SKRIPSI
INDUKSI MUTASI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) MENGGUNAKAN BERBAGAI KONSENTRASI
KOLKISIN
Oleh:
MAYA FITRIANA 11880221914
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU
2023
SKRIPSI
INDUKSI MUTASI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) MENGGUNAKAN BERBAGAI KONSENTRASI
KOLKISIN
Oleh:
MAYA FITRIANA 11880221914
Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU
2023
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji bagi Allah Subbhanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan laporan hasil penelitian ini dengan baik.
Shalawat beriring salam untuk junjungan kita Baginda Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam.
Laporan hasil penelitian yang berjudul “Induksi Mutasi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Menggunakan Berbagai Konsentrasi Kolkisin”.
Merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Peternakan, Universitas Islam Sultan Syarif Kasim Riau.
Dalam melaksanakan dan penyusunan skripsi ini tak lupa penulis menyampaikan terimakasih sedalam-dalamnya kepada:
1 Kepada kedua orang tua penulis yakni Bapak Muhammad Amin dan Ibu Zulimar yang telah senantiasa mendukung penulis pada setiap langkah yang penulis ambil, memberikan do‟a yang tulus sehingga penulis dapat menempuh Pendidikan hingga saat ini.
2 Kepada keluarga penulis yang selalu menyemangati penulis dalam menjalani Pendidikan yang penulis tempuh.
3 Ibu Prof. Dr. Rosmaina S.P., M.Si sebagai Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Sultan Syarif Kasim Riau, dan pembimbing I serta selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan motivasinya selama masa studi.
4 Ibu Nida Wafiqah Nabila M.Solin, S.P., M.Si. selaku pembimbing II yang penuh kesabaran membimbing, memberi motivasi, dan arahan kepada penulis sampai selesainya skripsi ini.
5 Bapak Dr. Zulfahmi, S.Hut., M.Si. selaku pembimbing lapangan yang selalu sabar memberi arahan dan motivasi kepada penulis sampai selesainya penelitian penulis.
6 Ibu Tiara Septirosya, S.P., M. Si selaku dosen penguji I yang telah meluangkan waktu untuk dapat memberikan masukan sumbangsih pikiran dan tenaga kepada penulis demi kesempurnaan penyusunan karya tulis ini.
7 Ibu Oksana, S.P., M.P selaku dosen penguji II yang telah meluang waktu untuk dapat memberikan masukan sumbangsih pikiran dan tenaga kepada penulis demi kesempurnaan penyusunan karya tulis ini.
8 Seluruh dosen di Jurusan Agroteknologi UIN SUSKA Riau.
9 Seluruh tenaga pengajar akademik atas segala bantuan dan fasilitas dalam kegiatan akademik.
10 Kepada tim bawang merah yang telah bekerja sama dan berjuang dalam penelitian ini yaitu Audri Saskia,S.P, Jihan Fahira, S.P, Miranda Wahyuni, S.P, Rajes Atrio Melcan, S.P, dan Dedy Affandi, S.P.
11 Kepada teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu penulis di dalam penyelesaian karya tulis penelitian ini, Febrianto Saputra, S.P, Eko Irnanda, S.P, Intan Kusuma Saputra, S.P, Nazri Al- Dhani, Aldi Prasetia, Wahyu Tri Prastyo, Shaqira Mozarida Ananda, S.P, Anjes Pranata, S.P, Ratna Indrianti, S.P, Sunardi, Lenni Angraeni, S.P, Mutia Anjani, Intan Anggi Saputri, S.P.
Semoga dukungan yang penulis terima mendapatkan balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk kemajuan kita semua dalam menghadapi masa depan.
Pekanbaru, Januari 2023
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Maya Fitriana dilahirkan di Desa Naga Beralih, Kabupaten Kampar, Kecamatan Kampar Utara pada tanggal 08 Januari 2000. Lahir dari pasangan M. Amin dan Zulimar, yang merupakan anak terakhir dari tujuh bersaudara. Bersekolah di SDN 005 Naga Beralih dan tamat pada tahun 2012.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah di SMPN 1 Kampar dan tamat pada tahun 2015. Pada tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Lubuk Dalam dan tamat pada tahun 2018.
Pada tahun 2018 Penulis diterima menjadi mahasiswa pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negri Sultan SyariF Kasim Riau melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negri (SBMPTN).
Pada bulan Juli sampai September 2020 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di Kecamatan Lubuk Dalam, Kabupaten Siak, Riau. Pada bulan Juli sampai September tahun 2021 melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Dari Rumah (KKN-DR) di Kelurahan Tangkerang Labuai Kecamatan Bukit Raya Kabupaten Kota Pekanbaru Provinsi Riau.
Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Maret sampai Mei 2022 dengan judul
“Induksi Mutasi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Menggunakan Berbagai Konsentrasi Kolkisin” di bawah bimbingan Ibu Prof. Dr. Rosmaina, S.P., M.Si.
dan Ibu Nida Wafiqah Nabila M. Solin, S. P., M.Si.
Pada 10 Januari 2023 dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar Sarjana Pertanian melalui sidang tertutup Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
i KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Subhanhu wa Ta’ala yang telah memberikan kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian dengan judul “Induksi Mutasi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Menggunakan Berbagai Konsentrasi Kolkisin”. Salawat dan salam tak lupa pula penulis haturkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu‟alaihi wasallam, yang mana berkat rahmat beliau kita dapat merasakan dunia yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini.
Skripsi ini dibuat sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Rosmaina, S.P., M. Si selaku dosen pembimbing I dan Ibu Nida Wafiqah Nabila M. Solin, S.P., M. Si selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, dan motivasi sampai menyelesaikan skripsi ini.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dami kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua baik untuk masa kini maupun untuk masa yang akan datang.
Pekanbaru, Januari 2023
Penulis
INDUKSI MUTASI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) MENGGUNAKAN BERBAGAI KONSENTRASI
KOLKISIN
Maya Fitriana (11880221914)
Di bawah bimbingan Rosmaina dan Nida Wafiqah Nabila M.Solin
INTISARI
Perbaikan sifat tanaman dapat dilakukan melalui induksi mutasi, salah satu mutagen yang dapat digunakan adalah kolkisin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi kolkisin terhadap pertumbuhan bawang merah varietas SS Sakato. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari tiga kelompok dan empat perlakuan (0 ppm, 100 ppm, 200 ppm dan 300 ppm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 100-300 ppm kolkisin signifikan menurunkan tinggi tanaman, jumlah umbi, berat basah, berat kering, diameter umbi dan persentase panen, namun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun serta jumlah anakan bawang merah varietas SS Sakato. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian 100-300 ppm kolkisin menyebabkan perubahan morfologi pada semua karakter yang diamati dengan koefisien keragaman 50-65%.
Kata kunci : koefisien keragaman, heritabilitas, mutagen kimia. persentase panen, poliploid, SS Sakato.
iii INDUCTION MUTATIONS ON SHALLOT (Allium ascalonicum L.)
USING VARIOUS CONCENTRATIONS OF COLCHICINE
Maya Fitriana (11880221914)
Under the guidance of Rosmaina and Nida Wafiqah Nabila M. Solin
ABSTRACT
Improvement of plant can be done through mutation with colchicine. This study aimed to determine the effect of colchicine concentration on the growth of shallots of SS Sakato variety. The research method used a Randomized Block Design (RBD) that consist of three groups and four treatments (0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, and 300 ppm). The results showed that the application of 100-300 ppm colchicine significantly decreased plant height, the number of tubers, wet weight of tubers, dry weight of tubers, tuber diameter, and harvest percentage, but did not significantly affect to the number of leaves and the number of tillers of the SS Sakato variety. From the results of this study, it can be concluded that the application of 100-300 ppm colchicine caused morphological changes in all observed characters with coefficient of diversity 50-65%.
Keywords:coefficient diversity, heritability, chemical mutagen, harvest percentage, polyploid, SS Sakato
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
INTISARI ... ii
ABSTRACT ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR SINGKATAN……….. .... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 3
1.3. Manfaat Penelitian ... 3
1.4. Hipotesis ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Pemulian Mutasi ... 4
2.2. Induksi Mutasi Kolkisin……… 5
2.3. Penggunaan Kolkisin pada Mutasi Bawang Merah ... 6
2.4. Deskripsi Tanaman Bawang Merah ... 6
2.5. Syarat Tumbuh Bawang Merah ... 8
III. MATERI DAN METODE ... 10
3.1. Waktu dan Tempat... 10
3.2. Alat dan Bahan ... 10
3.3. Rancangan Penelitian ... 10
3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 10
3.5. Parameter pengamatan ... 13
3.6. Analisis Data ... 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
4.1 Kondisi Umum ... 18
4.2 Tinggi Tanaman (cm) dan Jumlah Daun (helai) ... 19
4.3 Jumlah Anakan dan Jumlah Umbi ... 20
4.4 Berat Basah dan Berat Kering (g) ... 22
4.5 Diameter Umbi (cm) dan Persentase Panen (%) ... 24
4.6 Ragam Genotipe, Ragam Fenotipe dan Heritabililitas ... 26
4.7 Koefisien Kesamaan dan Koefisien Keragaman ... 27
v
V. PENUTUP ... 30
5.1 Kesimpulan ... 30
5.2 Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 31
LAMPIRAN ………. 35
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Analisis Sidik Ragam RAK Faktor
Tunggal………. 15
4.1 Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) dan Jumlah Daun (helai) Bawang Merah Perlakuan Kolkisin pada Minggu ke-
6………… 18
4.2 Rata-rata Jumlah Anakan dan Jumlah Umbi Bawang Merah
Perlakuan Kolkisin pada Minggu ke-
6………..………... 20
4.3 Rata-rata Berat Basah dan Berat Kering Umbi (g) Bawang Merah Perlakuan Kolkisin pada Minggu ke-
6……..…..……….. 21
4.4 Rata-rata Diameter Umbi (cm) dan Persentase Panen (%)
Bawang Merah Perlakuan Kolkisin pada Minggu ke-6……….. 23 4.5 Rata-rata ragam Genotipe (σ2g), Fenotipe (σ2p), Heritabilitas,
Koefisien Keragaman Genotipe (KKG), Koefisien Keragaman Fenotipe (KKF) Bawang Merah Perlakuan Perendaman Umbi pada Kolkisin (100-300 ppm) 6 MSA (Minggu Setelah
Aplikasi) 25
4.6 Koefisien Kesamaan dan Koefisien Keragaman
(%)…...………. 26
vii DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1 Kondisi daun bawang merah yang diberi perlakuan 300 ppm
kolkisin (A)(B) dan tanaman kontrol
(C)...……… 17
4.2 Kondisi Tanaman sebelum
dipanen………... 18
4.3 Persentase Penurunan Jumlah Daun Tanaman Bawang Merah
pada Berbagai Konsentrasi Kolkisin……...……….. 19 4.4 Persentase Penurunan Jumlah Anakan dan Jumlah Umbi
Tanaman Bawang Merah pada Berbagai Konsentrasi
Kolkisin… 20
4.5 Persentase Penurunan Berat Basah dan Berat Kering Tanaman Bawang Merah pada Berbagai Konsentrasi
Kolkisin……...……. 22
4.6 Persentase Penurunan Diameter Umbi dan Persentase Panen Tanaman Bawang Merah pada Berbagai Konsentrasi
Kolkisin…. 23
4.7 Dendogram Perlakuan Kolkisin 100 ppm (A), 200 ppm (B), 300
ppm (C)………...…...………... 27
DAFTAR SINGKATAN
g Gram
mdpl meter di atas permukaan laut
cm Centi meter
MST Minggu setelah tanam Ppm part per million
RAK Rancangan Acak Kelompok
C Celcius
HST Hari Setelah Tanam
SAS Statistical Analysis System MVSP MultiVariate Statistical Package
UPGMA Unweighted Pair Group Method Arithmetic Average
ix DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Layout Penelitian ………... 34
2 Deskripsi Tanaman Bawang Merah Var.
Sakato………... 35
3 Alur Pelaksanaan Penelitian
Kolkisin……….. 37
4 SAS ……….……… 38
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Bawang merah ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap bumbu masakan guna menambah cita rasa dan kenikmatan makanan (Rahayu dan Nur, 2007). Selain berfungsi sebagai bumbu dapur dan penyedap masakan, bawang merah juga bermanfaat bagi kesehatan diantaranya untuk penyembuhan sembelit, mengontrol tekanan darah, menurunkan kolesterol, menurunkan resiko diabetes, mencegah pertumbuhan sel kanker dan mengurangi resiko gangguan hati (Wibowo, 2005). Bawang merah mengandung kalsium, fosfor, zat besi, karbohidrat, vitamin seperti A dan C (Irawan, 2010).
Produksi bawang merah di Provinsi Riau masih rendah yaitu 263 ton/tahun, (BPS, 2020), sehingga untuk kebutuhan sehari-hari, Riau masih mengandalkan bawang merah dari Sumatera Barat, Jawa Barat, Sumatera Utara dan Jawa Tengah. Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut perlu adanya suatu usaha perbaikan tanaman. Upaya pengembangan varietas bawang merah yang berproduksi tinggi di Riau sangat diperlukan guna memenuhi kebutuhan bawang merah minimal mengurangi ketergantungan dari daerah lain.
Banyak varietas lokal yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di daerah Riau, salah satunya bawang merah varietas Sakato. Varietas ini merupakan salah satu varietas unggul bawang merah di Indonesia yang memiliki hasil produksi yang tinggi dan akan sangat baik jika dapat ditanam di daerah Riau ini.
Peningkatan ukuran umbi bawang merah lokal diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan preferensi konsumen terhadap bawang merah lokal Indonesia.
Perbaikan sifat genetik bawang merah dapat dilakukan dengan persilangan maupun perlakuan kimia. Namun, perbaikan dengan cara persilangan sulit dilakukan karena tanaman bawang merah memiliki tingkat sterilitas bunga yang tinggi (Syukur, 2013). Varietas-varietas unggul dapat diperoleh melalui pemuliaan tanaman, diantaranya mutasi dan prosedur transgenik. Peningkatan keragaman pada bawang merah dapat dilakukan melalui mutasi (Syukur dkk., 2015).
2 Induksi mutasi adalah perubahan materi genetik yang disebabkan oleh usaha manusia dan merupakan salah satu cara meningkatkan keragaman tanaman.
Mutasi dapat dilakukan secara fisik dan kimia, Mutasi fisik adalah mutasi yang terjadi akibat pemberian mutagen fisik, misalnya perlakuan iradiasi. Mutasi kimia adalah mutasi yang terjadi dengan akibat perlakuan bahan-bahan kimia tertentu, seperti kolkisin. Kolkisin adalah salah satu mutagen yang bekerja menggandakan kromosom melalui penghambatan benang spindle, sehingga menghasilkan tanaman baru yang poliploid. Induksi poliploid dengan mutagen kolkisin dapat dilakukan pada bawang merah varietas SS Sakato sebagai langkah awal pembentukan kultivar unggul baru.
Umumnya kolkisin akan bekerja efektif pada konsentrasi 0,01-1% untuk jangka waktu 6-72 jam (Eigsti dan Dustin, 1957; Suryo, 1995). Namun pada dasarnya setiap tumbuhan mempunyai respon yang berbeda-beda, tergantung jenis dan organ yang diberi perlakuan. Menurut Setyawan (2001) konsentrasi kolkisin 1% belum menyebabkan keracunan/kematian akar pada kebanyakan tanaman bawang budidaya (genus alium), dan belum menggumpalkan materi DNA kromosom, sehingga dapat digunakan untuk menelusuri adanya mutasi dengan hasil memuaskan. Apabila kolkisin digunakan pada konsentrasi yang tepat maka jumlah kromosom akan meningkat, sehingga tanaman bersifat poliploid. Ciri-ciri fisik tanaman poliploid adalah meningkatnya ukuran sel, laju pertumbuhan sel lambat, daun lebih tebal, bunga lebih besar dan sedikit, buah lebih besar, serta menurunnya fertilitas pada berbagai tingkat dibandingkan dengan tanaman diploid (Griffith dkk., 1999). Dengan demikian kualitas tanaman yang diberi perlakuan diharapkan lebih baik dibandingkan tanaman diploid.
Aplikasi kolkisin pada tanaman telah banyak dilakukan, diantaranya pada tanaman melon (Cucumis melo), perlakuan kolkisin 0,2 % efektif untuk menginduksi poliploid pada buah melon (Aggraito, 2004), perendaman 100-300 ppm dengan lama perendaman 6-9 jam meningkatkan berat, diameter, dan daging buah pada tanaman sedap malam (Yekti dkk., 2013). Pada tanaman bawang merah, pemberian kolkisin 200 ppm dan perendaman 10 jam menghasilkan tanaman poliploid bawang merah var. Batu Ijo (Putra dan Andy, 2019);
pemberian 0.05% kolkisin pada planlet bawang merah kultivar Sumenep mampu
menginduksi tetraploid bawang merah secara in vitro serta meningkatkan ukuran stomata dan epidermis pada bawang (Setyowati dkk., 2013); pemberian kolkisin 0,2 % pada perendaman 24 jam menyebabkan penggandaan jumlah kromosom terbanyak dengan jumlah kromosom 54 dan variasi kromosom 6n + 4 (Gultom, 2016); konsentrasi kolkisin 0,1% serta perendaman 24 dan 48 jam menghasilkan tanaman dengan jumlah tunas dan ploidi tertinggi (Hailu dkk., 2020).
Pengaruh berbagaikonsentrasi kolkisin terhadap tanaman perlu diketahui, sehingga diperoleh konsentrasi optimum untuk mendapatkan tanaman poliploid
.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Induksi Mutasi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Menggunakan Berbagai Konsentrasi Kolkisin”.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perubahan morfologi bawang merah varietas SS Sakato akibat pemberian konsentrasi kolkisin.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini yaitu diharapkan mendapatkan jenis baru bawang merah yang dapat berproduksi baik di Riau.
1.4 Hipotesis
Terdapat perubahan morfologi pada bawang merah sebagai akibat diberikannya perlakuan kolkisin.
4 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemuliaan Mutasi
Mutasi adalah perubahan organisme yang terjadi karena adanya perubahan bahan dan perubahan struktur genetik. Istilah mutasi pertama kali digunakan oleh De Vries tahun 1901 untuk menjelaskan perubahan penampakan fenotipe yang besar dan terputus dari Oenothera lamarckiana spesies asli dari Amerika yang didapatkan tumbuh sebagai gulma di negeri Belanda. De Vries mengamati setiap tahun tanaman tersebut tumbuh dengan tipe yang berbeda dalam kebunnya (Crowder, 2006). Penemuan De Vries merupakan mutasi dalam arti yang luas.
Mutasi merupakan sumber utama bentuk gen baru (alele) dan menimbulkan keragaman genetik bagi seleksi alami dan untuk digunakan oleh pemulia tanaman dan hewan dalam menciptakan varietas baru (Crowder, 2006).
Ada dua cara mutasi terinduksi yaitu dengan fisika dan kimia. Kategori fisika seperti sinar x, sinar gamma, sinar beta, neutron cepat dan neutron lambat, partikel alfa, sinar devteron dan sinar ultra ungu. Sedangkan kategori kimia seperti Etil Metan Sulfonat (EMS), Dietil Sulfat (DES), Metil Metan Sulfonat (MMS), Hidroksil Amina, dan Nitrous Acid dan kolkisin. Mutagen fisik yang sering digunakan adalah radiasi sinar x dan sinar gamma. Seorang sarjana dari Amerika Serikat dikenal dengan nama L.J. Stadler yang menginduksi mutasi tanaman jagung dan jelai dengan menggunakan sinar x dan sinar gamma. Sinar x dan sinar gamma mentransmisikan energi dalam bentuk gelombang tanpa membuat gerakan zat yang diradiasi, seperti panas dan cahaya matahari.
Mutasi kimia yang telah sering digunakan adalah Ethylene Methane Sulfonat (EMS) dan kolkisin. Mutagen kolkisin telah dicobakan pada tanaman sorgum yang menghasilkan mutan dengan fenotipe tanaman yang pendek dengan biji putih yang dilepas sebagai kultivar baru (Wattimena dkk., 2011). Mutasi dihasilkan dari segala macam tipe perubahan materi yang diturunkan DNA, yang merupakan sasaran utama dari pemberian bahan mutasi. Perubahan DNA yang terjadi akibat adanya mutasi, akan menimbulkan variasi genetik baru yang akan diturunkan pada turunannya.
Mutasi tumbuhan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan benih unggul suatu tanaman yang bermutu. Pemuliaan mutasi, atau juga disebut
pemuliaan variasi, adalah proses mengekspos benih dengan zat kimia atau radiasi untuk menghasilkan mutan dengan ciri tertentu yang diinginkan, untuk dibiakkan dengan kultivar lain. Organisme baru hasil mutasi disebut mutan (Zulfahmi, 2008).
2.2 Induksi Mutasi Kolkisin
Kolkisin (C22H25NO6) merupakan salah satu reagen untuk mutasi yang dapat menyebabkan terjadinya poliploid, yaitu keadaan suatu individu yang memiliki lebih dari dua set kromosom (Welsh, 1991; Snustad dkk., 1997; Griffiths dkk., 1999). Penggunaan kolkisin berguna untuk menggandakan jumlah kromosom. Kolkisin termasuk senyawa alkaloid toksik dan bersifat karsinogenik yang diperoleh dari ekstrak tumbuhan Colchicum autumnale. Kolkisin mempengaruhi penyusunan mikrotubula dalam sel tanaman yang dapat mempengaruhi pertumbuhannya. Adanya kolkisin dapat menghambat terbentuknya benang-benang spindel pada saat pembelahan mitosis (Taylor, 1965). Kromosom yang telah bereplikasi tetap tidak terpisah dan tidak dapat memasuki tahap anafase. Pada keadaan ini sel telah memiliki jumlah kromososm sebanyak 2 kali lipat atau kromosom mengalami penggandaan (Corebima, 2000)
Kolkisin dapat diaplikasikan pada titik tumbuh bibit atau bibit dapat dimasukkan dalam larutan kolkisin selama periode waktu tertentu. Tiap spesies mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap konsentrasi kolkisin yang diperlukan dan lamanya perlakuan untuk mengubah komposisi kromosom.
Kolkisin dapat menghambat pembentukan serabut gelendong dan sitokenesis berikutnya, sehingga membentuk sel dengan jumlah kromosom yang meningkat (Crowder, 2006).
Kolkisin telah diterapkan pada berbagai tanaman, diantaranya untuk menghasilkan semangka tanpa biji (Ihsan dkk., 2008), memperbesar ukuran buah pada tanaman melon (Cucumis melo) (Aggraito, 2004); memperbesar daun dan batang tanaman pacar air (Impatien balsamina) (Wiendra dkk., 2011);
meningkatkan ukuran stomata dan epidermis pada bawang wakegi kultivar Sumenep (Setyowati dkk., 2013), meningkatkan kandungan terpenoid indol alkaloid Catharanthus roseus (Xing et al., 2011); serta menginduksi tetraploid
6 2.3 Penggunaan Kolkisin pada Mutasi Bawang Merah
Tingkat keberhasilan dalam pemberian kolkisin pada tanaman dipengaruhi oleh dosis kolkisin yang diberikan serta lama perendaman yang tepat. Penggunaan kolkisin yang belum tepat dosis dan lama perendamannya akan menyebabkan poliploidi yang diharapkan belum dapat diperoleh. Kolkisin efektif digunakan untuk menginduksi poliploidi tanaman pada konsentrasi 0,01–1,00% dengan lama waktu perendaman 6–72 jam (Suminah dan Setyawan, 2005; Gunarso, 1989).
Efektifitas perlakuan kolkisin juga dipengaruhi oleh letak pemberiannya pada bagian tumbuhan karena setiap tanaman memiliki respon berbeda-beda.
Hubungan kontak langsung perlakuan dengan titik tumbuh sangat berpengaruh (Putrasamedja, 2005).
Beberapa penelitian tentang penggunaan kolkisin pada bawang merah diantaranya, seperti pada penelitian Simanjuntak dkk. (2018) yang mendapatkan hasil bahwa pemberian kolkisin dengan dosis 6 ppm terhadap bawang merah menyebabkan peningkatan diameter umbi, jumlah daun, jumlah anakan serta bobot bawang dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Menurut Permadi dkk.
(1991) umbi bawang yang dipotong secara melintang dan direndam selama tiga jam dalam larutan kolkisin 0,04% merupakan cara induksi poliploidi yang paling efektif pada bawang merah Sumenep.
Pada penelitian Putra dan Andy (2019), tentang induksi poliploidi pada bawang merah varietas Batu Ijo dengan menggunakan berbagai konsentrasi kolkisin diantaranya kontrol, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, serta lama perendaman 5 jam dan 10 jam. Dari penelitian ini diketahui bahwa hasil terbaik didapatkan dari perlakuan kolkisin 200 ppm dengan perendaman 10 jam dengan berat basah tanaman, berat kering tanaman, diameter umbi tanaman, masing- masing berturut-turut 80.46 g, 70.38 g, 13.56 cm, dan jumlah siung 5. Konsentrasi ini juga merupakan kombinasi perlakuan terbaik untuk menghasilkan tanaman poliploid bawang merah varietas Batu Ijo.
2.4 Deskripsi Tanaman Bawang Merah 2.4.1 Botani Tanaman Bawang Merah
Bawang merah adalah spesies bawang yang faktanya berwarna keunguan yang diberi nama Allium ascalonicum L. merupakan anggota kelompok
Aggregatum, yakni sekumpulan bumbu makanan yang lazim digunakan di kawasan Asia Tenggara. Dalam keseharian kita, bawang merah sering dianggap berkerabat dengan bawang putih, bawang bombai, bawang daun dan semua jenis bawang lainnya. Salah satu cara membuktikan hal tersebut adalah dengan memahami klasifikasi bawang merah itu sendiri dalam ilmu biologi.
Estu dkk. (2007) menyatakan bahwa tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, divisio : Spermatophyta (menghasilkan biji), subdivisio : Angiospermae, class : Monocotyledonae, ordo : Liliaceae (suku bawang-bawangan), family : Liliales, genus : Allium, species : Allium ascolonicum atau Allium cepa var. Ascalonicum.
2.4.2 Morfologi Tanaman Bawang Merah
Tanaman bawang merah termasuk tanaman semusim, berumbi lapis, berakar serabut, berdaun silindris seperti pipa, memiliki batang sejati (diskus) yang berbentuk seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya perakaran dan mata tunas (titik tumbuh) (Rukmana, 2007). Tanaman bawang merah mempunyai aroma yang spesifik yang marangsang keluarnya air mata karena kandungan minyak Eteris alliin. Struktur morfologi tanaman bawang merah terdiri atas akar, batang, umbi, daun, bunga, dan buah.
Akar bawang merah merupakan akar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar pada kedalaman antara 15 – 30 cm di dalam tanah, tersusun atas rambut akar, batang akar, ujung akar, dan tudung akar.
Sedangkan secara anatomi (struktur dalam) akar tersusun atas epidermis, korteks, endodermis, dan silinder pusat. Ujung akar merupakan titik tumbuh akar. Ujung akar terdiri atas jaringan meristem yang sel-selnya berdinding tipis dan aktif membelah diri. Jumlah perakaran tanaman bawang merah dapat mencapai 20-200 akar (Purba dkk., 2021).
Memiliki batang sejati atau disebut diskus yang berbentuk seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas (titik tumbuh), diatas diskus terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah – pelepah daun dan batang semu yang berada di dalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis (Sudirja, 2007).
8 Daun pada bawang merah hanya mempunyai satu permukaan, berbentuk bulat kecil dan memanjang dan berlubang seperti pipa. Bagian ujung daunya meruncing dan bagian bawahnya melebar seperti kelopak dan membengkak. Daun relatif lunak, jika diremas akan berbau spesifik seperti bau bawang merah. Setelah kering di penjemuran, daun tanaman bawang merah melekat relatif kuat dengan umbi, sehingga memudahkan dalam pengangkutan dan penyimpanan (Sunarjono, 2003).
Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya antara 30 – 90 cm, dan di ujungnya terdapat 50 – 200 kuntum bunga yang tersusun melingkar seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5 – 6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau kekuning – kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir segitiga. Bunga bawang merupakan bunga sempurna dan dapat menyerbuk sendiri atau silang.
Meskipun jumlah kuntum bunga banyak, namun bunga yang berhasil mengadakan persarian relatif sedikit (Wibowo, 2005).
Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2 – 3 butir, bentuk biji agak pipih saat muda berwarna bening atau putih setelah tua berwarna hitam. Biji bawang berwarna merah dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif (Rukmana, 2015). Bagian pangkal umbi membentuk cakram yang merupakan batang pokok yang tidak sempurna (rudimenter). Dari bagian bawah cakram tumbuh akar-akar serabut. Di bagian atas cakram terdapat mata tunas yang dapat menjadi tanaman baru. Tunas ini dinamakan tunas lateral, yang akan membentuk cakram baru dan kemudian dapat membentuk umbi lapis kembali (Estu dkk. 2007).
2.5 Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah 2.5.1 Iklim
Tanaman bawang merah lebih mudah tumbuh di daerah beriklim kering, peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi, serta cuaca berkabut.
Tanaman ini membutuhkan kelembaban nisbi 50-70% dan penyinaran cahaya matahari yang maksimal. Menurut Rukmana (2002) tanaman bawang merah menghendaki areal pertanaman terbuka karena tanaman ini memerlukan penyinaran yang cukup, minimal sekitar 70% intensitas cahaya matahari.
Tanaman bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dengan iklim yang cerah. Apabila ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam maka bawang merah akan membentuk umbi lebih besar. Oleh karena itu, perlu diingat bahwa menanam bawang merah pada tempat-tempat yang terlindung dapat menyebabkan pembentukan umbinya kurang baik dan berukuran kecil (Wibowo, 2005).Tanaman bawang merah dapat membentuk umbi di daerah yang suhu udara antara 25- 32°C, sedangkan di bawah suhu udara 22°C tanaman bawang merah tidak akan bertumbuh dengan baik. Pada suhu yang rendah, pembentukan umbi akan terganggu atau umbi terbentuk tidak sempurna (Sumadi, 2003).
Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-400 m di atas permukaan laut (Sumarni dan Hidayat, 2005). Di Indonesia bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Tanaman bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di dataran tinggi, tetapi umur tanamnya menjadi lebih panjang 0,5-1 bulan dan hasil umbinya lebih rendah.
2.5.2 Tanah
Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup, dan reaksi tanah tidak masam. Tanah remah lebih baik daripada tanah bergumpal (Estu dkk, 2007). Tanah yang cukup lembab dan air tidak menggenang disukai oleh tanaman bawang merah. Jenis tanah yang paling baik adalah tanah lempung yang berpasir atau berdebu karena sifat tanah yang demikian ini mempunyai aerase dan draenase yang baik. Tanah yang demikian ini mempunyai perbandingan yang seimbang antara fraksi liat, pasir, dan debu, serta yang terpenting keadaan air tanahnya tidak menggenang. Pada lahan yang sering tergenang harus dibuat saluran pembuangan air (drainase) yang baik. Derajat kemasaman tanah (pH) antara 5,5 – 6,5 (Sartono, 2009).
Bawang merah tidak tahan kekeringan karena sistem perakaran yang pendek. Sementara itu kebutuhan air terutama selama pertumbuhan dan pembentukan umbi cukup banyak. Di lain pihak, bawang merah juga paling tidak tahan terhadap air hujan, tempat-tempat yang selalu basah atau becek. Sebaiknya
10 Dengan demikian, bawang merah selama hidupnya di musim kemarau akan lebih baik apabila pengairannya baik (Wibowo, 2005).
III. MATERI DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Mei 2022. Penelitian akan dilaksanakan di Lahan Percobaan UARDS Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang terletak di jalan H. R. Soebrantas No. 115 Km. 18, Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru.
3.2 Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih bawang merah varietas sakato, tanah, kolkisin, aquadest, alkohol, pupuk organik berupa pupuk kompos, insektisida, fungisida, NPK dan bahan lain yang mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah handsprayer, cangkul, selang, meteran, penggaris, ember, sendok ukur, kamera, alat tulis, gembor, kertas label, pisau, jangka sorong dan alat lainnya yang menujang penelitian.
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 3 kelompok dan 4 taraf konsentrasi kolkisin yaitu 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm dan 300 ppm. Setiap perlakuan memiliki 12 tanaman sampel sehingga terdapat 144 tanaman bawang merah secara keseluruhan. Perendaman dilakukan selama 12 jam. Parameter pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, jumlah umbi, berat basah, berat kering, diameter umbi dan persentase panen.
3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Persiapan Lahan
Area di sekitar lahan penanaman yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari gulma dan lainnya yang mengganggu. Tujuan dari pembersihan lahan adalah diperoleh lahan yang siap diolah dan bebas dari gangguan fisik
12 (batu-batuan) dan biologis (gulma). Sisa-sisa tanaman dapat dibenamkan saat dicangkul/traktor serta batu-batuan dapat dikumpulkan kemudian dibuang.
3.4.2 Pembuatan Bedengan
Pembuatan bedengan adalah membuat media pertanaman dengan cara mengolah tanah hingga gembur dengan bentuk searah serta menambah unsur hara organik di dalam tanah untuk memperbaiki kseuburan tanah. Dengan adanya pembuatan bedengan dan pemberian bahan organik tersebut maka diperoleh lahan yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman.
Pembuatan bedengan diawali dengan menggemburkan tanah dengan cara dibajak atau dicangkul sedalam 30 cm. Bedengan dibuat dengan ukuran 80 cm dengan jarak antar tanaman 20 cm x 20 cm. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kendang dengan perkiraan 10 ton/ha. Pemupukan dilakukan seminggu sebelum tanam.
3.4.3 Pemasangan Mulsa dan Pembuatan Lubang Tanam
Mulsa merupakan material penutup tanaman budidaya untuk menjaga kelembaban tanah serta dapat menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga membuat tanaman tersebut tumbuh dengan baik. Pembuatan lubang pada mulsa dilakukan dengan menggunakan kaleng yang diisi dengan bara api sesuai jarak yang diperlukan. Setiap perlakuan diberikan label yang sesuai.
3.4.4 Persiapan Umbi
Setelah persiapan lahan, selanjutnya yang dilakukan adalah persiapan benih bawang merah. Umbi yang disiapkan yaitu Umbi Bawang merah varietas Sakato. Benih yang disediakan dibersihkan dari sampah-sampah yang melekat agar tidak mengganggu proses perendaman.
3.4.5 Pembuatan Larutan
Bahan yang digunakan untuk membuat larutan kolkisin adalah aquadest dan serbuk kolkisin. Cara pembuatan larutan diawali dengan pembuatan larutan stok konsentrasi 1000 ppm dalam 500 mL aquades yang kemudian akan diencerkan dengan rumus pengenceran sesuai dengan konsentarasi yang
diperlukan. Untuk konsentrasi 100 ppm digunakan larutan stok sebanyak 50 ml ditambahkan dengan aquadest sehingga larutan mencapai 500 ml.
3.4.6 Pemberian Perlakuan
Umbi bawang merah yang telah dipilih kemudian akan dirompes sebelum dilakukan perendaman dengan larutan kolkisin 0% (kontrol), 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm. Tujuan pemotongan umbi bibit adalah untuk memecahkan masa dormansi dan mempercepat pertumbuhan tunas tanaman. Masing-masing perlakuan direndam selama 12 jam.
3.4.7 Penanaman
Setelah melewati tahap perendaman dengan kolkisin, umbi dipindahkan ke media tanam bedengan sesuai dengan jarak tanam yang ditentukan. Penanaman dilakukan dengan cara membenamkan 3/4 bagian umbi bawang merah pada lubang tanam yang tersedia dengan mata tunas yang menghadap ke atas.
Penanaman dilakukan pada sore hari untuk mengurangi penguapan pada benih yang telah dirompes.
3.4.8 Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara pemberian pupuk dan penyemprotan pestisida. Pemupukan dilakukan dengan pemberian pupuk dasar dan pupuk susulan. Pupuk dasar yang digunakan yaitu pupuk kandang yang mana diberikan sebagai campuran media tanam di bedengan dengan dosis 10 kg/bedengan Sedangkan pupuk susulan berupa pupuk NPK 16 16 16 dengan dosis 2.5 g/tanaman diberikan pada saat tanaman telah berumur 10 HST dilanjutkan saat tanaman berumur 25 HST.
Untuk mengendalikan gulma dapat dilakukan dengan penyiangan atau dicabut dengan tangan secara langsung maupun dengan parang. Pengendalian hama juga dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida, sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan penyemprotan fungisida. Fungisida yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungisida antracol dengan dosis 5 gram antracol per liter air.
14 3.4.9 Pemanenan
Panen dilakukan pada saat bawang merah sudah menunjukkan tanda-tanda seperti : pangkal daun menipis, daun tampak menguning, daun rebah sekitar 60%
dan umbinya terlihat padat berisi dan sebagian tersembul di permukaan tanah.
Warna kulit umbi mengkilat atau memerah. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh tanaman dengan hati-hati supaya tidak ada umbi yang tertinggal.
3.5 Parameter Pengamatan 3.5.1 Tinggi tanaman
Tinggi tanaman bawang merah diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung daun terpanjang dalam satu rumpun, pengukuran dilakukan menggunakan penggaris biasa dan dinyatakan dalam cm. Diukur pada saat tanaman berumur dua minggu setelah tanam hingga panen dan dilakukan seminggu sekali.
3.5.2 Jumlah Daun
Jumlah daun dihitung pada setiap rumpun bawang merah. Jumlah daun dihitung secara manual setiap satu minggu sekali mulai dari 2 MST-6 MST.
3.5.3 Jumlah Anakan
Pengamatan jumlah anakan pada tanaman bawang merah dilakukan setelah tanaman berusia 4 MST – 6 MST. Pengamatan dilakukan secara manual.
3.5.4 Jumlah Umbi
Jumlah umbi dihitung pada masing-masing rumpun bawang merah.
Penghitungan dilakukan secara manual. Pengamatan dilakukan ketika bawang merah sudah dipanen.
3.5.5 Diameter umbi
Umbi bawang merah yang sudah dipanen diukur diameternya satu-persatu dengan menggunakan jangka sorong, yaitu dengan mengukur pada bagian tengah umbi. Dinyatakan dalam cm. Umbi diukur setelah bawang merah dipanen.
3.5.6 Bobot Basah Umbi
Penimbangan dilakukan setelah tanaman dipanen dan dibersihkan dari kotoran yang menempel, kemudian timbang semua bagian yang meliputi akar, umbi serta daunnya menggunakan timbangan digital. Satuan yang digunakan yaitu gram (gr)
3.5.7 Bobot Kering Umbi
Bobot kering umbi dihitung setelah umbi dikeringkan di oven dengan suhu 70o C sampai berat umbi konstan. Kemudian ditimbang di timbangan analitik.
Satuan yang digunakan yaitu gram (g).
3.5.8 Persentase Panen
Persentase Panen menunjukkan jumlah bibit yang dapat tumbuh normal pada kondisi lingkungan dan waktu tertentu hingga sampai masa panen. Cara menghitung persentase panen adalah dengan menghitung bibit normal yang dihasilkan dari seluruh sampel dikalikan 100%.
3.5.9 Persentase Perubahan (%)
Persentase perubahan dihitung pada semua parameter pengamatan.
Persentase perubahan digunakan untuk mengetahui adanya peningkatan atau penurunan pertumbuhan pada perameter yang diamati. Perubahan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Persentase perubahan : ⁄ × 100%
Keterangan :
C0 : Kontrol
C : Kolkisin
n (1,2,3) :100 ppm, 200 ppm, 300 ppm
Jika terjadi peningkatan maka nilainya (+), sedangkan jika terjadi penurunan maka nilainya (-).
16 3.6 Analisis Data
3.6.1 Anova dan Uji Lanjut
Analisis data dilakukan dengan anova (Analysis Of Variance) menggunakan software SAS 9.0. Jika terdapat perbedaan maka dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) taraf 5%.
Tabel 3.1. Analisis Sidik Ragam RAK Satu Faktor Sumber
Keragaman (SK)
Derajat Bebas (DB)
Jumlah Kuadrat (JK)
Kuadrat Tengah (KT)
F-Hitung
F-Tabel 0.05 0.01
Perlakuan t-1 JKp KTp KTp/KTg
Kelompok r-1 JKk KTk
Galat (r-1)(t-1) JKg KTg Total (t.r)-1 JKt
3.6.2 Analisis Ragaman Genotipe, Fenotipe dan Heritabilitas
Berdasarkan variabilitas yang ada dalam populasi diperkirakan dengan mengukur mean (rataan), ragam pertumbuhan fenotipik dan genotipik. Untuk memperkirakan ragaman fenotip dan genotipik diperkirakan berdasarkan rumus Syukur et al. (2012) sebagai berikut:
σ2g = σ2f = σ2g + ( ) Keterangan :
σ²g : Ragaman genotipe σ²p : Ragaman fenotipe r : Ulangan
KTg : Kuadrat tengah genotipe KTe : Kuadrat tengah galat
KKG = √ KKF = √
Keterangan :
KKG : Koefisien Keragaman Genotipe KKF : Koefisien Keragaman Fenotipe
Heritabilitas arti luas (h2) dari semua sifat dihitung menurut rumus seperti yang dijelaskan oleh Allerd (1960) sebagai berikut:
h2bs = Keterangan : h2bs :
Heritabilitas σ²g : Ragam genotipe σ²p : Ragam fenotipe
3.6.3 Koefisien Keragaman Genetik
Koefisien Keragaman berdasarkan karakter pertumbuhan dilakukan menggunakan dendogram UPGMA melalui program MVSP 3.22.
30 V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian 100-300 ppm kolkisin menyebabkan terjadinya penurunan karakter pertumbuhan pada semua parameter pengamatan dibandingkan tanaman kontrol.
Keragaman yang terbentuk akibat mutasi kolkisin 100-300 ppm sebesar 50-65%.
Berdasarkan nilai heritabilitasnya semua karakter dominan dipengaruhi oleh faktor genetik.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan perlu diadakannya pengamatan lanjutan pada generasi M2 guna mengetahui pertumbuhan dan keragaman tanaman hasil mutasi.
DAFTAR PUSTAKA
Aili, E. N., Respatijarti, dan A. N. Sugiharto. 2016. Pengaruh Pemberian Kolkisin terhadap Penampilan Fenotip Galur Inbrida Jagung Pakan (Zea mays L.) pada Fase Pertumbuhan Vegetatif. Jurnal Produksi Tanaman, 4(5):370- 377
Aini, D. N. 2014. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Kolkisin Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium ascalonicum L.).
Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang. 1-61.
Anggraito, Y.U., 2004. Identifikasi Berat, Diameter dan Tebal Daging Buah Melon (Cucumis melo L) Kultivar Action 434 Tetraploid Akibat Perlakuan Kolkisin. Berkala penelitian Hayati, 10(1) : 37-42.
Badan Pusat Statistik. 2020. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah
https://www.bps.go.id/subject/55/hortikultura.html#subjekViewTab5 (diakses pada 8 Maret 2021)
Corebima, A. D. 2000. Genetika Mutasi dan Rekombinasi. Malang: FMIPA UM.
Crowder, L.V. 2006. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 499 hal.
Damayanti, F. 2021. Potensi Pemuliaan Mutasi Radiasi sebagai Upaya Peningkatan Variasi Genetik pada Tanaman Hias. EduBiologia,1(2):78-84.
Damayanti, F., I. Roostika dan Samsurianto. 2012. Induksi Keragaman Somaklonal Tanaman Kantong Semar (Nepenthes mirobilis) dengan Mutagen Kimia Kolkisin Secara In Vitro. Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS : 583-588.
Eigsti, O. J. and P. Dustin. 1957. Colchicine in Agriculture, Medicine, Biology, and Chemistry. The Iowa State College Press. Ames, Iowa. 470.
Estu, R., Berlian dan Nur. 2007. Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta. 94 hal.
Fadilla, Z. N., dan Respatijarti. 2018. Induksi Poliploidi pada Bawang Putih (Allium sativum L.) dengan Pemberian Kolkisin. Jurnal Produksi Tanaman. 6(5): 783-790.
Griffiths, A. J. F., J. H. Miller, D.T. Suzuki, R. D. Lewontin, and W. M. Gelbart, 1999. An Introduction to Genetic Analysis. WH Freeman and Company,
32 Gultom, T. 2016. Pengaruh Pemberian Kolkisin Terhadap Jumlah Kromosom Bawang Putih (Allium sativum) Lokal Kultivar Doulu. Jurnal Biosains, 2 (3) : 165-172.
Gunarso, W. 1989. Penuntun Praktikum Sitogenetika. PAU Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hailu, M. G., N. M. A. Wiendi dan D. Dinarti. 2020. Increasing Ploidy Level of Garlic (Allium sativum L.) “Tawangmangu Baru” In-Vitro Using Colchicine. Journal of Tropical Crop Science, 7 (3) : 128-142.
Herman, I. Natalina M dan D. I. Roslim. 2013. Pengaruh Mutagen Kolkisin pada Biji Kacang Hijau (Vigna radiata L.) terhadap Jumlah Kromosom dan Pertumbuhan. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Riau. Pekanbaru.
Jurnal BioETI : 13-20.
Hindarti, N.W. 2002. Lama Perendaman dan Konsentrasi Kolkisin pada Poliploidisasi Bawang Putih. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Yogyakarta.
Ihsan, F., A. Wahyudi, dan Sukarmin. 2008. Teknik Pembentukan Semangka Tetraploid untuk Perakitan Varietas Semangka Tanpa Biji. Buletin Teknik Pertanian. 13(2):75-78.
Irawan, D. 2010. Bawang Merah dan Pestisida. Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara. Medan.
Jalata, Z., A. Ayana, and H. Zeleke. (2011).Variability, Heritability and Genetic Advance for Some Yield and Yield Related Traits in Ethiopian Barley (Hordeum vulgare L.) Landraces and Crosses. International Journal of PlantBreeding and Genetics, 5(1): 44-52.
Lundqvist, U., J.D. Frankowiak, B.P. Forster. 2012. Mutation Categories. In:
Plant Mutation Breeding and Biotechnology. Editor Q.Y. Shu, B.P.
Forster and Nakagawa. Wallingford (GB): CAB International and FAO.
Nofirman. 2019. Studi Keunggulan Wilayah dan Komoditi Hortikultura di Daerah Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Jurnal Georafflesia, 4(1):73-88.
Permadi, A.H, R Cahyani, S. Syarif. 1991. Cara Pembelahan Umbi, Lama Perendaman, dan Konsentrasi Kolkhisin Pada Poliploidisasi Bawang Merah ‟Sumenep‟. Zuriat. 2(5): 1726.
Purba, D. W., D. R. Surjaningsih., M. MT. Simarmata., C. Wati., A. Zakia., Arsi, S. R. Purba., A. Wahyuni., J. Herawati, dan Sitawati.
2021. Agronomi Tanaman Hortikultura. Yayasan Kita Menulis: Medan.
213 hal.
Putra, B. K. dan A. Soegianto. 2019. Induksi Poliploidi pada Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberiaan Kolkisin. Jurnal Produksi Tanaman, 7 (6) : 1053–1058.
Putrasamedja, S. 2005. Pengaruh Konsentrasi dan Teknik Pemberiaan Kolkisin terhadap Pertumbuhan Vegetatif pada Bawang Putih (Allium sativum L.).
Jurnal Pembangunan Pedesaan, 5(2): 61-67.
Rahayu, E. dan N. Berlian. 2007. Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta. 94 hal.
Ren, J., X. Wu., C. Song., Y. Liang., W. Gao, and Y. Wang. 2018. Induction of Polyploid Tillered Onion using Colchicine and Pendimethalin. Sains Malaysiana, 47(11)(2018): 2617–2624.
Rosmaina. D. Mulyadi, R. Elfianis, dan Zulfahmi. 2020. Keragaman Genetik Mutan M-2 Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L.) Berdasarkan Penanda RAPD. Jurnal Agroteknologi, 10(2):92-101.
Rosmaina, Syafrudin, Hasrol, Yanti, F. Julianti and Zulfahmi. 2016. Estimation of Variability, Heritability and Genetic Advance Among Local Chili Pepper Genotypes Cultivated in Peat Lands. Bulgarian Journal of Agricultural Science, 22(3):431-436.
Rukmana, R. 2007. Bawang Merah dari Biji. Penerbit Aneka Ilmu, Semarang.
Saraswati, D. R. T. Rahayu, dan A. Hayati. 2017. Kajian Pemberian Kolkisin dengan Metode Tetes terhadap Profil Poliploidi Tanaman Zaitun (Olea europaea). BIOSAINTROPIS, 2 (2); 24-29.
Sari, Y., Sobir., M. Syukur dan D. Dinarti. 2019. Induksi Poliploid TSS (True Shallot Seed) Bawang Merah Varietas Trisula menggunakan Kolkisin.
Jurnal Hortikultura Indonesia, 10(3): 145-153.
Sartono. 2009. Bawang Merah, Bawang Putih, Bawang Bombay. Intimedian Cipta nusantara. Jakarta Timur. 57 hal.
Setyowati, M., E. Sulistyaningsih, dan A. Purwantoro. 2013. Induksi Poliploidi dengan Kolkisin pada Kultur Meristem Batang Bawang Wakegi (Allium x wakegi Araki). Jurnal Ilmu Pertanian, 16: 58-76.
Simanjuntak, S. Y., D. S. Hanafiah dan Rosmayati. 2018. Perubahan Keragaman Morfologi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Akibat Pemberian Kolkisin dan Iradiasi Sinar Gamma. Jurnal Agroekoteknologi FP USU, 6(4) :715-721.
Sirajuddin, T., Rahayu, dan S. Lailis. 2017. Pengaruh Pemberian Berbagai
34 Respon Fenotipik Zaitun (Olea europaea). e-Jurnal Ilm.
BIOSAINTROPIS, 2(2): 36–41.
Snustad, D. P., Michael, and John, 1997. Principles of Genetics. John Wiley &
Sons, Inc, New York.
Sudirja. 2007. Bawang Merah. http//www.lablink.or.id/Agro/bawangmerah/Altern aria partrait.html diakses tanggal 1 April 2021.
Sumadi. 2003. Intensifikasi Budidaya Bawang Merah. Kanisius. Yogyakarta.
http://cybex.pertanian.go.id/artikel/97914/mengenal-morfologi- bawangmerah-allium--ceppa-l/ diakses pada 20 Agustus 2021
Sumarni, dan A. Hidayat. 2005. Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
Suminah, Sutarno, dan A. D. Setyawan. 2002. Induksi Poliploidi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kolkisin. Jurnal Biodiversitas.
3(1) : 174-180.
Sunarjono, A. 2003. Budidaya Bawang Merah. Sinar baru, Bandung.
http://cybex.pertanian.go.id/artikel/97914/mengenal-morfologi- bawangmerah-allium--ceppa-l/ diakses pada 20 Agustus 2021
Suryo. 1995. Sitogenetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 446 hal.
Syukur, M. 2013. Panduan Laboratorium. p. 281-289. In M. Syukur S.
Sastrosumarjo. Sitogenetika Tanaman. IPB Press.
Syukur, M., S. Sujiprihati, dan R. Yuniati. 2015. Teknik Pemuiaan Tanaman.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Taylor, E. W. 1965. The Mechanism of Colchicine Inhibition of Mitosis. The Journal of Cell Biology. 25: 145–160. https://doi.org/10.1083/jcb.25.1.145
Welsh JR, 1991. Genetika Pemuliaan Tanaman, Alih bahasa: Johanis P. Moegea.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Wibowo, 2005. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay.
Penebar Swadaya. Jakarta. 194 hal.
Wiendra, N.M.S., M. Pharmawati, N.P. A. Astiti. 2011. Pemberian Kolkisin dengan Lama Perendaman Berbeda pada Induksi Poliploidi Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina L.). Jurnal Biologi, 17(1): 9-14
Wistiani J., L., P., Made. 2015. Induksi Mutasi Kromosom dengan Kolkisin Pada Bawang Putih (Allium sativum L.) Kultivar „Kesuma Bali‟. Jurnal Bioslogos. 5(1) : 110-120.
Wu F. H,, X. D. Yu., N. S. Zhuang., G. D. Liu and J. P. Liu. 2015. Induction and Identification of Stylosanthes Guianensis Tetraploids. Genetic Molecular Research, 14(4):12692-12698.
Xing, S. H., X. B. Guo., Q. Wang., Q. F. Pan., Y. S. Tian., P. Liu., J. Y. Zhao., G.
F. Wang., X. F. Sun, and K. X. Tang. 2011. Induction and Flow Cytometry Identification of Tetraploids From Seed-Derived Explants Through Colchicine Treatments in Chataranthus roseus (L.) G. Don.
Journal of Biomedicine and Biotechnology. Article ID 793198, 10 page.
Yekti, S. R., I. K. Prasetyo., A. U. Riada. 2013. Pengaruh Penggunaan Kolkisin Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Sedap Malam (Polianthes tuberose L.) di Dataran Medium. Agriculture Faculty of Univ.
Wisnuwardhana Malang
36 LAMPIRAN
Lampiran 1. Layout penelitian
Blok 1
Blok 2
Blok 3
1 plot
Keterangan : C0 : Kontrol
C1 : Kolkisin 0,01 % C2 : Kolkisin 0,02%
C3 : Kolkisin 0,03%
P4 : lama perendaman 12 jam
C0P4 C2P4 C1P4 C3P4
C1P4 C3P4 C0P4 C2P4
C2P4 C1P4 C3P4 C1P4
0.8 m
1 m
20 cm
20 cm
Lampiran 2. Deskripsi Tanaman Bawang Merah Var. Sakato Nomor : 071/Kpts/SR.120/D.2.7/7/2017
Asal : Dalam Negeri / Lokal Alahan Panjang, Kecamatan Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat
Silsilah : Seleksi masa positif Golongan varietas : Klon
Umur panen : 85 – 95 hari Tinggi tanaman : 24 – 44 cm Jumlah daun per rumpun : 22 – 46 helai Warna daun : Hijau
Panjang daun : Panjang 19 – 39 cm; Diameter 0,4 – 0,7 cm Bentuk penampang daun : Silindris tengah berongga
Warna bunga : putih
Bentuk karangan bunga : Seperti payung Jumlah umbi/rumpun : 9 – 25
Warna umbi : Moderate Purplish Red (RHS 70 A) Bentuk umbi : Bulat lonjong
Ukuran umbi : Tinggi 2,1- 3,4 cm. diameter 0,8 – 2,7 cm Berat per umbi basah : 2,4 – 6,8 g
Susut bobot umbi : 22 – 25 % Jumlah anakan : 6-12 Hasil umbi basah/rumpun : 70 – 280 g Hasil umbi per hektar : 17,52 – 28,00 ton Populasi per hektar : 222.222 tanaman
Keterangan : produksi tingi, Sesuai di dataran tinggi di Kabupaten Solok
Pemohon : Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Solok dan UPTD BPSB Propinsi Sumatera Barat
Peneliti : Awang Maharijaya, Heri Harti (Institut Pertanian Bogor) Admaizon, Amri Fahmi, Marlis, Musmulyadi, Rifda Deliza (Dinas Pertanian
38 Kabupaten Solok) Abrar Hamdy, Busra Efendi, Arsal, Elizar, Sevil Hardyanti (UPTD-BPSB Propinsi Sumatera Barat) Afrizal, J (Petugas Penyuluh Lapangan Kec Lembang Jaya
Lampiran 3. Alur Pelaksanaan Penelitian
PENELITIAN
Persiapan Lahan (pembuatan bedengan)
Persiapan Benih
Pembuatan larutan Kolkisin
Pemberian perlakuan kolkisin terhadap
bawang merah Pemasangan mulsa,
pelobangan mulsa serta pemberian label
pada mulsa
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
40 Lampiran 4. SAS
The SAS System The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values
PERLAKUAN 4 0ppm 100ppm 200ppm 300ppm BLOK 3 1 2 3
Dependent Variable: TT6
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 5 1747.708108 349.541622 9.99 0.0071 Error 6 209.893383 34.982231
Corrected Total 11 1957.601492
R-Square Coeff Var Root MSE TT6 Mean 0.892780 27.69754 5.914578 21.35417
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F PERLAKUAN 3 1711.865492 570.621831 16.31 0.0027 BLOK 2 35.842617 17.921308 0.51 0.6231
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLAKUAN 3 1711.865492 570.621831 16.31 0.0027 BLOK 2 35.842617 17.921308 0.51 0.6231
Duncan's Multiple Range Test for TT6
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 6 Error Mean Square 34.98223
Number of Means 2 3 4 Critical Range 11.82 12.25 12.46
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N PERLAKUAN A 38.193 3 0ppm
B 22.587 3 100ppm B 20.137 3 200ppm C 4.500 3 300ppm
Dependent Variable: JD6
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 5 370.8153500 74.1630700 4.61 0.0450 Error 6 96.6104167 16.1017361
Corrected Total 11 467.4257667
R-Square Coeff Var Root MSE JD6 Mean 0.793314 38.17375 4.012697 10.51167
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F PERLAKUAN 3 369.5908333 123.1969444 7.65 0.0179 BLOK 2 1.2245167 0.6122583 0.04 0.9629
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLAKUAN 3 369.5908333 123.1969444 7.65 0.0179 BLOK 2 1.2245167 0.6122583 0.04 0.9629
Duncan's Multiple Range Test for JD6
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 6 Error Mean Square 16.10174
Number of Means 2 3 4 Critical Range 8.017 8.309 8.454
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N PERLAKUAN A 17.723 3 0ppm
A 12.380 3 100ppm B A 9.610 3 200ppm B 2.333 3 300ppm
Dependent Variable: JA6
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 5 62.62120833 12.52424167 4.29 0.0525 Error 6 17.52741667 2.92123611
Corrected Total 11 80.14862500
R-Square Coeff Var Root MSE JA6 Mean 0.781314 35.22231 1.709162 4.852500
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F PERLAKUAN 3 62.59555833 20.86518611 7.14 0.0209 BLOK 2 0.02565000 0.01282500 0.00 0.9956
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLAKUAN 3 62.59555833 20.86518611 7.14 0.0209 BLOK 2 0.02565000 0.01282500 0.00 0.9956
Dependent Variable: JU
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 5 57.9494417 11.5898883 1.62 0.2857 Error 6 42.9336500 7.1556083
Corrected Total 11 100.8830917
R-Square Coeff Var Root MSE JU Mean 0.574422 48.80639 2.674997 5.480833
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F PERLAKUAN 3 55.26422500 18.42140833 2.57 0.1496 BLOK 2 2.68521667 1.34260833 0.19 0.8336
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLAKUAN 3 55.26422500 18.42140833 2.57 0.1496 BLOK 2 2.68521667 1.34260833 0.19 0.8336
Dependent Variable: BB
42
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 5 4998.008142 999.601628 28.78 0.0004 Error 6 208.376750 34.729458
Corrected Total 11 5206.384892
R-Square Coeff Var Root MSE BB Mean 0.959977 30.45435 5.893170 19.35083
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F PERLAKUAN 3 4903.388625 1634.462875 47.06 0.0001 BLOK 2 94.619517 47.309758 1.36 0.3253
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLAKUAN 3 4903.388625 1634.462875 47.06 0.0001 BLOK 2 94.619517 47.309758 1.36 0.3253 Duncan's Multiple Range Test for BB
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 6 Error Mean Square 34.72946
Number of Means 2 3 4 Critical Range 11.77 12.20 12.42
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N PERLAKUAN A 53.523 3 0ppm
B 12.887 3 100ppm B 10.027 3 200ppm B 0.967 3 300ppm
Dependent Variable: BK
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 5 4361.637017 872.327403 31.03 0.0003 Error 6 168.672183 28.112031
Corrected Total 11 4530.309200
R-Square Coeff Var Root MSE BK Mean 0.962768 32.05609 5.302078 16.54000
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F PERLAKUAN 3 4291.583667 1430.527889 50.89 0.0001 BLOK 2 70.053350 35.026675 1.25 0.3527
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLAKUAN 3 4291.583667 1430.527889 50.89 0.0001 BLOK 2 70.053350 35.026675 1.25 0.3527
Duncan's Multiple Range Test for BK
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 6 Error Mean Square 28.11203 Number of Means 2 3 4