dianali- sis ditampilkan dalam bentuk kontur FK, se- perti yang terlihat di Gambar 8 (b). Setiap titik pada grid menggambarkan nilai FK minimum dari semua bidang runtuh yang berpusat pada titik tersebut. Kontur FK menggambarkan ca- kupan dari bidang runtuh yang telah dianalisis serta menunjukkan bahwa FK minimum telah diperoleh.

Cara lain yang dapat digunakan untuk menampilkan FK dari semua bidang runtuh yang dianalisis adalah dengan menampilkan peta FK. Semua bidang runtuh yang masuk akal dari keseluruhan bidang runtuh yang dicoba dikelompokkan berdasarkan nilai FK- nya. Nilai FK diurutkan dari yang paling besar ke yang paling kecil, kemudian dikelompok- kan berdasarkan nilai interval tertentu, setiap interval diberi warna yang berbeda, seperti yang terlihat pada Gambar 9. Pada contoh Persamaan (20)

di mana hw adalah tinggi air yang mengisi re- takan tarik. apabila tidak ada air yang mengisi retakan tarik maka En = 0 dan yn = 0. Prinsip dari perhitungan faktor keamanan dalam metode Morgenstern-Price adalah mencari pasangan nilai FK dan faktor skala ( λ), sehingga syarat batas pada irisan terakhir dapat dipenuhi. Per- syaratan lainnya yang harus dipenuhi adalah tidak ada gaya normal pada dasar irisan yang mempunyai nilai negatif dan semua titik kerja gaya antaririsan harus berada di dalam massa gelinciran.

5. Metode Spencer

Spencer (1967) menganggap resultan gaya antaririsan pada semua irisan mempunyai sudut kemiringan tertentu yang sama. Hal ini secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

Persamaan (21)

di mana adalah sudut kemiringan dari resul- tan gaya antaririsan. Oleh karena itu, metode Spencer dapat dianggap sebagai kasus khu- sus dari metode Morgenstern-Price dimana f (x) = 1. Metode Spencer dapat digunakan un- tuk sembarang bentuk bidang runtuh dan me- menuhi semua kondisi kesetimbangan gaya dan kesetimbangan momen pada setiap irisan.

3. hASIL DAN PEMBAhASAN

Penentuan bidang runtuh kritis yang meng- hasilkan FK minimum adalah salah satu tahap penting dalam analisis kestabilan le- reng menggunakan metode irisan. Lokasi dari

Mineral & Batubara

Pada metode Entry and Exit, bidang runtuh busur lingkaran dalam metode ini dibuat de- ngan menentukan daerah di mana tempat bu- sur lingkaran masuk (entry area) dan daerah di mana tempat busur lingkaran tersebut keluar (exit area). Daerah masuk dan daerah keluar tersebut kemudian dibagi ke dalam sejumlah titik, sehingga dihasilkan sejumlah titik ma- suk (entry points) dan titik keluar (exit points).

Langkah selanjutnya dalam pembuatan busur lingkaran adalah dengan memilih sebuah ti- tik masuk dan sebuah titik keluar. Kemudian dibuat garis yang menghubungkan kedua titik tersebut, setelah itu di tengah garis hubung ini dibuat sebuah garis baru yang tegak lurus terhadap garis hubung tersebut. Sepanjang garis yang tegak lurus terhadap garis hubung ini (Gambar 9), warna merah menunjukkan

kelompok faktor bidang runtuh dengan kea- manan yang paling kecil dan garis putih ada- lah lokasi dari bidang runtuh kritis. Kelebihan cara ini dapat ditunjukkan secara jelas loka- si dari bidang runtuh kritis terhadap semua bidang runtuh yang dicoba.

Kelemahan metode grid and radius adalah ti- dak dapat digunakan untuk menentukan nilai FK minimum untuk lereng dengan material yang hanya mempunyai nilai sudut gesek saja (Ø > 0, c = 0) atau lereng yang hanya mem- punyai nilai kohesi saja (c > 0, Ø = 0). Untuk kedua kasus tersebut nilai FK minimum akan terletak di pinggir dari grid titik-titik pusat ling- karan.

gambar 8. Bidang runtuh kritis busur lingkaran metode grid and radius menggunakan garis tangen

0.680

Distance (Jarak - meter)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Elevation (Kedalaman - meter)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 81 84

gambar 9. Peta FK semua bidang runtuh busur lingkaran metode entry and exit

(15)

Mineral & Batubara

si 84 m dan 75 m). Hal ini disebabkan kare- na gaya hidrostatik yang berasal dari berat air perendam yang berfungsi sebagai pembantu penahan kelongsoran bekerja maksimal dan berat batuan dalam kondisi paling minimal, karena tidak ada penambahan beban oleh air di atasnya.

Nilai FK terendah ditunjukkan pada kondisi le- reng sedikit terendam (Gambar 4f), yaitu pada elevasi 45 meter. Hal ini disebabkan karena berkurangnya gaya hidrostatik yang berasal dari berat air perendam yang berfungsi se- bagai pembantu penahan kelongsoran.

Kedalaman perendaman tidak mengubah tegangan efektif di dalam tanah atau batuan.

Berdasarkan perhitungan dapat dijelaskan bahwa sebuah titik yang terletak 5 m di bawah permukaan tanah dan berada di bawah air pada kedalaman 2 meter, maka total tekanan vertikal (σv) dapat dihitung sebagai σv = yszs+

ywzw di mana zs adalah kedalaman di bawah permukaan dasar laut dan zw adalah kedalam- an perendaman. Misalkan satuan total berat material batuan adalah 20 kN/m3 dan satuan berat air adalah 10 kN/m3, maka total tekanan vertikal menjadi σv = (5 m*20 kNm3) + (2 m*10 kNm3) = 120 kPa. Sedangkan besarnya tekanan pori adalah u = zsyw + zwyw

u = (5 m*10 kNm3 ) + (2 m*10 kNm3 ) = 70 kPa.

Tekanan efektif (σ’) dapat dihitung sebagai σ’

= 120 kPa ‒ 70 kPa = 50 Kpa

Jika kedalaman perendaman dimisalkan diu- bah menjadi 10 meter, maka tekanan efektif dapat dihitung sebagai berikut :

σ’ = (5 m * 20 kNm33) + (10 m * 10 kNm33) = 200 kPa

u = (5 m * 10 kNm33) + (10 m * 10 kNm33) = 150 kP a

σ’u = 200 kPa – 150 kPa = 50 kPa

Dalam kedua kasus tersebut tekanan efektif adalah 50 kPa. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan efektif tanah tidak dipengaruhi keda- laman perendaman. Dalam hal kasus simulasi di atas, yang mempengaruhi besarnya nilai FK tersebut akan menjadi lokasi dari titik-titik

radius.

Dengan menggunakan tiga buah titik, yaitu titik radius, titik masuk dan titik keluar, maka dapat ditentukan pusat dan radius dari sebuah bidang runtuh. Dalam pembuatan titik radius, dikontrol sehingga tidak menghasilkan busur lingkaran yang mempunyai radius tak hingga (garis lurus) maupun bidang runtuh dengan sudut kemiringan pada titik masuknya tidak lebih besar dari 90o.

Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan bidang runtuh kritis secara otomatis dengan menggunakan software/program komputer yaitu dapat menghasilkan bidang runtuh yang tidak masuk akal, bidang runtuh yang tidak se- suai dengan kondisi lereng yang sebenarnya atau menghasilkan mekanisme keruntuhan yang tidak mungkin terjadi sepanjang bidang runtuh yang dibuat. Untuk mengatasi hal ini, maka harus selalu diperiksa dan dipertimbang- kan apakah bidang runtuh kritis dan FK yang dihasilkan oleh perangkat lunak masuk akal atau tidak.

Hasil simulasi tersebut disajikan dalam Tabel 3 dan grafik pada Gambar 10 (a) dan (b), mem- perlihatkan bahwa lereng yang terendam air secara penuh (elevasi 84 meter) menghasilkan FK yang tinggi untuk semua metode analisis, kecuali metode Ordinary (Fellenius). Memang FK yang dihitung dengan metode ini pada umum nya mempunyai nilai yang lebih rendah sebesar 5% sampai dengan 20%. Bahkan un- tuk lereng landai dengan tekanan air pori yang tinggi, perbedaannya dapat mencapai seki- tar 60%. Untuk lereng dengan material yang mempunyai sudut gesek sama dengan nol (φ = 0) metode ini dapat memberikan nilai FK yang seakurat Metode Bishop Yang Diseder- hanakan. Untuk lereng dengan material yang mempunyai sudut gesek lebih besar daripada nol, metode ini dapat menghasilkan rancangan lereng yang terlalu landai.

FK paling tinggi dihasilkan dari kondisi lereng yang terendam tepat sampai lantai atas lereng (elevasi 65 m, Gambar 4c) meskipun tidak jauh berbeda dengan yang terendam penuh (eleva-

Gambar

gambar 1. Kemiringan lereng masing-masing a=50 o , b=40 o  dan c=33 o .
gambar 1. Kemiringan lereng masing-masing a=50 o , b=40 o  dan c=33 o .
gambar 3. Bentuk galian penambangan oleh BWD dan KiP
gambar 3. Bentuk galian penambangan oleh BWD dan KiP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Banyuwindu, Gunung Gentong, Gadjah Mungkur, dan Watuondo ditemukan kate- gori pohon sebanyak 46 jenis, 17 jenis kate- gori tiang, 27 jenis kategori pancang,19 jenis kategori semai

Menurut Sumarsono dalam laporan penelitiannya mengenai pemertahanan penggunaan bahasa Melayu Loloan di desa Loloan yang termasuk dalam wilayah kota Nagara, Bali

materi kepada siswa. Padahal, umumnya sekolah di Kuala Tungkal telah memiliki sarana penunjang seperti infocus dan ruangan multi media di sekolah tersebut. Salah satu

Dalam bukunya: Future of an Illusision, Freud sangat kurang memberi perhatian pada sumber-sumber terdalam perasaan religius disbanding tentang apa yang dipahami manusia

Berdasarkan pemikiran dan pertanyaan-pertanyaan di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis kualitas pakan silase yang dibuat, mengetahui respon

Dalam kasus kontak, segera siram kulit dengan banyak air sekurang-kurangnya 15 menit saat menghapus pakaian yang terkontaminasi..

1) Bagi daerah yang sudah membentuk Forum Komunikasi Jejaring Pemagangan : Kegiatan di daerah diawali dengan rapat persiapan di masing-masing lokasi yang

Jumlah laporan pendataan penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia dan sosialisasinya kepada instansi terkait. Partisipasi