• Tidak ada hasil yang ditemukan

EXPLORE Volume 10 No 1 Tahun 2020 p-issn : X e-issn : X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EXPLORE Volume 10 No 1 Tahun 2020 p-issn : X e-issn : X"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN SPANNING TREE PROTOCOL UNTUK MENCEGAH TERJADINYA LOOPING PADA FRAME ETHERNET

Moh. Subli1, Hoiriyah2, Erfan Wahyudi3,*

Universitas Teknologi Mataram1,3 Universitas Islam Madura2

subli.kerta@gmail.com1, hoiriyah.file.uim@gmail.com2, erfan.wahyudie@gmail.com3,*

Abstrak - Spanning Tree Protocol (STP) adalah layanan yang memungkinkan LAN switch dan LAN bridge terinterkoneksi secara berlebih dengan cara menyediakan mekanisme untuk mencegah loop yang tidak diinginkan dalam jaringan yang terjadi pada bridge. Tanpa adanya STP, pada frame Ethernet akan terjadi loop untuk periode tak terbatas di dalam waktu jaringan dengan link berlebihan secara fisik. Untuk mencegah loop pada frame Ethernet, STP memblok beberapa port dari frame Ethernet sehingga hanya satu jalur yang aktif ada di antara setiap pasang segmen LAN (collision domain). Hasil STP adalah loop frame Ethernet tidak terbatas yang membuat LAN dapat digunakan.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa Redundant link tidak untuk keseimbangan beban, karena hanya satu link aktif. Cara kerja Spanning Tree Protocol adalah menggunakan algoritma spanning tree yang secara otomatis menemukan topologi jaringan dan membentuk suatu jaringan tunggal yang optimal melalui suatu bridge jaringan dengan menugasi fungsi-fungsi yang ada pada setiap bridge. STP Menghentikan terjadinya loo-loop network pada network layer 2 (bridge atau switch). STP secara terus menerus memonitor network untuk menemukan semua link, memastikan bahwa tidak ada loop yang terjadi dengan cara mematikan semua link yang redundant. STP menggunakan algoritma yang disebut Spanning Tree Algorithm (STA) untuk menciptakan sebuah topologi database, kemudian mencari dan menghancurkan link-link redundant. Dengan menjalankan STP, frame-frame hanya akan diteruskan pada link-link utama yang dipilih oleh STP.

1. PENGERTIAN SPANNING TREE PROTOCOL Spanning Tree Protocol (STP) adalah layanan yang memungkinkan LAN switch dan LAN bridge terinterkoneksi secara berlebih dengan cara menyediakan mekanisme untuk mencegah loop yang tidak diinginkan dalam jaringan yang terjadi pada bridge (Cysco, 2007).

Tanpa adanya STP, pada frame Ethernet akan terjadi loop untuk periode tak terbatas di dalam waktu jaringan dengan link berlebihan secara fisik. Untuk mencegah loop pada frame Ethernet, STP memblok beberapa port dari frame Ethernet sehingga hanya satu jalur yang aktif ada di antara setiap pasang segmen LAN (collision domain). Hasil STP adalah loop frame Ethernet tidak terbatas yang membuat LAN dapat digunakan. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa Redundant link tidak untuk keseimbangan beban, karena hanya satu link aktif.

Loop terjadi bika ada rute /jalur alternatif diantara host-host. Untuk menyiapkan jalur Back- up, STP membuat status jalur back-up menjadi stand-by atau diblok. STP hanya membolehkan satu jalur yang aktif (fungsi pencegahan loop) diantara dua host namun tetap menyediakan jalur back-up bila jalur utama terputus (Hucaby, 2010).

Beberapa jalur aktif antara stasiun menyebabkan loop dalam jaringan. Jika loop ada

dalam topologi jaringan, ada potensi untuk duplikasi pesan. Ketika loop terjadi, beberapa switch pada stasiun muncul di kedua sisi dari saklar. Kondisi ini membingungkan algoritma forwarding dan memungkinkan duplikan frame Ethernet untuk diteruskan.

Untuk memberikan redundansi jalur, Spanning Tree Protocol mendefinisikan sebuah pohon yang merentangkan semua switch yang aktif dalam jaringan. STP memaksa jalur data tertentu yang berlebihan menjadi standby state (diblokir). Jika salah satu segmen jaringan dalam STP menjadi tidak tercapai, algoritma STP mengonfigurasi kembali tobopogi STP dan membangun kembali link dengan mengaktifkan jalur siaga (Cysco, 2007).

2. CARA KERJA SPANNING TREE PROTOCOL Algoritma Spanning Tree (disebut juga spanning tree protocol) secara otomatis menemukan topologi jaringan dan membentuk suatu jalur tunggal yang optimal melalui suatu bridge jaringan dengan menugasi fungsi-fungsi berikut pada setiap bridge. Fungsi bridge menentukan bagaiman bridge berfungsi dalam hubungannya dengan bridge lainnya, dan apakah bridge meneruskan traffic ke jaringan-jaringan lainnya atau tidak (Sincoskie, 1988).

(2)

Penerapan Spanning Tree Protocol Untuk Mencegah A. Root Bridge

Root Bridge merupakan master bridge atau controlling bridge. Root bridge secara periodik mem-brodacast konfigurasi message. Message ini digunakan untuk memilih rute dan rekonfigurasi fungsi-fungsi dari bridge-bridge lainnya bila perlu. Hanya ada satu root bridge per jaringan. Root bridge dipilih oleh administrator, saat menentukan Root bridge, sebaliknya Root bridge yang paling dekat dengan pusat jaringan secara fisik.

B. Design Bridge

Design Bridge adalah bridge-bridge lain yang berpartisipasi dalam meneruskan paket melalui jaringan. Mereka dipilih secara otomatis dengan cara saling tukar paket konfigurasi bridge. Untuk mencegah terjadinya bridging loop, hanya ada satu Design Bridge per segment jaringan.

C. Backup Bridge

Semua bridge redundansi dianggap sebagai Backup bridge. Backup bridge mendengar traffic jaringan dan membangun database bridge. Akan tetapi mereka tidak meneruskan paket. Backup bridge ini akan mengambil alih fungsi jika Root Bridge Design Bridge tidak berfungsi.

Bridge mengirimkan paket khusus yang disebut Bridge Protocol Data Units (BPDU) keluar dari setiap port. BPDU ini dikirim dan diterima dari bridge lainnya digunakan untuk menentukan fungsi-fungsi bridge, melakukan verifikasi kalau bridge disekitarnya masih berfungsi, dan recovery jika terjaadi perubahan topologi jaringan (Hucaby, 2010).

Perencanaan jaringan dengan bridge menggunakan Spanning Tree Protocol memerlukan perencanaan yang hati-hati. Suatu konfigurasi yang optimal menuntut pada aturan- aturan berikut ini :

a. Setiap bridge seharusnya mempunyai backup (yaitu jalur redundansi antara setiap segment)

b. Paket-paket harus tidak boleh melewati lebih dari dua bridge antara segment- segment jaringan

c. Paket-paket seharusnya tidak melewati lebih dari tiga bridge setelah terjadi perubahan topologi.

Gambar 1. Topologi STP

3. PERKEMBANGAN SPANNING TREE PROTOCOL

Dalam beberapa poin berikutnya, saya akan membahas sedikit beberapa versi STP yang berbeda :

A. Spanning Tree Protocol (STP-802.1d 1998) Merupakan versi awal dari STP yang hanya mendukung satu contoh spanning tree dalam jaringan bridge, biasanya disebut sebagai Common Spanning Tree (CST). Pada trunk 802.1Q yang membawa beberapa VLAN, satu VLAN biasanya default atau VLAN 1 akan menentukan topologi forwarding untuk semua VLAN lainnya. Pada STP, ketika port diaktifkan atau ada perubahan dalam topologi STP, dapat memakan waktu hingga 50 detik pada network bridge untuk jaringan dijemabtani untuk reconverge (Quigley, 2011)

State pada switch STP:

a. Blocking, Port yang akan menyebabkan switching loop, tidak ada user data yang dikirim atau diterima tapi ia akan menuju forwarding mode jika link terpakai lainnya gagal dan algoritma spanning tree menentukan port boleh bertransisi ke forwarding state. Data BPDU masih diterima dalam blocking state.

b. Listening, Switch memproses BPDU dan menunggu kemungkinan informasi yang akan menyebabkan kembali ke blocking state untuk setiap segmen LAN.

c. Learning, Saat port belum menyampaikan paket (frames), ia akan mempelajari alamat sources dari frames yang diterima dan menambahkan mereka ke filtering database (switching database)

d. Forwarding, Port yang menerima dan mengirim data, operasi normal. STP masih memonitor incoming BPDU yang masuk yang mengindikasikan ia akan kembali ke blocking state untuk mencegah loop.

e. Disabled, Tidak sepenuhnya bagian dari STP, administrator jaringan secara manual dapat menonaktifkan port.

(3)

B. Rapid Spanning Tree Protocol (RSTP-802.1w / 802.1d 2004)

Rapid Spanning Tree Protocol adalaah penyempurnaan dari STP yang sebelumnya. Pada tahun 1998, IEEE memperkenalkan suatu evolusi dari Spanning Tree Protocol, yaitu Rapid Spanning Tree Protocol. RSTP menyediakan konvergensi Spanning Tree yang lebih cepat. Standar IEEE-2004 802.1d sekarang menggabungkan RSTP dan STP. Sementara STP hanya dapat mengambil 30 sampai 50 detik untuk merespon perubahan topologi, RSTP biasanya mampu menanggapi perubahan dalam waktu 3 kali Hello Time (default : 6 detik). Yang disebut hello time adalah konfigurasi interval waktu dan penting yang digunakan oleh RSTP untuk beberapa tujuan. Nilai default untuk hello time adalah 2 detik.

Peran jembatan Port RSTP :

a. Root, Forwarding port yang merupakan port terbaik dari nonroot-bridge sampai root bridge b. Design, Forwarding port untuk setiap segment

LAN

c. Alternate, Jalur alternatif ke root bridge. Jalur ini berbeda daripada menggunakan root port

d. Backup, Jalur backup/tambahan ke segment dimana bridge port lain sudah terhubung

e. Disabled, Tidak sepenuhnya bagian dari STP, administrator jaringan secara manual dapat menonaktifkan port.

Karena Rapid Spanning Tree Protocol adalah penyempurnaah dari STP yang sebelumnya, RSTP memiliki banyak karakteristik operasi dasar yang sama dengan STP, namun ada beberapa perbedaan penting yang terangkum sebagai berikut(Sofana, 2010) : a. Deteksi kegagalan pertukaran root dilakukan

dalam 3 Hello Times, yang mana terjadi dalam 6 detik jika defaultnya belum diubah.

b. Port-nya dapat dikonfigurasi sebagai port tepi jika port-port tersebut terpasang ke LAN yang tidak memiliki bridge lain yang terpasang. Transisi port tepi ini langsung ke forwarding state. RSTP masih terus memantau port untuk BPDU jika bridge tersambung. RSTP juga dapat dikonfigurasi untuk secara otomatis mendeteksi port tepi. Segera setelah bridge mendeteksi BPDU datang ke tepi port, port tersebut menjadi port non tepi.

c. Tidak seperti pada STP, RSTP akan merespon BPDU dikirim dari arah root bridge. Bridge pada RSTP akan mengusulkan informasi spanning tree ke port yang ditunjuk. Jika ada bridge RSTP lain menerima informasi ini dan terdeterminasi informasi ini adalah informasi root yang superior, ia akan mengeset semua port lain untuk melakukan pembuangan informasi tersebut. Bridge dapat mengirimkan sebuah kesepakatan pada bridge pertama untuk menginformasikan informasi superior spanning treenya. Bridge pertama, setelah menerima kesepakatan tersebut, ia dapat

dengan cepat mentransisikan port itu ke keadaan forwarding state melewati transisi listening/learning state. Hal ini pada dasarnya menciptakan efek mengalir jauh dari root bridge dimana setiap design bridge mengusulkan kepada tetangganya untuk menentukan apakah ia bisa membuat transisi yang cepat. Ini adalah salah satu elemen utama yang memungkinkan RSTP untuk mencapai konvergensi lebih cepat dari STP.

d. Seperti dijelaskan dalam rincian peran port diatas, RSTP mempertahankan cadangan rincian tentang status pembuangan port. Hal ini untuk menghindari timeout jika forwarding port saat ini gagal atau BPDU tidak diterima pada root port dalam inteerval tertentu.

C. Multiple Spanning Tree Protocol (MSTP- 802.1s / 802.1Q 2003)

Multiple Spanning Tree Protocol mengkonfigurasi spanning tree terpisah untuk setiap grup VLAN dan blok semua kecuali salah satu jalan alternatif yang mungkin dalam setiap spanning tree (Cysco, 2006).

Jika hanya ada datu VLAN dalam jaringan, STP tunggal bekerja secara tepat, jika jaringan berisi lebih dari satu VLAN, logical network yang dikonfigurasi oleh STP tunggal akan bekerja, tetapi ada kemungkinan untuk membuat lebih baik menggunakan jalur alternatif yang tersedia dengan menggunakan spanning tree alternatif untuk VLAN yang berbeda atau kelompok VLAN. MSTP memungkinkan pembentukan region MST yang dapat menjalankan beberapa multiple spanning tree instances (MSTI). Multiple regions dan bridge STP lainnya saling berhubungan menggunakan salah satu Common Spanning Tree (CST).

MSTP mencakup semua informasi spanning tree dalam format BPDU tunggal. Hal ini tidak hanya mengurangi jumlah BPDU yang

diperlukan pada LAN untuk

mengkomunikasikan informasi spanning tree untuk setiap VLAN, tetapi juga memastikan kompatibilitas dengan RSTP dan STP versi awal. MSTP melakukan hal ini dengan melakukan pengkodean tambahan informasi wilaayah setelah BPDU RSTP standar sebanyak jumlah pesan MSTI (dari 0 sampai 64 kasus, walaupun dalam prakteknya banyak bridge yang kurang mendukung). Masing- masing pesan konfigurasi MSTI menyampaikan informasi spanning tree untuk setiap kasus.

Setiap kasus dapat diberikan sejumlah VLAN terkonfigurasi dan frame Ethernet (paket) yang ditugaskan untuk VLAN tersebut untuk beroperasi pada spanning tree kapan pun mereka berada di dalam MST region. Untuk

(4)

Penerapan Spanning Tree Protocol Untuk Mencegah menghindari penyampaian seluruh VLAN untuk

pemetaan spanning tree di setiap BPDU, bridge mengkodekan MD5 digest dari VLAN mereka ke table kasus dalam BPDU MSTP. Digest tersebut kemudian digunakan oleh bridge MSTP lain untuk menentukan apakah bridge tetangga berada pada MST region yang sama seperti bridge itu sendiri.

D. Per-VLAN Spanning Tree (PVST)

Dalam lingkungan Ethernet Switch dimana beberapa VLAN berada, spanning tree dapat digunakan per VLAN. Nama CISCO untuk ini adalah Per-VLAN Spanning Tree (PVST dan PVST+, merupakan protokol standar yang digunakan oleh switch Cisco). Baik protokol PVST dan PVST+ merupakan protokol hak milik Cisco dan mereka tidak dapat digunakan pada switch bagian ketiga. Meskipun jaringan Force10 dan Extreme mendukung PVST+, jaringan Extreme melakukannya dengan dua keterbatasan (kurangnya dukungan pada port dimana VLAN ditandai / asli dan juga pada VLAN dengan ID 1). PVST hanya bekerja dengan ISL (Protokol hak milik cisco untuk enkapsulasi VLAN) karena tertanamnya ID spanning tree. PVST+ dapat menembus melintasi daerah MSTP.

E. Per-VLAN Spanning Tree Protocol / Rapid- PVST+ (PVST+ / RPVST+)

PVST+ adalah salah satu spanning tree milik Cisco. Dalam PVST+, VLAN masing- masing akan memiliki spanning tree sendiri.

PVST+ memiliki waktu konvergensi yang sama sebagai STP versi awal. Sejak konvergensi waktu PVST+ adalah sub-optimal, Cisco memasukkan fitur RSTP ke PVST+ yang mereka sebut RPVST. Namun, RPVST+ masih mengiklan pada alamat multicast dan dicadangkan untuk semua VLAN kecuali VLAN 1.

4. TUGAS UTAMA SPANNING TREE PROTOCOL (STP)

1. Menghentikan terjadinya loo-loop network pada network layer 2 (bridge atau switch). STP secara terus menerus memonitor network untuk menemukan semua link, memastikan bahwa tidak ada loop yang terjadi dengan cara mematikan semua link yang redundant. STP menggunakan algoritma yang disebut Spanning Tree Algorithm (STA) untuk menciptakan sebuah topologi database, kemudian mencari dan menghancurkan link-link redundant.

Dengan menjalankan STP, frame-frame hanya

akan diteruskan pada link-link utama yang dipilih oleh STP.

2. Problem utama yang bisa dihindari dengan adanya STP adalah Broadcast Storms.

Gambar 2. Broadcast Storms

Broadcast Storms menyebabkan frame broadcast (atau multicast atau unicast yang destination addressnya belum diketahui oleh switch) terus berputar-putar (looping) dalam network tanpa henti. Gambar berikut adalah contoh sederhana LAN dengan link yang redundant.

Gambar 3. Looping pada jaringan STP mencegah terjadinya looping dengan menempatkan setiap port switch pada salah satu status, Forwarding atau Blocking. Interface dengan status forwarding bertingkah normal, mem-forward dan menerima frame, sedangkan interface dengan status blocking tidak memproses frame apapun kecuali pesan-pesan STP. Semua port yang berada dalam status Forwardning disebut berada pada jalur spanning tree (Topology STP), sekumpulan port-port forwarding membentuk jalur tunggal dimana frame ditransfer antar-segment.

Gambar berikut adalah LAN dengan link redundant yang sudah memanfaatkan STP.

(5)

Gambar 4. STP Mencegah terjadinya looping Dengan begini, saat bob mengirimkan frame broadcast, frame tidak mengalami looping. Bob mengirimkan frame ke SW3 (Step 1), kemudian SW3 mem-forward frame hanya ke SW1 (step 2), karena port Gi0/2 dari SW3 berada pada status blocking. Kemudian SW1 mem-flood frame keluar dari Fa0/11 dan Gi0/1 (step 3).

SW2 mem-flood frame keluar melalui Fa0/12 dan Gi0/1 (step 4). Namun SW3 akan mengabaikan frame yang dikirimkan oleh SW2, karena frame tersebut masuk melalui port Gi0/2 dari switch SW3 yang berada pada status blocking.

Dengan topologi STP seperti pada gambar diatas, switch-switch tidak mengaktifkan link antara SW2 dan SW3 untuk keperluan traffic dalam VLAN. Namun jika link antara SW1 dan SW3 mengalami kegagalan dalam beroperasi, maka STP akan membuat port Gi0/2 pada SW3 menjadi forwarding sehingga link antara SW3 dan SW2 menjadi aktif dan frame tetap bisa ditransfer secara normal dalam VLAN.

3. Menyediakan system jalur backup dan juga mencegah loop yang tidak diinginkan pada jaringan yang memiliki beberapa jalur menuju ke satu tujuan dari satu host.

5. CONTOH KONFIGURASI STP

Pada bagian ini penulis akan mencoba untuk membuat sebuah topologi yang menggunakan VLAN dan juga STP. Berikut gambaran topologi yg akan penulis buat :

Gambar 5. Rancangan Topologi STP

Di topologi ini penulis menggunakan 1 switch sebagai server dan 2 switch sebagai client.

Dimana yang bertindak sebagai server adalah S1, sedangkan yang bertindak sebagai client adalah S2 dan S3. Setelah menentukan switch yang bertindak sebagai server ataupun client, langkah berikutnya adalah melakukan konfigurasi VLAN pada switch server S1.

Konfigurasi pada S1 yang bertindak sebagai Server

Pemberian nama switch sebagai S1:

Switch#conf t

Switch(config)#hostname S1

Konfigurasi S1 sebagai switch server : S1(config)#vtp mode server

Device mode already VTP SERVER.

S1(config)#vtp domain Erfan

Changing VTP domain name from NULL to Erfan S1(config)#vtp password cisco

Setting device VLAN database password to cisco Pembuatan VLAN pada S1 :

S1(config)#vlan 2

S1(config-vlan)#name Jogja S1(config-vlan)#exit

S1(config)#vlan 3

S1(config-vlan)#name Bantul S1(config-vlan)#exit

S1(config)#vlan 4

S1(config-vlan)#name G.Kidul S1(config-vlan)#exit

S1(config)#vlan 5

S1(config-vlan)#name Sleman S1(config-vlan)#exit

S1(config)#vlan 6

S1(config-vlan)#name DIY S1(config-vlan)#exit S1(config)#^Z

Note : Dalam topologi ini, VLAN 1 bertindak sebagai default VLAN

Melihat tabel VLAN setelah VLAN dibuat:

S1#sh vlan

VLAN Name Status Ports ---- ---

1 default active Fa0/1, Fa0/2, Fa0/3, Fa0/4 Fa0/5, Fa0/6, Fa0/7, Fa0/8

Fa0/9, Fa0/10, Fa0/11, Fa0/12 Fa0/13, Fa0/14, Fa0/15, Fa0/16 Fa0/17, Fa0/18, Fa0/19, Fa0/20 Fa0/21, Fa0/22, Fa0/23, Fa0/24 2 Jogja active

3 Bantul active 4 G.Kidul active 5 Sleman active

(6)

Penerapan Spanning Tree Protocol Untuk Mencegah 6 DIY active

1002 fddi-default active 1003 token-ring-default active 1004 fddinet-default active 1005 trnet-default active

VLAN Type SAID MTU Parent RingNo BridgeNo Stp BrdgMode Trans1 Trans2

---- --- --- --- --- 1 enet 100001 1500 - - - 0 0 2 enet 100002 1500 - - - 0 0 3 enet 100003 1500 - - - 0 0 4 enet 100004 1500 - - - 0 0 5 enet 100005 1500 - - - 0 0 6 enet 100006 1500 - - - 0 0 1002 enet 101002 1500 - - - 0 0 1003 enet 101003 1500 - - - 0 0 1004 enet 101004 1500 - - - 0 0 1005 enet 101005 1500 - - - 0

Konfigurasi Fa0/1 sampai Fa0/4 sebagai switchport trunk native vlan 1 :

S1(config)#interface range fa0/1-4

S1(config-if-range)#switchport mode trunk S1(config-if-range)#switchport trunk native vlan 1 S1(config-if-range)#^Z

Pembagian Vlan :

S1(config)#interface fa0/5

S1(config-if)#switchport mode access S1(config-if)#switchport access vlan 2 S1(config-if)#exit

S1(config)#interface fa0/6

S1(config-if)#switchport mode access S1(config-if)#switchport access vlan 3 S1(config-if)#exit

S1(config)#interface fa0/7

S1(config-if)#switchport mode access S1(config-if)#switchport access vlan 4 S1(config-if)#exit

S1(config)#interface fa0/8

S1(config-if)#switchport mode access S1(config-if)#switchport access vlan 5 S1(config-if)#exit

S1(config)#interface fa0/22

S1(config-if)#switchport mode access S1(config-if)#switchport access vlan 6 S1(config-if)#^Z

Konfigurasi pada switch S2 sebagai client:

Pemberian nama pada switch sebagai S2 : Switch#conf t

Switch(config)#hostname S2

Konfigurasi S2 sebagai switch client : S2(config)#vtp mode client

Setting device to VTP CLIENT mode.

S2(config)#vtp domain Erfan Domain name already set to Erfan.

S2(config)#vtp password cisco

Setting device VLAN database password to cisco Pembuatan VLAN pada S2 tidak perlu dilakukan lagi, karena telah dilakukan pada server (S1), hanya saja kita perlu men-set sebagai switchport trunk native vlan 1 pada intervace –intervace yang berhubungan dengan S1 dan S3 :

S2(config)#interface range fa0/1-4

S2(config-if-range)#switchport mode trunk S2(config-if-range)#switchport trunk native vlan 1 S2(config-if-range)#^Z

Pembagian Vlan pada S2 : S2(config)#interface fa0/5

S2(config-if)#switchport mode access S2(config-if)#switchport access vlan 2 S2(config-if)#exit

S2(config)#interface fa0/6

S2(config-if)#switchport mode access S2(config-if)#switchport access vlan 3 S2(config-if)#exit

S2(config)#interface fa0/7

S2(config-if)#switchport mode access S2(config-if)#switchport access vlan 4 S2(config-if)#exit

S2(config)#interface fa0/8

S2(config-if)#switchport mode access S2(config-if)#switchport access vlan 5 S2(config-if)#exit

S2(config)#^Z

Untuk konfigurasi pada switch S3 yang bertindak sebagai client tinggal mengulangi konfigurasi di S3dengan konfigurasi yang telah kita lakukan pada S2.

Penambahan sebuah Router (R1) pada S1 : Router(config)#hostname R1

R1(config)#interface fa0/0

R1(config-if)#ip address 192.168.1.1 255.255.255.0

R1(config-if)#no shutdown

Konfigurasi di R1 agar antar Vlan dapat saling berhubungan :

R1(config)#interface fa0/0.2

R1(config-subif)#encapsulation dot1Q 2 R1(config-subif)#ip address 192.168.2.10 255.255.255.0

R1(config-subif)#exit R1(config)#interface fa0/0.3

R1(config-subif)#encapsulation dot1Q 3 R1(config-subif)#ip address 192.168.3.10 255.255.255.0

R1(config-subif)#exit R1(config)#interface fa0/0.4

R1(config-subif)#encapsulation dot1Q 4 R1(config-subif)#ip address 192.168.4.10 255.255.255.0

(7)

R1(config-subif)#exit R1(config)#interface fa0/0.5

R1(config-subif)#encapsulation dot1Q 5 R1(config-subif)#ip address 192.168.5.10 255.255.255.0

R1(config-subif)#exit R1(config)#interface fa0/0.6

R1(config-subif)#encapsulation dot1Q 6 R1(config-subif)#ip address 192.168.6.10 255.255.255.0

R1(config-subif)#exit

Mengaktifkan dan memberi IP pada interface fa0/1 di R1:

R1(config)#interface fa0/0.6 R1(config-subif)#interface fa0/1 R1(config-if)#ip address 192.168.10.1 255.255.255.0

R1(config-if)#no sh

Men-set interface yang berhubungan dengan R1 pada switch S1 sebagai member dari VLAN 5:

S1(config)#interface fa0/24

S1(config-if)#switchport mode access S1(config-if)#switchport access vlan 5 S1(config-if)#^Z

Konfigurasi selesai, sekarang kita dapat melakukan akses antar PC yang berbeda VLAN, selanjutnya terserah kita mengembangkan topologi tersebut, seperti menambahkan Access Point dan sebagainya.

6. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dalam pembahasan masalah Spanning Tree Protocol pada makalah ini adalah sebagai berikut :

1) Spanning Tree Protocol merupakan layanan yang memungkinkan LAN switch dan LAN bridge terinterkoneksi secara berlebih dengan cara menyediakan mekanisme untuk mencegah loop yang tidak diinginkan dalam jaringan yang terjadi pada bridge.

2) Cara kerja Spanning Tree Protocol adalah menggunakan algoritma spanning tree yang secara otomatis menemukan topologi jaringan dan membentuk suatu jaringan tunggal yang optimal melalui suatu bridge jaringan dengan menugasi fungsi-fungsi yang ada pada setiap bridge.

3) Menghentikan terjadinya loo-loop network pada network layer 2 (bridge atau switch). STP secara terus menerus memonitor network untuk menemukan semua link, memastikan bahwa tidak ada loop yang terjadi dengan cara mematikan semua link yang redundant. STP menggunakan algoritma yang disebut Spanning Tree Algorithm (STA) untuk menciptakan sebuah topologi database, kemudian mencari dan

menghancurkan link-link redundant. Dengan menjalankan STP, frame-frame hanya akan diteruskan pada link-link utama yang dipilih oleh STP.

4) Tanpa adanya STP, pada frame Ethernet akan terjadi loop untuk periode tak terbatas di dalam waktu jaringan dengan link berlebihan secara fisik. Untuk mencegah loop pada frame Ethernet, STP memblok beberapa port dari frame Ethernet sehingga hanya satu jalur yang aktif ada di antara setiap pasang segmen LAN (collision domain). Hasil STP adalah loop frame Ethernet tidak terbatas yang membuat LAN dapat digunakan. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa Redundant link tidak untuk keseimbangan beban, karena hanya satu link aktif.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Cisco System, Inc. (2007), CCNA Exploration 4.0:

LAN Switching and Wireless, Cisco System, Inc., Chapter 3: “VLANs”.

[2] Cisco System, Inc. (2007), CCNA Exploration 4.0:

LAN Switching and Wireless, Cisco System, Inc., Chapter 4: “STP”.

[3] Sofana, Iwan (2010), Cisco CCNA & Jaringan Komputer, Penerbit Informatika.

[4] Hucaby, David (2010), CCNP Switch 642-813 Official Certification Guide, Chapter 4: “VLANs and Trunks”

[5] Sincoskie, W. D., Cotton, C. J (1998). Extended Bridge Algorithms for Large Network, IEEE Network Journal January

[6] Hucaby, David (2010), CCNP Switch 642-813 Official Certification Guide, Chapter 7:

“Traditional Spanning Tree Protocol”

[7] Cisco System, Inc. (2006), Understanding and Tuning Spanning Tree Protocol Timers, Document ID: 19120

[8] Quigley, J Colin (2011), “An Investigation into Spanning Tree Protocol 802.1D and Covergence Performance”, Honours Final Project Report.

Gambar

Gambar 1. Topologi STP
Gambar 2. Broadcast Storms
Gambar 5. Rancangan Topologi STP

Referensi

Dokumen terkait

Keunggulan metode simple additive weighting dibanding dengan sistem pendukung keputusan yang lain terletak pada kemampuannya dalam melakukan penilaan secara lebih tepat

Aktor yang terlibat pada bagian ini adalah seorang user, aktor tersebut merupakan pelanggan yang ingin melakukan pembayaran pajak kendaraan bermotor atau ingin melakukan

Karena merupakan aplikasi yang baru tentunya banyak sekali tanggapan dari para penggunanya yakni Pegawai di lingkungan pemerintah daerah Tabalong baik Aparatur

Dari pembahasan analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku konsumen yang cenderung memanfaatkan digital payment system berpengaruh negatif dan signifikan

Variabel keputusan pembelian terhadap produk Aqua di Indomaret Subah Kabupaten Batang pada umumnya berada pada kategori tinggi adalah 20, nilai rata- rata citra merek dari

Ketika subscriber melakukan subscribe pada topik yang sama dengan publisher, maka data publish yang telah diterima oleh broker akan diteruskan

Dari hasil penelitian tentunya akan timbul permasalahan baru yang harus diselesaikan untuk perkembangan penelitian, sistem pakar kerusakan laptop pada motherboard ini dapat

d.. Tahap refleksi bertujuan untuk mengetahui hasil pemberian tindakan kepada anak. Pada siklus I ini persentase ketuntasan anak dalam menghafal Asmaul Husna saat