• Tidak ada hasil yang ditemukan

SANKSI ADAT MELANGKAHI PERNIKAHAN SAUDARA KANDUNG DALAM ADAT JAWA DI DESA SUNGAI AGUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "SANKSI ADAT MELANGKAHI PERNIKAHAN SAUDARA KANDUNG DALAM ADAT JAWA DI DESA SUNGAI AGUNG "

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

SANKSI ADAT MELANGKAHI PERNIKAHAN SAUDARA KANDUNG DALAM ADAT JAWA DI DESA SUNGAI AGUNG

KECAMATAN TAPUNG HULU KABUPATEN KAMPAR MENURUT HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Fakultas Syariah dan hukum

OLEH

DIKA KURNIAWAN NIM. 11721102896

PROGRAM S1 HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU

2023

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Kandung Dalam Adat Jawa Di Desa Sungai Agung Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar Menurut Hukum Islam.

Penilitian Ini Mengkaji Tentang Sanksi Adat Melangkahi Pernikahan Saudara Kandung Dalam Adat Jawa Di Desa Sungai Agung Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar Menurut Hukum Islam. Pernikahan merupakan sunnatullah yang mana di anjurkan setiap laki-laki ataupun perempuan yang sudah baligh dan sanggup untuk menikah diperintahkan untuk menikah, sebagaimana banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah saw yang menganjurkan untuk menikah. Dan ini berbanding balik dengan terjadi di desa sungai agung yang mana memberikan sanksi kepada seorang adik yang melangkahi kakak nya dalam sebuah pernikahan. Dengan fenomena ini penulis tertarik meneliti dan mengkajinya dalam sebuah penelitian.

Rumusan masalah dalam penilitian ini adalah Bagaimana Sanksi Adat Melangkahi Pernikahan Saudara Kandung dalam Adat Jawa di Desa Sungai Agung dan Bagaimana Hukum Islam Tentang Adat melangkahi Pernikahan saudara Kandung dalam Adat Jawa di Desa Sungai Agung. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Sanksi Adat melangkahi Pernikahan saudara kandung dalam Adat jawa di Sungai Agung dan untuk mengetahui Menurut Hukum Islam tentang Sanksi Adat Melangkahi Pernikahan Saudara Kandung dalam Adat Jawa di desa Sungai Agung.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan study pustaka. Populasi dari penelitian ini adalah sebanyak 6.974 jiwa maka pada penelitian ini penulis hanya mengambil sampel sebagian kecil dari tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, dan masyarakat desa sungai agung dengan mengambil 27 sampel sesuai dengan keinginan penulis yaitu dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif yang menguraikan data dan menerangkan gambaran dari keterangan sesuai yang terjadi di lapangan. Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif yaitu mengemukakan data yang bersifat umum yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan kemudian diambil kesimpulan yang bersifat khusus.

Berdasarkan penilitian yang telah penulis lakukan dapat disimpulakan bahwa pemberian sanksi adat yang diberikan bagi pasangan suami isteri yang mendahului abang atau kakak kandungnya menurut kajian hukum islam adalah merupakan jenis adat yang fasid dan harus dikaji ulang oleh tetua adat desa sungai agung. Hal ini dinisbatkan pada pelanggaran asas Hukum Islam, Dalil Naqli tentang pernikahan serta beberapa Qoidah Fiqhiyyah dan akibat buruk yang akan timbul jika adat ini dipertahankan.

Kata Kunci: Pernikahan,Sanksi Adat, Melangkahi

(6)

ii

Alhamdulillahirabbil’alamin, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, kemudian shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Dimana atas berkat perjuangan beliau lah akhirnya kita dapat merasakan kenikmatan yang tidak terhingga yakni iman dan Islam sebagaimana yang telah kita rasakan saat ini sampai akhir nantinya.

Demikian juga halnya yang penulis rasakan, akhirnya dengan izin dan rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syari’ah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau program Strata Satu, dan semuanya tidak terlepas pula dari bantuan berbagai pihak, baik itu berbentuk moril maupun materil. Oleh sebab itu, dengan setulus hati penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda (Sudarianto) dan Ibunda (Suhartini) tercinta, serta Kakanda tersayang: Nurhartati, dan juga Adinda tersayang Tri Anita Mala Sari dan Suci Ranika Dewi yang telah memberikan dukungan serta bimbingan dan bekal ilmu pengetahuan serta kasih sayang sekaligus pengorbanan baik secara materil maupun moril demi keberhasilan ananda dalam menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Dan juga Seluruh keluarga besar yang turut memberikan bantuan, saran dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

(7)

iii

3. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau bapak Dr.Zulkifli M.Ag, serta Wakil Dekan I Dr.H. Erman Gani, M.Ag. Wakil Dekan II bapak Dr.H. Mawardi, S.Ag, M.Si. dan Wakil Dekan III Ibu Dr. Sofia Hardani, S.Ag.

4. Ketua Jurusan Hukum Keluarga bapak Dr. H. Akmal Abdul Munir Lc., MA dan Sekretaris bapak Ahmad Fauzi, S.HI, MA yang telah memberikan kemudahan dalam pelayanan yang berharga selama ini.

5. Bapak Ahmad Fauzi, S.HI, MA selaku pembimbing skripsi atas segala sikap yang penuh kesabaran, motivasi dan bantuannya yang tulus kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Terimakasih Kepada bapak Irfan Zulfikar, M.Ag. selaku Penasehat Akedemik 7. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, atas dukungan dan bimbingannya selama penulis dalam perkuliahan.

8. Kepada perpustakaan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau serta seluruh karyawan dan karyawati yang telah berjasa memberikan pinjaman buku-buku sebagai referensi bagi penulis.

9. Dan terima kasih juga kepada teman-teman yang memberikan nasehat dan semangat Hasnul, Deo, Hafis, Syahrul dan masih banyak lagi yang tidak dapat penulis subutkan satu persatu.

10. Teman-teman angkatan 2017 khususnya AH C yang telah memberikan masukan dan saran selama penulisan skripsi.

(8)

iv

terimakasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

12. Serta seluruh Pegawai dan Staf Kantor Desa Sungai Agung dan juga masyarakat yang telah membantu penulis dalam penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Semoga kebaikan yang diberikan mendapat imbalan serta kemudahan dalam melakukan aktivitas hidup di dunia ini sekaligus pahala yang setimpal dari Allah SWT. Penulis sangat berharap mudah–mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi pembaca pada umumnya.

Pekanbaru, 08 November 2022 Penulis,

DIKA KURNIAWAN NIM. 11721102896

(9)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Tradisi ( Al-Urf ) ... 8

B. Pernikahan ... 15

1. Pengertian, Dasar Pernikahan dan Hukum Pernikahan . 15 2. Dasar Hukum Pernikahan... 17

3. Hukum Pernikahan ... 19

4. Tujuan Dan Hikmah Pernikahan ... 23

5. Syarat-Syarat Pernikahan ... 25

6. Rukun Pernikahan ... 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Dan Sifat Penelitian ... 27

B. Lokasi Penilitian ... 27

C. Subjek Dan Objjek Penilitian ... 28

D. Populasi Dan Sampel ... 28

E. Sumber Data ... 29

F. Teknik Pengumpuan Data ... 29

G. Teknik Analisis Data ... 30

H. Teknik Penuisan Data... 31

I. Sistematika Penulisan ... 31

J. Penelitian Terdahulu ... 32

(10)

vi

BAB IV PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

A. Gambaran umum lokasi penilitian ... 37 B. Sanksi Adat Bagi Pelaku Pernikahan Yang

Melangkahi Saudara Kandung Dalam Adat Jawa

Di Desa Sungai Agung ... 45 C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi Pelaku

Pernikahan Yang Melangkahi Saudara Kandung

Dalam Adat Jawa Di Desa Sungai Agung ... 53 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 61 B. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel III.1 : Data Informan Di lapangan ... 29

Tabel IV.1: Jumlah Penduduk Desa Sungai Agung Tahun 2021 ... 40

Tabel IV.2 : Suku yang ada di Desa Sungai Agung ... 40

Tabel IV.3 : Suku tempatan ... 40

Tabel IV.4 : Tingkat Pendidikan ... 41

Tabel IV.5 : Lembaga pendidikan ... 41

Tabel IV.6 : Sarana Kesehatan ... 41

Tabel IV.7 : Toko obat ... 41

Tabel IV.8 : Kesling ... 42

Tabel IV.9 : Tempat Ibadah ... 42

(12)

1 A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan, dan manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk mengabdikan dirinya kepada Khaliq penciptanya dengan segala aktivitas hidupnya. Pemenuhan naluri manusiawi manusia yang antara lain keperluan biologisnya termasuk aktifitas hidup, agar manusia menuruti tujuan kejadiannya. Allah SWT mengatur hidup manusia dengan aturan perkawinan (pernikahan).1

Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan qhalidzhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Pernikahan merupakan sunatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.2

Perkawinan adalah suatu perbuatan yang disuruh oleh Allah SWT dan juga disuruh oleh Nabi SAW. Banyak suruhan-suruhan Allah SWT dalam Al- Qur‟an untuk melaksanakan perkawinan. Allah SWT berfirman :





































1. Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2003), h.

22

2. Ibid.,h.10

(13)

Artinya: “Dan kawinilah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (untuk kawin) di antara hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allahakan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya” (QS An-Nur Ayat 32).3

Berdasarkan penjelasan diatas, Islam sangat menganjurkan kepada laki-laki dan kepada perempuan yang telah memiliki kesiapan lahir dan batin untuk segera melangsungkan pernikahan untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh agama, menikah juga dapat memberikan jaminan rezeki kepada orang yang melakukan pernikahan tersebut, apabila orang yang akan menikah takut akan berkurangnya harta, atau tidak mampu (miskin) namun ingin melangsungkan pernikahan, Allah SWT akan memampukan mereka dengan karunianya.

Jadi aturan pernikahan menurut Islam merupakan tuntunan agama yang perlu mendapat perhatian, sehingga tujuan melangsungkan pernikahan pun hendaknya ditujukan untuk memenuhi petunjuk agama. Sehingga kalau diringkas ada dua tujuan orang melangsungkan pernikahan ialah memenuhi nalurinya, dan memenuhi petunjuk agama.4 Sesuai dengan firman Allah SWT:











































Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan

3. Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Pustaka Jaya Ilmu), h. 354

4. Op.Cit., h. 22-23

(14)

dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Ar-rum ayat 21).5 Ikatan perkawinan pada dasarnya tidak dapat dibatasi hanya dengan pelayanan yang bersifat material dan biologis saja. Pemenuhan kebutuhan material, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lainnya hanya sebagi saranan untuk mencapai kebutuhan yang lebih mulia dan tinggi, yakni kebutuhan ruhani, cinta, kasih sayang, Berpasang-pasangan pola hidup yang ditetapkan oleh Allah SWT. Bagi umat-Nya sebagai sarana untuk memperbanyak keturunan dan mempertahankan hidup setelah dia membekali dan mempersiapkan masing- masing pasangan agardapat menjalankan peran mereka untuk mencapai tujuan tersebut dengan sebaik-baiknya.6

Berdasarkan dari penjelasan diatas dapat di pahami bahwaAllah SWT telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, dan hubungan manusia antara laki- laki dan perempuan menjadi sah jika terlaksananya pernikahan. Dengan melihat hakikat perkawinan itu merupakan akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan.7

Pernikahan adalah akad yang membolehkan terjadinya al-istimtha‟

(persetubuhan) dengan seorang wanita, atau melakukan wathi, dan berkumpul selama wanita tersebut bukan wanita yang diharamkan baik sebab keturunan atau sepersusuan. Secara arti kata nikah atau zawwaj berarti “bergabung,”

5.Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op, Cit., h. 522

6. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Tinta Abadi Gemilang, 2013),Jilid 3, h. 193

7. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), h.

43

(15)

“hubungan kelamin,” dan juga berarti “aqad”. Secara terminologis dalam kitab-kitab fiqih banyak diartikan aqad atau perjanjian yang mengandung membolehkan hubungan kelamin dengan menggunakan lafaz na-ka-ha atau za-wa-ja.8

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa akad adalah perjanjian yang membolehkan dan yang menghalalalkan hubungan antara laki- laki dan perempuan dalam pernikahan yang mengandung arti membolehkan hubungan kelamin dengan lafadz yang telah ditentukan.9 Undang-undang perkawinan pasal 2 ayat (1) menyebutkan Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.

12KHI (Kompilasi Hukum Islam) menjelaskan rukun dan syarat perkawinan yang tetap merupakan perluasan dari apa yang telah diatur dalam undang- undang. Didalam pasal14 KHI menyebutkan rukun perkawinan adalah: 1).

Calon Suami 2). Calon Istri. 3). Wali Nikah 4). Dua Orang Saksi 5). Ijab dan Qabul.10

Disini dapat dipahami hukum adat adalah peraturan-peraturan yang ada di daerah tertentu atau kebiasaan-kebiasaan yang ada disuatu daerah didukung oleh masyarakat. Apabila dilanggar mempunyai akibat hukum (sanksi) bagi yang melanggarnya. Adat yang banyak berkembang dimasyarakat diatur dalam hukum adat. Jadi, setiap daerah mempunyai hukum adat. Mengenai

8. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana,2003), h. 73-74

9. Ibid. H. 75

10 Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu), h. 143-144

(16)

perkawinan atau pernikahan, tata tertib adat perkawinan antara masyarakat adat yang satu berbeda dengan masyarakat yang lain. Di karenakan perbedaan tata tertib adat, maka sering kali menyelesaikan perkawinan antar adat berlarut-larut bahkan kadang-kadang tidak tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak dan menimbulkan permasalahan.

Salah satu Adat yang terjadi dimasyarakat tentang melangkahi pernikahan saudara kandung di desa Sungai Agung Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar, pelaksanaan melangkahi pernikahan saudara kandung, yaitu : Apabila seorang adik ingin menikah lebih dahulu dari kakak kandungnya, adik tersebut harus memberikan sesuatu untuk kakak yang dilangkahi. Sang kakak baru dapat memberikan izin untuk adiknya menikah, dan begitu juga izin dari kedua orang tua pengantin, maksudnya disini bukan izin dari pihak orang tua saja tetapi juga izin dari saudara yang dilangkahi juga harus izin supanya pelaksanaan adat pernikahan melangkahi saudara kandung bisa dijalankan. Kalau hal itu tidak terpenuhi oleh sang adik, maka akibat terundurnya pelaksanaan pernikahan. Sampai sang adik membayar denda kepada kakak yang dilangkahi.

Melihat Adat yang dilakukan oleh masyarakat desa Sungai Agung tersebut ada persinggungan dengan kaedah fiqhiyah yang berbunyi ةمكحملا ةدعلا (adat kebiasaan dapat dijadikan (pertimbangan) hukum).Adat itu bisa menjadi perbandingan dalam menetapkan suatu hukum yang di ambil dari kebiasaan- kebiasaan baik yang tumbuh dan berkembang didalam masyarakat sehingga dapat dijadikan dasar dalam menetapkan suatu hukum sesuai dengan nilai- nilai yang berkembang di dalam masyarakat. Namun demikian timbul satu

(17)

persoalan apakah adat kebiasaan yang sudah terjadi di desa Sungai Agung bisa ditoleransi sehingga bisa diterapkan dan di pakai atau diakui oleh hukum Islam.Mengingat sejauh pengamatan penulis tidak ditemukan ayat maupun hadis yang memberi sanksi melangkahi saudara dalam pernikahan. Oleh karena itu penulis terobsesi untuk meneliti lebih lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul “SANKSI ADAT MELANGKAHI PERNIKAHAN SAUDARA KANDUNG DALAM ADAT JAWA DI DESA SUNGAI AGUNG KECAMATAN TAPUNG HULU KABUPATEN KAMPAR MENURUT HUKUM ISLAM.”

B. Batasan Masalah

Agar dalam penelitian yang dilaksanakan terfokus, maka perlunya pembatasan masalah. Di sini penulis akan membahas tentang Adat Melangkahi Pernikahan Saudara Kandung dalam Adat Jawa di Desa Sungai Agung Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar Menurut Hukum Islam

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas maka rumusan masalah yang di teliti adalah :

1. Bagaimana Sanksi Adat Melangkahi Pernikahan Saudara Kandung dalam Adat Jawa di Desa Sungai Agung?

2. Bagaimana Pandangan Hukum Islam Tentang Adat melangkahi Pernikahan saudara Kandung dalam Adat Jawa di Desa Sungai Agung?

(18)

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui Sanksi Adat melangkahi Pernikahan saudara kandung dalam Adat jawa di Sungai Agung

b. Untuk mengetahui Menurut Hukum Islam tentang Sanksi Adat Melangkahi Pernikahan Saudara Kandung dalam Adat Jawa di Desa Sungai Agung.

2. Manfaat Penelitian

a. Sebagai rujukan bagi masyarakat Desa Sungai Agung dalam menentukan sikap terhadap adat pelangkahan

b. Sebagai kontribusi ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya

c. Sebagai salah satu syarat penulis untuk menyelesaikan perkuliahan pada program strata satu (S1) pada jurusan Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum di Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau.

(19)

8

A. Tinjauan Umum tentang Tradisi ( Al-Urf ) 1. Pengertian Al-„adah/Al-„urf

Kata „Urf secara etimologi berarti “sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal sehat”. Sedangkan secara terminologi, seperti dikemukakan Abdul-Karim Zaidan, istilah „urf berarti sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan ataupun perkataan. Istilah „urf dalam pengertian tersebut sama dengan pengertian istilah al-„adah (adat istiadat). Kata al-„adah itu sendiri, disebut demikian karena ia dilakukan secara berulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan masyarakat.11

Adat adalah sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa adanya hubungan rasional. Sedangkan „urf adalah kebiasaan moyoritas kaum baik dalam perkataan atau perbuatan.12

Kata adat dari bahasa Arab : akar katanya: „ada, ya‟udu mengandung arti: (perulangan). Karena itu sesuatu yang dilakukan satu kali, belum dinamakan „adat. Tentang berapa kali suatu perbuatan harus dilakukan untuk sampai di sebut „adat, tidak ada ukurannya dan tergantung pada bentuk perbuatan yang dilakukan tersebut.

11 Satria Efendi, Ushul Fiq h, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005), h. 153.

12 https://olympians98.wordpres.com perbedaan-adat istiadat-kebiasaan-budaya-tradisi- dan- peradaban. Diunduh pukul 17;24 tanggal 17 Mei 2018

(20)

Adat adalah hukum-hukum yang ditetapkan untuk menyusun dan mengatur hubungan perorangan dan hubungan masyarakat, atau untuk mewujudkan kemashlahatan dunia.Tujuan dari Al-„adat itu sendiri ialah mewujudkan kemaslahatan dan kemudahan terhadap kehidupan manusia umumnya. Al-„adat tersebut tidak akan pernah terlepas dari kebiasaan sekitardan kepentingan hidupnya.3 Adat istiadat ini tentu saja berkenaan dengan soal muamalah. Contohnya adalah kebiasaan yang berlaku di dunia perdagangan pada masyarakat tertentu melalui inden misalnya: jual beli buah- buahan di pohon yang dipetik sendiri oleh pembelinya, melamar wanita dengan memberikan sebuah tanda (pengikat), pembayaran mahar secara tunai atau utang atas persetujuan kedua belah pihak dan lain-lain.13

„Urf ialah sesuatu yang telah sering dikenal oleh manusia yang telah menjadi tradisinya, baik berupa ucapan atau perbuatannya dan atau hal yang meninggalkan sesuatu juga disebut adat. Karena menurut istilah ahli syara‟ tidak ada perbedaan di antara „urf dan adat.14

Kata Urf berasal dari kata „arafa, ya‟rifu (فرع-فرعي) sering diartikan dengan “al-ma‟ruf” (فرعًنا) dengan arti: “sesuatu yang dikenal“.dalam pengertian tersebut sama dengan pengertian istilah al- adah (adat istiadat). Kata urf juga terdapat dalam Al-Qur‟an dengan

13 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012), h. 123

14 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushulul Fiqh), (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 133-134.

(21)

arti ma‟ruf (فرعي) yang artinya kebajikan (berbuat baik).15 seperti dalam surat al-A‟raf ayat 199:

















Artinya: Maafkanlah dia dan suruhlah berbuat ma‟ruf.26

Dapat penulis pahami bahwa tradisi dan al- adah (adat istiadat) dan „urf itu sama namun„urf didalam Al-Qur‟an di kenal dengan ma‟ruf .

Adat atau „urf dalam bentuk ini dalam jumlahnya banyak sekali dan menjadi perbincangan dikalangan ulama, bagi kalangan ulama yang mengakuinya berlaku kaidah:

Artinya :”Adat itu dapat menjadi pertimbangan hukum”.16

Di dalam Ushul Fiqih antara adat dan „urf sering disamakan. Jadi adat atau „urf menurut pengertian Ushul Fiqih adalah “segala sesuatu yang sudah dikenal di tengah-tengah kehidupan manusia dan menjadi kebiasaan dan tradisi, baik berbentuk perkataan maupun perbuatan”. „Urf ini dapat dijadikan sebagai dalil dalam menetapkan hukum.17

2. Macam-Macam ‘Urf

a. Dilihat dari segi hukum „urf dapat dibagi dua yaitu:

1) „Urf Shahih dan Pandangan Para Ulama

Telah disepakati bahwa „urf shahih harus dipelihara dalam pembentukan hukum dan pengadilan. Maka seorang

15 Busriyanti, Ushul Figh Metodologi Istinbath Hukum Islam, Op, Cit., h. 100

16 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op, Cit., h. 176

17 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2 (Jakarta: Kencana, 2011) cet 6, h. 400

(22)

mujtahid diharuskan untuk memeliharanya ketika ia menetapkan hukum. Begitu juga seorang qadh (hakim) harus memeliharanya ketika seorang mengadilinya. Sesuatu yang telah saling dikenal manusia meskipun tidak menjadi adat kebiasaan, tetapi telah disepakati dan dianggap mendatangkan kemaslahatan bagi manusia selama hal itu tidak bertentangan dengan syara‟ harus dipelihara.„Urf seperti inilah yang dapat di pertimbangkan sebagai hukum sebagaimana bunyi kaidah:

“ تًكحي ةداعنا

Artinya :”Adat itu dapat menjadi pertimbangan hukum”.18

Dari syari‟ pun telah memelihara „urfbahasa arab yang shahihdalam membentuk hukum, maka difarduanlah diat (denda) atas perempuan yang berakal, disyaratkan kafa‟ah (kesesuaian) dalam hal perkawinan, dan diperhitungkan pula adanya ashabah (ahli waris yang bukan menerima pembagian pasti dalam hal kematian dan pembagian harta pustaka).19

2) Hukum „Urf Fasid

Adapum „urf yang rusak, tidak diharuskan untuk memeliharanya, karena memeliharanya itu berarti menentang dalil syara‟ atau membatalkan dalil syara‟, atau menghalalkan sesuatu

18 Busriyanti, Ushul Figh Metodologi Istinbath Hukum Islam,(LP2 STAIN CURUP, 2010), h .156

19 Rachmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: Putaka Setia, 2010), h. 129

(23)

yang diharamkan, atau membatalkan yang wajib. 20 ‟urf itu dikatakan dengan „urf fasid yang suatu kebiasa‟an yang terjadi di tengah-tengah masyarakat itu bertentangan ataupun sesusai yang di ajarkan syar‟i. misalnya: Kebiasaan mengadakan sesajian untuk sebuah patung atau suatu tempat yang dipandang keramat. Hal ini tidak dapat diterima, karena berlawanan dengan ajaran tauhid yang diajarkan agama Islam. Berikut hadis riwayat Ahmad :

Artinya : Dari Abdullah bin Mas‟ud ia berkata:”apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin baik maka ia disisi Allah juga baik, dan apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin buruk maka ia disisi Allah juga buruk.(HR Ahmad)

Dari hadis diatas dapat disimpulkan bahwa apa yang dipandang baik oleh manusia maka hal itu baik juga dimata Allah namun apa yang dipandang tidak baik oleh manusia maka hal itu tidak baik di mata Allah karena dapat mendatangkan kemudharatan pada manusia adapun secara kasat mata mungkin manusia menganggap itu adalah kebaikan.

b. Dilihat dari segi bentuknya „urf dapat dibagi dua yaitu:

1) „Urf qauli yaitu kebiasaan yang berlaku dalam penggunaan kata- kata atau ucapan. Maksudnya adalah penggunaan lafaz atau bahasa tertentu di tengah-tengah masyarakat yang sudah diketahui masyarakat tersebut artinya dan masyarakat juga mengetahui penggunaan lafaz tersebut. Misalnya perkataan

20 Abdul Wahhab khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Dina Utama, 1994), h. 123

(24)

“daging” yang berarti dimasyarakat adalah daging sapi, daging kambing dan lainnya. Ikan walaupun juga termasuk daging, namun dalam penggunaannya ikan tidak disebut daging.

2) „Urf fi‟li yaitu kebiasaan yang berlaku dalam perbuatan.

Maksudnya perbuatan-perbuatan tertentu yang sudah menjadi suatu hal yang biasa di tengah-tengan masyarakat dan perbuatan tersebut sama-sama disetujui, bahkan sudah menjadi keharusan.

Contohnya adalah kebiasaan-kebiasaan upacara pernikahan, kebiasaan dalam jual beli dan sebagainya.

c. Dilihat dari segi ruang lingkup penggunaannya.

1) „Urf umum yaitu kebiasaan yang sudah dilakukan oleh hampir seluruh manusia tanpa memandang batasan negara, bangsa maupun agama. Kebiasaan ini sudah menjadi suatu yang disetujui dari masa ke masa.

2) „Urf khusus yaitu kebiasaan yang dilakukan sekelompok orang ditempat tertentu. Kebiasaan ini tidak dapat diberlakukan di semua tempat atau kapan saja.21

3. Syarat-Syarat „Urf Untuk Dapat Dijadikan Landasan Hukum

Abdul Karim Zaidan menyebutkan beberapa persyaratan bagi „urf yang bisa dijadikan landasan hukum yaitu :

a. „Urfitu harus termasuk „urfyang sahih dalam arti tidak bertentangan dengan ajaran Al-Qur‟an dan Sunnah Rosulullah SAW.

21 Ibid., h. 102

(25)

Misalnya, kebiasaan di satu negeri bahwa sah mengembalikan harta amanah kepada istri atau anak dari pihak pemberi atau pemilik amanah. kebiasaan seperti ini dapat dijadikan pegangan jika terjadi tuntutan dari pihak pemilik dari harta itu sendiri.

b. „Urf itu harus bersifat umum, dalam arti minimal telah menjadi kebiasaan mayoritas penduduk negeri itu.

c. „Urf itu harus sudah ada ketika terjadinya suatu peristiwa yang akan dilandaskan kepada „urf itu. Misalnya, seseorang yang mewakafkan hasil kebunnya kepada ulama, sedangkan yang disebut ulama waktu itu hanyalah orang yang mempunyai pengetahuan agama tanpa ada persyaratan punya ijazah, maka kata ulama dalam pernyataan wakaf itu harus diartikan dengan pengertiannya yang sudah dikenal itu, bukan dengan pengertian ulama yang menjadi populer kemudian setelah ikrar wakaf terjadi misalnya harus punya ijazah.

d. Tidak ada ketegasan dari pihak-pihak terkait yang berlainan dengan kehendak „urf tersebut, sebab jika kedua belah pihak yang berakad telah sepakat untuk tidak terikat dengan kebiasaan yang berlaku umum, maka yang berpegang adalah ketegasan itu, bukan „urf.

Misalnya, adat yang berlaku di satu masyarakat, istri belum boleh dibawa oleh suaminya pindah dari rumah orang tuanya sebelum melunasi maharnya, namun ketika berakad kedua belah pihak telah sepakat bahwa sang istri sudah boleh dibawa oleh suaminya pindah

(26)

tanpa ada persyaratan lebih dulu melunasi maharnya. Dalam masalah ini, yang dianggap berlaku adalah kesepakatan itu, bukan adat yang berlaku.22

B. Pernikahan

1. Pengertian, Dasar Pernikahan dan Hukum Pernikahan

Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqh berbahasa arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah )حاكن) dan zawwaj (جاوز). Kedua kata inti yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banayak terdapat dalam Al-Qur‟an dan Hadist Nabi. Kata na-ka-ha banyak terdapat Al-Qur‟an dengan arti kawin, seperti dalam surah An-Nisa ayat 3 :



























































Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil Maka (kawinilah) seorang saja...”23

Demikian pula banyak terdapat kata za-wa-ja dalam Al-Qur‟an dalam arti kawin, seperti pada surat Al-Ahzab ayat 37 :



























































22 Satria Effendi, Ushul Fiqh,Op, Cit., h. 156-157

23 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op, Cit., h. 77

(27)









































Artinya : “...Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka....”24

Secara arti kata nikah berarti “bergabung” (ىض), “hubungan kelamin” (ءطو) dan juga berarti “akad” (دقع) ada dua kemungkinan arti ini karena kata nikah yang terdapat dalam Al-Qur‟an memang mengandung dua arti tersebut.25

Dalam arti terminologis akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin dengan menggunakan lafaz na-ka- ha atau za-wa-ja.26

Menurut fiqh pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram.27

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

24 Ibid., h. 423

25 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 35- 36

26 Ibid., h. 37

27 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,(Bandung: Sinar Baru Algensindo,2004), h. 374

(28)

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.28

Dalam pengertian yang luas, pernikahan adalah merupakan suatu ikatan lahir antara dua orang, laki-laki dan perempuan, untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syari‟at Islam.29

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami akad adalah perjanjian yang membolehkan dan yang menghalalkan hubungan antara laki- laki dan perempuan dalam pernikahan, dan akad adalah yang membolehkan hubungan kelamin dengan lafadz yang telah ditentukan.

2. Dasar Hukum Pernikahan

Pernikahan bermakana karena melaksanakan suruhan agama Islam.

Islam sangat menganjurkan kalau sudah mampu, seorang hendaklah menikah. Pernikahan itu bertujuan untuk mencegah perbuatan yang bertentangan dengan Islam. Jika telah mampu dan dewasa ternyata belum menikah dan imannya kurang kuat akan dikwatirkan bisa terjadi perzinaan, oleh karena itu Islam menganjurkan menikah jika sudah mampu. Sebagaimana firmanAllah SWT berfirman dalam Al-Qur‟an surah An-Nuur: 32

28 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 2

29 Moh Rifa‟i, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra), h. 453

(29)





































Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin)dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah maha luas (pemberian- Nya)lagi maha mengetahui”.30

Berdasarkan Firman Allah SWT di atas dapat dipahami, Allah SWT menciptakan makhluknya berpasang-pasangan sesuai fitrahnya.

Allah menjadikan semua makhluknya baik itu tumbuh-tumbuhan, hewan, maupun manusia berpasang pasangan agar bisa tumbuh dan berkembang agar saling membutuhkan satu dengan yang lainnya.

Surat Al-Rum ayat 21:











































Artinya : Abdullah Ibnu Mas‟ud ra. iaberkata: Rosulullah SAW. Bersabda kepada kami: “Hai kaum pemuda, apa bila di antara kamu kuasa untuk kawin, hendaklah ia kawin, sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan, dan barang siapa tidak kuasa hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya”. (HR Mutafaq „Alaihi)31

Dari hadist diatas dapat dilihat bahwa pernikahan sangat dianjurkan apabila seseorang telah mampu untuk menikah tetapi, jika seseorang

30 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op, Cit., h. 354

31 Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany, Bulughul Mahram Min Adillatil Ahkaam, Terjemahan Dani Hidayat, (Tasikmalaya: Pustaka Al-Hidayah 2010) Hadis 780

(30)

belum mampu untuk menikah karena takut belum bisa membiyayai rumah tangganya, sesungguhnya Allah SWT itu Maha luas pemberian-Nya.

Ijma‟ seluruh ulama telah sepakat bahwa nikah adalah beberapa akad sunnah yang bersandar kepada syara‟. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur‟an surah An-Nisaa‟ ayat 3 :



























































...Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi....32

َلاَقَو هْيَهَع ة َلََّصنا و َلََّسناَو

ْنَي : َجَّوَسَت ْدَقَف َي طْع أ َف ْص ن

ةَداَب عْنا

Dari Anas Bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang menikah maka sungguh ia telah diberi setengahnya ibadah.” (HR Abu Ya‟la).

Berdasarkan dalil-dalil diatas terlihat jelas bahwa pernikahan mempunyai dasar hukum yang sangat kuat.

3. Hukum Pernikahan

Dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan serta tujuan melaksanakan hukum perkawinan itu adalah:

a. Melakukan perkawinan yang hukumnya wajib

Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan

32 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op, Cit., h. 77

(31)

zina seandainya tidak kawin maka hukumnya melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah wajib. Hal ini didasarkan pada pemikiran hukum. Bahwa, setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang. Jika penjagaan diri itu harus dengan melakukan perkawinan sedangkan menjaga diri itu wajib, sesuai dengan kaidah

بِجا َوْلا ُّمِتَي َلَ اَم بِجا َو َو هَف ِهِب الَِإ

Artinya: Sesuatu yang menjadi syarat bagi sebuah kewajiban, maka hukumnya juga menjadi wajib33

Kaidah lain mengatakan:

د صاَقًَْنا ىْك ح م ئاَسَىْه ن

Artinya: Sarana itu hukumnya sama dengan hukum yang dituju.

Hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut merupakan hukum sarana sama dengan hukum pokok yakni menjaga diri dari perbuatan maksiat.

b. Melakukan perkawinan yang Hukumnya Sunnat

Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan melangsungkan perkawinan tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina. Maka hukum melakukan perkawianan bagi orang tersebut adalah sunnat. Alasan menetapkan hukum sunnat itu ialah dari anjuran Al-Qur‟an seperti tersebut dalam surat An-Nur ayat 32 dan hadits Nabi yang

33 Abdul Rahman Ghazaly, Figih Munakahat,Op, Cit., h. 19

(32)

diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas‟ud yang dikemukakan dalam menerangkan sikap agama Islam terhadap perkawinan.

Baik ayat Al- Qur‟an maupun As-Sunnah tersebut berbentuk perintah, tetapi berdasarkan qorinah- qorinah yang ada, perintah Nabi tidak memfaedahkan hukum wajib, tetapi hukum sunnat saja.34

c. Melakukan Perkawinan yang hukumnya haram.

Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga. Sehingga, apabila melangsungkan perkawinan akan terlantarlah dirinya dan istrinya.

Maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah haram. Al-Qur‟an surat Al- baqarah ayat 195 melarang orang melakukan hal yang akan mendatangkan kerusakan:

....Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan....35

Termasuk juga hukumnya haram perkawinan bila seseorang kawin dengan maksud untuk menelantarkan orang lain, masalah wanita yang dikawini itu tidak diurus hanya agar wanita itu tidak dapat kawin dengan orang lain.

34 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op, Cit., h. 30

35 Ibid., h. 20

(33)

d. Melakukan Perkawinan Yang Hukumnya Makruh.

Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin. Hanya saja orang ini tidak mepunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami istri dengan baik.

e. Melakukan Perkawinan Yang Hukumnya Mubah.

Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menerlantaran istri.

Perkawinan orang tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya dan membina keluarga sejahtera. Hukum mubah ini juga ditujukan bagi orang yang antara pendorong dan penghambatnya untuk kawin itu sama. Sehingga menimbulkan keraguan orang yang akan melakukan kawin. Seperti mempunyai keinginan tetapi, belum mempunyai kemampuan untuk melakukan. Tetapi belum mempunyai kemauan yang kuat.36

Berdasarkan penjelasan di atas hukum perkawinan terbagi menjadi hukum wajib, hukum sunnah, hukum haram, hukum mubah.

Hukum wajib, jatuh ketika seseorang yang terdesak untuk menikah dan telah mampu untuk menikah. Hukum sunnah jatuh ketika seseorang

36 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat,Op, Cit., h. 19-22

(34)

telah mampu dan telah siap untuk menikah. Hukum haram apabila dilakukan perkawinan akan menimbulkan suatu kemudharatan dikemudian hari. Dan hukum mubah jatuh kepada seseorang yang mempunyai keinginan tetapi belum mempunyaitu kemauan yang kuat.

4. Tujuan dan Hikmah Pernikahan a. Tujuan Pernikahan

Syariah nikah yang merupakan salah satu ajaran agama yang di bebankan pada manusia dengan tujuan untuk mendapatkan keturunan yang sholeh, hal ini dapat dipahami dari surah An-Nisa ayat 1 :



























































“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”37

Berdasarkan ayat diatas terpahami bahwa tujuan pernikahan adalah untuk menyalurkan kebutuhan biologis secara Islami agar hajat terpenuhi, dapat memelihara diri, dan berpaling dari yang haram.

37 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op, Cit., h. 77

(35)

b. Hikmah Pernikahan

Islam menganjurkan perkawinan, Adapun hikmah perkawinan dapat dipahami dalam Surat Al-Rum ayat 21:











































Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.38

Berdasarkan ayat diatasternyata pernikahan mempunyai rahasia yang terkandung didalamnya sebagai berikut:

1) Sakinah yakni perasaan nyaman, tentram atau cendrung kepada yang dicintainya yakni kepada suami atau istri. Inilah kebesaran Allah SWT kerena menciptakan pasangan dari jenis mereka (golongan manusia)

2) Mawaddah adalah saling cinta dan mengasihi, rasa saling mencintai dan mengasihi ini bisa timbul setelah mereka hidup bersama dan merasakan bahtera rumah tangga yang penuh suka dan duka. Karena kedekatan hati hanya bisa didapat jika menjalani segala sesuatu secara bersama-sama, baik dalam kondisi bahagia maupun dalam kondisi yang kurang bahagia.

3) Rahmah adalah kasih sayang, perasaan kasih sayang bisa dikatakan tingkatannya lebih tinggi daripada mencintai itu. Karena kasih

38 Moh Rifa‟i, Figih Islam, Op, Cit.,h. 406

(36)

sayang baru bisa muncul jika apasangannya tertimpa keburukan kemudian ia dengan sukarela mengasihi dan menerima apa yang kurang pada diri pasangannya.

5. Syarat-Syarat Pernikahan

Syarat sahnya pernikahan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan Apabila syarat-syarat terpenuhi perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami istri.

Pada garis besarnya syarat - syarat sahnya perkawinan itu ada dua:

a. Calon mempelai perempuannya halal dikawin oleh laki-laki yang menjadikan istri. Jadi, perempuannya itu bukan merupakan orang yang haram dinikahi, baik karena haram dinikahi untuk sementara maupun untuk selama-lamanya. Akad nikah dihadiri para saksi. 39 6. Rukun Pernikahan

Jumhur ulama bersepakat bahwa rukun pernikahan terdiri atas beberapa hal berikut:

a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan.

b. Adanya wali dari pihak calon istri. Akad nikah dapat dikatakan sah apabila dari perempuan yang akan nikah mempunyai wali atau wakinya.

c. Adanya dua orang saksi

d. Shighat akad nikah, yaitu ijab dan qabul yang diucapkan oleh wali (wakil) dari pihak perempuan dan calon pengantin laki-laki.

39 Abdul Rhaman Ghazali, Figih Munakahat,Op, Cit., h. 49

(37)

Namun tentang jumlah rukun nikah ini terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama. Imam Malik menyatakan bahwa rukun nikah tersebut ada lima macam, yaitu :

a. Wali dari pihak perempuan.

b. Mahar (mas kawin).

c. Calon pengantin laki-laki.

d. Calon pengantin perempuan.

e. Sighat akad nikah.

Imam Syafi‟i berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam yaitu:

a. Calon pengantin laki-laki.

b. Calon pengantin perempuan.

c. Wali.

d. Dua orang saksi.

e. Sighat akad nikah.Sedangkan menurut ulama Hanafiyyah rukun nikah itu hanya Sighatijab dan qabul)saja.40

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan ada imam yang memasukkan mahar dalam rukun penikahan seperti Imam Malik sedangkan Imam Syafi‟I dan Imam Hanafiyyah tidak. Namun berbeda dengan Imam Hanafiyyah rukun nikah itu hanya ada dua yaitu Sighat ijab dan qabul saja.

40 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Figh Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 11 12

(38)

27 A. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan ( field research) adalah penyusunan dengan mencari data secara langsung di Desa Purwodadi Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penulisan ini penulis mengadakan penulisan lapangan sesuai masalah yang penulis kemukakan di atas. Sehingga penulisan ini bersifat menggambarkan realita yang ada. Untuk menggambarkan tersebut maka penulis ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Penelitian kualitatif yaitu yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penulisan misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistic, dan dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konstek kusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Desa Sungai Agung Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar karena para masyarakatnya tersebut percaya dan menjalankan akan Adat melangkahi pernikahan saudara kandung, dilaksanakan pada Pada Bulan Desember 2021 – Maret 2022.

(39)

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek penelitian ini adalah Masyarakat Jawa Desa Sungai Agung baik masyarakat biasa maupun para Niniek Mamak setempat serta tokoh Agama, tokoh masyarakat.

2. Objek penelitian adalah isu, problem, atau permasalahan yang di bahas, di kaji, atau di teliti. untuk Objek penelitian ini adalah Sanksi Adat melangkahi pernikahan saudara kandung dalam adat Jawa Di Desa Sungai Agung Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar menurut hukum Islam.

D. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.41 Sedangkan sampel adalah objek/subjek yang mencakup dari bagian populasi.Populasi penelitian ini adalah jumlah seluruh masyarakat yang berada di Desa Sungai Agung yaitu sebanyak 6.974 orang. Dari jumlah populasi penulis mengambil sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu sampel dipilih berdasarkan pertimbangan dan tujuan penelitian yaitu sebanyak 27 orang, yang terdiri dari 8 tokoh adat, 3 tokoh agama, 4 tokoh masyarakat, 12 masyarakat biasa (4 pasang suami istri dan kakak kandungnya masing- masing).

41 Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 215

(40)

Tabel III.1

Data Informan di lapangan

No Informan Jumlah

1 tokoh adat 8

2 tokoh agama 3

3 tokoh masyarakat 4

4 masyarakat biasa. 12

E. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah :

1. Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari sumber utama. Karena ini penelitian lapangan, maka penulis mendapatkan data langsung responden di lokasi penelitian dan objek penelitian.42 pada penelitian ini bersumber dari informan dan kondisi objek lokasi penelitian yang diperoleh langsung melalui wawancara di Desa Sungai Agung.

2. Sumber data skunder yaitu sumber data yang diperoleh dari literature- literature lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.43

3. Data tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap data primer dan data sekunder, seperti kamus dan ensiklopedi.

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang valid maka penulisan ini penulis menggunakan metode sebagai berikut :

42 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana 2008) h. 122

43 Ibid.,

(41)

1. Observasi

Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung atau suatu usaha penulis untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis dengan prosedur yang standar terhadap objek penelitian.44

2. Wawancara

Wawancara ini digunakan untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung dengan responden. Wawancara adalah bentuk komunikasi yang semacam percakapan yang bertujuan untuk memperoleh informasi.

3. Dokumentasi

Mencari data mengenai beberapa hal, baik yang berupa catatan dan data dari kantor Adat desa Sungai Agung Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar. Metode ini digunakan sebagai salah satu pelengkap dalam memperoleh data.

4. Study pustaka

Study pustaka yaitu penelitian yang mencari data dari bahan bahan tertulis berupa catatan, buku-buku, makalah dan sebagainya.

G. Teknik Analisis Data

Data yang telah didapatkan dengan menggunakan metode di atas kemudian dianalisis dan diklarifikasikan sesuai dengan kategorinya masing- masing baru kemudian diadakan analisis data. Analisis data yang digunakan

44 Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2002), Cet. Ke-I, h. 197

(42)

dalam penulisan ini analisis data kualitatif, dengan analisis statistik yang tidak dapat diukur dengan angka.

Namun karena penulisan ini bersifat deskriptif maka analisis data lebih difokuskan pada analisis data kualitatif, sehingga penulisan ini lebih bersifat mengambarkan realita yang ada.

H. Teknik Penulisan Data

Teknik penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Teknik deduktif yaitu menggambarkan kaedah kaedah umum yang ada kaitanya dengan permasalahanya yang diteliti, kemudian dianalisa dan kemudian diambil kesimpulan secara umum.

2. Teknik induktif yaitu menggambarkan data data yang bersifat khusus yang ada kaitanya dengan masalah yang diteliti, dianalisa kemudian diambil kesimpulanya bersifat khusus.

3. Teknik deskriptif yaitu mengumpulkan data kemudian menyusun.

Menjelaskan dan menganalisanya. pernikahan melangkahi saudara Kandung di Desa Sungai Agung dalam menurut hukum islam.

I. Sistematika Penulisan

Bab Pertama, berisi tentang Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitan dan manfaat penelitian.

Bab kedua, berisi tentang landasan teori yang meliputi Tinjauan umum tentang „urf, pengertian „urf, Hukum „urf, macam-macam „urf. Pernikahan

(43)

menurut HI, dasar hukum dan hukum pernikahan, tujuan pernikahan, syarat- syarat pernikahan, dan Hikmah pernikahan.

Bab Ketiga, berisi tentang Jenis Dan Sifat Penelitian,Lokasi Penelitian,Subjek Dan Objek Penelitian,Populasi Dan Sampel,Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Teknik Penulisan Data.

Bab keempat, berisi tentang gambaran umum desa Sungai Agung Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar, sejarah desa Sungai Agung , Letak geografis, jumlah penduduk dan pendidikan masyarakat, potensi keagamaan kehidupan ekonomi masyarakat. dan juga hasil skripsi yaitu tentang Adat melangkahi pernikahan saudara kandung dan menurut hukum Islam tentang Adat melangkahi pernikahan saudara kandung di desa Sungai Agung.

Bab kelima, berisi tentang kesimpulan dan saran, penulisan akan mengakhiri seluruh penelitian ini dengan suatu kesimpulan dan tidak lupa untuk menyatakan saran serta biodata penulis.

J. Penelitian Terdahulu

Di antara karya ilmiah berupa skripsi yang berkaitan dengan hasil penilitian dari skripsi penulis di antara adalah :

1. Skripsi Reni Marlina yang berjudul Adat Pernikahan Melangkahi Saudara Kandung Menurut Hukum Islam (Studi Kasus di Nagari Kapa Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat) dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan Adat Pernikahan Melangkahi Saudara Kandung di Nagari Kapa, apabila seorang adik ingin menikah

(44)

lebih dahulu dari kakak kandungnya maka adik harus menjalankan peraturan adat yang telah ditetapkan, sebelum akad nikah berlangsung syarat yang berupa denda: baju sapatagakaan,berupa: baju, rok, seperangkat alat shalat dan uang 300 (tiga ratus ribu rupiah) harus tersedia oleh adik untuk sang kakak sebelum akad nikah berlangsung, dan diketahui oleh Niniak Mamak. Dan beberapa Pandangan masyarakat Nagari Kapa terhadap pelaksanaan adat Pernikahan melangkahi saudara kandung mereka berpendapat ada yang menyetujui dan ada yang tidak menyetujui. Bagi yang tidak menyetujui menerima sanksi yang telah ditetapkan adat Nagari Kapa. 2. Adat Pernikahan Melangkahi Saudara Kandung Menurut Hukum adalah mubah (boleh) karena telah berlaku secara turun temurun sejak lama. Sehingga pemuka adat (Pucuak adat) di Nagari Kapa mengambil kebijakan. Maka proses adat Pernikahan melangkahi saudara kandung yang berlaku ditengah-tengah masyarakat tidak ada larangannya terdapat dalam nash. Dan Adat pernikahan tersebut sangat penting untuk dilaksanakan, karena mengandung nilai leluhur yakninya menjaga 78 hubungan silaturrahmi persaudaraan. Jika dilaksanakan akan mendapatkan ketenangan batin, karena dihargai oleh masyarakat terutama niniak mamak, sehingga pernikahan dapat berjalan dengan lancar. Meskipun ada masyarakat yang menyetujui dan tidak menyetujui akan pelaksanaan peraturan adat pernikahan melangkahi saudara kandung. Namun peraturan adat Pernikahan tetap dijalankan walaupun ada sanksi yang diterima bagi yang melanggar. 45

45 Reni Marlina,” Adat Pernikahan Melangkahi Saudara Kandung Menurut Hukum Islam

(45)

2. Skripsi Muhammad Ilman yang berjudul TRADISI PEMBAYARAN UANG PELANGKAH DALAM PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Legok, Kecamatan Legok Kabupaten Tangerang) dapat disimpulkan beberapa hal tentang masalah tradisi pembayaran uang pelangkah (uang garunghal) diantara adalah: 1. Tradisi adat uang pelangkah ini sudah merupakan hal yang biasa yang terjadi di masyarakat desa legok. Maksudnya adalah masyarakat dapat menerima dengan baik tradisi seperti ini.

Namun dengan berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, ada juga masyarakat yang tidak setuju dengan tradisi seperti ini. Untuk mereka yang setuju dengan diadakannya tradisi pembayaran uang pelangkah ini adalah bertujuan untuk menghormati sang kakak yang belum menikah, dan sebagai syarat untuk melangkahi kakak yang belum menikah karena sang kakak tidak akan memberikan izin adiknya untuk melangkahinya apabila sang kakak tidak dipenuhi permintaannya (uang pelangkah). Karena apabila ini tidak diberikan maka sang kakak akan mendapatkan jodoh dalam waktu yang lama dan akan mendapatkan kesialan, namun untuk yang tidak setuju dengan tradisi seperti ini mereka beranggapan semua ini hanya akan memberatkan kondisi sang adik yang mana disini sedang banyak pengeluaran dan ditambah lagi dengan diharuskannya adanya uang 67 pelangkah ini maka tentu saja ini akan memperburuk kondisi sang adik, apalagi jika sang adik tidak dapat memnuhi permintaannya maka sang adik harus menunda pernikahannya ini akan membuat sang adik depresi dan (Studi Kasus di Nagari Kapa Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat)”,(Batu Sangkar: IAIN Batu Sangkar,2017)

Referensi

Dokumen terkait

PERANCANGAN SHOT UNTUK MENDUKUNG VISUALISASI HUBUNGAN ANTAR SAUDARA KEMBAR DALAM ANIMASI 2D BERJUDUL “TWIN” Laporan Tugas Akhir Ditulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar

I Wayan Gede Sedana Yoga (PS Teknologi Industri Pertanian, Udayana

Pemberian ekstrak daun kirinyuh berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan akibat hama pemakan daun setelah aplikasi ekstrak daun kirinyuh pada tanaman sawi dan

1. Teknologi computer vision tingkat tinggi yang mengijinkan developer untuk membuat efek khusus pada mobile device. Terus-menerus mengenali multiple image. Tracking

sebesar 1.43, yaitu lebih besar dari 1 (R/C >1).Nilai BEP volume adalah 13 ekor dan nilai BEP harga sebesar Rp 787,766/ekor.Biaya anakan, biaya obat, biaya pengambilan

Upaya Penanggulangan Pembajakan Software Windows 7 di Kalangan Mahasiswa Universitas Tadulako adalah Pemerintah Indonesia kiranya membuat kerjasama dengan perusahaan

Maka dari uraian pada poin 2, yang menyatakan secara tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer informasi elektronik atau dokumen

[r]